You are on page 1of 187

TESIS

EVALUASI KEBIJAKAN KEMITRAAN


PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM
TAMAN NASIONAL BALI BARAT
DALAM MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Disusun Oleh :

NAMA : Nyoman Rudana


NOMOR POKOK : 08.D.040
PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PEMBANGUNAN DAERAH

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat guna


memperoleh gelar Magister Administrasi Publik (M.AP)
dalam Ilmu Administrasi

PROGRAM MAGISTER ILMU ADMINISTRASI


SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
JAKARTA
2009

1
PROGRAM MAGISTER ILMU ADMINISTRASI
SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PEMBANGUNAN DAERAH

LEMBAR PERSETUJUAN TESIS

Judul Tesis :
EVALUASI KEBIJAKAN KEMITRAAN PENGUSAHAAN
PARIWISATA ALAM TAMAN NASIONAL BALI BARAT DALAM
MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Diterima dan disetujui untuk dipertahankan

Pembimbing Tesis

( Prof. Dr. Johanes Basuki, M.Psi ) (Prof. Dr. Juni Pranoto, M.Pd)

2
PROGRAM MAGISTER ILMU ADMINISTRASI
SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PEMBANGUNAN DAERAH

LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : NYOMAN RUDANA


NOMOR POKOK : 08.D.040
PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PEMBANGUNAN DAERAH
JUDUL TESIS : EVALUASI KEBIJAKAN KEMITRAAN PENGUSAHAAN
PARIWISATA ALAM TAMAN NASIONAL BALI BARAT
DALAM MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN

Telah mempertahankan Tesis di hadapan Panitia Penguji Tesis


Program Magister Ilmu Administrasi, Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi
Lembaga Administrasi Negara, Pada :

Hari : Senin
Tanggal : 3 Agustus 2009
Pukul : 09.00

TELAH DINYATAKAN LULUS

PANITIA PENGUJI TESIS :


Ketua Sidang : Dr. Muhammad Taufiq, DEA : ...............................

Sekretaris : Dr. Adi Suryanto, M.Si :

...............................

Pembimbing Tesis : Prof. Dr. Johanes Basuki, M.Psi :

...............................

Pembimbing Tesis : Prof. Dr. Juni Pranoto, M.Pd :

..............................

3
PERNYATAAN

Tesis ini merupakan tulisan murni saya dan bukan merupakan hasil

tulisan/penelitian yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar akademik

tertentu pada universitas atau institusi maupun yang sederajat. Adapun isi

dari tesis ini belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain,

kecuali beberapa hal pokok yang berupa kutipan-kutipan yang telah

mengangkat dan memberikan motivasi yang kuat untuk membantu

terlaksananya penelitian ini.

Jakarta, 3 Agustus 2009

NYOMAN RUDANA
NPM. 08.D. 040

4
PROGRAM MAGISTER ILMU ADMINISTRASI
SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PEMBANGUNAN DAERAH

ABSTRAK

Nyoman Rudana,08.D.040,Evaluasi Kebijakan Kemitraan Pengusahaan


Pariwisata Alam Taman Nasional Bali Barat dalam Mewujudkan
Pembangunan Berkelanjutan
140 halaman, 5 Bab, 13 tabel, 3 gambar, 6 peta, 18 foto, 13 lampiran
Daftar Pustaka 57 buku dan peraturan (1980-2008)

Pembangunan berkelanjutan ( sustainability development ) dengan tiga


pilar yaitu aspek ekonomi, lingkungan serta sosial dalam pelaksanaannya
dilaksanakan dengan melibatkan pihak swasta, mengingat keterbatasan
pemerintah dana, sumber daya serta keahlian, tidak terkecuali ekowisata,
dimana pengelolaan Taman Nasional termasuk di dalamnya. Dalam
kemitraan pemerintah dengan swasta, terdapat perbedaan kepentingan yang
mendasar. Pemerintah ( Dephut ) berkepentingan memberikan pelayanan
publik melalui pelestarian lingkungan hidup di Taman Nasional Bali Barat. Di
sisi lain, PT SBW berorientasi mengejar keuntungan. Namun dalam
kenyataan keduanya disatukan dalam kemitraan dalam bentuk konsesi yang
berjalan saat ini.
Fokus penelitian adalah evaluasi kebijakan kemitraan pengusahaan
pariwisata alam (PPA ) Taman Nasional Bali Barat dalam mewujudkan
pembangunan berkelanjutan pada PT. Shorea Barito Wisata (SBW ) antara
tahun 2003 sampai 2009. Landasan kebijakan yang diteliti adalah Keputusan
Menteri Kehutanan no 184 / Kpts – II / 1998, tentang Pemberian Izin
Pengusahaan Pariwisata Alam kepada PT.Shorea Barito Wisata Pada
Sebagian Zona Pemanfaatan Taman Nasional Bali Barat, yang selaras
dengan pembangunan berkelanjutan yaitu aspek pembangunan ekonomi,
aspek lingkungan hidup, dan aspek sosial.
Acuan teori yang kemudian diterjemahkan ke dalam kerangka berpikir
adalah pembangunan berkelanjutan menurut Askarz dengan tiga pilarnya
yang meliputi aspek ekonomi, lingkungan hidup dan aspek sosial

5
Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode deskriptif
dengan pendekatan kualitatif, dengan melakukan observasi langsung dan
wawancara dengan informan sebagai data primer dan telaah dokumen
sebagai data sekunder, dengan melakukan triangulasi pada saat pengolahan
data.
Dari penelitian ditemukan bahwa menyangkut kebijakan kemitraan
bidang pembangunan ekonomi, kurang ada koordinasi antara pemerintah
pusat dan daerah, dimana wilayah TNBB sebagai kawasan ekowisata,
tidak didukung oleh aliran listrik yang memadai. Kendala eksternal seperti
krisis global, penyakit flu babi, flu burung, serta ancaman bom dan
terorisme, harus pula dicermati. Terkait kebijakan kemitraan dalam aspek
lingkungan hidup, PT. SBW sudah melakukan reforestasi,pelestarian curik
Bali, pembersihan pantai, patroli bersama melalui FKMPP ( Forum
Komunikasi Masyarakat Peduli Pesisir ) dan lain-lain. Masyarakat desa
Sumber Klampok mendukung dengan landasan awig –awig adat. Namun
upaya penegakan hukum bagi pelanggar hukum masih kurang optimal.
Terkait aspek sosial, PT. SBW merekrut penduduk desa Sumber Klampok
sebagai karyawan di Waka Shorea, Resort and Spa, bermitra dengan
masyarakat dalam pengelolaan perahu motor untuk wisata bahari,
pengelolaan lahan parkir, memberi bantuan bantuan bibit tanaman
tahunan, serta bantuan bea siswa kepada siswa SD. Ditemukan juga
inkonsistensi kebijakan antara pusat dan daerah yaitu adanya pungutan
ganda untuk retribusi hotel dan restoran.
Beberapa hal yang disarankan adalah bahwa untuk mendukung
kebijakan kemitraan dalam pembangunan ekonomi diperlukan kebijakan
TNBB yang dikelola swasta. Selain itu Pemda Buleleng harus mampu
meningkatkan daya saing daerah dengan memberikan stimulus insentif
bagi para calon investor untuk pengembangan wilayah TNBB sebagai
kawasan ekowisata. Juga perlu ada promosi pariwisata bersama antara
dinas budpar dan swasta. Terkait pelestarian lingkungan, dapat dilakukan
program tree adoption untuk mempertahankan keasrian kawasan TNBB
serta starling adoption, yaitu pelepasliaran curik ( jalak ) Bali untuk
mempertahankan populasinya yang kian langka. Hal ini dapat dilakukan
dengan upaya pemberdayaan masyarakat ( aspek sosial dari
pembangunan berkelanjutan). Juga nilai – nilai sakral di wilayah TNBB
terutama di sekitar kawasan Waka Shorea Resort and Spa perlu dipahami
sebagai modal budaya yang penting untuk dilestarikan. Terakhir, untuk
mengatasi inkonsistensi kebijakan, perlu dilakukan sinkronisasi kebijakan
antara pusat dan daerah dengan membuat perda yang tidak bertentangan
dengan kebijakan di atasnya.

6
MAGISTER PROGRAM OF ADMINISTRATION SCIENCE
GRADUATE SCHOOL OF ADMINISTRATION SCIENCE
NATIONAL INSTITUTE OF PUBLIC ADMINISTRATION
MASTER DEGREE PROGRAM ON THE MANAGEMENT OF REGIONAL
DEVELOPMENT

ABSTRACT

Nyoman Rudana ,08.D.040, Evaluation of The Partnership Policy on


Nature Tourism Concession of West Bali National Park in Achieving
Sustainable Deve-lopment.
140 pages 5 chapters, 13 tables, 3 pictures, 6 maps, 18 photographs, 13
appendices, bibliography of 57 books and regulations ( 1980 – 2008 ).

Sustainable development with its three pilars of economics, environment


and social aspects are conducted with private sectors as government
partners due to the limitation of the government in funding, resources and
skills. In this case, ecotourism including the National Parks is also included.
There is different interest in the Public Private Partnership ( PPP ) between
the government ( The Ministry of Forestry ) and the private sector ( PT.
Shorea Barito Wisata ), in which government must serve public in sustainable
development in West Bali National Park situated in Buleleng and Jembrana
regencies (or Taman nasional Bali Barat / TNBB ) in Bahasa, while the private
sector has single interest in profit maximation. But in this study, both interests
were united into concession form of PPP which has been lasted since 1998
up to now and the TNBB examined was the one in Buleleng regency only
where Waka Shorea Resort and Spa was located.
This study was focused on the Evaluation of The Partnership Policy on
Nature Tourism Concession of West Bali National Park in Achieving
Sustainable Development applied to PT. SBW between 2003 – 2009. The
underlying policy examined was the Minister of Forestry Decree no 184/ Kpts
– II / 1998, on The Nature Tourism Concession Permit given to PT.Shorea
Barito Wisata on Some Parts of the Intensive Use Zone of West Bali National
Park ( TNBB ), in accordance to the sustainable development aspects that
are economy viable, socially acceptable dan environmental sound.
The theory reference depicted in the frame of thought was the theory
of sustainable development from Askarz with the three pillars of economics,
environment and social aspects.
This study used descriptive method with qualitative approach, with direct
observation and interviews with informants as primary data and documents

7
study as secondary data, using triangulation technique during data
processing.
Some facts found from the study was that referring to the partnership
policy in economic development, where there was lack of coordination
between central and regional governments, in which TNBB up to now is not
fully supported by electricity infrastructure which is very essential for
ecotourism development. External obstacles such as global economic crisis,
disease ( swine flu, bird flu ), bomb threats and terrorism should also be
acknowledged. Regarding the partnership policy in evnvironmental aspect,
PT. SBW has managed some actions including reforestation, Bali starling
conservation, coastal clean up, sea patrol program collaborating with the
Coastal Care Society Communication Forum ( FKMPP ) etc. Local socities in
Sumber Klampok village have also supported these environmental actions by
implementing their own awig awig rules concerning resources conservation.
But this action needs further law of enforcement which has not yet fully
implemented yet. Regarding partnership policy in social aspect, PT SBW has
also taken many actions in society empowerment, by recruiting the local
people to be their employees at Waka Shorea Resort and Spa where they
were trained according to the hotel standard. Also, this company has
established partnership with the local people in marine tourism, gave away
scholarships to children and seeds of productive plants ( bamboos, fruits,
chillis ). During the study, there were some findings found regarding some
policy inconsistencies between central and regional governments, with major
finding related to double taxation for hotel and restaurant retribution.
Some policy recommendations that could be taken into actions are as
follow:
infrastructured policy in power generation ( electricity ) for TNBB area is very
much needed to support the partnership policy in economic aspect. Regional
government of Buleleng should also be able to increase the competitive
ability by establishing incentive stimulus for investors. Co promotion between
PT SBW and local cultural and tourism office should also be taken into action.
Regarding conservation effort, tree adoption and starling adoption can be
applied to maintain the sustainability of the local origin trees and the starling
birds. These actions can be done by involving local socities therefore they
can also be considered as the people empowerment programs. Also, the
value of local genious in the Waka Shorea Resort and Spa and its
surrounding should also be preserved. At last, extra effort should be taken
into consideration by both central and local governments for sincronizing the
policies from top level to lower ones by developing ’perda’ or local regulations
that are inline with the higher regulations.

8
KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan

tesis ini dapat terselesaikan sebagai salah satu syarat guna memperoleh

gelar Magister Administrasi Publik (MAP). Penulis yakin dalam penulisan

ini masih perlu penyempurnaan materi,

redaksi dan metodologinya, oleh karena itu dengan segala kerendahan

hati, kritik dan sumbang saran berbagai pihak sangat diharapkan demi

kesempurnaan tesis ini.

Penulis menghaturkan terima kasih yang tulus dan penghargaan

yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat Prof. Dr. Johanes

Basuki, M.Psi selaku dosen pembimbing I dan Prof. Dr. Juni Pranoto,

M.Pd selaku dosen pembimbing II yang telah berkenan meluangkan

waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan membantu penulis

dalam menyelesaikan tesis ini.

Dengan segala hormat penulis mengucapkan terima kasih

sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Johanes Basuki, M.Psi, Ketua STIA LAN Jakarta, yang

memiliki komitmen tinggi dalam memajukan ilmu pengetahuan dalam

administrasi publik.

2. Para anggota majelis penguji, yang dengan tekun dan perhatian

membangun disiplin serta sangat memperhatikan pendapat –

pendapat peneliti selama ini.

9
3. Bapak/Ibu Para Dosen pengajar, yang telah mengajarkan ilmu yang

bermanfaat bagi peneliti dan membangkitkan semangat belajar demi

kemajuan ilmu pengetahuan.

4. Para Kabag beserta staf STIA LAN Jakarta, termasuk para sfat

administrasi dan perpustakaan yang telah memberikan dukungan

sehingga peneliti mampu menyelesaikan penelitian ini.

5. Ir. Iwan J Prawira, Direktur PT. Shorea Barito Wisata yang mengijinkan

penulis untuk meneliti kebijakan kemitraan serta memberikan data dan

informasi yang diperlukan, dan memberikan pemahaman mengenai

usaha ekowisata yang bermanfaat bagi peneliti, serta memberikan

tempat bermalam selama penulis mengadakan penelitian.

6. Drs.P.Bambang Darmadja,MS, Kepala Balai TNBB (Departemen

Kehutanan) dan Drs. Putu Tastra, Kepala Dinas Kebudayaan dan

Pariwisata Kabupaten Buleleng, yang telah memberikan kesempatan

seluas – luasnya bagi peneliti serta memberikan fasilitas bagi peneliti

dalam menyelesaikan penelitian ini.

7. Putu Artana ( Kepala Desa Sumber Klampok), Jero Made Kampium

(Klian Desa pakraman Sumber Klampok), Moh. Djatim (Tokoh

masyarakat Islam), Rusdi Dedeg (Prajuru adat) dan masyarakat desa

Sumber Klampok yang telah banyak memberikan pencerahan kepada

penulis mengenai peran masyarakat dalam pelestarian lingkungan

hidup khususnya TNBB.

8. Istri Ni Wayan Olasthini tercinta dan anak – anak saya ( Putu

Supadma Rudana,MBA, Kadek Ari Putra Rudana,SE, Komang Kristina

Rudana, MIB dan Friska Rudana yang senantiasa mendampingi,

10
memberi dukungan, do’a serta semangat sehingga terselesaikannya

penelitian ini.

9. Seluruh staf dan fotografer yang telah membantu dengan penuh rasa

bakti dan tanggung jawab.

10. Rekan-rekan studiwan program magister MPD STIA LAN Jakarta

angkatan 2008 serta semua pihak yang telah memberikan bantuan

moril dan spirituil yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata semoga STIA LAN Jakarta semakin maju dan mencetak insan –

insan pelayan publik yang menjunjung tinggi nilai – nilai budaya bangsa

dalam meweujudkan Indonesia yang kokoh dan unggul serta masyarakat

yang sejahtera.

