You are on page 1of 19

ANALISIA KUALITATIF HCN PADA SINGKONG Tanggal Praktikum : 21 Mei 2012

I.

TUJUAN 1. Untuk mengetahui cara analisa HCN pada bahan makanan secara kualitatif. 2. Untuk mengetahui ada atau tidaknya HCN pada bahan makanan.

II.

METODE Metoda yang digunakan pada analisa HCN adalah metode Kromatofgrafi kertas.

III.

PRINSIP Dalam suasana asam , HCN pada makanan akan bereaksi dengan pikrat membentuk senyawa pikrosianat dan menghasilkan perubahan warna menjadi merah.

IV.

REAKSI HCN + 2,4,6trinitrofenol 5-bromo-3-nitroanilina (asam pikrat) pikrosianat

V.

DASAR TEORI 1. Asam Sianida ( HCN ) Asam sianida (HCN) adalah zat molekular yang kovalen, namun mampu terdisosiasi dalam larutan air, merupakan gas yang sangat beracun (meskipun kurang beracun dari H2S), tidak bewarna dan terbentuk bila sianida direaksikan dengan sianida. Dalam larutan air, HCN adalah asam yang sangat lemah, pK25= 9,21 dan larutan sianida yang larut terhidrolisis tidak terbatas namun cairan murninya adalah asam yang kuat. Cairan HCN memiliki titik didih 25,6C dan memiliki tetapan dielektrik yang sangat tinggi (107 pada 25) sehubungan dengan penggabungan molekul molekul polar (seperti H2O) oleh ikatan hidrogen dan cairan HCN tidak stabil dan dapat terpolimerisasi dengan hebat tanpa adanya stabilisator (Cotton dan Wikinson, 1989: 305).

Asam sianida cepat terserap oleh alat pencernaan dan masuk kedalam aliran darah lalu bergabung dengan hemoglobin di dalam sel darah merah. Keadaan ini menyebabkan oksigen tidak dapat diedarkan dalam sistem badan. Sehingga dapat menyebabkan sakit atau kematian dengan dosis mematikan 0,5-3,5 mg HCN/kg berat badan. Kandungan asam sianida (HCN) biasanya terdapat pada singkong. Singkong, yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu, adalah pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Mengingat banyaknya kandungan gizi yang terdapat didalam daun ubi tersebut maka sangat baik untuk dikonsumsi. Namun tumbuhan yang termasuk kelas Dicotyledonae ini baik didalam daunnya maupun umbinya mengandung zat glikosida cya-nogenik dimana zat ini dapat menghasilkan asam sianida (HCN) atau senyawa asam biru yang sangat bersifat racun. Asam sianida ini tersebar merata dipermukaan daun hingga dermis dari umbi akar. Kandungan unsur penggangu yang bersifat racun (HCN) berbeda untuk setiap jenis atau varietasnya, sehingga sinkong dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok berdasarkan kandungan asam sianida antara lain golongan yang tidak beracun, golongan beracun sedikit, golongan beracun, serta golongan sangat beracun. (Johan, 2005). Asam sianida terbentuk secara enzimatis dari dua senyawa prekursor (bakal racun), yaitu linamarin dan mertil linamarin dimana kedua senyawa ini kontak dengan enzim linamarase dan oksigen dari udara yang merombaknya menjadi glukosa, aseton dan asam sianida. Asam sianida mempunyai sifat mudah larut dan mudah menguap, oleh karena itu untuk menurunkan atau mengurangi kadar asam sianida dapat dilakukan dengan pencucian atau perendaman karena asam sianida akan larut dan ikut terbuang dengan air. (kesehatan, Kompas, 2004, Kanisius, 1997). Asam Sianida dapat pula disebut dengan nama Hidrogen sianida. Hidrogen sianida merupakan salah satu senyawa dari berbagai contoh senyawa sianida lainnya. Sianida dihasilkan oleh beberapa bakteri, jamur dan ganggang. Contoh dari senyawa sianida lainnya adalah Sodium sianida (NaCN) dan Potasium Sianida (KCN). Sianida juga dapat ditemukan di sejumlah makanan dan secara alami terdapat di berbagai tumbuhan. Di dalam tubuh, sianida dapat begabung dengan senyawa lain, membentuk vitamin B12.

