You are on page 1of 182

Assalamualaikum wr.wb.

Alhamdulillah, puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan karunia-Nya kita dapat melaksanakan tugas-tugas yang diamanatkan di bidang pengawasan obat dan makanan.

Disadari bahwa tugas dan tanggung jawab pengawasan yang harus dilakukan oleh Badan POM semakin luas, kompleks dengan perubahan lingkungan strategis yang semakin dinamis serta tidak dapat diprediksikan. Dalam melakukan pengawasan dengan lingkup yang luas dan kompleks tersebut, Badan POM tidak mungkin berperan sendiri. Kerjasama dan koordinasi yang efektif dan dinamis dengan berbagai pihak harus senantiasa dijalin, dibina dan dikembangkan agar memberikan kontribusi positif bagi terlaksananya tugas dan tanggung jawab Badan POM. Badan POM menyadari bahwa keberhasilan pengawasan obat dan makanan tergantung pula pada networking dengan instansi lain, karena itu diperlukan kerjasama yang lebih efektif dan terus menerus dengan seluruh komponen bangsa ini.

Selain itu peran masyarakat sebagai pengguna produk sangatlah besar. Masyarakat adalah penentu akhir apakah suatu produk akan dikonsumsinya atau tidak. Pengawasan oleh masyarakat merupakan salah satu pilar dari 3 pilar pengawasan. Oleh karena itu pemberdayaan masyarakat juga sangat diprioritaskan oleh Badan POM. Masyarakat yang cerdas akan mampu melindungi dirinya sendiri dan memilih produk yang memenuhi syarat dan sesuai dengan kebutuhannya.

Peningkatan beban kerja serta kompleksnya permasalahan pengawasan obat dan makanan di era globalisasi ini perlu diimbangi dengan perkuatan institusi terutama sumber daya manusia yang profesional, revitalisasi Sistem Pengawasan Obat dan Makanan, serta dukungan sarana dan prasarana yang memadai.

Dalam Laporan Tahunan 2011 ini disampaikan hasil pengawasan obat dan makanan yang dilakukan Badan POM selama tahun 2011, yang mencakup evaluasi pre-market dalam i

rangka pemberian persetujuan izin edar, pengawasan post-market setelah produk beredar dengan cara pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk obat dan makanan yang beredar, inspeksi cara produksi, distribusi dalam rangka pengawasan implementasi Cara-cara Produksi dan Cara-cara Distribusi yang baik, serta investigasi awal dan penyidikan berbagai kasus tindak pidana bidang obat dan makanan. Selama tahun 2011, Badan POM telah melakukan evaluasi pre-market terhadap 45.763 produk obat, obat tradisional, kosmetik, suplemen makanan, dan makanan.

Pada tahun 2011, pengawasan post-market dilakukan dengan cara pengambilan sampel dan pengujian laboratorium terhadap 88.291 sampel produk obat dan makanan. Selain itu, Badan POM juga melakukan pengujian sampel barang bukti kasus NAPZA dari Kepolisian sebanyak 2.489 sampel. Di tingkat produksi dan distribusi, telah dilakukan inspeksi cara produksi dan distribusi terhadap 39.553 sarana. Terhadap berbagai pelanggaran peraturan di bidang Obat dan Makanan, pada tahun 2011 telah pula dilakukan penyidikan sebanyak 651 kasus, dimana 239 di antaranya ditindaklanjuti dengan projustisia dan 412 kasus lainnya ditindaklanjuti dengan sanksi administratif.

Sejalan dengan telah diberlakukannya notifikasi kosmetik pada Januari 2011, Badan POM mengeluarkan peraturan terkait pengawasan kosmetik yaitu: Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.HK.03.1.23.04.11.03724 tahun 2011 tentang Pengawasan Pemasukan Kosmetika; Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.HK.03.1.23.08.11.07517 tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika; Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.HK.03.1.23.12.11.10052 tahun 2011 tentang Pengawasan Produksi dan Peredaran Kosmetika.

Perkuatan jejaring kerja dengan instansi terkait dan pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten/kota melalui MoU terus ditingkatkan dalam rangka pengawasan obat dan makanan. Di samping itu, pemberdayaan masyarakat / konsumen terus dilakukan melalui berbagai cara, seperti membuka akses langsung melalui Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) dan Pusat Informasi Obat dan Makanan (PIOM), mengeluarkan Peringatan Publik, penyuluhan langsung ke berbagai lapisan masyarakat, serta berbagai tulisan di media cetak.

Dalam rangka memberantas dan menertibkan peredaran produk obat dan makanan illegal dan palsu serta obat keras di sarana yang tidak berhak, Badan POM telah melakukan ii

penyidikan kasus tindak pidana di bidang obat dan makanan, serta secara khusus menindaklanjuti kasus pelanggaran di bidang obat dan makanan yang dilakukan penegak hukum lain. Selain itu, setiap tahun Badan POM juga melakukan operasi gebrak kejut gabungan nasional (Opgabnas) dan operasi gabungan daerah (opgabda) dengan melibatkan pihak terkait. Pada pelaksanaan Opgabnas tahun 2011, dari 385 sarana produksi dan distribusi yang diperiksa di seluruh Indonesia, terdapat 225 sarana yang Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK) karena melakukan perbuatan melanggar hukum di bidang obat dan makanan. Sanksi dan hukuman maksimal bagi pelanggar peraturan/perundang-undangan di bidang obat dan makanan sebagaimana tercantum dalam Undang-undang sebenarnya cukup berat. Namun pada kenyataannya, pelaku tindak pidana di bidang obat dan makanan dituntut dan divonis dengan hukuman yang sangat ringan di pengadilan. Hal ini menyebabkan belum adanya efek jera bagi pelaku tindak pidana di bidang obat dan makanan.

Dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan, Badan POM tidak dapat bekerja sendiri dalam melakukan pengawasan obat dan makanan. Keberhasilan Badan POM dalam melakukan pengawasan obat dan makanan merupakan keberhasilan seluruh pemangku kepentingan; instansi terkait, pemerintah daerah, termasuk masyarakat/konsumen dari berbagai kelompok dan lapisan, serta dunia usaha dan industri lain yang terkait.

Kami bersyukur atas hasil-hasil yang dicapai selama tahun 2011 ini, dan kami akan terus berupaya agar kinerja Badan POM dapat terus ditingkatkan pada masa mendatang, dalam upaya melindungi masyarakat terhadap peredaran obat dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, manfaat/khasiat dan mutu.

Wassalamu alaikum wr.wb. Jakarta, April 2012

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPALA

Dra. Lucky S.Slamet,M.Sc. NIP. 19530612 198003 2 001 iii

Sambutan Kepala Badan POM RI ........................................................................................ i Daftar Isi .............................................................................................................................. iv Daftar Gambar...................................................................................................................... v Daftar Tabel....................................................................................................................... viii Daftar Lampiran .................................................................................................................. ix I. Highlights 2011 ................................................................................................................. 1 II. Pendahuluan .................................................................................................................. 13 III. Keadaan Umum dan Tantangan Lingkungan.............................................................. 24 IV. Hasil Kegiatan Pengawasan Obat dan Makanan Tahun 2011 ................................... 44 1. Hasil Pengawasan Keamanan, Manfaat dan Mutu Produk Terapetik/Obat ............... 44 2. Hasil Pengawasan Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif ...................... 57 3. Hasil Pengawasan Keamanan, Manfaat dan Mutu Obat Tradisional......................... 62 4. Hasil Pengawasan Keamanan, Manfaat dan Mutu Produk Suplemen Makanan ....... 69 5. Hasil Pengawasan Keamanan, Manfaat dan Mutu Produk Kosmetik ........................ 74 6. Hasil Pengawasan Keamanan dan Mutu Produk Pangan ......................................... 82 7. Hasil Operasi Penyelidikan dan Penyidikan Kasus Tindak Pidana Di Bidang Obat dan Makanan ......................................................................................................... 106 8. Hasil Pengawasan Iklan ......................................................................................... 115 9. Hasil Pengawasan Penandaan dan Label .............................................................. 117 10. Standardisasi ........................................................................................................ 119 11. Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) ...................................................... 128 12. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) ............................................................. 129 13. Pengembangan Obat Asli Indonesia..................................................................... 138 14. Riset di Bidang Obat dan Makanan ...................................................................... 141 15. Pengujian di Bidang Obat dan Makanan ............................................................... 144 16. Perkuatan Infrastruktur ......................................................................................... 153 V. Pengelolaan Anggaran................................................................................................ 159 iv

Gambar 1. Struktur Organisasi Badan Pengawas Obat dan Makanan................................. 22 Gambar 2. Profil Pegawai Badan POM Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2011 ........ 26 Gambar 3. Komposisi Pegawai Badan POM Berdasarkan Usia Tahun 2011 ....................... 29 Gambar 4. Profil Hasil Evaluasi Produk Terapetik/Obat Tahun 2011 ................................... 46 Gambar 5. Profil Hasil Sampling dan Pengujian Laboratorium Produk Terapetik/Obat Tahun 2011 ........................................................................................................ 48 Gambar 6. Profil Rincian Tindak Lanjut Hasil Inspeksi Rutin Industri Farmasi Tahun 2011.. 49 Gambar 7. Profil Hasil Sertifikasi Industri farmasi Tahun 2011 ............................................ 50 Gambar 8. Profil Hasil Pemeriksaan PBF (Produk Terapetik) Tahun 2011 .......................... 51 Gambar 9. Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Pelayanan Kesehatan Tahun 2011 ................ 53 Gambar 10. Profil hasil Pemeriksaan Sarana Produksi (Narkotika, Psikotropika dan Prekursor) Tahun 2011 .................................................................................... 58 Gambar 11. Profil hasil Pemeriksaan Sarana PBF (Narkotika dan Psikotropika) Tahun 2011 ......................................................................................................................... 58 Gambar 12. Profil hasil Pemeriksaan Sarana Pelayanan Kesehatan Tahun 2011 ............... 59 Gambar 13. Profil Rincian Hasil Pengujian Laboratorium Barang Bukti Kasus Narkotika dan Psikotropika dari POLRI Tahun 2011 ........................................................ 60 Gambar 14. Profil Hasil Evaluasi Pengawasan Iklan Rokok Post-Audit Tahun 2011............ 61 Gambar 15. Profil Hasil Pengawasan Label Rokok Tahun 2011 .......................................... 62 Gambar 16. Profil Persetujuan nomor Izin Edar Obat Tradisional Tahun 2011 .................... 63 Gambar 17. Profil Persetujuan nomor Izin Edar Obat Tradisional Tahun 2005 - 2011 ......... 64 Gambar 18. Profil Sampling dan Pengujian Laboratorium Obat Tradisional Impor Tahun 2011 ................................................................................................................ 65 Gambar 19. Profil Sampling dan Pengujian Laboratorium Obat Tradisional Lokal Tahun 2011 ................................................................................................................ 66 Gambar 20. Profil Pemeriksaan Sarana Produksi Obat Tradisional Tahun 2011 ................. 67 Gambar 21. Profil Pemeriksaan Sarana Distribusi Obat Tradisional Tahun 2011 ................ 68 Gambar 22. Profil Persetujuan nomor Izin Edar Suplemen Makanan Tahun 2011............... 69 Gambar 23. Profil Persetujuan nomor Izin Edar Suplemen Makanan Tahun 2005-2011...... 70 v

Gambar 24. Profil Hasil Sampling dan Pengujian Laboratorium Produk Suplemen Makanan Tahun 2011 ...................................................................................... 72 Gambar 25. Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Suplemen Makanan Tahun 2011 .. 72 Gambar 26. Profil Persetujuan nomor Izin Edar Kosmetika Tahun 2011.............................. 75 Gambar 27. Profil Persetujuan nomor Izin Edar Kosmetika Tahun 2005 - 2011................... 75 Gambar 28. Profil Hasil Sampling dan Pengujian Laboratorium Kosmetika Tahun 2011 ..... 77 Gambar 29. Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi Kosmetika Tahun 2011 .................. 78 Gambar 30. Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Kosmetika Tahun 2011 ................. 78 Gambar 31. Alasan Pelaporan Penarikan Kosmetika Tahun 2011....................................... 80 Gambar 32. Alasan Pelaporan Penarikan Obat Tradisional dan suplemen Makanan Tahun 2011...................................................................................................... 81 Gambar 33. Profil Persetujuan nomor Pendaftaran Produk Pangan Tahun 2011 ................ 82 Gambar 34. Profil Sampling dan Pengujian Laboratorium Produk Pangan Tahun 2011 ...... 84 Gambar 35. Profil Hasil Pengujian Sampel Pangan Jajanan Anak Sekolah tahun 2011 ...... 85 Gambar 36. Profil Hasil Analisis Parameter Uji Bahan Tambahan yang Dilarang dan Kadar BTP Makanan Jajanan Anak Sekolah Tahun 2011 ................................ 86 Gambar 37. Profil Hasil Analisis Parameter Uji Cemaran Mikroba Pada Makanan Jajanan Anak Sekolah Tahun 2011 ............................................................................... 87 Gambar 38. Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Industri Pangan Tahun 2011 ........................ 89 Gambar 39. Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Produk Pangan Tahun 2011 ......... 90 Gambar 40. Profil Tenaga Penyuluhan Keamanan Pangan dan Distric Food Inspector sampai dengan Tahun 2011 ............................................................................ 92 Gambar 41. IRTP yang Mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan sampai dengan Tahun 2011...................................................................................................... 92 Gambar 42. Profil Hasil Intensifikasi Pengawasan Sarana Distribusi Pangan Menjelang Idul Fitri 2011, natal 2011, dan Tahun Baru 2012 ............................................ 94 Gambar 43. Profil Kejadian dan kasus KLB Keracunan Pangan tahun 2011 ....................... 96 Gambar 44. Profil Penyebab KLB Keracunan Pangan Tahun 2011 ..................................... 97 Gambar 45. Profil Asal Pangan Penyebab KLB Keracunan Pangan tahun 2011 ................. 98 Gambar 46. Profil Pengujian Sampel Bahan Berbahaya pada Pangan Tahun 2011 .......... 104 Gambar 47. Profil Penyidikan Berdasarkan Jenis Komoditas Tahun 2011......................... 107 Gambar 48. Profil Penyidikan Obat dan makanan Berdasarkan Jenis Sarana tahun 2011 107 Gambar 49. Sebaran Pelanggaran Berdasarkan Sarana pada Operasi Gabungan Nasional Tahun 2011 ..................................................................................... 110 Gambar 50. Tindak lanjut Temuan OPGABNAS Tahun 2011 ............................................ 111 Gambar 51. Profil Temuan OPGABNAS Berdasarkan Jenis Komoditi Tahun 2011 ........... 112 Gambar 52. Profil Temuan OPGABDA Bedasarkan Jenis Komoditi Tahun 2011............... 113 Gambar 53. Hasil Penilaian Iklan Sebelum Beredar Tahun 2011....................................... 116 vi

Gambar 54. Profil Tampilan Software Aplikasi Database Kemasan Pangan yang Beredar di Indonesia Tahun 2011 .................................................................. 128 Gambar 55. Profil Jumlah Pengaduan/Permintaan Informasi Berdasarkan Komoditi Tahun 2011.................................................................................................... 130 Gambar 56. Profil Masyarakat/Konsumen yang Menghubungi ULPK Tahun 2011 ............ 130 Gambar 57. Profil Masyarakat/Konsumen yang Menghubungi ULPK Berdasarkan Jenis Sarana yang Digunakan Tahun 2011 ............................................................. 131 Gambar 58. Profil Masyarakat yang Menghubungi PIONas Tahun 2011 ........................... 134 Gambar 59. Profil Masyarakat yang Menghubungi Siker Tahun 2011................................ 134 Gambar 60. Kasus Keracunan yang Dilaporkan ke Rumah Sakit Tahun 2011................... 135 Gambar 61. Rekapitulasi Distribusi Baku Pembanding Total Tahun 2011 ......................... 150 Gambar 62. Distribusi Baku pembanding ke Balai Besar/Balai Pom Tahun 2011 .............. 150 Gambar 63. Proporsi Anggaran Badan POM Pusat dan Balai Tahun 2011 ....................... 159 Gambar 64. Proporsi Alokasi dan Realisasi Anggaran Tahun 2011 ................................... 160

vii

Tabel 1. Profil Pegawai Badan POM Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2011 ........... 25 Tabel 2. Jumlah Pegawai Badan POM Berdasarkan Usia Tahun 2011 ............................... 27 Tabel 3. Daftar 11 Alat Laboratorium Utama yang Paling Sering Digunakan di Masingmasing BB/BPOM Tahun 2011 .............................................................................. 30 Tabel 4. Kondisi Wilayah Kerja Balai Besar/Balai POM Tahun 2011 ................................... 32 Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Propinsi Tahun 1990 - 2010 ........................................ 37 Tabel 6. Jumlah Penduduk Miskin Menurut Propinsi Tahun 2010 - 2011 ............................. 38 Tabel 7. Cakupan Pemeriksaan Industri Farmasi Pada Balai Besar/Balai POM Tahun 2011....................................................................................................................... 50 Tabel 8. Cakupan Pemeriksaan Sarana Distribusi Obat dan Sarana Pelayanan Kesehatan Pada Balai Besar/Balai POM Tahun 2011 ............................................ 53 Tabel 9. Profil Hasil Penilaian Terhadap Klaim Obat Tradisional Tahun 2011...................... 64 Tabel 10. Profil Hasil Penilaian Terhadap Klaim Suplemen Makanan Tahun 2011 .............. 71 Tabel 11. Profil Hasil Penilaian Terhadap Kategori Kosmetika Tahun 2011......................... 76 Tabel 12. Profil Alasan Pelaporan Penarikan Kosmetika ..................................................... 80 Tabel 13. Profil Alasan Pelaporan Penarikan Obat Tradisional dan suplemen Makanan Tahun 2011 ......................................................................................................... 81 Tabel 14. Distribusi Tenaga Penyuluh Keamanan Pangan (PKP) dan District Food Inspector (DFI) per Propinsi Tahun 2003 - 2011 .................................................. 91 Tabel 15. Profil Agent Etiology KLB Keracunan Pangan Tahun 2011 .................................. 97 Tabel 16. Frekuensi Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan Berdasarkan Laporan Balai Besar/Balai POM Tahun 2011 ....................................................... 99 Tabel 17. Frekuensi Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan Berdasarkan Bulan Kejadian Tahun 2011......................................................................................... 100 Tabel 18. Lokasi/Tempat Kejadian KLB Keracunan Pangan Tahun 2011 .......................... 100 Tabel 19. Profil Proporsi Angka Kesakitan dan Angka Kematian Pada Kasus KLB Keracunan Pangan Tahun 2011 ........................................................................ 102 Tabel 20. Produksi/Pengadaan Hewan Percobaan Tahun 2011 ........................................ 151 viii

Lampiran 1. Standar dan Kriteria Laboratorium Rujukan dan Unggulan ............................. 161 Lampiran 2. Pengadaan Bahan Baku Tahun 2011 ............................................................. 163 Lampiran 3. Pengadaan Baku Primer Tahun 2011 ............................................................ 165 Lampiran 4. Persediaan Akhir Baku Pembanding Tahun 2011 ........................................... 167 Lampiran 5. Daftar Judul MA Tahun 2011 ......................................................................... 171

ix

JANUARI 2011 Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat mengundang menteri dan pimpinan LPNK untuk memberikan pemaparan mengenai pencapaian kinerja tahun 2010 dan program prioritas tahun 2011. Pada tanggal 4 Januari 2011, Badan POM menyampaikan Siaran Pers Fokus Prioritas Pengawasan Obat dan Makanan Tahun 2011 kepada media massa yang hadir dalam acara tersebut. Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi IX DPR RI dengan Badan POM diselenggarakan pada tanggal 27 Januari 2011. Dalam paparannya, Kepala Badan POM menyampaikan materi mengenai isu aktual terkait bidang tugas pengawasan obat dan makanan. Kesimpulan yang dihasilkan pada kesempatan tersebut antara lain adalah a). Komisi IX DPR RI meminta badan POM RI agar melakukan penguatan infrastruktur sistem pengawasan, peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM), serta melakukan penguatan kerjasama lintas sektor terkait dalam rangka meningkatkan fungsi pengawasan obat dan makanan; b). Komisi IX DPR RI meminta badan POM RI untuk memberikan Grand Design pengawasan obat dan makanan di Indonesia serta rancangan kinerja menyangkut fungsi, tugas pokok, kewenangan dan sarana prasarana, SDM Badan POM di Indonesia paling lambat bulan Februari minggu kedua tahun 2011 dalam rangka penguatan terhadap pembahasan RUU tentang pengawasan Obat dan makanan serta pemanfaatan Obat Asli Indonesia; c). Komisi IX DPR RI mendesak badan POM RI untuk meningkatkan penerapan e-registration dan e-notifikasi kosmetik dalam rangka harmonisasi ASEAN serta melakukan sosialisasi untuk memaksimalkan pengetahuan masyarakat dan pembinaan pemenuhan standar untuk industri kecil dan menengah; d). Komisi IX DPR RI akan menjadwalkan kunjungan lapangan ke badan POM RI pada masa persidangan III Tahun Sidang 2010 - 2011. Wakil Presiden RI Prof. Dr. Boediono mencanangkan Gerakan Menuju Pangan Jajanan Anak Sekolah yang Aman, Bermutu dan Bergizi dan Satuan Tugas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal di Istana Wakil Presiden pada Senin 31 Januari 2011. Acara pencanangan ini merupakan kegiatan utama dalam rangkaian peringatan Hari Ulang Tahun Badan POM ke-10 tahun 2011. Selain Wakil Presiden, 1

acara ini juga dihadiri oleh Menteri Kesehatan, Menteri Pemberdayagunaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Wakil Jaksa Agung, Perwakilan Komisi IX DPR RI, Pimpinan Asosiasi serta undangan lainnya. Dari Badan POM turut hadir pula pejabat Eselon I, II dan III serta mantan Direktur Jenderal POM, Drs. Sunarto Prawiro dan Mantan Sekretaris Utama, Dra. Mawarwati Djamaludin. FEBRUARI 2011 Pada tanggal 4 Februari 2011, Kepala Badan POM saat itu, Dra. Kustantinah, Apt, POM M.App.Sc, di meresmikan gedung Laboratorium Biomolekuler Balai Besar Mataram. Pembangunan Laboratorium Biomolekuler ini merupakan salah satu wujud semangat BBPOM di Mataram untuk terus memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat NTB. Laboratorium biomolekuler ini dilengkapi dengan peralatan terbaru alat PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk pengujian DNA. Alat ini digunakan untuk menguji kehalalan suatu produk. Dengan adanya Alat PCR ini maka BBPOM di Mataram menjadi laboratorium unggulan dan rujukan pengujian DNA dari beberapa BBPOM/BPOM seperti Denpasar, Pontianak, Banjarmasin dan Surabaya karena belum semua provinsi memiliki alat PCR. Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH. melakukan kunjungan ke kantor Badan POM. Dalam kunjungannya, Menteri Kesehatan berkesempatan meninjau kantor Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal, Notifikasi Kosmetik Online dan Registrasi Online Badan POM lainnya.

Menteri Kesehatan, Kepala Badan POM, Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI) dan Kepala Kantor Hukum dan Organisasi IPB hadir dalam konferensi pers yang dilaksanakan di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) pada tanggal 10 Februari 2011. Konferensi pers ini dilaksanakan sehubungan dengan adanya Putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) RI nomor 2975 K/Pdt/2009 tanggal 29 April 2010 berkaitan dengan gugatan hasil penelitian Kedokteran yang Hewan dilakukan IPB Fakultas 22 terhadap

sampel susu formula bayi dalam kurun waktu April - Juni 2006. 2

Kamis, 17 Februari 2011 dilaksanakan Rapat Koordinasi Tingkat Menteri di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat yang membahas mengenai RPP Tembakau dan Permasalahan Hasil Penelitian Susu Formula Berbakteri. Hadir dalam kesempatan tersebut antara lain adalah Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Menteri Kesehatan, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Wakil Menteri Pendidikan Nasional, Kepala Badan POM, perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan lainnya. Komisi IX DPR RI mengundang Rapat Dengar Pendapat (RDP) Kementerian Kesehatan, Badan POM, IPB dan YLKI pada tanggal 17 dan 23 Februari 2011 untuk memberikan penjelasan terkait Putusan Mahkamah Agung mengenai permasalahan susu formula yang tercemar bakteri. Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Bappenas melakukan Launching Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) 2011-2015 pada tanggal 28 Februari 2011. Pada kesempatan tersebut Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas juga menyerahkan Buku RAN-PG 2011-2015 kepada Menteri Kesehatan, Kepala Badan POM, Sekretaris Jenderal Menteri Pertanian, Direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD)-Kementerian Dalam Negeri, UNICEF Representative for Indonesia, WFP Representative for Indonesia dan Ketua YLKI yang hadir sebagai

undangan dalam acara ini.

MARET 2011 Pada tanggal 2 Maret 2011 bertempat di kantor Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dilaksanakan penandatanganan kesepakatan bersama antara Badan POM dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tentang pengarusutamaan gender dan pemenuhan hak anak di bidang obat dan makanan. Pada kesempatan yang sama ditandatangani pula keputusan bersama antara Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Menteri Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan terkait pemberdayaan koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah melalui pembinaan dan pengawasan di bidang pangan, obat tradisional dan kosmetik. Kesepakatan bersama ini merupakan bentuk tindak lanjut pencanangan Gerakan Menuju Pangan Jajanan Anak Sekolah yang Aman, Bermutu dan Bergizi serta upaya pemberdayaan koperasi dan usaha kecil menengah. Kepala Badan POM memenuhi undangan Kementerian Kesehatan untuk menjadi narasumber dalam pertemuan dengan media yang diselenggarakan pada tanggal 4 Maret 2011 di Kantor Kementerian Kesehatan. Pada kesempatan tersebut Kepala Badan POM menyampaikan materi mengenai Notifikasi Kosmetika secara Online. 3

Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar (Tim TPBB) yang dibentuk Kementerian Perdagangan beserta kementerian lain dan Badan POM melaksanakan Operasi Pasar di Semarang pada tanggal 17 Maret 2011. Hasil operasi pengawasan terhadap produk pangan ilegal tersebut ditemukan sebanyak 47 item (74 kemasan) dengan nilai ekonomi sebesar Rp. 4.417.500,- (empat juta empat ratus tujuh belas ribu lima ratus rupiah). Terhadap temuan tersebut dilakukan pengamanan dan pemusnahan produk. Pada tanggal 18 Maret 2011, Badan POM mengeluarkan siaran pers tentang Penjelasan Terkait Pengawasan Produk Pangan Olahan Impor Asal Jepang Pasca Gempa dan Tsunami. Badan POM menyelenggarakan Lokakarya Jejaring Keamanan Pangan Nasional 2011 tanggal 21 Maret 2011. Tahun ini lokakarya mengambil tema Meningkatkan Peran dan Kerjasama Stakeholder dalam Gerakan Menuju Pangan Jajanan Anak Sekolah yang Aman, Bermutu dan Bergizi.

APRIL 2011 Pada tanggal 6 - 9 April 2011 Badan POM menyelenggarakan Rapat Koordinasi Tingkat Pusat (Rakorpus) 2011 di Cikarang. Rakorpus ini membahas Kegiatan Prioritas dan Program Lintas Eselon I serta Penyusunan Rencana Aksi Revitalisasi Sampling dan Pengujian; Revitalisasi Pemberantasan Produk Obat dan Makanan Ilegal melalui Satuan Tugas (Satgas) dan Perkuatan Post-Market Survelillance Kosmetik; Implementasi Rencana Aksi Nasional PJAS menuju Pangan yang Aman, Bermutu dan Bergizi; serta Revitalisasi peran dan fungsi Pusat dan Balai Besar/Balai POM. Dalam rangka peningkatan kompetensi petugas layanan pengaduan konsumen, pada tanggal 5 8 April 2011 Badan POM menyelenggarakan Workshop Pengembangan Layanan Pengaduan Konsumen di Bogor dengan materi tentang teknik praktis komunikasi dan substansi mengenai pengawasan obat dan makanan. Kegiatan ini diikuti 30 (tiga puluh) orang petugas ULPK (Unit Layanan Pengaduan Konsumen) dari Balai Besar/Balai POM serta 17 (tujuh belas) orang peserta dari Badan POM. Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar (Tim TPBB) yang dibentuk Kementerian Perdagangan beserta kementerian lain dan Badan POM melaksanakan Operasi Pasar di Surabaya pada tanggal 15 April 2011. Operasi yang memfokuskan pada produk pangan dan non pangan ini melibatkan Badan POM, BBPOM di Surabaya, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian serta Ditjen Bea Cukai. Hasil operasi pengawasan terhadap produk pangan ilegal tersebut ditemukan sebanyak 7 item (16.864 kemasan) dengan nilai ekonomi sebesar Rp. 421.600.000,- (empat ratus dua puluh satu juta enam 4

ratus ribu rupiah). Terhadap temuan tersebut ditindaklanjuti dengan re-eksport 2 kontainer ke negara asal. Pada tanggal 18-21 April 2011 Badan POM menyelenggarakan Rapat Konsultasi Regional (Rakonreg) wilayah Timur yang merupakan salah satu kegiatan dalam rangkaian siklus perencanaan Badan POM. Rakonreg ini diikuti oleh 15 BBPOM/BPOM di wilayah timur Indonesia Dan bertujuan untuk sosialisasi dan diseminasi arah kebijakan dan strategi Badan POM tahun 2012, arah kebijakan dan fokus prioritas kedeputian dan kesektamaan tahun 2012 serta kegiatan prioritas eselon I tahun 2012.

MEI 2011 Kepala Badan POM saat itu, Dra.

Kustantinah, Apt, M.App.Sc, meresmikan gedung BBPOM di Pekanbaru pada tanggal 10 - 11 Mei 2011.

Untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan para pejabat eselon II di lingkungan


Badan POM dan BBPOM berkomunikasi 2011 Badan dalam yang POM Public penguasaan 12 14 teknik Mei

efektif, efisien dan sistematis, pada tanggal menyelenggarakan pelatihan

Speaking yang diikuti oleh pejabat eselon II di lingkungan Badan POM serta Kepala Balai Besar POM. Pada tanggal 18 - 21 Mei 2011 Badan POM menyelenggarakan Rakonreg Wilayah Barat di Pangkal Pinang, yang bertujuan untuk diseminasi dan sosialisasi Arah Kebijakan dan Strategi Badan POM tahun 2012, Arah Kebijakan dan Fokus Prioritas Kedeputian dan Kesestamaan tahun 2012, Revitalisasi Fungsi BB/BPOM serta new initiatives Badan POM tahun 2012. Pada tanggal 24 Mei 2011 Badan POM menyebarluaskan siaran pers mengenai Hasil Pengujian Laboratorium Terhadap Air Dalam Kemasan yang Diberi Label Air Zam-zam, yang diperjualbelikan di Indonesia.

Kepala Badan

POM menandatangani

Nota

Kesepahaman dengan

Universitas

Diponegoro pada tanggal 30 Mei 2011 di Semarang tentang Kerjasama di Bidang Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Pada tanggal 31 Mei 2011 Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar (Tim TPBB) kembali melaksanakan operasi pasar di Medan dan melibatkan Badan POM, BBPOM di Medan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Bareskrim Mabes POLRI, Kementerian Keuangan (Ditjen. Bea Cukai), Kementerian Perindustrian serta Pemerintah Daerah setempat. Hasil operasi pengawasan terhadap produk pangan ilegal tersebut ditemukan sebanyak 13 item (17.496 kemasan) dengan nilai ekonomi sebesar Rp. 437.400.000,- (empat ratus tiga puluh tujuh juta empat ratus ribu rupiah). Terhadap temuan tersebut ditindaklanjuti dengan pro-justisia.

JUNI 2011 Pada tanggal 6 Juni 2011, Deputi III Badan POM beserta Plt. Dirjen Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan Nasional dan Arzeti Bilbina hadir sebagai narasumber dalam talkshow Peduli Pangan Jajanan Anak Sekolah yang ditayangkan di stasiun Metro TV. Badan POM mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk Laporan Keuangan Tahun 2010. Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK tersebut dilaksanakan pada tanggal 15 Juni 2011 di kantor Badan POM dan dihadiri oleh pejabat di lingkungan Badan POM, Kepala Balai Besar/Balai POM serta undangan media.

JULI 2011 Menindaklanjuti RDP dengan Komisi IX DPR RI, Tim Nasional Survei Cemaran Mikroba pada Formula Bayi yang Beredar di Indonesia yang terdiri dari Kementerian Kesehatan, Badan POM dan IPB melakukan pengambilan dan pengujian sampel formula bayi. Hasil survei yang menunjukkan semua formula bayi yang beredar di Indonesia memenuhi syarat keamanan, manfaat dan mutu Badan POM disampaikan pada konferensi pers yang dilaksanakan di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika pada tanggal 8 Juli 2011. Hadir sebagai narasumber dalam konferensi pers ini adalah Menteri Kesehatan, Kepala Badan POM, Rektor IPB, Kepala Badan Litbangkes Kemenkes dan perwakilan Kejaksaan Agung sebagai kuasa hukum Kemenkes dan Badan POM. Menteri Kominfo bertindak sebagai moderator. Kepala Badan POM hadir sebagai narasumber Pertemuan Sosialisasi Program Kerja Kesehatan Terkait Vaksin Tahun 2011. Pertemuan ini mengangkat tema "Penggunaan 6

Vaksin yang Berkualitas, Penanganan Sistem Cold Chain yang Tepat dan Monitoring Evaluasi yang Baik Merupakan Kunci Keberhasilan Program Imunisasi. Kepala Badan POM meresmikan gedung dan laboratorium BBPOM di Makassar pada tanggal 12 Juli 2011. Pada kesempatan ini juga dilaksanakan Pemusnahan Barang Bukti Hasil Temuan BBPOM di Makassar. Badan POM berpatisipasi dengan mendirikan gerai yang memberikan informasi seputar Badan POM dan kegiatan pengawasannya pada acara Festival Anak Indonesia 2011 di Silang Monas Jakarta pada tanggal 16-17 Juli 2011. Acara ini merupakan rangkaian kegiatan peringatan Hari Anak Nasional tahun 2011. Diselenggarakan oleh Kemenkes dan mengambil tema "Anak Indonesia Sehat, Kreatif dan Berakhlak Mulia". Pada tanggal 19 - 20 Juli 2011, Badan POM melakukan kegiatan workshop Satuan Tugas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal di Lippo Village, Tangerang, Banten yang dihadiri oleh 50 orang peserta. Hadir sebagai

narasumber Badan POM RI (Deputi I Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA serta Kepala Pusat

Penyidikan Obat dan Makanan Badan POM), Ditjen Binfar Kementerian Kesehatan, Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri, NCBInterpol, Kejaksaan Agung. Forum tersebut menyepakati pencanangan Gerakan Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal dengan melakukan penangkalan dan pencegahan serta penegakan hukum. Dalam rangka perlindungan konsumen, Tim TPBB kembali melaksanakan operasi pasar di Pekanbaru pada tanggal 26 Juli 2011. Ikut dalam kegiatan ini antara lain Wakil Mendag, Kepala Badan POM, Dirjen Standardisasi dan Perlindungan Konsumen serta Dirjen Perdagangan Dalam Negeri. Ini merupakan daerah pengawasan keempat setelah Semarang, Surabaya dan Medan. Badan POM menemukan setidaknya 7 (tujuh) minuman impor asal Thailand dan Malaysia. Hasil operasi pengawasan terhadap produk pangan ilegal tersebut ditemukan sebanyak 22 item (8.821 kemasan) dengan nilai ekonomi sebesar Rp. 35.978.500,- (tiga puluh lima juta sembilan ratus tujuh puluh delapan ribu lima ratus rupiah). Terhadap temuan tersebut ditindaklanjuti dengan projustisia. Dalam rangka mensosialisasikan kinerja Badan POM, pada tanggal 27 Juli 2011 Badan POM melakukan media visit ke Harian Kompas, kompas.com dan Kompas TV. 7

AGUSTUS 2011 Pada tanggal 9 Agustus 2011 Tim TPBB yang terdiri dari Menteri Perdagangan, Kepala Badan POM, Dirjen Standardisasi dan Perlindungan Konsumen serta Dirjen

Perdagangan Dalam Negeri kembali melaksanakan operasi pasar di Makassar. Hasil operasi pengawasan terhadap produk pangan ilegal tersebut ditemukan sebanyak 1 item (20 kemasan) dengan nilai ekonomi sebesar Rp. 240.000,- (dua ratus empat puluh ribu rupiah). Terhadap temuan tersebut telah dilakukan pengamanan produk. Pada tanggal 10 Agustus 2011 Badan POM melaksanakan konferensi pers untuk menyampaikan hasil kinerja intensifikasi pengawasan produk pangan menjelang Idul Fitri tahun 2011 yang dilakukan oleh Badan POM. Pada tanggal 16 Agustus 2011, Badan POM menyelenggarakan promosi ULPK di wilayah Jakarta, yaitu di SD Pela Mampang Jakarta Selatan yang melibatkan murid, orang tua murid dan pengajar. Kegiatan yang dilaksanakan di sekolah ini dikemas dalam bentuk tanya jawab seputar keamanan produk obat dan makanan serta simulasi tentang hotline ULPK dengan orang tua murid dan guru. Sedangkan bagi siswa-siswi kelas 4 s/d 6 diadakan game pembuatan komik tentang obat dan makanan. Simulasi dan game ini diharapkan dapat membuat para murid, orang tua murid serta guru dan tenaga di sekolah mengingat nomor telepon hotline ULPK Badan POM, sehingga setiap ULPK dapat menjadi rujukan mereka dalam mencari informasi tentang keamanan dan kemanfaatan produk obat dan makanan.

SEPTEMBER 2011 Pada tanggal 14 - 16 September 2011 Badan POM menyelenggarakan Workshop Penyusunan Masukan RUU Pengawasan Obat dan Makanan serta Pemanfaatan Obat Asli Indonesia di Bali. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh pejabat eselon I dan pejabat eselon II di lingkungan Badan POM, Tenaga Ahli Badan Legislatif (Baleg) DPR dan beberapa orang Narasumber ahli. Dalam rangka mensosialisasikan Jamu sebagai Brand Indonesia, pada tanggal 14 September 2011 Badan POM menyelenggarakan talkshow dengan tema Mari Tingkatkan Minum Jamu Indonesia di Metro TV. Hadir sebagai narasumber adalah Kepala Badan POM saat itu, Dra.Kustantinah, Apt., M.App.Sc dan Ketua GP Jamu (Charles Saerang). Pada tanggal 19 - 20 September 2011, Kementerian Keuangan Republik Indonesia menyelenggarakan Rakernas Akuntansi 2011 dengan tema Peningkatan Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah dalam Rangka Mewujudkan Laporan

Pertanggungjawaban Keuangan Pemerintah yang Berkualitas. Pada acara tersebut, 8

Pemerintah Republik Indonesia memberi penghargaan kepada Badan POM atas keberhasilannya menyusun dan menyajikan laporan keuangan tahun 2010 dengan capaian standar tertinggi dalam akuntabilitas dan pelaporan keuangan. Pada tanggal 22 September 2011 Badan POM mengadakan talkshow di Metro TV dengan tema "Mari Lestarikan Budaya Minum Jamu". Hadir sebagai narasumber pada kesempatan tersebut adalah Deputi II Badan POM (Drs. Ruslan Aspan, MM) dan Pengusaha Obat Tradisional dan Kosmetika Indonesia (Putri Kusumawardhani).

OKTOBER 2011 Pada tanggal 5 Oktober 2011 Kepala Badan POM menyampaikan Siaran Pers "Operasi Pangea IV Berantas Obat Ilegal Online" dan "Hasil Pengawasan Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat". Turut hadir sebagai narasumber pada kesempatan tersebut antara lain adalah Deputi II, Kepala Pusat Penyidikan Obat dan Makanan, Sekretaris NCB Interpol Indonesia, Kasubdit Pengelolaan Opini Publik Kemenkominfo, dan Ketua GP Jamu. Dalam rangka memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia, pada tanggal 8 Oktober 2011 Badan POM menyelenggarakan diskusi panel dengan tema "Peringatan Kesehatan Bergambar Pada Label Rokok". Acara tersebut dibuka oleh Kepala Badan POM dan diikuti oleh peserta dari beberapa Sekolah Menengah Umum dan Universitas di Jakarta. Pada tanggal 20 Oktober 2011 Badan POM menyelenggarakan Penggalangan Komitmen Badan POM untuk Melaksanakan Reformasi Birokrasi melalui Penerapan QMS Badan POM melalui penyerahan dokumen QMS kepada seluruh unit kerja di Badan POM. Acara ini dihadiri oleh pejabat eselon I dan II Badan POM, Kepala BBPOM/BPOM serta Manajer Representatif di setiap unit kerja Badan POM. Dalam rangka meninjau kesesuaian antara dokumen usulan RB Badan POM dengan kenyataan yang ada di lapangan, pada tanggal 27 Oktober 2011 Tim Unit Pengelola Reformasi Birokrasi Nasional melakukan verifikasi lapangan ke kantor Badan POM.

NOVEMBER 2011 Daerah Kelapa Gading dan Sunter Jakarta menjadi daerah keenam yang menjadi sasaran operasi pasar Tim TPBB yang dilaksanakan tanggal 3 November 2011. Turut serta dalam kegiatan tersebut antara lain Wakil Mendag, Kepala Badan POM, Dirjen Standardisasi dan Perlindungan Konsumen serta Kepala BBPOM di Jakarta. Daerah ini merupakan daerah pengawasan keenam setelah Semarang, Surabaya, Medan, Pekanbaru dan Makassar. Hasil operasi pengawasan terhadap produk pangan ilegal pada tanggal 4 Desember 2010, 12 Agustus 2011 dan 3 November 2011, telah 9

ditemukan sebanyak 1.043 item (39.611 kemasan) dengan nilai ekonomi sebesar Rp. 827.119.834.000,- (delapan ratus dua puluh tujuh milyar seratus sembilan belas juta delapan ratus tiga puluh empat ribu rupiah). Terhadap temuan tersebut telah ditindaklanjuti dengan pro-justisia. Pada tanggal 11 November 2011 Badan POM melakukan Sosialisasi Single Sign On (SSO) dan

Indonesia National Trade Repository (INTR) kepada seluruh importir

terdaftar di Badan POM dan dihadiri oleh 100 importir kosmetik, 100 importir obat serta 150 importir pangan. Sekitar 2000 siswa tingkat Taman Kanak-kanak (TK) sampai dengan Sekolah Menengah Umum (SMU) di Jawa Barat dan DKI Jakarta bersama dengan Kepala Badan POM, Deputi III Badan POM, Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung serta beberapa undangan lainnya dalam acara Festival Sehat Jajanan Sekolahku membacakan Ikrar Peduli PJAS di Lapangan Saparua Bandung pada tanggal 19 November 2011. Pembacaan ikrar ini merupakan salah satu kegiatan dalam Festival Sehat Jajanan Sekolahku yang diselenggarakan Badan POM bersama instansi terkait menjangkau sasaran yang lebih luas dalam mewujudkan PJAS yang aman, bermutu dan bergizi. Acara ini tercatat dalam Museum Rekor Indonesia sebagai Pemrakarsa Peduli Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Pertama di Indonesia dan untuk itu diberikan Piagam MURI kepada Badan POM. Pada tanggal 20-23 November 2011 Badan POM menyelenggarakan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Badan POM tahun 2011 dengan tema "Perkuatan Akuntabilitas Pengadaan Barang dan Jasa serta Kinerja Pengawasan Obat dan Makanan Untuk Mendukung Implementasi Reformasi Birokrasi". Rakernas kali ini dilaksanakan di Serang dan diikuti oleh perwakilan unit kerja di lingkungan Badan POM Pusat dan seluruh Balai Besar/Balai POM. Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi IX DPR RI dengan Badan POM diselenggarakan pada tanggal 24 November 2011. Pada kesempatan ini, Kepala Badan POM menyampaikan paparan mengenai Upaya Mewujudkan Kinerja Badan POM Menjadi Lebih Efektif dan Efisien.

