Professional Documents
Culture Documents
, SpA(K), M.Kes Dr. Dadang Hudaya Somasetia, dr., SpA(K), M.Kes Dzulfikar Djalil Lukmanul Hakim, dr., SpA(K), M.Kes Stanza Uga Peryoga, dr., SpA, M.Kes
Epinefrin merupakan inotrop pilihan pada penderita yang gagal dengan terapi dobutamin. Dewasa dan anak yang resisten terhadap terapi dobutamin umumnya merespon epinefrin. Epinefrin adalah neurohormon alamiah yang dihasilkan untuk meningkatkan kontraktilitas selama stres dan syok. Epinefrin merupakan agonis 1,2,1, dan 2 adrenergik. Pada dosis lebih rendah (0,05 g/kg/menit) efek adrenergik meniadakan efek 1-adrenergik, sehingga meniadakan kualitas inotropik yang hampir murni. Efek 1 adrenergik menjadi lebih menonjol saat dosis epinefrin mencapai dan melebihi 0,3 g/kg/menit. Penderita gagal jantung dengan peningkatan tahanan sistemik (SVR) mungkin dirugikan dengan dosis epinefrin yang lebih tinggi, kecuali jika diberikan bersamaan dengan vasodilator atau inodilator. Norepinefrin efektif untuk syok yang resisten dengan dopamin. Efek simediasi melalui reseptor 1,1, dan 2 adrenergik. Norepinefrin selalu bersifat inotropik, tetapi kualitas vasopresor lebih dominan, bahkan pada dosis rendah 0,01 g/kg/menit. Dopamin dan norepinefrin memelihara peranan penting dalam memelihara perfusi yang adekuat pada anak dengan syok.
Tabel 1. Berbagai obat inotropik dan vasopresor Obat Reseptor 1 1 2 D1 Dosis Inotropik (g/kg/menit) Dopamin Vasokonstriksi, Inotropi, SVR, PVR Dobutamin Epinefrin Vasokonstriksi SVR, PVR Norepinefrin Vasokonstriksi SVR, PVR Dikutip dari Meija dkk kronotropi Inotropi Inotropi, kronotropi Inotropi (minor) 0,05-1 Vasodilatasi Vasodilatasi Vasodilatasi (renal) 2,5-20 0,05-0,5 0,1 1 2-15 Pressor (g/kg/menit) >12
Sumber: Carcillo JA. Goal directed management of pediatric shock in the emergency departement. Clin Ped Emerg Med (8) 165-75.2007 Meija R (Ed). Pediatric fundamental critical care support. Society of Critical Care Medicine. Illinois. 2008
Perbedaan antara RL dan RA terletak pada sumber bikarbonatnya. RL mengandung laktat 28 mMol/liter, sedangkan RA mempunyai asetat 28 mMol/liter. Setelah masuk ke dalam tubuh, komponen laktat atau asetat diubah menjadi bikarbonat, menghasilkan dapar untuk asidosis metabolis dan energi. Laktat mengalami metabolisme menjadi bikarbonat melalui siklus trikarboksilis (laktat piruvat asetil ko-A) atau dapat pula memasuki jalur glukoneogenesis dan membentuk glukosa dan bikarbonat. Sebagian besar laktat diambil oleh hepar untuk dimasukkan ke dalam jalur glukoneogenesis. RL yang mengandung laktat mengalami metabolisme lebih lambat daripada asetat. Metabolisme laktat bergantung pada fungsi hepar dan membutuhkan oksigen. Natrium asetat dapat mengalami metabolisme menjadi bikarbonat oleh jaringan seperti ginjal, jantung dan otot. Pemberian NaCl 0,9% dapat mengakibatkan hipernatremia dan asidosis metabolis hiperkloremia.
Sumber: 1. Marx G. Fluid therapy in sepsis with capillary leakage. Eur J of Anaesth. 2003;20:42942. 2. Hofmann-Kiefer KF, Chappell D, Kammerer T, Jacob M, Paptistella M, Conzen P dkk. Influence of an acetate- and a lactate-based balanced infusion solution on acid base physiology and hemodynamics: an observational pilot study. European Journal of Medical Research 2012, 17:21
Klirens laktat
Klirens laktat dihitung dengan menggunakan persamaan: (Kadar laktat awal kadar laktat selanjutnya) x 100% Kadar laktat awal
Kadar laktat awal merupakan laktat yang diambil saat dimulainya resusitasi, dan laktat selanjutnya merupakan pengukuran laktat yang diambil minimal 2 jam setelah resusitasi. Target klirens laktat minimal 10% atau kadar laktat awal dan kadar laktat selanjutnya tidak meningkat (< 18 mg/dL [2 mmol/L]) Sumber: Jones AE, Shapiro NI, Trzeciak S, Arnold RC, Claremont HA, Kline JA. Lactate clearance vs central venous oxygen saturation as goals of early sepsis therapy a randomized clinical trial. JAMA. 2012;303:1-8
4
Syok Syok adalah suatu sindroma klinis akut yang disebabkan kegagalan sistem sirkulasi baik makrosirkulasi maupun mikrosirkulasi sehingga terjadi insufisiensi menyeluruh dari perfusi jaringan, pemakaian oksigen, nutrien dalam memproduksi energi sel, dan pengeluaran metabolit toksik yang menyebabkan gangguan homeostatik dalam mempertahankan fungsi organ vital sehingga akan menyebabkan kematian dan kerusakan sel yang ireversibel.