Jakarta, 3 Agustus 2009

Penulis

NR

11
DAFTAR ISI

Lembar Judul ........................................................... ............................... i


Lembar Persetujuan............................................................................. .... ii
Lembar Pengesahan
..................................................................................... ....................iii
Pernyataan............................................................................. .................. iv
Abstrak ( Indonesia )............................................................................. ... v
Abstrak ( Inggris )..................................................................................... vii
Kata Pengantar................................................................. ....................... ix
Daftar Isi.................................................................................. ................. xii
Daftar Istilah.............................................................................. ............... xvi
Daftar Tabel.............................................................................. ................ xvii
Daftar Gambar.......................................................................................... xix
Daftar Peta......................................................................... ...................... xx
Daftar Foto................................................................... ............................ xxi
Daftar Lampiran............................................................ ........................... xxiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan ............................................ 1


B. Pokok Permasalahan .......................................... ................ 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................ ........... 8
1. Tujuan Penelitian .................................... ......................... 10
2. Manfaat Penelitian ......................................... .................. 10

BAB II KERANGKA TEORI


A. Tinjauan Teori dan Konsep Kunci.......................... ................ 11
1. Kemitraan Pemerintah dan Swasta................................... 11
2. Kebijakan Publik........................................ ......................... 18
a. Teori Kebijakan Publik....................... ............................. 18
b. Evaluasi Kebijakan.................................. ....................... 21
3. Pembangunan. Berkelanjutan............................................. . 30

12
a. Teori Pembangunan Berkelanjutan................... .......... 30
b. Kebijakan Terkait Pembangunan Berkelanjutan. ...... 33
c. Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan dan
Ekowisata ................................................................. ... 36
d. Pengembangan Ekowisata Indonesia di Taman
Nasional............................................................ ........... 44
B Kerangka Berpikir................................................. .............. 48
C Pertanyaan Penelitian.............................................. .......... 50

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Metode Penelitian ................................. ............................... 51
B. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ........................ 52
1. Instrumen Penelitian ................................ ...................... 52
2. Teknik Pengumpulan Data ............................... .............. 53
a. Teknik Observasi ............................................. .......... 54
b. Wawancara ....................................................... .......... 55
c. Studi Dokumentasi dan Kepustakaan ........................ 57
C. Prosedur Pengolahan Data dan Analisa ........................... 58

BAB IV HASIL PENELITIAN


A. Gambaran Umum Taman Nasional Bali Barat........................ 63
1. Data Pokok .................................................. ...................... 63
2. Visi, Misi dan Prinsip Pengelolaan TNBB......................... 67
3. Penataan Organisasi Taman Nasional Bali Barat............. 67
4. Pengembangan Pariwisata Alam...................................... 68
a. Pengusahaan Pariwisata Alam..................................... 68
b. Sarana Penunjang Kegiatan Wisata Alam .................... 69
c. Lokasi Wisata di kawasan TNBB................................... 71

B. Pengusahaan Pariwisata Alam oleh PT. Shorea Barito Wisata


Pada Sebagian Zona Pemanfaatan Taman Nasional Bali
Barat ...................................................................... .............. 73
1. Data Pokok ................................................................... 74
a. Letak, Luas, dan Batas Areal Pengusahaan ................ 74
b. Iklim...................................................................... ............ 76

13
c. Potensi Biologi..................................................... ...... 76
1). Flora................................................................. 76
2). Fauna.............................................. ..................... 79
3). Biota Perairan...................................... ................ 81
d. Aksesibilitas..................................................... ........... 83
e. Demografi Masyarakat Sekitar TNBB....................... 85
1). Kependudukan........................................... ........... 85
2). Pola Penggunaan Lahan........................ .............. 86
3). Kondisi Perekonomian....................................... ... 86
4). Pendidikan, Kesehatandan Fasilitas Umum........ 87
5). Budaya Masyarakat ......................................... 88
2. Dasar – Dasar Kebijakan untuk Evaluasi Kebijakan
Kemitraan PPA TNBB ............................................ 89
3. Struktur Organisasi PT. Shorea............................. 92

C. Analisa dan Pembahasan ............................................... ..... 94


1. Peran Balai TNBB dalam Pengusahaan Pariwisata
Alam TNBB................................................................... .. 96
2. Peran PT. SBW dalam Kemitraan Pengusahaan
Pariwisata Alam dalam Mewujudkan Pembangunan
Berkelanjutan.......................................................... . 103
a. Peran PT.SBW dalam Pembangunan
Ekonomi ...........................................................
103
1). Pelaksanaan Pembangunan Sarana dan
Prasarana di TNBB .................................... 103
2).Pengembangan Kepariwisataan..................... 109

b. Peran PT. SBW dalam Pelestarian Lingkungan Hidup


1). Pengelolaan Sumber Daya Alam........................... 114
2). Pengelolaan Kebersihan Lingkungan dan
Pengendalian Kelestarian Perairan di Sekitar
Wilayah PPA TNBB ............................ .................... 116
3). Upaya Pencegahan Dampak Perubahan Iklim...... 117

14
4). Upaya Perlindungan dan Keamanan Hutan
Di Wilayah PPA TNBB.......................................... .. 118
5). Upaya Menjamin Keamanan dan Ketertiban
Pengunjung..................................................... 119

c. Peran PT. SBW dalam Aspek Sosial


1). Pemberdayaan Masyarakat............................... ..... 122
2). Mempertahankan Kearifan Lokal........................... 125

3. Kendala – Kendala yang Dihadapi


a. Terkait dengan Kebijakan Kemitraan dalam Aspek
Pembangunan Ekonomi............................. ................... 127
b. Terkait dengan Kebijakan Kemitraan dalam Aspek
Lingkungan Hidup..................................................... ...... 128
c. Terkait dengan Kebijakan Kemitraan dalam Aspek
Sosial ( Pemberdayaan Masyarakat)............................ . 129
d. Inkonsistensi Kebijakan antara Pusat dan Daerah...... 130

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan ............................................... .............................. 133
B. Saran........................................................................ ................ 137

DAFTAR PUSTAKA

15
DAFTAR ISTILAH

1. TNBB Taman Nasional Bali Barat

2. PPA Pengusahaan Pariwisata alam

3. Wilayah PPA Wilayah PPA yang dikelola oleh PT. Shorea Barito

Wisata (PT. SBW ) yang meliputi Blok I Gilimanuk di

kabupaten Jembrana, Blok II Tanjung Kotal dan Blok III

Labuan Lalang. Blok II dan III berada di kabupaten

Buleleng.

4. PT. SBW PT. Shorea Barito Wisata

5. Waka Shorea Resort and Spa

Butik hotel yang merupakan bagian dari grup hotel Waka,

yang dikelola oleh PT. SBW. Waka Shorea terletak di

Blok II Tanjung Kotal, kabupaten Buleleng

16
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman

1. Alokasi Tanggung Jawab Berdasarkan Pilihan Bentuk

PPP / KPS................................................................................ 17

2. Perbandingan antara Evaluasi Formatif dan Evauasi Sumatif... 25

3. Indikator evaluasi kebijakan menurut Dunn.............................. 27

4. Prinsip dan Kriteria Ekowisata.................................................. 42

5. Key Informan Penelitian................................................................. 56

6. Batas Areal Kerja Pengusahaan Pariwisata Alam (PPA)

PT.SBW.................................................................................. 74

7. Struktur tegakan, Komposisi jenis, dominasi atau Indek Nilai

Penting (INP), keanekaragaman jenis (H’) dan jenis

dilindungi .......................................................................... 77

8. Kondisi habitat, kelimpahan dan keanekaragaman jenis dan

tropik satwa liar................................................................. 79

9. Penduduk di sekitar areal Pengusahaan Pariwisata Alam

(PPA) .............................................................................85

10. Potensi Wisata Alam di wilayah PPA TNBB ......................... 105

11. Jenis kegiatan dan produk usaha yang akan dan sudah

dikembangkan..................................................................... 106

12. Obyek Wisata Alam di Luar Kawasan TNBB........................ 110

13. Proyeksi dan pencapaian jumlah pengunjung baik di area kerja

PPA maupun di kawasan TNBB secara umum .................... 111

17
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman

1. Tiga Pilar Pembangunan Berkelanjutan ………….. 33

2. Kerangka berpikir ................................................. 49

3. Struktur organisasi PT. Shorea Barito Wisata....... 92

18
DAFTAR PETA

Nomor Judul Peta Halaman

1. 50 Taman Nasional di Indonesia .............................. I

2. Peta Lokasi Taman Nasional Barat .......................... III

3. Lokasi Waka Shorea Resort and Spa....................... IV

4. Areal usaha Pengusahaan Pariwisata Alam PT. SBW.... V

5. Hasil Uji Petik Sarana dan Prasana Blok II Tanjung Kotal .. VI

6. Hasil Uji Petik Sarana dan Prasarana Blok III Labuan Lalang... VII

19
DAFTAR FOTO

Nomor Judul Foto Halaman

1. Penulis di TNBB............................................. 63
2. Curik Bali ( burung jalak putih )....................... 66
3. Kantor Balai TNBB di desa Cekik, Gilimanuk, kabupaten
Jembrana ................................................................... 70
4. Dolpihin Watching di Pulau Menjangan ……… 73
5. Hutan mangrove di TNBB ……………………… 77
6. Terumbu karang di pulau Menjangan ………… 82
7. Waka Shorea Resort and Spa ........................ 94
8. Pantai di Waka Shorea Resort and Spa.......... 95
9. Kepala Balai TNBB drs. Bambang Dharmadja.. 96
10. Kandang pelepasliaran curik Bali di Teluk Brumbun
Kabupaten Buleleng................................................
98
11. Polisi hutan Balai TNBB di Resort Teluk Brumbun
Kabupaten Buleleng .......................................... 98
12. Kepala Desa Sumber Klampok, Klian Desa Pakraman
dan stafnya di Kantor Kepala Desa….. 102
13. Direktur PT. Shorea Barito Wisata Ir. Iwan J. Prawira ... 108
14. Penulis bersama wisatawan Austria di Waka Shorea
Resort and Spa ................................................... 114

20
Nomor Judul Foto Halaman

15. Warning sign bagi pengunjung………………..… 121


16. Perahu motor milik koperasi nelayan Desa Sumber

Klampok.................................................................. 123

17. Salah satu pura di kawasan TNBB...................... 126

18. Menghaturkan sesajen sebagai salah bentuk kearifan

lokal ............................................................. 127

21
DAFTAR LAMPIRAN

1. Pedoman Observasi

2. Transkrip Wawancara

3. Keputusan Menteri Kehutanan no 184 / Kpts – II / 1998 tentang

Pemberian Izin Pengusahaan Pariwisata Alam kepada PT.Shorea Barito

Wisata Pada Sebagian Zona Pemanfaatan Taman Nasional Bali Barat

4. Keputusan Menteri Kehutanan No. 566/Kpts-II/1999 tanggal 21 Juli

1999 tentang Penetapan Batas Areal Kerja PT.Shorea Barito Wisata

5. Surat Edaran Menteri Kehutanan RI no SE 2/ Menhut-IV / 2007 tentang

Perijinan dan pungutan pajak / retribusi, dalam pengusahaan pariwisata

alam di kawasan konservasi 6 Juli 2007

6. Surat dari Sekda Buleleng no 970/ 919 / Dispenda tentang Pengenaan

Pajak Hotel dan Pajak Restaurant di Kawasan TNBB tanggal 17

September 2007

7. Surat dari PT. SBW kepada Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan

Wisata Alam Dirjen PHKA Dephut tentang Pajak PHR tanggal 10

Januari 2008

8. Surat Teguran I dari Dispenda Kabupaten Buleleng kepada PT. SBW

no973 / 02/ Pjk daerah / Dispenda / 08 tentang Tunggakan PHR , 8

Januari 2008

9. Surat Teguran II dari dari Dispenda Kabupaten Buleleng kepada PT.

SBW no 973 / 1403 / Dispenda / 2008 tentang Tunggakan PHR, 17

22
Nopember 2008

10. Surat dari STIA LAN kepada Kepala Balai TNBB no 470 / II/3/6 /2009

tanggal 22 Juni 2009

11. Jawaban surat dari Balai TNBB ( Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi

( SIMAKSI ) no S 823 / BTNBB – 1 /2009

12. Daftar Riwayat Hidup

23
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Pembangunan berkelanjutan ( sustainability development )


bukanlah hal baru namun banyak yang masih mempunyai pengertian
bahwa istilah berkelanjutan berkaitan dengan lingkungan hidup semata.
Padahal ada tiga pilar dalam berlangsungnya pembangunan
berkelanjutan yaitu aspek ekonomi, sosial serta lingkungan. Peraturan
Presiden RI no 7 tahun 2005 tentang RPJMN 2004 – 2009 Bab 32
mengenai Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian
Fungsi Lingkungan Hidup mendefinisikan pembangunan berkelanjutan
sebagai “upaya memenuhi kebutuhan generasi masa kini tanpa
mengorbankan kepentingan generasi yang akan datang.” Seluruh
kegiatannya harus dilandasi tiga pilar pembangunan secara seimbang
yaitu menguntungkan secara ekonomi ( economy viable ), diterima
secara sosial ( socially acceptable ) dan ramah lingkungan (
environmental sound ). Prinsip tersebut harus dijabarkan dalam bentuk
instrumen kebijakan dan peraturan perundangan lingkungan yang
dapat mendorong investasi pembangunan jangka menengah.
Dalam pelaksanaannya, seringkali karena keterbatasannya, baik
keterbatasan dana, sumber daya serta keahlian, melibatkan pihak
swasta dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan di berbagai
bidang, tidak terkecuali dalam bidang ekowisata, dimana pengelolaan
Taman Nasional termasuk di dalamnya. Ekowisata telah menjadi trend
baru di dunia Internasional sebagai salah satu dari isu 4T
(Transportation, Telecommuni-cation, Tourism dan Technology) dalam
milenium ketiga.
Ekowisata tidak hanya diyakini dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi secara regional maupun lokal untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, namun juga memelihara kelestarian sumber
daya alam, dalam hal ini keaneka ragaman hayati sebagai daya tarik

24
wisata. Penyelenggaraan ekowisata secara umum tercantum dalam
Undang Undang Nomor 9 / 1990 tentang Kepariwisataan, pasal 18
mengenai Pengelompokan Pengusahaan Obyek dan Daya Tarik Wisata
Alam.
Khusus untuk propinsi Bali, Pemerintah Propinsi Bali merumuskan

pembangunan berkelanjutan tersebut dalam Rencana Strategis atau

Rencana Pembangunan Jangka Menengah ( RPJM ) 2003 – 2008 yaitu

Terwujudnya Bali Dwipa Jaya Berlandaskan Tri Hita Karana. Bali

Dwipa Jaya dalam konteks pembangunan, merupakan suatu proses

pembangunan yang dinamis dilandasi oleh nilai, norma, tradisi, dan

kearifan lokal yang bersumber pada budaya Bali yang dijiwai oleh

Agama Hindu sehingga terwujud kesejahteraan sosial (jagadhita),

ekonomi, kelestarian budaya dan lingkungan hidup yang harmonis dan

berkesinambungan. Dalam RPJM ini terdapat tiga sektor utama

pembangunan sebagai prioritas yaitu sektor pertanian dalam arti luas,

sektor pariwisata yang bermodalkan kebudayaan dan sektor industri dan

kerajinan terutama yang berkaitan dengan sektor pertanian dan

pariwisata.

Filosofi Tri Hita Karana ( tiga cara mencapai kedamaian )

terkandung makna hubungan yang harmonis antara manusia dengan

Tuhannya (parahyangan ), antara manusia dengan sesamanya

( pawongan ), serta manusia dengan alam sekitarnya ( palemahan ). Tri

Hita Karana diterapkan dalam setiap sektor kehidupan masyarakatnya.

Salah satu unsurnya menjelaskan hubungan antara manusia dengan

alam sekitar / lingkungannya, yang merupakan dasar yang kuat bagi

masyarakat Bali untuk sedapat mungkin menjaga kelastarian alamnya,

25
tidak hanya untuk keberlangsungan pariwisata namun terutama untuk

keberlangsungan hidup. Dalam Tri Hita Karana terkandung kemitraan di

antara semua stakeholder / pemangku pentingan dalam pembangunan

pariwisata, yaitu antara pemerintah, industri pariwisata, masyarakat

,lokal, Lembaga Swadaya Masyarakat ( LSM ), serta lembaga donor

internasional.

Seperti sudah sempat disinggung di atas, dalam pengelolaan

Taman Nasional, di beberapa daerah, pemerintah dalam hal ini

Departemen Kehutanan bermitra dengan dunia usaha swasta dalam

mengembangkan wilayah taman nasional yang luas tersebut menjadi

kawasan wisata potensial yang mampu menjadi destinasi wisata baru

selain wisata pantai atau wisata budaya yang sudah lebih dahulu

berkembang. Saat ini terdapat 50 Taman Nasional di Indonesia ( peta

1), menurut data dari Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam

Departemen Kehutanan tahun 2004 yang pengelolaannya di bawah

Departemen Kehutanan. Enam diantaranya, ditetapkan sebagai Situs

Warisan Dunia (World Heritage Sites), yaitu Taman Nasional Ujung

Kulon ( Jawa Barat ), Taman Nasional Komodo ( NTT), Taman Nasional

Lorentz di Papua, dan tiga Taman Nasional di Sumatra yang termasuk

dalam Tropical Rainforest Heritage, yaitu Taman Nasional Bukit Barisan

Selatan, Taman Nasional Kerinci Seblat dan Taman Nasional Gunung

Leuser ( http:// www.unep-wcmc.org/sites/ wh/ index.html ).

26
Satu – satunya Taman Nasional di Bali adalahTaman Nasional Bali Barat

(TNBB) ( peta 2 ), yang secara administratif terletak di kabupaten

Jembrana dan Buleleng. Menurut Undang Undang No. 5 Tahun 1990

Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati Dan Ekosistemnya,

“Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk

tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,

pariwisata, dan rekreasi.”

Sedangkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994

tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman

Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam dijelaskan lebih

lanjut bahwa

Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata


Alam tersebut untuk kegiatan pariwisata dapat diselenggarakan melalui
kegiatan pengusahaan pariwisata alam, dimana penyelenggaraannya
perlu dilakukan dengan sebaik - baiknya sehingga tidak merusak
lingkungan kawasan.