10

Kepala Badan POM menyampaikan hasil temuan Badan POM terkait kopi yang dicampur dengan Bahan Kimia Obat pada konferensi pers yang dilaksanakan di Ruang Wartawan Badan POM pada tanggal 25 November 2011.

DESEMBER 2011 Badan POM bekerjasama dengan UGM dalam melaksanakan Pelatihan Peningkatan Kapasitas Kepemimpinan dan Manajerial dalam Pengawasan Obat dan Makanan di Yogyakarta pada tanggal 2-3 Desember 2011. Pelatihan ini diikuti oleh jajaran Eselon II Badan POM dan Kepala BBPOM/BPOM. Tim PIC/S kembali mengunjungi Badan POM pada tanggal 5-9 Desember 2011 sebagai tindak lanjut terhadap hasil assessment yang dilakukan pada Desember 2010 untuk mengetahui perkembangan dan perbaikan yang telah dilakukan Badan POM terkait proses dan cara kerja inspeksi dalam rangka pengajuan Badan POM sebagai anggota PIC/S. Badan POM melaksanakan kegiatan Pertemuan Jejaring Keamanan Pangan di Daerah dengan tema "Peningkatan Koordinasi Lintas Sektor dalam rangka Intensifikasi Pengawasan Pangan Jajanan Anak Sekolah", kegiatan yang dilaksanakan pada tanggal 11-13 Desember 2011 di Samarinda ini dihadiri oleh Deputi III Badan POM, Sekda Prov. Kaltim dan Kepala BBPOM di Samarinda. Kementerian Perdagangan dan Badan POM sebagai Tim TPBB menyelenggarakan konferensi pada tanggal 12 Desember 2011 yang ditujukan untuk menyampaikan hasil pengawasan Tim TPBB selama tahun 2011. Hadir sebagai narasumber pada kesempatan tersebut adalah Wakil Mendag, Kepala Badan POM, dan perwakilan Pusat Informasi Produk Industri Makanan dan Minuman (PIPIMM). Kepala Badan POM meresmikan gedung kantor BBPOM di Bandar Lampung pada tanggal 21 Desember 2011. Acara peresmian dihadiri oleh perwakilan Pemerintah Daerah, pelaku usaha dan undangan lainnya. Dalam rangka memperingati Hari Ibu ke-83, Badan upacara POM bendera

melaksanakan

pada tanggal 22 Desember 2011. Dalam rangkaian upacara

dilaksanakan penganugerahan dan penyematan Tanda Kehormatan

Satya Lancana Karyasatya dan Pin 11

Purna Bakti. Selain itu dilakukan Penyerahan Piagam MURI oleh Jaya Suprana kepada Kepala Badan POM untuk Kegiatan Ikrar PJAS di Bandung. Menteri Keuangan selaku Ketua Tim Persiapan National Single Window (NSW) bersama para menteri dan pejabat terkait meresmikan peluncuran sistim Single Sign On (SSO), Indonesia National Trade Repository (INTR) dan Penerapan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) 2012 di kantor Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada tanggal 29 Desember 2011. Acara ini dihadiri oleh Menteri Keuangan, Menteri Kesehatan, Kepala Badan POM, Wakil Menteri Perdagangan, Wakil Menteri

Perhubungan serta undangannya lainnya. Pada kesempatan tersebut juga disampaikan press release mengenai peluncuran SSO ini. Sebagai penutup tahun 2011, Badan POM menyelenggarakan konferensi pers untuk menyampaikan Kinerja Badan POM selama tahun 2011 dan Fokus di tahun 2012. Pada Tahun 2012, Badan POM akan memfokuskan pengawasan obat dan makanan pada beberapa hal : peningkatan status gizi anak melalui rencana aksi nasional pangan jajanan anak sekolah (PJAS), penapisan dan intensifikasi post-market kosmetika, serta peningkatan daya saing industri farmasi nasional. Sementara penguatan

pengawasan dilakukan melalui elektronisasi registrasi (e-registration), pengembangan penerapan QMS, serta pengawasan produk ilegal dan palsu yang dipromosikan melalui media online.

12

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 2001, Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang bertanggung jawab kepada Presiden.

Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2005 Tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tersebut, bahwa dalam melaksanakan tugasnya Badan POM dikoordinasikan oleh Menteri Kesehatan, khususnya dalam perumusan kebijakan yang berkaitan dengan instansi pemerintah lainnya serta penyelesaian permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan kebijakan dimaksud. Selanjutnya lingkup tugas dan fungsi lebih spesifik Badan POM tercakup dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 110 Tahun 2001 Tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen.

Badan Pengawas Obat dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.

Mengacu pada model suatu lembaga regulasi yang efektif di tingkat internasional, maka dalam melaksanakan tugas sebagaimana disebut di atas Badan Pengawas Obat dan Makanan menyelenggarakan fungsinya yang mencakup pengawasan full spectrum, melalui berbagai kegiatan sebagai berikut: 13

a. Penyusunan kebijakan, pedoman dan standar; b. Lisensi dan sertifikasi industri di bidang Obat dan Makanan berdasarkan Cara-cara Produksi yang Baik; c. Penilaian produk sebelum beredar (pre market evaluation) terhadap persyaratan keamanan terhadap tubuh manusia, manfaat bagi kesehatan, dan mutunya; d. Pengamatan produk setelah beredar (Post marketing vigilance) melalui sampling dan pengujian laboratorium, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi/ritel; e. Penilaian ( pre-review) dan pemantauan (pasca-audit) iklan dan promosi produk; f. Riset untuk mendukung kebijakan terkait pengawasan Obat dan Makanan;

g. Komunikasi, informasi dan edukasi masyarakat utamanya peringatan publik (public warning). h. Penyidikan dan penegakan hukum;

Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi serta melihat dinamika lingkungan strategis yang telah dilakukan analisis situasinya, maka segenap jajaran Badan POM bercita-cita menjadikan Badan POM sebagai institusi sebagaimana yang dinyatakan dalam visi sebagai berikut :

Menjadi Institusi Pengawas Obat dan Makanan yang inovatif, kredibel dan diakui secara internasional untuk melindungi masyarakat

Visi tersebut tertuang dalam Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.04.01.21.11.10.10509 tanggal 3 November 2010. Pernyataan visi Badan POM tersebut disesuaikan dengan tuntutan yang berkembang di bidang pengawasan obat dan makanan.

Untuk menjabarkan visi yang telah ditetapkan tersebut, Badan POM telah pula menetapkan misi yang harus diembannya, dan dituangkan dalam Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.04.01.21.11.10.10509 tanggal 3 November 2010, yaitu :

14

1. Melakukan pengawasan pre-market dan post-market berstandar internasional 2. Menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten 3. Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai lini 4. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan 5. Membangun organisasi pembelajar (Learning Organization)

Penyesuaian organisasi dan tata kerja Badan POM dilakukan berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.21.4231 tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala Badan POM Nomor: 02001/SK/KBPOM tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan. Penyesuaian juga terjadi dengan terbitnya Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.21.4232 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 05018/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi sebagaimana tersebut di atas, dilakukan oleh unit-unit Badan Pengawas Obat dan Makanan di pusat, maupun oleh Balai Besar/ Balai POM yang ada di seluruh Indonesia.

Sesuai dengan struktur yang ada, secara garis besar unit-unit kerja Badan POM dapat dikelompokkan sebagai berikut; Sekretariat, Deputi Bidang Pengawasan Teknis (I, II, dan III) dan unit penunjang teknis (Pusat-Pusat) yang melaksanakan tugas sebagai berikut :

1. Sekretariat Utama. Sekretariat Utama mempunyai tugas mengkoordinasikan perencanaan, pembinaan, pengendalian terhadap program, administrasi, dan sumber daya di lingkungan Badan POM.

15

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Sekretariat Utama menyelenggarakan fungsi : a. Pengkoordinasian, sinkronisasi dan integrasi perencanaan, penganggaran,

penyusunan laporan, pengembangan pegawai termasuk pendidikan dan pelatihan, serta perumusan kebijakan teknis di lingkungan Badan POM; b. Pengkoordinasian, sinkronisasi dan integrasi penyusunan peraturan perundangundangan, kerjasama luar negeri, hubungan antar lembaga, kemasyarakatan dan bantuan hukum yang berkaitan dengan tugas Badan POM; c. Pembinaaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, perlengkapan dan rumah tangga; d. Pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan pusat-pusat dan unitunit pelaksana teknis di lingkungan Badan POM; e. Pengkoordinasian administrasi pelaksanaan tugas deputi di lingkungan Badan POM; f. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh kepala, sesuai dengan bidang tugasnya.

2. Deputi I (Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif). Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif menyelenggarakan fungsi : a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan umum di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif; b. Penyusunan rencana pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif; c. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian obat dan produk biologi; d. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga; e. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan 16

teknis di bidang pengawasan produksi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga; f. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang pengawasan distribusi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga; g. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang pengawasan narkotika, psikotropika dan zat adiktif; h. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif; i. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan produk terapetik dan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif; j. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai bidang tugasnya.

3. Deputi II (Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk Komplemen). Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen menyelenggarakan fungsi : a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan umum di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; b. Penyusunan komplemen; c. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang penilaian obat tradisional, suplemen makanan dan kosmetik; d. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang pengaturan dan standardisasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; rencana pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk

17

e. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang inspeksi dan sertifikasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; f. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang obat asli Indonesia; g. Pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; h. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; i. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; j. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai bidang tugasnya.

4. Deputi III (Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya). Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya menyelenggarakan fungsi : a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya; b. Penyusunan rencana pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya; c. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang penilaian keamanan pangan; d. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang standardisasi keamanan pangan; e. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang inspeksi dan sertifikasi produk pangan; f. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang surveilan dan penyuluhan keamanan pangan; 18

g. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang pengawasan produk dan bahan berbahaya; h. Pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya; i. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya; j. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya; k. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai bidang tugas.

5. Unit Pelaksana Teknis Badan POM di Daerah. Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan POM terdiri atas: a. 19 (sembilan belas) Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) , dan b. 12 (dua belas) Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan POM mempunyai tugas melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, keamanan pangan dan bahan berbahaya.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Unit Pelaksana Teknis menyelenggarakan fungsi : a. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan; b. Pelaksanaan pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan, dan bahan berbahaya; c. Pelaksanaan mikrobiologi; d. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi; e. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus pelanggaran hukum; f. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi; pengujian laboratorium dan penilaian mutu produk secara

g. Pelaksanaan kegiatan pelayanan informasi konsumen; h. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan; i. j. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan; Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai dengan bidang tugasnya. 19

6. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN). Mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, alat kesehatan, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta melaksanakan pembinaan mutu Laboratorium Pengawasan Obat dan Makanan.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, PPOMN menyelenggarakan fungsi : a. Penyusunan rencana dan program pengujian obat dan makanan; b. Pelaksanaan pengujian laboratorium, dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, alat kesehatan, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya; c. Pembinaan mutu laboratorium PPOMN;

d. Pelaksanaan sistem rujukan laboratorium pengawasan obat dan makanan; e. Penyediaan baku pembanding dan pengembangan metoda analisa pengujian; f. Pelatihan tenaga ahli di bidang pengujian obat dan makanan;

g. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan; h. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan Pusat.

7. Pusat Penyidikan Obat dan Makanan. Mempunyai tugas melaksanakan kegiatan penyelidikan dan penyidikan terhadap perbuatan melawan hukum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif, obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen dan makanan serta produk sejenis lainnya.

Dalam

melaksanakan

tugas

tersebut,

Pusat

Penyidikan

Obat

dan

Makanan

menyelenggarakan fungsi : a. Penyusunan rencana dan program penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan; b. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan; c. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan.

8. Pusat Riset Obat dan Makanan. Mempunyai tugas melaksanakan kegiatan di bidang riset toksikologi, keamanan pangan dan produk terapetik. 20

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Pusat Riset Obat dan Makanan mempunyai fungsi: a. Penyusunan rencana dan program riset obat dan makanan; b. Pelaksanaan riset obat dan makanan; c. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan riset obat dan makanan.

9. Pusat Informasi Obat dan Makanan (PIOM). Mempunyai tugas melaksanakan kegiatan di bidang pelayanan informasi obat, informasi keamanan pangan, informasi keracunan dan teknologi informasi.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, PIOM mempunyai fungsi : a. b. c. d. e. Penyusunan rencana dan program pelayanan informasi obat dan makanan; Pelaksanaan pelayanan informasi obat; Pelaksanaan pelayanan informasi keracunan; Pelaksanaan kegiatan di bidang teknologi informasi; Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pelayanan informasi obat dan makanan; f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan.

10. Inspektorat. Mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan Badan POM.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Inspektorat mempunyai fungsi : a. Penyiapan rumusan kebijakan, rencana dan program pengawasan fungsional. b. Pelaksanaan pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. c. Pengusutan mengenai kebenaran laporan dan pengaduan tentang hambatan, penyimpangan atau penyalahgunaan dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh unsur atau unit di lingkungan Badan POM. d. Pelaksanaan urusan tata usaha Inspektorat.

21

Gambar 1 STRUKTUR ORGANISASI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

KEPALA

INSPEKTORAT

1. 2. 3. 4.

SEKRETARIAT UTAMA Biro Perencanaan dan Keuangan Biro Kerja Sama Luar Negeri Biro Hukum dan Humas Biro Umum

Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional

Pusat Penyidikan Obat dan Makanan

Pusat Riset Obat dan Makanan

Pusat Informasi Obat dan Makanan

DEPUTI I Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA 1. Dit. Penilaian Obat dan Produk Biologi 2. Dit. Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT 3. Dit. Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT 4. Dit. Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT 5. Dit. Pengawasan NAPZA

DEPUTI II Bidang Pengawasan Obat Tradisional (OT), Kosmetik dan Produk Komplemen 1. Dit. Penilaian OT, Suplemen Makanan dan Kosmetik 2. Dit. Standardisasi OT, Kosmetik dan Produk Komplemen 3. Dit. Inspeksi dan Sertifikasi OT, Kosmetik dan Produk Komplemen. 4. Dit. Obat Asli Indonesia

DEPUTI III Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya 1. Dit. Penilaian Keamanan Pangan 2. Dit. Standardisasi Produk Pangan 3. Dit. Inspeksi dan Sertifikasi Pangan 4. Dit. Surveilans dan Penyuluhan Keamanan Pangan 5. Dit. Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya

BALAI dan BALAI BESAR POM

22

Badan POM mempunyai posisi yang strategis berkaitan dengan tugas utama pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat di bidang Obat dan Makanan. Produkproduk di bawah pengawasan Badan POM merupakan kebutuhan dasar manusia tetapi sekaligus juga berisiko memberi dampak buruk bagi kesehatan dan keselamatan masyarakat apabila tidak memenuhi persyaratan keamanan, manfaat, maupun mutu. Karena itu perlu dilakukan pengaturan dan pengawasan yang baik (Good Regulatory Practices) agar keamanan, manfaat dan mutu produk-produk tersebut dapat dipertanggungjawabkan.

Pengawasan Obat dan Makanan merupakan upaya yang strategis karena selain berdampak pada perlindungan konsumen, juga merupakan unsur penting dalam meningkatkan daya saing mutu produk di pasar lokal, regional maupun global. Peran ganda pengawasan ini sejalan dengan Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat. Dalam agenda tersebut, kebijakan pembangunan, antara lain diarahkan untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak masyarakat atas makanan dan kesehatan, di samping hak-hak lainnya. Menyadari bahwa Obat dan Makanan merupakan unsur penting dalam pencapaian derajat kesehatan yang optimal, sementara konsumen masih dominan dalam penentuan belanja kesehatan karena 70% dari total pembiayaan untuk kesehatan masih bersumber dari dana masyarakat, maka upaya pengawasan Obat dan Makanan yang beredar di pasar memiliki arti penting dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal. Peran perlindungan konsumen terhadap berbagai risiko kesehatan dari produk Obat dan Makanan yang tidak memenuhi ketentuan ini sejalan dengan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Pengawasan Obat dan Makanan juga memberi kontribusi dalam peningkatan devisa dan perekonomian karena hanya produk yang memenuhi persyaratan yang dapat diterima untuk diperdagangkan baik di tingkat lokal, regional maupun global.

23

A. UMUM

Pengawasan Obat dan Makanan di Indonesia yang merupakan bagian integral dari pembangunan kesehatan secara umum harus dapat mengantisipasi perubahan lingkungan strategis yang senantiasa berubah secara dinamik. Perubahan-perubahan tersebut, baik yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung pada sistem pengawasan Obat dan Makanan, harus dapat diantisipasi secara cepat dan tepat. Dalam upaya meningkatkan perlindungan kesehatan masyarakat dari risiko produk Obat dan Makanan yang tidak memenuhi syarat, palsu, substandar dan ilegal, Badan POM berupaya memperkuat Sistem Pengawasan Obat dan Makanan yang komprehensif dan menyeluruh.

Tugas kepemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan mempunyai lingkup yang luas dan kompleks, menyangkut kepentingan dan hajat hidup rakyat banyak

dengan sensitifitas publik yang tinggi serta berimplikasi luas pada keselamatan dan kesehatan konsumen. Untuk itu pengawasan tidak dapat dilakukan secara parsial hanya pada produk akhir yang beredar di masyarakat, tetapi harus dilakukan secara komprehensif dan sistematik, mulai dari kualitas bahan yang digunakan, cara-cara produksi, distribusi, penyimpanan, sampai produk tersebut siap dikonsumsi oleh masyarakat. Sejalan dengan kebijakan pasar global, pengawasan harus dilakukan mulai dari produk masuk di entry point sampai beredar di pasar. Pada seluruh mata rantai tersebut harus ada sistem yang memiliki mekanisme yang dapat mendeteksi kualitas produk sehingga secara dini dapat dilakukan pengamanan jika terjadi degradasi mutu, produk sub standar, kontaminasi dan hal-hal lain yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat.

Untuk menyelenggarakan tugas kepemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan tersebut diperlukan institusi dengan infrastruktur pengawasan yang kuat, memiliki integritas dan kredibilitas profesional yang tinggi serta memiliki kewenangan 24

untuk melaksanakan penegakan hukum, maka pemerintah memberi mandat kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk melaksanakan tugas tersebut.

1. Internal a) SDM Jumlah SDM yang dimiliki Badan POM untuk melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan Obat dan Makanan pada tahun 2011 adalah sejumlah 3.650 orang, yang tersebar di unit pusat dan Balai Besar / Balai POM di seluruh Indonesia. Tabel 1 PROFIL PEGAWAI BADAN POM BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN TAHUN 2011

Apoteker/

S3

S2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Badan POM di Pusat Balai Besar POM di Banda Aceh Balai Besar POM di Medan Balai Besar POM di Pekanbaru Balai POM di Jambi Balai Besar POM di Padang Balai POM di Bengkulu Balai Besar POM di Palembang BalaiBesar POM di Bandar Lampung Balai Besar POM di Jakarta Balai Besar POM di Bandung Balai Besar POM di Semarang Balai Besar POM di Surabaya Balai Besar POM di Yogyakarta Balai Besar POM di Mataram Balai POM di Kupang Balai Besar POM di Denpasar Balai POM di Ambon Balai Besar POM di Samarinda Balai Besar POM di Pontianak

137 9 5 3 1 8 5 6 3 6 5 7 1 9 4 6 3 1 2

392 29 43 32 26 29 17 25 37 44 53 39 59 35 23 20 31 15 31 26

252 11 15 9 7 12 8 21 12 12 22 29 46 22 12 14 30 8 14 13

S1

No

Unit Kerja

299 30 65 53 36 51 34 37 51 47 61 62 36 51 43 22 40 31 27 32

1.085 79 128 97 70 100 64 89 103 109 141 137 142 117 82 62 104 55 72 73 25

Jumlah

Profesi

NON

Apoteker/

S3

S2

21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32

Balai Besar POM di Banjarmasin Balai POM di Palangkaraya Balai Besar POM di Makassar Balai Besar POM di Manado Balai POM di Kendari Balai POM di Palu BalaiBesar POM di Jayapura Balai POM di Serang Balai POM di Batam Balai POM di Pangkal Pinang Balai POM di Gorontalo Balai POM Manokwari TOTAL 5

3 2 11 6 5 2 1

25 23 52 32 19 22 26 19 17 17

S1

No

Unit Kerja

14 9 19 16 14 10 15 12 7 7 9 1 702

40 31 42 30 26 24 33 18 19 17 18 3 1.409

124 84 64 58 75 49 43 41 43 13 3.650

1 252

15 9 1.282

Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa sekitar 38,60% pegawai Badan POM adalah non sarjana. Tiga Balai Besar/Balai POM dengan persentase SDM non sarjana terbesar berturut-turut adalah Balai POM di Ambon (56,36%), Balai Besar POM di Pekanbaru (54,64%) dan Balai POM di Bengkulu (53,13%).

Gambar 2 PROFIL PEGAWAI BADAN POM BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN TAHUN 2011

40.00% 35.00% 30.00% 25.00% 20.00% 15.00% 10.00% 5.00% 0.00% S3 S2 0,14% 6,90%

35,12%

38,60%

19,23%

Apoteker / Profesi

S1

NON

Jumlah 82 65 26

Profesi

NON

Dengan tantangan yang semakin kompleks, Badan POM harus melakukan peningkatan kompetensi SDM dan memprediksikan kebutuhan SDM untuk menghadapi lingkungan strategis yang semakin dinamis.

Perkuatan dan peningkatan kapasitas SDM adalah salah satu cara menghadapi perubahan lingkungan yang tidak dapat diprediksikan. Kebijakan pengembangan SDM diarahkan untuk memenuhi kompetensi yang dibutuhkan oleh organisasi. Kebijakan pengembangan SDM harus dilakukan secara komprehensif, terarah, dan sistematis dalam kerangka Human Capital Management (HCM). HCM harus mencakup pengadaan, pengembangan, dan pendayagunaan SDM sesuai kebutuhan organisasi. Pengembangan kompetensi teknis dan manajerial harus mendapat proporsi yang seimbang dengan kebutuhan organisasi. Pada RPJMN 2010 - 2014, Badan POM telah mengalokasikan anggaran untuk peningkatan kompetensi SDM melalui tugas belajar maupun pelatihan teknis dan manajerial dengan target 338 pegawai yang ditingkatkan pendidikannya pada akhir 2014. Tabel 2 JUMLAH PEGAWAI BADAN POM BERDASARKAN USIA TAHUN 2011 RentangUsia 20 - 24 25 - 29 30 - 34 35 - 39 40 - 44 45 - 49 50 - 54 Kerja/BB/BPOM > 55 94 6 11 10 4 6 4 6 8 12 11 No Unit Jumlah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Pusat Banda Aceh Medan Pekanbaru Jambi Padang Bengkulu Palembang Bandar Lampung Jakarta Bandung

14 2 2 1 1 2 1 3 1 2 2

221 17 18 15 9 9 11 15 11 10 9

281 16 16 12 12 13 11 10 10 25 35

78 8 12 6 10 11 6 6 10 10 11

80 7 15 20 12 20 6 18 21 10 28

141 10 17 17 12 21 15 13 21 21 18

176 13 37 16 10 18 10 18 21 19 27

1.085 79 128 97 70 100 64 89 103 109 141

27

RentangUsia 20 - 24 25 - 29 30 - 34 35 - 39 40 - 44 45 - 49 50 - 54 Kerja/BB/BPOM > 55 10 9 7 8 2 6 2 4 1 4 3 3 3 5 6 3 No Unit Jumlah

12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32

Semarang Surabaya Yogyakarta Mataram Kupang Denpasar Ambon Samarinda Pontianak Banjarmasin Palangkaraya Makassar Manado Kendari Palu Jayapura Serang Batam Pangkal Pinang Gorontalo Manokwari Jumlah 60 1 1 1 2 2 5 3 4 3 1 1 1 1 1 1 1

15 12 7 12 19 10 10 18 19 12 12 14 22 13 15 17 33 32 32 27 9 705

35 24 34 17 15 22 14 14 15 14 15 21 16 11 7 20 7 2 4 6 1 755

5 11 24 9 8 15 7 7 10 10 10 7 10 8 5 7 2 1

24 18 12 9 6 19 3 11 5 13 10 27 12 12 6 5 2 2

22 39 19 9 4 19 8 8 5 11 7 35 10 9 13 10 2

26 28 13 17 7 13 8 9 17 17 8 17 10 5 5 11 1 1 2

137 142 117 82 62 104 55 72 73 82 65 124 84 64 58 75 49 43 41 43

3 1 328

1 1 1 581 248

13 3.650

435

538

Dari 3.560 orang pegawai Badan POM, 22,71% diantaranya berusia > 50 tahun dan 20,96% berada pada usia < 30 tahun.

28

Gambar 3 KOMPOSISI PEGAWAI BADAN POM BERDASARKAN USIA TAHUN 2011

900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 50 60 328 248 435 538 705 755 581

Jika melihat komposisi pegawai Badan POM berdasarkan usia, Badan POM harus mempunyai strategi pengembangan pegawai yang tepat agar tidak terjadi kekosongan kompetensi SDM di posisi-posisi strategis. Mempersiapkan

pemimpin lapis ke dua (second layer leader), terutama di Balai Besar / Balai POM, harus dimulai dari sekarang agar pada saat yang tepat telah siap untuk memimpin organisasi. Peningkatan soft competency tidak kalah pentingnya dengan peningkatan hard competency untuk menghasilkan SDM yang mampu menjadikan Badan POM sebagai organisasi yang handal. Soft competency akan membentuk pribadi-pribadi pemimpin yang matang dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah serta menjalin komunikasi dan koordinasi yang efektif, baik secara internal maupun eksternal.

b) Peralatan laboratorium Pengujian laboratorium merupakan back bone pengawasan yang dilaksanakan oleh Badan POM. Laboratorium Badan POM yang tersebar di seluruh Indonesia harus terus ditingkatkan kapasitasnya agar mampu mengawal kebijakan pengawasan obat dan makanan. Untuk menunjang pengujian, saat ini laboratorium Badan POM, baik di pusat maupun di Balai Besar / Balai POM telah dilengkapi dengan peralatan laboratorium yang mempunyai tingkat akurasi yang memadai agar dapat menghasilkan data hasil uji yang valid dan dapat dipercaya. Berikut ini adalah data 11 alat laboratorium utama yang paling sering digunakan di masing-masing Balai Besar/Balai POM. 29

Tabel 3 DAFTAR 11 ALAT LABORATORIUM UTAMA YANG PALING SERING DIGUNAKAN DI MASING-MASING BB/BPOM TAHUN 2011

GC-MS AlatUjiKondom Smoking Machine

Timbangan Mikro + Meja Top Loading Semi Mikro

Spektrofotometer LC-MSMS HPLC

IR/FTIR

UV-Vis

Total

Standar Minimum 1 Banda Aceh 2 Medan 3 Pekanbaru 4 Jambi 5 Padang 6 Bengkulu 7 Palembang 8 B. Lampung 9 Jakarta 10 Bandung 11 Semarang 12 Surabaya 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Yogyakarta Mataram Kupang Denpasar Ambon Samarinda Pontianak Banjarmasin Palangkaraya Makassar Manado Kendari Palu Jayapura Serang Batam Pangkal Pinang Gorontalo Total

2 1 1 1 1

6 1 1 1 2 2

1 1

8 4 13 5 10 11 7 7 11 1 5 14 6 10 10 7 7 9 4 6 6 1 5 3 6 13 3 10 10 5 7 216

7 4 4 5 6 3 5 6 7 5 10 6 13 5 6 5 6 5 4 7 1 3 5 3 5 3 5 12 7 7 3 166

22 8 18 17 18 14 14 14 20 6 18 21 19 15 19 12 14 15 11 15 7 7 12 9 14 17 9 26 22 16 15 442

4 2 6 5 3 5 3 3 4 4 4 1 6 7 5 4 4 2 4 3 2 3 3 4 5 3 3 3 2 103

1 1 1

Total

No

BBPOM/BPOM

6 2 7 5 3 5 3 3 4 1 4 4 1 8 7 6 6 4 2 4 0 3 3 3 3 4 5 3 3 3 2 111

7 4 7 5 5 6 6 6 6 5 7 8 5 8 6 6 7 7 6 6 2 3 5 4 6 4 6 6 7 7 7 173

2 2 2 1 1

1 -

1 3 2 2 1 3

1 1 2 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1

2 1 2

1 1 1 1

1 1 1 4 2 3 1 2 1 2 2 1 1 2 1 42

2 2 3

2 3 3 1 1 2 4 2 4 41 2 1 2 1 19

1 1 1 1 1 1 1 1 1 4 0 1 34

3 5

2 3 2 71

Sumber : LAPTAH Balai Besar/Balai POM Tahun 2011

30

Dissolution Tester 2 4 3 3 2 2 2 2 3 4 5 1 3 3 2 3 2 3 2 2 1 1 2 3 2 2 2 2

AAS

Analitik

Vis

PCR

GC

Dari Tabel 3 dapat diketahui kondisi 11 alat laboratorium utama yang paling sering digunakan pada masing-masing Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia. Dibandingkan terhadap Standar Minimum Laboratorium Balai POM, masih terdapat gap yang signifikan pada alat laboratorium yang dimiliki Balai Besar/Balai POM. Sesuai dengan Grand Strategy Badan POM 2010-2014, terutama pilar ke 2, yaitu Mewujudkan laboratorium Badan POM yang handal, maka strategi Badan POM untuk mewujudkan hal tersebut adalah memenuhi Standar Minimum Laboratorium, baik SDM, bangunan, maupun peralatan laboratorium agar memenuhi kaidah Good Laboratory Practices (GLP).

c) Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM) - Full Spectrum Pengawasan Obat dan Makanan memiliki aspek permasalahan yang berdimensi luas dan kompleks. Mengingat kompleksitas dan luasnya cakupan pengawasan obat dan makanan maka harus dikembangkan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM) yang melibatkan peran dan tanggung jawab semua pihak yang terkait dalam satu jaringan yang bersinergi semenjak awal proses suatu produk hingga produk tersebut beredar di masyarakat. SISPOM yang

dikembangkan mencakup 3 komponen yaitu : 1) Komponen Pengawasan oleh Produsen/Pelaku Usaha, yaitu sistem

pengawasan internal oleh produsen melalui pelaksanaan cara produksi yang baik atau GMP dan pemantauan mutu produk yang telah diedarkan, karena secara hukum produsen bertangggung jawab atas mutu dan keamanan produk yang dihasilkannya; 2) Komponen Pengawasan oleh Pemerintah, yang dilakukan melalui

penyusunan peraturan dan standardisasi, penilaian keamanan, manfaat dan mutu produk sebelum diedarkan, inspeksi, sertifikasi, pengambilan sampel dan pengujian laboratorium terhadap produk yang telah ada di peredaran, peringatan kepada publik (public warning) terhadap produk yang ditemukan dapat memberi dampak buruk bagi kesehatan dan penegakan hukum serta KIE kepada masyarakat; 3) Komponen Pengawasan oleh masyarakat, yang dilakukan terutama oleh masyarakat konsumen dengan cara meningkatkan pengetahuan dan

kesadaran mengenai kualitas produk yang digunakannya, karena pada akhirnya masyarakat sendirilah yang menentukan penggunaan suatu produk. Masyarakat dengan tingkat pengetahuan dan kesadaran yang tinggi akan mampu membentengi dirinya sendiri dari penggunaan produk yang tidak 31

memenuhi syarat. Disamping itu masyarakat yang telah diberdayakan akan mendorong produsen untuk lebih berhati-hati dalam menjaga kualitas produknya (community empowerment induce voluntary compliance).

2. Eksternal a) Coverage Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi Pengawasan Obat dan Makanan yang dilakukan oleh Badan POM sangatlah kompleks. Selain kompleksitas permasalahan di bidang komoditi yang diawasi, jumlah sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan yang terus meningkat menuntut perkuatan sistem pengawasan di bidang Obat dan Makanan. Kondisi saat ini, dari total 64.144 sarana produksi serta 243.158 sarana distribusi Obat dan Makanan yang tersebar di 30 propinsi, cakupan pengawasan yang dilakukan oleh Badan POM pada tahun 2011 hanya sekitar 14,75%. Rendahnya cakupan pengawasan ini dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain adalah kondisi

geografis yang menyebabkan waktu perjalanan ke wilayah kerja semakin lama, sehingga jumlah sarana yang dapat dijangkau semakin rendah. Dari 30 Balai Besar /Balai POM yang tersebar di 30 ibukota propinsi, lama waktu perjalanan terjauh ke wilayah kerja adalah 5 hari. Berikut ini adalah data kondisi wilayah kerja Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia. Tabel 4 KONDISI WILAYAH KERJA BALAI BESAR/BALAI POM TAHUN 2011

No

Balai Besar/ Balai POM

Luas Wilayah Kerja (km2)

Jumlah Kab/Kota

Jumlah Sarana Produksi Obat dan

Jumlah Sarana Distribusi Obat dan Makanan 3.414 5.951 3.441 3.221 5.589 90.638

Lama Waktu Perjalanan ke Wilayah Kerja (Jam) Terdekat 2 2 2 30 menit 2 1,5 Terjauh 25 12 12 12 5 hari 6 32

Kab 1 2 3 4 5 6 Banda Aceh Medan Pekanbaru Jambi Padang Bengkulu 353.745,63 71.680,68 89.150,00 53.435,00 42.297,30 19.789,00 18 25 10 9 12 9

Kota 5 8 2 2 7 1

Makanan 515 1.631 1.814 1.508 973 720

No

Balai Besar/ Balai POM

Luas Wilayah Kerja (km2)

Jumlah Kab/Kota

Jumlah Sarana Produksi Obat dan

Jumlah Sarana Distribusi Obat dan Makanan 890 3.720 6.594 14.656 13.841 16.774 1.801 2.219 2.584 3.481 1.708 3.719 3.122 2.588 2.880 6.129 27.578 1.445 2.714 5.462 2.448 1.943 1.506 1.102 243.158

Lama Waktu Perjalanan ke Wilayah Kerja (Jam) Terdekat 1 1 30 menit 30 menit 1,5 2 30 menit 1 45 menit 30 menit 1 1 45 menit 1 45 menit 1 30 menit 2 3 1 30 menit 20 menit 1 1 34,08 Terjauh 7 6 2,5 6 6 4 3 2 hari 8 3 24 27 22 9 20 12 36 12 2 hari 2 hari 6 18 5 6 571

Kab 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Palembang B. Lampung Jakarta Bandung Semarang Surabaya Yogyakarta Mataram Kupang Denpasar Ambon Samarinda Pontianak Banjarmasin Palangkaraya Makassar Manado Kendari Palu Jayapura Serang Batam Pangkal Pinang Gorontalo Total 87.017,42 35.288,35 662,33 34.816,96 32.548,00 46.428,38 3.185,80 49.312,19 247.349,90 5.636,66 712.479,69 244.908,17 146.807,00 37.530,52 153.564,00 62.761,69 155.527,76 153.016,00 68.033,00 317.062,00 9.662,92 252.601,00 81.724,54 11.967,64 3.559.989,53 11 12 1 17 29 29 4 8 20 8 9 10 12 11 13 26 18 10 9 38 4 5 6 5 398

Kota 4 2 5 9 6 9 1 2 1 1 2 4 2 2 1 3 6 2 1 2 4 2 1 1 98

Makanan 171 2.127 1.258 10.698 9.704 18.833 2.156 299 759 875 154 1.427 739 1.422 867 789 667 69 294 684 1.706 429 828 28 64.144

Sumber : LAPTAH Balai Besar/Balai POM Tahun 2011

33

b) Persebaran Produk Obat dan Makanan Pada dasarnya seluruh produk obat dan makanan yang beredar harus terjamin aman dan memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan. Dengan demikian, maka tugas Badan POM adalah mengawasi bahwa produk obat dan makanan yang beredar terjamin aman dan memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan. Atas dasar tugas seperti ini, maka kinerja Badan POM dalam melakukan pengawasan obat dan makanan dapat ditentukan dengan suatu indikator yaitu persentase kenaikan obat dan makanan yang memenuhi standar. Agar data persentase produk yang memenuhi standar ini dapat dibandingkan setiap tahunnya, maka proporsi berbagai jenis produk obat dan makanan di dalam seluruh produk yang diambil sampelnya (sampel yang mewakili seluruh produk) harus konsisten. Dengan proporsi yang konsisten seperti ini maka perubahan persentase produk yang memenuhi standar, apakah naik atau turun, setiap tahunnya dapat dijadikan dasar untuk mengukur dampak kinerja Badan POM dalam melaksanakan tugas pengawasan obat dan makanan. Akan tetapi hal ini tidak mungkin dilakukan karena jumlah produk obat dan makanan yang beredar tidak diketahui secara pasti.

Untuk menangani kendala ini, perlu ada pendekatan khusus sehingga sampel yang diambil dapat mewakili produk obat dan makanan yang beredar dan proporsinya konsisten, sehingga hasil pengawasan dapat dibandingkan setiap periode atau setiap tahunnya. Dalam pendekatan khusus ini perlu asumsi-asumsi yang tepat sehingga proporsi sampel yang diambil setiap tahun dapat dipertahankan selalu konsisten.

Untuk dapat mengukur kinerja Badan POM, yaitu dengan cara membandingkan persentase produk yang memenuhi persyaratan (MS) atau tidak memenuhi persyaratan (TMS) setiap tahunnya, maka diperlukan cara sampling dengan memperhatikan bahwa proporsi jenis produk yang selalu diambil pada setiap pengambilan sampel harus konsisten. Selain itu, pengambilan sampel harus berbasis risiko (risk-based sampling) agar produk yang berisiko lebih tinggi sampelnya diambil lebih banyak daripada produk yang berisiko rendah. Diharapkan penerapan risk-based sampling dalam memonitor produk-produk Obat dan Makanan dapat lebih melindungi konsumen dari produk TMS serta hasil pengawasannya berupa persentase produk MS atau TMS yang beredar dapat dibandingkan secara konsisten setiap tahunnya. 34

Berikut adalah jumlah produk Obat dan Makanan yang teregistrasi di Badan POM sampai dengan tanggal 23 April 2012 : Komoditi Obat Obat Tradisional Kosmetik Produk Komplemen Makanan Total
Sumber : www.pom.go.id

Jumlah 1.663 10.526 70.821 29.223 51.519 163.752

B. TANTANGAN LINGKUNGAN Dengan makin gencarnya globalisasi dan era pasar bebas, maka ke depan tugas pengawasan obat dan makanan akan semakin luas dan kompleks. Seiring dengan itu ekspektasi masyarakat juga terus meningkat untuk mendapat perlindungan yang semakin baik terhadap risiko produk obat dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan.

1. Sisi permintaan : a) Transisi demografi : Penduduk telah mengalami perubahan struktur. Usia muda (0 - 14 tahun) menurun dari 30,4% pada tahun 2000 menjadi 28,87% pada tahun 2010. Usia produktif (15 - 64 tahun) dan usia lanjut (65 ke atas) meningkat, masing-masing dari 65% menjadi 66,09% dan 4,5% menjadi 5,04% pada kurun waktu yang sama. Tren peningkatan usia harapan hidup dari 70,4 tahun pada 2007 dan terus meningkat menjadi 70,9 tahun pada 2010, mengakibatkan pergeseran usia ratarata penduduk ke arah yang lebih tua. Keadaan ini, mendorong terjadinya proses perubahan pola penyakit sehingga prevalensi penyakit akibat usia tua, yang sifatnya lebih long lasting, makin meningkat. Penyebab kematian tertinggi, bergeser dari penyakit infeksi (SKRT 1995), ke arah penyakit sirkulasi (SKRT 2001). Perubahan ini menyebabkan peningkatan konsumsi masyarakat akan obat untuk waktu yang relatif lama.

Selain itu, dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, memungkinkan manusia untuk lebih mudah mengadakan perjalanan keliling 35

negara. Hal ini merupakan tantangan global terutama kaitannya dengan dampak kesehatan. Munculnya new emerging diseases (SARS, H5N1 dan H1N1) dan reemerging disease (HIV-AIDS, malaria, Tuberkulosis, dll) meningkatkan permintaan obat-obatan dan vaksin. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan tahun 2010, persentase kasus baru tuberkulosis paru (BTA positif) yang ditemukan mencapai 74,7%. Sedangkan angka penemuan kasus malaria (annual parasit index/API) mencapai 1,96 per 1.000 penduduk. Hal ini menjadi tantangan bagi Badan POM untuk dapat mengawal dari aspek keamanan, kemanfaatan, dan mutu produk.

b) Persebaran penduduk : Pulau Sumatera yang luasnya 25,2% dari luas seluruh wilayah Indonesia hanya dihuni oleh 21,3% penduduk. Sedangkan pulau Jawa yang luasnya hanya 6,8% dari seluruh wilayah Indonesia, dihuni oleh 57,5% penduduk (SP 2010). Hal ini merupakan persoalan tersendiri. Persentase penduduk miskin di desa mencapai angka 15,72% yang lebih besar dibandingkan dengan persentase penduduk miskin di kota yaitu sebesar 9,23%. Kondisi ini, membawa konsekuensi meningkatnya urbanisasi mengingat pertumbuhan lapangan kerja di pedesaan yang terbatas.

Perekonomian Indonesia pada tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5% dibanding tahun 2010. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan

pembangunan ekonomi. Hal ini juga berimbas pada menurunnya persentase penduduk miskin pada 2011 menjadi 12,49% dibandingkan tahun 2010 sebesar 13,33%. Menurunnya persentase penduduk miskin bukan berarti daya beli masyarakat meningkat pula. Adanya inflasi tanpa kenaikan pendapatkan mengakibatkan menurunnya daya beli masyarakat. Dengan daya beli yang relatif rendah menyebabkan meningkatnya permintaan terhadap produk obat dan makanan yang murah dan kurang berkualitas, yang pada akhirnya meningkatkan risiko terjadinya gangguan kesehatan.

36

Tabel 5 JUMLAH PENDUDUK MENURUT PROPINSI TAHUN 1990 - 2010

Propinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta JawaTimur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Maluku Papua Papua Barat Total

1990 3.416.156 10.256.027 4.000.207 3.303.976 2.020.568 6.313.074 1.179.122 6.017.573 8.259.266 35.384.352 28.520.643 2.913.054 32.503.991 2.777.811 3.369.649 3.268.644 3.229.153 1.396.486 2.597.572 1.876.663 2.478.119 1.711.327 6.981.646 1.349.619 1.857.790 1.648.708 178.631.196

2000 3.929.234 11.642.488 4.248.515 3.907.763 1.040.207 2.407.166 6.210.800 899.968 1.455.500 6.730.751 8.361.079 35.724.093 8.098.277 31.223.258 3.121.045 34.765.993 3.150.057 4.008.601 3.823.154 4.016.353 1.855.473 2.984.026 2.451.895 2.000.872 833.496 2.175.993 7.159.170 1.820.379 1.166.300 1.684.144 529.689 203.425.739

2010 4.486.570 12.985.075 4.845.998 5.543.031 1.685.698 3.088.618 7.446.401 1.223.048 1.713.393 7.596.115 9.588.198 43.021.826 10.644.030 32.380.687 3.452.390 37.476.011 3. 891.428 4.496.855 4.679.316 4.393.239 2.202.599 3.626.119 3.550.586 2.265.937 1.038.585 2.633.420 8.032.551 2.230.569 1.531.402 2.851.999 760.855 235.362.549

Sumber : Publikasi Sensus Penduduk 2010, BPS

Dari Tabel 5 dapat diketahui jumlah penduduk per propinsi, di mana terdapat Balai Besar/Balai POM di masing-masing ibukota propinsi. Besarnya jumlah penduduk tersebut merupakan salah satu determinan beratnya tugas

pengawasan yang harus dilakukan oleh Balai Besar/Balai POM, karena semakin

37

besar jumlah penduduk berarti semakin besar volume produk obat dan makanan yang harus diawasi.