Hidrogen sianida merupakan gas tak berwarna yang samar-samar, dingin dan tak berbau. Hidrogen sianida dapat digunakan dalam elektroplating, metalurgi, produksi zat kimia, pengembangan fotografi, pembuatan plastik dan beberapa proses pertambangan. Oleh karena dipakai dalam proses pertambangan, hidrogen sianida merupakan salah satu pencemar air. Sianida merupakan racun yang bekerja cepat, berbentuk gas tak berbau serta tak berwarna. Dalam kemiliteran sianida ini dikenal dengan nama AN (Hidrogen Sianida ) dan CK ( Sianogen klorida). Hidrogen sianida ini inipula yang digunakan dalam kamar gas kamp pembantaian Jerman pada perang dunia kedua. Sianida menurut Brachet (1957) adalah suatu racun yang berbahaya bagi seluruh makhluk hidup karena disamping menghambat pernapasan juga dapat mengakibatkan perkembangan sel tidak sempurna. Selanjutnya sianida dapat menghambat kerja enzim ferisitokron oksidase dalam proses pengambilan oksigen untuk pernapasan. Hidrogen sianida juga dapat disebut dengan formonitrile, sedangkan dalam bentuk cairan disebut dengan nama asam prussit dan asam hidrosianida. Hidrogen sianida adalah cairan tak berwarna atau juga dapat berwarna biru pucat pada suhu kamar. Hidrogen sianida bersifat volatile dan mudah terbakar. Hidrogen sianida dapat bedifusi baik dengan udara dan bahan peledak. Hidrogen sianida sangat mudah bercampur dengan air, sehingga sering digunakan. Sianida juga banyak digunakan dalam industri terutama dalam pembuatan garam seperti Natrium, Kalium atau Kalsium sianida.

Berikut ini merupakan contoh produsen dari sianida, antara lain : 1. Bakteri, jamur dan ganggang. 2. Rokok dan asap kendaraan bermotor. 3. Bayam, bambu, kacang, tepung tapioka, singkong (ubi kayu). 4. Pada produk sintetik. Sianida dengan konsentrasi tinggi sangatlah berbahaya. Sebenarnya bila sianida masuk kedalam tubuh dalam konsentrasi yang kecil, maka sianida dapat diubah menjadi tiosianat dan berikatan dengan vitamin B12,tetapi bila kadar sianida yang masuk meninggi,maka sianida akan mengikat bagian aktif dari enzim sitokrom oksidase dan mengakibatkan terhentinya metabolisme selsecara aerobik.

2. Dampak Asam Sianida Bagi Manusia Sianida dapat mengikat dan menginaktifkan beberapa enzim, tetapi yang mengakibatkan timbulnya kematian atau histotoxic anoxia adalah karena sianida menikat bagian aktif dari enzim sitokrom oksidasae sehingga akan mengakibatkan terhentinya sel secara aerobik. Sebagai akibatnya, hanya dalam waktu beberapa menit, akan mengganggu transmisi secara neuronal. Sianida dapat dibuang melalui proses tertentu sebelum sianida berhasil masuk kedalam sel. Proses yang paling berperan disini adalah pembentukan Cyanomethemoglobin (CNMe+Hb), sebagai hasil dari reaksi antara ion sianida (CN+) dan Me+Hb. Sianida dapat dengan mudah menembus dinding sel. Oleh karena itu pihak militer sering menggunakan racun sianida walaupun secara inhalasi , memakan atau menelan garam sianida atau senyawa siagenik lainnya. Sianida sebenarnya telah ada di alam walaupun dengan dosis yang rendah, maka tidak heran, jika kebanyakan hewan mempunyai jalur biokimia intrisik tersendiri untuk mendetoksifikasi asam sianida ini. Jalur terpenting dari pengeluaran sianida ini adalah pembentukan tiosianat (SCN-) yang dieksresikan melalui urine. Tiosianat ini dibentuk secara langsung sebagai hasi katalisis dari enzim rhodanese dan secara indirek sebagai reaksi spontan antara sianida sulfur persulfida. Sianida dalam jumlah kecil akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan disekresikan melalui urine,selain itu sianida dapat berikatan denga vitamin B12, tapi bila jumlah sianida yang masuk dalam jumlah besar, tubuh tak akan mampu mengikatnya dengan vitamin B12. Pada percobaan gas HCN pada tikus, didapatkan kadar sianida tertinggi adalah pada paru, yang diikuti oleh hati kemudian pada otak, sebaliknya bila sianida masuk kedalam sistem pencernaan maka kadar tertinggi adalah hati. Sianida dapat mengakibatkan banyak efek pada sistem kardiovaskuler termasuk peningkatan resistensi vaskuler dan tekanan darah dalam otak. Penelitian pada tikus membuktikan bahwa garam sianida dapat mengakibatkan kematian ataupun juga penyembuhan total. Selain itu, pada sianida dalm bentuk ruhalasi baru dapat menimbulkan efek dalam jangka waktu delapan hari. Bila timbul squele sebagai akibat keracunan sianida maka akan mengakibatkan perubahan pada otak dan hipoksia pada otak dan kematian dapat timbul dalam jangka waktu satu