Terkait dengan pengelolaan Taman Nasional Bali Barat ( TNBB ),

Departemen Kehutanan bermitra dengan tiga perusahaan swasta, yaitu

PT. Shorea Barito Wisata, PT. Trimbawan Swastama Sejati ( Penyediaan

Resort dengan wisata alam sebagai atraksi wisata ) , dan PT. Disthi

Kumala Bahari ( Pengusahaan pariwisata alam dengan penangkaran

mutiara sebagai atraksi wisata ). Mengingat luasnya wilayah TNBB

maka penelitian ini difokuskan kepada kemitraan antara pemerintah

dengan PT. Shorea Barito Wisata ( SBW ), sebagaimana diatur dalam

Keputusan Menteri Kehutanan no 184 / Kpts – II / 1998 tentang

27
Pemberian Izin Pengusahaan Pariwisata Alam kepada PT.Shorea Barito

Wisata Pada Sebagian Zona Pemanfaatan Taman Nasional Bali Barat (

terlampir ). Penelitian dilakukan di wilayah pengelolaan yang berada di

Blok II Tanjung Kotal, dan Blok III Labuan Lalang. Waka Shorea Resort

and Spa ( peta 3 ) yang dibangun di blok II Tanjung Kotal, yang menjadi

fokus penelitian, adalah hotel butik yang berada di bawah payung PT.

SBW.

Dalam websitenya ( http://www.tnbalibarat.com/ ) serta Buku Informasi

Taman Nasional Bali Barat dijelaskan bahwa TNBB masih melimpah, habitat

dan letak geomorfologinya serta keindahan alamnya. mempunyai luas

19.002,89 ha. terdiri dari kawasan terestrial seluas 15.587,89 ha. dan

kawasan perairan seluas 3.415 ha.

Sebagai salah satu kawasan konservasi, pengelolaan Taman Nasional

Bali Barat (TNBB) ditujukan untuk :

1. Perlindungan populasi curik ( jalak ) Bali serta ekosistem lain seperti

ekosistem terumbu karang, ekosistem mangrove, hutan pantai dan hutan

daratan rendah sampai pegunungan sebagai sistem penyangga

kehidupan terutama ditujukan untuk menjaga keaslian, keutuhan dan

keragaman suksesi alam dalam unit-unit ekosistem yang mantap dan

mampu mendukung kehidupan secara optimal.

2. Pengawetan keragaman jenis flora dan fauna serta ekosistemnya

ditujukan untuk melindungi, memulihkan keaslian, mengembangkan

populasi dan keragaman genetik dalam kawasan TNBB dari gangguan

manusia.

28
3. Pemanfaatan secara lestari Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya

ditujukan untuk berbagai pemanfaatan seperti: sebagai laboratorium

lapangan bagi peneliti untuk pengembangan ilmu dan teknologi.

4. Sebagai tempat pendidikan untuk kepentingan meningkatkan

pengetahuan dan ketrampilan bagi masyarakat.

5. Obyek wisata akan pada zona khusus pemanfaatan yang dapat

dibangun fasilitas pariwisata.

6. Menunjang budidaya penangkaran jenis flora dan fauna dalam

rangka memenuhi kebutuhan protein, binatang kesayangan dan

tumbuhan obat-obatan.

Menurut pengamatan awal dari penulis, kebijakan kemitraan pemerintah


dengan PT. Shorea Barito Wisata ( SBW ) sebagai sebuah perusahaan
swasta memiliki beberapa masalah yang perlu dicermati lebih jauh.
Kepentingan antara pemerintah dan PT SBW pada dasarnya memiliki
resiko yang cukup besar. Ini disebabkan perbedaan kepentingan yang
mendasar dari kedua pihak yang bermitra. Pemerintah dalam hal ini
adalah Departemen Kehutanan memiliki kepentingan memberikan
pelayanan publik melalui pelestarian lingkungan hidup di Taman
Nasional Bali Barat. Disisi lain, PT SBW adalah sebuah perusahaan
swasta yang berorientasi tunggal yaitu mengejar keuntungan. Namun
dalam kenyataan kedua organisasi yang memiliki kepentingan berbeda
tersebut bisa disatukan dalam kemitraan yang berjalan saat ini. Bentuk
kerjasama yang dilakukan melalui cara konsesi memiliki resiko dimana
PT SBW dapat saja bertindak yang bertentangan dengan prinsip
sustainable development. Kedua, masalah potensi konflik antara PT
SBW dengan masyarakat di sekitar Taman Nasional Bali Barat. Hal ini
disebabkan persaingan dalam pemanfaatan sumber daya alam di dalam
Taman Nasional tersebut.
Untuk melihat lebih jauh permasalahan tersebut di atas maka penulis
tertarik untuk mengangkat penelitian ini dengan tema judul Evaluasi

29
Kebijakan Kemitraan dalam Pengusahaan Pariwisata Taman
Nasional Bali Barat dalam Mewujudkan Pembangunan
Berkelanjutan.
Beberapa pertimbangan penting tentang mengapa penelitian ini
dilakukan yaitu bahwa masih kurang atau bahkan belum ada penelitian
menyangkut upaya kemitraan di TNBB. Juga sampai sekarang sebagian
besar Taman Nasional masih dikelola oleh pemerintah sehingga belum
optimal pemanfaatannya dalam menunjang pembangunan berkelanjutan
termasuk dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat di sekitarnya.
Kemitraan dalam pengelolaan TNBB dapat dijadikan contoh bagi Taman
Nasional lain. Selain itu lokasi TNBB yang berada di wilayah yang bukan
merupakan sentra industri pariwisata yaitu di kabupaten Buleleng dan
Jembrana yang jauh dari Denpasar ( sekitar 4 jam jarak tempuh dengan
mobil ), juga merupakan tantangan tersendiri bagi para stakeholdernya
dalam mengembangkan wilayah tersebut menjadi wilayah tujuan wisata.
Dalam upaya kemitraan ini juga dapat diamati adanya berbagai
kebijakan di daerah ( kabupaten Buleleng ) yang tidak konsisten dengan
kebijakan di atasnya, sehingga dapat menimbulkan ekonomi biaya tinggi
yang tentunya memberatkan pengusaha swasta, yang pada akhirnya
membuat kemitraan tersebut tidak seimbang adanya. Kesadaran
mengenai pentingnya pemeliharaan lingkungan hidup yang secara
umum rendah pada masyarakat Indonesia, karena tingkat pendidikan
dan tingkat ekonomi yang rata – rata masih rendah, sehingga kurang
peleduliannya terhadap hal – hal yang dianggap tidak langsung
berhubungan dengan tingkat kesejahteraannya, serta tidak adanya
sangsi yang tegas dari aparat penegak hukum terhadap pelaku tindak
perusakan lingkungan hidup, juga menjadi pendorong yang kuat
mengapa penelitian ini dilakukan. Dalam implementasi kemitraan dapat
diamati bagaimana para pengusaha yang beroperasi di Bali berbisnis
sambil tetap mempertahankan kearifan lokal yang menjadi landasan
filosofi hidup masyarakat Bali yaitu Tri Hita Karana, yang menempatkan
keharmonisan hubungan antara manusia dengan alam sekitar sama
pentingnya dengan keharmonisan hubungan antar manusia.

30
B. Fokus Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan seperti yang telah

dijelaskan di atas, tentunya diperlukan pembatasan fokus permasalahan

sehingga penelitian menjadi lebih terarah. Sebenarnya ijin PPA

( pengusahaan pariwisata alam ) sesuai SK Menteri Kehutanan no 184 /

Kpts – II / 1998 tentang Pemberian Izin Pengusahaan Pariwisata Alam

kepada PT.Shorea Barito Wisata Pada Sebagian Zona Pemanfaatan

Taman Nasional Bali Barat berlaku di Kabupaten Buleleng dan Jembrana

namun karena wilayah yang dikembangkan oleh PT. Shorea Barito

Wisata adalah blok II Tanjung Kotal ( dimana Waka Shorea Resort and

Spa berada ) dan blok III Labuan Lalang, yang keduanya berlokasi di

kabupaten Buleleng, sedangkan di Blok I Gilimanuk, lokasi masih berupa

lahan kosong, serta adanya keterbatasan waktu penelitian, maka lokus

penelitian dilakukan pada kabupaten Buleleng. ( peta 4,5,6 ). Fokus

penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

“Bagaimana evaluasi kebijakan kemitraan dalam pengusahaan pariwisata

alam Taman Nasional Bali Barat dalam mewujudkan pembangunan

berkelanjutan ?”.

Sebagai studi kasus adalah PT. Shorea Barito Wisata

berdasarkan kepada Keputusan Menteri Kehutanan no 184 / Kpts – II /

1998. Sedangkan dalam batasan waktu, penelitian ini mengambil data

terkait dengan kebijakan kemitraan Departemen Kehutanan dengan PT

SBW yang berlangsung dari tahun 2003-2009.

31
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kebijakan kemitraan

antara pemerintah dan swasta dalam pengelolaan pariwisata alam TNBB

di Kabupaten Buleleng dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan

dengan studi kasus PT. Shorea Barito Wisata. Temuan – temuan yang

didapat nantinya dianalisa dan diberikan usulan jalan keluarnya.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini sebagai berikut :

a. Aspek Akademis.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan referensi

bagi penelitian tentang evaluasi kebijakan kemitraan antara

pemerintah dan swasta terkait metodologi yang digunakan dan

interaksi antar stakeholders yang terkait dengan ekowisata, ataupun

penelitian yang sejenis serta memperkaya dunia akademis di bidang

kebijakan kemitraan dalam pengelolaan ekowisata.

b. Aspek Praktis

1. Departemen Kehutanan :

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan evaluasi

kebijakan publik bagi Departemen Kehutanan dan pelaksanaan

kebijakan oleh Balai TNBB sebagai kepanjangan tangan Departemen

Kehutanan di lapangan dalam menjalankan kebijakan dari pusat

32
yang bersifat kemitraan, bersama dengan mitra swastanya yaitu PT.

Shorea Barito Wisata.

2. Kabupaten Buleleng :

mendorong timbulnya political will dari pemda Buleleng untuk lebih

mempromosikan kemitraan pemerintah swasta ( KPS ) obyek wisata

alam di Bali.

3. Bagi pihak PT. Shorea Barito Wisata :

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan penilaian yang obyektif

mengenai keberlangsungan dan daya saing perusahaan dengan

tetap mempertahankan kaidah pembangunan berkelanjutan.

4. Bagi masyarakat Bali ( khususnya di sekitar kawasan TNBB ) :

Memberikan masukan yang berharga mengenai bagaimana

masyarakat dapat meningkatkan partisipasinya dalam menjaga

lingkungan, dan bekerjasama dengan pemerintah Balai TNBB dan

PT. Shorea Barito Wisata dalam meningkatkan kegiatan sosial

budaya dan ekonominya.

33
BAB II

KERANGKA TEORI

A. Tinjauan Teori dan Konsep Kunci


Terkait dengan tema yang dipilih dalam penelitian ini, yaitu tentang

evaluasi kebijakan kemitraan pengelolaan pariwisata alam ( PPA ) Taman

Nasional Bali Barat ( TNBB ) di kabupaten Buleleng, maka beberapa teori

dan konsep kunci yang dianggap relevan untuk dibahas, adalah tentang

kemitraan, evaluasi kebijakan publik, pembangunan berkelanjutan,

pembangunan pariwisata berkelanjutan, ekowisata serta pengertian

mengenai Taman Nasional.

1. Kemitraan pemerintah dan swasta ( KPS )

Globalisasi yang begitu cepat menuntut pelayanan publik untuk

dapat memenuhi harapan masyarakat yang kebutuhannya meningkat dan

cakupannya makin luas. Untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antara

sektor publik, yaitu pemerintah dan swasta sebagai penggerak ekonomi,

yang dapat diformulasikan ke dalam Kemitraan Sektor Publik dan Swasta

yang dikenal dengan istilah Public Private Partnerships ( PPP ).

Terminologi kerjasama ( partnership ) atau kemitraan, lazim

digunakan untuk menggambarkan sebuah jalinan kerja antara dua atau

lebih individu / organisasi untuk memproduksi suatu barang (goods)

atau memberikan suatu pelayanan jasa (service delivery) ( Kariem,

2003:12 ). Pakar lain (Savas, 1988; Donahue, 1992) menambahkan

bahwa kemitraan sering juga dilihat sebagai proses peningkatan kualitas

34
layanan atau produk dengan atau tanpa penurunan beban biaya

(increasing quality of service and reducing cost). Dengan demikian

kemitraan dapat memainkan peran yang signifikan dalam menciptakan

sebuah nilai yang terbaik di mana proses peningkatan mutu

diharapkan terjadi dengan tanpa menambahkan beban biaya.

Dalam kerangka kebijakan, kemitraan merupakan prinsip ke 11 dari

good governance versi Bappenas, yaitu kemitraan dengan dunia usaha

swasta dan masyarakat ( private and civil society partnership). Menurut

Bappenas, dalam Modul Penerapan Prinsip – Prinsip Tata Pemerintahan

yang Baik ( Bappenas 2007 : 105 ) , kemitraan harus didasarkan pada

kebutuhan rill (demand driven). Sektor swasta seringkali sulit tumbuh

karena mengalami hambatan birokratis (red tape) seperti sulitnya

memperoleh berbagai bentuk izin dan kemudahan lainnya. Hambatan ini

harus diakhiri antara lain dengan pembentukan pelayanan satu atap,

pelayanan terpadu, dan sebagainya. Indikator minimal yang diperlukan adalah

pemahaman aparat pemerintah tentang pola-pola kemitraan, lingkungan

yang kondusif bagi masyarakat kurang mampu (powerless) untuk berkarya,

terbukanya kesempatan bagi masyarakat / dunia usaha swasta untuk turut

berperan dalam penyediaan pelayanan umum, pemberdayaan institusi

ekonomi lokal/ usaha mikro, kecil dan menengah. Sedangkan perangkat

pendukung indikatornya adalah peraturan - peraturan dan pedoman yang

mendorong kemitraan pemerintah - dunia usaha swasta – masyarakat,

peraturan yang berpihak pada masyarakat kurang mampu, serta adanya

program – program pemberdayaan.

Beberapa pertimbangan pengembangkan kemitraan ( Kariem, 2003 :16 )

35
:

a. Efisiensi dan kualitas, dimana kemitraan merupakan sarana untuk

meningkatkan efisiensi dan peningkatan kualitas pelayanan publik

kepada masyarakat. Hal ini dibangun melalui penyertaan modal

ataupun bentuk kontrak (contracting out).

b. Efektivitas, dimana setiap organisasi dalam rangka mencapai

tujuannya dituntut untuk semaksimal mungkin sesuai dengan yang

telah ditetapkannya (efektif) dan dengan menggunakan sumber daya

sekecil-kecilnya (efisien). Namun apabila terjadi dinamika internal

misalnya, menonjolnya kepentingan pribadi (vested interest) dari para

anggota organisasi dalam menjalankan tugasnya, keterbatasan

kemampuan pelaksana, dan konflik antar anggota, maka harus

dilakukan monitoring dan pengendalian.

c. Memacu dinamika organisasi, dimana dengan membuka kesempatan bagi

masyarakat untuk menjadi mitra, kerjasama pemerintah maka akan

membuka peluang usaha lebih banyak bagi masyarakat.

d. Membagi resiko dan keuntungan (risk and benefit sharing) dengan mitra

kerjanya. Selain juga menciptakan keuntungan bagi kedua belah pihak.

Keuntungan yang dapat diperoleh dengan melakukan kemitraan menurut

Society of Information Technology Management ( SOCITM ) (1999 ) adalah :

(1)Fleksibilitas untuk menyelesaikan masalah, khususnya dalam

"transactional contract". (2) Menjadi jalan keluar dari permasalahan

kekurangan modal dan atau kekurangan kompetensi keahlian untuk

melakukan sebuah kegiatan (3) Mengeliminasi aspek duplikasi dalam

alokasi sumber daya dan program kerja. (4) Menjaga keberlanjutan

36
keluaran (outcomes) dari produk dan jasa yang dihasilkan. Dalam

kemitraan akan tercipta sebuah mekanisme check and balance dari dua

belah pihak yang bekerjasama.

Indikator yang dapat dipakai yang cenderung mengikat dalam

kemitraan antara pemerintah dan swasta menurut Agenda 21 Sektoral –

Indikator Pembangunan Berkelanjutan ( Kementerian Negara Lingkungan

Hidup 2000:36 ) antara lain adalah : (1) rasa saling menghargai dan

memahami misi dan mandat masing – masing, (2) kepedulian terhadap

mitra yang lemah, (3) komunikasi yang jelas dan lancar, (4) transparansi

dalam pengambilan keputusan. Selain itu peran swasta juga dapat

dipantau melalui hal – hal : (1) menjaga ekonomi pasar yang kompetitif,

(2) mengundang investor dalam dan luar negeri, (3) menciptakan

lapangan kerja, (4) mengawasi jalannya pemerintahan dalam pelayanan

kepada usaha swasta, (5) peduli terhadap masalah lingkungan dan

manusia.

Ada beberapa model kemitraan yang didasarkan pada derajat risiko yang

ditanggung kedua belah pihak; jumlah keahlian yang diperlukan dari setiap

pihak untuk menegosiasikan perjanjian; serta implikasi yang muncul dari

hubungan tersebut, sebagai berikut ( Saleh, 2008: 30 – 38 ) :

1. Penjualan Aset ( Asset Sales ) yaitu penjualan aset sektor publik yang

berlebihan.