Tabel 6 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MENURUT PROPINSI TAHUN 2010 - 2011

Jumlah Penduduk Miskin Propinsi (Jumlah dalam ribu) 2010 861,9 1.490,9 430,0 500,3 129,7 241,6 1.125,7 67,8 324,9 1.479,9 312,2 4.773,7 758,2 5.369,2 577,3 5.529,3 174,9 1.009,4 1.014,1 428,8 164,2 182,0 243,0 206,7 2011 894,8 1.481,3 442,1 482,0 129,6 272,7 1.074,8 72,1 303,6 1.298,7 363,4 4.648,6 690,5 5.107,4 560,9 5.356,2 166,2 894,8 1.012,9 380,1 146,9 194,6 247,9 194,9

Persentase Penduduk Miskin 2010 21,0 11,3 9,5 8,7 8,1 8,3 15,5 6,5 18,3 18,9 3,5 11,3 7,2 16,6 16,8 15,3 4,9 21,6 23,0 9,0 6,8 5,2 7,7 9,1 2011 19,6 11,3 9,0 8,5 7,4 8,7 14,2 5,8 17,5 16,9 3,7 10,7 6,3 15,8 16,1 14,2 4,2 19,7 21,2 8,6 6,6 5,3 6,8 8,5 38

Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta JawaTimur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara

Jumlah Penduduk Miskin Propinsi (Jumlah dalam ribu) 2010 209,9 475,0 913,4 400,7 378,6 761,6 256,3 30.791,2 2011 198,3 423,6 832,9 330,0 360,3 944,8 249,8 29.756,7

Persentase Penduduk Miskin 2010 23,2 18,1 11,6 17,1 27,7 36,8 34,9 2011 18,8 15,8 10,3 14,6 23,0 32,0 31,9

Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Maluku Papua Papua Barat Total

Sumber : Publikasi Statistik Indonesia 2011, BPS

c) Transformasi sosio-budaya : Pembangunan ekonomi bukanlah pembangunan ekonomi semata, akan tetapi suatu penjelmaan dari perubahan sosial dan kebudayaan. Pembangunan tidak mungkin berhasil tanpa perubahan sistem nilai yang mendukung pembangunan yang kemudian diikuti oleh transformasi sosial untuk menjadi pondasi dalam persiapan penerimaan teknologi baru. Teknologi informasi serta komunikasi tidak dapat dipungkiri telah membuka wawasan masyarakat tentang pola hidup modern, yang menyebabkan terjadinya pergeseran budaya bangsa kearah kehidupan modern. Kehidupan modern juga memicu peningkatan aktifitas masyarakat dalam upaya memenuhi kebutuhannya. Pengeluaran rata-rata per kapita sebulan untuk makanan meningkat dari 50,62% pada tahun 2009 menjadi 51,43% pada tahun 2010 termasuk konsumsi makanan dan minuman olahan. Transformasi budaya ini berakibat terjadinya perubahan perilaku sosial yang mendorong pergeseran demand konsumen akan makanan kearah jenis makanan yang siap saji (fast food). Selain itu, perubahan juga terlihat terhadap permintaan akan berbagai suplemen makanan yang ditujukan untuk pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, atau yang dipercaya dapat mencegah penyakit. Tren perubahan demand ini semakin kuat, seiring dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat perkotaan. Hal ini jika tidak diantisipasi dengan pengawasan keamanan, manfaat dan mutu produk tersebut akan meningkatkan potensi gangguan kesehatan sebagai akibat mengkonsumsi makanan siap saji dan penggunaan yang meluas berbagai produk suplemen makanan. 39

d) Daya beli konsumen : Pertumbuhan ekonomi menunjukkan pertumbuhan produksi barang dan jasa di suatu wilayah perekonomian dan dalam selang waktu tertentu. Perekonomian Indonesia pada tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5 persen dibanding tahun 2010. Komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga atas dasar harga berlaku terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 sebesar Rp. 3.291,0 triliun meningkat menjadi Rp. 4.053,4 triliun pada tahun 2011. Pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang belum berdampak secara signifikan pada penyediaan lapangan kerja, menyebabkan rata-rata daya beli masyarakat tidak menunjukkan perbaikan yang bermakna. Proporsi masyarakat miskin menurun dari 13,33% pada tahun 2010 menjadi 12,49% pada tahun 2011. Namun apabila ditinjau dari pendapatan per kapita masyarakat, terjadi kenaikan yang signifikan pada tahun 2011 mencapai Rp. 30,8 juta (US$3.542,9) dengan laju peningkatan sebesar 13,8% dibandingkan pendapatan per kapita tahun 2010 yang sebesar Rp. 27,1 juta (US$3.010,1).

Kenaikan pendapatan per kapita belum tentu mencerminkan perubahan dalam daya beli masyarakat. Sebagian dari perubahan pendapatan selama empat tahun itu karena kenaikan harga. Dengan kata lain, pendapatan per kapita naik dengan cepat, tetapi disertai kenaikan biaya hidup yang cepat pula. Hal ini juga menyebabkan lemahnya daya beli masyarakat. Akibatnya masyarakat tidak mampu menjangkau produk-produk yang memenuhi standar mutu, dan cenderung menggantinya dengan mengkonsumsi obat dan makanan yang murah tetapi berisiko tinggi terhadap kesehatan. Permintaan akan barang murah ini, pada gilirannya membuka peluang bagi produsen untuk menyediakan barang murah melalui berbagai strategi bisnis, termasuk yang melanggar ketentuan, dan tidak terjamin keamanan dan mutunya. Hal ini merupakan tantangan bagi Badan POM, untuk di satu sisi meningkatkan kesadaran produsen melalui pembinaan teknis agar tidak melakuan pelanggaran ketentuan di bidang obat dan makanan, dan sisi lain meningkatkan pengetahuan konsumen agar mampu membentengi diri dari produk yang berisiko terhadap kesehatan.

2. Sisi penyediaan : a) Pertumbuhan usaha bidang obat dan makanan : Pasar farmasi diperkirakan akan bertumbuh 13% tahun ini. Dimana pertumbuhan pasar farmasi pada tahun lalu adalah Rp. 43,08 triliun. Kenaikan pasar farmasi 40

dipicu oleh peningkatan konsumsi produk farmasi yang selaras dengan proyeksi pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia. Terkait dengan investasi pada sektor farmasi, ditargetkan meningkat dari US$ 500 juta menjadi US$ 750 juta - US$ 800 juta, seiring dengan kebijakan pemerintah melonggarkan kepemilikan asing. Investasi yang masuk akan memacu penambahan pasokan obat nasional, dengan demikian masyarakat lebih mudah memperoleh obat yang dibutuhkan dengan harga terjangkau. Namun masih terdapat masalah-masalah yang sering menghambat industri farmasi antara lain adalah regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah seperti Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perdagangan tidak terintegrasi dan masih bertolak belakang. Terkait bahan baku, saat ini masih terkendala masalah teknologi, regulasi yang tidak jelas, dan standar kualitas.

Jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia cenderung menurun selama periode 1998 - 2011. Pada tahun 1998, persentase penduduk miskin tercatat sebanyak 24,23%. Tingginya angka kemiskinan tersebut dikarenakan krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan 1997 yang berakibat pada meroketnya harga-harga kebutuhan dan berdampak parah pada penduduk miskin. Pada tahun 2011, persentase penduduk miskin di Indonesia menurun menjadi 12,49%. Walaupun terjadi penurunan, tingkat kemiskinan Indonesia masih tergolong tinggi. Sebagian besar keluarga Indonesia masih hidup sedikit di atas garis kemiskinan dan sangat rawan untuk berubah statusnya menjadi di bawah garis kemiskinan. Dengan kondisi seperti ini, mendorong timbulnya mekanisme survival di masyarakat dalam berbagai bentuk. Sebagai salah satu wujud upaya masyarakat untuk bertahan hidup, terlihat pada kelompok industri usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pangan yang cenderung meningkat. Di bidang pangan, industri kecil makanan dan industri rumah tangga pangan (IRTP) tumbuh dari sekitar 60.000 dan 800.000 di tahun 2001, menjadi sekitar 81.000 dan 950.000 di tahun 2003. Pedagang kaki lima pangan bahkan tumbuh dengan laju 60% selama tahun 1999 hingga 2003. Menjamurnya kelompok industri ini, dapat membawa serta potensi risiko kesehatan karena modal dan profesionalisme yang melandasi usaha ini sering tidak memadai untuk menjamin keamanan dan mutu produknya. Selain itu, mengingat pangsa pasar yang dituju, terutama adalah kelompok masyarakat ekonomi menengah ke bawah, dan dengan meningkatnya jumlah urban poor dengan berbagai kompleksitas perdagangan obat dan makanan sektor informal, maka meningkatnya jumlah 41

industri ini di daerah perkotaan, menjadi tantangan tersendiri bagi upaya pengawasan obat dan makanan, sekaitan dengan luasnya persebaran risiko.

Gambaran tersebut menunjukan penanganan pangan memiliki tantangan dan masalah yang luas dan kompleks. Analisis terhadap kondisi sarana produksi pangan baik industri pangan besar, menengah dan kecil serta industri rumah tangga tahun 2006 - 2010 masih membutuhkan perbaikan, terutama sarana produksi industri rumah tangga (IRT). Khusus untuk peningkatan kondisi sarana produksi IRT, partisipasi pemerintah propinsi, kabupaten dan kota sangat diperlukan, karena industri pangan kategori ini sertifikasi produknya diberikan oleh pemerintah daerah setempat. Berdasarkan hasil monitoring sarana produksi, di daerah masih banyak ditemukan sarana produksi tidak terdaftar. Memperhatikan hal tersebut diperlukan adanya pemberdayaan pemerintah provinsi, kabupaten dan kota sehingga sarana produksi tersebut memperoleh sertifikat PIRT melalui penyuluhan.

b) Kemajuan teknologi produksi : Kemajuan teknologi di bidang produksi telah memungkinkan industri farmasi dan makanan untuk memproduksi dalam skala besar dengan range produk yang luas. Selain itu, dukungan kemajuan teknologi transportasi, memungkinkan persebaran produk dalam waktu relatif singkat mencapai seluruh wilayah negeri ini hingga ke pelosok-pelosoknya. Bagi pengawasan obat dan makanan, ini merupakan suatu potential problem, karena bila terdapat produk yang substandar, peredarannya dapat menjangkau areal yang luas dalam waktu yang relatif singkat.

Selain itu, tantangan yang signifikan adalah munculnya zat baru hasil inovasi teknologi produksi bidang obat dan makanan. Keadaan ini menuntut peningkatan kompetensi pengawas, utamanya pengetahuan dan teknologi laboratorium pengujian Obat dan Makanan, di mana semua hasil pengawasan Badan POM didasarkan pada bukti ilmiah (scientific based). Hasil pengujian laboratorium memastikan bahwa ada risiko nyata yang dihadapi masyarakat dari produk obat dan makanan yang tidak memenuhi syarat. Kapasitas dan kemampuan laboratorium Badan POM yang terbatas memberi peluang tidak terawasinya produk yang berisiko terhadap kesehatan.

42

c) Teknologi promosi : Teknologi promosi telah terbukti sebagai sarana yang efektif memicu demand masyarakat terhadap produk yang ditawarkan, bahkan seringkali tanpa disertai pertimbangan yang rasional akan manfaatnya. Hal ini mengakibatkan semakin meningkatnya penggunaan produk secara irasional. Selain itu, kecanggihan teknologi promosi, dapat menutupi berbagai kelemahan produk, sehingga kewaspadaan konsumen dapat menurun akibat dorongan permintaannya. Selain itu, ada kecenderungan misleading information untuk meningkatkan demand.

d) Harmonisasi perdagangan dunia : Dengan berlakunya era perdagangan global mengakibatkan menipisnya entry barrier sistem perdagangan internasional sehingga semakin membuka peluang produk luar negeri untuk mengisi pasar Indonesia. Dengan bantuan kecanggihan sistem promosi sebagaimana tersebut di atas, pasar produk impor semakin luas, bahkan mendorong munculnya port dentr ilegal di wilayah perbatasan. Perkembangan sistem perdagangan dunia yang mengarah pada hilangnya penapisan komoditi antar negara itu, selain memberi peluang bagi ekspor komoditi dalam negeri, juga menjadi tantangan tersendiri bagi upaya

perlindungan konsumen, khususnya karena volume masuknya komoditi impor serta persebarannya yang cepat ke seluruh wilayah negeri ini. Selain itu, upaya pengawasan obat dan makanan juga ditujukan untuk mengamankan pasar dalam negeri dari produk yang tidak memenuhi syarat. Untuk itu, sistem dan teknologi pengujian laboratorium harus diarahkan untuk mendukung pengawasan obat dan makanan, sehingga menjamin obat dan makanan yang beredar di Indonesia memenuhi syarat keamanan, manfaat/khasiat, dan mutu.

43

/..

1. Hasil Pengawasan Keamanan, Manfaat dan Mutu Produk Terapetik/Obat Evaluasi P re-market Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sebelum obat diizinkan untuk diproduksi atau diimpor dan diedarkan di Indonesia harus dilakukan evaluasi terlebih dahulu terhadap keamanan, kemanfaatan dan mutunya. Dalam melaksanakan evaluasi tersebut, Badan POM mengembangkan suatu mekanisme evaluasi yang obyektif melalui pembentukan tim independen Komite Nasional Penilai Obat Jadi (KOMNAS POJ). Komite tersebut terdiri dari pakar dan berasal dari berbagai universitas serta institusi terkait. Pertemuan berkala dilakukan untuk membahas dan mengevaluasi keamanan, kemanfaatan dan mutu obat berdasarkan data ilmiah yang diserahkan, berupa data preklinik dan data klinik serta data penunjang lain. Evaluasi mutu dilakukan untuk menjamin terpenuhinya spesifikasi dan standar untuk zat aktif, zat tambahan dan produk obat jadi serta bahan kemasan. Untuk menjamin mutu produk, Badan POM mensyaratkan bahwa setiap produk obat yang dihasilkan harus melalui proses produksi sesuai Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

Selain itu juga dilakukan evaluasi terhadap penandaan atau label pada kemasan produk obat untuk memastikan agar konsumen mendapat informasi yang lengkap dan obyektif, sehingga dapat menjamin penggunaan obat yang tepat dan aman.

Seluruh rangkaian evaluasi yang dilakukan tersebut merupakan langkah-langkah pengawasan pre-market (pra-pemasaran).

Dalam rangka pelaksanaan registrasi dan evaluasi obat sebelum beredar serta menyesuaikan dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

1010/Menkes/Per/XI/2008 tentang Registrasi Obat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1120/Menkes/PER/XII/2008 dan 44

persyaratan teknis harmonisasi ASEAN, maka dilakukan penyempurnaan peraturan tentang registrasi obat dengan diterbitkannya Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat yang menggantikan peraturan yang diterbitkan tahun 2003.

Selama tahun 2011, Badan POM telah menyelesaikan 3.418 berkas permohonan registrasi obat dan produk biologi yang terdiri dari 3.089 persetujuan obat dan produk biologi (penerbitan Nomor Izin Edar dan finalisasi izin edar) dan 329 pembatalan/penolakan. Keputusan yang diterbitkan terdiri dari 330 keputusan untuk obat inovasi baru dan produk biologi (241 persetujuan, 47 pembatalan dan 42 penolakan); 715 keputusan untuk registrasi obat copy/obat sejenis (531 persetujuan, 40 pembatalan dan 144 penolakan); 1.004 keputusan untuk registrasi variasi obat inovasi baru dan produk biologi (989 persetujuan dan 15 penolakan); 465 keputusan untuk registrasi variasi obat copy (424 persetujuan dan 41 pembatalan); serta 904 persetujuan registrasi ulang (renewal) obat dan produk biologi.

Total pemenuhan timeline registrasi obat dan produk biologi tahun 2011 sebesar 75,49% dari target yang ditetapkan sebesar 75%. Pemenuhan timeline registrasi obat baru dan produk biologi tahun 2011 sebesar 82,73% meningkat 3,32% dibanding tahun sebelumnya. Pemenuhan timeline registrasi obat copy tahun 2011 sebesar 76,08% menurun 3,92% dibanding tahun sebelumnya. Sedangkan pemenuhan timeline registrasi variasi tahun 2011 sebesar 73,11% menurun 2,89% dibanding tahun sebelumnya.

45

Gambar 4 PROFIL HASIL EVALUASI PRODUK TERAPETIK/OBAT TAHUN 2011


2.330

2500 2000 1500 1000 500 0 Obat Baru & Produk Biologi Obat Copy Variasi Obat Baru & Produk Biologi 745 330 715 1.800 1.781

2.132

1.004 904 465

Variasi Obat Copy

Ulang

Jumlah Berkas Permohonan Jumlah Permohonan yang diselesaikan (NIE, Surat Persetujuan dan Finalisasi NIE)

Selain penerbitan izin edar obat, pada tahun 2011 Badan POM juga menerbitkan pembatalan izin edar obat untuk 5 produk obat sesuai SK Kepala Badan POM No. HK.03.1.23.10.11.08481 tanggal 12 Oktober 2011 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat, karena ditemukan ketidaksesuaian informasi antara yang diserahkan pada saat pengajuan registrasi dengan hasil inspeksi CPOB di sarana produksi.

Di samping itu, Badan POM juga memberikan persetujuan pemasukan obat untuk penggunaan terapi khusus melalui mekanisme yang disebut Special Access Scheme (SAS). Persetujuan ini dimaksudkan untuk memenuhi hak pasien mendapat akses terhadap obat yang belum beredar di Indonesia, namun berdasarkan kriteria tertentu obat tersebut sangat dibutuhkan. Pada tahun 2011 telah diselesaikan sejumlah 235 berkas yang terdiri dari 36 persetujuan pemasukan obat untuk uji klinik, 48 persetujuan vaksin, 147 persetujuan sampel untuk pengembangan produk, 3 batal dan 1 ditolak. Sedangkan dalam melakukan penilaian dan pengawasan Uji Klinik, pada tahun 2011 telah diselesaikan sejumlah 54 Persetujuan Protokol Uji Klinik (PPUK).

Dalam rangka pengawasan pelaksanaan uji klinik yang telah mendapatkan PPUK, dilakukan inspeksi ke center uji klinik (rumah sakit/puskesmas/klinik) untuk memastikan bahwa pelaksanaan uji klinik mengikuti prinsip-prinsip CUKB. Selama inspeksi dilakukan pemeriksaan atau verifikasi terhadap sistem manajemen mutu, 46

dokumen, fasilitas dan rekaman pada center uji klinik. Inspeksi uji klinik bertujuan melindungi hak, keamanan dan kesejahteraan subyek uji klinik, serta menjadi masukan kepada Peneliti/Sponsor/Organisasi Riset Kontrak sehingga center uji klinik di Indonesia dapat menjadi tempat yang lebih kondusif dan dipercaya oleh dunia internasional untuk pelaksanaan dan pengembangan kegiatan uji klinik di masa mendatang. Pada tahun 2011, telah dilakukan 11 kali (19%) inspeksi uji klinik dari total 59 PPUK yang diajukan pada tahun sebelumnya.

Kegiatan inspeksi uji klinik dalam tahun 2011 dilakukan ke center berikut : Peleton Kesehatan Batalyon 527, Lumajang (Field Site) Pusat Diabetes dan Nutrisi RSUD Dr. Soetomo, Surabaya Klinik Yasmin Kencana RS Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta RSAB Rika Amelia, Palembang Klinik Raden Saleh, Jakarta Klinik Utama Jantung Cinere, Depok RSB Prof. Farid, Makassar Pusat Jantung Terpadu RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta Desa Lempasing, Kecamatan Padang Cermin, Lampung (Field Site) Divisi Tumbuh Kembang Pediatri Sosial, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FK UNPAD/RSUP dr Hasan Sadikin, Bandung Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Pengawasan Post-market Selain melakukan pengawasan melalui evaluasi pre-market, Badan POM juga melakukan pengawasan post-market dengan melakukan sampling dan pengujian laboratorium terhadap obat (termasuk narkotika dan psikotropika) yang beredar. Pada tahun 2011 dilakukan pengujian laboratorium terhadap 17.432 obat yang disampling dari berbagai sarana distribusi dan pelayanan kesehatan. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, 173 sampel (0,99%) tidak memenuhi syarat (TMS) mutu seperti: kadar, uji disolusi, pemerian, keseragaman kandungan, keragaman bobot, isi minimum, volume injeksi, kadar air, dan penandaan. Terhadap produk obat yang tidak memenuhi persyaratan tersebut telah diambil langkah-langkah

pengamanan termasuk penarikan dari peredaran (recall) sebanyak 155 item, dan sanksi peringatan terhadap 18 item. 47

Selain itu, pada tahun 2011 Badan POM juga melakukan pengujian terhadap vaksin sebanyak 126 sampel dan mengeluarkan lot release vaksin yang diproduksi oleh produsen vaksin dalam negeri sebanyak 708 sampel. Gambar 5 PROFIL HASIL SAMPLING DAN PENGUJIAN LABORATORIUM PRODUK TERAPETIK/OBAT TAHUN 2011
17.432 18000 180 15000 12000 9000 6000 3000 0 Jumlah MS TMS 173 150 120 90 60 30 0 Recall Peringatan 18 155 17.259

Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi Badan POM melakukan pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi produk farmasi, utamanya untuk menjamin kepatuhan implementasi Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) dan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB).

Di sarana produksi, pada tahun 2011 telah dilakukan 197 kali inspeksi terhadap 154 industri farmasi dari 202 industri farmasi, dengan tujuan: Sertifikasi berdasarkan permohonan sertifikasi dari 19 industri farmasi/calon industri farmasi dilakukan sebanyak 21 kali. Inspeksi rutin dilakukan sebanyak 139 kali terhadap 138 industri farmasi. Terdapat 11 industri farmasi yang diinspeksi lebih dari satu kali. Audit komperehensif berjumlah 18 kali terhadap 17 industri farmasi. Pemusnahan obat, penelusuran kasus dan lainnya sejumlah 13 pemeriksaan terhadap 8 industri farmasi. Observer pada saat asistensi Prekualifikasi WHO sebanyak 6 kali inspeksi terhadap 4 industri farmasi; pada saat inspeksi oleh WHO dan Badan Pengawas Obat Mexico dan Singapura sebanyak 4 kali inspeksi terhadap 3 industri farmasi bersama. 48

Terhadap inspeksi rutin telah diberikan tindak lanjut berupa: Perbaikan terhadap 33 (tiga puluh tiga) industri farmasi karena terdapat penyimpangan dari ketentuan CPOB yang tidak berdampak langsung terhadap mutu produk. Peringatan (P) terhadap 27 (dua puluh tujuh) industri farmasi karena terdapat penyimpangan dari ketentuan CPOB yang berdampak langsung terhadap mutu produk yang berpotensi mempengaruhi kesehatan manusia. Peringatan Keras (PK) terhadap 57 (lima puluh tujuh) industri farmasi karena terdapat penyimpangan dari ketentuan CPOB yang berdampak langsung terhadap mutu produk yang berisiko terhadap kesehatan manusia atau tidak ada perbaikan yang signifikan dari sanksi peringatan. Penghentian Sementara Kegiatan (PSK) terhadap 2 (dua) industri farmasi karena terdapat penyimpangan dari ketentuan CPOB yang berdampak langsung terhadap mutu produk dan berdampak serius terhadap kesehatan atau tidak ada perbaikan yang signifikan dari sanksi peringatan keras. Rekomendasi Pembekuan Izin Industri Farmasi terhadap 2 (dua) industri farmasi karena tidak ada perbaikan sejak sanksi pencabutan sertifikat CPOB dan terbukti melakukan produksi saat dikenakan sanksi Penghentian Sementara Kegiatan. Terdapat 1 (satu) industri farmasi yang mengembalikan IIF (Izin Industri Farmasi) karena sudah tidak memiliki fasilitas produksi. Inspeksi Tindak Lanjut oleh Badan POM terhadap 7 industri farmasi yang diinspeksi oleh Balai POM untuk pemeriksaan lebih menyeluruh. Gambar 6 PROFIL RINCIAN TINDAK LANJUT HASIL INSPEKSI RUTIN INDUSTRI FARMASI TAHUN 2011

57 60 50 40 30 20 10 0 Perbaikan Peringatan PK PSK Rek Pembekuan IIF 2 2 33 27

49

Tabel 7 CAKUPAN PEMERIKSAAN INDUSTRI FARMASI PADA BALAI BESAR/ BALAI POM TAHUN 2011 Jumlah Pemeriksaan tahun 2011 4 2 1 28 60 25 43 3 14

Balai Besar/ Balai POM Medan Padang Palembang Jakarta Bandung Semarang Surabaya Yogyakarta Serang

Jumlah Industri Farmasi yang ada 8 2 1 39 79 23 41 1 31

Cakupan Pemeriksaan 50,00% 100,00% 100,00% 71,79% 75,95% 108,70% 104,88% 300,00% 45,16%

Sumber data : LAPTAH Balai Besar/Balai POM Tahun 2011

Penerbitan sertifikat CPOB sebanyak 273 kepada 45 Industri Farmasi pada tahun 2011, dengan dengan rincian yaitu sertifikasi sejumlah 31 sertifikat untuk 12 industri farmasi; resertifikasi sebanyak 169 sertifikat untuk 25 industri farmasi; dan sebanyak 73 sertifikat untuk 8 industri farmasi yang sekaligus mendapat sertifikasi dan resertifikasi. Gambar 7 PROFIL HASIL SERTIFIKASI INDUSTRI FARMASI TAHUN 2011

200 160 120 80 40 0 Sertifikasi 31

169

73

Resertifikasi

Sertifikasi & Resertifikasi

50

Di tingkat distribusi, telah dilakukan pemeriksaan terhadap Pedagang Besar Farmasi (PBF), berkaitan dengan kepatuhan terhadap ketentuan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Dari total 730 PBF yang diperiksa pada tahun 2011, 527 (72,19%) PBF diantaranya ditemukan melakukan pelanggaran, yang kemudian ditindaklanjuti sebagai berikut: Peringatan (P) terhadap 235 PBF, karena kurang tertib dalam melaksanakan pengelolaan administrasi pencatatan/pelaporan. 48 PBF diberi Peringatan Keras (PK), karena pengelolaan administrasi tidak tertib, gudang tidak memenuhi persyaratan, menyalurkan obat secara panel, penanggung jawab tidak bekerja secara penuh. 15 PBF diberi sanksi Penghentian Sementara Kegiatan (PSK), karena melakukan pengadaan obat dari jalur tidak resmi, menyalurkan obat keras ke sarana tidak berwenang. Penghentian Kegiatan (PKe) terhadap 1 PBF, karena belum memiliki izin tetapi sudah beroperasi. 14 PBF diusulkan Pencabutan Izin (PI) karena telah beberapa kali mendapat PSK dan tidak aktif/ tidak beroperasi. Selain sanksi administratif, diberikan juga pembinaan terhadap 214 PBF.

Gambar 8 PROFIL HASIL PEMERIKSAAN PBF (PRODUK TERAPETIK) TAHUN 2011

P 32,19% PK 6,58% PSK 2,05% Baik 27,81% Temuan 72,19% Pke 0,14% PI 1,92% Pembinaan 29,32%

51

Selain itu, selama tahun 2011 telah dilakukan pemeriksaan terhadap sarana pelayanan kesehatan (Saryankes), baik itu apotek, toko obat, instalasi farmasi

rumah sakit, klinik/balai pengobatan serta puskesmas yang ada di Indonesia. Dari 5.860 saryankes yang diperiksa, diperoleh data bahwa 3.940 sarana pelayanan kesehatan (67,24%) melakukan pelanggaran terhadap ketentuan perundangundangan yang berlaku (Tidak Memenuhi Ketentuan/TMK). Terhadap pelanggaran tersebut telah dilakukan tindak lanjut berupa rekomendasi pemberian sanksi administratif sesuai kriteria yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan yang berlaku, serta bobot pelanggaran yang dilakukan, antara lain; 1.440 sarana pelayanan kesehatan diberikan rekomendasi sanksi peringatan (P) karena Apotek buka tanpa ada tenaga farmasi, administrasi pengelolaan obat tidak dilaksanakan dengan baik, tidak mempunyai papan nama, penyimpanan narkotik dan obat keras tidak sesuai ketentuan. 291 sarana pelayanan kesehatan diberikan rekomendasi sanksi peringatan keras (PK) karena administrasi narkotik tidak tertib, menyalurkan obat keras secara panel, menjual obat keras tanpa resep dokter. 23 sarana pelayanan kesehatan diberikan rekomendasi sanksi berupa penghentian sementara kegiatan (PSK) karena ditemukan obat tanpa izin edar (TIE), ditemukan obat kadaluwarsa yang belum dimusnahkan, bekerja sama dengan PBF menyalurkan obat keras ke sarana yang tidak berwenang. 4 sarana pelayanan kesehatan diberikan rekomendasi sanksi diusulkan pencabutan izin (PI) karena telah beberapa kali mendapat tindak lanjut penghentian sementara kegiatan (PSK), dan tidak beroperasi/tidak aktif. 21 sarana pelayanan kesehatan diberikan rekomendasi sanksi Penghentian Kegiatan (PKe) karena tidak memiliki izin, tidak memiliki Apoteker Pengelola Apotek (APA), APA masih dalam proses pengurusan, dan Alamat apotek tidak sesuai dengan alamat pada izin apotek. Selain rekomendasi sanksi administratif tersebut, terhadap 2.148 Sarana Pelayanan Kesehatan diserahkan ke Dinas Kesehatan Kab/Kota setempat untuk dilakukan pembinaan. Tindakan pro-justisia dilakukan juga pada 13 sarana pelayanan kesehatan yang terbukti melakukan tindak pidana di bidang pelayanan kesehatan.

52

Gambar 9 PROFIL HASIL PEMERIKSAAN SARANA PELAYANAN KESEHATAN TAHUN 2011

P 24,57% PK 4,97% PSK 0,39% Baik 32,76% Temuan 67,24% PI 0,07% Pke 0,36% Pembinaan 36,66% Projustisia 0,22%

Tabel 8 CAKUPAN PEMERIKSAAN SARANA DISTRIBUSI OBAT DAN SARANA PELAYANAN KESEHATAN PADA BALAI BESAR/ BALAI POM TAHUN 2011

Balai Besar/ Balai POM Banda Aceh Medan Pekanbaru Jambi Padang Bengkulu Palembang B. Lampung Jakarta Bandung Semarang Surabaya

Jumlah Sarana yang Ada PBF 33 93 58 39 49 19 64 54 468 414 337 420 Sarana Pelayanan Kesehatan 1.161 4.493 1.946 1.236 3.375 425 355 1.882 2.428 9.651 6.994 6.213

Cakupan Pemeriksaan PBF 24,24% 37,63% 55,17% 76,92% 79,59% 57,89% 100,00% 77,78% 21,15% 23,19% 11,28% 55,71% Sarana Pelayanan Kesehatan1) 10,51% 10,79% 30,42% 29,21% 14,93% 49,65% 100,00% 23,33% 13,34% 7,97% 3,47% 5,67%

1) Sarana Pelayanan Kesehatan meliputi Apotek, Toko Obat, Rumah Sakit, Puskesmas, Pustu, Rumah Bersalin, Klinik dan Balai Pengobatan

53

Balai Besar/ Balai POM Yogyakarta Mataram Kupang Denpasar Ambon Samarinda Pontianak Banjarmasin Palangkaraya Makassar Manado Kendari Palu Jayapura Serang Batam Pangkal Pinang Gorontalo TOTAL

Jumlah Sarana yang Ada PBF 50 34 35 75 17 49 42 44 8 95 49 13 27 52 63 36 13 6 2.756 Sarana Pelayanan Kesehatan 1.101 934 583 1.572 417 1.696 1.638 1.025 1.424 2.537 1.235 861 1.283 483 1.805 1.089 455 156 60.453

Cakupan Pemeriksaan PBF 40,00% 11,76% 62,86% 33,33% 17,65% 30,61% 102,38% 43,18% 50,00% 54,74% 71,43% 0,00% 37,04% 69,23% 46,03% 97,22% 61,54% 100,00% 39,70% Sarana Pelayanan Kesehatan1) 28,25% 10,60% 34,99% 9,92% 28,78% 17,81% 18,44% 18,93% 16,29% 20,42% 13,28% 12,89% 13,64% 45,34% 7,09% 12,95% 36,04% 100,00% 13,98%

Sumber Data : LAPTAH Balai Besar/Balai POM Tahun 2011

Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Upaya jaminan atas keamanan produk terapetik, termasuk obat merupakan salah satu kegiatan strategis yang perlu dilakukan secara berkesinambungan. Berkaitan dengan hal ini, kegiatan yang telah dilakukan antara lain : Pelaksanaan evaluasi aspek keamanan, mutu, dan manfaat sebelum suatu obat diberi izin edar (premarket) dan pemantauan keamanan dan mutu obat sesudah beredar (post-market). Untuk pemantauan keamanan obat sesudah beredar dilakukan melalui program Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

54

Untuk melaksanakan program ini, Pusat MESO Nasional bekerjasama dan berkomunikasi dengan mitra kerja antara lain tenaga kesehatan (dokter, apoteker, bidan), Rumah Sakit, Akademisi, Organisasi Profesi di bidang kesehatan, WHO dan Drug Regulatory Authority negara lain. Badan POM berkomitmen untuk secara terus menerus melakukan pemantauan terhadap aspek keamanan produk terapetik (PT) atau obat yang beredar di Indonesia. Pelaksanaan Surveilan Keamanan produk terapetik pasca pemasaran (Pharmacovigilance) di Indonesia tidak hanya merupakan tanggung jawab Badan POM, tetapi juga merupakan tanggung jawab industri farmasi sebagai penyedia produk obat, dan perlu peran aktif tenaga kesehatan sebagai penyedia pelayanan kesehatan dan juga sebagai prescriber.

Peningkatan Awareness Tenaga Kesehatan dalam Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat. Upaya yang dilakukan oleh Badan POM dalam meningkatkan program farmakovigilans dan juga meningkatkan peran serta key players dengan mempromosikan kegiatan farmakovigilans kepada sejawat tenaga kesehatan, terutama yang bertugas di sarana pelayanan kesehatan, Badan POM secara rutin mengadakan kegiatan berupa Sosialisasi/Workshop terkait farmakovigilans. Tujuan dari kegiatan ini adalah meningkatkan pemahaman sejawat tenaga kesehatan tentang pentingnya aktifitas farmakovigilans sebagai bagian dari jaminan keamanan pasien (patient safety) dan kepedulian sejawat tenaga kesehatan untuk melakukan pemantauan dan pelaporan kejadian efek samping yang mungkin ditemui atau teramati pada praktik klinik sehari-hari di sarana pelayanan kesehatan. Untuk penyelenggaraan tahun 2011 ini, telah dilakukan sosialisasi/workshop di tiga rumah sakit yaitu Rumah Sakit H. Adam Malik di Medan, Rumah Sakit Sanglah di Denpasar dan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moh. Hoesin di Palembang.

Peserta yang hadir dalam kegiatan tersebut adalah sejawat tenaga kesehatan mulai dari dokter spesialis, dokter umum, farmasis klinik, serta perawat. Badan POM mendapat sambutan baik dalam penyelenggaraan ini, dan secara umum pihak rumah sakit Badan mendukung POM program farmakovigilans bahwa ke di Indonesia. kegiatan

Selanjutnya

berharap

depan

sosialisasi/workshop ini akan meningkatkan jumlah laporan efek samping yang diterima dari sejawat tenaga kesehatan secara individual ataupun dari rumah sakit secara kolektif. 55

Peningkatan

Peran

dan Tanggung Jawab

Industri

Farmasi

dalam

Farmakovigilans. Industri Farmasi, sebagai penyedia produk obat, mempunyai kewajiban dan tanggung Peraturan jawab dalam Menteri menjamin obat yang diedarkannya Republik memenuhi Indonesia persyaratan keamanan, efikasi, dan mutu obat. Hal ini sesuai dengan pasal 9, Kesehatan No.1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi, bahwa Industri Farmasi wajib melaksanakan farmakovigilans. Sebagai tindak lanjut dari diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan RI tersebut, Badan POM telah menerbitkan Peraturan Kepala Badan POM RI No.HK.03.1.23.11.10690 Tahun 2011 tentang Penerapan Farmakovigilans bagi Industri Farmasi dengan tujuan untuk menjamin keamanan obat pasca pemasaran yang berdampak pada jaminan keamanan pasien (ensuring patient safety) sebagai pengguna akhir suatu obat. Pengkajian Laporan Efek Samping Obat Badan POM melakukan evaluasi aspek keamanan obat pasca pemasaran, terhadap seluruh pelaporan efek samping obat yang diterima dan informasi aspek keamanan terkini yang mencuat serta memerlukan pengkajian untuk penetapan tindak lanjut. Badan POM memberikan feedback kepada semua pelapor baik tenaga kesehatan maupun industri farmasi. Evaluasi aspek keamanan obat pasca pemasaran yang dilakukan, bertujuan untuk menilai ratio benefit - risk. Dalam melaksanakan evaluasi, Badan POM mempunyai Panitia MESO Nasional yang terdiri dari ahli farmakologi dan beberapa tenaga ahli. Hasil evaluasi akan menjadi bahan pertimbangan dan rekomendasi penetapan tindak lanjut regulatori terkait aspek keamanan obat pasca pemasaran. Jumlah laporan efek samping obat yang diterima adalah sejumlah 606 laporan yang terdiri dari, laporan dari tenaga kesehatan dan laporan dari industri farmasi pemegang ijin edar.

Laporan yang diterima selanjutnya dilakukan analisis untuk mengetahui trend jumlah laporan yang diterima setiap tahun, profesi pelapor, efek samping yang sering terjadi dan golongan obat yang sering dilaporkan. Laporan yang diterima tersebut diatas, termasuk 22 laporan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) dari industri farmasi (11 laporan) dan dari tenaga kesehatan melalui KOMNAS PP KIPI (11 laporan). Secara keseluruhan jumlah laporan spontan ESO dan KIPI 56

lokal (yang terjadi di Indonesia) yang diterima selama tahun 2011 adalah 232 laporan dari total 606 laporan tersebut. Sertifikasi Bahan Baku Obat (BBO) dan Obat Jadi Impor (OJI) Untuk memantau peredaran dan mencegah penyimpangan dalam distribusi obat impor perlu dilakukan pengawasan sejak di entry point, demikian juga untuk mencegah penyalahgunaan bahan baku obat, dipandang perlu dilakukan

pengawasan sejak pemasukannya ke wilayah Indonesia. Selama tahun 2011, Badan POM telah mengeluarkan 29.558 surat keterangan impor, antara lain meliputi 4.285 surat keterangan impor obat jadi, 9.250 surat keterangan impor bahan baku obat, 2.242 surat keterangan impor bahan baku tambahan, 721 surat keterangan impor bahan baku pembanding, 1.871 surat keterangan impor Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), 664 surat keterangan impor analisis laboratorium dan 10.369 surat keterangan impor kimia. Pengawasan Pemasukan Bahan Baku Obat (BBO) dan Obat Jadi Impor (OJI) telah dilakukan penilaiannya melalui sistem National Single Window (NSW), yang pelaksanaannya dilakukan one day service.

2. Hasil Pengawasan Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif Narkotika/Psikotropika Badan POM melakukan pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor melalui monitoring pelaksanaan impor/ ekspor dengan penerbitan Analisa Hasil

Pengawasan (AHP). Selama tahun 2011, Badan POM telah mengeluarkan 34 analisa hasil pengawasan narkotika, 274 analisa hasil pengawasan psikotropika dan 220 analisa hasil pengawasan prekursor. Persentase penyelesaian AHP tepat waktu untuk Narkotika 78,50 %, Psikotropika 74,08 % dan Prekursor 92,27 %.

Selain melakukan pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor melalui monitoring pelaksanaan impor/ekspor dengan penerbitan Analisa Hasil Pengawasan, Badan POM juga melaksanakan pengawasan pada mata rantai produksi dan distribusi yaitu pemeriksaan sarana produksi, distribusi dan sarana pelayanan kesehatan yang mengelola narkotika, psikotropika dan prekursor. Pengawasan dilaksanakan oleh petugas pusat dan Balai Besar/Balai POM. 57

Selama tahun 2011 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 19 sarana produksi, 17 (89,47%) sarana diantaranya tidak memenuhi ketentuan (TMK). Terhadap sarana yang TMK tersebut telah dilakukan tindak lanjut berupa pemberian sanksi peringatan kepada 7 sarana (36,84%), dan peringatan keras kepada 10 sarana (52,63%). Gambar 10 PROFIL HASIL PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI (NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN PREKURSOR) TAHUN 2011

Peringatan 36,84% Baik 10,53%

Temuan 89,47% PK 52,63%

Di tingkat distribusi, selama tahun 2011 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 312 Pedagang Besar Farmasi (PBF), 158 (50,64%) PBF diantaranya ditemukan melakukan pelanggaran. Terhadap sarana yang TMK tersebut telah dilakukan tindak lanjut berupa pembinaan sejumlah 38 sarana (12,18%), peringatan sejumlah 64 sarana (20,51%), peringatan keras sejumlah 52 sarana (16,67%), penghentian sementara kegiatan sejumlah 1 sarana (0,32%), dan rekomendasi kepada Direktorat Pengawasan Distribusi PT dan PKRT sejumlah 3 sarana (0,96%). Gambar 11 PROFIL HASIL PEMERIKSAAN SARANA PBF (NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA) TAHUN 2011

Pembinaan 12,18% P 20,51% PK 16,67% PSK 0,32% Rek. Ditwas Distribusi PT & PKRT 0,96%

Baik 49,36%

Temuan 50,64%

58

Selama tahun 2011 juga telah dilakukan pemeriksaan terhadap 2.905 sarana pelayanan kesehatan (SPK) yang meliputi 1.925 Apotek, 268 Rumah Sakit, 433 Puskesmas, 4 Lapas, 142 Gudang Farmasi, dan 133 Klinik/Balai Pengobatan. Berdasarkan hasil pemeriksaan, sarana yang memenuhi ketentuan 1.295 sarana (44,58 %) dan tidak memenuhi ketentuan 1.610 sarana (55,42 %). Terhadap sarana yang TMK tersebut telah dilakukan tindak lanjut berupa; pembinaan sejumlah 952 arana (32,77%), peringatan sejumlah 463 sarana (15,94%), peringatan keras sejumlah 151 sarana (5,20%), penghentian sementara kegiatan sejumlah 44 sarana (1,51%).

Gambar 12 PROFIL HASIL PEMERIKSAAN SARANA PELAYANAN KESEHATAN TAHUN 2011

1200 1000 800 600 400 200 0

1.036 889

159 157 109

276 0 4 64 78 76 57

MK TMK

Pembinaan 32,77% P 15,94% Baik 44,58% Temuan 55,42% PK 5,20% PSK 1,51%

59

Dalam rangka kerjasama lintas sektor antara Badan POM dengan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), selama tahun 2011 Badan POM telah melakukan pengujian barang bukti tindak pidana narkotika dan psikotropika yang dikirim oleh Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) sebanyak 2.489 sampel yang terdiri dari 2.387 sampel narkotika, 21 sampel psikotropika dan 81 sampel obat lain. Hasil pengujian laboratorium, menunjukkan bahwa 2.319 sampel (93,17%) sampel positif mengandung narkotika, dan 14 (0,56%) sampel positif psikotropika. Dari hasil pengujian ini dapat diketahui jenis narkotika dan psikotropika yang paling sering disalahgunakan, yaitu narkotika golongan I2) sejumlah 2.318 sampel meliputi; Heroin 6 sampel (0,26%), ganja 886 (38,21%) sampel, Amphetamin Sulfat 2 (0,09%) sampel, Metamfetamin/Shabu 1.368 (58,99%) sampel, dan MDMA/Ekstasi 56 (2,41%) sampel, serta narkotika golongan III, kodein 1 sampel (0,04%). Sedangkan psikotropika yang banyak disalahgunakan adalah psikotropika golongan III dan IV sejumlah 14 sampel yang terdiri atas: Alprazolam 4 (28,57%) sampel, Clonazepam 1 (7,14%) sampel, Diazepam 3 (21,43%), Estazolam 1 (7,14%) sampel, Nitrazepam 4 (28,57%) sampel, dan Phenobarbital 1 (7,14%) sampel. Gambar 13 PROFIL RINCIAN HASIL PENGUJIAN LABORATORIUM BARANG BUKTI TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA DARI POLRI TAHUN 2011

58,99% 0,09%

3,25% 0,56%

2,73% 0,28% 7,14%

28,57% 7,14%

93,17% 38,21% 2,41% 0,26% 0,04% Heroin Amphetamin Sulfat MDMA Ganja Metamfetamin Kodein Positif Narkotika Positif Psikotropika Obat lain Negatif Narkotika Negatif Psikotropika 21,43% 7,14% Alprazolam Diazepam Nitrazepam 28,57% Clonazepam Estazolam Phenobarbital

2) Narkotika Golongan I dalam Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 6 Ayat (1) Huruf a adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Pada ketentuan dalam Undang-Undang Narkotika tersebut ada perubahan beberapa jenis psikotropika dimasukkan ke golongan narkotika golongan I yaitu Ekstasi (MDMA) dari golongan I psikotropika dan Shabu (metamfetamin) dari golongan II psikotropika .