tahun. Sianida dapat menimbulkan banyak gejala pada tubuh, termasuk pada tekanan darah, penglihatan, paru-paru, saraf pusat, jantung, sistem endokrin, sistem otonom dan sistem metabolisme. Biasanya penderita akan mengeluh timbul rasa pedih di mata karena iritasi dan kesulitan bernafas karena mengiritasi mukosa saluran pernapasan. Gas sianida sangat berbahaya apalagi jika terpapar dalam konsentrasi yang tinggi. Hanya dalam jangka waktu 5-8 menit, akan mengakibatkan aktifitas otot jantung terhambat dengan berakhir dengan kematian. Tanda awal dari keracunan sianida adalah: 1. Hiperpnea sementara. 2. Nyeri kepala. 3. Dispnea. 4. Kecemasan. 5. Perubahan perilaku seperti agitasi dan gelisah. 6. Berkeringat banyak, warna kulit memerah, tubuh terasa lemah dan vertigo juga dapat muncul. Tanda akhir adanya CNS adalah koma, dilatasi pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang, gagal nafas sampai henti jantung. Efek racun dari sianida adalah memblok pengambilan dan penggunaan oksigen maka akan didapatkan rendahnya kadar oksigen dalam jaringan.

3. Singkong Singkong dalam bahasa latin di sebut manihot utilissima merupakan bahan makanan yang banyak mengandung karbohidrat . Ubi Singkong banyak mengandung linamarin, yaitu suatu glikosida yang bersifat mengikat sianida (HCN). Beberapa jenis ubi singkong ternyata cukup banyak mengandung sianida(HCN) yang bisa menimbulkan keracunan. Kadar sianida tertinggi terdapat pada bagian paling luar ubi singkong. Selain itu daun singkong ternyata juga mengandung sianida. Ubi kayu (Manihot utilisima) sangat mudah tumbuh di Indonesia. Pada tahun 2008 jumlah lahan ubi kayu di Indonesia 1.204.933 ha. Ubi kayu mengandung pati. Pati merupakan karbohidrat yang dapat diubah bentuknya menjadi glukosa (gula) dengan cara hidrolisis dengan menggunakan enzim maupun asam. Kebutuhan gula nasional mencapai 4,3-juta ton per tahun. Padahal, produksi dalam negeri hanya 2,72-juta ton per tahun.

Diperlukan alterntitif import gula yaitu dengan memproduksi gula cair dari ubi kayu dengan hidrolisis enzim. Enzim yang digunakan dalam proses hidrolisis pati menjadi gula yaitu alfa amilase dan beta amilase. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi pati yang paling optimal dalam pembuatan produk gula. Penelitian ini menggunakan metode RAL (Rancanga Acak Lengkap) dengan variabel pati basah dan pati kering taraf penelitian dengan tiga konsentrasi , yaitu 25%, 35% dan 45% dengan tiga perulangan pada setiap sampel. Uji yang dilakukan pada gula cair yaitu uji derajat kemanisan dengan derajat brix, uji kualitatif gula yaitu uji iod, benedict, dan barfoed, dan uji kandungan HCN.

Hasil pengujian derajat brix pada sampel untuk rata-rata pati basah 25%;35%;45% secara berurutan adalah 33 brix, 64 brix, 70.67 brix dan untuk rata-rata pati kering 25%;35%; 45% secara berurutan 21 brix, 40.33 brix, dan 57 brix. Dari uji kualitatif gula dengan uji iod diakhir reaksi berwarna kuning kecokaltan, uji benedict dan barfoed menghasilkan endapan merah yang berarti mengandung gula reduksi monoskarida. Kandungan sianida yang terkandung dalam ubi kayu adalah 3,7 x 10-4 mg/mL atau 0,037 mg/L. HCN maksimal yang bisa masuk ke dalam tubuh adalah 50 mg/Kg. Dapat dikatakan bahan baku yang digunakan untuk pati dalam penelitian ini masih aman untuk dikonsumsi manusia karena kadar HCN yang terkandung didalam ubi kayu masih jauh dibawah batas maksimal kadar HCN yang diperbolehkan masuk kedalam tubuh manusia. Singkong, yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu, adalah pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Mengingat banyaknya kandungan gizi yang terdapat didalam daun ubi tersebut maka sangat baik untuk dikonsumsi. Namun tumbuhan yang termasuk kelas Dicotyledonae ini baik

didalam daunnya maupun umbinya mengandung zat glikosidanya-nogenik dimana zat ini