2. Perluasan Pasar ( Wider Markets ) yaitu masuknya ketrampilan dan

keu-angan sektor swasta untuk meningkatkan nilai guna aset ( fisik

dan intelek-tual ) pada sektor publik.

37
3. Penjualan Usaha Bisnis ( Sales of Businesses ) yang merupakan

penjualan sebagian kecil atau besar saham BUMN / BUMD dengan

mengambangkan (floatation ) atau mengobralnya ( trade sale ) di

bursa saham / pasar modal.

4. Perusahaan Berkemitraan ( Partnership Companies ), melalui

masuknya kepemilikan seckor swasta ke dalam BUMN / BUMD,

dengan tetap menjamin / mengedepankan kepentingan public dan

tujuan kebijakan publik melalui pengaturan, legislasi, perjanjian

kemitraan atau menahan saham khusus pemerintah.

5. Prakarsa Pendanaan Swasta ( PFI = Financially Free Standing

Projects ) yaitu kontrak jangka panjang sektor swasta untuk membeli

kualitas pelayanan sektor publik dengan tingkat kinerja tertentu,

termasuk memelihara dan atau membangun infrastruktur tertentu.

6. Kemitraan dalam Kebijakan ( Policy Partnership ) yaitu pengaturan

yang melibatkan swasta baik sebagai individu maupun kelompok

dalam mengem-bangkan atau melaksanakan kebijakan publik

Selanjutnya Saleh mengatakan bahwa aplikasi dari model kemitraan di

atas dapat dilakukan dalam bentuk :

1. Kontrak Pelayanan ( Service Contracts ) atau outsourcing, yang lebih

banyak menitikberatkan pada peran pemerintah, dari sisi investasi

maupun penyediaan jasa layanan. Outsourcing paling efisien dari segi

biaya, namun tidak dapat diterapkan pada pelayanan publik yang

pengelolaan utilitasnya tidak efisien dan pemulihan biayanya buruk.

2. Kontrak pengelolaan ( management contract ), yang melibatkan

swasta dalam hal managerial atau lebih jauh lagi, menerapkan insentif

38
lebih besar untuk mencapai tingkat efisiensi tertentu dengan

menetapkan target kinerja berdasarkan remunerasi minimal.

3. Kontrak sewa ( leases ) merupakan model kemitraan yang paling

tepat untuk mencapai efisiensi operasi tapi terbatas untuk lingkup

proyek investasi baru. Sering direkomendasikan sebagai batu loncatan

menuju peran serta .

4. Konsesi ( concession ), dimana swasta bertanggung jawab dalam

pengoperasian, pemeliharaan serta nvestasi. Dalam praktek, sistem

ini banyak dilaksanakan secara patungan ( joint venture ) antara

pemerintah dan badan usaha dengan membentuk perusahaan baru.

Ekuitas dalam perusahaan mayoritas dikuasai pemerintah.

5. Bangun Operasi Alih / Milik ( BOA ) atau Build Operate Transfer ( BOT

) / Own Contract pengaturannya mirip konsesi, diutamakan untuk

menyediakan jasa layanan skala besar, tapi normalnya berlaku untuk

proyek – proyek yang kental dengan tuntutan berwawasan lingkungan.

Peran swasta adalah membangun utilitas baru, mengoperasikan untuk

jangka waktu tertentu dengan memperoleh manfaat dan menanggung

resiko darinya, dan pada akhir kontrak mengalihkan semua hak

kembali kepada sektor publik. BOM ( Bangun Operasi Milik ) adalah

varian BOA, dimana setelah waktu tertentu asset menjadi milik

swasta.

6. Divestasi Sebagian / Penuh ( Full or Partial Divestation ), dimana

divestasi asset sektor publik dapat dilakukan melalui penjualan

saham, asset, atau manajemen baik parsial maupun total Tugas

39
pemerintah terbatas pada pengaturan, yang menjamin terlindunginya

kepentingan konsumen dari harga monopolistik dan buruknya layanan.

Tabel 1. Alokasi Tanggung Jawab Berdasarkan Pilihan Bentuk PPP /


KPS
Bentuk &
Tanggung Pemilikan Operasi Modal Resiko Jangka
Jawab Asset & Investas Komersi Waktu
Pelihar i al (th)
a

K o n tr a k Publik Publik & Publik Publik 1 -2


P e la y a n a swasta
n

K o n tr a k Publik Swasta Publik Publik 3-5


M a n aj e m e
n

P e n ye w a a Publik Swasta Publik Publik dan 8 - 15


an swasta

K o n se s i Publik Swasta Swasta Swasta 25 - 30

BOA Publik dan Swasta Swasta Swasta 20 - 30


swasta

D iv e s t as i Publik atau Swasta Swasta Swasta Tidak


Publik dan terhingga(
swasta perlu
dibatasi
dengan ijin )

Model PPP juga dapat menjadi alternatif untuk mendorong investasi

karena ada kepastian pengembalian modal dan keuntungan bagi pihak

swasta yang menanamkan modalnya. PPP tidak hanya visibel bagi

proyek-proyek infrastruktur yang padat modal, tapi juga dapat diterapkan

untuk berbagai jenis pemeliharaan fasilitas publik, seperti pemeliharaan

jalan, tempat rekreasi, dan gedung-gedung pemerintah. Biaya

pemeliharaan fasilitas tersebut umumnya menjadi beban anggaran publik,

40
padahal biaya yang diperlukan cukup besar, sehingga melalui PPP, biaya

tersebut dapat ditanggung bersama oleh pihak-pihak yang bermitra.

Dalam penelitian ini, kemitraan antara pemerintah dan swasta merupakan


kerjasama konsesi, dimana PT. Shorea Barito Wisata ( SBW )
mendapatkan hak pengusahaan pariwisata alam ( PPA ) di TNBB selama
30 tahun sejak tahun 1998 yang dapat diperpanjang kembali. Untuk itu
semua pendanaan dalam pembangunan sarana prasarana serta
pemeliharaan kelestarian alam serta perlindungan keamanan hutan
menjadi tanggung jawab PT. SBW sepenuhnya. Dengan kemitraan ini,
Departemen Kehutanan dapat membagi tanggung jawabnya dalam
menjaga kelestarian hutan yang memerlukan biaya yang tidak sedikit, dan
pihak swasta selain mendapatkan keuntungan juga dapat membantu
menjalankan fungsi pelayanan publik.

2. Kebijakan Publik

a. Teori Kebijakan Publik

Secara Umum, istilah "Kebijakan" atau "Policy" dipergunakan untuk

menunjukkan perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok,

ataupun suatu lembaga pemerintah atau sejumlah aktor dalam suatu

bidang kegiatan tertentu. Lembaga Administrasi Negara (1982 : 2),

merumuskan pengertian kebijakan sebagai ketentuan-ketentuan yang

harus dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk bagi setiap usaha dari

aparatur pemerintah, sehingga tercapai kelancaran dan keterpaduan

dalam mencapai tujuan. Mustopadidjaja dalam makalah Kebijakan Publik,

Teori dan Aplikasi ( 2008 ) menyatakan bahwa ”kebijakan pubik adalah

keputusan yang diambil oleh instansi yang berkewenangan, dan

41
dimaksudkan untuk mengatasi masalah tertentu atau untuk mencapai

tujuan tertentu, yang penting bagi kepentingan publik.”

Thomas R. Dye ( 1998 : 2 ) mengatakan bahwa ” public policy is

wahetever government choose to do or not to do.” Sedangkan menurut

William N. Dunn (2003 : 109), kebijakan publik adalah serangkaian pilihan

yang kurang lebih saling berhubungan (termasuk keputusan-keputusan

untuk tidak bertindak) yang dibuat oleh badan atau pejabat pemerintah.

Kebijakan publik sebagai keputusan dalam rangka penyelenggaraan

pemerintahan negara tersebut ( LAN, 2005:106) :

1. merupakan kebijakan yang berupa pilihan bagi Pemerintah untuk

melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

2. bertujuan menghadapi situasi atau permasalahan tertentu yang

bermakna "demi kepentingan publik", dalam rangka memperbaiki

kualitas kehidupan dan penghidupan untuk mewujudkan masyarakat

yang adil, makmur, aman, dan sejahtera.

3. memandu penyelenggaraan pelayanan publik yang dilaksanakan

aparatur pemerintah; berdasarkan pada peraturan perundang-

undangan, yang dikeluarkan oleh lembaga negara yang berwenang

4. berdasarkan pada peraturan perundang – undangan yang dikeluarkan oleh

lembaga negara yang berwenang.

Sedangkan sistem kebijakan menurut Mustopadijaja ( 2005: 7 ) adalah :

Tatanan kelembagaan yang berperan atau merupakan "wahana" dalam


penyelenggaraan sebagian atau keseluruhan "proses kebijakan"
(formulasi, implementasi, dan evaluasi kinerja kebijakan) yang
mengakomodasikan kegiatan tehnis (technical process) maupun
sosiopolitis (socio- political process) serta saling hubungan atau interaksi
antar empat faktor dinamik yaitu (1) lingkungan kebijakan, (2) pembuat dan
pelaksana kebijakan, (3) kebijakan itu sendiri, dan (4) kelompok sasaran
kebijakan. Lingkungan kebijakan (policy environment) adalah keadaan

42
yang melatarbelakangi atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya
"issues" kebijakan (policy issues), yang mempengaruhi dan dipengaruhi
oleh para pelaku kebijakan dan oleh sesuatu kebijakan; (2) pembuat dan
pelaksana kebijakan (policy maker and implementer), adalah orang atau
sekelompok orang, atau organisasi yang mempunyai "peranan tertentu"
dalam proses kebijakan, sebab mereka berada dalam posisi menentukan
atau pun mempengaruhi baik dalam pembuatan kebijakan ataupun dalam
tahap lainnya, seperti pelaksanaan, pengawasan, dan penilaian atas hasil
atau kinerja yang dicapai dalam perkembangan pelaksanaan kebijakan; (3)
kebijakan itu sendiri (policy contents), adalah keputusan atas sejumlah
pilihan yang kurang lebih berhubungan satu sama lain yang dimaksudkan
untuk mencapai sejumlah tujuan tertentu; dan (4) kelompok sasaran
kebijakan (target groups), adalah orang atau sekelompok orang, atau
organisasi dalam masyarakat yang perilaku dan atau keadaannya ingin
dipengaruhi oleh kebijakan bersangkutan" (Mustopadidjaja AR, 1988).

Proses kebijakan publik dilakukan melalui beberapa tahapan ( LAN 2005:128):

1. Identifikasi permasalahan : mengemukakan tuntutan agar penguasa

mengambil tindakan.

2. Menata agenda formulasi kebijakan ( agenda setting ) : memutuskan isu

apa yang dipilih dan permasalahan apa yang hendak dikemukakan.

3. Perumusan proposal kebijakan : mengembangkan personal kebijakan

untuk menangani permasalahan tersebut.

4. Legitimasi kebijakan : memilih satu buah proposal yang dinilai terbaik

untuk kemudian mencari dukungan politik agar dapat diterima sebagai

sebuah hukum.

5. Implementasi kebijakan ( merepresentasikan fungsi manajemen :

actuating ) : mengorganisasi birokrasi dan menyediakan pelayanan serta

pengumpulan pajak.

6. Evaluasi kebijakan (merepresentasikan fungsi manajemen controliing ) :

melakukan studi tentang program, melaporkan outputnya, mengevaluasi

pengaruh dan kelompok sasaran serta memberikan rekomendasi serta

penyempurnaan kebijakan.

43
Berdasarkan keterangan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan

publik adalah apa yang pemerintah memilih untuk lakukan atau tidak lakukan

dan prosesnya terdiri dari tahap – tahap identifikasi masalah, agenda setting,

perumusan proposal kebijakan, legitimasi kebijakan, implementasi kebijakan

dan evaluasi kebijakan.

b. Evaluasi Kebijakan

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara no Per / 15 / M.Pan /

7 / 2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi menyebutkan bahwa

”evaluasi adalah suatu kegiatan menilai hasil suatu kegiatan yang sedang

atau sudah dilaksanakan. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui kesesuaian

pelaksanaan kegiatan dengan tujuan yang telah ditetapkan. ” Hal ini berbeda

dengan monitoring dimana monitoring dilakukan ketika sebuah kebijakan

sedang diimplementasikan ( Subarsono, cetakan II 2006 : 113).

Mustopadidjaja (2003 : 45 ) mengatakan bahwa ”evaluasi

merupakan kegiatan pemberian nilai atas suatu fenomena, yang di

dalamnya terkandung pertimbangan nilai ( value judgement tertentu ).”

Fenomena yang dinilai adalah berbagai fenomena mengenai kebijakan,

seperti tujuan dan sasaran kebijakan,kelompok sasaran yang ingin

dipengaruhi, instrumen kebijakan yang dipergunakan, respons dari

lingkungan kebijakan, kinerja yang dicapai, dampak yang terjadi dan

lain – lain. Sedangkan evaluasi kinerja kebijakan merupakan bagian

dari evaluasi kebijakan yang secara spesifik terfokus pada berbagai

indikator kinerja yang terkait kebijakan dan rencana yang telah

ditetapkan.

44
Esensi dari evaluasi menurut buku SANKRI ( LAN 2005 :

131 ) adalah untuk menyediakan umpan balik ( feedback ), yang

mengarah pada hasil yang baik (successful outcomes ) menurut ukuran

nyata dan obyektif. Pada hakekatnya, tujuan evaluasi adalah untuk

perbaikan ( bila perlu, bukan dalam rangka pembuktian / to improve, not

to prove ). Dua hal yang ingin diungkap melalui evaluasi adalah : (1)

Keluaran kebijakan ( policy output ), yaitu apa yang dihasilkan dengan

adanya perumusan kebijakan; ( 2 ) hasil / dampak kebijakan ( policy

outcomes / consequences ), yaitu akibat dan konsekuensi yang

ditimbulkan dengan diterbitkan dan diimplementasikannya suatu

kebijakan.

Secara umum, tujuan evaluasi menurut Mark, et.al. (2000:13) ada empat:

a. Penilaian terhadap unggulan dan nilai (assessment of merit and

worth), yaitu mengembangkan penilaian-penilaian yang dapat

dipercaya, pada tingkat individu dan masyarakat, dari suatu

kebijakan atau program.

b. Penyempurnaan program dan organisasi (program and

organizational improvement), yait u usaha untuk m enggunakan

inform asi yang s ec ar a langs ung m emodif ik as i dan

mendukung operasi program.

c. Kekeliruan dan kesesuaian (oversight and compliance), penilaian

terhadap perluasan dari program seperti status perintah,

peraturan, aturan, mandat baku dan harapan formal lainnya.

d. Pengembangan pengetahuan (knowledge development),

pemeriksaan atau pengujian teori umum, proposisi hipotesis dalam

45
konteks kebijakan dan program.

Langkah penting berikutnya adalah menentukan jenis

atau metode penelitian yang digunakan. Menurut Mark, et.al.

(2000:15) terdapat 4 jenis/metode penelitian dalam pelaksanaan

evaluasi:

1. Deskripsi, yaitu metode yang digunakan untuk mengukur

atau menggambarkan kejadian-kejadian atau berbagai

pengalaman, seperti karakteristik klien, tingkat penyediaan

pelayanan, ketersediaan sumberdaya, atau kemampuan

klien atas dasar berbagai variable outcome yang potensial yang

dimiliki. ( 2008:116 ) mengatakan bahwa metode deskriptif lebih

mengarah kepada tipe penelitian evaluasi proses ( process of

public policy implementation ).

2. Klasifikasi, yaitu metode yang digunakan untuk

mengelompokkan dan menyelidiki struktur utama dari

s e s u a t u d a t a a t a u b e n d a - b e n d a , s e p e r t i pengembangan

atau penerapan dari suatu taksonomi subtipe-subtipe program.

3. Analisis sebab akibat (causal analysis), yaitu metode yang

digunakan untuk menggali dan menguji hubungan sebab akibat

(diantara pelayanan program dengan pemanfaatannya oleh

klien misalnya) atau untuk mempelajari mekanisme melalui

akibat-akibat yang terjadi. Widodo ( 2008:116 ) mengatakan

bahwa evaluasi ini lebih mengarah kepada penelitian evaluasi

dampak ( outcomes of public policy implementation ).

4. Penyelidikan nilai-nilai (value inquiry), yaitu metode yang

46
digunakan untuk membuat model proses penilaian

alamiah, mengidentifikasi nilai-nilai yang ada, atau

memisahkan/menentukan posisi nilai dengan menggunakan

analisis yang bersifat formal atau kritis.

Sedangkan jenis- jenis evaluasi kinerja kebijakan menurut LAN

(2005:131 ) dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori besar :

1. Evaluasi proses, meliputi:

a) Evaluasi implementasi, memusatkan perhatian pada (1) upaya

mengidenfifikasi kesenjangan yang ada antara hal-hal yang

telah direncanakan dan realita, ( 2 ) upaya menjaga agar

kebijakan / program dan kegiatan-kegiatan sesuai dengan

rancangan dan bila diperlukan dapat dilakukan modifikasi

dalam rangka penyesuaian dan penyempurnaan.

b) Evaluasi kemajuan, memfokuskan pada kegiatan pemantauan

indikator - indikator dari kemajuan pencapaian tujuan

kebijakan.