60

Zat Adiktif/ Rokok Sebagai pelaksanaan PP No.19/2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan; tugas pokok Badan POM adalah melakukan pengawasan iklan rokok yang beredar, pengawasan kepatuhan pencantuman peringatan kesehatan pada label/bungkus rokok serta kandungan nikotin dan tar produk rokok yang beredar.

Dalam rangka pengawasan iklan rokok, pada tahun 2011 telah dilakukan pengawasan iklan rokok sejumlah 29.2913) iklan yang terdiri dari 1.531 iklan di media cetak dengan 729 versi iklan, 12.871 iklan di media elektronik dengan 306 versi iklan dan 14.889 iklan di media luar ruang dengan 7.759 versi iklan. Dari hasil pengawasan iklan rokok tersebut, 24,49% iklan rokok tidak memenuhi ketentuan (TMK), antara lain; tidak mencantumkan peringatan kesehatan, mencantumkan gambar bungkus rokok, atau mencantumkan peringatan kesehatan yang tidak proporsional/tidak jelas terbaca. Terhadap produk rokok yang tidak memenuhi ketentuan iklan tersebut, Badan POM telah memberikan teguran secara tertulis kepada produsen rokok. Gambar 14 PROFIL HASIL EVALUASI PENGAWASAN IKLAN ROKOK POST-AUDIT TAHUN 2011

16000 12000 8000 4000 0

14.889 12.871 11.428 9.761

3.110

3.461 1.531 928 603

Media Elektronik

Media Luar ruang MK

Media Cetak TMK

Jumlah Iklan Yang Diawasi

Selain itu, selama tahun 2011 telah dilakukan pengawasan label rokok. Dari 1.246 merek rokok yang diawasi menunjukkan bahwa produk rokok yang tidak memenuhi ketentuan (TMK) adalah 573 merek antara lain; 4 merek rokok (0,32%) tidak

3) Jumlah iklan yang diawasi yaitu jumlah/frekuensi tayang iklan yang termonitor oleh petugas pengawas iklan, sedangkan jumlah versi iklan adalah jumlah variasi iklan yang termonitor oleh petugas pengawas iklan.Satu versi dapat ditayangkan beberapa kali pada setiap media.

61

mencantumkan peringatan kesehatan, 16 merek rokok (1,28%) tidak mencantumkan kadar nikotin dan tar, dan 553 merek rokok (44,38%) tidak mencantumkan kode produksi. Terhadap produk rokok yang TMK label tersebut, Badan POM telah memberikan teguran secara tertulis dengan tembusan kepada Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian dan Ditjen Bea Cukai.

Gambar 15 PROFIL HASILPENGAWASAN LABEL ROKOK TAHUN 2011

1500 1200 900 600 300 0

1.242

1.230

693 553

16

Peringatan kesehatan

Kadar nikotin dan tar MK TMK

Kode produksi

N IKLAN ROKOK POST-DIT Selain itu, pengawasan rokok dilakukan juga melalui pengujian laboratorium atas kesesuaian kadar tar dan nikotin yang tertera pada label. Selama tahun 2011 telah dilakukan pengujian terhadap 204 sampel rokok dengan hasil 97 (47,55%) MS dan 107 (52,45%) TMS.

3. Hasil Pengawasan Keamanan, Manfaat dan Mutu Obat Tradisional

Konsep pengawasan obat tradisional juga dilakukan mulai dari hulu sampai ke hilir, mencakup kegiatan evaluasi pre-market dan pos-market surveilans serta pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi berkaitan dengan kepatuhan penerapan caracara produksi dan distribusi yang baik. Evaluasi Pre-market Obat tradisional sebelum diedarkan di Indonesia wajib didaftarkan pada Badan POM untuk dilakukan penilaian terhadap keamanan, manfaat dan mutunya terlebih dahulu oleh Tim Penilai Obat Tradisional dan tenaga ahli. Pada tahun 2011, Badan POM telah mengeluarkan 1.626 Nomor Izin Edar (NIE) obat tradisional (OT), yang terdiri 62

dari 1.395 produk OT lokal (TR), 217 produk OT impor (TI) dan 14 produk OT lisensi (TL). Gambar 16 PROFIL PERSETUJUAN NOMOR IZIN EDAR OBAT TRADISIONAL TAHUN 2011

1400 1200 1000 800 600 400 200 0 Lokal Impor Lisensi 217 14 1.395

Berdasarkan ketepatan waktu keluarnya NIE obat tradisional, terjadi kenaikan bila dibandingkan dengan tahun 2010. Pada tahun 2010, NIE yang dikeluarkan tepat waktu adalah 90%, sedangkan pada tahun 2011 adalah 94%.

Dari kajian terhadap perbandingan antara berkas masuk dengan keluarnya NIE Obat Tradisional, apabila dibandingkan pada tahun 2010 berkas OT yang masuk adalah sebesar 2.137 berkas sedangkan pada tahun 2011 berkas yang masuk adalah sebesar 1.820. Tren penurunan masuknya jumlah berkas pendaftaran OT tersebut dikarenakan terjadinya perubahan tarif PNBP yang cukup signifikan sesuai Peraturan Pemerintah No.48 tahun 2010 mengenai Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Badan Pengawas Obat dan Makanan, sehingga untuk menyikapi perubahan tersebut pihak produsen/importir harus melakukan penyesuaian terhadap perubahan tarif tersebut. Selain faktor tersebut, adanya penerapan ISO 9001:2008 memberlakukan IK (Instruksi Kerja) yang memuat prosedur yang lebih rinci untuk pemeriksaan kelengkapan dokumen baik pendaftaran baru, variasi dan pendaftaran ulang. Berkaitan dengan masa transisi dalam penerapan ISO 9001:2008 tersebut, maka masih terdapat berkas yang belum memenuhi persyaratan dan kesesuaian sehingga pihak produsen/importir harus melengkapi dokumen administrasi dan teknis terlebih dahulu sebelum melakukan pendaftaran. 63

Gambar 17 PROFIL PERSETUJUAN NOMOR IZIN EDAR OBAT TRADISIONAL TAHUN 2005 - 2011

Ketepatan waktu (%)

1820

Jumlah Berkas

1626

Jumlah berkas

Jumlah NIE

Dari hasil evaluasi terhadap penilaian klaim kegunaan obat tradisional pada tahun 2011, persentase tertinggi adalah untuk klaim membantu memelihara daya tahan tubuh. Berikut profil hasil penilaian terhadap klaim kegunaan obat tradisional pada tahun 2011 : Tabel 9 PROFIL HASIL PENILAIAN TERHADAP KLAIM OBAT TRADISIONAL TAHUN 2011

Klaim Membantu memelihara daya tahan tubuh Membantu mengurangi pegal linu Membantu memelihara kesehatan kewanitaan Membantu memelihara stamina Membantu memelihara kesehatan pencernaan Membantu memelihara kesehatan Membantu menurunkan berat badan Lain-lain

% 13 9 6 6 5 4 2 55 64

Post-market Surveilans Dalam rangka pengawasan mutu obat tradisional yang beredar, selama tahun 2011 telah dilakukan pengujian laboratorium terhadap 12.236 sampel obat tradisional, yaitu 795 sampel obat tradisional impor dan 11.441 sampel obat tradisional lokal. Hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa 2.517 (20,57%) sampel tidak memenuhi persyaratan (TMS), yaitu 152 (19,12%) obat tradisional impor dan 2.365 (20,67%) obat tradisional lokal. Pada obat tradisional impor, produk tidak terdaftar yang mengandung BKO sebanyak 2 (0,25%) sampel, sedangkan produk TMS farmasetik sebanyak 150 (18,87%) sampel.

Gambar 18 PROFIL SAMPLING DAN PENGUJIAN LABORATORIUM OBAT TRADISIONAL IMPOR TAHUN 2011

Farmasetik 18,87%

MS 80,88%

TMS 19,12%

Tidak Terdaftar mengandung BKO 0,25%

Pada obat tradisional lokal, produk terdaftar yang mengandung BKO sebanyak 3 (0,03%) sampel, produk tidak terdaftar yang mengandung BKO sebanyak 199 (1,74%) sampel, sedangkan produk yang TMS farmasetik meliputi : Angka Lempeng Total (ALT) 785 (6,86%) sampel, kapang 44 (0,38%) sampel, kadar air 434 (3,79%) sampel, waktu hancur 168 (1,47%) sampel, keseragaman bobot 714 (6,24%) sampel, etanol > 1% sebanyak 4 (0,03%) sampel, mikroba patogen 6 (0,05%) sampel, dan pengawet 8 (0,07%) sampel.

65

Gambar 19 PROFIL SAMPLING DAN PENGUJIAN LABORATORIUM OBAT TRADISIONAL LOKAL TAHUN 2011

Terdaftar mengandung BKO 0,03% Tidak Terdaftar mengandung BKO 1,74% ALT 6,86% Kapang 0,38% Kadar air 3,79% Waktu hancur 1,47% Keseragaman Bobot 6,24% Etanol >1% 0,03% Mikroba Patogen 0,05% Pengawet 0,07%

MS 79,33%

TMS 20,67%

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa total sampel obat tradisional impor dan lokal yang mengandung BKO adalah sejumlah 204 sampel, terdiri dari 201 sampel obat tradisional terdaftar yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) dan 3 sampel obat tradisional tidak terdaftar yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO). Terhadap temuan ini telah dilakukan pengamanan dengan penarikan produk tersebut dari peredaran dan pemusnahan produk. Selain itu, juga dilakukan berbagai upaya tindak lanjut mulai dari pembinaan untuk memperbaiki proses produksi, sampai pembatalan nomor izin edar dan tindakan pro-justisia serta public warning melalui berbagai media massa. Meskipun sanksi yang diberikan oleh pengadilan relatif sangat ringan, Badan POM terus berupaya untuk meningkatkan operasi pengawasan obat tradisional yang mengandung BKO.

Terkait dengan maraknya obat tradisional asing yang tidak terdaftar atau ilegal, Badan POM meningkatkan kerjasama dengan Ditjen Bea dan Cukai untuk memperketat masuknya produk obat tradisional yang tidak terdaftar ke Indonesia. Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi Obat Tradisional Dalam rangka pemeriksaan terhadap pemenuhan penerapan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB), pada tahun 2011 telah dilakukan inspeksi terhadap 437 industri obat tradisional. Hasil inspeksi menunjukkan bahwa 115 (26,32%) industri obat tradisional memenuhi ketentuan cara-cara produksi yang baik, 66

sedangkan 244 (55,83%) sarana yang TMK dan 78 (17,85%) sarana yang tutup masih memerlukan pembinaan antara lain karena masih memproduksi OT mengandung BKO sebanyak 4 (0,92%) sarana, memproduksi OT tanpa izin produksi sebanyak 15 (3,43%) sarana, memproduksi OT tanpa izin edar sebanyak 36 (8,24%) sarana, belum menerapkan CPOTB sebanyak 160 (36,61%) sarana, pindah alamat tanpa lapor sebanyak 12 (2,75%) sarana, penanggung jawab tidak ada sebanyak 7 (1,60%) sarana, TMK penandaan sebanyak 1 (0,23%) sarana, dan lain-lain (tidak ditemukan industri pada alamat tersebut) sebanyak 9 (2,06%) sarana. Terhadap semua pelanggaran tersebut telah dilakukan tindak lanjut, antara lain pemusnahan terhadap produk mengandung BKO, pengamanan produk yang belum terdaftar dan disarankan untuk segera mendaftarkan produk tersebut, serta pembinaan lainnya.

Gambar 20 PROFIL PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI OBAT TRADISIONAL TAHUN 2011

OT-BKO 0,91% OT-TIP 3,43% OT-TIE 8,24% Tutup 17,85% Belum menerapkan CPOTB 36,61% Temuan 55,83% Baik 26,32% Pindah Alamat Tanpa Lapor 2,75% Penanggungjawab tidak ada 1,60% Penandaan 0,23% Lain-lain 2,06%

Di tingkat distribusi, pada tahun 2011 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 3.827 sarana distribusi obat tradisional. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa terdapat 908 (23,73%) sarana distribusi obat tradisional yang TMK, antara lain karena menjual produk kadaluarsa/ED sebanyak 74 (1,93%) sarana, penandaan sebanyak 2 (0,05%) sarana, mengandung BKO sebanyak 551 (14,40%) sarana, dan tanpa ijin edar sebanyak 281 (7,34%) sarana. Terhadap pelanggaran tersebut telah dilakukan tindak lanjut pemusnahan produk dan pro-justisia.

67

Gambar 21 PROFIL HASIL PEMERIKSAAN SARANA DISTRIBUSI OBAT TRADISIONAL TAHUN 2011

ED 1,93% Penandaan 0,05%

Baik 76,27%

Temuan 23,73%

BKO 14,40%

TIE 7,34%

Sertifikasi Obat Tradisional Dalam rangka ikut mendorong ekspor obat tradisional, selama tahun 2011 Badan POM telah mengeluarkan 100 Surat Keterangan Ekspor (SKE) yang meliputi 49 SKE Certificate of Free Sale (CFS), 39 SKE Certificate of Pharmaceutical Product (CoPP), dan 12 SKE To Whom it May Concern (TW).

Sedangkan terhadap obat tradisional impor, Badan POM telah mengeluarkan 2.063 Surat Keterangan Impor (SKI) yang terdiri dari 13 SKI bahan baku dan 7 SKI produk jadi melalui jalur manual, serta 1.531 SKI bahan baku dan 512 SKI produk jadi melalui jalur National Single Window (NSW).

Dalam

rangka

meningkatkan

pemenuhan

terhadap

Cara

Pembuatan

Obat

Tradisional yang Baik (CPOTB), selama tahun 2011 Badan POM telah mengeluarkan surat persetujuan denah untuk 81 sarana produksi obat tradisional yang terbagi di 6 propinsi di Indonesia. Selama tahun 2011, Badan POM telah mengeluarkan sertifikat CPOTB untuk 6 sarana produksi obat tradisional sehingga jumlah sarana produksi obat tradisional yang telah memiliki sertifikat CPOTB hingga tahun 2011 adalah 32 sarana. Pembinaan kepada industri obat tradisional dilakukan secara

berkesinambungan untuk meningkatkan daya saing industri obat tradisional baik di pasar dalam negeri maupun luar negeri.

68

Sertifikasi Obat Quasi Selama tahun 2011 Badan POM juga telah mengeluarkan 14 Surat Keterangan Ekspor (SKE) obat quasi yang meliputi 5 SKE Certificate of Free Sale (CFS) dan 9 SKE Certificate of Pharmaceutical Product (CoPP).

Sedangkan terhadap obat quasi impor, Badan POM telah mengeluarkan 258 Surat Keterangan Impor (SKI) yang terdiri dari 199 SKI bahan baku dan 59 SKI produk jadi melalui jalur National Single Window (NSW).

4. Hasil Pengawasan Keamanan, Manfaat dan Mutu Produk Suplemen Makanan Evaluasi Pre-market Meningkatnya jenis dan jumlah produk Suplemen Makanan (SM) yang beredar di dalam negeri menunjukkan bahwa perkembangan pasar global juga melanda Indonesia. Selain produk impor, juga banyak beredar produk suplemen makanan yang dihasilkan oleh produsen dalam negeri. Gambar 22 PROFIL PERSETUJUAN NOMOR IZIN EDAR SUPLEMEN MAKANAN TAHUN 2011

900 750 600 450 300 150 0 Lokal Impor Lisensi 218 30 560

808

Total

Selama tahun 2011, Badan POM telah mengeluarkan 808 Nomor Izin Edar (NIE) suplemen makanan yang meliputi 560 suplemen makanan lokal (SD), 218 suplemen makanan produk impor (SI), dan 30 suplemen makanan lisensi (SL). Berdasarkan ketepatan waktu keluarnya NIE suplemen makanan, terjadi kenaikan dari tahun 2010 sebesar 96% menjadi 97% pada tahun 2011. 69

Dari kajian terhadap perbandingan antara berkas masuk dengan keluarnya NIE Suplemen Makanan, bila dibandingkan pada tahun 2010 berkas suplemen makanan yang masuk adalah sebesar 1.027 berkas, sedangkan pada tahun 2011 berkas yang masuk adalah sebesar 943 berkas. Tren penurunan jumlah berkas pendaftaran suplemen makanan tersebut dikarenakan terjadinya perubahan tarif PNBP yang cukup signifikan sesuai Peraturan Pemerintah No.48 tahun 2010 mengenai Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Badan Pengawas Obat dan Makanan, sehingga dalam menyikapinya pihak

produsen/importir harus melakukan penyesuaian terhadap perubahan tarif tersebut.

Selain faktor tersebut, adanya penerapan ISO 9001:2008 memberlakukan IK (Instruksi Kerja) yang memuat prosedur yang lebih rinci untuk pemeriksaan kelengkapan dokumen baik pendaftaran baru, variasi dan pendaftaran ulang. Berkaitan dengan masa transisi dalam penerapan ISO 9001:2008 tersebut maka masih terdapat berkas yang belum memenuhi persyaratan dan kesesuaian sehingga pihak produsen/importir harus melengkapi dokumen administrasi dan teknis terlebih dahulu sebelum melakukan pendaftaran.

Gambar 23 PROFIL PERSETUJUAN NOMOR IZIN EDAR SUPLEMEN MAKANAN TAHUN 2005 - 2011

Ketepatan waktu (%)

Jumlah Berkas

Jumlah berkas

Jumlah NIE

70

Dari hasil evaluasi terhadap penilaian klaim kegunaan suplemen makanan pada tahun 2011, persentase tertinggi adalah untuk klaim sebagai suplemen makanan. Berikut profil hasil penilaian terhadap klaim kegunaan suplemen makanan pada tahun 2011 : Tabel 10 PROFIL HASIL PENILAIAN TERHADAP KLAIM SUPLEMEN MAKANAN TAHUN 2011

Klaim Sebagai suplemen makanan Suplementasi vitamin Memelihara kesehatan Memelihara daya tahan tubuh Memelihara kesehatan tulang Memelihara kesehatan persendian Memelihara stamina Lain-lain

% 30 20 19 8 7 4 3 9

Walaupun produk suplemen makanan relatif aman, namun karena penggunaannya sangat luas oleh berbagai kalangan masyarakat, maka risiko timbulnya efek yang tidak diinginkan tetap ada. Menyadari permasalahan tersebut di atas, Badan POM telah mengambil langkah-langkah kebijakan untuk menata sistem regulasi, terutama yang menyangkut kerasionalan komposisi dan klaim manfaat, disertai dengan upaya intensifikasi pengawasan iklan serta edukasi kepada masyarakat agar

mengkonsumsi produk suplemen makanan sesuai kebutuhan diantaranya melalui Monitoring Efek Samping dan Survei Aktif. Post-market Surveilans Selama tahun 2011 telah dilakukan pengambilan sampel dan pengujian laboratorium terhadap 4.020 sampel suplemen makanan dari peredaran. Hasil pengujian mutu suplemen makanan menunjukkan bahwa 61 (1,52%) sampel tidak memenuhi syarat mutu, antara lain TMS farmasetik karena: keseragaman bobot 30 (0,75%), kadar air 1 (0,02%), waktu hancur 19 (0,47%), kadar vitamin C substandar 2 (0,05%), ALT melebihi batas 5 (0,12%), dan etanol melebihi batas 4 (0,10%). Sebagai upaya tindak lanjut dilakukan pembinaan kepada produsen. 71

Gambar 24 PROFIL HASIL SAMPLING DAN PENGUJIAN LABORATORIUM PRODUK SUPLEMEN MAKANAN TAHUN 2011

keseragaman bobot 0,75% kadar air 0,02% waktu hancur 0,47% MS 98,48% TMS 1,52% kadar vitamin C substandar 0,05% ALT melebihi batas 0,12% Etanol melebihi batas 0,10%

Pemeriksaan Distribusi Suplemen Makanan Di tingkat distribusi, pada tahun 2011 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 1.758 sarana distribusi suplemen makanan. Hasil pemeriksaan terhadap sarana distribusi suplemen makanan menunjukkan bahwa terdapat 280 (15,93%) sarana distribusi suplemen makanan yang tidak memenuhi ketentuan, antara lain karena menjual produk kadaluarsa/ ED sebanyak 44 (2,50%) sarana, penandaan sebanyak 3 (0,17%) sarana, dan tanpa ijin edar sebanyak 233 (13,25%) sarana. Terhadap pelanggaran tersebut telah dilakukan tindak lanjut pemusnahan produk. Gambar 25 PROFIL HASIL PEMERIKSAAN SARANA DISTRIBUSI SUPLEMEN MAKANAN TAHUN 2011

ED 2,50% TMK-Penandaan 0,17% Baik 84,07% TIE 13,25%

Temuan 15,93%

72

Sertifikasi Suplemen Makanan Dalam rangka ikut mendorong ekspor produk suplemen makanan, selama tahun 2011 Badan POM telah mengeluarkan 231 Surat Keterangan Ekspor (SKE) yang meliputi 59 SKE Certificate of Free Sale (CFS), 113 SKE Certificate of Pharmaceutical Product (CoPP), dan 59 SKE To Whom it May Concern (TW).

Sedangkan terhadap suplemen makanan impor, Badan POM telah mengeluarkan 3.257 Surat Keterangan Impor (SKI) yang terdiri dari 68 SKI bahan baku dan 18 SKI produk jadi melalui jalur manual, serta 2.297 SKI bahan baku dan 874 SKI produk jadi melalui jalur National Single Window (NSW).

Selain itu, Badan POM juga telah mengeluarkan 14 Surat Keterangan Ekspor (SKE) produk kuasi yang meliputi 5 SKE Certificate of Free Sale (CFS) dan 9 SKE Certificate of Pharmaceutical Product (CoPP). Badan POM juga mengeluarkan 258 Surat Keterangan Impor (SKI) produk kuasi yang terdiri dari 199 SKI bahan baku dan 59 SKI produk jadi melalui jalur National Single Window (NSW). Sertifikasi Non Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Makanan Untuk Non Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Makanan dimana HS code nya masuk dalam lartas Badan POM namun penggunaannya bukan untuk obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan, seperti Iron Oxide Red FX 240, Comp. Orange 132778 dan Acrysol (TM) RM 8W maka Badan POM juga telah mengeluarkan 1.634 Surat Keterangan Impor (SKI) untuk bahan baku non obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan terdiri dari 872 SKI melalui jalur manual dan 762 SKI melalui jalur National Single Window (NSW). Survei aktif terhadap produk Suplemen Makanan Survei aktif merupakan salah satu kegiatan pengawasan surveilan post-market dengan tujuan untuk mendapatkan data tingkat keamanan dan kemanfaatan dari suatu produk. Hasil survei memaparkan hubungan antara penggunaan suatu produk terhadap efek samping dan penanganannya. Pembahasan ditinjau dari berbagai aspek yaitu aspek pengguna, aspek produk yang digunakan, aspek tujuan penggunaan serta aspek perilaku dan efek samping. Hasil survei akan dipergunakan dalam memberikan rekomendasi terhadap hasil penilaian/ pendaftaran produk terkait.

73

Survei aktif tahun 2011 dilakukan terhadap Profil Penggunaan Suplemen Makanan Mengandung Kafein pada Pelajar SMA dan Mahasiswa dilaksanakan di

Jabodetabek, Medan, Surabaya, dan Yogyakarta dengan total responden yaitu 750 responden. Berdasarkan hasil survei diperoleh hasil sebanyak 385 responden (51,33%) menggunakan suplemen makanan yang mengandung kafein dan 365 responden (48,67%) tidak menggunakan. Berdasarkan tingkat pendidikan responden pelajar SMU yang menggunakan suplemen makanan mengandung kafein sebanyak 98 (25,45%) dan ditingkat mahasiswa sebanyak 287 (74,55%). Dari hasil tersebut maka kalangan pelajar dan mahasiswa masih sangat rawan bagi media promosi suplemen makanan yang mengandung kafein mengingat belum pada saatnya mereka terpapar oleh kafein mengingat efek samping terbanyak berupa gangguan pencernaan jika dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan. Efek samping gangguan pencernaan tersebut antara lain disebabkan karena ketidakpatuhan konsumen menggunakan produk sesuai aturan pakai seperti dikonsumsi sebelum makan. Berkaitan dengan hal tersebut pengawasan terhadap produk suplemen makanan melalui kegiatan survei aktif dan Monitoring Efek Samping Suplemen Makanan (MESSM) harus senatiasa dilakukan dalam upaya menjamin keamanan,

kemanfaatan dan mutu produk suplemen makanan yang beredar di pasaran.

5. Hasil Pengawasan Keamanan, Manfaat dan Mutu Kosmetika Evaluasi Pre-market Pada tahun 2011 setelah diberlakukannya sistem notifikasi kosmetika Badan POM telah mengeluarkan 23.563 nomor notifikasi kosmetika yang terbagi menjadi 11.519 kosmetika lokal dan 12.044 kosmetika impor, sedangkan pada tahun 2010 hanya dikeluarkan 9.310 nomor izin edar.

Pencapaian tersebut dapat terealisasi karena sistem notifikasi berpengaruh terhadap perubahan kecepatan pelayanan dimana pada sistem pendaftaran pelayanan diselesaikan selama 30 hari kerja, sedangkan untuk notifikasi cukup dengan 14 hari kerja.

74

Gambar 26 PROFIL PERSETUJUAN NOMOR IZIN EDAR KOSMETIKA TAHUN 2011

23.563 25000 20000 15000 10000 5000 0 Total Lokal Impor 11.519 12.044

Berdasarkan ketepatan waktunya, juga terjadi kenaikan bila dibandingkan dengan tahun 2010. Ketepatan waktu terbitnya NIE kosmetika pada tahun 2010 adalah 62% dan pada tahun 2011 melalui sistem notifikasi adalah 94,17%.

Gambar 27 PROFIL PERSETUJUAN NOMOR IZIN EDAR KOSMETIKA TAHUN 2005 - 2011

Ketepatan waktu (%)

Jumlah Berkas

Jumlah Berkas/Permohonan

Jumlah NIE/Nomor Notifikasi

75

Pada tahun 2011, pendaftaran produk kosmetik telah berubah dari sistem percepatan pendaftaran kosmetik menjadi sistem notifikasi melalui online. Untuk persentase profil kategori yang tertinggi adalah kategori Products for making-up and removing makeup from the face and the eyes. Berikut profil hasil penilaian terhadap kategori Kosmetika pada tahun 2011 : Tabel 11 PROFIL HASIL PENILAIAN TERHADAP KATEGORI KOSMETIKA TAHUN 2011

Profil Kategori Products for making-up and removing make-up from the face and the eyes Hair care products Creams, emulsions, lotions, gels and oils for skin (hands, face, feet, etc.) Products intended for application to the lips Perfumes, toilet waters and eau de Cologne Bath or shower preparations (salts, foams, oils, gels, etc.) Tinted bases (liquids, pastes, powders) Toilet soaps, deodorant soaps, etc. Products for nail care and make up Make up powders, after bath powder, hygienic powders, etc.

% 19 15 15 14 11 5 4 3 2 2

Post-market Surveilans Dalam rangka pengawasan keamanan, manfaat dan mutu kosmetika yang beredar di Indonesia, selama tahun 2011 telah dilakukan sampling dan pengujian laboratorium terhadap 23.818 sampel kosmetika. Hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa 259 (1,08%) sampel tidak memenuhi syarat mutu, meliputi mengandung bahan aktif melebihi batas 63 (0,26%) sampel, cemaran mikroba 40 (0,17%) sampel dan mengandung bahan dilarang 156 (0,65%).

76

Gambar 28 PROFIL HASIL SAMPLING DAN PENGUJIAN LABORATORIUM KOSMETIKA TAHUN 2011

Mengandung bahan aktif melebihi batas 0,26%

MS 98,92%

TMS 1,08%

Mengandung mikroba 0,17% Mengandung bahan dilarang 0,65%

Terhadap produk yang tidak memenuhi persyaratan tersebut telah dilakukan tindak lanjut berupa pengamanan, penarikan dan pemusnahan produk. Selain itu, juga dilakukan berbagai upaya tindak lanjut mulai dari pembinaan untuk memperbaiki proses produksi, sampai pembatalan nomor izin edar dan tindakan pro-justisia serta public warning melalui berbagai media massa. Meskipun sanksi yang diberikan oleh pengadilan relatif sangat ringan, Badan POM terus berupaya untuk meningkatkan operasi pengawasan kosmetik yang mengandung bahan berbahaya/ bahan dilarang. Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi Kosmetika Di tingkat produksi, selama tahun 2011 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 249 industri kosmetika. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa 53 (21,28%) sarana memenuhi ketentuan, 36 (14,46%) sarana tutup, sedangkan 160 (64,26%) sarana tidak memenuhi ketentuan, terdiri dari 11 (4,42%) sarana memproduksi dan mengedarkan kosmetika tidak terdaftar/ternotifikasi, 126 (50,60%) sarana belum menerapkan Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB), 9 (3,61%) sarana dengan administrasi dan dokumentasi tidak lengkap dan tidak memenuhi ketentuan, 4 (1,61%) sarana memproduksi kosmetika mengandung bahan berbahaya/dilarang, 10 (4,02%) sarana memproduksi kosmetika Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK) penandaan.

77

Gambar 29 PROFIL HASIL PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI KOSMETIKA TAHUN 2011

Tutup 14,46% Temuan 64,26%

Produksi Tidak terdaftar 4,42% Belum sesuai CPKB 50,60% Adm&Dok 3,61% Mengandung Bahan Berbahaya 1,61% Penandaan 4,02%

Baik 21,28%

Pengawasan kosmetika yang beredar juga dilakukan di sarana distribusi antara lain importir, agen, distributor, sarana distribusi retail kosmetika, klinik kecantikan, salon dan spa. Pengawasan tersebut untuk memantau pemenuhan terhadap ketentuan dan persyaratan teknis kosmetika beredar, antara lain terhadap ketentuan penandaan, iklan, persyaratan bahan kosmetika yang digunakan. Selama tahun 2011 telah diperiksa 7.538 sarana distribusi kosmetika. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa 2.079 (27,58%) sarana melakukan pelanggaran, antara lain karena: 220 (2,92%) sarana menjual kosmetika mengandung bahan yang dilarang untuk kosmetika, 1.839 (24,40%) sarana menjual kosmetika yang tidak terdaftar (termasuk kosmetika palsu) dan 20 (0,26%) sarana distribusi kosmetika menjual kosmetik dengan penandaan tidak sesuai persyaratan. Terhadap sarana distribusi tersebut ditindaklanjuti dengan pembinaan/peringatan. Gambar 30 PROFIL HASIL PEMERIKSAAN SARANA DISTRIBUSI KOSMETIKA TAHUN 2011

Bahan dilarang 2,92%

Baik 72,42%

Temuan 27,58%

Tidak Terdaftar 24,40%

Penandaan 0,26%

78

Sertifikasi Kosmetika Dalam rangka ikut mendorong ekspor produk kosmetika, selama tahun 2011 Badan POM telah mengeluarkan 180 Surat Keterangan Ekspor (SKE) yang meliputi 150 SKE Certificate of Free Sale (CFS) dan 30 SKE To Whom it May Concern (TW).

Sedangkan terhadap kosmetika impor, Badan POM juga telah mengeluarkan 10.526 Surat Keterangan Impor (SKI) yang terdiri dari 39 SKI bahan baku dan 599 SKI produk jadi melalui jalur manual, serta 5.939 bahan baku dan 3.949 SKI produk jadi melalui jalur National Single Window (NSW).

Dalam rangka mendukung sarana produksi kosmetika untuk memperoleh ijin produksi dan sertifikat Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB), selama tahun 2011 Badan POM telah mengeluarkan surat persetujuan denah untuk 162 sarana produksi kosmetika yang ada di 11 propinsi di Indonesia. Badan POM juga telah mengeluarkan sertifikat CPKB untuk 18 sarana produksi kosmetika sehingga jumlah sarana produksi kosmetika yang telah memiliki sertifikat CPKB hingga tahun 2011 adalah 108 sarana (15,43%) dari seluruh sarana produksi kosmetika. Pelaporan dari ASEAN Post Market Alert System (PMAS) Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik Post Market Alert System (PMAS) merupakan sistem pelaporan terpadu yang melibatkan negara-negara anggota ASEAN terkait penarikan produk obat tradisional, suplemen makanan dan kosmetik dan yang tidak memenuhi persyaratan dari peredaran di negara - negara ASEAN dimana hasil pelaporan tersebut diproses untuk diinformasikan dan ditindaklanjuti oleh seluruh negara anggota.

Pada tahun 2011, telah diterima laporan penarikan produk obat tradisional, suplemen makanan dan kosmetika sebanyak 268 produk, terdiri dari obat tradisional 128 produk (47,76%), suplemen makanan 101 produk (37,69%), dan kosmetika 39 produk (14,55%). Berdasarkan status produknya di Indonesia, laporan terdiri dari produk tidak terdaftar sebanyak 267 produk dan terdaftar sebanyak 1 produk.

79

Berikut alasan pelaporan penarikan kosmetika pada tahun 2011 : Tabel 12 PROFIL ALASAN PELAPORAN PENARIKAN KOSMETIKA TAHUN 2011

Alasan Penarikan Kosmetika Mengandung bahan yang dilarang (Annex II ACD) Mengandung pengawet dan pewarna yang melebihi batas yang diIzinkan (Annex VI ACD) Mengandung bahan yang melewati kadar batas yang diIzinkan (Annex III ACD) Mengandung bahan yang menyebabkan luka bakar/belum diketahui Gagal dalam uji batas mikroba Total

Jumlah Persentase 17 15 43% 38%

13%

3%

1 39

3% 100%

Gambar 31 ALASAN PELAPORAN PENARIKAN KOSMETIKA TAHUN 2011

18 16 14 12 10 8 6 4 2 0

17 15

5 1 1

Bahan dilarang

Pengawet & Pewarna

Bahan melebihi kadar batas

Bahan Menyebabkan luka bakar

Mikroba

80

Berikut alasan pelaporan penarikan obat tradisional dan suplemen makanan : Tabel 13 PROFIL ALASAN PELAPORAN PENARIKAN OBAT TRADISIONAL DAN SUPLEMEN MAKANAN TAHUN 2011 Alasan Penarikan Obat Tradisional dan Suplemen Makanan Mengandung Bahan Kimia Obat : Sildenafil dan analognya, sibutramin, deksametason, fenilbutason dll Mengandung logam di atas batas yang diperbolehkan : Gold, silver, arsen, mercury dll Mengandung bahan dilarang : Hormon tyroid, DEHP, aromatase inhibitor Mengandung bahan yang tidak tercantum dalam kemasan Kemasan menyesatkan Mengandung mikroba dan diluar batas uji : Salmonella, Clostridium spp Mengandung zat dengan kadar tinggi (melampaui batas) Mengandung pewarna dilarang : E 127 -erythrosine Mengandung bahan dilarang dan BKO Mengandung pengawet dilarang : benzalkonium klorida Total

Jumlah

171 17 16 9 4 3 3 3 2 1 229

74,67 7,42 6,99 3,93 1,75 1,31 1,31 1,31 0,87 0,44 100,00

Gambar 32 ALASAN PELAPORAN PENARIKAN OBAT TRADISIONAL DAN SUPLEMEN MAKANAN TAHUN 2011

200 160 120 80 40 0

171

17

16

81

6. Hasil Pengawasan Keamanan dan Mutu Produk Pangan Evaluasi Pre-market Dalam rangka pengawasan keamanan dan mutu pangan, telah dilakukan evaluasi pre-market terhadap produk pangan sebelum beredar. Pada tahun 2011, Badan POM telah menerbitkan surat persetujuan sejumlah 16.348, yang terdiri dari 8.079 surat persetujuan pendaftaran produk pangan dalam negeri (MD) dan 6.563 surat persetujuan pendaftaran produk pangan luar negeri (ML), dan 1.706 surat persetujuan perubahan produk pangan. Dari 16.348 nomor persetujuan yang telah dikeluarkan, 8.004 berkas (48,96%) nomor persetujuan diterbitkan melalui jalur pelayanan cepat (selama 7 hari).

Gambar 33 PROFIL PERSETUJUAN NOMOR PENDAFTARAN PRODUK PANGAN TAHUN 2011

3,500 1.122 3,000 2,473 2,500 2,000 1,500 1,000 500 0 MD Pusat ODS Makanan Minuman Makanan Bayi MD Daerah Total ODS Minuman Pangan Fungsional BTP-GMO-Iradiasi ML Makanan Mak Diet&Risiko Tinggi Organik 1,495 1,391 884 838 358 136 233 2 522 465 269 412 371 107

1,652

7 11

Dalam rangka meningkatkan pelayanan pendaftaran produk pangan, sejak tahun 2005 Badan POM telah melakukan uji coba pelimpahan kewenangan penilaian terhadap pendaftaran produk pangan produksi dalam negeri dengan jenis pangan tertentu kepada 8 Balai Besar POM yaitu Balai Besar POM di DKI Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makassar, dan Medan. Kriteria penetapan daerah dalam uji coba pendelegasian kewenangan pendaftaran produk pangan di daerah antara lain banyaknya produk pangan terutama produk lokal 82

tertentu yang beredar di propinsi tersebut, banyaknya produsen/ importir/ distributor di propinsi tersebut, kesiapan Balai Besar POM khususnya SDM yang terlatih serta sarana prasarana yang memadai. Upaya peningkatan kesiapan Balai Besar POM dalam melaksanakan pendaftaran produk pangan di daerah antara lain adalah pelatihan tim penilai keamanan pangan, bimbingan teknis dan supervisi pelimpahan kewenangan pendaftaran produk pangan, dan Inhouse training tata cara penilaian pendaftaran oleh petugas Balai Besar POM di Badan POM pusat. Pelimpahan kewenangan penilaian dalam rangka pendaftaran produk pangan di daerah bertujuan untuk menyelenggaraan pelayanan dengan jalur birokrasi yang lebih efektif dan efisien, mendorong produsen/ importir/ distributor produk pangan di daerah untuk mendaftarkan produknya serta meminimalkan peredaran produk pangan ilegal di Indonesia. Pelimpahan kewenangan penilaian produk pangan juga merupakan upaya untuk mendekatkan pelayanan yang diberikan Badan POM kepada masyarakat. Jenis produk pangan yang dapat didaftarkan di daerah adalah biskuit, kue, roti, pasta, makanan ringan, mie instant, bihun, sohun, sirup, madu, gula dan sejenisnya, kembang gula, tepung, kacang-kacangan, teh, kopi, garam dan bumbu/ rempahrempah. Selama tahun 2011 terdapat 269 produk yang didaftarkan melalui Balai Besar POM, dengan jenis pangan terbanyak adalah biskuit. Dalam rangka melaksanakan tugasnya di bidang Penilaian Keamanan Pangan, Direktorat Penilaian Keamanan Pangan telah menerapkan Quality Management System ISO 9001:2000 sejak 3 Oktober 2005. Resertifikasi telah dilaksanakan pada tanggal 20 Oktober 2008 dan up grade menjadi ISO 9001: 2008 pada tanggal 30 Maret 2009.

Penerapan Quality Management System (QMS) ditujukan untuk melindungi masyarakat dari makanan yang berisiko terhadap kesehatan melalui pemenuhan terhadap dalam persyaratan kerja standar yang nasional maupun internasional, dan ditingkatkan tuntutan secara pengembangan organisasi dan stakeholder serta improvement tools yang dijabarkan proses sistematis, terkendali berkesinambungan. ISO 9001:2008 disusun berlandaskan delapan prinsip manajemen mutu yaitu fokus pada pelanggan, kepemimpinan, keterlibatan semua orang, pendekatan proses, 83

pendekatan sistem terhadap manajemen, peningkatan terus menerus, pendekatan faktual dalam pembuatan keputusan, serta kerja sama yang saling menguntungkan dengan pelanggan. Penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 berfokus antara lain kepada kepuasan pelanggan, konsistensi proses kerja, dan continuous improvement. Post-Market Surveilans Dalam rangka pengawasan keamanan dan mutu produk pangan yang beredar di masyarakat, selama tahun 2011 telah dilakukan pengambilan sampel dan pengujian laboratorium sejumlah 20.511 sampel pangan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa 2.902 (14,15%) sampel tidak memenuhi persyaratan keamanan dan mutu antara lain: 151 sampel mengandung Formalin; 138 sampel mengandung Boraks; 3 sampel mengandung Methanyl Yellow; 1 sampel mengandung Auramin; 197 sampel mengandung Rhodamin B; dan 1.002 sampel mengandung cemaran mikroba melebihi batas. Selain itu, masih terdapat 253 sampel mengandung pengawet Benzoat, 416 sampel mengandung pemanis buatan (siklamat/sakarin/

aspartam/asesulfam) yang penggunaannya melebihi batas yang diizinkan, dan atau tidak memenuhi syarat label karena tidak mencantumkan jenis pemanis yang digunakan dan jumlah Acceptable Daily Intake (ADI), serta 1204 sampel TMS lainnya. Terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut dilakukan tindak lanjut berupa penarikan produk dari peredaran dan pemusnahan produk, serta kepada produsen diberikan peringatan dan pembinaan lainnya.

Gambar 34 PROFIL SAMPLING DAN PENGUJIAN LABORATORIUM PRODUK PANGAN TAHUN 2011

25000 20.511 20000 15000 10000 5000 0 Jumlah MK TMK 2.902 17.609

1500 1200 900 600 300 0 151 138 3 1 416 197 253 1.002

1.204

84

Selain itu, Badan POM juga melakukan sampling dan pengujian laboratorium terhadap Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) yang diambil dari 866 Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah yang tersebar di 30 kota di Indonesia. Selama tahun 2011 telah diambil sebanyak 4.808 sampel pangan jajanan anak sekolah 1.705 (35,46%) sampel diantaranya tidak memenuhi persyaratan (TMS) keamanan dan atau mutu pangan.

Gambar 35 PROFIL HASIL PENGUJIAN SAMPEL PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH TAHUN 2011
64.54%

35.46%

MS

TMS

Dari hasil pengujian terhadap parameter uji bahan tambahan pangan yang dilarang yaitu boraks dan formalin yang dilakukan pada 3.206 sampel produk PJAS yang terdiri dari mie basah, bakso, kudapan dan makanan ringan, diketahui bahwa 94 (2,93%) sampel mengandung boraks dan 43 (1,34%) sampel mengandung formalin. Hasil pengujian terhadap parameter uji bahan tambahan pangan yang dilarang yaitu pewarna bukan untuk pangan (rhodamin B) yang dilakukan pada 3.925 sampel produk PJAS yang terdiri dari es (mambo, loli), minuman berwarna merah, sirup, jelly/agar-gar, kudapan dan makanan ringan diketahui bahwa 40 (1,02%) sampel mengandung rhodamin B, sedangkan untuk pengujian pewarna yang dilarang untuk pangan yaitu methanyl yellow yang dilakukan pada 4.418 sampel produk PJAS yang terdiri dari es (mambo, loli), minuman berwarna, sirup, jelly, agar-agar, mie, kudapan dan makanan ringan, diketahui 2 (0,05%) sampel mengandung methanyl yellow.

Di samping itu, dari 3.925 sampel produk PJAS juga ditemukan 421 (10,73%) sampel mengandung siklamat melebihi batas persyaratan, 52 (1,32%) sampel mengandung sakarin melebihi batas persyaratan, 10 (0,25%) sampel mengandung asesulfam melebihi batas persyaratan, 5 (0,13%) sampel mengandung sakarin melebihi batas persyaratan, dan 32 (0,82%) sampel mengandung pengawet benzoat melebihi batas 85

persyaratan, 4 (0,10%) sampel mengandung pengawet sorbat melebihi batas persyaratan.