dapat menghasilkan asam sianida (HCN) atau senyawa asam biru yang sangat bersifat racun. Asam sianida ini bila dikonsumsi pada jumlah besar akan mengakibatkan kepala pusing, mual, perut terasa perih, badan gemetar, bahkan bisa mengakibatkan pingsan. Bila kadar racun yang dikonsumsi cukup banyak, selain gejala tersebut, gejala lain yang dapat timbul antara lain mata melotot, mulut berbusa, kejang dan sesak napas . (Gultom.P.P.Batunahal,1995, Johan, 2005) Asam sianida ini tersebar merata dipermukaan daun hingga dermis dari umbi akar. Kandungan unsur penggangu yang bersifat racun (HCN) berbeda untuk setiap jenis atau varietasnya, sehingga sinkong dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok berdasarkan kandungan asam sianida antara lain golongan yang tidak beracun, golongan beracun sedikit, golongan beracun, serta golongan sangat beracun. (Johan, 2005). pada siang ataupun sore hari hasil fotosintesis sudah berlansung dan mengakibatkan peningkatan asam sianida. (Johan, 2005). Asam sianida terbentuk secara enzimatis dari dua senyawa prekursor (bakal racun), yaitu linamarin dan mertil linamarin dimana kedua senyawa ini kontak dengan enzim linamarase dan oksigen dari udara yang merombaknya menjadi glukosa, aseton dan asam sianida. Asam sianida mempunyai sifat mudah larut dan mudah menguap, oleh karena itu untuk menurunkan atau mengurangi kadar asam sianida dapat dilakukan dengan pencucian atau perendaman karena asam sianida akan larut dan ikut terbuang dengan air. (kesehatan, Kompas, 2004, Kanisius, 1997). Racun alami pada daun dan umbi singkong adalah racun biru atau HCN (asam sianida). Penyebaran zat racun ini pada daun merata, sedang di dalam umbi terutama terdapat di dalam lapisan kulit sebelah dalam. Asam sianida akan menjadi aktif melalui suatu reaksi yang terjadi apabila daun atau umbi singkong itu terluka. Semua jenis singkong mengandung HCN, hanya kadarnya berlainan. Singkong yang digoreng lebih besar kemungkinannya menjadi penyebab keracunan makanan. Hal ini disebabkan HCN tidak larut dalam minyak. Namun demikian, sebagian bahan beracun ini dapat menguap karena suhu minyak goreng yang tinggi. Singkong juga mengandung racun linamarin dan lotaustralin, yang keduanya termasuk golongan glikosida sianogenik. Linamarin terdapat pada semua bagian tanaman, terutama terakumulasi pada akar dan daun. Singkong dibedakan atas dua tipe,

yaitu pahit dan manis. Singkong tipe pahit mengandung kadar racun yang lebih tinggi daripada tipe manis. Jika singkong mentah atau yang dimasak kurang sempurna dikonsumsi maka racun tersebut akan berubah menjadi senyawa kimia yang dapat mengganggu kesehatan. Gejala keracunan sianida, antara lain penyempitan saluran nafas, mual, muntah, sakit kepala, bahkan pada kasus berat dapat menimbulkan kematian. Untuk mencegah keracunan singkong, sebelum dikonsumsi sebaiknya singkong dicuci untuk menghilangkan tanah yang menempel, dikupas lalu direndam dalam air bersih yang hangat selama beberapa hari, dicuci lalu dimasak sempurna baik dibakar atau direbus. Singkong tipe manis hanya memerlukan pengupasan dan pemasakan untuk mengurangi kadar sianida ke tingkat non toksik. Singkong yang biasa dijual di pasar adalah singkong tipe manis.Ada lagi yang disebut singkong karet. Singkong ini mengandung cyanogenik glycoside yang akan diubah menjadi asam sianida oleh enzim yang disebut linamarase. Hal ini terjadi ketika dinding sel tanaman ini rusak, terutama pada saat dimakan. Oleh karena itulah singkong karet ini jika dimakan secara tidak hatihati akan membawa banyak masalah. Menangani singkong ini harus hati-hati dan akan mematikan jika dikonsumsi mentah.

4. Kromatografi kertas Kromatografi adalah suatu cara pemisahan dimana komponen-komponen yang akan dipisahkan didistribusikan antara 2 fase, salah satunya yang merupakan fase stasioner (diam), dan yang lainnya berupa fasa mobil (fasa gerak). Fase gerak dialirkan menembus atau sepanjang fase stasioner. Fase diam cenderung menahan komponen campuran, sedangkan fasa gerak cenderung menghanyutkannya. Berdasarkan terikatnya suatu komponen pada fasa diam dan perbedaan kelarutannya dalam fasa gerak, komponenkomponen suatu campuran dapat dipisahkan. komponen yang kurang larut dalam fasa gerak atau yang lebih kuat terserap atau terabsorpsi pada fasa diam akan tertinggal, sedangkan komponen yang lebih larut atau kurang terserap akan bergerak lebih cepat

Contoh kromatografi yang paling sederhana adalah kromatografi kertas yang dapat dibuat dari kertas saring biasa, bahkan dari kertas tissue. Kromatografi kertas dapat digunakan untuk memisahkan campuran zat warna.