2. Evaluasi hasil, dilakukan dalam rangka menetapkan tingkat

pencapaian tujuan kebijakan. Termasuk di dalamnya analisis

SWOT, dan rekomendasi untuk perbaikan di masa yang akan

datang.

Kedua jenis evaluasi tersebut perlu dilakukan untuk memastikan

pencapaian tujuan kebijakan yang telah ditetapkan

S ec a r a m et od o lo g is , ( 1 98 9: 5) m em be da k a n evaluasi

dalam dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan sumatif. Evaluasi

formatif biasanya melihat dan meneliti pelaksanaan suatu

47
program, mencari umpan balik untuk memperbaiki pelaksanaan

program tersebut. Sementara evaluasi sumatif biasanya

dilakukan pada akhir program untuk mengukur apakah tujuan

program tersebut tercapai. Sedangkan Herman, Morris dan Gibbon

( 1987: 26 ) membedakan evaluasi formatif dengan evaluasi sumatif

menurut fokus tindakannya sebagai berikut :

....formative evaluations, which focus on providing information to


planners and implementers on how to improve dan refine a
developing or ongoing program; and summative evaluations, which
seeks to asses the overal quality and impact of mature program for
purpose of accountability and policy making.”

(..... evaluasi formatif, yang memfokuskan pada pemberian informasi


kepada perencana dan pelaksana mengenai bagaimana
meningkatkan dan memperbaiki suatu program yang sedang
dikembangkan atau berlangsung; dan evaluasi sumatif yang berusaha
menilai kualitas dan dampak keseluruhan dari program yang matang
untuk tujuan pertanggung jawaban dan pembuatan kebijakan ).

Perbedaan yang lebih jelas antara keduanya dapat ilihat pada tabel

di bawah ini.

Tabel 2. Perbandingan antara Evaluasi Formatif dan Evaluasi

Sumatif

Evaluasi Formatif Evaluasi

Sumatif
Penggunaan  Pengembang program  Pengambil
Utama  Manager program kebijakan
 Pelaksana Program  Pemerhati
/ peminat
 Penyandan
g dana
Tekanan  Klarifikasi Tujuan  Dokumentasi
utama dalam  Kematangan program, proses atau outcome
pengumpulan implementasi  Dokumentasi
data  Klarifikasi persoalan dalam imple- implementasi
mentasi dan kemajuan terkait
outcome
 Analisa level mikro dari implemen-
tasi dan outcome
Peran utama
pengembang
dan pelaksana Kolaborator Penyedia

48
program data
Peran Interaktif Independen
utama
evaluator
Metodologi Kualitatif dan kuantitatif, dengan Kuantitatif, kadang
tipikal penekanan pada metode kualitatif diperkaya dengan
kualitatif
Frekuensi Selama proses monitoring Terbatas
pengambilan
data
Mekanisme Diskusi atau interaksi dalam pertemuan Laporan
utama informal formal
pelaporan
Frekuensi Selama proses berlangsung Pada akhir
pelaporan proses
Penekanan  Hubungan antara elemen proses  Hubungan
pelaporan level mikro dalam konteks
 Hubungan konteks & proses makro dari
 Hubungan proses& outcome proses dan
 Implikasi terhadap pelaksanaan program outcomes.
& perubahan yang spesifik dalam  Implikasi terhaap
operasi. kebijakan, kontrol
administrasi dan
manajemen.
Kredibilitas  Memahami program  Aturan ilmiah
yang diper -  Adanya hubungan dengan yang ketat
syaratkan pengembang atau pelaksana  Kenetralan
 Advokasi atau rasa percaya

Sumber : Herman, Morris & Gibbon ( 1987:26)

Weis ( 1972:2526 ) seperti yang dikatakan oleh Widodo

( 2008:124 ) menjabarkan bahwa terdapat beberapa tahap dalam

evaluasi kebijakan:

1. Formulating the program goals that the evaluation will use as


criteria.
2. Choosing among multiple goals.
3. Investigating unanticipated consequences.
4. Measuring outcomes.
5. Specifying what the program is
6. Measuring program inputs and intervening processes.
7. Collecting the necessary data.

Dengan mengacu pada uraian sebelumnya maka menurut Widodo

(2008:125) untuk melakukan evaluasi kebijakan, program dan kegiatan

terdapat beberapa tahap yang harus dilakukan :

a. Mengidentifikasi apa yang menjadi tujuan kebijakan, program dan

49
kegiatan.

b. Penjabaran tujuan kebijakan, program dan kegiatan ke dalam

kriteria atau indikator pencapaian tujuan.

c. Pengukuran indikator pencapaian tujuan kebijakan program.

d. Berdasarkan indikator pencapaian tujuan kebijakan program tadi,

data dicari di lapangan.

e. Hasil data yang diperoleh dari lapangan diolah dan dikomparasi

dengan kriteria pencapaian tujuan.

Sedangkan kriteria / indikator evaluasi menurut Dunn ( 2000

:61) sebagai berikut

Tabel 3. Indikator Evaluasi Kebijakan menurut Dunn

Tipe kriteria Pertanyaan

1. Efektivitas Apakah hasil yang diinginkan telah dicapai

2. Efisiensi Seberapa banyak usaha diperlukan untuk mencapai hasil yang


diinginkan

3. Kecukupan Seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan memecahkan


masalah

4. Pemerataan Apakah biaya dan manfaat didistribusikan dengan merata kepada


kelompok yang berbeda

5. Responsivitas Apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan, preferensi atau


nilai kelompok tertentu

6. Ketepatan Apakah hasil ( tujuan ) yang diinginkan benar – benar berguna


atau bernilai ?

Berdasarkan tingkat keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan

kebijakan, disusun rekomendasi kebijakan berkaitan dengan masa depan

kebijakan publik yang sedang dievaluasi. Alternatif rekomendasi

kebijakan tentang nasib kebijakan publik meliputi beberapa hal yaitu

apakah kebijakan program tersebut : (1) perlu diteruskan, (2) perlu

50
diteruskan dengan perbaikan, (3) perlu direplikasikan di tempat lain

atau memperluas berlakunya royek, (4) harus dihentikan.

Setidaknya. ada delapan faktor yang diidentifikasi Anderson

yang menyebabkan k eb i j ak an t id ak m er ai h d am pa k ya n g

di i n g in ka n ( Winarno, 2005 : 179 ), yaitu:

1. Sumber-sumber yang tidak memadai.

Banyak program pembangunan di negara berkembang yang

tersendat-sendat dalam pelak sanaannya at au dihent ik an

karena sum ber yang dibut uhkan unt uk menunjang program

tersebut tidak mencukupi. Faktor uang menjadi salah satu yang

paling krusial dalam menentukan tingkat keberhasilan suatu

kebijakan.

2. Cara-cara yang digunakan untuk melaksanakan kebijakan.

Kebijakan landreform di Indonesia atau negara berkembang

l a i n n ya merupakan manifestasi dari strategi pembangunan di

bidang pertanian, namun dalam pelaksanaannya berjalan

sangat lamban sehingga dampak yang diharapkan dari program

itu sangat terbatas.

3. Masalah publik seringkali disebabkan oleh banyak faktor,

sementara kebijakan yang ada ditujukan hanya kepada

penanggulangan dari satu atau beberapa masalah.

4. Cara orang menanggapi atau menyesuaikan diri terhadap

kebijakan publik yang justru m en i ad ak a n d am pa k k eb i j ak a n

ya n g d i i ng i nk a n, m i s a l n ya : pr og r a m pe ng e nd a l ia n produksi

pertanian yang didasarkan pembatasan - pembatasan luas tanah.

51
5. Tujuan kebijakan yang tidak sebanding dan bertentangan satu

sama lain, misalnya: pembangunan jalan raya antar kota tidak

konsisten dengan pengembangan jalan kereta api sebagai sarana

transportasi yang murah dan aman.

6. Biaya yang dikeluarkan untuk menyelesaikan masalah jauh

lebih besar dibandingkan dengan masalah tersebut, misalnya :

upaya penanggu-langan pencemaran lingkungan yang menelan

biaya milyaran dollar Amerika.

7. Banyak masalah publik yang tidak mungkin dapat diselesaikan,

misalnya banyak anak yang tidak dapat sekolah negeri,

sekalipun perbaikan-perbaikan dan perubahan kurikulum telah

banyak dilakukan.

8. Menyangkut sifat masalah yang akan dipecahkan oleh suatu

tindakan kebijakan. Suatu masalah, kemungkinkan telah

b e r k e m b a n g d a n m e n g a l a m i p e r u b a h a n s e m e n t ar a kebijakan

yang digunakan untuk memecahkan masalah tersebut sedang

dikembangkan atau diterapkan

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi kebijakan

adalah kegiatan menilai hasil suatu kegiatan yang sedang atau sudah

dilaksanakan. Evaluasi bertujuan untuk memperbaiki ( to improve ) dan

bukan membuktikan ( to prove ) dengan memberikan umpan balik.

Pada penelitian ini, dilakukan evaluasi formatif untuk menilai

kebijakan kemitraan dalam pengusahaan pariwisata alam Taman

Nasional Bali Barat dengan studi kasus PT. Shorea Barito Wisata dalam

mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

52
3. Pembangunan Berkelanjutan

a. Teori Pembangunan Berkelanjutan

Isu lingkungan hidup dan pembangunan menjadi agenda penting

masyarakat internasional di forum regional dan multilateral sejak tahun

1972 setelah pelaksanaan konperensi internasional mengenai “Human

Environment” di Stockholm, Swedia. Pengertian pembangunan

berkelanjutan, pertama kali muncul dalam seperti yang dijelaskan dalam

dokumen Our Common Future, atau Brundtland Report yang dikeluarkan

oleh World Commission on Environment and Development ( WECD ) di

tahun 1987, sebagai berikut :

Sustainable development is development that meets the needs of the


present without compromising the ability of future generations to meet
their own needs. ( Pembangunan akan memungkinkan generasi
sekarang meningkatkan kesejahteraannya, tanpa mengurangi
kemungkinan bagi generasi masa depan untuk meningkatkan
kesejahteraannya )

It contains within it two key concepts:


• the concept of needs, in particular the essential needs of the world's
poor, to which overriding priority should be given; and
o the idea of limitations imposed by the state of technology and social
organization on the environment's ability to meet present and future
needs."

Setelah KTT Bumi di Rio de Janeiro, Brazil tahun 1992 masyarakat

internasional menilai bahwa perlindungan lingkungan hidup menjadi

tanggung jawab bersama dan perlindungan lingkungan hidup tidak

53
terlepas dari aspek pembangunan ekonomi dan sosial. KTT Bumi 1992

telah menghasilkan Deklarasi Rio, Agenda 21, Forests Principles dan

Konvensi Perubahan Iklim dan Keaneka-ragaman Hayati ( biodiversity ).

Untuk pertama kalinya peranan aktor non pemerintah yang tergabung di

dalam “major groups” 5 mendapat pengakuan dan sejak saat itu peranan

mereka di dalam menjamin keberhasilan pelaksanaan pembangunan

berkelanjutan secara efektif tidak dapat diabaikan. KTT Bumi juga

menghasilkan Konsep Pembangunan Berkelanjutan yang mengandung 3

pilar utama yang saling terkait dan saling menunjang yakni

pembangunan ekonomi, sosial pembangunan dan pelestarian lingkungan

hidup yang juga menjadi landasan bagi penelitian ini.

Ada persepsi bahwa pembangunan berkelanjutan adalah

pembangunan yang menyangkut lingkungan hidup, padahal sebenarnya

istilah ”berkelanjutan´mencakup segala bidang, dan lingkungan hidup

hanya salah satunya. Istilah Pembangunan berkelanjutan pertama kali

muncul dalam World Conservation Strategy dari the International Union

for the Conservation of Nature (1980), kemudian menjadi sangat popular

melalui laporan Bruntland, Our Common Future (1987).

Sedangkan menurut Sumarwoto ( 2006 ) ( Sugandhy, Hakim,


2007:21 ), pembangunan berkelanjutan adalah :
Perubahan positif sosial ekonomi yang tidak mengabaikan sistem ekologi
dan sosial di mana masyarakat bergantung kepadanya. Keberhasilan
penerapannya memerlukan kebijakan, perencanaan dan proses
pembelajaran sosial yang terpadu, viabilitas politiknya tergantung pada
dukungan penuh masyarakat melalui pemerintahannya, kelembagaan
sosialnya, dan kegiatan usahanya.

Secara implisit, definisi tersebut menurut Hegley, Jr. 1992 mengandung

pengertian strategi imperatif bagi pembangunan berkelanjutan sebagai

54
berikut.

a. Berorientasi untuk pertumbuhan yang mendukung secara nyata tujuan

ekologi, sosial, dan ekonomi.

b. Memperhatikan batas-batas ekologis dalam konsumsi materi dan

memperkuat pembangunan kualitatif pada tingkat masyarakat dan

individu dengan distribusi yang adil.

c. Perlunya campur tangan pemerintah, dukungan, dan kerja sama

dunia usaha dalam upaya konservasi dan pemanfaatan yang

berbasis sumber daya.

d. Perlunya keterpaduan kebijakan dan koordinasi pada semua tingkat

dan antara yurisdiksi politik terkait dalam pengembangan energi bagi

pertumbuhan kebutuhan hidup.

e. Bergantung pada pendidikan, perencanaan, dan proses politik yang

terinformasikan, terbuka, dan adil dalam pengembangan teknologi dan

manajemen.

f. Mengintegrasikan biaya sosial dan biaya lingkungan dari dampak

pembangunan ke dalam perhitungan ekonomi.

Sedangkan Daniel M (2003) ( Kartawijaya, 2008 ) menyatakan

bahwa pada pembangunan berkelanjutan yang berorientasi pada

kepentingan ekonomi dan kepentingan lingkungan, terdapat 3 (tiga) pilar

tujuan yaitu : (1) pembangunan ekonomi yang berorientasi pada

pertumbuhan, stabilitas dan efisiensi. (2) Pembangunan sosial yang

bertujuan pengentasan kemiskinan, pengakuan jati diri dan

pemberdayaan masyarakat. (3) Pembangunan lingkungan yang

berorientasi pada perbaikan lingkungan lokal seperti sanitasi lingkungan,

55
industri yang lebih bersih dan rendah emisi, dan kelestarian sumberdaya

alam.

Gambar 1 . Tiga Pilar Pembangunan Berkelanjutan

EKONOM Efisiensi
Stabilitas
I
Keadilan Pertumbuhan

dalam
generasi Valuasi
pemberdaya Internalisasi

SOSIAL LINGKUNGA
N
Keadilan Antar
generasi
Kemiskinan Partisipasi
Pengakuan jati masyarakat Sanitasi Lingkungan
diri Industri bersih
Pemberdayaan SDA
Keanekaragaman
Sumber : Askarz 2003 hayati

b. Kebijakan Terkait Pembangunan Berkelanjutan

Istilah Pembangunan Berkelanjutan” secara resmi dipergunakan dalam

Tap MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN.

Dalam buku Agenda 21-Indonesia (1997:iii) dijelaskan bahwa konsep

pembangunan berkelanjutan sudah dibahas pada Konferensi PBB

tentang Lingkungan dan Pembangunan (the United Nations Conference

on Environmental Development –UNCED ) yang diselenggarakan bulan

Juni 1992 di Rio de Janeiro, Brasil, atau yang dikenal dengan KTT Bumi

56
( Earth Summit ). Selama dua tahun, lndonesia secara aktif

berpartisipasi dafarn proses persiapan konferensi tersebut (UNCED),

dalam perumusan dan penyusunan dokumen Agenda 21 Global, yang

berisikan program aksi menuju pembangunan berkelanjutan untuk abad

ke 21. Menindaklanjuti Agenda tersebut, Kementerian Negara

Lingkungan Hidup, dengan bantuan UNDP pada Maret 1997

mengeluarkan dokumen Agenda 21- lndonesia yang merupakan strategi

nasional menuju pembangunan berkelanjutan di abad 21 agar kualitas

hidup munusia terus meningkat dan pembangunan tetap berlanjut, dan

terdiri dari 4 program utama yaitu (1) aspek sosial ekonomi ( contoh :

penanggulangan kemiskinan, kependudukan, pendidikan, kesehatan ),

(2) konservasi dan pengelolaan sumber daya alam, (3) penguatan

kelompok utama dalam masyarakat ( contoh: masyarakat adat, pemda,

pekerja, kalangan industri), (4) pengembangan sarana untuk

pelaksanaan seperti pembiayaan, alih teknologi, kerjasama nasional-

internasional. Agenda 21-Indonesia dijabarkan ke dalam Agenda 21

Sektoral ( yaitu energy, kehutanan, pariwisata, pemukiman dan

pertambangan ) yang merupakan advisory document bagi stakeholder

dalam menyusun dan melaksanakan pembangunan sektor.