Gambar 36 PROFIL HASIL ANALISIS PARAMETER UJI BAHAN TAMBAHAN YANG DILARANG DAN KADAR BTP MAKANAN JAJANAN ANAK SEKOLAH TAHUN 2011

500 400 300 200 100 0 94 43 40 2 52

421

10

32

Tindak lanjut terhadap temuan di atas antara lain: melaporkan kepada Dinas Kesehatan Kab/Kota, Dinas Pendidikan dan kebudayaan Kab/Kota dan Kepala Sekolah yang bersangkutan, untuk melakukan pembinaan bersama-sama dengan Balai Besar/Balai POM. Selanjutnya, terhadap 4.808 sampel pangan jajanan anak sekolah juga dilakukan pengujian terhadap parameter uji cemaran miroba, dengan hasil: 789 (16,41%) sampel mengandung ALT melebihi batas maksimal, 570 (11,86%) sampel mengandung bakteri Coliform melebihi batas maksimal, 253 (5,26%) sampel mengandung Angka Kapang-Khamir melebihi batas maksimal, 149 (3,10%) sampel tercemar E. Coli, 18 (0,37%) sampel tercemar S. Aureus dan 13 (0,27%) sampel tercemar Salmonella.

86

Gambar 37 PROFIL HASIL ANALISIS PARAMETER UJI CEMARAN MIKROBA PADA MAKANAN JAJANAN ANAK SEKOLAH TAHUN 2011

1000 800 600 400 200 0

789 570

253 149 18 13

Selain pengambilan sampel rutin, juga dilakukan sampling khusus terhadap produk tertentu. Pada tahun 2011 dilakukan sampling khusus dan pengujian laboratorium terhadap 2.079 sampel garam beryodium yang beredar di masyarakat. Dari hasil pengujian diketahui masih sekitar 785 (37,76%) garam beryodium belum memenuhi syarat kadar Kalium Iodat (KIO3). Tindak lanjut atas hasil pengujian tersebut dilakukan pemberian peringatan dan pembinaan teknis kepada produsen.

Pengujian tepung terigu dilakukan untuk mengetahui mutu dan kandungan fortifikan di tingkat produksi dan distribusi. Fortifikan yang diuji yaitu zat besi (Fe), Zn, vitamin B1, vitamin B2 dan asam folat. Pada tahun 2011, telah dilakukan pengujian terhadap 186 sampel tepung terigu yang terdiri dari 164 (88,17%) sampel memenuhi syarat dan 22 (11,83%) sampel tidak memenuhi syarat. Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi Di tingkat produksi, pada tahun 2011 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 2.941 sarana industri yang terdiri atas 799 industri pangan yang memperoleh MD, 1.835 industri rumah tangga (IRT) yang sudah memperoleh PIRT dan 307 sarana produksi pangan yang tidak terdaftar. Hasil pemeriksaan sarana industri pangan MD memperlihatkan bahwa 414 (51,81%) sarana sudah menerapkan cara produksi pangan yang baik, 296 (37,05%) sarana belum menerapkan cara produksi pangan yang baik serta 89 (11,14%) sarana tidak aktif berproduksi/tutup. Penyebab utama 87

industri pangan MD yang dinilai belum menerapkan cara produksi pangan yang baik dalam aspek higiene perorangan; sanitasi; kesadaran dalam pengelolaan lingkungan seperti pembuangan sampah, fasilitas pabrik dan kebersihan, fasilitas produksi belum terbebas dari binatang serangga dan lain-lain, peralatan dan suplai air bersih.

Terhadap hasil pemeriksaan yang belum menerapkan cara produksi pangan yang baik tersebut telah dilakukan tindak lanjut berupa teguran, peringatan dan pembinaan.

Di samping itu dilakukan juga pemeriksaan terhadap industri rumah tangga pangan (IRTP). Selama tahun 2011 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 1.835 IRTP. Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa 992 (54,06%) sarana menerapkan cara produksi pangan yang baik untuk industri rumah tangga, 810 (44,14%) sarana belum menerapkan cara produksi pangan yang baik untuk industri rumah tangga dan 33 (1,80%) sarana tidak aktif berproduksi/tutup. Penyebab utama kekurangan pada sarana IRTP adalah rendahnya pengetahuan, kemampuan dan kesadaran

pengelolaan lingkungan seperti pembuangan sampah dan kebersihan, hygiene perorangan, fasilitas produksi belum bebas dari serangga, tikus dan lain-lain, fasilitas peralatan dan suplai air. Terhadap sarana yang kurang telah dilakukan tindak lanjut berupa teguran, peringatan dan pembinaan khusus, dengan melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.

Selama tahun 2011, juga dilakukan pemeriksaan terhadap 307 industri rumah tangga tidak terdaftar. Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa 206 (67,10%) sarana menerapkan cara produksi pangan yang baik untuk industri rumah tangga, 92 (29,97%) sarana belum menerapkan cara produksi pangan yang baik untuk industri rumah tangga dan 9 (2,93%) sarana tidak aktif berproduksi/tutup.

88

Gambar 38 PROFIL HASIL PEMERIKSAAN SARANA INDUSTRI PANGAN TAHUN 2011

1200 1000 800 600 400 200 0 MD MK 414 296 89

992 810

206 33 92 9 IRT Tidak Terdaftar

IRT-P TMK

Tidak aktif/Tutup

Di tingkat distribusi, pada tahun 2011 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 7.877 sarana, dengan hasil 5.302 sarana telah menerapkan Cara Distribusi Pangan yang Baik dan 2.575 sarana belum menerapkan Cara Distribusi Pangan yang Baik, misalnya; 818 sarana menjual produk kadaluwarsa, 741 sarana menjual produk tidak terdaftar, 283 sarana menjual produk dengan penandaan/labeling yang tidak sesuai ketentuan dan 1.155 sarana menjual produk tidak memenuhi ketentuan lainnya, misalnya penempatan produk babi tidak terpisah (tanpa diberi keterangan), produk pangan bercampur dengan produk non pangan (misal obat nyamuk, detergen dan lain-lain). Dari hasil pemeriksaan tersebut diketahui satu sarana dapat melakukan beberapa jenis pelanggaran. Terhadap pelanggaran tersebut dilakukan tindak lanjut antara lain: penarikan dan pemusnahan produk, peringatan, pro-justisia, pengembalian produk dan pembinaan.

89

Gambar 39 PROFIL HASIL PEMERIKSAAN SARANA DISTRIBUSI PRODUK PANGAN TAHUN 2011
1.155 7.877 8000 6000 4000 2000 0 Jumlah MK TMK 5.302 1200 900 600 300 2.575 0 818 741 283

10000

Menyadari pentingnya peran industri rumah tangga pangan dalam perekonomian rakyat dengan penyerapan tenaga kerja cukup besar, maka masalah peningkatan mutu produksi perlu ditangani secara sungguh-sungguh terutama oleh Pemerintah Daerah sebagai penanggung jawab langsung. Badan POM akan terus mendorong dan memfasilitasi program peningkatan keamanan dan mutu produk pangan IRT-P secara sistematik dan terus menerus, bekerja sama dengan Pemerintah Daerah.

Sehubungan dengan itu, sampai dengan tahun 2011 Badan POM telah melatih 2.659 orang tenaga penyuluh keamanan pangan (PKP), yang terdiri atas 479 petugas dari Badan POM dan Balai Besar/Balai POM dan 2.180 petugas dari Pemda (Dinas Kesehatan Kab/Kota, Puskesmas, Pemda, Pemprov, Perguruan Tinggi, Disperindag, Deptan, BKP dan lain-lain). Selain itu, Badan POM juga telah melatih sebanyak 2.004 petugas tenaga Pengawas Pangan Kab/Kota (Distric Food Inspector/ DFI), yang terdiri atas 454 petugas dari Badan POM dan Balai Besar/Balai POM dan 1.550 petugas dari Pemda (Dinas Kesehatan Kab/Kota, Dinas Kelautan dan Perikanan).

90

Tabel 14 DISTRIBUSI TENAGA PENYULUH KEAMANAN PANGAN (PKP) DAN DISTRICT FOOD INSPECTOR (DFI) PER PROPINSI TAHUN 2003-2011

NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33

PROPINSI Nangroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep Riau Jambi Sumatera Selatan Kep Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Barat Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Gorontalo Maluku Utara Maluku Papua Irian Jaya Barat JUMLAH TOTAL 22 15 15 18 0 14 17 0 22 11 50 18 0 40 19 7 17 17 17 14 5 27 8 26 0 1 14 17 0 10 13 25 0 479

PKP Badan POM

DFI PEMDA Badan POM 75 163 67 85 33 79 50 12 67 61 34 123 24 147 39 198 63 79 82 89 15 79 73 35 15 12 60 158 29 34 35 48 17 2.180 16 13 24 17 0 11 19 0 6 11 48 47 0 30 28 13 12 13 7 12 14 8 13 15 0 0 15 8 0 20 7 27 0 454 2.004 91 PEMDA 62 71 131 56 27 51 36 9 8 16 27 151 20 122 23 235 40 41 32 31 43 28 53 11 7 4 32 47 8 52 17 43 16 1.550

2.659

Gambar 40 PROFIL TENAGA PENYULUHAN KEAMANAN PANGAN DAN DISTRIC FOOD INSPECTOR SAMPAI DENGAN TAHUN 2011

2500 2000 1500 1000 500 0 PKP

2.180 1.550

POM PEMDA 479 454

DFI

Sampai dengan tahun 2011, total Industri Rumah Tangga-Pangan (IRT-P) yang ada di Indonesia adalah 49.802. Dari jumlah tersebut, yang sudah mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan sebanyak 39.056 sarana, 32.373 (82,89%) sarana diantaranya telah memperoleh sertifikat.

Gambar 41 IRTP YANG MENGIKUTI PENYULUHAN KEAMANAN PANGAN SAMPAI DENGAN TAHUN 2011

60000 50000 40000 30000 20000 10000 0

49.802 39.056 32.373

IRTP di Indonesia

mengikuti PKP

memperoleh sertifikat

Sementara itu dalam pelaksanaan program Piagam Bintang Keamanan Pangan (PBKP), sampai tahun 2011 Badan POM telah melakukan audit dan memberikan persetujuan untuk pemberian Piagam Bintang Satu Keamanan Pangan (PB1KP) 92

kepada 775 industri pangan, tetapi 99 sudah dicabut. Piagam Bintang Dua Keamanan Pangan (PB2KP) diberikan kepada 41 industri pangan dan Piagam Bintang Tiga Keamanan Pangan (PB3KP) diberikan kepada 7 industri pangan, sedangkan untuk PBKP untuk kantin sekolah telah diberikan kepada 16 sekolah.

Piagam Bintang Keamanan Pangan (PBKP) merupakan sistem sukarela yang ditujukan bagi industri pangan untuk mendorong mereka menerapkan keamanan pangan di industrinya serta sebagai pengakuan atas usaha penerapan keamanan pangan. Piagam Bintang Satu Keamanan Pangan (PB1KP) merupakan implementasi pengetahuan keamanan pangan dasar yang sesuai dengan industri pangan, Piagam Bintang Dua Keamanan Pangan (PB2KP) merupakan implementasi Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) dengan mengembangkan prosedur dan lembar kerja, sedangkan Piagam Bintang Tiga Keamanan Pangan (PB3KP) merupakan

implementasi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Intensifikasi Pengawasan Pangan Menjelang Idul Fitri 2011, Natal 2011 dan Tahun Baru 2012 Dalam rangka melindungi kesehatan masyarakat dan menerapkan tindakan kehatihatian terhadap kemungkinan peredaran produk pangan olahan yang tidak memenuhi syarat keamanan, mutu, gizi dan label serta produk Tanpa Ijin Edar (TIE), menjelang Hari Raya Idul Fitri, Badan POM melakukan intensifikasi pengawasan di sarana distribusi toko, supermarket, hypermarket, pasar tradisional serta para penjual jajanan buka puasa. Target pengawasan untuk pangan olahan adalah pangan TIE, pangan kadaluarsa, pangan dalam kondisi rusak (penyok, kaleng berkarat, dan lainlain) dan pangan tidak memenuhi ketentuan (TMK) label. Pada tahun 2011 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 4.946 sarana distribusi pangan, 1.752 (35,42%) sarana distribusi ditemukan tidak memenuhi ketentuan karena menjual produk pangan rusak, pangan kadaluarsa, pangan TIE dan pangan TMK label.

Dari hasil intensifikasi pengawasan pangan yang dicurigai pada sarana distribusi tersebut, ditemukan 5.812 item (164.529 kemasan) pangan tidak memenuhi syarat dengan rincian; pangan dalam keadaan rusak 4.155 (2,53%) kemasan; pangan kadaluarsa 49.433 (30,04%) kemasan, pangan TIE 80.442 (48,89%) kemasan; dan pangan tidak memenuhi ketentuan (TMK) label 30.499 (18,54%) kemasan. 93

Gambar 42 PROFIL HASIL INTENSIFIKASI PENGAWASAN SARANA DISTRIBUSI PANGAN MENJELANG IDUL FITRI 2011, NATAL 2011, DAN TAHUN BARU 2012

100000 80000 60000 40000 20000 0 Rusak Kadaluarsa 4.155 49.433

80.442

30.499

TIE

TMK Label

Bagi pelaku usaha yang terbukti melakukan pelanggaran, Badan POM telah dan terus melakukan beberapa tindakan, antara lain berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk melakukan pembinaan terhadap industri kecil dan rumah tangga, serta penegakan hukum berupa pemberian sanksi administratif yaitu peringatan, perintah pemusnahan produk dan lain-lain dan jika perlu dilanjutkan pro-justisia terhadap pelaku usaha yang mengedarkan produk pangan ilegal. Sertifikasi Pangan Dalam rangka ikut mendorong ekspor produk pangan, selama tahun 2011 Badan POM telah mengeluarkan 7.408 Surat Keterangan Ekspor. Jenis pangan yang paling banyak diekspor adalah Bahan Tambahan Pangan, biskuit, mentega/margarin, minyak, permen dan mie instant. Badan POM juga telah mengeluarkan 27.219 Surat Keterangan Impor, meliputi 12.033 untuk impor bahan baku, 8.113 untuk Bahan Tambahan pangan (BTP), dan 7.073 untuk pangan olahan. Sebanyak 163 berkas permohonan ditolak karena tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan. Surat rekomendasi impor tersebut dikeluarkan melalui sistem National Single Window (NSW). Badan POM juga telah menerbitkan 143 surat keterangan hygiene dan sanitasi untuk 58 sarana produksi pangan, 49 (84,48%) sarana produksi memperoleh nilai A (masa berlaku sertifikat 12 bulan), 8 (13,79%) sarana produksi memperoleh nilai B (masa berlaku sertifikat 6 bulan), dan 1 (1,73%) sarana produksi memperoleh nilai C (tidak dapat dikeluarkan sertifikat, sebelum dilakukan perbaikan dan audit ulang). 94

Dalam rangka penerbitan persetujuan pencantuman tulisan halal pada label, pada tahun 2011 Badan POM telah melakukan audit terhadap 178 sarana produksi . Dari hasil audit dinyatakan bahwa 6.046 produk pangan memperoleh persetujuan pencantuman tulisan HALAL pada label. Sejalan dengan hal tersebut, dalam rangka pengawasan produk berlabel halal, pada tahun 2011 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 7.440 produk berlabel halal, 606 (8,14%) produk diantaranya tidak memenuhi ketentuan. KLB Keracunan Pangan Sekaitan dengan Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan, selama tahun 2011 Badan POM telah mencatat 128 kejadian/kasus berasal dari 25 (dua puluh lima) Propinsi. Sebanyak 5 (lima) Balai Besar/Balai POM tidak mengirimkan Laporan KLB keracunan pangan, sedangkan 1 (satu) Balai Besar POM mengirimkan data yang tidak dapat diolah karena data merupakan single case atau korban KLB hanya 1 (satu) orang.

Dilaporkan jumlah orang yang terpapar sebanyak 18.144 orang, sedangkan kasus KLB keracunan pangan (case) yang dilaporkan sebanyak 6.901 orang sakit dan 11 orang meninggal dunia. Berdasarkan data tersebut diketahui nilai Attack Rate (AR) sebesar 38,10%. Attack Rate merupakan jumlah kasus pada periode KLB dibagi dengan jumlah yang mengkonsumsi dikalikan 100. Case Fatality Rate (CFR) merupakan jumlah korban meninggal dibagi jumlah kasus selama periode KLB dikali dengan 100. Nilai CFR berdasarkan data tersebut sebesar 0,16%. Adapun nilai Incident Rate (IR) KLB keracunan pangan adalah sebesar 2,91. Nilai IR dihitung dengan rumus jumlah kasus dibagi jumlah penduduk dikali 100.000. Nilai CFR maupun IR menunjukkan angka yang kecil, namun kenyataan di lapangan tidak demikian, bisa saja terjadi lebih banyak terjadi kasus di lapangan. Kasus KLB keracunan pangan merupakan fenomena gunung es, artinya tidak semua kasus atau kejadian dapat terlaporkan. WHO menyebutkan bahwa setiap satu kasus yang berkaitan dengan KLB keracunan pangan di suatu negara berkembang, maka paling tidak terdapat 99 kasus lain yang tidak dilaporkan.

95

Gambar 43 PROFIL KEJADIAN DAN KASUS KLB KERACUNAN PANGAN TAHUN 2011

21000 18000 15000 12000 9000 6000 3000 0 Kasus 128

18.144

6.912

6.901

11

Terpapar

Penderita

Sakit

Meninggal dunia

KLB keracunan pangan dapat terjadi akibat kontaminasi mikroba patogen atau bahan kimia berbahaya seperti toksin alami, pestisida, logam berat, dan lain-lain. Penyebab KLB Keracunan Pangan dapat digolongkan sebagai confirm ataupun suspect. Dikatakan confirm apabila hipotesa etiologi KLB keracunan pangan berdasarkan data epidemiologi terkonfirmasi atau dapat dipastikan melalui pengujian di laboratorium, sedangkan suspect bila etiologi KLB keracunan pangan berdasarkan data epidemiologi namun tidak bisa dikonfirmasi di laboratorium.

Ditinjau dari etiologi atau penyebab KLB Keracunan Pangan tahun 2011, disimpulkan bahwa KLB Keracunan Pangan disebabkan oleh mikroba confirm sebanyak 5 (3,91%) kejadian, mikroba suspect (dugaan) sebanyak 33 (25,78%) kejadian, kimia confirm sebanyak 1 (0,78%) kejadian, kimia suspect sebanyak 18 (14,06%) kejadian, dan 71 (55,47%) kejadian tidak diketahui penyebabnya.

Salah satu permasalahan KLB keracunan pangan adalah tidak diketahuinya penyebab KLB keracunan pangan. Hal tersebut disebabkan karena data epidemiologi yang diperoleh dari lapangan tidak lengkap, sampel tidak representatif, hasil pengujian sampel negatif atau salah menetapkan hipotesis. Kelengkapan data epidemiologi setiap korban terutama waktu paparan, gejala menonjol, gejala menyertai, gejala spesifik, masa inkubasi dan pangan yang dikonsumsi sangat diperlukan untuk menentukan hipotesa penyebab KLB keracunan pangan.

96

Gambar 44 PROFIL PENYEBAB KLB KERACUNAN PANGAN TAHUN 2011

55,47% Mikroba confirm 14,06% Mikroba suspect Kimia confirm 0,78% 3,91% 25,78% Kimia suspect Tidak diketahui

Tabel 15 PROFIL AGENT ETIOLOGY KLB KERACUNAN PANGAN TAHUN 2011

Mikroba Confirm
S.aureus (4 KLB) B.cereus (1 KLB)

Kimia Suspect Confirm


Histamin (1 KLB)

Suspect
Cadmium (1 KLB) Histamin (6 KLB) Metanol (1 KLB) Organofosfat (1 KLB) Sianida (1 KLB) Cuprum (1 KLB) Toksin jamur (7 KLB)

B.cereus (8 KLB) C. perfringens (1 KLB) E.coli pathogen (3 KLB) S.aureus (16 KLB) S.epidermis (1 KLB) Salmonella (3 KLB) V. cholera (1 KLB)

Penyebab KLB keracunan pangan sangat penting diketahui untuk menetapkan tindakan penanggulangan yang tepat agar dapat mencegah KLB keracunan pangan serupa tidak terulang lagi di waktu yang akan datang. Oleh sebab itu faktor-faktor yang menyebabkan tidak terungkapnya penyebab KLB keracunan pangan harus dapat diatasi melalui peningkatan kapasitas petugas untuk penyelidikan KLB keracunan pangan serta kelengkapan yang diperlukan untuk penyelidikan dan pengujian sampel KLB keracunan pangan.

97

Pangan yang dikonsumsi dapat menjadi media pembawa mikroba atau bahan kimia berbahaya yang dapat menyebabkan KLB keracunan pangan. Jenis pangan

penyebab KLB keracunan pangan tahun 2011 adalah masakan rumah tangga sebanyak 58 kejadian (45,31%), pangan jasa boga sebanyak 30 kejadian (23,44%), pangan olahan sebanyak 16 kejadian (12,50%), pangan jajanan sebanyak 16 kejadian (12,50%) dan lain-lain sebanyak 8 kejadian (6,25%).

Meskipun data belum tentu menunjukkan bahwa KLB keracunan pangan sebagian besar terjadi akibat pangan rumah tangga, akan tetapi hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa masyarakat awam masih belum memahami dan

menerapkan praktek-praktek keamanan pangan, sehingga promosi dan penyuluhan keamanan pangan kepada masyarakat umum (konsumen) dan produsen menjadi hal penting.

Gambar 45 PROFIL ASAL PANGAN PENYEBAB KLB KERACUNAN PANGAN TAHUN 2011

6.25% 12.50% 45.31% 12.50% Masakan Rumah Tangga Jasa Boga Pangan Olahan Pangan Jajanan Lain-lain 23.44%

Tabel berikut ini memperlihatkan bahwa frekuensi kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan banyak dilaporkan oleh Balai Besar POM di Semarang, Makassar dan Lampung.

98

Tabel 16 FREKUENSI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) KERACUNAN PANGAN BERDASARKAN LAPORAN BALAI BESAR/BALAI POM TAHUN 2011

NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

BALAI BESAR/ BALAI POM Aceh Medan Padang Pekanbaru Jambi Palembang Bengkulu Lampung Pangkal Pinang Batam DKI Jakarta Bandung Semarang DIY Yogyakarta Surabaya Serang Denpasar Mataram Kupang Pontianak Palangkaraya Banjarmasin Samarinda Manado Palu Makassar Kendari Gorontalo Ambon Jayapura JUMLAH

FREKUENSI 1 1 6 4 4 5 12 1 4 9 14 7 4 4 7 4 4 2 1 4 4 14 5 2 5 128

% 0,78 0,78 4,69 3,13 3,13 0,00 3,91 9,38 0,78 0,00 3,13 7,03 10,94 5,47 3,13 3,13 5,47 3,13 3,13 1,56 0,78 3,13 3,13 0,00 0,00 10,94 3,91 1,56 3,91 0,00 100.00

Selanjutnya, tabel berikut ini memperlihatkan bahwa bulan Februari, Mei dan Oktober 2011 merupakan bulan-bulan dengan frekuensi kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan yang cukup tinggi. 99

Tabel 17 FREKUENSI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) KERACUNAN PANGAN BERDASARKAN BULAN KEJADIAN TAHUN 2011

NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

NAMA BULAN Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember JUMLAH

FREKUENSI 7 23 9 10 17 15 8 4 11 17 6 1 128

% 5,47 17,97 7,03 7,81 13,28 11,72 6,25 3,13 8,59 13,28 4,69 0,78 100,00

Berdasarkan tempat/ lokasi kejadian KLB Keracunan Pangan, pada tabel di bawah ini terlihat bahwa rumah tinggal menduduki urutan pertama, disusul kemudian di SD, dan di tempat terbuka.

Tabel 18 LOKASI/TEMPAT KEJADIAN KLB KERACUNAN PANGAN TAHUN 2011

NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

TEMPAT/ LOKASI Rumah Tinggal Tempat Perayaan Madrasah SD SMP SLTA TK Perguruan Tinggi Pengungsian Pesantren Pabrik Kantor/ Gedung pertemuan Gereja/Masjid Tempat terbuka Asrama

KEJADIAN 59 1 1 24 3 1 2 1 2 1 4 2 2 8 3

% 46,09 0,78 0,78 18,75 2,34 0,78 1,56 0,78 1,56 0,78 3,13 1,56 1,56 6,25 2,34 100

NO 16 17 18 19

TEMPAT/ LOKASI Perkebunan Supermarket/Pasar Posyandu Tidak dilaporkan JUMLAH

KEJADIAN 1 1 2 10 128

% 0,78 0,78 1,56 7,81 100,00

KLB keracunan pangan di rumah tinggal pada umumnya terjadi pada saat pesta keluarga seperti peristiwa pernikahan, khitanan, aqiqah, tahlilan, dan lain-lain. Pada acara tersebut pada umumnya makanan yang disajikan dikelola sendiri oleh rumah tangga itu sendiri dengan dibantu para tetangga. Pada umumnya, makanan tersebut dikelola dalam jumlah banyak tanpa manajemen pengolahan pangan yang baik dan sesuai dengan prinsip-prinsip keamanan pangan. Faktor suhu dan waktu pengolahan yang tidak tepat merupakan fakor risiko yang paling sering menyebabkan keracunan pangan di rumah tangga. Oleh karena itu penyuluhan terhadap masyarakat mengenai pengelolaan pangan pada saat pesta atau hajatan perlu diberikan agar kejadian serupa tidak terulang kembali di waktu yang akan datang.

Selain itu KLB keracunan pangan di Sekolah Dasar pada umumnya disebabkan oleh pangan jajanan yang terkontaminasi bakteri patogen. Keamanan pangan jajanan anak sekolah perlu terus ditingkatkan. Oleh karena itu pemberdayaan komunitas sekolah meliputi kepala sekolah, guru, siswa, orang tua siswa serta penjaja pangan jajanan perlu ditingkatkan agar dapat melakukan pengawasan pangan jajanan di sekolah secara mandiri dan optimal.

KLB keracunan pangan di tempat terbuka terjadi pada acara-acara yang melibatkan massa yang banyak di ruang publik terbuka seperti, pengobatan massal, kampanye, demonstrasi, perayaan hari kemerdekaan, dan lain-lain. Pada umumnya KLB keracunan pangan pada acara tersebut disebabkan oleh pangan jasa boga seperti nasi kotak atau nasi bungkus. Seperti halnya penyebab keracunan pangan akibat masakan rumah tangga, pada umumnya faktor risiko yang menyebabkan KLB keracunan pangan pada acara tersebut adalah faktor suhu penyimpanan dan lamanya rentang waktu antara pengolahan dan konsumsi.

Tabel berikut ini menggambarkan proporsi angka kesakitan dan angka kematian pada kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan pangan selama tahun 2011. 101

Tabel 19 PROFIL PROPORSI ANGKA KESAKITAN DAN ANGKA KEMATIAN PADA KASUS KLB KERACUNAN PANGAN TAHUN 2011

KORBAN PROPINSI TERPAPAR 25 0 110 2.649 107 0 50 138 70 0 4.575 306 3.121 87 718 2.000 408 600 470 46 100 215 139 0 0 758 0 54 1.177 221 0 0 0 18.144 % 0,14 0,00 0,61 14,60 0,59 0,00 0,28 0,76 0,39 0,00 25,21 1,69 17,20 0,48 3,96 11,02 2,25 3,31 2,59 0,25 0,55 1,18 0,77 0,00 0,00 4.18% 0,00 0.30% 6.49% 1.22% 0,00 0,00 0,00 100,00 SAKIT/DIRAWAT TOTAL 25 15 107 848 67 0 50 138 70 0 557 360 855 650 158 1.169 253 382 366 43 46 54 51 0 0 330 0 53 153 101 0 0 0 6.901 % 0,36 0,22 1,55 12,29 0,97 0,00 0,72 2,00 1,01 0,00 8,07 5,22 12,39 9,42 2,29 16,94 3,67 5,54 5,30 0,62 0,67 0,78 0,74 0,00 0,00 4,78% 0,00 0,77% 2,22% 1,46% 0,00 0,00 0,00 100,00 MENINGGAL DUNIA TOTAL % 0 0,00 1 9,09 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 1 9,09 1 9,09 0 0,00 1 9,09 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 1 9,09 0 0,00 1 9,09 2 18,18 3 27,27 0 0,00 0 0,00 0 0,00 11 100,00

NAD Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kep. Bangka Belitung Kep. Riau D K I Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D I Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Gorontalo Maluku Maluku Utara Irian Barat Jaya Papua Jumlah

102

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa jumlah kasus tertinggi dilaporkan terjadi di Banten sebanyak 1.169 orang (16,94%) disusul berturut-turut Jawa Tengah sebanyak 855 orang (12,39%) dan Riau sebanyak 848 orang (12,29%). Dilihat dari jumlah kematian, Maluku merupakan daerah dengan jumlah kematian tinggi, yaitu sebanyak 3 orang (27,27%), disusul Gorontalo dengan jumlah sebanyak 2 orang (18,18%).

Sehubungan dengan itu, Badan POM didukung oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengembangkan konsep dan program untuk menangani KLB Keracunan Pangan melalui pembentukan Pusat Kewaspadaan dan Penanggulangan Keamanan Pangan Nasional (National Center For Food Safety Alert and Response) sehingga kasus keracunan pangan dapat ditangani dengan lebih cepat dan tuntas dengan melibatkan lintas sektor terutama Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya Berdasarkan data hasil pengawasan pangan tahun 2011, khususnya pangan jajanan anak sekolah (PJAS) dan pangan industri rumah tangga (P-IRT) dari Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia, penyalahgunaan bahan berbahaya seperti boraks, formalin, dan zat warna tekstil seperti rhodamin B dan kuning metanil dalam pangan masih terus berlangsung. Praktek penyalahgunaan ini dari waktu ke waktu terkait erat dengan kemudahan akses untuk memperoleh bahan berbahaya yang dilarang untuk pangan dan harga bahan berbahaya yang relatif murah.

Tahun 2011 telah dilakukan sampling dan pengujian terhadap 2.666 sampel pangan serta 205 sampel kemasan pangan. Terhadap sampel pangan dilakukan pengujian untuk mengetahui kandungan bahan kimia berbahaya yang dilarang digunakan dalam pangan seperti formalin, boraks, kuning metanil, rodamin B, amaran, dan auramin. Dari 2.666 sampel pangan ditemukan 435 sampel (16,32%) tidak memenuhi syarat (TMS) yaitu 94 sampel (3,53%) mengandung formalin, 124 sampel (4,65%) mengandung boraks, 203 sampel (7,61%) mengandung rhodamin B, 12 sampel (0,45%) mengandung kuning metanil, 1 sampel (0,04%) mengandung auramin, dan 1 sampel (0,04%) mengandung amaran.

103

Gambar 46 PROFIL PENGUJIAN SAMPEL BAHAN BERBAHAYA PADA PANGAN TAHUN 2011

Formalin 3.53% Boraks 4.65% Rhodamin B 7.61% MS 83.68% MS 16,32% Kuning metanil 0.45% Auramin 0.04% Amaran 0.04%

Sebagai implementasi Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Pengawasan Kemasan Pangan dilakukan pula kegiatan sampling dan pengujian terhadap beberapa sampel kemasan pangan seperti kemasan pangan dari logam, plastik, dan peralatan makan dan minum melamin. Parameter pengujian untuk sampel kemasan pangan berupa migrasi logam berat, rhodamin B, dan formalin. Dari 205 sampel uji terdapat 13 (6,34%) sampel kemasan pangan yang TMS yang terdiri dari 4 (1,95%) sampel kemasan pangan dari plastik TMS hasil uji migrasi rhodamin B melebihi persyaratan dan 9 (4,39%) sampel peralatan makan dan minum melamin TMS hasil uji migrasi kandungan formalinnya.

Supervisi Pengawasan Bahan Berbahaya Untuk mencegah masuknya bahan berbahaya yang dilarang digunakan dalam pangan ke rantai pangan, Badan POM melakukan supervisi pengawasan bahan berbahaya dengan menelusuri sumber pasokan bahan berbahaya yang ditemukan di sarana produksi pangan, mulai dari sarana pengecer bahan berbahaya hingga ke distributor, importir, dan produsen bahan berbahaya. Supervisi ini merupakan kegiatan pendampingan penelusuran jaringan pasokan bahan berbahaya dari hulu ke hilir. Supervisi dilakukan oleh tim terpadu yang melibatkan petugas Pemda yang membidangi perdagangan dan kesehatan serta Balai Besar /Balai POM. Tahun 2011, Badan POM melakukan supervisi ke 56 sarana di 11 propinsi, yaitu Makasar, Pontianak, Jambi, Samarinda, Serang, Denpasar, Surabaya, Banjarmasin,

DI Yogyakarta, Semarang, dan DKI Jakarta yang terdiri dari : 29 produsen pangan, 104

11 pengecer BTP, 1 importir bahan berbahaya, 2 distributor bahan berbahaya, 11 pengecer bahan berbahaya serta 2 pengguna akhir.

Dari hasil supervisi, menunjukkan masih ditemukannya bahan berbahaya yang dilarang dalam pangan yang diperjualbelikan secara bebas dengan ukuran kemasan yang tidak memenuhi ketentuan di pasaran tanpa perizinan sesuai peraturan berlaku.

Pengembangan Jejaring Lintas Sektor Pengawasan Bahan Berbahaya Untuk menindaklanjuti hasil pengawasan produk dan bahan berbahaya, Badan POM melakukan pertemuan jejaring lintas sektor di pusat. Pertemuan tersebut membahas isu terkini terkait bahan berbahaya. Serangkaian pertemuan rapat lintas sektor telah dilaksanakan, dengan topik usulan penyusunan payung hukum pengawasan bahan berbahaya yang dilarang digunakan untuk pangan dalam bentuk Rancangan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Pengawasan Bahan Berbahaya yang Dilarang Digunakan untuk Pangan. Pertemuan puncak dilaksanakan pada tanggal 14 Desember 2011 di Hotel Borobudur yang diikuti oleh lintas sektor terkait seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, dll. Dalam workshop ini dihasilkan rekomendasi sebagai berikut: Opsi penyusunan Peraturan Bersama Kepala Badan POM dengan Menteri Dalam Negeri tentang Pengawasan Bahan Berbahaya yang Dilarang Digunakan pada Pangan disetujui, dengan catatan untuk memperdalam substansi dari materi penyusunan rancangan peraturan tersebut perlu pembahasan lebih lanjut dengan melibatkan instansi terkait seperti Kementerian Kesehatan Perdagangan, sesuai dengan

Kementerian Perindustrian dan kewenangan masing-masing.

Kementerian

Pokok pikiran kewenangan Pemerintah Daerah dalam bidang pengawasan bahan berbahaya yang dilarang digunakan pada pangan, akan dijabarkan pada Peraturan Bersama, diusulkan akan dituangkan dalam revisi PP No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota setelah selesai revisi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Optimalisasi peraturan ini diharapkan dapat menjadi justifikasi dalam pengawasan bahan berbahaya di daerah yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan 105

Perdagangan Provinsi/Kabupaten/Kota yang berkoordinasi dengan unit pelaksana teknis (UPT) Badan POM dalam hal ini Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia. Rekomendasi hasil pertemuan tersebut adalah Penerbitan Surat Keterangan Impor (SKI) bahan kimia untuk peruntukan non pangan dan kemasan pangan dan Surat Keterangan Ekspor (SKE) untuk kemasan pangan.

Tujuan diterbitkannya Surat Keterangan Impor (SKI) adalah untuk memfasilitasi beberapa bahan kimia dengan HS Code yang sama tetapi peruntukan non pangan yang diatur dalam Permenkes No.722/Menkes/Per/IX/1988 Tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Pangan yang masih dipertahankan SKInya di Badan POM dalam rangka memudahkan telusur jika ada temuan pelanggaran penggunaan bahan kimia tersebut di sarana produksi pangan. Selama tahun 2011 telah diterbitkan 168 SKI bahan kimia dengan peruntukan non pangan. Sementara itu, Badan POM selama tahun 2011 juga mengeluarkan 6 Surat Keterangan Ekspor (SKE) bahan kemasan pangan dimaksudkan untuk memfasilitasi eksportir kemasan pangan dalam memenuhi persyaratan keamanan kemasan pangan yang akan diekspor ke negara tujuan.

7. Hasil Investigasi Awal dan Penyidikan Kasus Tindak Pidana Bidang Obat dan Makanan

Dalam rangka memberantas dan menertibkan peredaran produk obat dan makanan ilegal dan palsu serta obat keras di sarana yang tidak berhak, Badan POM telah melakukan investigasi awal dan penyidikan tindak pidana bidang obat dan makanan, serta secara khusus menindaklanjuti kasus pelanggaran bidang obat dan makanan termasuk yang dilakukan oleh instansi penegak hukum lainnya. Selain itu, setiap tahun Badan POM juga melakukan operasi gebrak kejut gabungan nasional (Opgabnas) dan operasi gabungan daerah (opgabda) dengan melibatkan pihak terkait, antara lain Kepolisian Daerah, Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan lainlain.

Pada tahun 2011 ditemukan sejumlah 651 kasus pelanggaran di bidang obat dan makanan. Dari total kasus pelanggaran tersebut, 239 kasus (36,71%) ditindaklanjuti dengan pro-justisia dan 412 kasus (63,29%) ditindaklanjuti dengan sanksi administratif. Dari 239 kasus yang ditindaklanjuti dengan pro-justisia, 27 kasus (11,30%) diantaranya telah mendapat putusan pengadilan. 106

Ditinjau dari jenis komoditi, pelanggaran terbanyak yang ditindaklanjuti dengan pro-justisia yaitu pelanggaran di bidang obat sebanyak 87 (36,40%) kasus, disusul pelanggaran di bidang kosmetika sebanyak sebanyak 59 (24,69%) kasus, di bidang pangan sebanyak 52 (21,76%) kasus, dan di bidang obat tradisional sebanyak 41 (17,15%) kasus. Dari kasus pro-justisia ini, sebagian besarnya merupakan kasus pelanggaran tanpa keahlian dan kewenangan. Berikut adalah profil penyidikan obat dan makanan berdasarkan jenis komoditi. Gambar 47 PROFIL PENYIDIKAN BERDASARKAN JENIS KOMODITAS TAHUN 2011

120 100 80 60 40 20 0 Obat TIE Kosmetik Pangan BKO Obat Tradisional Mengandung BB 9 78 59 13 35 4 4 37

Tanpa keahlian dan kewenangan

Kadaluarsa

Ditinjau dari tempat sarana terjadinya pelanggaran pidana bidang obat dan makanan, pelanggaran terbanyak yang ditindaklanjuti dengan pro-justisia yaitu pelanggaran di sarana toko dan toko obat. Berikut adalah profil penyidikan obat dan makanan berdasarkan jenis sarana. Gambar 48 PROFIL PENYIDIKAN OBAT DAN MAKANAN BERDASARKAN JENIS SARANA TAHUN 2011
160 140 120 100 80 60 40 20 0 3 2 1 2 5 27 6 1 56 135

107

Yang masih menjadi keprihatinan Badan POM adalah bahwa keputusan pengadilan yang dijatuhkan relatif ringan sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggaran. Bahkan, dari 27 kasus pro-justisia tahun 2011 yang telah mendapat putusan, 17 diantaranya merupakan kasus Tipiring (tindak pidana ringan).

Berikut ini adalah kisaran putusan pengadilan terhadap tindak pidana bidang obat dan makanan pada tahun 2011 : Perkara / Putusan Obat Obat Tradisional Kosmetik Pangan Penjara Tertinggi 4 Bulan 15 Hari 7 Bulan, percobaan 1 Tahun 7 Bulan, percobaan 10 Bulan Terendah 3 Bulan, percobaan 6 Bulan 6 Bulan, percobaan 8 Bulan Denda Tertinggi Terendah Rp. 20 Juta Rp. 50 Juta Rp. 3 Juta Rp. 5 Juta Rp. 150 Ribu Rp. 2 Juta Rp. 500 Ribu Rp. 1 Juta

Dari perkara tindak pidana Obat dan Makanan yang telah mendapat Putusan Hakim berupa sanksi pidana penjara dan pidana denda, bervariasi sebagai berikut: 1 Pelanggaran tindak pidana bidang Obat 1.1 1.2 Putusan tertinggi : Denda Rp.20.000.000,Putusan terendah : Denda Rp.150.000,-

2 Pelanggaran tindak pidana bidang Makanan 2.1 Putusan tertinggi : Pidana penjara 7 bulan, masa percobaan 10 bulan dan denda Rp.5.000.000,2.2 Putusan terendah : Pidana penjara 6 bulan, masa percobaan 8 bulan dan denda Rp.1.000.000,3 Pelanggaran tindak pidana bidang Kosmetik 3.1 Putusan tertinggi : Pidana Penjara 7 bulan, percobaan 1 tahun dan denda Rp.3.000.000,3.2 Putusan terendah : Pidana Penjara 3 bulan, percobaan 6 bulan dan denda Rp.500.000,4 Pelanggaran tindak pidana bidang Obat Tradisional 4.1 4.2 Putusan tertinggi : Pidana Penjara 4 bulan 15 hari dan denda Rp.50.000.000,Putusan terendah : Denda Rp.2.000.000,-

108

Pada tahun 2011, upaya pemberantasan obat dan makanan ilegal dilakukan melalui beberapa operasi, yang diantaranya yaitu Operasi Gabungan Nasional, Operasi Gabungan Daerah, serta Operasi SATGAS Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal. Operasi Gabungan Nasional OPGABNAS tahun 2011 dilaksanakan berdasarkan pada Surat Kepala Badan POM RI No. 09.1.72.09.11.07909 tanggal 19 September 2011 dan pelaksanaanya dilakukan serentak pada tanggal 21 - 22 September 2011 oleh Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia. Urutan prioritas pada Operasi Gabungan Nasional (OPGABNAS) Tahun 2011 adalah sebagai berikut: a) Obat palsu; b) Obat tradisional mengandung bahan kimia obat / kosmetik mengandung bahan dilarang / pangan mengandung bahan berbahaya; c) Obat / obat tradisional / kosmetik / pangan tanpa izin edar (TIE).

Selama 2 (dua) hari pelaksanaan Opgabnas telah dilakukan pemeriksaan terhadap 385 sarana. Dari 385 sarana yang diperiksa tersebut sebanyak 160 sarana (41,56%) dinyatakan Memenuhi Ketentuan (MK) dan 225 sarana (58,44%) dinyatakan Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK).

Berdasarkan jenis sarananya, temuan TMK tersebut terdiri dari sarana produksi sejumlah 5 (1,30%) sarana, importir / distributor sejumlah 3 (0,78%) sarana, apotek sejumlah 5 (1,30%) sarana, supermarket sejumlah 7 (1,82%) sarana, toko sejumlah 137 (35,58%) sarana, toko obat sejumlah 47 (12,21%) sarana, gudang sejumlah 4 (1,04%) tempat, salon sejumlah 7 (1,82%) tempat, rumah sejumlah 5 (1,30%) tempat, dan mobil sejumlah 5 (1,30%) kendaraan.

109

Gambar 49 SEBARAN PELANGGARAN BERDASARKAN SARANA PADA OPERASI GABUNGAN NASIONAL TAHUN 2011

Sarana Produksi 1,30% Importir/ Distributor 0,78% Apotek 1,30% Supermarket 1,82% MK 41,56% TMK 58,44% Toko 35,58% Toko obat 12,21% Gudang 1,04% Salon 1,82% Rumah 1,30% Mobil 1,30%

Temuan Opgabnas tahun 2011 ini akan ditindaklanjuti baik secara pro-justisia maupun non-justisia. Dari 225 Sarana yang ditemukan TMK, 139 kasus (61,78%) dinyatakan akan ditindaklanjuti secara non-justisia, dan sebanyak 86 kasus (38,22%) dinyatakan akan diproses secara pro-justisia, yang terdiri dari 4 (1,78%0 kasus obat TIE, 25 (11,11%) kasus mengedarkan obat tanpa kewenangan, 1 (0,44%) kasus terkait OT BKO, 12 (5,33%) kasus terkait OT TIE, 31 (13,79%) kasus terkait kosmetik TIE, 1 (0,44%) kasus terkait suplemen makanan TIE, 9 (4,00%) kasus terkait pangan TIE, 1 (0,44%) kasus terkait pangan mengandung bahan berbahaya dan 2 (0,89%) kasus terkait pangan kadaluarsa.