Hasil Kromatografi Kertas Kromatografi adalah pemisahan campuran komponen-komponen didasarkan pada perbedaan tingkat interaksi terhadap dua fasa material pemisah. Campuran yang akan dipisahkan dibawa fasa gerak, yang kemudian dipaksa bergerak atau disaring melalui fasa diam karena pengaruh gaya berat atau gayagaya yang lain. Komponen-komponen dari campuran ditarik dan diperlambat oleh fasa diam pada tingkat yang berbeda-beda sehingga mereka bergerak bersama-sama dengan fasa gerak dalam waktu retensi (retention time) yang berbeda-beda dan dengan demikian mereka terpisah (Bambang, 2000) Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan dengan proses berlipat ganda, artinya selama proses berlangsung terjadi berulang kali kontak adsorbs, atau partisi dari komponen-komponen yang dipisahkan. Prinsip dasar kromatografi kertas adalah partisi multiplikatif suatu senyawa antara dua cairan yang saling tidak bercampur. Jadi partisi suatu senyawa terjadi antara kompleks selulosa-air dan fasa gerak yang melewati berupa pelarut organik yang sudah dijenuhkan dengan air dan melalui serat dari kertas oleh gaya kapiler dan menggerakkan komponen dari campuran cuplikan pada perbedaan jarak pada arah aliran pelarut. Bila permukaan pelarut telah bergeser sampai jarak yang cukup jauh atau setelah waktu yang telah ditentukan, kertas diambil dari bejana dan kedudukan dari

permukaan pelarut diberi tanda dan lembaran kertas dibiarkan kering. Jika senyawasenyawa berwarna maka mereka akan terlihat sebagai pita atau noda yang terpisah. Jika senyawa tidak berwarna harus dideteksi dengan cara fisika dan kimia. Yaitu dengan menggunakan suatu pereaksi-pereaksi yang memberikan sebuah warna terhadap beberapa atau semua dari senyawa-senyawa. Bila daerah dari noda yang terpisah telah dideteksi, maka perlu mengidentifikasi tiap individu dari senyawa. Metoda identifikasi yang paling mudah adalah berdasarkan pada kedudukan dari noda relatif terhadap permukaan pelarut, menggunakan harga Rf. Harga Rf merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu senyawa pada kromatogram dan pada kondisi konstan merupakan besaran karakteristik dan reprodusibel. Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak senyawa dari titik awal dan jarak tepi muka pelarut dari titik awal. Ada beberapa faktor yang menentukan harga Rf yaitu pelarut, suhu, ukuran dari bejana, dan kertas. Perubahan suhu dapat merubah koefisien partisi dan juga kecepatan aliran sedangkan ukuran tau volume dari bejana dapat mempengaruhi homogenitas dari atmosfer jadi mempengaruhi kecepatan penguapan dari komponen-komponen pelarut dari kertas. Pengaruh utama kertas pada harga Rf timbul dari perubahan ion dan serapan, yang berbeda untuk macam-macam kertas. Kertas mempengaruhi kecepatan aliran juga mempengaruhi kesetimbangan partisi. Secara fisik kromatografi kertas memiliki teknik-teknik yang sama dengan kromatografi lapis tipis, tetapi sebenarnya merupakan tipe khusus kromatografi cair-cair yang fasa diamnya hanya berupa air yang diadsorpsikan pada kertas dimana kertas hanya bertindak sebagai pendukung. Tekniknya sangat sederhana dengan menggunakan lembaran selulosa yang mengandung kelembaban tertentu. Cuplikan yang akan dipisahkan ditotolkan pada pinggir kertas selulosa yang telah diatur sedemikian rupa selanjutnya dimasukkan ke dalam bejana pengembang dan dijaga agar atmosfer dalam bejana selalu jenuh dengan fasa gerak (Rudi, 2010)

VI.

ALAT DAN BAHAN A. ALAT 1. Mortar 2. Beker glass 3. Timbangan 4. Batang pengaduk 5. Erlemeyer tertutup 6. Kertas pikrat 7. Kompor pemanas 8. Gelas Ukur 9. Pipet tetes B. BAHAN 1. Sampel Kripik Singkong Kusuka 2. Aquadest 3. Asam tartrat 5% 4. Na2CO3 8%

VII.