Sejak Agenda 21 diperkenalkan pada tahun 1997, pemerintah

Indonesia mempunyai tanggungan untuk menyampaikan dan

mensosialisasikan agenda 21, strategi rencana nasional dalam

menghadapi abad 21 melalui PROPENAS (Program Pembangunan

Nasional ) oleh Bappenas. PROPENAS 2001-2004 tentang

pembangunan berkelanjutan, terutama pembangunan ekonomi, dilakukan

57
berdasarkan kapasitas yang tersedia dari sumber daya alam, lingkungan

dan karakter sosial. Pada masa lalu, aktifitas pembangunan aktifitas

pembangunan dimana terfokus pada pertumbuhan mengakibatkan

dampak negatif dan meyebabkan penurunan kondisi ekologi dan deplesi

sumber daya alam. Oleh karena itu, pengelolaan sumber daya alam

nasional dan lingkungan di masa mendatang harus didasarkan pada

aspek penting pada produksi dan ruang aktifitas untuk konservasi dan

kesehatan lingkungan.

Sedangkan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan

Hidup, mendeskripsikan mengenai pembangunan berkelanjutan

berwawasan lingkungan hidup yaitu :

Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup ialah


upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup,
termasuk sumberdaya, kedalam proses pembangunan untuk menjamin
kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan
generasi masa depan.

Terkait dengan pengelolaan Taman nasional yang sebagian besar

lahannya berupa hutan, maka perlu dipahami pengelolaan hutan secara

berkelanjutan. Dalam Agenda 21- Indonesia (1997:411) dijelaskan bahwa

menurut Organisasi Perdagangan Kayu Tropis lnternasional ( ITTO ),

"Pengelolaan hutan secara berkelanjutan adalah proses mengelola

lahan hujan permanen untuk mencapai satu atau beberapa tujuan, yang

dikaitkan dengan produksi hasil dan jasa hutan secara terus rnenerus

dengan mengurangi dampak Iingkungan fisik dan sosial yang tidak

dinginkan.” Sedangkan Lembaga Ekolabel Indonesia mendefinsikan

bahwa Pengelolaan hutan berkelanjutan adalah “berbagai bentuk

pengelolaan hutan yang memiliki sifat ‘hasil yang lestari’ ditunjukkan oleh

58
terjaminnya keberlangsungan fungsi produksi hutan, fungsi ekologis lahan

dan fungsi sosial, ekonomi, budaya hutan bagi masyarakat lokal”.

Mempertimbangkan definisi-definisi tersebut, tujuan umum Agenda 21-

lndonesia sektor kehutanan secara ringkas adalah upaya rnengembalikan

dan rnempertahankan fungsi ekonomi ekologis dan sosial-budaya hutan.

Berdasarkan definisi tersebut, maka Agenda 21- Indonesia sektor

kehutanan mengajukan lima bidang program yaitu (1) Mengembangkan

dan Memelihara Produksi Hutan Terpadu secara Berkelanjutan (2)

Meningkatkan Regenerasi, Rehabiitasi dan Perlindungan Hutan, (3)

Memperkuat Peraturan dan Penegakan Hukum bagi Pengelolaan Hutan

Berkelanjutan, (4) Mempertahankan dan Meningkatkan Peran serta

Kesejahteraan Masyarakat Penghuni Hutan, (5) Mernbangun dan

Mernperkuat Penelitian serta Kernampuan dalam Bidang Pengelolaan

Hutan Berkelanjutan.

Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa pembangunan

berkelanjutan mencakup semua bidang kehidupan dan memungkinkan

generasi sekarang meningkatkan kesejahteraannya, tanpa

mengurangi kemungkinan bagi generasi mendatang untuk mening-

katkan kesejahteraannya. Hal ini diperjelas didalam RPJMN 2004 – 2009

dengan tiga pilar pembangunan nasional, yaitu economy viable, socially

acceptable dan environmental sound yang dijabarkan dalam berbagai

instrumen kebijakan. Dalam kaitan dengan penelitian ini, maka

pengembangan pariwisatapun harus diarahkan kepada pengembangan

pariwisata berkelanjutan ( sustainable tourism ), yang berwawasan

lingkungan.

59
c. Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan dan Ekowisata

E. Guyer Freuler dalam Yoeti (1996: 115) menyatakan:


Pariwisata dalam artian modern adalah merupakan phenomena dari jaman
sekarang yang didasarkan di atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian
hawa, penilaian yang sada dan menumbuhkan (cinta) terhadap keindahan
alam dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan
berbagai bangsa dan kelas masyarakat manusia sebagai hasil daripada
perkembangan perniagaan, industri, perdagangan serta penyempurnaan
daripada alat-alat pengangkutan.

Dari sasaran dalam RPJM 2004 – 2009 telah ditetapkan juga sasaran

pembangunan kepariwisataan nasional seperti yang termuat dalam dokumen

Rencana Strategis Pembangunan Kebudayaan dan Kepariwisataan Nasional

2005 – 2009 yaitu :

1) Terwujudnya pariwisata nusantara yang dapat mendorong cinta tanah air.


2) Meningkatnya pemerataan dan keseimbangan pengembangan destinasi
pariwisata yang sesuai dengan potensi masing-masing daerah.
3) Meningkatnya kontribusi pariwisata dalam perekonomian nasional.
4) Meningkatnya produk pariwisata yang memiliki keunggulan kompetitif.
5) Meningkatnya pelestarian lingkungan hidup dan pemberdayaan
masyarakat.

The International Ecotourism Society dalam Fact Sheet: Global

Ecotourism — Updated edition, September 2006

(http://www.ecotourism.org) mendefinisikan Pariwisata Berkelanjutan

sebagai “Tourism that meets the needs of present tourist and host regions

while protecting and enhancing opportunities for the future.”

Damanik dan Weber ( 2006 :26 ) menjelaskan bahwa konsep

pariwisata berkelanjutan dikembangkan dari ide dasar pembangunan

berkelanjutan yaitu kelestarian sumber daya alam dan budaya.

pembangunan sumberdaya (atraksi, aksesibilitas, amenitas) pariwisata

yang bertujuan untuk memberikan keuntungan optimal bagi pemangku

60
kepentingan (stakeholders) dan nilai kepuasan optimal bagi wisatawan

dalam jangka panjang. Jadi bila yang ingin dikembangkan adalah

infrastruktur pariwisata, ia harus memberikan keuntungan jangka panjang

bagi semua pelaku wisata. Di sini kualitas jasa dan layanan yang

dihasilkan dalam pengembangan tersebut harus terjamin supaya

wisatawan yang menggunakannya dapat memperoleh kepuasan yang

optimal. Jadi pariwisata hanya dapat bertahan lama atau berkelanjutan

jika ia memberikan kepuasan bagi wisatawan dalam jangka panjang

dalam bentuk pengalaman yang lengkap ( total experience ).

Kepuasan inilah yang merupakan komoditas dan ditukarkan dalam

bentuk keuntungan bagi pemangku kepentingan.

Selain itu pariwisata berkelanjutan berkembang karena pariwisata

konvensional cenderung mengancam kelestarian sumberdaya pariwisata

itu sendiri. Tidak sedikit resort-resort eksklusif dibangun dengan

mengabaikan daya-dukung ( carrying capacity ) fisik dan sosial setempat.

Jika hal itu terus berlangsung maka kelestarian ODTW ( Obyek Daerah

Tujuan Wisata ) akan terancam dan pariwisata dengan sendirinya tidak

akan dapat berkembang lebih lanjut. Padahal permintaan pasar juga

sudah bergeser ke produk wisata yang mengedepankan faktor

lingkungan dan sosial budaya sebagai daya tarik utama, sekaligus

sebagai keunggulan komparatif suatu produk.

Damanik dan Weber ( 2006 : 38 ) mengatakan dalam Deklarasi

Quebec bahwa salah satu bentuk wisata yang mengadopsi prinsip pariwisata

berkelanjutan adalah ekowisata yang prakteknya terlihat dalam bentuk

kegiatan wisata yang :

61
1) Secara aktif menyumbang kegiatan konservasi alam dan budaya.

2) Melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan, pengembangan dan

pengelolaan wisata serta memberikan sumbangan positif terhadap

kesejahteraan mereka

3) Dilakukan dalam bentuk wisata independen atau diorganisir dalam

bentuk kelompok kecil ( UNEP, 2000; Heher, 2003 ).

Damanik dan Weber ( 2006 : 37 ) menyatakan bahwa dari definisi ini

ekowisata dapat dilihat dari tiga perspektif, yakni:

1. ekowisata sebagai produk, dimana ekowisata merupakan semua atraksi yang

berbasis pada sumberdaya alam.

2. ekowisata sebagai pasar, merupakan perjalanan yang diarahkan pada

upaya-upaya pelestarian lingkungan

3. ekowisata sebagai pendekatan pengembangan., yang merupakan metode

pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya pariwisata secara ramah

lingkungan.

From( 2004 ), menurut Damanik dan Weber ( 2006 : 40 )

mendefinisikan ekowisata sebagai :

‘Eco-tourism is outdoor travel, in natural setting, that causes no major harm to


the natural environment in which that travel takes place’. ( ekowisata adalah
perjalanan luar ruang, dalam lingkungan alami, yang tidak menyebabkan
kerusakan lingkungan alam dimana perjalanan itu berlangsung.

Dari definisi di atas, dapat diidentifikasikan beberapa prinsip ekowisata

( TIES 2000 ) seperti disebutkan oleh Damanik dan Weber ( 2006: 39 - 40) :

1. Mengurangi dampak negatif berupa kerusakan atau pencemaran


lingkungan dan budaya lokal akibat kegiatan wisata.
2. Membangun kesadaran dan penghargaan atas lingkungan dan budaya di
destinasi wisata, baik pada diri wisawatan, masyarakat lokal dan pelaku
wisata lainnya.

62
3. Menawarkan pengalaman – pengalaman positif bagi wisatawan dan
masyarakat lokal melalui kontak budaya yang lebih intensif dan kerjasama
dalam pemeliharaan atau konservasi ODTW.
4. Memberikan keuntungan finansial secara langsung bagi keperluan
konservasi melalui kontribusi atau pengeluaran ekstra wisatawan.
5. Memberikan keuntungan finasial dan pemberdayaan bagi masyarakat lokal
dengan menciptakan produk wisata yang mengedepankan nilai – nilai
lokal.
6. Meningkatkan kepekaan terhadap situasi sosial, lingkungan, dan politik di
daerah tujuan wisata.
7. Menghormati hak asasi manusia dan perjanjian kerja dalam arti memberi
kebebasan kepada wisatawan dan masyarakat lokal untuk menikmati
atraksi wisata sebgai wujud hak azasi, serta tunduk pada aturan main yang
adil dan disepakati bersama dalam transaksi wisata.

Departemen Kehutanan ( http://www.ekowisata.info ) mendeskripsikan

ekowisata dengan Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA), antara lain

berupa keanekaragaman hayati, keunikan dan keaslian budaya tradisional,

keindahan bentang alam, gejala alam, peninggalan sejarah / budaya yang

secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat.

Strategi pengembangan ODTWA meliputi pengembangan :

a. Aspek Perencanaan Pembangunan ODTWA yang antara lain mencakup

sistem perencanaan kawasan, penataan ruang (tata ruang wilayah),

standarisasi, identifikasi potensi, koordinasi lintas sektoral, pendanaan,

dan sistem informasi ODTWA.

b. Aspek Kelembagaan meliputi pemanfaatan dan peningkatan kapasitas

institusi, sebagai mekanisme yang dapat mengatur berbagai kepentingan,

secara operasional merupakan organisasi dengan SDM dan PP

yang sesuai dan memiliki efisiensi tinggi.

c. Aspek Sarana dan Prasarana yang memiliki dua kepentingan, yaitu (1)

alat memenuhi kebutuhan pariwisata alam, (2) sebagai pengendalian

63
dalam rangka memelihara keseimbangan lingkungan, pembangunan

sarana dan prasarana dapat meningkatkan daya dukung sehingga upaya

pemanfaatan dapat dilakukan secara optimal.

d. Aspek Pengelolaan, dengan mengembangkan profesionalisme dan

pola pengelolaan ODTWA yang siap mendukung kegiatan pariwisata

alam dan mampu memanfaatkan potensi ODTWA secara lestari.

e. Aspek Pengusahaan yang memberi kesempatan dan mengatur

pemanfaatan ODTWA untuk tujuan pariwisata yang bersifat komersial

kepada pihak ketiga dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat

setempat.

f. Aspek Pemasaran dengan mempergunakan teknologi tinggi dan bekerja

sama dengan berbagai pihak baik dalam negeri maupun luar negeri.

g. Aspek Peran Serta Masyarakat melalui kesempatan-kesempatan usaha

sehingga ikut membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

h. Aspek Penelitian dan Pengembangan yang meliputi aspek fisik

lingkungan, dan sosial ekonomi dari ODTWA. Diharapkan nantinya

mampu menyediakan informasi bagi pengembangan dan

pembangunan kawasan, kebijaksanaan dan arahan pemanfaatan

ODTWA.

64
Sedangkan Prinsip dan Kriteria Ekowisata menurut Garis Besar

Pedoman Pengembangan Ekowisata Indonesia Direktorat Jenderal

Departemen Pariwisata, Seni dan Budaya,1999 adalah sebagai berikut :

Tabel 4: Prinsip dan Kriteria Ekowisata

PRINSIP EKOWISATA KRITERIA EKOWISATA


1. Memiliki kepedulian, • Memperhatikan kualitas daya dukung
tanggung jawab dan komitmen lingkungan kawasan tujuan, melalui
terhadap pelestarian pelaksanaan sistem pemintakatan (zonasi).
lingkungan alam dan budaya, • Mengelola jumlah pengunjung, sarana dan
melaksanakan kaidah-kaidah fasilitas sesuai dengan daya dukung
usaha yang bertanggung
lingkungan daerah tujuan.
jawab dan ekonomi
• Meningkatkan kesadaran dan apresiasi para
berkelanjutan.
pelaku terhadap lingkungan alam dan
budaya.
• Memanfaatkan sumber daya lokal secara
lestari dalam penyelenggaraan kegiatan
ekowisata.
• Meminimumkan dampak negatif yang
ditimbulkan, dan bersifat ramah lingkungan.
• Mengelola usaha secara sehat.
• Menekan tingkat kebocoran pendapatan
(leakage) serendah-rendahnya.

• Meningkatkan pendapatan masyarakat


setempat.

2. Pengembangan harus • Melakukan penelitian dan perencanaan


mengikuti kaidah-kaidah terpadu dalam pengembangan ekowisata.
ekologis dan atas dasar • Membangun hubungan kemitraan dengan
musyawarah dan masyarakat setempat dalam proses
pemufakatan masyarakat perencanaan dan pengelolaan ekowisata.
setempat.
• Menggugah prakarsa dan aspirasi
masyarakat setempat untuk pengembangan
ekowisata.
• Memberi kebebasan kepada masyarakat
untuk bisa menerima atau menolak
pengembangan ekowisata.
• Menginformasikan secara jelas dan benar
konsep dan tujuan pengembangan kawasan

65
tersebut kepada masyarakat setempat.

• Membuka kesempatan untuk melakukan


dialog dengan seluruh pihak yang terlibat
(multi-stakeholders) dalam proses
perencanaan dan pengelolaan ekowisata.

3. Memberikan manfaat • Membuka kesempatan keapda masyarakat


kepada masyarakat setempat. setempat untuk membuka usaha ekowisata
dan menjadi pelaku-pelaku ekonomi
kegiatan ekowisata baik secara aktif
maupun pasif.
• Memberdayakan masyarakat dalam upaya
peningkatan usaha ekowisata untuk
meningkatkan kesejahtraan penduduk
setempat.
• Meningkatkan ketrampilan masyarakat
setempat dalam bidang-bidang yang
berkaitan dan menunjang pengembangan
ekowisata.

• Menekan tingkat kebocoran pendapatan


(leakage) serendah-rendahnya.

4. Peka dan menghormati nilai- • Menetapkan kode etik ekowisata bagi


nilai sosial budaya dan tradisi wisatawan, pengelola dan pelaku usaha
keagamaan masyarakat ekowisata.
setempat. • Melibatkan masyarakat setempat dan pihak-
pihak lainya (multi-stakeholders) dalam
penyusunan kode etik wisatawan, pengelola
dan pelaku usaha ekowisata.
• Melakukan pendekatan, meminta saran-
saran dan mencari masukan dari
tokoh/pemuka masyarakat setempat pada
tingkat paling awal sebelum memulai
langkah-langkah dalam proses
pengembangan ekowisata.

• Melakukan penelitian dan pengenalan


aspek-aspek sosial budaya masyarakat
setempat sebagai bagian terpadu dalam
proses perencanaan dan pengelolaan
ekowisata.

5. Memperhatikan perjanjian, • Memperhatikan dan melaksanakan secara


peraturan, perundang- konsisten: Dokumen-dokumen Internasional
undangan baik ditingkat yang mengikat (Agenda 21, Habitat Agenda,

66
nasional maupun Sustainable Tourism, Bali Declaration dsb.).
internasional. GBHN Pariwisata Berkelanjutan, Undang-
undang dan peraturan-peraturan yang
berlaku.
• Menyusun peraturan-peraturan baru yang
diperlukan dan memperbaiki dan
menyempurnakan peraturan-peraturan
lainnya yang telah ada sehingga secara
keseluruhan membentuk sistem per-UU-an
dan sistem hukum yang konsisten.
• Memberlakukan peraturan yang berlaku dan
memberikan sangsi atas pelanggarannya
secara konsekuen sesuai dengan ketentuan
yang berlaku (law enforcement).