Terhadap

kasus

yang

ditindaklanjuti

dengan

non-justisia,

diberikan

sanksi

administratif diantaranya pemusnahan terhadap produk yang ditemukan.Selain itu, juga dilakukan kembali investigasi awal dan penelusuran lanjutan sehingga ditemukan bukti yang cukup untuk tindak lanjut pro-justisia.

110

Gambar 50 TINDAK LANJUT TEMUAN OPGABNAS TAHUN 2011

Obat TIE 1,78% Mengedarkan obat tanpa kewenangan 11,11% OT BKO 0,44% Non-justisia 61,78% Pro-justisia 38,22% OT TIE 5,33% Kosmetik TIE 13,79% Suplemen Makanan TIE 0,44% Pangan TIE 4,00% Pangan mengandung Bahan Berbahaya 0,44% Pangan kadaluarsa 0,89%

Melalui OPGABNAS kali ini berhasil ditemukan sebanyak 4.858 item produk obat dan makanan illegal (482.302 pieces) dengan nilai total keseluruhan temuan diperkirakan sekitar Rp. 1.472.494.654 (satu milyar empat ratus tujuh puluh dua juta empat ratus sembilan puluh empat ribu enam ratus lima puluh empat rupiah) yang terdiri dari 248 item obat TIE (34.838 pieces), 98 item OT mengandung BKO (5.721 pieces), 496 item OT TIE (175.874 pieces), 72 item kosmetik mengandung bahan dilarang (540 pieces), 1.775 item kosmetik TIE (48.924 pieces), 19 item suplemen makanan TIE (1.155 pieces), 254 item pangan TIE (19.245 pieces) dan 6 item pangan mengandung bahan berbahaya (108 pieces), 1.798 item obat yang diedarkan oleh sarana yang tidak berwenang (192.263 pieces), 14 item obat kadaluarsa (2.518 pieces), 3 item OT kadaluarsa (487 item), 8 item kosmetik kadaluarsa (28 pieces), 1 item suplemen makanan kadaluarsa (7 pieces), 65 item pangan kadaluarsa (592 pieces), serta 1 item PKRT TIE (2 pieces).

111

Gambar 51 PROFIL TEMUAN OPGABNAS BERDASARKAN JENIS KOMODITI TAHUN 2011


1.775

2000 1600 1200 800 400 0 248 98 496

1.798

72

19

254

14

65

Operasi Gabungan Daerah Operasi Gabungan Daerah (OPGABDA) merupakan POM sebanyak 3 operasi 4 kali terpadu setahun yang yang

dilaksanakan

BalaiBesar/Balai

pelaksanaannya melibatkan lintas sektor terkait seperti Dinas Kesehatan, Dinas Perdagangan, Dinas Perindustrian, maupun Kepolisian Daerah. Pada tahun 2011, OPGABDA dilakukan terhadap 556 sarana produksi maupun distribusi obat dan makanan. Dari hasil operasi, ditemukan bahwa 200 (35,97%) sarana memenuhi ketentuan (MK), sedangkan 356 (64,03%) sarana lainnya dinyatakan tidak memenuhi ketentuan (TMK) karena melakukan pelanggaran terhadap peraturan di bidang obat dan makanan.

Terhadap sarana yang TMK tersebut, telah diberikan sanksi baik berupa sanksi administratif maupun pro-justisia. Dari 356 sarana TMK, 85 (23,88%) sarana dinyatakanakan ditindaklanjuti dengan pro-justisia, sedangkan 271 (76,12%) sisanya dinyatakan akan ditindaklanjuti dengan non-justisia/sanksi administratif yang diantaranya berupa pemusnahan produk dan barang bukti.

112

Temuan produk ilegal dari hasil OPGABDA tahun 2011 ini yaitu sebanyak 5.399 item (852.695 pieces) produk obat dan makanan ilegal yang meliputi: 2.594 item (662.216 pieces) obat, 940 item (54.931 pieces) obat tradisional, 1.477 item (39.892 pieces) kosmetik dan 388 item (95.656 pieces) produk pangan.

Gambar 52 PROFIL TEMUAN OPGABDA BERDASARKAN JENIS KOMODITI TAHUN 2011

3000 2500 2000 1500 1000

2.594

1.477 940 388

500 0 Obat Obat Tradisional Kosmetik Pangan

Terhadap temuan produk obat dan makanan ilegal hasil operasi tersebut, dilakukan pemusnahan, baik yang dilakukan sendiri oleh pemilik/penguasa barang sebagai sanksi administratif, maupun pemusnahan barang bukti terhadap temuan yang ditindaklanjuti dengan pro-justisia. Secara ekonomis, taksiran nilai produk obat dan makanan ilegal yang ditemukan dan dimusnahkan diperkirakan mencapai

Rp.1.543.625.856,- (satu milyar lima ratus empat puluh tiga juta enam ratus dua puluh lima ribu delapan ratus lima puluh enam rupiah). Operasi SATGAS Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal Operasi Pangea IV

Dalam rangka melindungi masyarakat dari informasi yang menyesatkan khususnya terhadap perdagangan ilegal Obat dan Makanan melalui media internet, Badan POM RI bekerja sama dengan lintas sektor terkait dan dengan koordinasi oleh International Criminal Police Organization (ICPO)-Interpol telah melakukan gelar operasi dengan sandi OPERASI PANGEA. Operasi ini merupakan suatu aksi internasional yang dilakukan dalam waktu 1 (satu) minggu dengan sasaran penjualan produk obat ilegal termasuk palsu secara on-line. 113

Operasi Pangea ini baru pertama kali diikuti oleh Indonesia. Pada tahun 2008, Operasi Pangea I diikuti oleh 8 negara, Operasi Pangea II tahun 2009 diikuti oleh 25 negara, Operasi Pangea III tahun 2010 diikuti oleh 44 negara dan Operasi Pangea IV tahun 2011 diikuti oleh 81 negara termasuk Indonesia yang difasilitasi oleh National Central Bureau (NCB)-Interpol Indonesia. Gelar operasi yang dilaksanakan pada tanggal 20 - 27 September 2011, bertujuan untuk mendukung kegiatan internasional dalam memberantas

peredaran obat palsu dan obat tanpa izin edar yang diedarkan melalui internet, mengungkap dan menindak tegas semua pelaku sindikat jaringan yang memproduksi dan pengedar obat palsu dan obat tanpa izin edar serta meningkatkan awareness masyarakat terhadap website ilegal dan obat palsu dan obat tanpa izin edar. Operasi ini melibatkan Badan POM RI, Kepolisian RI, Kejaksaan Agung, Kementerian Komunikasi dan Informasi serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Dari gelar operasi ini berhasil diidentifikasi sebanyak 30 situs website yang mempromosikan obat ilegal termasuk palsu. Atas permintaan Badan POM, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Memasukkan 30 alamat (domain/URL) website tersebut ke dalam database TRUST+positif sebagai data rujukan utama untuk menyaring website-website yang melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Melakukan koordinasi dengan para ISP (internet service provider) dan Nawala (filter rujukan yang dikelola oleh Asosiasi Warung Internet Indonesia) untuk segera melakukan penyesuaian database dengan TRUST+positif. Pada Operasi Pangea IV diperiksa sebanyak 4 sarana dimana berhasil ditangkap dan ditahan 2 orang pelaku yang mempromosikan dan mengedarkan produk ilegal termasuk palsu serta 2 orang diperiksa guna pengembangan untuk memperoleh informasi sumber perolehan produk ilegal. Jumlah produk yang disita sebanyak 57 item umumnya obat ilegal yang terdiri dari kategori disfungsi ereksi, perangsang wanita/female libido drugs, anastesi lokal, penurun berat badan maupun obat tradisional senilai kurang lebih Rp.82.000.000,- (delapan puluh dua juta rupiah).

114

Operasi Satgas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal Tingkat Wilayah

Pada tahun 2011, Operasi Satgas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal pelaksanaannya telah dilaporkan oleh 11 Balai Besar/Balai POM, yaitu: Balai Besar POM di Mataram, Balai Besar POM di Bandar Lampung, Balai Besar POM di Denpasar, Balai Besar POM di Makassar, Balai Besar POM di Yogyakarta, Balai POM di Ambon, Balai Besar POM di Semarang, Balai Besar POM di Pekanbaru, Balai Besar POM di Bandung, Balai Besar POM di Surabaya, dan Balai Besar POM di Samarinda. Operasi ini dilakukan bersama-sama oleh petugas Balai Besar/Balai POM dengan petugas dari lintas sektor terkait dalam kerangka Satgas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal tingkat wilayah yang diantaranya yaitu Kepolisian Daerah, Kanwil Bea dan Cukai, serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan.

Dari hasil pelaksanaan operasi tersebut, ditemukan 184 sarana produksi dan distibusi obat dan makanan yang tidak memenuhi ketentuan (TMK). Terhadap temuan Operasi ini, akan dilakukan proses gelar kasus untuk menentukan tindak lanjut yang akan diberikan. Temuan pada Operasi Satgas Pemberantasan Obat dan Makanan tingkat wilayah pada tahun 2011 ini sebanyak 1.255 item (41.345 pieces) produk obat dan makanan ilegal yang kemudian dilakukan pemusnahan, baik yang dilakukan sendiri oleh pemilik/penguasa barang sebagai sanksi administratif, maupun pemusnahan barang bukti terhadap temuan yang ditindaklanjuti dengan projustisia. Secara ekonomis, taksiran nilai produk obat dan makanan ilegal yang ditemukan dan dimusnahkan diperkirakan mencapai Rp.471.502.600,- (empat ratus tujuh puluh satu juta lima ratus dua ribu enam ratus rupiah).

8. Hasil Pengawasan Iklan

Untuk melindungi masyarakat dari klaim yang menyesatkan, Badan POM juga melakukan pengawasan terhadap iklan obat, obat tradisional, suplemen makanan, kosmetik dan pangan yang beredar. Khusus terhadap obat bebas, obat tradisional dan suplemen makanan juga dilakukan pre-review terhadap kebenaran klaim iklan sebelum ditayangkan atau diedarkan, yang dilakukan oleh Tim Penilai Iklan yang terdiri dari tenaga ahli berbagai disiplin ilmu. 115

Selama tahun 2011 telah dilakukan pre-review dan disetujui sebanyak 190 iklan obat, 260 iklan obat tradisional dan 214 iklan suplemen makanan. Sebanyak 19,31% telah ditolak karena konsep tidak relevan atau tidak sesuai dengan indikasi yang disetujui atau berlebihan dan cenderung menyesatkan. Gambar 53 HASIL PENILAIAN IKLAN SEBELUM BEREDAR TAHUN 2011

400 350 300 250 200 150 100 50 0 Obat Permohonan 9 84 283

354 290 214

260 190

94

76

Obat Tradisional Disetujui

Suplemen Makanan Perbaikan

ditolak

Hasil pengawasan/monitoring iklan yang

beredar selama

tahun 2011 menunjukkan

bahwa sebagian besar pelanggaran menyangkut produk-produk yang tidak terdaftar atau ilegal dalam bentuk leaflet dan brosur-brosur. Berikut ini adalah rincian hasil pengawasan/monitoring iklan menurut jenis komoditinya: Hasil pengawasan iklan obat sesudah beredar tahun 2011 yaitu sebanyak 2.538 iklan, mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya yaitu 2.444 pada tahun 2010. Dari 2.538 iklan obat yang diawasi, 1.288 (50,75%) iklan masih belum memenuhi ketentuan karena: tidak sesuai dengan yang disetujui, menjanjikan hadiah dan mempromosikan obat keras. Terhadap promosi/iklan obat yang tidak memenuhi ketentuan ditindaklanjuti dengan sanksi administratif yaitu berupa peringatan 1.265 iklan untuk pelanggaran iklan obat bebas/bebas terbatas dan sanksi peringatan keras 23 iklan untuk pelanggaran iklan obat keras. Dari 7.643 iklan obat tradisional yang dipantau, 25,03% iklan memenuhi ketentuan, sedangkan 74,97% iklan obat tradisional tidak memenuhi ketentuan karena: mengiklankan produk tak terdaftar, iklan belum disetujui (mencantumkan testimoni, menjanjikan hadiah, klaim yang berlebihan), klaim iklan tidak sesuai dengan yang 116

disetujui. Dari iklan yang tidak memenuhi ketentuan tersebut, 75,85% merupakan produk tidak terdaftar dan tidak melalui pre-review Tim Penilai Iklan. Dari 2.942 iklan produk suplemen makanan yang beredar ditemukan pelanggaran sebanyak 60,33%. Sedangkan 39,67% iklan sudah memenuhi ketentuan. Dari iklan yang tidak memenuhi ketentuan tersebut, 80,06% merupakan produk tidak terdaftar dan tidak melalui pre-review Tim Penilai Iklan. Dari 18.751 jumlah produk dalam iklan kosmetika yang dipantau ditemukan 279 (1,49%) yang tidak memenuhi ketentuan, mencakup: produk tidak terdaftar, diiklankan sebagai obat, klaim yang berlebihan dan menyesatkan serta klaim mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh. Dari 5.136 iklan produk pangan yang dipantau ditemukan sejumlah 3.376 (65,73%) telah memenuhi ketentuan, dan sisanya sebanyak 1.760 (34,27%) belum memenuhi ketentuan, karena: memuat pernyataan bahwa pangan berkhasiat sebagai obat, berlebihan dan menyesatkan.

Terhadap pelanggaran tersebut telah diambil langkah-langkah tindak lanjut seperti pembinaan untuk mendaftarkan produk, peringatan dan penghentian iklan, peringatan keras serta penarikan iklan.

9. Hasil Pengawasan Penandaan dan Label Untuk melindungi masyarakat dari informasi yang tidak lengkap, tidak obyektif dan menyesatkan, Badan POM melakukan pengawasan terhadap penandaan obat, obat tradisional, suplemen makanan, kosmetik dan pangan yang beredar. Terhadap penandaan produk tersebut, dilakukan evaluasi sebelum produk beredar kecuali pada kosmetika.

Penandaan adalah informasi yang dicantumkan pada etiket/label kemasan. Penandaan dapat berbentuk gambar, warna, tulisan atau kombinasi antara atau ketiganya atau bentuk lainnya yang disertakan pada kemasan atau dimasukkan dalam kemasan, atau merupakan bagian dari wadah dan atau kemasannya. Pengawasan penandaan dilakukan sebelum kemasan tersebut beredar (pre-market) dan sesudah beredar di pasaran (post-market).

a. Penandaan Obat Selama tahun 2011, dilakukan evaluasi penandaan pada kemasan obat sebelum beredar sejumlah 28 item obat jadi dengan hasil evaluasi 15 (53,57%) memenuhi 117

ketentuan dan 13 (46,43%) masih belum memenuhi ketentuan. Sedangkan untuk pengawasan penandaan sesudah beredar selama tahun 2011 sebanyak 11.438 item obat dengan jumlah penandaan 31.041, yang telah dievaluasi dengan hasil 27.465 (88,48%) memenuhi ketentuan dan 3.576 (11,52%) belum memenuhi ketentuan. Untuk penandaan yang tidak memenuhi ketentuan, ditindaklanjuti dengan surat ke Industri Farmasi disertai dengan perintah untuk memperbaiki penandaan sesuai ketentuan.

b. Penandaan obat tradisional, suplemen makanan, dan kosmetik Hasil pengawasan penandaan yang beredar selama tahun 2011 menunjukkan bahwa sebagian besar pelanggaran adalah tidak mencantumkan nomor bets. Berikut ini adalah rincian hasil pengawasan penandaan menurut jenis komoditinya : Dari 1.819 penandaan obat tradisional yang dipantau, 57,72% penandaan memenuhi ketentuan, sedangkan 42,28% penandaan obat tradisional tidak memenuhi ketentuan karena tidak mencantumkan nama produsen, alamat produsen, nama importir, alamat importir, kemasan isi/bobot, nomor registrasi, kode produksi, tanggal kadaluarsa, komposisi, kegunaan, cara penggunaan, cara penyimpanan, peringatan, klaim sesuai persetujuan dan penandaan dalam bahasa Indonesia. Dari 429 penandaan suplemen makanan yang beredar ditemukan pelanggaran sebanyak 16,08%, sedangkan 83,92% penandaan sudah memenuhi ketentuan. Penyimpangan mencantumkan penandaan suplemen makanan terjadi karena tidak

kemasan isi/bobot, nomor registrasi, kode produksi, tanggal

kadaluarsa, komposisi, kegunaan, cara penggunaan, cara penyimpanan, klaim sesuai persetujuan dan penandaan dalam bahasa Indonesia. Dari 5.749 penandaan kosmetika yang diawasi ditemukan sebanyak 1.889 (32,86%) tidak memenuhi ketentuan, yaitu produk tidak mencantumkan nama kosmetika sesuai dengan yang disetujui, nomor bets, netto, nama dan alamat produsen/importir/distributor/pemberi lisensi, komposisi, kegunaan dan cara penggunaan yang jelas, peringatan/perhatian, batas kadaluarsa untuk kosmetika ternotifikasi, nomor izin edar tidak sesuai dengan persetujuan; mencantumkan klaim seolah-olah sebagai obat/berlebihan dan nomor izin edar telah habis masa berlakunya.

Terhadap pelanggaran tersebut telah diambil langkah-langkah tindak lanjut berupa peringatan untuk menarik dan mengganti penandaan sesuai persetujuan 118

pendaftaran, pengamanan produk dan pemusnahan penandaan yang tidak memenuhi syarat.

c. Label Produk Pangan Pada tahun 2011, Badan POM juga melakukan pengawasan label pada produk pangan. Pada tahun 2011, dari 6.604 label produk pangan yang dipantau ditemukan sejumlah 2.346 (35,52%) tidak memenuhi ketentuan, antara lain karena tidak mencantumkan nomor persetujuan pendaftaran, tidak mencantumkan kode produksi, kadaluarsa, netto (berat bersih), komposisi, serta nama dan alamat produsen.

10. Standardisasi

Dalam rangka mengakomodasi dan mengantisipasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam era perdagangan bebas, standardisasi merupakan salah satu acuan pengawasan. Seiring dengan makin intensifnya kegiatan harmonisasi standar berbagai produk sediaan farmasi dan makanan dalam rangka menyongsong Asean Free Trade Area ( AFTA), Asia Pacific Economic Cooperation (APEC), ASEAN CHINA Free Trade Agreement dan World Trade Organization (WTO), maka dilakukan penataan unit standardisasi, standardisasi. Penataan standardisasi meliputi manajemen

peningkatan ketersediaan dokumen standar, peningkatan kemampuan dan keterampilan SDM serta partisipasi aktif dalam proses penyusunan standar nasional dan internasional. Untuk kepentingan tersebut, pada tahun 2011 Badan Pengawas Obat dan Makanan telah menyusun regulasi dan standar diantaranya:

Di Bidang Obat dan PKRT; Regulasi : - Penyusunan Rancangan Permenkes tentang Daftar Perubahan Golongan Obat No. 4. - Revisi Rancangan Permenkes tentang Obat Wajib Apotek. - Peraturan Kepala badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.031.23.12.11.10217 tahun 2011 tentang Obat Wajib Uji Ekivalensi beserta lampiran Daftar Obat Copy yang mengandung Zat Aktif Wajib Uji Bioekivalensi. Pengkajian Monografi Farmakope Indonesia edisi V Standar Obat Baru (SOB) - monografi obat antialergi (tablet setirizin hidroklorida). - antibiotik golongan makrolida (tablet spiramisin dan sirup spiramisin). 119

- hormon GNRH analog, FSH/LH (tablet mesterolon dan bahan baku mesterolon) untuk defisiensi androgen dan infertilitas pada laki-laki. Pengkajian terhadap pengembangan metoda analisis tablet CTM, tablet

amoksisilin, tablet vitamin C dan obat-obat Anti Retroviral (ARV). Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga : - Etil Butilasetilaminopropionat dalam losion penolak nyamuk. - Metoflutrin dalam antinyamuk semprot. Daftar monografi obat baru dalam adendum buku IONI : Monografi Obat Baru
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 Mesalazin Nebivolol Aliskiren Ivabradine Asetosal+Prevastatin Dabigatran Eteksilat Mesilat Faktor Antihemofilik Indakaterol Maleat Desloratadin+Pseudoefedrin Bepotastin Besilat Ramelteon Paliperidone Agomelatin Atomoksetin HCl Zonisamid Ropinirol Doripenem Monohidrat Tigesiklin Mikafungin Na Posakonazol Lopinavir+Ritonavir Emtrisitabin+Tenofovir Daranuvir Artemeter+Lumefantrin Insulin Detemir Glimepirid+Metformin HCl Sitagliptin Vildagliptin Sitagliptin+Metformin HCl Saksagliptin Estradiol+Didrogesteron Norgesstimat+Etinilestradiol 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 Desmopresin asetat Ibandronat Atosiban Propiverin HCl Trospium Klorida Everolimus Pazopanib HCl Setuksimab Nilotinib Lapatinib Temsirolimus Desitabin Pemetreksed Heptahidrat Ranibizumab Epoetin beta metoksi polietilenglikol Ikodekstrin MinyakOlive+MCT+Refined fish oil+Minyak kedelai Lantanum Karbonat Hidrat Tiokolcisida Bimatopros Taflupros Polietilenglikol/ Propilenglikol Flutikason Furoat Dequalinium Klorida Hidrokuinon+Tretinoin+Fluosinolon Mekuinol dan Tretinoin Mukopolisakarida Polisulfat Vaksin Rotavirus Sugamadeks Gadoksetat Asam Gadobutrol Gadodiamid

120

Di Bidang Obat Tradisional; Regulasi Di Bidang Obat Tradisional 1. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis CPOTB. 2. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Registrasi Obat Tradisional (Revisi). 3. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional (Revisi). 4. Rancangan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang Uji Klinik Obat Tradisional dan Obat Herbal (Baru). 5. Rancangan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat Tradisional (Revisi). 6. Rancangan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang Ketentuan Pokok Pengawasan dan Tata Laksana

Registrasi Obat Kuasi (Baru). 7. Rancangan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang Pengelompokan dan Penandaan Obat Herbal (Revisi). 8. Rancangan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional (Revisi). 9. Rancangan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang Pedoman Klaim Obat Tradisional (Baru). 10. Rancangan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang Penandaan Obat Tradisional (Revisi). 11. Rancangan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang Pedoman Uji Non Klinik Obat Tradisional (Baru). 12. Rancangan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang Pedoman Sistem Distribusi Obat Tradisional (Baru). 13. Rancangan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang Alternatif Solusi Penerapan CPOTB bagi Industri Kecil dan Menengah Obat Tradisional (Baru). Standar Di Bidang Obat Tradisional 1. 10 (sepuluh) standar monografi simplisia dan ekstrak tumbuhan obat Buah Jinten putih (Cuminum cyminum L.) Daun Daruju (Acanthus ilicifolius L.) 121

Daun Sawi langit (Vernonia cinerea (L.) Less. Daun Ceremai (Phyllanthus acidus (L.) Skeels Biji Wijen (Sesamum orientale L.) Bunga Melati (Jasminum sambac (L.) W. Ait. Kayu Bidara laut (Strychnos lucida R.Bl.) Kulit buah Delima merah (Punica granatum L.) Daun Kayu putih (Melaleuca leucadendra (L.) L.) Daun Kayu ekaliptus (Eucalyptus globulus Labill.)

Keterangan : Standar monografi dan simplisia tersebut akan menjadi bahan dalam Farmakope Herbal Indonesia (FHI) yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan. 2. 20 (dua puluh) monografi tumbuhan yang dilarang atau dibatasi

penggunaannya dalam obat tradisional Tumbuhan yang dilarang - Abrus precatorius L. (Abri Precatorii Semen) - Aconitum sp. (Aconiti Herba) - Aristolochia sp.(Aristolochiae Fructus, Radix) - Azadirachta indica A. Juss. (Azadirachta Indicae Semen) - Colchicum autumnale (Colchici Autumnalae Semen) - Croton tiglium L. (Croton Triglii Semen) - Dryopteris filix-mas (L.) Schott ( Dryopteridis Filisis Radix) - Hydrastis Canadensis L. (Hydrastis Canadensis Rhizoma) - Lobelia chinensis Lour. (Lobeliae Chinensidis Herba) - Piper Methysticum G. Forst (Piperis Methystici Folium) - Podophyllum emodii Wall. (Podophylli Emodii Rhizome, Radix) - Schoenocaulon officinale (Schltdl. & Cham.) A. Gray Ex Benth (Schoenocaulonis Officinalae Semen) - Scilla sp. (Scillae Bulbus Semen) - Strophanthus sp. (Sthropanthus Semen) - Symphytum sp. (Symphytum Herba) Tumbuhan yang dibatasi - Adonis vernalis L. (Adonis Vernalidis Herba) - Cimicifuga racemosa (L.) Nutt. (Cimicifugae Racemosae Rhizoma, Radix) - Citrullus colocynthis L. (Citrullus Colocythidis Fructus, Semen) 122

- Hypericum perforatum L. (Hyperici Perforatii Herba) - Melaleuca alternifolia (maiden & betche) cheel (Melaleucae

alternifoliae Folium, Cortex)

Keterangan : Standar monografi tersebut dipublikasikan dalam buku 20 Monographes of Prohibited and Restricted Herbs to Used in Traditional Medicines.

Di Bidang Kosmetik; Regulasi Di Bidang Kosmetika 1. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.HK.03.1.23.04.11.03724 tahun 2011 tentang Pengawasan Pemasukan Kosmetika. 2. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.HK.03.1.23.07.11.6662 tahun 2011 tentang Persyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat dalam Kosmetika. 3. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.HK.03.1.23.08.11.07331 tahun 2011 tentang Metode Analisis Kosmetika. 4. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.HK.03.1.23.08.11.07517 tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika. 5. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.HK.03.1.23.12.11.10051 tahun 2011 tentang Mekanisme Monitoring Efek Samping Kosmetika. 6. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.HK.03.1.23.12.11.10052 tahun 2011 tentang Pengawasan Produksi dan Peredaran Kosmetika. 7. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.HK.03.1.23.12.11.10689 tahun 2011 tentang Bentuk dan Jenis Sediaan Kosmetika Tertentu yang Dapat Diproduksi Oleh Industri Kosmetika Golongan B. 8. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.HK.03.1.23.12.11.10719 tahun 2011 tentang Tata Cara Pemusnahan Kosmetika.

123

9. Rancangan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang Alternatif Solusi Aspek Bangunan Industri dan Usaha Kosmetika dalam Rangka Penerapan CPKB (Baru). 10. Rancangan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang Pedoman Sistem Distribusi Kosmetika (Baru).

Standar Di Bidang Kosmetika 74 (Tujuh Puluh Empat) Monografi Kodeks Kosmetika Indonesia
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 2-Amino-2-Metil-1-Propanol 4-Tert-Butil-4metoksidibenzoilmetan Aluminium Hidroksiklorida Aluminium Silikat Sintetis Aluminium Silikat Alami Aluminium Dihidroksi Alantoinat Asam Behenat Trigliserida Asam Kaprilat/ Asam Kaprat Askorbil Stearat Behenil Alkohol Benzalkonium Klorida, Larutan Benzetonium Klorida, Larutan Benzil Nikotinat Bismut Oksiklorida Setil Trimetil Amonium Sakarinat, Larutan Setil Trimetil Amonium Bromida Setil Trimetil Amonium Klorida Klorfenesin Sitronelol Asam Lemak Kelapa Dietanolamida Dibutilhidroksitoluen Dikalium Glisirizinat Dinatrium Suksinat Etilenglikol Monobutileter 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 2-Metil-2-4-Pentandiol 2-Oktildodekanol 2-Oktildodesil Miristat 2-Oktildodesil Oleat Asam Stearat Dietanolamida D-Pantenol Fitosterol Asam Laurat Dietanolamida Lauriltrimetilamonium Klorida Linalil Asetat Metilfenil Polisiloksan Metil Polisiloksan Minyak Safflower Miristil Miristat Natrium L-Aspartat MiristilDimetil Benzil Amonium Klorida Natrium Tembaga Klorofilin Natrium Hidroksimetoksibenzofenon Sulfonat Natrium Sulfit Anhidrat Ortofenilfenol Parafin Pentanatrium Dietilentriamina Pentaasetat, Larutan Polioksietilen Alkilfenileter Fosfat Polivinil Pirolidon

124

74 (Tujuh Puluh Empat) Monografi Kodeks Kosmetika Indonesia


25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 Tingtur Jahe Kalsium Karbonat Berat Isobutil Parahidroksibenzoat Isopropil Parahidroksibenzoat Isopropilmetilfenol Kaolin Karboksivinilpolimer Kasein Kumarin Lanolin Asetat Asam Lemak Lanolin Isopropil Ester Setil Miristat Sikloheksana 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 Propilen Glikol Besi (iii) Oksida Merah Pati Beras Natrium N-Stearoil-L-Glutamat Sorbitan Monoisostearat Sorbitan Seskuistearat Sorbitan Tristearat Skualen Steariltrimetilamonium Klorida Trietanolamin Polioksietilen Alkilfenileter Fosfat Trietanolamina Polioksietilen Laurileter Sulfat Triisopropanolamina Xilitol

35 36 37

72 73 74

Keterangan : Standar monografi tersebut akan menjadi bahan dalam Kodeks Kosmetika Indonesia yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan.

Di Bidang Suplemen Makanan; Regulasi Di Bidang Suplemen Makanan 1. Rancangan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan (Revisi). 2. Rancangan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Pengawasan Pemasukan Suplemen Makanan (Baru). Standar Di Bidang Suplemen Makanan 1. Besi 2. Fluoride 3. Kalium 4. Selenium 5. Vitamin D 6. Vitamin E 7. Vitamin K

125

Di Bidang Pangan; Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia Nomor

HK.03.1.23.11.11.09909 tahun 2011 tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan.
Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia Nomor HK.03.1.52.08.11.07235 tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia Nomor HK.00.05.1.52.3920 tahun 2009 tentang Pengawasan Formula Bayi dan Formula Bayi untuk Keperluan Medis Khusus. Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.11.11.09657 tahun 2011 tentang Persayaratan Penambahan Zat Gizi dan Non Gizi dalam Pangan Olahan. Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.11.11.09605 tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia Nomor HK.00.06.51.0475 tahun 2005 tentang Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia tentang Persyaratan Bahan Penolong. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia tentang Monografi Bahan Tambahan. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia tentang Pedoman Pangan Diet Khusus. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia tentang Pedoman Pengkategorian Pangan Berdasarkan Kategori Pangan. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia tentang Kategori Pangan. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM RI Republik Indonesia tentang Cara Ritel Pangan yang Baik Berbasis Jenis Pangan untuk High Risk Product. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia tentang

Pengawasan Periklanan Pangan. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia tentang Pedoman Takaran Saji Pangan Olahan. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia tentang

Pengawasan Pelabelan Produk Rekayasa Genetik. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia tentang Minuman Olahaga Endurance. 126

Di Bidang Bahan Berbahaya; Rancangan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang Bahan yang Dilarang dalam Pangan Olahan, yang merupakan revisi dari Permenkes Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan.

Di Bidang Kemasan Pangan; Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.07.11.6664 tanggal 12 Juli 2011 tentang Pengawasan Kemasan Pangan yang merupakan Perubahan atas Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia Nomor HK.00.05.55.6497 tahun 2007 tentang Bahan Kemasan Pangan Standar Nasional Indonesia (SNI) maupun Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) : i. SNI 7626.1.2011 tentang Cara uji migrasi zat kontak pangan dari kemasan pangan - Bagian 1 : Plastik Polikarbonat (PC). ii. RSNI3 7741:2011 tentang Cara uji migrasi zat kontak pangan dari kemasan pangan Timbal (Pb), kadmium (Cd), kromium (VI){(Cr(VI)} dan merkuri (Hg) dari kemasan plastik (sedang dalam proses penetapan di BSN). iii. RSNI3 7626.2.2011 tentang Cara uji migrasi zat kontak pangan dari kemasan pangan-Bagian 2 : Plastik Polistirene (PS) (sedang dalam proses e-balloting di BSN). Standar ini berisi tentang metode uji migrasi zat kontak pangan dari kemasan pangan yang disusun secara seri dari berbagai jenis bahan kemasan pangan seperti plastik, logam, keramik, kertas, karet, dan lain-lain. Database Jenis Kemasan Pangan yang Beredar Indonesia Berisi tentang data jenis-jenis kemasan pangan yang digunakan untuk pangan olahan baik dengan kode registrasi MD/ML maupun PIRT di seluruh Indonesia. Untuk memperoleh data tersebut dalam pelaksanaannya melibatkan unit di Badan POM dan 30 Balai Besar / Balai POM di seluruh Indonesia. Database ini disusun dalam bentuk aplikasi software. Database tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai dasar dalam melaksanakan pengawasan kemanan kemasan pangan dan dapat dimanfaatkan sebagai pedoman oleh industri pangan dalam memilih kemasan yang cocok dengan produk yang dihasilkan.

127

Gambar 54 PROFIL TAMPILAN SOFTWARE APLIKASI DATABASE KEMASAN PANGAN YANG BEREDAR DI INDONESIA TAHUN 2011

11. Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) Dalam rangka memenuhi penyediaan barang dan/atau jasa untuk kepentingan umum dan peningkatan daya saing industri farmasi di dalam negeri, pemerintah memberikan insentif fiskal berupa BMDTP, yaitu bea masuk terutang yang dibayar oleh pemerintah dengan pagu anggaran yang ditetapkan. BMDTP diberikan terhadap impor barang dan bahan yang dipergunakan untuk memproduksi barang dan/atau jasa yang memenuhi kriteria yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK)

No. 261/PMK.011/2010 tanggal 31 Desember 2010 tentang BMDTP atas Impor Barang dan Bahan untuk Memproduksi Barang dan/atau Jasa Guna Kepentingan Umum dan Peningkatan Daya Saing Industri Sektor Tertentu untuk Tahun Anggaran 2011.

Dalam kaitan ini, Badan POM telah bekerja sama dengan Kementerian Keuangan terutama Badan Kebijakan Fiskal, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan untuk pelaksanaan pemberian BMDTP.

BMDTP Tahun Anggaran 2011 sektor farmasi diberikan kepada industri farmasi yang memproduksi infus. Sesuai dengan salah satu kriteria pemberian BMDTP, obat infus 128

merupakan jenis obat esensial dan untuk mendukung program pemerintah dalam pengadaan obat infus yang murah, sehingga terjangkau oleh masyarakat luas, karena dalam produksi infus, yang mahal adalah kemasannya. Fasilitas BMDTP 2011 direncanakan diberikan kepada tiga industri farmasi yang memproduksi obat infus, tetapi salah satu industri farmasi mengundurkan diri dan satu industri farmasi tidak memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sehingga hanya satu industri farmasi yang memanfaatkan fasilitas BMDTP 2011.

Badan POM dalam mengawasi industri farmasi yang mendapat fasilitas BMDTP sebagai pengguna bahan kemasan infus melalui mekanisme verifikasi, sehingga diperoleh data analisa dampak (cost benefit) pemberian fasilitas BMDTP. Verifikasi BMDTP 2011 dilakukan terhadap 3 (tiga) industri farmasi penerima BMDTP 2010 dan 2011.

12. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)

Dalam konteks pengawasan obat dan makanan, pemberian komunikasi, informasi dan edukasi timbal balik dengan konsumen mempunyai arti yang penting untuk

pemberdayaan konsumen. Semakin tinggi pengetahuan masyarakat akan semakin tinggi pula kepedulian dan kesadarannya sehingga mampu untuk membentengi dirinya sendiri terhadap penggunaan produk yang berisiko terhadap kesehatan. Pengaduan dan pertanyaan masyarakat merupakan bentuk pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat sebagai bagian dari 3 pilar pengawasan obat dan makanan di Indonesia. Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Selama Tahun 2011 Badan POM telah menerima pengaduan/permintaan informasi mengenai obat dan makanan sejumlah 11.276. Dibandingkan data tahun sebelumnya (2010), jumlah pengaduan/permintaan informasi ke ULPK Badan POM mengalami kenaikan sebesar 10,48% yaitu dari 10.206 menjadi 11.276. Berdasarkan jenis komoditi, dapat dilihat bahwa kelompok pengaduan/permintaan informasi yang paling banyak adalah berkaitan dengan produk Pangan sebanyak 5.847 (51,85%), disusul berturut-turut Kosmetik sebanyak 1.769 (15,69%), tentang Obat Tradisional sebanyak 1.598 (14,17%) dan sisanya berkaitan dengan Obat, Bahan Berbahaya, Suplemen Makanan, NAPZA, Alat Kesehatan (Alkes), Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), dan informasi umum lainnya.

129

Gambar 55 PROFIL JUMLAH PENGADUAN/PERMINTAAN INFORMASI BERDASARKAN KOMODITI TAHUN 2011


0,66% 0,90% 6,71% 5,58% 1,57% 0,60% 2,27% 15,69% Obat Pangan Obat Tradisional Kosmetik Suplemen Makanan Napza 51,85% 14,17% Bahan Berbahaya Alkes PKRT Informasi Umum

Ditinjau dari profesi konsumen yang menghubungi ULPK, dapat diketahui bahwa konsumen terbanyak adalah dari golongan karyawan sebanyak 4.344 (38,52%) disusul berturut-turut pelaku usaha sebanyak 1.628 (14,44%), masyarakat umum sebanyak 1.536 (13,62%), dan Ibu Rumah Tangga sebanyak 1.392 (12,34%), sisanya adalah dari berbagai profesi antara lain Pelajar/Mahasiswa, Apoteker, Wartawan, Tenaga Kesehatan, Lain, Dokter, Sarjana Hukum, dan dari kalangan LSM. Gambar 56 PROFIL MASYARAKAT/KONSUMEN YANG MENGHUBUNGI ULPK TAHUN 2011

13,62% 3,44% 0,32% 2,60% 0,43% 14,44%

1,06%

2,57% 12,34%

10,66%

38,52%

Apoteker Dokter Tenaga Kesehatan lain Ibu RT Karyawan Pelajar/Mahasiswa Pelaku Usaha Sarjana Hukum Wartawan LSM Umum

Sedangkan berdasarkan sarana yang digunakan untuk menghubungi ULPK Badan POM, terbanyak secara datang langsung (64,14%), kemudian melalui telepon (26,32%), dan e-mail (8,32%). Sarana komunikasi lainnya yang digunakan oleh

130

konsumen adalah melalui SMS (Short Message Service), Fax, dan Surat, seperti pada grafik berikut ini :

Gambar 57 PROFIL MASYARAKAT/KONSUMEN YANG MENGHUBUNGI ULPK BERDASARKAN JENIS SARANA YANG DIGUNAKAN TAHUN 2011

64,14%

26,32%

E-mail Langsung Telepon Fax

8,32%

0,11% 0,11% 1,00%

Surat SMS

Dalam rangka pelaksanaan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) untuk lebih meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang pengawasan obat dan makanan, ULPK Badan POM telah melaksanakan kegiatan promosi dan sosialisasi tentang tugas pokok dan fungsinya berkaitan erat terhadap perlindungan konsumen atas resiko penggunaan produk obat dan makanan di peredaran yang tidak memenuhi keamanan, kemanfaatan/khasiat dan mutu. Hubungan Masyarakat Dengan diberlakukannya pasar regional dan internasional, peredaran produk illegal yang tidak memenuhi syarat akan semakin marak di Indonesia baik produk lokal maupun impor dan masyarakat/konsumenlah yang akan menerima dampak dari peredaran produk tidak memenuhi syarat tersebut. Dalam memperoleh produk obat dan makanan yang aman, bermanfaat dan bermutu, maka tiga pilar pengawasan harus berjalan secara seimbang yaitu pengawasan dari produsen, pemerintah dan masyarakat/konsumen. Untuk itu tingkat pengetahuan dan wawasan konsumen harus senantiasa ditingkatkan mengikuti perkembangan dunia usaha utamanya obat dan makanan. Salah satu strategi yang diterapkan oleh Badan POM dalam peningkatan edukasi masyarakat/konsumen sekaligus dalam rangka meningkatkan citra positif Badan POM adalah dengan melakukan community empowerment (pemberdayaan masyarakat) melalui komunikasi, pemberian informasi dan edukasi. Kegiatan yang telah dilakukan Badan POM selama tahun 2011 terkait hal tersebut di atas adalah: 131

Media Relation Activities


Memfasilitasi kegiatan penyebaran serta pendistribusian press release/siaran pers serta public warning/peringatan publik sebanyak 18 release kepada masyarakat/stakeholders baik melalui konferensi pers maupun melalui website/e-mail. Menjalin hubungan baik dengan media dengan memfasilitasi kegiatan kunjungan ke media/Media Visit, yaitu ke Koran Kompas, Kompas TV dan Kompas.com. Melakukan monitoring terhadap pemberitaan terkait Badan POM baik langsung maupun tidak langsung, baik media cetak maupun media elektronik, melakukan pemetaan tendensi berita, positif, negatif maupun netral. Untuk berita yang bertendensi negatif dilakukan analisis berita serta usulan tindak lanjutnya. Memfasilitasi permohonan wawancara dengan para pimpinan Badan POM terkait permasalahan obat dan makanan, dan selama tahun 2011 telah dilaksanakan sebanyak 53 kali.

Promosi dan Publikasi


Memfasilitasi talkshow di radio sebanyak 5 (lima) kali, yaitu radio KBR68H, Elshinta FM, Trijaya FM, Delta FM dan RRI Pro 3 dengan tema terkait notifikasi kosmetika dan PJAS. Memfasilitasi talkshow di Metro TV sebanyak 6 (enam) kali dengan tema terkait notifikasi kosmetika, OT BKO, PJAS, Vaksin, satgas pemberantasan produk obat dan makanan illegal, dan pengawasan pangan menjelang natal dan tahun baru. Produksi dan penayangan Iklan Layanan Masyarakat di radio dengan tema terkait notifikasi kosmetika dan PJAS. Produksi dan penayangan Iklan layanan Masyarakat di televisi dengan tema notifikasi kosmetika, PJAS, ULPK. Sosialisasi pemuatan 12 artikel di media cetak tentang notifikasi kosmetika, PJAS, penggunaan BTP, Badan POM raih WTP, ULPK, OT BKO, inspeksi pangan jelang natal dan tahun baru, memilih kosmetika di era globalisasi. Pameran sebanyak 5 (lima) kali, yaitu 2 (dua) kali di dalam kota Jakarta, 3 (tiga) kali di luar kota yaitu Bandung, Batam dan Yogyakarta. Penerbitan buletin Warta POM sebanyak 6 (enam) edisi selama tahun 2011. 132

Kegiatan kehumasan lainnya


Diklat public speaking bagi para pejabat eselon I dan II yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan cara berkomunikasi yang efektif, efisien dan sistematika. Diklat Kehumasan bagi SDM Badan POM baik pusat maupun daerah untuk meningkatkan pengetahuan bagi para SDM yang berkecimpung dalam tugas-tugas kehumasan, yang dilaksanakan dalam 2 (dua) periode waktu yaitu bulan Oktober dan November 2011. Pemetaan kehumasan dalam rangka memotret permasalahan terkait kehumasan di 3 Balai POM, yaitu Balai POM di Batam, Balai POM di Serang dan Balai POM di Pangkal Pinang. Peliputan terhadap 69 kegiatan Badan POM dan Balai Besar/Balai POM.