CARA KERJA 1. Ditimbang 5 25 gr sampel kripik singkong kusuka. 2. Dimasukkan pada erlemeyer 250 ml 3. Ditambahkan 50 ml aquadest dan 10 ml larutan asam tartrat 5% 4. Kertas saring ukuran 1 x 7 cm dicelupkan dalam larutan asam pikrat jenuh kemudian dikeringkan di udara 5. Setelah kering dibasahi dengan larutan Na2CO3 8% dan digantungkan pada leher erlemeyer kemudian ditutup sedemikian rupa sehingga kertas tidak kontak dengan cairan dalam erlemeyer 6. Dipanaskan diatas penangas air dengan suhu 50o C selama 15 menit
7. Apabila warna kuning pada kertas pikrat berubah menjadi merah, berarti dalam

sampel terdapat HCN .


8. Apabila tidak terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah berarti pada sampel

tidak terdapat HCN.

VIII.

HASIL PENGAMATAN

PERLAKUAN SAMPEL ( Kripik Singkong Kusuka)

GAMBAR Kertas

KETERANGAN pikrat yang telah

dicelupkan ke dalam natrium karbonat Kontrol Positif 10 % tampak

berwarna merah muda setelah sampel dipanaskan selama 15 menit karena pikrat bereaksi dengan HCN pada sampel. Kertas pikrat yang telah

dicelupkan ke dalam natrium karbonat Sebelum Dipanaskan berwarna 10 % tampak sebelum

kuning

sampel dipanaskan .

Kertas

pikrat

yang

telah

dicelupkan ke dalam natrium karbonat 10 % tetep berwarna kuning Setelah Dipanaskan setelah sampel

dipanaskan selama 15 menit . Hal ini menunjukan tidak pada

sampel HCN.

mengandung

IX.

PEMBAHASAN Pada praktikum ini dilakukan analisa HCN pada sampel bahan makanan. Tujuan dari analisa ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya asam sianida ( HCN ) pada bahan makanan. Pada praktikum ini bahan makanan yang dianalisa adalah singkong . Metode yang digunakan untuk analisa HCN ini adalah metode kromatografi kertas dimana kertas saring telah dicelupkan oleh asam pikrat dan dikeringkan kemudian dicelupkan dalam larutan natrium karbonat 10% dan kertas ini akan diletakkan dalam Erlenmeyer tertutup berisi sampel dan asam tartarat 5% yang dipanaskan , maka dalam suasana asam uap dari sampel ini yang mengandung HCN akan berikatan dengan pikrat dan menghasilkan warna merah muda pada bagian kertas saring yang tercelup oleh natrium karbonat 10%. Terbentuknya warna merah pada kertas pikrat tersebut menunjukan sampel yang diuji mengandung asam sianida ( HCN ). Prinsip dari metode kromatografi kertas ini adalah partisi multiplikatif suatu senyawa antara dua cairan yang saling tidak bercampur. Jadi partisi suatu senyawa terjadi antara kompleks selulosa-air dan fasa gerak yang melewati berupa pelarut organik yang sudah dijenuhkan dengan air dan melalui serat dari kertas oleh gaya kapiler dan menggerakkan komponen dari campuran cuplikan pada perbedaan jarak pada arah aliran pelarut. Dalam hal uji asam sianida ini , yang merupakan fase gerak adalah natrium karbonat dan yang merupakan fase gerak adalah asam sianida yang beruapa uang di didalam suatu bejana yang dalam hal ini adalah Erlenmeyer tertutup, maka apabila asam sianida terkandung dalam cuplikan singkong tersebut maka akan terbentuk warna merah mudah pada kertas saring. Pada praktikum sampel atau cuplikan yang digunakan untuk uji HCN pada bahan makanan adalah olahan singkong yang berupa kripik sinking kusuka. Untuk melakukan uji ini dilakukan terlebih dahulu preparasi sampel . Sampel ditimbang sebanyak 5-25 gram kemudian dihaluskan . Sampel yang telah homegen ini selanjutnya dimasukkan ke dalam Erlenmeyer tertutup dan ditambahkan aquadest sebanyak 50 ml dan larutan asam tartrat 5% sebanyak 10 ml. Selanjutnya dimasukan kertas saring dengan ukuran 1x7 yang telah dicelupkan dalam larutan asam pikrat jenuh dan sudah dikeringkan sebelumnya yang kemudian dibasahi oleh larutan Na2CO3 8%. Kertas saring tersebut digantungkan pada leher erlemeyer kemudian

ditutup sedemikian rupa sehingga kertas tidak kontak dengan cairan dalam erlemeyer. Kemudian Erlenmeyer ini dipanaskan diatas penangas air dengan suhu 50o C selama 15 menit. Setelah 15 menit pemanasan maka hasil yang diperoleh adalah kertas saring tidak menunjukan perubahan warna dari kuning menjadi merah. Kertas saring tetap berwarna kuning seperti semula . Hal ini menunjukan bahwa di dalam sampel kripik singkong kusuka tersebut tidak mengandung HCN ( asam sianida ). Asam sianida (HCN) adalah zat molekular yang kovalen, namun mampu terdisosiasi dalam larutan air, merupakan gas yang sangat beracun (meskipun kurang beracun dari H2S), tidak bewarna dan terbentuk bila sianida direaksikan dengan sianida. Dalam larutan air, HCN adalah asam yang sangat lemah, pK25= 9,21 dan larutan sianida yang larut terhidrolisis tidak terbatas namun cairan murninya adalah asam yang kuat. Asam sianida cepat terserap oleh alat pencernaan dan masuk