• Membentuk kerja sama dengan masyarakat


setempat untuk melakukan pengawasan
dan pencegahan terhadap dilanggarnya
peraturan yang berlaku.

c. Pengembangan ekowisata Indonesia di Taman Nasional dan Taman

Wisata Alam

Menurut Undang Undang no 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya disebutkan bahwa sumber

daya alam hayati adalah unsur – unsur hayati di alam yang terdiri dari

sumber daya alam nabati ( tumbuhan ) dan sumber daya alam hewani.

Sedangkan konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan

sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara

bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap

memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.

Dalam Undang – Undang tersebut juga dijelaskan bahwa Taman

Nasional adalah ”kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem

asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan

penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,

67
pariwisata, dan rekreasi” Sedangkan Taman Hutan Raya adalah

”kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau

satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang

dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan,

pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi.”

Taman wisata alam adalah ”kawasan pelestarian alam yang terutama

dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.” Konservasi sumber

daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan :

a. perlindungan sistem penyangga kehidupan;

b. pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta

ekosistem

c. pemanfaatan secara lestari sumber daya alami hayati dan

ekosistemnya.

Dijabarkan lebih lanjut oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Kerusakan

Keaneka-ragaman Hayati, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan,

2001 ( http://www. ekowisata.info/), dalam pengembangan ekowisata

perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Konservasi
o Pemanfaatan keanekaragaman hayati tidak merusak sumber daya
alam itu sendiri.
o Relatif tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan
dan kegiatannya bersifat ramah lingkungan.
o Dapat dijadikan sumber dana yang besar untuk membiayai
pembangunan konservasi.
o Dapat memanfaatkan sumber daya lokal secara lestari.
o Meningkatkan daya dorong yang sangat besar bagi pihak swasta
untuk berperan serta dalam program konservasi.
o Mendukung upaya pengawetan jenis tumbuhan langka.

2. Pendidikan
Meningkatkan kesadaran masyarakat dan merubah perilaku
masyarakat tentang perlunya upaya konservasi sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya.

68
3. Ekonomi
o Dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi pengelola kawasan,
penyelenggara ekowisata dan masyarakat setempat.
o Dapat memacu pembangunan wilayah, baik di tingkat lokal,
regional
o Dapat menjamin kesinambungan usaha.
o Dampak ekonomi secara luas juga harus dirasakan oleh
kabupaten/kota, propinsi bahkan nasional.

4. Peran Aktif Masyarakat


o Membangun hubungan kemitraan dengan masyarakat setempat
o Pelibatan masyarakat sekitar kawasan sejak proses perencanaan
hingga tahap pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi.
o Menggugah prakarsa dan aspirasi masyarakat setempat untuk
pengembangan ekowisata.
o Memperhatikan kearifan tradisional dan kekhasan daerah setempat
agar tidak terjadi benturan kepentingan dengan kondisi sosial
budaya setempat.
o Menyediakan peluang usaha dan kesempatan kerja semaksimal
mungkin bagi masyarakat sekitar kawasan.

5. Wisata
o Menyediakan informasi yang akurat tentang potensi kawasan bagi
pengunjung.
o Kesempatan menikmati pengalaman wisata dalam lokasi yang
mempunyai fungsi konservasi.
o Memahami etika berwisata dan ikut berpartisipasi dalam
pelestarian lingkungan.

Sedangkan dalam rangka pengendalian kerusakan keanekaragaman

hayati terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan, antara lain:

1. Aspek Pencegahan
a. Mengurangi dampak negatif dari kegiatan ekowisata dengan cara:
o Pemilihan lokasi yang tepat (menggunakan pendekatan tata
ruang)
o Rancangan pengembangan lokasi yang sesuai dengan daya
dukung dan daya tampung.
o Rancangan atraksi/kegiatan yang sesuai denan daya dukung
kawasan dan kerentanan.
b. Merubah sikap dan perilaku stakeholder, mulai dari pengelola
kawasan, penyelenggara ekoturisme (tour operator) serta
wisatawan itu sendiri.
c. Memilih Segmen Pasar yang sesuai.

2. Aspek Penanggulangan

69
a. Menyeleksi pengunjung termasuk jumlah pengunjung yang
diperkenankan dan minat kegiatan yang diperkenankan (control of
visitor).
b. Menentukan waktu kunjungan
c. Mengembangkan pengelolaan kawasan (rancangan, peruntukan,
penyediaan fasilitas) melalui pengembangan sumber daya
manusia, peningkatan nilai estitika serta kemudahan akses kepada
fasilitas.

3. Aspek Pemulihan
a. Menjamin mekanisme pengembalian keuntungan ekowisata untuk
pemeliharaan fasilitas dan rehabilitasi kerusakan lingkungan.
b. Peningkatan kesadaran pengunjung, pengelola dan penyedia jasa
ekowisata.

Berdasarkan penunjukannya, taman nasional mempunyai

keanekaragaman hayati yang lebih tinggi dari taman wisata alam karena

taman nasional merupakan perwakilan dari suatu tipe ekosistem asli. Oleh

karna itu, dampak kerusakan terhadap keanekaragaman hayati akibat

kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di taman nasional akan mempunyai

nilai lebih penting dibandingkan dengan di taman wisata alam.

Peraturan Daerah Propinsi Bali no 3 tahun 1995 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah ( RTRW ) Propinsi Bali, ditetapkan bahwa kriteria

penetapan kawasan taman nasional ditetapkan oleh Menteri Kehutanan

dengan memperhatikan usulan Gubernur, yang mencakup :

a. wilayah yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk


menjamin kelangsungan proses ekologi secara alami;
b. memiliki sumberdaya alam yang khas dan unik baik berupa jenis
tumbuhan maupun jenis satwa dan ekosistemnya serta gejala alam
yang masih utuh dan alami;
c. satu atau beberapa ekosostem yang terdapat didalamnya secara
materi atau fisik tidak dapat berubah oleh eksploitasi maupun
pendudukan oleh manusia;
d. memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan
sebagai objek wisata alam;

70
Dalam penelitian ini, acuan teori yang dipakai adalah pembangunan

berkelanjutan menurut Askarz dengan tiga pilarnya yang meliputi aspek

ekonomi, lingkungan hidup dan aspek sosial.

B. Kerangka Berpikir

Dalam kerangka berpikir ini digunakan pendekatan Tiga Pilar

Pembangunan Berkelanjutan menurut Askarz seperti yang sudah

dijelaskan di atas. Untuk memudahkan pemahaman tentang evaluasi

kebijakan kemitraan terkait Keputusan Menteri Kehutanan no 184 /Kpts–

II/1998 mengenai ijin pengusahaan pariwisata alam TNBB, penelitian ini

dituangkan dalam suatu keterkaitan antar aspek – aspek dalam

pembangunan berkelanjutan yang tercantum dalam kebijakan serta

kerangka berpikir seperti tertuang di bawah ini

71
Kerangka berpikir ( Gambar 2 )

EVALUASI KEBIJAKAN KEMITRAAN DALAM PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM

TAMAN NASIONAL BALI BARAT ( 2003- 2009 )

S K M E N HU T no 1 8 4 / K p ts - I I/ 1 9 9 8
tentang
I j in P P A T N B B

Kemitraan Pemerintah dan Swasta


( KPS )

PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN

Aspek Sosial Aspek


Aspek Lingkungan
Ekonomi Hidup

Kendala - kendala

Saran Kebijakan

72
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Supaya penelitian yang dilakukan dapat menjawab permasalahan

penelitian yang diajukan, tentunya diperlukan penggunaan metode

penelitian yang tepat sehingga penelitian dapat menggali data-data yang

dibutuhkan sesuai dengan topik penelitian.

Dalam penelitian mengenai evaluasi kebijakan kemitraan

pengusahaan pariwisata alam Taman Nasional Bali Barat sesuai dengan

Keputusan Menteri Kehutanan no 184 / Kpts – II / 1998 dipergunakan

metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Merriam ( 1998 ) dalam Creswell ( 1994:145 ) menjelaskan adanya

enam asumsi dalam desain penelitian kualitatif sebagai berikut :

1. Peneliti kualitatif lebih memperhatikan proses daripada outcomes.


2. Peneliti kualitatif lebih tertarik dengan arti ( meaning ), bagaimana
orang mengartikan pengalamannya dalam kehidupannya.
3. Peneliti kualitatif adalah instrument primer untuk pengumpulan data
dan analisa.
4. Penelitian kualitatif meliputi aktivitas lapangan ( fieldwork ).
5. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan peneliti lebih tertarik dengan
proses, arti, pengertian yang diperoleh dari gambar dan kata – kata.
6. Proses penelitian kualitatif adalah induktif dimana peneliti
membangun abstraksi, konsep, hipotesa dan teori dari detil yang
diperolehnya.

Irawan (2004:60) menyatakan bahwa: "Metode deskriptif adalah

penelitian yang bertujuan mendeskripsikan atau menjelaskan sesuatu

hal seperti apa adanya." Sugiyono (2004:11) menyebutkan, "penelitian

deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai

variabel mandiri, baik satu variable atau lebih (independen) tanpa

membuat perbandingan atau menghubungkan antara satu variable

73
dengan variable lainnya". Hadari Nawawi (1992:67) mengemukakan

bahwa : “metode deskriptif adalah prosedur atau cara memecahkan

masalah penelitian dengan memaparkan keadaan obyek yang diselidiki

( seseorang, lembaga, masyarakat, pabrik dll ) sebagaimana adanya,

berdasarkan fakta – fakta yang aktual pada saat sekarang”

Sugiyono ( 2005:1 ) menyatakan bahwa

metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan


untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah ( natural setting ) dimana
peneliti adalah instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan
secara triangulasi ( gabungan ), analisa data bersifat induktif, dan hasilnya
lebih menekankan makna daripada generalisasi.

Purwandari (2005:36) menyebutkan: “penelitian kualitatif

menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti

transkip wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video

dan lain sebagainya”.

Selain itu, penelitian kualitatif mempunyai karakteristrik ( Creswell

1994:146) seperti yang dijelaskan oleh Morse (1991) : (1) konsepnya

imatur karena kurangnya teori dan penelitian sebelumnya, (2) teori yang

ada mungkin saja kurang akurat, atau biased, (3) ada kebutuhan untuk

mengeksplorasi dan mendeskripsikan fenomena dan mengembangkan

teori, (4) bentuk fenomena yang ada mungkin kurang sesuai dengan

pengukuran kuantitatif.

Dengan mempertimbangkan semua kendala di atas, maka

penelitian ini dipersempit cakupannya dengan hanya mengevaluasi

kebijakan kemitraan pengusahaan pariwisata alam Taman Nasional Bali

Barat, dimana akan dievaluasi kebijakan SK Menteri Kehutanan no 184 /

Kpts – II / 1998 dimana evaluasi dilakukan dengan mengamati hal – hal

74
apa saja dalam pokok – pokok kebijakan seperti yang sudah diuraikan

dalam bab sebelumnya, yang sudah dilaksanakan, dan temuan – temuan

apa yang ditemui di lapangan baik yang menghambat maupun yang

mendorong terlaksananya kebijakan kemitraan tersebut.

B. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data

1. Instrumen Penelitian

Sugiyono (2005:59) menjelaskannya bahwa terdapat dua hal

utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian, yaitu,

(1)kualitas instrumen penelitian, yang terkait dengan validitas dan

reliabilitas instrumen, (2) kualitas pengumpulan data berkenaan

ketepatan cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data.

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen penelitian

adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti harus "divalidasi"

seberapa jauh kesiapannya melakukan penelitian di lapangan. Hal ini

meliputi validasi terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif,

penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan

memasuki obyek penelitian, baik akademik maupun logistiknya. Peneliti

melakukan evaluasi diri seberapa jauh pemahaman terhadap metode

kualitatif, penguasaan teori dan wawasan terhadap bidang yang diteliti,

serta kesiapan dan bekal memasuki lapangan. Peneliti kualitatif

sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian,

memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data,

menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat

kesimpulan atas temuannya. Dalam hal ini peneliti adalah penduduk asli

75
Bali yang berasal dari Ubud, berdomisili di Bali, beragama Hindu Bali

sehingga memahami dan melaksanakannya adat istiadat berdasarkan

filosofi Tri Hita Karana dalam kehidupan sehari – hari. Peneliti memahami

kebijakan publik dan melaksanakan kajian – kajian kebijakan publik dalam

kapasitasnya sebagai anggota DPD-RI periode 2004 – 2009. Lebih jauh

lagi, peneliti memahami dinamika dunia usaha dalam kapasitasnya

sebagai pendiri Museum Rudana dan Rudana Art Gallery.

2. Teknik Pengumpulan Data

Sugiyono (2005:62) menjelaskan bahwa teknik pengumpulan data

merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena

tujuan utama penelitian adalah mendapatkan data. Pengumpulan

data dapat dilakukan dalam berbagai setting, sumber, dan cara. Dilihat

dari settingnya, terdapat setting alamiah (natural setting), laboratorium

dengan metode eksperimen, di rumah dengan berbagai responden, pada

suatu seminar, diskusi, dan lain-lain. Dilihat dari sumber datanya,

pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer, sumber data yang

langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder

yang merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada

pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen. Dilihat dar i

segi car a, teknik pengumpulan data dapat dilaksanakan dengan

observasi (pengamatan), wawancara, dokumentasi dan gabungan

keempatnya (triangulasi).

76
a. Teknik Observasi

Marshall (1995) ( Sugiyono, 2005 :64 ) menyatakan bahwa

"through observation, the researcher learn about behavior and the

meaning attached to those behavior". Sedangkan menurut Permenpan

no Per/15/M.Pan/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi

menjelaskan bahwa observasi adalah “upaya memantau suatu kegiatan

dengan mengikuti proses secara langsung di lapangan. Hal penting

dalam observasi adalah merekam proses aktivitas, melihat dokumen

pendukung, pihak pihak yang terlibat dan waktu pelaksanaan. “

Sedangkan Sanafiah Faisal (1990) mengklasifikasikan observasi

menjadi (1) Observasi Partisipatif (participant observation), (2)

Observasi terus terang atau tersamar (overt observation dan covert

observation), (3) Observasi tak berstruktur (unstructured

observation). Spradley, dalam Susan Stainback (1988) (Sugiyono

2005 :66) membagi Observasi Partisipatif menjadi empat,

yaitu partisipasi pasif, moderat, aktif dan partisipasi lengkap Peneliti

melakukan observasi pasif dimana peneliti datang di tempat

kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan

tersebut. Sedangkan obyek penelitian yang diobservasi menurut

Spradley ( Sugiyono, 2005:68) terdiri dari tiga komponen yaitu (1) place

( tempat ), actor ( pelaku ) dan activities ( aktivitas ). Dalam kegiatan

observasi peneliti dapat mengambil foto, gambar, film dan lain – lain.

Pada penelitian ini, peneliti melakukan observasi terfokus dengan

melakukan mini tour observation, karena peneliti melakukan analisa

taksonomi sehingga dapat menemukan fokus ( Sugiyono, 2005:70)

77
b. Wawancara

Untuk memperdalam dan mencek ulang data sekunder, maka

dilakukan wawancara dengan narasumber atau key informan yaitu

orang-orang yang benar-benar mengetahui tentang implementasi

Keputusan Menteri Kehutanan no 184 / Kpts – II / 1998 ini. Permenpan

no Per/15/M.Pan/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi

menjelaskan bahwa “wawancara adalah upaya melacak proses dan

kegiatan reformasi birokrasi melalui wa wancara dengan

narasumber. Narasumber tersebut adalah pihak-pihak yang

terlibat dalam proses dan utamanya yang memang kredibel untuk

memberikan informasi.”

Esterberg (2002) ( Sugiyono, 2005:72) mendefinisikan

bahwa “wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk

bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat

dikosntruksikan makna dalam suatu topik tertentu.”

Lincoln and Guba dalam Sanapiah Faisal ( Sugiyono, 2005:76 ),

mengemukakan ada tujuh langkah dalam penggunaan wawancara

untuk mengumpulkan dalam penelitian kualitatif, yaitu

1) menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan


2) menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi
pembicaraan
3) mengawali atau membuka alur wawancara
4) melangsungkan alur wawancara
5) mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakbirin
6) Menuliskan hasil wawancara ke dalam cacatan lapangan
7) Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang
diperoleh

78
Untuk memandu proses wawancara dengan key informan agar

penelitian yang dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka

perlu disusun pedoman wawancara. Pedoman wawancara

merupakan hal – hal utama dalam bentuk pertanyaan yang

dijadikan acuan oleh peneliti untuk mengajukan pertanyaan kepada

key informan. Alat wawancara yang dapat dipergunakan ( Sugiyono,

2005:81 ) adalah buku catatan, alat perekam, serta kamera.