Terhadap permasalahan obat dan makanan yang seringkali membuat resah masyarakat, Badan POM telah memberikan penjelasan dan klarifikasi baik melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR-RI maupun jumpa pers. Agar dapat menyampaikan pesan yang dapat diterima masyarakat dan tidak menimbulkan persepsi negatif, Badan POM telah menyusun strategi komunikasi yang

komprehensif. Strategi komunikasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan citra positif Badan POM dan mengangkat isu-isu positif terkait prestasi Badan POM, terutama yang diakui secara nasional maupun internasional, termasuk diantaranya

penyelenggaraan outlook 2011 yang mengemukakan kinerja Badan POM selama tahun 2011 dan fokus program tahun 2012. Pelayanan Informasi Obat Bidang Informasi Obat melakukan layanan informasi dan konsultasi obat yang ditujukan untuk masyarakat dan pemangku kepentingan pengawasan obat dan makanan. Layanan informasi dan konsultasi obat ini dapat dimanfaatkan melalui datang langsung ke ruang konsultasi maupun menghubungi melalui telepon, short message service (sms), faksimili maupun email. Layanan informasi obat ini menyediakan akses informasi terstandar (approved label) dari semua obat yang beredar di Indonesia yang telah disetujui oleh Badan POM.

Selama tahun 2011, Pelayanan Informasi Obat Nasional (PIONas) telah menerima permintaan informasi obat sebanyak 334. Ditinjau dari kategori profesi masyarakat yang memanfaatkan fasilitas PIONas, pengguna terbanyak adalah karyawan sebesar 133

141 orang (42,21%) disusul berturut-turut Apoteker sebesar 82 orang ( 24,55%), dan Pelajar / Mahasiswa sebesar 67 orang (20,06%), serta sisanya adalah dari berbagai profesi misalnya Ibu Rumah Tangga, Asisten Apoteker, Dokter Umum, Dokter Spesialis, Perawat, dan Tenaga Kesehatan lain.

Gambar 58 PROFIL MASYARAKAT YANG MENGHUBUNGI PIONas TAHUN 2011

20,06%

1,20% 1,80% 24,55% Apoteker Asisten Apoteker Dokter Gigi Dokter umum Ibu RT 3,29% Karyawan Pelajar/Mahasiswa Perawat Tenaga Kesehatan

42,21% 5,99%

0,60% 0,30%

Sentra Informasi Keracunan (SIKer) Tujuan dibentuknya SIKerNas adalah dapat ditanggulanginya masyarakat dari bahaya yang ditimbulkan oleh produk yang dapat menyebabkan keracunan. Selama tahun 2011 jumlah masyarakat yang membutuhkan informasi keracunan adalah 64 orang dengan 17 orang (26,56%) diantaranya adalah umum.

Gambar 59 PROFIL MASYARAKAT YANG MENGHUBUNGI SIKER TAHUN 2011

26,56%

23,44%

Medis/Paramedis Karyawan Wartawan Pelajar/Mahasiswa

20,31% 21,88% 6,25% 1,56%

Ibu RT Umum

134

Di samping membantu masyarakat yang membutuhkan informasi penanggulangan keracunan, SIKer juga mengumpulkan data-data kasus keracunan di Rumah Sakit secara Nasional dan khusus DKI Jakarta dengan data yang lebih lengkap. Selama tahun 2011, telah dilakukan pengumpulan data kasus keracunan yang terjadi pada tahun 2010 dari 50 Rumah Sakit yang berada di sekitar wilayah DKI Jakarta, termasuk insiden keracunan, kemudian data di input ke dalam aplikasi SPIMKer oleh petugas SIKer Nasional. Jumlah kasus keracunan tahun 2010 di Wilayah DKI Jakarta, yang dilaporkan ke Rumah Sakit adalah sebanyak 1.730 kasus dengan penyebab utama kasus keracunan adalah binatang sebanyak 499 kasus (28,84%), disusul berturut-turut obat sebanyak 296 kasus (17,11%), pestisida rumah tangga 279 kasus (16,13%), bahan kimia 124 kasus (7,17%) kasus, serta sisanya adalah makanan, minuman, obat tradisional, suplemen makanan, NAPZA, kosmetika, campuran, pencemaran lingkungan dan tumbuhan. Data kasus keracunan tersebut merupakan kasus yang terjadi selama tahun 2010, diolah dan

dipetakan/dikelompokan pada tahun 2011.

Gambar 60 KASUS KERACUNAN YANG DILAPORKAN KE RUMAH SAKIT TAHUN 2011


Binatang Campuran Kimia Kosmetik Makanan Minuman Napza Obat OT Pencemar Pestisida Suplemen Makanan Tumbuhan

17,11% 9,02% 7,69%

1,44%

0,23% 16,13% 0,17% 0,06%

7,63% 0,87% 7,17% 3,64% 28,84%

135

Penerbitan Majalah Keamanan Pangan Majalah Keamanan Pangan diterbitkan dengan tujuan untuk menyebarluaskan informasi keamanan pangan agar pengetahuan sehingga pihak terkait dan masyarakat menerapkan

meningkat

tergugah

untuk

keamanan pangan pada kehidupan mereka sehari-hari.

Rubrik di dalam Majalah Keamanan Pangan antara lain Info Utama, Wawasan, Profil, Regulasi, Peristiwa, Teknologi Pangan, Ragam Info dan Interaktif.

Pada tahun 2011 telah diterbitkan 2 (dua) volume Majalah Keamanan Pangan yaitu: 1. Majalah Keamanan Pangan volume 19 2. Majalah Keamanan Pangan volume 20 Majalah tersebut didistribusikan kepada lingkungan internal Badan POM, Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia, Dinas Kesehatan Propinsi di seluruh

Indonesia, Gubernur

di seluruh Indonesia, Institusi

Pendidikan, Sekolah-sekolah, Industri Pangan, Media Massa, Asosiasi/ Organisasi/ Yayasan/ LSM,

Perpustakaan, Instansi Pemerintah terkait. KIE tentang Keamanan Pangan melalui Pameran Salah satu tujuan promosi keamanan pangan adalah meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang Kegiatan Pameran Tahun 2011 Pameran Edukasi, 3-6 Februari 2011, di Balai Kartini Pameran Food and Packaging, 2-5 Juni 2011, di SMESCO UKM Pameran Halal, 23-26 Juni 2011, di SMESCO UKM Pameran Hari Anak Nasional, 16-17 Juli 2011, di Lapangan Monas Pameran Universitas Pancasila, 6-9 Oktober 2011, di Universitas Pancasila, Depok Pameran ENIP, 13-16 Oktober 2011, di Balai Kartini Pameran Hari Pangan Sedunia, 22-24 November 2011, Jakarta Pameran Lustrum UGM, 30 Sept-1 Oktober 2011, Yogyakarta 136

keamanan pangan. Promosi keamanan pangan tersebut dapat dilakukan cara dengan seperti

berbagai

pameran, penyuluhan dan penyebaran media promosi

berupa leaflet, poster atau buku. Diharapkan dengan adanya pameran dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang keamanan pangan. Pada tahun 2011 telah dilakukan pencetakan materi promosi keamanan pangan berupa poster dan leaflet dengan judul sebagai berikut : Poster yang dicetak : 1. 2. 3. 4. Waspada terhadap (3) Tiga Bahaya pada Pangan Kenali Bahan Kimia Berbahaya pada Makanan dan Minuman Jagalah Kesehatan dengan Selalu Mencuci Tangan BTP sesuai Takaran 1. 2. 3. 4. Leaflet yang dicetak : Enterobacter sakazakii Baca Label Kemasan Pangan Lima Kunci Keamanan Pangan

KIE melalui Penyuluhan dan Wokshop/Seminar Pada tahun 2011 telah dilakukan serangkaian kegiatan penyuluhan dan

workshop/seminar terkait pengawasan bahan berbahaya dan kemasan pangan yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan para peserta dalam hal pengelolaan dan pengamanan bahan kimia berbahaya yang dilarang dalam pangan. Kegiatan penyuluhan yang telah dilakukan pada tahun 2011 berupa Forum Komunikasi dalam rangka Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya yang diselenggarakan bekerja sama dengan Balai Besar/Balai POM di 9 (sembilan) daerah yaitu Banda Aceh, Bandar Lampung, Pangkal Pinang, Palembang, Palangkaraya, Jayapura, Manado, Ambon dan Mataram.

Sementara itu beberapa kegiatan workshop terkait pengawasan bahan berbahaya dan kemasan pangan yang diselenggarakan pada tahun 2011, diantaranya Workshop Pengamanan Bahan Berbahaya yang dilaksanakan tanggal 30 - 31 Maret 2011 yang diikuti oleh petugas Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia. Workshop ini dilaksanakan dalam rangka konsolidasi dan mensinergikan kegiatan terkait pengamanan bahan kimia berbahaya yang disalahgunakan pada pangan dan kemasan pangan antara Badan POM Pusat c.q. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya dengan Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia. Dalam workshop tersebut dihasilkan rekomendasi agar seluruh Balai Besar/Balai POM melakukan pengawasan bahan berbahaya melalui: 1. Penelusuran jaringan sumber pasokan bahan berbahaya. 2. Sampling dan pengujian kemasan pangan. 137

KIE melalui Penyebaran Media Informasi Pada tahun 2011 telah dilakukan pencetakan materi tentang bahan berbahaya dilarang dalam pangan dan kemasan pangan berupa poster, booklet, leaflet, dan sticker dengan judul sebagai berikut : Poster yang dicetak: Boraks dan Formalin Booklet yang dicetak: Formalin Leaflet yang dicetak: Rodamin B dan Kuning Metanil : Bahan Kimia Terlarang untuk Pangan Sticker yang dicetak: Katakan Tidak pada Kantong Kresek Hitam untuk Pangan Pewarna dilarang Rhodamin B Boraks dan Formalin : Bahan Kimia Terlarang untuk Pangan Mengenal Pewarna Pangan Peralatan Makan dan Minum Melamin KIE melalui Talkshow Pada tahun 2011 telah dilaksanakan kegiatan talkshow di sejumlah stasiun radio dengan topik bahan berbahaya yang dilarang dalam pangan dan kemasan pangan. Selain talkshow, juga dilakukan pembuatan spot iklan di radio sebanyak 2 (dua) spot iklan dengan materi tentang penyalahgunaan bahan berbahaya boraks dan formalin pada makanan serta tentang kantong kresek hitam. Kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan kepedulian masyarakat akan penyalahgunaan bahan berbahaya pada pangan serta penggunaan kemasan pangan secara bijaksana. Zat Warna Berbahaya Boraks Formalin

13. Pengembangan Obat Asli Indonesia

Untuk memenuhi kebutuhan akan informasi keamanan dan khasiat/kemanfaatan obat asli Indonesia, pada tahun 2011 telah dilakukan beberapa yaitu: 1. Pengkajian keamanan dan khasiat/kemanfaatan terhadap 30 obat asli Indonesia (tanaman obat) yang kemudian dimuat didalam buku Acuan Sediaan Herbal volume VI edisi pertama dalam bentuk monografi yang beris informasi antara lain : efek farmakologi, indikasi, kontra indikasi, peringatan, efek yang tidak diinginkan, interaksi obat, penyiapan dan dosis, toksisitas dan lain-lain; 138

2. Kajian profil keamanan obat asli Indonesia berupa tinjauan keamanan 30 tanaman obat terutama terkait aspek toksisitas akut, toksisitas subkronis, toksisitas subkronis, uji mutagenitas, uji teratogenitas, efek samping, peringatan dan interaksi tanaman; 3. Inventarisasi dan identifikasi etnomedisin di 2 propinsi yang dilanjutkan dengan pengkajian data inventarisasi penggunaan etnomedisin tersebut sehingga diperoleh data kajian 25 ramuan etnik dan tanaman obat khas daerah yang dideterminasi serta dikoleksi di kebun tanaman obat (KTO) Citeureup; 4. Berdasarkan data kajian ramuan etnomedisin tahun sebelumnya, telah dicetak Buku Formularium Ramuan Obat Tradisional Indonesia Volume I berisi 23 ramuan dengan 6 jenis klaim khasiat; 5. Pencetakan booklet serial data/informasi ilmiah tanaman obat Jahe (Zingiber officinale Rosc.) dan Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack.); 6. Pencetakan komik keamanan dan kemanfaatan obat bahan alam dengan judul yaitu Ayo Ke Kebun Tanaman Obat Citeureup, Tanaman Obat Keluarga (TOGA), Mari Mengenal Penandaan Obat Tradisional dan Jamu Bukan Hanya Seduhan Lho; 7. Pencetakan leaflet bahan informasi mengenai obat asli Indonesia dengan judul: leaflet Manggis (Garcinia mangostana L.), Sirsak ( Anona muricata L.), Jambu Biji (Psidium guajava L.), Delima (Punica granatum L.) dan Rimpang Berkhasiat Obat; 8. Berdasarkan koleksi tumbuhan obat di KTO Citeureup telah dicetak buku taksonomi koleksi KTO Citeureup volume 3 yang berisi taksonomi, deskripsi dan foto lengkap dari 100 spesies tanaman obat; 9. Pengelolaan dan pengembangan SIOBA (Sistem Informasi Obat Bahan Alam) yang bertujuan sebagai media informasi elektronik mengenai obat bahan alam Indonesia yang berisi antara lain: informasi taksonomi, deskripsi dan khasiat/manfaat tumbuhan obat serta industri obat bahan alam.

Dalam rangka pelaksanaan komunikasi, informasi dan edukasi obat asli Indonesia, pada tahun 2011 telah dilaksanakan beberapa kegiatan antara lain : 1. Pertemuan lintas sektor skala nasional yang terkait dengan roadmap

pengembangan jamu 2011 - 2025, yang merupakan program pengembangan jamu dalam pengembangan bahan baku terstandar dan bermutu yaitu rencana survei kebutuhan dan ketersediaan nasional bahan baku obat tardisional; 2. Peningkatan kerjasama lintas sektor dalam rangka pengembangan keamanan dan kemanfaatan obat asli Indonesia ke 7 propinsi, yaitu Sulawesi Tengah (Palu), 139

Kalimantan Barat (Pontianak), Sulawesi Selatan (Makassar), DI Yogyakarta, Jawa Barat (Bandung), Sulawesi Utara (Menado), Jawa Timur (Surabaya) dengan target yang diharapkan adalah keselarasan program pengembangan obat asli Indonesia secara komprehensif dan bersifat nasional antara pusat dan daerah; 3. Pameran obat asli Indonesia dalam negeri sebanyak 6 kali di 4 propinsi yaitu Pameran Banjarbaru Fair 2011 (Kalimantan Selatan), Palembang Expo 2011 (Sumatera Selatan), The 9th NTB Expo 2011 (Nusa Tenggara Barat), The 3th Indogreen Forestry Expo 2011 (DKI Jakarta), Agro & Food Expo (DKI Jakarta) dan Peringatan Hari Koperasi Nasional (HARKOPNAS) ke 64 (DKI Jakarta); 4. Pameran luar negeri obat asli Indonesia di Nanning, China pada tanggal 21 - 26 Oktober 2011; 5. Talkshow obat asli Indonesia pada Metro TV pada September 2011 sebanyak 3 episode dengan tema Mari tingkatkan mutu jamu Indonesia dengan narasumber Dra. Kustantinah, M. App. Sc. (Kepala Badan POM) dan DR. Charles Saerang (Ketua GP Jamu), Mari minum jamu secara baik dan benar dengan narasumber : Drs. Ruslan Aspan, MM (Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Badan POM) dan Putri Kusumawardhani (PT. Mustika Ratu) serta Mari lestarikan budaya minum jamu dengan narasumber: Drs. Ruslan Aspan, MM (Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Badan POM) dan DR. Martha Tilaar (PT. Martina Berto); 6. Stimulasi pengembangan industri kecil obat asli Indonesia dalam menghadapi pasar global dengan melakukan bimbingan langsung ke industri kecil obat tradisional di daerah yaitu: Medan, Serang, Denpasar dan DI Yogyakarta; 7. Peningkatan kemampuan industri kecil obat asli Indonesia dalam menghadapi pasar global di Denpasar tanggal 21 - 24 Maret 2011 dengan total jumlah peserta 90 orang yang berasal dari industri kecil obat tradisional di Denpasar, Medan dan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam bentuk simulasi serta topik materi yang diberikan berhubungan dengan berbagai masalah yang dijumpai pada

industri/industri kecil obat tradisional pada umumnya.

Berkaitan ketersediaan pedoman teknologi formulasi, ekstrak dan budidaya tumbuhan obat, pada tahun 2011 telah dilakukan beberapa hal yaitu: 1. Pengembangan budidaya tanaman obat berbasis Ex situ (kultur Jaringan) terhadap 4 tumbuhan obat yaitu jinten hitam (Nigella sativa L.), sambiloto (Andrographis paniculata Nees), temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) dan delima (Punica granatum L.) dengan hasil sementara adalah kultur jaringan terhadap jinten 140

hitam, sambiloto dan delima baru sampai tahap inisiasi sedangkan untuk temu putih dan temu mangga telah memasuki tahap multifikasi; 2. Rancangan booklet serial budidaya memuat informasi tata cara budidaya tanaman obat dan dilengkapi informasi penanganan pasca panen, kandungan kimia dan analisis kimia serta penambahan foto/gambar atau sketsa lainnya untuk

memudahkan dalam pengaplikasiannya untuk 2 tumbuhan obat yaitu som jawa (Talinum paniculatum Jacq Gaertn) dan sembung (Blumea balsamifera (L.) DC.); 3. Rancangan pedoman teknologi formulasi berbasis ekstrak ini berisi informasi monografi formulasi sediaan padat dengan bahan baku berbasis ekstrak 10 tanaman obat yaitu : temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), kunyit (Curcuma domestica Val.), sambiloto (Andrographis paniculata Nees), cabe jawa (Piper retrofractum Vahl.), lidah buaya (Aloe vera L.), jahe (Zingiber officinale Rosc.), kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth.), jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk), jambu biji (Psidium guajava L.) dan pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack.) guna memperkaya referensi bagi pelaku industri dalam mengembangkan produk berbasis ekstrak.

14. Riset di Bidang Obat dan Makanan

Guna menunjang kebijakan Badan POM dalam mewujudkan laboratorium Badan POM yang modern dan handal dan memperkuat sistem regulatori pengawasan Obat dan Makanan maka perlu dilakukan riset mutu, khasiat/manfaat dan keamanan produk obat dan makanan yang akan digunakan sebagai masukan untuk perkuatan pengawasan pre-market dan post-market obat dan makanan.

Pada tahun 2011, Badan POM telah melakukan berbagai kegiatan riset bekerjasama dengan para pakar dari beberapa perguruan tinggi dan Lembaga Penelitian. Riset yang telah dilakukan adalah sebanyak 2 paket metoda analisis tervalidasi yang terdiri dari 1 (satu) judul metoda analisa deteksi mikotoksin pada pangan dan penyusunan metoda analisa bahan berbahaya dalam kosmetik (20 judul).

Riset mutu, khasiat, dan manfaat produk terapetik termasuk NAPZA, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, PKRT, dan keamanan pangan melalui riset, survei, kajian dan monitoring obat dan makanan yang didiseminasikan sebagai berikut :

141

1. Riset iritasi kulit secara in vitro terhadap kosmetik; 2. Riset toksisitas akut formula jamu yang digunakan di sarana layanan kesehatan pemerintah; 3. Riset isolasi / produksi Senyawa marker; 4. Riset profil kromatogram/ fingerprint tanaman obat bahan alam; 5. Riset disolusi terbanding obat copy; 6. Riset efek mutagenik terhadap formula jamu yang digunakan di sarana layanan kesehatan pemerintah (sebagai adjuvan obat kanker dan sebagai obat penyakit degeneratif dan infeksi); 7. Kajian dan penelusuran mikroba patogen penyebab keracunan pada pangan; 8. Uji profisiensi DNA babi. Riset kebijakan termasuk kajian risiko yang berkaitan dengan pengawasan di bidang obat dan makanan yaitu kajian dan penelusuran mikroba patogen penyebab keracunan pangan dan melakukan konsultasi riset yang merupakan wadah mengumpulkan berbagai isu terkini terkait pengawasan di bidang obat dan makanan sebagai berikut : 1. Konsultasi Riset Nasional dalam Tanaman rangka Obat Penyusunan Indonesia draft buku Profil Profil

kromatogram/Fingerprint

(Atlas

kromatogram/Fingerprint Tanaman Obat Indonesia); 2. Persiapan Pelaksanaan Aksi Nasional Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)Jejaring Keamanan Pangan Nasional (JKPN); 3. Draft Pedoman uji Toksisitas Non Klinik Secara Invitro.

Disamping hal tersebut diatas, Badan POM juga melakukan peningkatan kerjasama dan networking dengan lintas unit dan institusi termasuk diseminasi hasil riset di bidang obat dan makanan dalam bentuk mengadakan seminar sehari publikasi dan pertama kalinya Badan POM

yang berjudul Peran Riset Obat dan Makanan dalam

menunjang Kebijakan Pengawasan Obat dan Makanan. Hasil riset dipublikasikan baik internasional maupun nasional agar informasi hasil riset dapat diketahui dan dimanfaatkan oleh berbagai pihak yang membutuhkannya, sekaligus dapat

memperkenalkan Pusat Riset Obat dan makanan (PROM) sebagai institusi riset yang dimiliki oleh Badan POM.

142

Publikasi Internasional Oral Presentation - Detection of Salmonella Typhimurium in Pasteurized Milk and Fried RiceUsingReal Time Polymerase Chain Reaction(the 4th International

Seminar of Indonesia Society for Microbiology and IUMS-ISM Outreach Program in Food Safety Indonesian Microbial Resources: Diversity and Global Impact- FK Udayana Bali); - Phytochemical Study from Piper retrofractum Vahl. Fructus for Standardizing Traditional Medicine Extract (10thAsia Pacific

Pharmaceutical Symposium, Yogyakarta); - Fingerprint Study of Orthosiphon stamineus Benth. For Standardization of Traditional Medicine Extract (Seminar Natural Product for cancer Chemoprevention, Univ. MuhammadiyahPurwokerto). Poster Presentation - Combination of Selaginella deoderleinii Hieron and doxorubicin to inhibit proliferation of T47D breast cancer cell lines (Roma Italy); - Mutagenicity assay of jamu by Ames MPF Method (Acara Seminar Diseminasi Hasil Riset PROM-Jakarta); - Fingerprint Study of Guazuma ulmifolia Lamk. Leaves for Standardizing Traditional Medicine Extract (The 2nd International Conference on Pharmacy and Advanced Pharmaceutical Sciences, UGM-Yogyakarta); - Fingerprint Study of Foeniculum vulgare Mill. For Standardization of Traditional Medicine Extract (The 2nd International Conference on Pharmacy and Advanced Pharmaceutical Sciences, UGM-Yogyakarta); - Phytochemical Study from Sonchus arvensis
th

L.

Leaves

for

Standardizing Traditional Medicine Extract (59

International Congress

and Annual Meeting of the Society for Medicinal Plant and Natural Product Research, Antalya, Turki, 4 - 9 September 2011); - Isolation and Identification of P-hydroxybenzaldehide from Bambusa vulgaris Schard. Shoots as A Marker Compound for Standardization of Traditional Medicine(14th Asian Chemical Congress (14ACC), Contempory Chemistry for Sustainability and Economic Sufficiency, Bangkok, Thailand, 5 - 8 September 2011); - Fingerprint Zingiber officinale (Wild.) Rusc. var rubrum Rhizome for Standardizing Traditional Medicine Extract (International Conference on Natural Products- IOI Resort Putrajaya , Malaysia). 143

Publikasi Nasional Presentasi Oral - Analisis Cemaran Logam Berat pada Makanan Khas Daerah dengan Menggunakan SSA (Spektrofotometri Serapan Atom); - Skrining Efek Antineoplasma dari Tanaman Obat; - Produksi Senyawa Rhein dari Akar Kelembak (Rheum officinale Baill); - Profil Kromatogram (Fingerprint) Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Obat Bahan Alam; - Standardisasi Senyawa Marker Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana). Presentasi Poster - Metode Uji Iritasi Kulit Secara In Vitro; - Riset Toksisitas Akut Terhadap Formula Jamu Yang digunakan di Sarana Layanan Kesehatan Pemerintah; - Efek Mutagenik Ekstrak Kering Daun Ungu (Graptophyllum pictum L.griff) dengan Metode Ames; - Studi Profil Kromatogram Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) sebagai Dasar Standardisasi Obat Bahan Alam; - Studi Profil Kromatogram/Fingerprint Rimpang Lengkuas sebagai Dasar Standarisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam.

15. Pengujian di Bidang Obat dan Makanan Pengujian laboratorium merupakan tulang punggung penyelenggaraan pengawasan obat dan makanan. Peranan laboratorium adalah memberikan dukungan bukti ilmiah terhadap pengawasan obat dan makanan baik pada tahap pre-market maupun post-market. Laboratorium Badan POM diharapkan mampu mengawasi setiap produk obat dan makanan yang beredar di Indonesia, baik produk yang diproduksi oleh industri lokal maupun produk yang diimpor. Laboratorium Badan POM yang tersebar di seluruh Indonesia harus dapat dikembangkan sebagai jaringan laboratorium nasional yang handal dan memiliki kompetensi internasional. Untuk menjadikan laboratorium Badan POM sebagai laboratorium yang modern dan andal, perlu dilakukan revitalisasi dan pengembangan laboratorium Badan POM. Beberapa komponen yang perlu ditingkatkan diantaranya adalah peningkatan penerapan Good Laboratory Practices (GLP) terkini, perkuatan jejaring laboratorium, serta dukungan pengadaan alat laboratorium yang canggih dan terkini sehingga dapat menunjang pengujian obat dan makanan yang semakin bervariasi dengan menggunakan teknologi mutakhir. Tidak kalah penting adalah unsur sumber daya manusia serta dukungan teknologi informasi dan komunikasi. 144

Beberapa tahapan dalam penyusunan Renstra Pengembangan SisLabPOM adalah analisis lingkungan strategis, inventarisasi tuntutan kemampuan uji laboratorium masa depan, pengelompokan peran atau keahlian uji laboratorium di dalam Sistem Laboratorium Badan POM (SisLabPOM), penyusunan standar kompetensi tertentu untuk tiap peran atau keahlian laboratorium, analisis SWOT terhadap Lingstra setiap Balai Besar/Balai POM, penyusunan grand design SisLabPOM, pelaksanaan gap analysis, dan penyusunan roadmap pengembangan SisLabPOM.

Pada bulan Februari 2011 telah diselesaikan penyusunan program pengembangan laboratorium Badan POM RI tahun 2010 2025. Selain itu, telah disusun kriteria dan penunjukan bakal calon laboratorium unggulan dan laboratorium rujukan berdasarkan kriteria yang ditetapkan. Penyusunan program ini telah dimulai dari tahun 2009, namun sampai saat ini belum ditentukan Balai Besar/Balai POM yang akan menjadi laboratorium unggulan dan laboratorium rujukan. Standar dan kriteria laboratorium rujukan dan laboratorium unggulan sebagaimana tercantum pada Lampiran 1.

Beberapa elemen terkait revitalisasi dan pengembangan laboratorium adalah: a. Pembinaan Mutu Laboratorium. Assessment Sistem Mutu Balai Besar/Balai POM Tujuan pelaksanaan assessment oleh PPOMN adalah untuk menjamin

laboratorium Balai Besar/Balai POM mampu menjalankan sistem manajemen mutu sesuai standar SNI ISO/IEC 17025:2008, menerapkan sistem mutu secara konsisten dan berkesinambungan. Pada tahun 2011 telah dilaksanakan assessment di 13 Balai Besar/Balai POM, yaitu : Medan, Semarang, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Bandung, Manado, Kendari, Banjarmasin, Palu, Kupang, Mataram, Ambon, dan Jayapura. Secara umum, laboratorium pengujian Balai Besar/Balai POM telah menerapkan sistem manajemen mutu sesuai SNI

ISO/IEC 17025:2008, tetapi masih diperlukan peningkatan dalam hal konsistensi penerapannya terutama pada elemen metode pengujian, peralatan, pengendalian dokumen, rekaman mutu maupun teknis, serta pelaporan hasil. Pada saat assessment juga dilakukan verifikasi data jumlah peta kemampuan dan ruang lingkup akreditasi serta verifikasi data peralatan utama yang maupun rusak di Balai POM. masih berfungsi

145

Forum diskusi teknis pengujian laboratorium PPOMN menjembatani forum diskusi teknis pengujian laboratorium yang melibatkan penyelia dan Manajer Mutu atau Manajer Administrasi dari Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia yang terbagi menjadi 5 kelompok yaitu Kelompok Terapetik; Kelompok Obat tradisional, Kosmetik dan Produk

Komplemen; Kelompok Pangan; Kelompok Mikrobiologi (khusus Endotoksin); dan Kelompok Jaminan Mutu dan Administrasi. Kegiatan ini menghasilkan Protokol Validasi/Verifikasi Metode Analisis sesuai bidang pengujian, Pedoman (SOP), dan evaluasi serta tindak lanjut permasalahan berkenaan dengan jaminan mutu dan administrasi laboratorium di lingkungan Badan POM. Bimbingan teknis untuk 4 Balai POM baru Sebagai laboratorium pusat rujukan yang membina semua laboratorium di lingkungan Badan POM, PPOMN berkewajiban membimbing Balai/Balai Besar POM dalam pelaksanaan pengujian, terutama Balai POM baru. Pada tahun 2011, PPOMN telah melaksanakan bimbingan teknis untuk 4 (empat) Balai POM baru. Bimbingan diberikan dalam pelaksanaan verifikasi Metode Analisis (MA) sebagai persyaratan untuk memasukkan ruang lingkup pengujian pada proses akreditasi, penerapan cara berlaboratorium yang baik, persiapan teknis untuk akreditasi, dan penerapan kesehatan keselamatan kerja (K3).

Metodologi dan pendekatan yang digunakan dalam kegiatan ini meliputi: sosialisasi persiapan dokumen teknis dalam rangka persiapan akreditasi, inventarisasi ketersediaan dokumen teknis yang dipersyaratkan ISO/IEC

17025:2008, diskusi permasalahan yang ditemui dalam penyiapan dokumen teknis, pelatihan pengujian, dan konsultasi mengenai verifikasi MA, penerapan good laboratory practices (GLP) dan K3. Bimbingan Akreditasi untuk 4 Balai POM baru. Tujuan yang ingin dicapai adalah 4 Balai POM baru terakreditasi dan menjalankan sistem manajemen mutu sesuai standar SNI ISO/IEC 17025 : 2008, mampu membuat dokumen mutu dan menerapkan sistem mutu secara konsisten dan berkesinambungan. Diharapkan dalam waktu 3 (tiga) tahun, 4 Balai POM baru telah terakreditasi.

146

Metodologi dan pendekatan yang digunakan berupa sosialisasi, konsultasi sistem manajemen mutu dan teknis, workshop atau pertemuan internal, pengamatan melalui kunjungan lapangan, bimbingan teknis dan dokumentasi. Pada tahun 2011, bimbingan akreditasi hanya dilaksanakan di Balai POM Pangkal Pinang yang dinilai paling siap diajukan untuk diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Kaji ulang manajemen. Untuk menjaga penerapan sistem manajemen mutu sesuai dengan pedoman ISO/IEC 17025 : 2005 dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka Manajer Puncak harus melaksanakan kaji ulang manajemen minimal satu kali dalam setahun. Pada tanggal 22 - 24 Desember 2011 telah dilaksanakan Kaji Ulang Manajemen PPOMN yang dihadiri oleh sekitar 45 orang yang terdiri dari Manajer Puncak, Manajer Teknis, Manajer Adminstrasi, Manajer Mutu, Penyelia, Penanggung jawab kegiatan, dan Kelompok Jaminan Mutu. Kalibrasi Alat Lab. Balai/Balai Besar POM dan PPOMN. Pada tahun 2011, PPOMN telah melaksanakan kalibrasi alat di 30 Balai Besar/Balai POM. Jumlah alat yang dikalibrasi adalah 1635 item, terdiri dari alat laboratorium sebanyak 1209, dan alat gelas sebanyak 426 item. Tujuan dilakukan kalibrasi alat laboratorium adalah untuk memastikan bahwa alat laboratorium masih berfungsi sesuai peruntukan dan fungsinya. Pre assessment tim WHO-HQ. Pada bulan Februari 2011, Bidang Produk Biologi menerima tim WHO-HQ dari Switzerland, Geneva yang terdiri dari Dr. Lahouari Belgharbi, Dr. Alireza KhademBroojerdi, dan Dr. Laszlo Palkonyay dalam rangka persiapan assessment WHO (NRA Assessment) tahun 2012. Uji Profisiensi PPOMN menjadi provider uji profisiensi yang mencakup uji homogenisasi, uji stabilitas, rekapitulasi hasil uji, pengolahan data dan statistik yang diikuti oleh laboratorium Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia, Laboratorium Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM) dan Laboratorium Forensik POLRI. Serta, menjadi provider dalam studi kolaborasi calon baku regional vaksin mOPV tipe 1. 147

Berikut Data uji profisiensi yang diselenggarakan oleh PPOMN selama tahun 2011:
Topik Uji Profisiensi Penetapan Kadar Triklokarban dalam Produk Kosmetik Identifikasi Bahan Kimia Obat dalam Jamu Pegel Linu Penetapan Kadar Nipagin dan Nipasol dalam Kecap secara KCKT Peserta - 30 Balai Besar/Balai POM - PPOMN 30 Balai Besar/Balai POM 4 lab 3 lab 13 lab B C K M 21 lab Hasil TM 7 lab P 3 lab T O Keterangan

10 lab

30 Balai Besar/Balai POM

81,67%

10,83%

7,50%

Penetapan Endotoksin Bakteri Infus NaCl 0,9%

Uji Identifikasi Enterobacter (Chronobacter) sakazakii dalam Susu Bubuk Keterangan :

17 Lab Badan POM yang sudah terakreditasi yaitu : Ambon, Bandung, Denpasar, DI Yogjakarta, DKI, Jayapura, Kupang, Lampung, Makasar, Manado, Medan, Padang, Palembang, Palu, Pontianak, Semarang, Surabaya - 26 Balai Besar/Balai POM - PPOMN

7 lab

2 lab

7 lab

Sebagai bahan evaluasi dan feedback untuk perbaikan laboratorium, peserta Laboratorium yang mendapat hasil tersebut diminta untuk melakukan investigasi permasalahan/ketidaksesuaian dan melaporkan hasil investigasi serta tindaklanjut perbaikan (terutama untuk laboratorium dengan hasil outlier) Terdapat 1 laboratorium yang tidak mengirimkan hasil.

2 lab

1 lab

24 lab

B : Baik, C : Cukup, K : Kurang, M : Memuaskan, TM : Tidak Memuaskan, P : diperingati, T : dipertanyakan, O : Outlier

148

PPOMN mengikuti uji profisiensi dengan partisipan Bidang Produk Terapetik dan Bahan Berbahaya sebanyak 3 kali, Bidang Pangan sebanyak 4 kali, Bidang Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplimen sebanyak 1 kali, Bidang Produk Biologi sebanyak 2 kali, Bidang Mikrobiologi sebanyak 3 kali dan Laboratorium Bioteknologi sebanyak 3 kali.

b. Pelaksanaan sistem rujukan pengawasan obat dan makanan. Dalam melaksanakan sistem rujukan pengawasan obat dan makanan, PPOMN menerima sampel absah/rujuk dari Balai Besar/Balai POM sejumlah 448 sampel yang diuji di Laboratorium Kosmetik (25 sampel), Obat Tradisional (38 sampel), Rokok (134 sampel), Mikrobiologi (29 sampel), Bioteknologi (2 sampel), Narkoba (9 sampel), Terapetik (95 sampel), Pangan (66 sampel), Alkes (20 sampel), dan Vaksin (30 sampel).

c. Penyediaan Sarana dan Prasarana Laboratorium. Penyediaan Baku Pembanding Dalam rangka memenuhi kebutuhan pengujian di seluruh laboratorium di lingkungan Badan POM, PPOMN membuat baku pembanding. Pengadaan bahan baku selama tahun 2011 sejumlah 67 macam bahan, seperti tercantum pada lampiran 2. Baku primer diperoleh dari berbagai sumber yaitu: European Pharmacopeia (European Pharmacopeia Reference Standard/EPRS); United State Phamacopeia (United State Phamacopeia Reference Standard/USPRS); Dr. Ehrenstorfer; Fluka; Cerilliant; dan TLC. Total pengadaan baku primer sejumlah 76 macam seperti tercantum pada lampiran 3. Pengujian baku pembanding sesuai dengan ISO Guide 34 harus melalui uji kolaborasi dengan beberapa laboratorium lain. Oleh karena itu maka disusun program uji kolaborasi yang melibatkan 10 Balai Besar POM yaitu BBPOM di DKI, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Mataram, Makasar, Banjarmasin, dan di Padang. Kolaborasi dilakukan untuk penetapan kadar baku pembanding, sedangkan identifikasi dan uji kemurnian dilakukan oleh PPOMN. Setelah pendistribusian baku pembanding selama tahun 2011, persediaan akhir baku pembanding sejumlah 264 macam, dengan rincian tercantum pada lampiran 4.

149

Gambar 61 REKAPITULASI DISTRIBUSI BAKU PEMBANDING TAHUN 2011

4211 Balai Swasta 378 310 Bidang

Gambar 62 DISTRIBUSI BAKU PEMBANDING KE BALAI BESAR/BALAI POM TAHUN 2011

300 250 200 150 100 50 0 59 77 116121 126 96 96 97 98 108 108 86 86 90 252 221 190 190 196 165171 171 171 146153 133 134 139 142

272

Penyediaan Metode Analisis (MA) Sejak tahun 1979, PPOMN telah mengembangkan dan melakukan validasi MA yang digunakan oleh seluruh laboratorium di lingkungan Badan POM. Kegiatan pembuatan MA terdiri dari beberapa tahap yaitu: Pembuatan dan pembahasan protokol uji bersama narasumber. Validasi dan verifikasi MA. Sidang Pembahasan dan pleno hasil validasi MA. Finalisasi pembuatan dan distribusi buku MA.

150

Pada tahun ini, pembahasan hasil validasi MA sebanyak 62 judul (tercantum pada lampiran 5 yang terbagi atas 7 judul MA dari Bidang Produk Terapetik dan Bahan Berbahaya, 13 judul MA dari Bidang OT, Kosmetik dan Produk Komplimen, 16 judul MA dari Bidang Pangan, 10 judul MA dari Bidang Mikrobiologi, 8 judul MA dari Bidang Produk Biologi, 5 judul MA dari Laboratorium Bioteknologi dan 3 judul MA dari Laboratorium Hewan Percobaan. Selain MA tersebut, beberapa bidang di PPOMN juga membuat MA tambahan sebanyak 14 judul MA dalam rangka penambahan ruang lingkup pengujian untuk akreditasi di Bidang Produk Terapetik dan Bahan Berbahaya, 17 MA Kosmetik dalam rangka harmonisasi ASEAN di Bidang Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplimen, dan 6 MA di Bidang Mikrobiologi. Produksi dan Pengadaan Hewan Percobaan Hewan yang diproduksi ada 3 species yaitu Mencit (Mus musculus, ddY), Tikus (Rattus novergicus, SD) dan Kelinci (Oryctolagus cuniculi, JW). Produksi Hewan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan pengujian dan permintaan eksternal. Jumlah produksi dan total pemakaian hewan percobaan tercantum pada tabel berikut ini. Tabel 20 PRODUKSI/PENGADAAN HEWAN PERCOBAAN TAHUN 2011 Prosentase Pemakaian tahun 2011 Hewan yang Terpakai untuk Pengujian 9.380 2.359 300 2.368 69 225 23,99 30,56 100,00 57,81 36,70 100,00 440 173 1.981 Jumlah Hewan Percobaan per akhir Desember 2011

Jenis No Hewan Percobaan

Produksi tahun 2011/ Pengadaan 39.107 7.720 300 4.096 188 225

1 2 3 4 5 6

Mencit I Mencit II Mencit III * Tikus Kelinci Marmut*

*Pengadaan Hewan Percobaan dari Pihak Eksternal Penghitungan per 16 Desember 2011

151

d. Pengembangan SDM pengujian obat dan makanan. Meningkatkan kompetensi SDM pengujian, dilakukan pelatihan internal dan eksternal baik dalam maupun luar negeri bagi personel penguji. Pelatihan di dalam negeri sejumlah 87 kali yang diikuti oleh 167 orang. Pelatihan di luar negeri sejumlah 51 kali yang diikuti oleh 59 orang. Pelatihan K3 bagi staf laboratorium di 16 Balai Besar/Balai POM, yaitu BBPOM di Banda Aceh, Bandar Lampung, Denpasar, Makassar, Manado, Medan, Padang, Pekan Baru, Pontianak, dan BPOM di Ambon, Palu, Kupang, Batam, Gorontalo, Pangkal Pinang, dan Serang. Sosialisasi pedoman uji kompetensi tingkat pratama bagi 17 Balai Besar/ Balai POM dengan materi kimia yang terdiri dari pengujian secara volumetri ( bidang Terapetik dan Bahan Berbahaya), KLT (bidang Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplimen), dan spektrofotometri (Bidang Pangan). Sedangkan untuk materi mikrobiologi yaitu Uji Angka Lempeng Total (ALT). PPOMN telah menyusun 8 modul pelatihan untuk tingkat Madya B dan 2 SOP yang ditujukan kepada pelatih dan calon pelatih untuk dipelajari, dipahami dan disampaikan kepada peserta latih di dalam kegiatan pelatihan. Pelatihan dasar tingkat pratama A bidang kimia, biologi dan mikrobiologi yang diikuti 29 staf, 18 observer, dan 20 instruktur dari PPOMN yang diselenggarakan pada tanggal 20 21 Juli 2011. Materi Pelatihan Bidang kimia meliputi: cara menimbang yang baik, cara penanganan sampel, dasar-dasar volumetri, titrasi asam basa, titrasi argentometri, titrasi oksidasi-reduksi, titrasi kompleksometri, pengetahuan tentang cara berlaboratorium yang baik, teknik pemisahan secara ekstraksi, destilasi, sentrifugasi dan destruksi, penetapan kadar air secara destilasi, pengenalan dan perawatan alat laboratorium analitik, pengenalan acuan metode pengujian, penetapan bobot jenis, penetapan indeks bias, penetapan jarak lebur atau suhu lebur, penetapan pH, penetapan rotasi optik, uji waktu hancur dan Analisis data dengan statistik dasar. Materi Pelatihan Bidang Biologi dan Mikrobiologi meliputi: dasar-dasar GLP di laboratorium Biologi dan Mikrobiologi, validasi dan verifikasi di laboratorium Biologi dan Mikrobiologi, serta pengujian berbasis DNA. Pelatihan pembuatan baku kerja untuk pihak ketiga (industri farmasi) yang diselenggarakan pada tanggal 19-23 September 2011 di Laboratorium Bahan Baku Pembanding-PPOMN, yang diikuti oleh 15 peserta dari berbagai industri farmasi dari Jakarta, Bogor, Bandung, Solo, Semarang dan Sidoarjo. Materi pelatihan meliputi kuliah sehari yang disampaikan oleh 2 narasumber yaitu Prof. 152

Dr. Slamet Ibrahim, DEA, Apt. dari Sekolah Farmasi- ITB dan Dra. Anny Sulistiowati, Apt. dari PPOMN. Pelatihan On The Job Training terhadap CPNS atau PNS dari 5 Balai POM pada tanggal 5 - 16 Desember 2011 di PPOMN dengan 2 narasumber dan diikuti oleh 27 peserta yang terdiri dari 21 peserta Balai POM (Balai POM di Batam, Balai POM di Serang, Balai POM di Pangkal Pinang, dan Balai POM di Gorontalo) dan 6 peserta PPOMN. Pelaksanaan bimbingan peserta magang sejumlah 55 orang yang terdiri dari 39 staf Balai Besar/Balai POM dan 16 Mahasiswa PKL.