kedalam aliran darah lalu bergabung dengan hemoglobin di dalam sel darah merah. Keadaan ini menyebabkan oksigen tidak dapat diedarkan dalam sistem badan. Sehingga dapat menyebabkan sakit atau kematian dengan dosis mematikan 0,5-3,5 mg HCN/kg berat badan. Ubi Singkong banyak mengandung linamarin, yaitu suatu glikosida yang bersifat mengikat sianida (HCN). Beberapa jenis ubi singkong ternyata cukup banyak mengandung sianida(HCN) yang bisa menimbulkan keracunan. Kadar sianida tertinggi terdapat pada bagian paling luar ubi singkong. Selain itu daun singkong ternyata juga mengandung sianida. Asam sianida ini tersebar merata dipermukaan daun hingga dermis dari umbi akar. Kandungan unsur penggangu yang bersifat racun (HCN) berbeda untuk setiap jenis atau varietasnya, sehingga sinkong dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok berdasarkan kandungan asam sianida antara lain golongan yang tidak beracun, golongan beracun sedikit, golongan beracun, serta golongan sangat beracun. (Johan, 2005). pada siang ataupun sore hari hasil fotosintesis sudah berlansung dan mengakibatkan peningkatan asam sianida. Asam sianida terbentuk secara enzimatis dari dua senyawa prekursor (bakal racun), yaitu linamarin dan mertil linamarin dimana kedua senyawa ini kontak dengan enzim linamarase dan oksigen dari udara yang merombaknya menjadi glukosa, aseton

dan asam sianida. Asam sianida mempunyai sifat mudah larut dan mudah menguap, oleh karena itu untuk menurunkan atau mengurangi kadar asam sianida dapat dilakukan dengan pencucian atau perendaman karena asam sianida akan larut dan ikut terbuang dengan air. Sianida dapat mengikat dan menginaktifkan beberapa enzim, tetapi yang mengakibatkan timbulnya kematian atau histotoxic anoxia adalah karena sianida menikat bagian aktif dari enzim sitokrom oksidasae sehingga akan mengakibatkan terhentinya sel secara aerobik. Sebagai akibatnya, hanya dalam waktu beberapa menit, akan mengganggu transmisi secara neuronal. Sianida dapat dibuang melalui proses tertentu sebelum sianida berhasil masuk kedalam sel. Proses yang paling berperan disini adalah pembentukan Cyanomethemoglobin (CNMe+Hb), sebagai hasil dari reaksi antara ion sianida (CN+) dan Me+Hb. Sianida dapat dengan mudah menembus dinding sel. Oleh karena itu pihak militer sering menggunakan racun sianida walaupun secara inhalasi , memakan atau menelan garam sianida atau senyawa siagenik lainnya. Sianida sebenarnya telah ada di alam walaupun dengan dosis yang rendah, maka tidak heran, jika kebanyakan hewan mempunyai jalur biokimia intrisik tersendiri untuk mendetoksifikasi asam sianida ini. Jalur terpenting dari pengeluaran sianida ini adalah pembentukan tiosianat (SCN-) yang dieksresikan melalui urine. Tiosianat ini dibentuk secara langsung sebagai hasi katalisis dari enzim rhodanese dan secara indirek sebagai reaksi spontan antara sianida sulfur persulfida. Sianida dalam jumlah kecil akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan disekresikan melalui urine,selain itu sianida dapat berikatan denga vitamin B12, tapi bila jumlah sianida yang masuk dalam jumlah besar, tubuh tak akan mampu mengikatnya dengan vitamin B12. Bila sianida masuk kedalam sistem pencernaan maka kadar tertinggi adalah hati. Sianida dapat mengakibatkan banyak efek pada sistem kardiovaskuler termasuk peningkatan resistensi vaskuler dan tekanan darah dalam otak. Penelitian pada tikus membuktikan bahwa garam sianida dapat mengakibatkan kematian ataupun juga penyembuhan total. Selain itu, pada sianida dalm bentuk ruhalasi baru dapat menimbulkan efek dalam jangka waktu delapan hari. Bila timbul squele sebagai akibat