Stadium syok dibagi menjadi 3 fase, yaitu: 1. Syok dini (Stadium kompensasi) Pada syok dini atau kompensata, berbagai mekanisme kompensasi diaktifkan. Dalam menghadapi ancaman hipoperfusi, sistem saraf simpatis meningkatkan detak jantung (HR) dan tahanan pembuluh darah sistemik (SVR) melalui pelepasan katekolamin dari kelenjar adrenal. Sistem renin angiotensin aldosteron juga turut diaktifkan, sehingga ikut menyebabkan vasokonstriksi dan pertahanan SV, serta retensi cairan melalui pemekatan urin. Pada anak, tonus vaskuler dipertahankan walaupun dalam keadaan aliran rendah pada syok septik dan kardiogenik. Sehingga anak bisa sering mempertahankan tekanan darah sebelum berada dalam keadaan syok berat. Vasokonstriksi kompensatorik sering begitu mencolok hingga tekanan darah sistemik bisa berada dalam kisaran normal, sekalipun ada gangguan sirkulasi bermakna. Hipotensi khas merupakan temuan lanjut pada syok anak. Vasokonstriksi mengakibatkan darah dipintas menjauhi organ non-vital ( kulit dan splachnic bed) untuk diarahkan ke otak, jantung, dan partu. Hasilnya adalah ekstremis dingin dan pada kulit, pemanjangan capillary refill, serta takikardia yang diinduksi katekolamin. Jika syok dibiarkan, pasien akan mesuk stadium dekompensata. Anak banyak bergantung pada detak jantung untuk meningkatklan curah jantung. Kemampuan meningkatkan kontraktilitas sebagai respon terhadap stimulasi katekolamin terbatas karena massa otot tak cukup dan kekakuan miokard anak dibandingkan jantung jantung dewasa. Bila mekanisme kompensasi diaktifkan, anak menjadi bergantung pada volume intravaskular (preload) untuk mempertahankan cardiac output. Karena afterload sudah meningkat agar bisa mempertahankan SVR dan TD, kunci keberhasilan dalam resusitasi adalah menjaga volume intravaskular yang adekuat. 2. Syok lanjut (Stadium dekompensasi), stadium ini dimulai ketika mekanisme kompensasi
5
mulai gagal mempertahankan homeostasis. Hipoksemia jaringan iskemia akan memicu metabolisme anaerob yang menghasilkan penimbunan laktat dan asidosis metabolik. Sejumlah metabolit vasoaktif seperti adenosin, nitrit oksida juga dilepaskan dan akan terakumulasi. Vasokonstriksi kompensatorik gagal sebagai akibat hipoksia. Darah kapiler jadi lambat, dan akan terbentuk mikrotombus. Paralisis vasomotor dan disfungsi dan gagal organ ganda. Hipoperfusi organ bermanifestasi sebagai perubahan status mental, takipneu dan takikardi, letargi, oligouria dan mottling pada kulit. 3. Syok Ireversibel, stadium ini terjadi karena mekanisme kompensasi sudah gagal mempertahankan homeostasis, ditandai dengan disritmia, dan kerusakan organ vital karena perfusi dan metabolisme jaringan yang tidak membaik sehingga timbul kegagalan organ yang multipel dan kematian.
Bentuk syok sepsis pada anak meliputi cold shock dan warm shock. Pada cold shock ditemukan cardiac output menurun dan tahanan vaskular perifer meningkat, sedangkan warm shock
ditemukan cardiac output meningkat dan tahanan vaskular perifer menurun. Cold syok merupakan manifestasi yang sering ditemukan pada anak, sementara warm syok jarang ditemukan pada anak, lebih sering terjadi pada orang dewasa.
Perbedaan Gambaran Klinis Warm Shock dan Cold Shock Warm Shock Ekstremitas Capillary refill Nadi Denyut jantung Tekanan darah Hangat < 2 detik Kuat Takikardi Hipotensi Cold Shock Dingin, lembab >2 detik Lemah Takikardi Normal (fase kompensasi),
Sumber: Carcillo JA. Goal directed management of pediatric shock in the emergency departement. Clin Ped Emerg Med (8) 165-75.2007
6