16. Perkuatan Infrastruktur

a. Pengembangan SDM Menghadapi tantangan ke depan yang semakin kompleks dan tidak dapat diprediksi, peran dan fungsi Badan POM perlu dioptimalkan. Badan POM harus senantiasa melakukan penguatan internal yang mencakup infrastruktur dan SDM sebagai intangible asset organisasi. Pembangunan dan pengembangan SDM harus dijadikan fokus utama dengan perencanaan, pengembangan, serta pendayagunaan SDM yang baik dan konsisten. Pengembangan SDM selain berdimensi pada profesionalisme, juga mencakup nilai-nilai etos kerja, etika dan kejujuran. Seiring dengan itu, peningkatan beban kerja Badan POM berimplikasi pada peningkatan kebutuhan SDM yang sesuai, baik kualifikasi maupun jumlahnya. Jumlah SDM Badan POM tahun 2011 sebanyak 3.650 orang yang tersebar baik di Badan POM pusat serta di Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia.

Selama tahun 2011 telah dilakukan berbagai kegiatan pengembangan SDM menyangkut peningkatan kapabilitas dan kompetensi melalui pendidikan dan pelatihan, antara lain Diklat PIM II sebanyak 2 orang, Diklat PIM III sebanyak 15 orang, dan Diklat PIM IV sebanyak 48 orang.

Di bidang teknis/manajemen telah dilatih sebanyak 1.026 orang, serta pendidikan lanjutan sebanyak 70 orang yang terdiri dari 15 orang tugas belajar di Luar Negeri dan 55 orang tugas belajar di Dalam Negeri.

Selain itu, telah dilakukan pula kegiatan kerjasama luar negeri dalam rangka peningkatan sumber daya manusia, yang meliputi meeting, training, workshop, 153

inspeksi teknis, seminar, konferensi, dan konsultasi, yang diikuti oleh 459 pejabat/ staf Badan POM baik dari pusat maupun dari Balai Besar/ Balai POM yaitu untuk meeting (187 orang), training (138 orang), workshop (43 orang), inspeksi teknis (14 orang), seminar (27 orang), konsultasi (12 orang), studi banding (19 orang), exibition (3 orang), simposium (9 orang), dan on duty (1 orang).

b. Pengembangan Teknologi Informasi Sesuai dengan salah satu sasaran Grand Strategy Badan POM yaitu berfungsinya sistem teknologi informasi yang terintegrasi secara on-line dan up-to-date dalam pengawasan obat dan makanan, maka sejak tahun 2005, Badan POM telah mengembangkan teknologi informasi dan komunikasi untuk menunjang kebutuhan tugas pokok dan fungsi Badan POM. Sejalan dengan komitmen Pemerintah RI terhadap kesepakatan di tingkat Regional ASEAN dalam rangka pelayanan Ekspor Impor untuk menurunkan lead time, high cost economy, meningkatkan validitas dan akurasi data serta kontrol lalu lintas produk terhadap trans-nasional crime, illegal product, drug trafficking, maka telah dibangun sistem NSW e-bpom. Infrastruktur Pendukung NSW dan Website Badan POM antara lain adalah: LAN/WAN di Badan POM dan Balai Besar/Balai POM. Perangkat Komputer tersambung jaringan WAN. Koneksi internet dengan bandwidth yang cukup besar. Sistem security yang ketat. Jaringan nasional berbasis teknologi VPN-IP MPLS yang terkoneksi ke 26 lokasi kantor Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia dan terkoneksi layanan internet. c. E Registration Salah satu sasaran Reformasi Birokrasi adalah terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat. Badan POM mewujudkannya dengan melaksanakan e-registrasi. E-registrasi dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik sehingga mempermudah proses namun tetap mengutamakan perlindungan masyarakat dari produk yang berisiko terhadap kesehatan.

154

Sesuai

dengan

master

plan

e-registration,

tahun

2011

merupakan

tahap

implementasi untuk notifikasi kosmetik dan e-registration untuk pangan low risk secara on-line. Notifikasi kosmetik telah diberlakukan sejak 1 januari 2011. Untuk pelaksanaan eregistrasi pangan low risk secara on-line, Badan POM telah memberikan sosialisasi terbatas kepada anggota GAPMMI pada tanggal 15 17 Desember 2011. Eregistrasi pangan low risk telah diluncurkan pada tanggal 31 januari 2012 yang bertepatan dengan HUT Badan POM ke-11, namun secara resmi diberlakukan mulai tanggal 1 Maret 2012. Berikut ini adalah master plan e-registration Badan POM :

Master Plan e-Registration

2014 Implementasi III 2012 OT, Suplemen Makanan Im plementasi II 2013

Im plementasi Penuh Obat Baru

2010 Kosmetik (uji coba 80 stakeholder)

2011 Sistem Administrasi Obat, Pangan High Risk Im plementasi I Kosmetika, Pangan Low Risk

d. Sistem Single Sign On (SSO) Pada tanggal 29 Desember 2011, Menteri Keuangan selaku Ketua Tim Persiapan National Single Window (NSW) bersama para menteri dan pejabat terkait meresmikan peluncuran sistem Single Sign On (SSO), fitur Indonesia National Trade Repository (INTR), Penerapan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) 2012 dan Perluasan Layanan INSW di Badan POM. Sistem SSO, fitur INTR dan BTKI 2012 yang dikembangkan selama tahun 2011, adalah kelengkapan sistem NSW, yaitu sistem nasional Indonesia yang memungkinkan dilakukannya suatu penyampaian data dan informasi secara tunggal (single submission of data and information), pemrosesan data dan informasi secara tunggal dan sinkron (single and synchronous 155

processing of data and information), dan pembuatan keputusan secara tunggal untuk pemberian izin kepabeanan dan pengeluaran barang (single decision making for custom release and clearance of cargoes). Dengan adanya SSO, maka para eksportir, importir dan pengguna jasa pelayanan NSW lainnya akan lebih mudah memanfaatkan semua pelayanan perizinan dan informasi secara elektronik (in-house system) yang disediakan oleh 18 unit penerbit perizinan dalam kegiatan impor ekspor dari 15 Kementerian/Lembaga yang terintegrasi dalam sistem NSW karena untuk mengakses ke dalam sistem (log-in) dilakukan secara tunggal dengan menggunakan satu users ID.

Sejak peluncuran pertama penerapan INSW pada bulan November 2007, saat ini terdapat 9 pelabuhan laut/udara internasional di Indonesia yang menggunakan sistem NSW, yaitu Tanjung Priok/Jakarta, Tanjung Perak/Surabaya, Tanjung Emas/Semarang, Belawan/Medan), bandara internasional Soekarno-Hatta/Jakarta, Pelabuhan Laut Merak Banten, Dry-port Cikarang, Bandara Juanda, dan Bandara Halim Perdana Kusumah. Meskipun saat ini NSW baru diterapkan di 9 pelabuhan masuk dan keluar, namun kegiatan impor ekspor di pelabuhan-pelabuhan tersebut sudah melampaui 80% kegiatan seluruh perdagangan internasional Indonesia.

Sejak awal dimulainya pembangunan INSW pada tahun 2006, bentuk fasilitas perdagangan yang dibangun adalah untuk memperlancar penyelesaian dokumen dan arus barang impor ekspor. Selain itu, INSW juga dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas pengawasan kegiatan ekspor impor, mulai di pelabuhan (border control), mendukung pengawasan peredaran di pasar domestik (market control) dan pengaduan konsumen (consumer report) untuk melindungi konsumen dan keamanan publik. Dengan diterapkannya SSO ini juga akan semakin meningkatkan penapisan produk-produk ilegal, termasuk produk obat dan makanan ilegal.

e. Sistem Helpdesk E-BPOM Untuk mengatasi keluhan terhadap sistem e-bpom, Badan POM telah memberi layanan Help Desk pada jam kerja pukul 08.00 16.30 melalui telepon (021) 4288 9117 dan (021) 4288 3309 ext. 1006. Jenis pertanyaan dikelompokkan menjadi : Sistem e-bpom SSO INTR Portal INSW 156

98% keluhan dapat diselesaikan < 2 jam dari service level agreement (SLA) 1 hari kerja. Pertanyaan yang paling sering adalah terkait ketidakmampuan importir menggunakan portal INSW untuk melihat apakah SKI sudah terkirim ke portal karena belum memiliki user login.

f.

Aplikasi Sistem Informasi Pelaporan Terpadu (SIPT) Dengan berkembangnya metode pemeriksaan, pengujian dan pemantauan iklan yang ada di Badan POM maka sistem pelaporan yang ada saat ini yaitu Aplikasi Sistem Informasi Elektronik (SIE) perlu diupdate untuk memudahkan pengguna. Perubahan ini tidak hanya merubah tampilan tetapi juga merubah beberapa karakteristik dasar dari aplikasi SIE menjadi aplikasi Sistem Informasi Pelaporan Terpadu (SIPT).

Pada tahun 2011 telah dilaksanakan uji coba SIPT di 10 Balai Besar/ Balai POM yaitu Balai Besar POM di Padang, Balai Besar POM di Bandar Lampung, Balai Besar POM di Pontianak, Balai Besar POM di Mataram, Balai Besar POM di Makassar, Balai Besar POM di Jayapura, Balai Besar POM di Bandung, Balai POM di Jambi, Balai POM di Kupang, dan Balai POM di Ambon.

g. Pengembangan dan Penerapan QMS Badan POM Badan POM sebagai instansi pemerintah yang memberikan pelayanan publik terus berusaha untuk melakukan perbaikan mutu pelayanannya. Salah satu upaya yang dilakukan Badan POM adalah mengembangkan dan menerapkan

Quality Management System (QMS) - Sistem Manajemen Mutu, untuk menjamin mutu

pelayanan yang diberikan kepada masyarakat secara konsisten dengan peningkatan yang berkesinambungan. Sampai saat ini, Badan POM telah menyusun 94 Standard Operational Procedure (SOP) dan 5.956 Instruksi kerja (IK). Penerapan QMS di Badan POM secara resmi telah dimulai pada tanggal 10 Oktober 2011 yang diikuti dengan penyelenggaraan pelatihan auditor internal Badan POM pada tanggal 1 - 5 November 2011. Peserta yang berhasil lulus sebagai auditor internal Badan POM adalah sebanyak 196 orang. Pada tanggal 28 30 November 2011, para auditor tersebut telah melaksanakan audit internal sebelum 157

Badan POM diaudit oleh auditor eksternal yaitu PT United Registrar of System di awal Januari 2012.

Pada tanggal 31 Januari 2012, Badan POM telah menerima 54 sertifikat ISO 9001:2008 untuk 53 unit kerja di pusat dan seluruh Balai Besar/Balai POM serta 1 sertifikat induk untuk Badan POM.

Piramida Dokumentasi QMS yang terstruktur dalam hubungan hierarkis


1. 2. 3. 4. 5.

5 tahap Kegiatan QMS


Tahap identifikasi Tahap Analisis Tahap Perencanaan dan Pengembangan Tahap Implementasi Tahap Pemeliharaan dan Peningkatan

h. Perpustakaan Perpustakaan Badan POM terintegrasi dengan pustaka pada unit-unit di lingkungan Badan POM. Pengunjungnya selain pegawai Badan POM sendiri juga terbuka untuk umum, seperti dari perguruan tinggi negeri atau instansi terkait yang membutuhkan. Perpustakaan Badan POM sampai dengan akhir tahun 2011 telah memiliki koleksi pustaka sebagai berikut : Jenis Koleksi Buku Majalah Jurnal Kliping Buletin CD Laporan Jumlah Jumlah Penambahan Koleksi Tahun 2011 420 20 40 1.440 10 3 10 1.943 Jumlah koleksi s/d Tahun 2011 2.034 57 39 9.952 25 25 45 12.177

158

Pada tahun 2011, Badan Pengawas Obat dan Makanan memiliki anggaran sebesar Rp. 936.547.527.000,- untuk seluruh kegiatan yang dilaksanakan oleh jajaran Badan POM, baik pusat dan daerah. Anggaran tersebut terdiri dari Belanja Pegawai

Rp. 166.402.421.000,- (17,77%), Belanja Barang Rp. 507.872.984.000,- (54,23%) serta Belanja Modal Rp. 262.272.122.000,- (28,00%); dan tersebar untuk 9 Kantor Satker Pusat Rp. 478.389.594.000,- dan untuk seluruh Balai Besar/Balai POM Rp. 458.157.933.000,-.

Gambar 63 PROPORSI ANGGARAN BADAN POM PUSAT DAN BALAI TAHUN 2011

51,08%

48,92%

Pusat

Balai

Belanja Pegawai Belanja Pegawai Badan POM terdiri dari Belanja Pegawai untuk 9 Kantor Satker Pusat adalah Rp. 50.714.108.000,- dan Belanja Pegawai untuk seluruh Balai Besar/Balai POM adalah Rp. 115.688.313.000,- Realisasi Belanja Pegawai tersebut berturut-turut adalah Rp. 50.227.465.478,- (99,04%) dan Rp. 114.544.994.559,- (99,01%). Belanja Barang Belanja Barang terdiri dari Rp. 339.137.324.000- untuk 9 Kantor Satker Pusat dan Rp. 168.735.660.000,- untuk seluruh Balai Besar/Balai POM. Sedangkan realisasi Belanja Barang berturut-turut adalah Rp. 224.498.796.382,- (66,20%) dan Rp. 148.525.949.676,(88,02%). 159

Belanja Modal Belanja Modal Badan POM terdiri dari Rp. 88.538.162.000,- untuk 9 Kantor Satker Pusat dan Rp. 173.733.960.000,- untuk seluruh Balai Besar/Balai POM. Sedangkan realisasinya berturut-turut Rp. 71.229.566.239,- (80,45%) dan Rp. 161.495.563.144,- (92,96%). Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Selama tahun 2011, estimasi penerimaan negara Badan POM yang berasal dari PNBP sebesar Rp. 41.535.000.000,-. Dari jumlah tersebut, realiasasi PNBP yang dapat dicapai adalah Rp. 85.739.963.658,- atau 206,43% dari target yang ditetapkan. Sedangkan, estimasi penggunaannya adalah Rp. 35.690.000.000,-, dengan realisasi penggunaan PNBP mencapai Rp. 29.856.972.038,- atau 83,66%.

Gambar 64 PROPORSI ALOKASI DAN REALISASI ANGGARAN TAHUN 2011

600,000,000,000 500,000,000,000 400,000,000,000 300,000,000,000 200,000,000,000 100,000,000,000 0 Belanja Pegawai Alokasi Belanja Barang Realisasi Belanja Modal 88,73% 99,02% 73,45%

160

Lampiran 1. Standar dan Kriteria Laboratorium Rujukan dan Unggulan

No 1

Aspek Standar

Rujukan a. Laboratorium terakreditasi, sesuai SNI-ISO/IEC 17025:2008. b. Laboratorium telah menerapkan GLP secara konsisten. c. Memenuhi Standar Peralatan/Instrumen dan Suku Cadang Laboratorium, terutama untuk parameter pengujian yang menjadi rujukan, baik dari jenis dan jumlah maupun kemampuan/sensitifitas peralatan. d. Perbekalan untuk menunjang pengujian (pereaksi, baku pembanding, dll) harus selalu tersedia dan dipenuhi. e. Sumber daya manusia (SDM) dipenuhi, meliputi : - Latar belakang pendidikan : S2 Farmasi/ Pangan/ Teknologi Pangan/ Kimia/ Biologi, S1 Farmasi/ Kimia/ Teknologi Pangan/ Biologi, min. D3 Analis Kimia Pangan/ Farmasi. - Jumlah memadai (tidak mengganggu pengujian rutin). - Kompetensi SDM terpenuhi (telah mengikuti pelatihan pratama, madya dan utama serta berpengalaman di bidangnya min 5 tahun). f. Memenuhi Standar Disain/Lay out Bangunan Laboratorium, meliputi : - Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Laboratorium. - Bangunan laboratorium yang sesuai dengan alur pengujian. - Luas ruangan efektif dan memadai untuk pengujian. - Kelengkapan bangunan (ruang instrumen, ruang preparasi, ruang pereaksi, lemari asam, dll), instalasi dan kapasitas listrik, UPS atau genset, saluran air, gas, dll memadai. g. Mempunyai kelebihan terkait catchment area : - Kemudahan pengiriman sampel dari segi posisi / jangkauan strategis, akses/jalur dan transportasi mudah. - Mempunyai kemampuan pengujian yang lebih baik (terhadap parameter pengujian yang menjadi rujukan) dibanding kemampuan Laboratorium Provinsi dalam satu catchment area.

Unggulan a. Laboratorium terakreditasi, sesuai SNI-ISO/IEC 17025:2008. b. Laboratorium telah menerapkan GLP secara konsisten. c. Memenuhi Standar Peralatan/Instrumen dan Suku Cadang Laboratorium, terutama untuk pengujian produk tertentu yang menjadi unggulan, baik dari jenis dan jumlah maupun kemampuan/sensitifitas peralatan. d. Perbekalan untuk menunjang pengujian (pereaksi, baku pembanding, dll) harus selalu tersedia dan dipenuhi. e. Sumber daya manusia (SDM) dipenuhi, meliputi : - Latar belakang pendidikan : S2 Farmasi/ Pangan/ Teknologi Pangan/ Kimia/ Biologi, S1 Farmasi/ Kimia/ Teknologi Pangan/ Biologi, min. D3 Analis Kimia Pangan/ Farmasi. - Jumlah memadai (tidak mengganggu pengujian rutin). - Kompetensi SDM terpenuhi (telah mengikuti pelatihan pratama, madya dan utama serta berpengalaman di bidangnya min 5 tahun). f. Memenuhi Standar Disain/ Lay out Bangunan Laboratorium, meliputi : - Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Laboratorium. - Bangunan laboratorium yang sesuai dengan alur pengujian. - Luas ruangan efektif dan memadai untuk pengujian. - Kelengkapan bangunan (ruang instrumen, ruang preparasi, ruang pereaksi, lemari asam, dll) memadai. - Instalasi dan kapasitas listrik, UPS atau genset, saluran air, gas, dll memadai.

161

No 2

Aspek Kriteria

Rujukan a. Ruang lingkup pengujian terkait parameter pengujian yang menjadi rujukan telah terakreditasi atau dalam persiapan masuk ruang lingkup akreditasi. b. Telah mengikuti uji profisiensi dan hasilnya inlier pada parameter pengujian yang menjadi rujukan. c. Memenuhi Standar Laboratorium Rujukan. d. Kompetensi laboratorium sesuai tupoksi sudah terpenuhi melalui tercapainya target pengujian rutin per tahun. e. Metode pengujian yang digunakan sudah divalidasi/diverifikasi serta mampu mengembangkan metode analisis, terutama terhadap parameter pengujian yang menjadi rujukan. f. Mampu mengembangkan pelatihan yang berkaitan dengan parameter pengujian yang menjadi rujukan.

Unggulan a. Ruang lingkup pengujian terkait pengujian produk tertentu yang menjadi unggulan telah terakreditasi atau dalam persiapan masuk ruang lingkup akreditasi. b. Telah mengikuti uji profisiensi dan hasilnya inlier pada parameter pengujian produk tertentu yang menjadi unggulan. c. Memenuhi Standar Laboratorium Unggulan. d. Kompetensi laboratorium sesuai tupoksi sudah terpenuhi melalui tercapainya target pengujian rutin per tahun. e. Metode pengujian yang digunakan sudah divalidasi/diverifikasi serta mampu mengembangkan metode analisis, terutama terhadap pengujian produk tertentu yang menjadi unggulan. f. Mampu mengembangkan pelatihan yang berkaitan dengan pengujian produk tertentu yang menjadi unggulan.

162

Lampiran 2. Pengadaan Bahan Baku Tahun 2011

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Nama Bisoprolol Fumarate Brompheniramine Maleate Bupivacain HCl Cetrimide Chlorzoxazone Chlomiphene Citrate Isoxsuprine HCl Ketorolac Tromethamine Probenecid Dopamine Hcl Hyoscine Butylbromide Lisinopril Salbutamol Sulfate Terbutaline Sulfate Timolol Maleate Triprolidine Hcl Azithromycin Dihydrate Rabeprazol Sodium Levofloxacin Hemihydrate Irbesartan Jingga K1 (Permanent Orange) Mebhydroline Napadisilate BHA Octyl 4-Methoxycinnamate atau 2Ethylhexyl 4- Methoxycinnamate (DEHP) Octyl 4-Methoxycinnamate atau 2Ethylhexyl 4- Methoxycinnamate (DEHP) Boric acid Methyl Paraben (Methyl 4Hydroxybenzoate) Nalidixic acid Propyl Paraben (Propyl 4Hydroxybenzoate) Sodium Metabisulfite Sudan II Sudan III Naphtalene

Grade JRS JRS JRS JRS JRS JRS JRS JRS JRS JRS JRS JRS JRS JRS JRS JRS JRS JRS JRS JRS TCI PT POMALA SIGMA TCI

Kemasan (g) 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 300 300 300 300 25 200 500 500

Jumlah 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

23 25 26 27 28 29 30 31 32

TCI SIGMA SIGMA SIGMA SIGMA SIGMA SIGMA SIGMA SIGMA

500 500 1000 100 500 500 25 100 250

1 1 1 1 1 1 2 1 1

163

No. 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 Sudan IV

Nama Natrium Benzoat Methyl Paraben (Methyl 4Hydroxybenzoate) Griseofulvin micronized CTM Piroksikam Captopril Cefalexin monohidrat Ciprofloxacin HCl Kloramfenikol Dry Vitamin A Acetat 500 Piracetam Ketoprofen Guaiafenesin Ketokonazol Etambutol HCl Pyridoxin HCl Cefixime Klindamisin HCl Natrium Diklofenak Atenolol Zn PtO Triklosan Estazolam Mesterolone Norethisterone Doxycycline HCl Setirizin HCl Clobazam Tetrahydrozoline HCl Sulfacetamide Sodium Metronidazol benzoat Metronidazol benzoat (BK) Kanamisin Sulfat Thimerosal

Grade SIGMA SIGMA SIGMA Phapros Tempo Scan Pacific Tempo Scan Pacific Tempo Scan Pacific Bernofarm Bernofarm Bernofarm Bernofarm Bernofarm Meprofarm Meprofarm Meprofarm Meprofarm Meprofarm Meprofarm Nufarindo Nufarindo Nufarindo Unilever Indonesia Unilever Indonesia Takeda Indonesia Sanbe Farma Sanbe Farma Sanbe Farma Sanbe Farma Otto Pharmaceutical, Indonesia Cendo Cendo Harsen Harsen Meiji Indonesia Biofarma

Kemasan (g) 1000 100 100 300 300 300 300 300 300 300 300 200 300 300 300 300 300 200 300 300 300 300 300 5 50 50 300 300 100 200 200 20 2 200 200

Jumlah 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

164

Lampiran 3. Pengadaan Baku Primer Tahun 2011

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38

Nama Betahistine Mesilate Brompheniramine Maleate Clobazam Reference Spektrum Finasteride Erythromycin ethylsuccinate Finasteride for System Suitability Flunarizine DiHCl Flunarizine DiHCl for System Suitability Gramicidin Hyoscin butylbromide Hyoscin butylbromide Impurity E Hyoscin hydrobromide Hyoscin hydrobromide Impurity B Kanamycin B Sulfate Neomycin Sulfate for microbiologycal assay Piracetam Spiramycin Streptomycin Sulfate Tobramycin Ampicillin Sodium BHA(butil hidroksi anisol) Bisoprolol Fumarate Bupicavaine HCl Capreomycin Sulfate Chlorzoxazone Chlorzoxazone Related Compound A Clonidine HCl Clonidine related compound A Clonidine related compound B Curcumin Dipyridamole Gabapentin Gabapentin Rel. Compound A Gabapentin Rel. Compound B Hyoscyamin Related Compound A Hyoscyamin Sulfate Ketorolac Tromethamine Lidocaine

Grade EPRS EPRS EPRS EPRS EPRS EPRS EPRS EPRS EPRS EPRS EPRS EPRS EPRS EPRS EPRS EPRS EPRS EPRS EPRS USP USP USP USP USP USP USP USP USP USP USP USP USP USP USP USP USP USP USP

Cat. No. B0990000 B1153000 Y0000205 Y0000090 E1500000 Y0000091 F0189900 Y0000266 G0550000 H1450000 Y0000447 H1500000 Y0000448 K0100000 N0401000 Y0000288 S1100000 S1400000 T1500000 1033203 1083008 1075757 1078507 1091006 1130505 1130527 1140407 1140418 1140429 1151855 1220506 1287303 1287325 1287347 1335010 1335009 1356665 1366002

Kemasan 100 mg 100 mg n/a 50 mg 10 mg 100 mg 100 mg 20 mg 250 mg 20 mg 10 mg 50 mg 10 mg 20 mg 25 mg 120 mg 200 mg 100 mg 250 mg 125 mg 200 mg 200 mg 500 mg 250 mg 350 mg 50 mg 200 mg 25 mg 25 mg 30 mg 200 mg 250 mg 50 mg 30 mg 10 mg 125 mg 200 mg 250 mg

Jumlah 3 3 1 3 4 1 3 1 2 5 1 5 1 5 5 3 3 4 2 3 2 2 1 2 1 1 2 1 1 1 2 2 1 1 1 3 2 2

165

No 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76

Nama Neostigmine Bromide Neostigmine Methylsulfate Probenezide Procaine HCl Promethazine HCl Pyrazinamide Quinine Sulfate Risedronat Rel. Compound B Risperidone Risperidone Related Compound Mixture Risperidone System Suitability Mixture Stavudin System Suitability Mix Phytonadione Piperazine Citrate Naphthalene Dibutyl Phtalate Octinoxate Risedronate Sodium Stavudine Cycloserin 3,4-Diaminobenzoic acid Acid Violet 49 Basic Violet 1 Bithionol Quinolin Yellow Sudan IV Sudan Red G Candesartan Cilexetil Rabeprazole Sodium Endosulfan sulfate alfa-Endosulfan beta-Endosulfan Amphetamin Methamphetamin MDMA Nor-acetildenafil (Desmethylacetildenafil) Thiodimethylsildenafil Thiosildenafil

Grade USP USP USP USP USP USP USP USP USP USP USP USP USP USP USP USP USP USP USP USP E.Storfer E.Storfer E.Storfer E.Storfer E.Storfer E.Storfer E.Storfer Synfine Synfine Fluka Fluka Fluka Cerilliant Cerilliant Cerillian TLC TLC TLC

Cat. No. 1459001 1460000 1563003 1564006 1570009 1585006 1597005 1604632 1604654 1604676 1604665 1620220 1538006 1541805 1457083 1187080 1477900 1604610 2949300 C12192503 C10028900 C10427100 C10660500 C16709700 C16986104 C16986127

Kemasan 200 mg 200 mg 200 mg 200 mg 500 mg 200 mg 500 mg 20 mg 200 mg 25 mg 10 mg 10 mg 500 mg 200 mg 200 mg 200 mg 500 mg 350 mg 250 mg 250 mg 0,1 g 0,1 g 0,1 g 0,25 g 0,25 g 0,25 g 0,1 g 200 mg 200 mg

Jumlah 2 2 2 2 1 2 1 1 2 1 1 1 1 2 2 2 1 1 2 1 4 4 4 2 2 2 4 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1

36676100MG-R 45468100MG 33385100MG A-007 M-009 M-013

100 mg 100 mg 100 mg 1,0 mg/ml 1,0 mg/ml 1,0 mg/ml 100 mg 100 mg 100 mg

166

Lampiran 4. Persediaan Akhir Baku Pembanding Tahun 2011

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38

Nama Baku Pembanding 2-Fenoksietanol Acidum Aminobenzoicum Acidum Ascorbicum Acidum Folicum Acidum Mefenamicum Acidum Nicotinicum Acidum Sorbicum Acyclovirum Aethambutoli Hydrochloridum Aflatoksin campuran Albendazole Alfa Tokoferol Asetat Allura Red CI No. 16035 Alopurinol Alprazolam Amarant CI No. 16185 Ambroxol Hydrochloride Amfetamin Sulfat Aminotadalafil Amitriptylini Hydrochloridum Amlodipini Besylas Amoksisilin Amoxicillin Trihydrate Ampicilline Trihydrate Ampicillinum Artemisinin Artesunat Artesunate Arthemether Asam Asetilsalisilat Asam Glutamat Asam Salisilat Asesulfamum Kalicum Aspartam Aspartam Atenolol Azitromisin Dihidrat Barbitalum

Ket BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BP ARS BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI ARS BPFI BP BPFI BPFI BPFI ARS ARS BPFI ARS BPFI ARS ARS BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI

Stok 29 74 40 63 83 33 205 95 123 33 40 75 67 75 20 60 220 0 14 63 32 109 0 1 93 38 200 0 38 103 92 95 63 40 200 200 200 80

No. 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76

Nama Baku Pembanding Betametason Valerat Bisacodyl Bisacodylum Bisphenol A Brilliant Blue G Bromazepam Bromheksin Hidroklorida Brown HT CI No. 20285 Buthylis Hydroxytoluenum Buthylis Parabenum Captoprilum Carbamazepinum Carmoisin Cefaclor Cefadroxil Cefadroxilum Cefazoline Cefazoline Sodium Cefradin Cefuroxime axetil Cefuroxime Sodium Cephalexine Cephalexinum Chloramphenicoli Palmitas Chloramphenicolum Chlorpheniramini Maleas Chlorpromazini Hydrochloridum Ciprofloxacini Hydrochloridum Clindamycini Hydrochloridum Clobazam Clonazepamum Cloxacilline Sodium Colistimethate Sodium Cortisone Acetate Crystal Violet Cyproheptadini Hydrochloridum Dapson Dequalinum Chloride

Ket BPFI ARS BPFI BP BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI ARS ARS BPFI ARS ARS ARS ARS ARS ARS BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BP BPFI ARS ARS ARS BPFI BPFI BPFI ARS

Stok 97 90 52 15 100 71 88 75 242 73 59 3 26 49 28 47 9 46 23 2 1 38 118 43 10 53 9 128 25 17 53 17 35 3 33 30 59 23

167

No. 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115

Nama Baku Pembanding Dexamethasonum Dexchlorpheniramini Maleat Dextromethorphani Hydrobromidum Diazepam Difenhidramin Hidroklorida Diltiazem Hydrochloride Diltiazemi Hydrochloridum Dimenhydrinatum Domperidon Maleat Efedrin Hidroklorida Enalapril Maleat Ephineprine Bitartrate Epinefrini Bitartras Ethinyl Estradiolum Etilparaben Etionamid Famotidinum Fast Green FCF CI No. 42053 Fat Brown B Fenilbutazon Fenilefrin Hidriklorida Fenilpropanolamin Hidroklorida Fenilpropanolamin Hidroklorida Fenofibratum Fluosinolon Asetonida Furosemide Furosemidum Gemfibrozil Gentamisin Sulfat Glibenklamida Gliclazidum Glimepirid Glipizid Glukosamin HCl Griseofulvin Guaifenesinum Haloperidol Hexachlorophenum Hidroklorotiazida

Ket BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI ARS BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI ARS BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI ARS BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI

Stok 54 76 306 124 268 32 107 143 58 118 81 3 50 150 101 200 54 83 20 81 84 29 200 36 55 11 38 46 37 99 34 200 99 200 213 172 59 128 93

No. 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154

Nama Baku Pembanding Hidrokortison asetat Histamin Dihidroklorida Hydroquinonum Ibuprofenum Imipramine HCl Indapamidum Indometacinum Irbesartan Isoniazidum Isosorbid Dinitrat Jingga K1 (Permanent Orange) Kalium Diklofenak Kandesartan Sileksetil Kaptopril Ketamin Hidroklorida Ketokonazol Ketokonazol Ketoprofen Ketoprofenum Klidinium Bromida Klindamisin HCl Klopidogrel Bisulfat Kloramfenikol Klordiazepoksida Kloroquin Fosfat Klorpropamida Klotrimazol Kodein Fosfat Kofein Lamivudin Lansoprazol Levonorgestrelum Lidocaine Hydrochloride Lincomycini Hydrochloridum Loperamid Hidroklorida Lopinavir Loratadin Lorazepam Lorazepam

Ket BPFI BP BPFI BPFI ARS BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BP BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI ARS BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI ARS BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI

Stok 209 98 96 28 25 37 61 200 106 62 18 87 200 200 47 69 124 103 32 82 200 200 192 70 72 49 75 91 94 97 200 42 46 44 44 200 33 30 200

168

No. 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195

Nama Baku Pembanding Lovastatin Maltitol Mannitol Mebendazole Mebendazolum Medroxyprogesteroni Acetas Mefenamic Acid Melamin Menadion Merah K3 Mestrenolon Metampironum ( Antalgin ) Metanil Yellow Metformin Hidroklorida Methyldopa Methylis Parabenum Methyltestosteronum Metilprednisolon Metoklopramida Hidroklorida Metoprolol Tartrate Metronidazolum Mikonazol Nitrat Morfin Hidroklorida Naphptol Yellow S (Kuning KI) Naphthol Blueblack Naphthol Green B Natrii Benzoas Natrii Cyclamas Natrium Diklofenak Neomisin Sulfat Neotam Netilmycin Nevirapin Anhidrat Nicotinamidum Nifedipin Nistatin Nitrazepam Ofloksasin Oksibenzon Oksitetrasiklin Hidroklorida Omeprazol

Ket BPFI BPFI BPFI ARS BPFI BPFI ARS BP BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI ARS BPFI BPFI BPFI BPFI ARS BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI ARS BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI

Stok 250 200 200 47 106 59 124 36 86 211 200 124 39 70 22 25 135 44 111 52 58 77 85 15 31 29 85 180 199 49 92 7 200 67 37 50 82 39 63 80 43

No. 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236

Nama Baku Pembanding Orto-fenilendiamin Papaverin Hidroklorida Para-Fenilendiamin Parasetamolum Penicillin G Potasium Pethidini Hydrochloridum Phenobarbitalum Pirantel Pamoat Piridoksin Hidroklorida Pirogalol Piroksikam Ponceau 4R CI No. 16255 Povidoni Iodum Prednisolonum Prednison Prednisone Progesteronum Promethazine Hydrochloride Propil Gallat Propiltiourasil Propranololi Hydrochloridum Propylis Parabenum Pseudoefedrin Hidroklorida Pyrazinamide Pyrimethaminum Quinidini Sulfas Ranitidin Hidroklorida Reserpin Resorcinolum Rhodamin B CI No. 45170 Merah K10 Rifampicin Ritonavir Roxithromycin Saccharinum Natricum Salisilamida Sefoperazon Natrium Sefotaksim Natrium Seftriakson Natrium Setirizin Hidroklorida Sianokobalamin Sibutramin Hidroklorida

Ket BPFI BPFI BPFI BPFI ARS BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI ARS BPFI ARS BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI ARS BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI ARS BPFI ARS BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI

Stok 41 77 88 98 44 24 39 128 196 79 219 65 18 52 49 3 124 103 68 86 112 136 38 300 158 46 47 70 79 44 153 200 26 225 77 61 50 91 29 47 71

169

No. 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250

Nama Baku Pembanding Sikloserin HCl Sildenafili Citras Simetidin Simvastatinum Sorbitol Sukrosa Sulfadoxinum Sulfamethoxazolum Sulfisoksazol Tadalafil Tartrazine CI No. 19140 TBHQ Tetrasiklin Hidroklorida Theophyllinum

Ket BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BPFI BP BPFI BP BPFI BPFI

Stok 200 65 31 31 200 200 52 38 98 13 62 35 82 26

No. 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264

Nama Baku Pembanding Thiamin Hidroklorida Tiamfenikol Tolbutamide Tramadol Hidroklorida Tretinoin Triklosan Trimethoprimum Trimetoprime Triprolidini Hydrochloridum Vardenafil Hidroklorida.3H2O Xilitol Yohimbini Hydrochloridum Zidovudin Zinc Pyriton

Ket BPFI BPFI ARS BPFI BPFI BPFI BPFI ARS BPFI BP BPFI BPFI BPFI BP

Stok 77 65 61 40 3 201 124 17 67 72 200 48 97 12

170

Lampiran 5. Daftar Judul MA Tahun 2011

NO OT- KOS dan PK 1 2 3 4 5

JUDUL MA

No MA

Identifikasi Resorsinol dalam Sediaan Krem Wajah secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Identifikasi Bahan Pewarna Dilarang Sudan II (CI 12140) dalam Sediaan Lipstik, Perona Pipi dan Perona Mata secara Kromatografi Lapis Tipis Penetapan Kadar Asam Salisilat dalam Sediaan Semi Solida secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Identifikasi Bahan Pewarna Acid Orange 7 (CI 15510) dalam Sediaan Perona Mata secara Kromatografi Lapis Tipis Identifikasi Simultan Piroksikam, Natrium Diklofenak, Ibuprofen, Fenilbutazon dan Asam Mefenamat dalam Obat Tradisional Sediaan Cair secara Kromatografi Cair KinerjaTinggi dengan Detektor Photo Diode Array Identifikasi Simultan Piroksikam, Natrium Diklofenak, Ibuprofen, Fenilbutazon dan Asam Mefenamat dalam Obat Tradisional Sediaan Padat secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dengan Detektor Photo Diode Array Identifikasi Simultan Parasetamol, Kofein, Asam Salisilat dan Asetosal dalam Obat Tradisional Sediaan Padat secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dengan Detektor Photo Diode Array Identifikasi Simultan Parasetamol, Kofein, Asam Salisilat dan Asetosal dalam Obat Tradisional Sediaan Cair secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dengan Detektor Photo Diode Array Identifikasi Furosemida dan Hidroklorotiazida dalam Obat Tradisional Sediaan Padat secara Kromatografi Lapis Tipis dan Densitometri Identifikasi Furosemida Dan Hidroklorotiazida dalam Obat Tradisional Sediaan Padat secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dengan Detektor Photo Diode Array Penetapan Kadar Kloramfenikol dalam Propolis Secara LC-MS/MS Identifikasi Progesteron dalam Obat Tradisional Sediaan Padat Secara Kromatografi Lapis Tipis dan Densitometri Identifikasi Progesteron dalam Obat Tradisional Sediaan Padat secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dengan Detektor Photo Diode Array Produk Terapetik dan Bahan Berbahaya

04/KO/11 18/KO/11 20/KO/11 21/KO/11

22/OT /11

23/OT /11

24/OT /11

25/OT /11 26/OT /11 27/OT /11 28/OT /11 29/OT /11 30/OT /11

9 10

11 12 13

14 15 16 17 18 19 20 21

Uji Disolusi Tablet Captopril Penetapan kadar Ketokonazol dalam krim Penetapan kadar Candesartan cilexetil dalam tablet Penetapan kadar Clopidogrel dalam tablet (kolom C18) Penetapan kadar Ketoprofen dalam tablet Penetapan kadar Amlodipin Besilat dalam tablet Penetapan kadar Alprazolam dalam tablet Pangan Penetapan kadar Migrasi Bisphenol A pada Kemasan Pangan Plastik Poliarbonat Secara KCKT

31/OB/11 32/OB/11 33/OB/11 34/OB/11 35/OB/11 36/OB/11 37/BI/11

38/PA/11

171

NO 22 23 24 25 26 27

JUDUL MA Penetapan kadar Migrasi Melamin pada Kemasan Pangan Melamin secara KCKT Identifikasi Tadalafil, Sildenafil, Vardenafil Dalam Kopi Bubuk dan produknya (TLC, konfirmasi dg LC-MS) Penetapan kadar Siklamat Dalam Minuman Ringan Secara KCKT Penetapan kadar Propil Galat dan TBHQ Dalam Minyak/Lemak Secara KCKT Penetapan kadar BHA dan BHT dalam Margarin secara KCKT Identtifikasi pewarna Ponceau 4R, Kuning FCF, Merah Alura, Karmoisin , Biu berlian, dan Eritrosin secara Simultan dalam Makanan ringan dengan KCKT Detektor Visible Identifikasi pewarna Ponceau 4R, Kuning FCF, Merah Alura, Karmoisin , Biru berlian, dan Eritrosin secara Simultan dalam Makanan ringan dengan KCKT Detektor PDA Penetapan kadar pewarna Ponceau 4R, Kuning FCF, Merah Alura, Karmoisin dan Biru berlian secara Simultan dalam Makanan ringan dengan KCKT Detektor Visibel Penetapan kadar pewarna Ponceau 4R, Kuning FCF, Merah Alura, Karmoisin dan Biru berlian secara Simultan dalam Makanan ringan dengan KCKT Detektor PDA Penetapan kadar Pewarna Sintetik Kuning FCF dalam Minuman Ringan dan Sirup secara KCKT Penetapan kadar Pewarna Sintetik Tartrazin dalam Minuman Ringan dan Sirup secara KCKT Penetapan kadar Pewarna Sintetik Merah Alura dalam Minuman Ringan dan Sirup secara KCKT Penetapan kadar Migrasi Pb dan Cd dalam Simulan Asam Asetat 4% secara Spektrofotometri Serapan Atom Nyala Penetapan kadar Cemaran Arsen Anorganik dalam Beras secara ICPMS Identifikasi Pengawet (Asam benzoat, Asam Sorbat, Metil, etil, butil dan propil Paraben) dalam Produk Kecap secara Simultan dengan KCKT Mikrobiologi Uji Angka Lempeng Total dalam Susu Bubuk Uji Angka Bacillus cereus dalam Susu Bubuk Uji Enterobacteriaceae dalam Susu Formula untuk Bayi Uji Salmonella spp dalam Jamu Bentuk Serbuk Uji Pseudomonas aeruginosa dalam Bahan Baku Obat Bentuk Serbuk Uji Escherichia coli dalam Bahan Baku Obat Bentuk Serbuk Uji Staphylooccus aureus dalam Bahan Baku Obat Bentuk Serbuk Uji Salmonella spp dalam Bahan Baku Obat Bentuk Serbuk Uji Angka Lempeng Total dalam Bahan Baku Obat Bentuk Serbuk Efektivitas Pengawet dalam Kosmetik Hewan Percobaan Uji Angka Lempeng Total dalam Air Minum Hewan Percobaan

No MA 39/PA/11 40/PA/11 41/PA/11 42/PA/11 43/PA/11 44/PA/11

28

45/PA/11

29

46/PA/11

30

47/PA/11

31 32 33 34 35 36

48/PA/11 49/PA/11 50/PA/11 51/PA/11 52/PA/11 53/PA/11

37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47

54/MI/11 55/MI/11 56/MI/11 57/MI/11 58/MI/11 59/MI/11 60/MI/11 61/MI/11 62/MI/11 63/MI/11 64/HP/11

172

NO 48 49

JUDUL MA Uji Angka LempengTotal dalam Pakan Hewan Percobaan Uji Identifikasi Salmonella spp pada Hati Mencit (Mus musculus) strain ddY Produk Biologi

No MA 65/HP/11 66/HP/11

50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62

Uji Iritasi Kulit Masker Uji Iritasi Kulit Pengatur Rambut Uji Iritasi Kulit Sabun Mandi Cair Uji Iritasi Kulit Deodoran Uji Identifikasi dan Potensi Vaksin Polio Oral Monovalen Tipe 1 (mOPV1) Uji Stabilitas Vaksin Polio Oral Monovalen Tipe 1 (mOPV1) Uji Identifikasi dan Potensi Vaksin Polio Oral Bivalen Tipe 1 dan 3 (bOPV) Uji Stabilitas Vaksin Polio Oral bivalen Tipe 1 dan 3 (bOPV) Bioteknologi Isolasi dan Purifikasi DNA dari Tahu menggunakan Kolom Silika dengan Dapar CTAB, Dapar PB, PE dan AE Deteksi Fragmen Gen Terminator NOS (Nopaline Synthase) dalam Tahu dengan Metode PCR Deteksi Fragmen DNA Promotor 35s CaMV dalam Tahu Menggunakan PCR Amplifikasi Fragmen DNA Spesifik Kedelai (Gen Lektin) dalam Tahu dengan Metode PCR Deteksi Fragmen DNA Gen Sitokrom B (Cyt B) Sapi dalam Sediaan Padat Enzim Pencernaan dengan Metode PCR

67/TO/11 68/TO/11 69/TO/11 70/TO/11 71/VA/11 72/VA/11 73/VA/11 74/VA/11

75/BT/11

76/BT/11 77/BT/11 78/BT/11 79/BT/11

173

You might also like