keracunan sianida maka akan mengakibatkan perubahan pada otak dan hipoksia pada otak dan kematian dapat timbul dalam jangka waktu satu tahun. Sianida dapat menimbulkan banyak gejala pada tubuh, termasuk pada tekanan darah, penglihatan, paruparu, saraf pusat, jantung, sistem endokrin, sistem otonom dan sistem metabolisme. Biasanya penderita akan mengeluh timbul rasa pedih di mata karena iritasi dan kesulitan bernafas karena mengiritasi mukosa saluran pernapasan. Gas sianida sangat berbahaya apalagi jika terpapar dalam konsentrasi yang tinggi. Hanya dalam jangka waktu 5-8 menit, akan mengakibatkan aktifitas otot jantung terhambat dengan berakhir dengan kematian. Tanda awal dari keracunan sianida adalah: 1. Hiperpnea sementara. 2. Nyeri kepala. 3. Dispnea. 4. Kecemasan. 5. Perubahan perilaku seperti agitasi dan gelisah. 6. Berkeringat banyak, warna kulit memerah, tubuh terasa lemah dan vertigo juga dapat muncul. Tanda akhir adanya CNS adalah koma, dilatasi pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang, gagal nafas sampai henti jantung. Efek racun dari sianida adalah memblok pengambilan dan penggunaan oksigen maka akan didapatkan rendahnya kadar oksigen dalam jaringan. Cara mencegah keracunan singkong dapat dilakukan dengan : 1. Memilih jenis singkong yang mengandung sedikit Sianida 2. Cara Pengolahanan singkong sebelum dimasak, Misalnya diiris-iris terlebih dulu setelah merendamnya dalam air selama kurang lebih 12 jam. Dengan cara ini dapat menurunkan kadar sianida lebih dari 60% dari umbinya. Dengan di rebus daun singkong juga akan hilang kadar sianidanya sampai lebih dari 90%. Orang yang keracunan singkong dikarenakan adanya kandungan Sianida (HCN) dalam singkong. Pada keracunan singkong akan muncul gejala setelah beberapa saat makan singkong.

Gejala keracunan singkong biasanya sebagai berikut :


1. 2.

Mual, muntah, diare dan kepala terasa pusing. Sesak napas atau sukar bernaas dan dalam keadaan keracunan berat bisa sampai pingsan.

3. 4. 5. 6. 7.

Jantung berdetak cepat Warna bibir, kuku, muka dan kulit kebiru-biruan dalam istilah medis cyanosis Kesadaran Menurun bahkan sampai koma Bisa timbul kejang kejang dan pingsan Dalam keracunan berat bisa sampai menimbulkan kematian

Pertolongan pada orang dengan keracunan singkong dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Mengupayakan agar orang yang keracunan singkong muntah atau membuat muntah dengan merangsang dinding faring belakang dengan jari.(hal ini tidak boleh lakukan bila orang tersebut tidak sadar) 2. Memberi minum hangat. 3. Memberikan nafas buatan atau menempatkan penderita di ruang terbuka agar memperoleh udara segar. 4. Bila keadaan tidak membaik segera bawa ke Rumah sakit untuk mendapatkan perawatan lanjutan X. KESIMPULAN Pada praktikum analisa HCN pada makanan yaitu kripik singkong diperoleh hasil negative yaitu pada kripik singkong tidak mengandung asam sianida (HCN) yang beracun bagi tubuh, maka dari itu kripik singkong ini aman untuk dikonsumsi.

XI.

DAFTAR PUSTAKA Prihatmoko,Angkit Daru.2009.Pemeriksaan Sianida. http://neffo-lovers.blogspot.com Vandikio.2009.Laporan Praktikum Aplikasi Teknik Laboratorium.

http://andikio.blogspot.com Anonim.2008.Nitrit dalam Pangan. http://food4healthy.wordpress.com Lide, David. 2001. Handbook of Chemistry And Physic. Copyright CRC Press LLC Speight, James. G. 2006. The Chemistry and Technology of Petroleum. Taylor & Francis Group, LLC. Anonime . 2012. Dalam : http://berkarya-prestasi.blogspot.com/2011/12/pkm-pdikti.html. Diakses tanggal : 24 Mei 2012 Anonime. 2012 . Singkong . Dalam : http://id.wikipedia.org/wiki/Singkong. Diakses tanggal : 24 Mei 2012. Anonime. 2012. Kandungan Gizi Singkong. Dalam : http://eemoo.

esprit.blogspot.com/2010/10/kandungan-gizi-singkong-cassava.html Diakses tanggal : 24 Mei 2012

LEMBAR PENGESAHAN

Denpasar, 28 Mei 2012

Mengetahui,

Dosen Pembimbing I

Dosen Pembimbing II

(Ni Putu Agustini, SKM., M.Si)

(Ni Wayan Rika Kumara Dewi, S.Si)

You might also like