Dalam implementasi pedoman wawancara dapat

dikembangkan lagi sesuai dengan situasi dan kondisi pada saat

dilakukan penelitian. Dengan demikian pedoman wawancara

sifatnya sebagai panduan dasar dalam mengajukan pertanyaan

dalam rangka menggali informasi dari key informan. Key informan

dalam penelitian ini adalah :

Tabel 5. Key Informan Penelitian

TOPIK
NO PERSONIL WAWANCARA JUMLAH LOKASI

PT. SBW 3 orang Desa Sumber


( Waka Klampok, Kec
Shorea) Garokgak,
- Kemitraan dalam aspek : Buleleng
- Direktur Waka Ekonomi, lingkungan hidup,
Shorea Resort sosial
A-01
Pemangku adat Kearifan lokalpemba-
A-0 2 ngunan (berkelanjutan
A-03 dalam aspek sosial )
Karyawan
Pembangunan berkelanjutan
aspek ekonomi

79
2 Balai TNBB • Peran Balai TNBB 2 Kepala Balai TNBB:
• Pelaksanaan kebijakan di Balai TNBB-
B-01 Kepala Balai orang
di daerah Gilimanuk, Jembrana
TNBB • Kemitraan dalam
bidang ekonomi,
lingkungan hidup , Polisi Hutan :di Teluk
B-02 sosial. Brumbun, Buleleng
Polisi Hutan
- • Peran Polisi Hutan
• Pelestarian lingkungan
hidup dan program
kemitraan

3 KepalaDinas • Pelaksanaan kebijakan 1 Singaraja,


di daerah Buleleng
C-01 Budpar orang
khususnya pariwisata
Kab Buleleng

4 Masyarakat di • Kemitraan dalam 4 orang Desa Sumber


sekitar TNBB : Klampok,
aspek sosial budaya(
• Kepala Desa pemberdayaan
Kec.Garokgak,
Sumber Buleleng
D-01 masyarakat dan
Klampok pelestarian
• Masyarakat lingkungan )
desa • Pemahaman
Sumber masyarakat adat
Klampok terhadap fungsi social
budaya dari TNBB.

5 Pengguna Pembangunan
wilayah berkelanjutan dalam 4 orang TNBB wilayah
E-01 PPA TNBB aspek lingkungan PPA PT.SBW
Turis asing hidup

Total 14 orang

Para informan kunci ini juga mewakili para stakeholders (pemangku

kepentingan ) yang terlibat dalam pelestarian Taman Nasional Bali Barat

dengan PT. Shorea Barito Utama sebagai stakeholder utama dan wisatawan

serta masyarakat sekitar TNBB sebagai kelompok sasaran.

c. Studi Dokumentasi dan Kepustakaan

80
Teknik pengumpulan data lainnya adalah melalui studi

dokumentasi dan kepustakaan. Dokumen adalah catatan peristiwa

yang sudah berlalu, yang bisa berupa tulisan, gambar, atau karya

monumental seseorang ( Sugiyono, 2005:82). Menurut Irawan

(2004:65) "Metode kajian kepustakaan adalah penelitian yang

datanya diambil terutama atau seluruhnya dari kepustakaan

(buku, dokumen, artikel, laporan, koran, dan lain-lain

sebagainya)". Pada penelitian ini dilakukan pengumpulan data dan

informasi tentang keadaan dan perkembangan kepariwisataan dan hal

– hal yang terkait dengan lokus dan fokus penelitian, antara lain :

1. Kebijakan yang terkait dengan Ekowisata, kelestarian sumber daya

alam hayati dan ekosistem serta Taman Nasional.

2. Rencana Strategis dari berbagai instansi ( pemda Propinsi Bali,

Menbudpar ) , RPJMN 2004 – 2009, dan laporan instansi terkait

dengan kepariwisataan alam.

3. Perijinan dan kebijakan lain terkait pengelolaan TNBB oleh PT.

Shorea Barito Wisata

4. Data mengenai Pariwisata di Propinsi Bali ( website, data BPS dll )

5. Informasi mengenai Taman Nasional Bali Barat ( website, leaflet, buku,

foto, film ).

6. Profil PT. Shorea Barito Wisata dan bisnis pengelolaan wisata yang

ditanganinya ( akomodasi, sarana dan prasarana wisata alam di

kawasan TNBB ).

7. Hasil kajian atau penelitian mengenai TNBB ( website, jurnal).

81
Pada penelitian kualitatif kali ini, fokus penelitian sudah cukup jelas, yaitu

mengevaluasi implementasi kebijakan pengusahaan TNBB, dimana

penelitian merupakan penelitian deskriptif , dengan pengumpulan data

dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah). Peneliti

sebagai key instrument akan terjun ke lapangan sendiri, baik pada grand

tour question, tahap focused and selection, melakukan pengumpulan

data, analisis dan membuat kesimpulan. Sedangkan sumber data

berasal dari sumber data primer yaitu observasi berperan serta

(participant observation) yang lebih mengarah kepada partisipasi aktif,

wawancara mendalam (in depth interview), dokumentasi serta

triangulasi khususnya triangulasi teknik, serta sumber data

sekunder berupa studi dokumentasi dan kepustakaan.

C. Prosedur Pengolahan Data dan Analisis

Miles dan Huberman (1994) ( Sugiyono 2005:88 ) menyatakan

bahwa yang paling serius dan sulit dalam analisa data kualitatif adalah

karena metode analisanya belum dirumuskan dengan baik. Selanjutnya

Bogdan mengatakan bahwa ”analisa data adalah proses mencari dan

menyusun secara sistematis data yang diperoleh dariwawancara,

cattan lapangan dan bahan lain sehingga dapat mudah dipahami, dan

temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.” Analisa data

kualitatif bersifat induktif, yaitu suatu analisa data yang diperoleh,

selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis. Selanjutnya dicarikan

data lagi berulang – ulang sehingga dapat disimpulkan apakah

hipotesis diterima atau ditolak.Bila berdasarkan data yang dikumpulkan

82
berulang – ulang dengan teknik triangulasi ternyata hipotesis diterima,

maka hipotesis berkembang menjadi teori.

Tata cara pengolahan data penelitian biasanya disebut dengan

prosedur pengolahan data. Prosedur pengolahan data dalam penelitian

tentang Evaluasi Implementasi Kebijakan Pengusahaan Pariwisata

Alam Taman Nasional Bali Barat ini mengacu kepada buku pedoman

penulisan tesis yang dikeluarkan oleh STIA LAN RI (2002:26)

Prosedur pengolahan data berisi penjelasan tentang tahapan


pengolahan data (dari data mentah langsung catatan sampai . data
rapi dan siap untuk ditafsirkan) berdasarkan prosedur atau
pentahapan yang sistematis.

Tahap-tahap dari pengolahan data adalah sebagai berikut:

1. Mengklasifikasi materi data. Data yang telah diperoleh dikumpulkan

berdasarkan sumber data, kemudian dikelompok-kelompokkan

sesuai dengan masing-masing topik pertanyaan sesuai dengan

aspek yang diteliti.

2. Mengklasifikasi berdasarkan satuan-satuan gejala yang telah diteliti

serta mengolah data berdasarkan keterkaitan antar komponen,

satuan gejala dalam konteks pertanyaan penelitian tentang

masing- masing aspek yang ditinjau.

3. Langkah selanjutnya adalah mendeskripsikan hasil data penelitian

tersebut kemudian menganalisisnya sehingga data yang ada

mampu menjawab pertanyaan penelitian yang telah diajukan.

4. Melakukan triangulasi ( check, recheck, cross check ) untuk

mengkonfirmasi kebenaran data, selanjutnya dilakukan analisis kritis

terhadap hasil olahan data tersebut dengan pisau analisis teori - teori

83
kebijakan publik dan pembangunan .

Dalam melakukan analisa dan pembahasan, triangulasi menjadi hal

yang paling penting, dalam menguji keabsahan hasil penelitian.Sugiyono

(2005:83) menyatakan bahwa triangulasi merupakan teknik

pengumpulan data yang menggabungkan berbagai teknik

pengumpulan data dan sumber data. Bila peneliti melakukan

pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti

sekaligus menguji kredibilitas data, vaitu mengecek kredibilitas data

dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data.

Dengan mengacu kepada Denzin ( Bungin, cetakan ke 2 2008 : 256 )

pelaksanaan teknis dari langkah pengujian keabsahan dalam

penelitian dapat dilakukan dengan triangulasi peneliti, sumber,

metode, teori yaitu :

a. Triangulasi kejujuran peneliti.

Hal ini dilakukan untuk menguji kejujuran, subjektivitas, dan

kemampuan merekam data oleh peneliti di lapangan, dengan cara

meminta bantuan peneliti lain melakukan pengecekan langsung,

wawancara ulang, serta merekam data yang sama di lapangan.

Hal ini adalah sama dengan proses verifikasi terhadap hasil pe-

nelitian yang telah di lakukan oleh seorang peneliti.

b. Triangulasi dengan sumber data

Dilakukan dengan membandingkan dan mengecek baik derajat

kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan

cara yang berbeda dalam metode kualitatif yang dilakukan dengan

84
(Paton, 1987) yaitu membandingkan antara : (1) data hasil

pengamatan dengan hasil wawancara, (2) peernyataan orang di

depan umum dengan pernyataan pribadi, (3) pernyataan orang-

orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan

sepanjang waktu, (4) keadaan dan perspektif seseorang dengan

berbagai pendapat dan pandangan orang lain seperti rakyat biasa,

orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada

dan orang pemerintahan, (5) hasil wawancara dengan isi suatu

dokomen yang berkaitan. Hasil dari perbandingan yang diharapkan

adalah berupa kesamaan atau alas an- alasan terjadinya

perbedaan (Moleong, 2006: 330, Bardiansyah, 2006: 145).

Triangulasi sumber data juga memberi kesempatan untuk

dilakukannya hal-hal sebagai berikut: (1) penilaian hasil penelitian

dilakukan oleh responder, (2) mengoreksi kekeliruan oleh sumber

data, (3) menyediakan tambahan informasi secara sukarela, (4)

memasukkan informan dalam kancah penelitian, menciptakan

kesempatan untuk mengikhtisarkan sebagai langkah awal analisis

data, (5) menilai kecukupan menyeluruh data yang dikumpulkan

(Moleong, 2006: 335).

c. Triangulasi dengan metode

Mengacu pendapat Patton (1987: 329) dengan menggunakan

strategi; (1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil

penelitian beberapa teknik pengumpulan data, (2) pengecekan

beberapa sumber data dengan metode yang sama (Moleong,

2006: 331). Triangulasi ini dilakukan untuk melakukan

85
pengecekan terhadap penggunaan metode pengumpulan data,

apakah informasi yang didapat dengan metode interview sama

dengan metode observasi, atau apakah hasil observasi sesuai

dengan informasi yang diberikan ketika di-interview. Begitu pula

teknik ini dilakukan untuk menguji sumber data, apakah sumber

data ketika di-interview dan diobservasi akan memberikan

informasi yang sama atau berbeda. Apabila berbeda maka peneliti

harus dapat menjelaskan perbedaan itu, tujuannya adalah untuk

mencari kesamaan data dengan metode yang berbeda.

d. Triangulasi dengan teori

Dilakukan dengan menguraikan pola hubungan dan menyertakan

penje-lasan yang muncul dari analisis untuk mencari tema atau

penjelasan pembanding. Secara induktif dilakukan dengan

menyertakan usaha pencarian cara lain untuk mengorganisasikan

data yang dilakukan dengan jalan memikirkan kemungkinan logik

dengan melihat apakah kemungkinan-kemungkinan ini dapat

ditunjang dengan data (Bardiansyah, 2006). Triangulasi dengan

teori, menurut Lincoln dan Guba (1981:307 dalam Moleong, 2006:

331), berdasarkan anggapan bahwa fakta tidak dapat diperiksa

derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori. Di pihak

lain, Patton (1987: 327, dalam Moleong, 2006: 331) berpendapat

lain, yaitu bahwa hal itu dapat dilaksanakan dan hal itu

dinamakannya penjelasan banding (rival explanation).

86
Dalam penelitian ini dipergunakan triangulasi dengan sumber

data, metode dan teori sedangkan triangulasi dengan peneliti tidak

dilakukan karena keterbatasan waktu penelitian.

5. Membuat laporan penelitian sesuai dengan hasil data penelitian

Kerangka berpikir ( Gambar 2 )

EVALUASI KEBIJAKAN KEMITRAAN DALAM PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM

TAMAN NASIONAL BALI BARAT ( 2003- 2009 )

S K M E N HU T no 1 8 4 / K p ts - I I/ 1 9 9 8
tentang
I j in P P A T N B B

Kemitraan Pemerintah dan Swasta ( KPS )

PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN

Aspek Sosial Aspek


Aspek Ekonomi Lingkungan Hidup

Kendala - kendala

Saran Kebijakan
Evaluasi kebijakan kemitraan ini dianggap berhasil bila sudah sesuai

dengan tujuan kebijakan, yaitu pengusahaan pariwisata alam ( PPA )

87
TNBB dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang dinyatakan

dalam tiga pilar yaitu aspek ekonomi, lingkungan hidup dan sosial.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian yang disampaikan pada kerangka berpikir di atas maka

pertanyaan penelitian yang terkait dengan implementasi kemitraan antara

pemerintah dan swasta dalam pengusahaan pariwisata alam ( PPA )

TNBB dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan sebagai berikut :

1. Bagaimana kebijakan kemitraan PPA TNBB dalam aspek

pembangunan ekonomi dalam mewujudkan pembangunan

berkelanjutan ?

2. Bagaimana kebijakan kemitraan PPA TNBB dalam aspek lingkungan

hidup dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan ?

3. Bagaimana kebijakan kemitraan PPA TNBB dalam aspek sosial dalam

mewujudkan pembangunan berkelanjutan ?

4. Kendala – kendala apa yang dihadapi dalam kebijakan kemitraan

dalam aspek sosial ekonomi, lingkungan hidup dan sosial dalam

mewujudkan pembangunan berkelanjutan ?

88
BAB IV.

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Taman Nasional Bali Barat ( TNBB )

1. Data Pokok

Taman Nasional Bali Barat ( TNBB ) ( peta 2, foto 1 ) mempunyai

luas 19.002,89 ha. terdiri dari kawasan terestrial seluas 15.587,89 ha. dan

kawasan perairan seluas 3.415 ha. Potensi TNBB meliputi berbagai jenis

flora dan fauna liar, yang berstatus langka, dilindungi maupun yang

keberadaannya masih melimpah, habitat dan letak geomorfologinya serta

keindahan alamnya. yang masih dalam keadaan utuh.

Foto 1 : Penulis di Taman Nasional Balai Barat

89
Ekosistem di dalam kawasan TNBB cukup potensial dan lengkap yang

meliputi perairan laut, pantai dan pesisirnya, hutan dataran rendah

sampai pegunungan merupakan habitat alami bagi kehidupan liar yang

menunjukkan tingginya keanekaragaman hayati antara lain terumbu

karang dan biota laut lainnya, vegetasi mangrove, hutan rawa payau,

savana dan hutan musim.

Flora dan fauna yang cukup beragam, sampai saat ini telah diidentifikasi

176 jenis flora meliputi pohon, semak, tumbuhan memanjat, menjalar,

jenis herba, anggrek, paku-pakuan dan rerumputan. Untuk jenis fauna

terdiri dari 17 jenis mamalia, 160 jenis burung (aves), berbagai jenis reptil

dan ikan. Keberadaan Taman Nasional Bali Barat ini juga ditegaskan

dalam Peraturan Daerah Propinsi Bali no 3 tahun 2005 mengenai

Rencana Tata Ruang Wilayah ( RTRW ) Propinsi Bali pasal 20.

Taman Nasional Bali Barat pertama kali dilaporkan penemuannya

oleh Dr. Baron Stressmann seorang ahli burung berkebangsaan Inggeris

pada tanggal 24 Maret 1911. Atas rekomendasi Stressmann, Dr. Baron

Victor Von Plessenn mengadakan penelitian lanjutan (tahun 1925) dan

menemukan penyebaran burung Jalak Bali mulai dari Bubunan sampai

dengan Gilimanuk dengan perkiraan luas penyebaran 320 km2. Pada

tahun 1928 sejumlah 5 ekor Jalak Bali di bawa ke Inggris dan berhasil

dibiakkan pada tahun 1931. Kebun Binatang San Diego di Amerika Serikat

mengembangbiakkan Jalak Bali dalam tahun 1962 (Rindjin, 1989)

Penataan kawasan pengelolaan TNBB sesuai fungsi peruntukannya

telah ditetapkan berdasarkan SK Dirjen Perlindungan dan Konservasi Alam

90
No.186/Kpts/Dj-V/1999 tanggal 13 Desember 1999 tentang Pembagian

Zonasi TNBB sebagai berikut :

♣ Zona Inti ; merupakan zona yang mutlak dilindungi, tidak

diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktivitas manusia

kecuali yang berhubungan dengan kepentingan penelitian dan ilmu

pengetahuan ; meliputi daratan seluas 7.567,85 hektar dan perairan

laut seluas 455.37 hektar

♣ Zona Rimba; merupakan zona penyangga dari zona inti, dapat

dilakukan kegiatan seperti pada zona inti dan kegiatan wisata alam

terbatas ; meliputi daratan seluas 6.009,46 hektar dan perairan laut

seluas 243.96 hektar

♣ Zona Pemanfaatan Intensif ; dapat dilakukan kegiatan seperti pada

kedua zona di atas, pembangunan sarana dan prasarana pariwisata

alam dan rekreasi atau penggunaan lain yang menunjang fungsi

konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya ; meliputi

daratan seluas 1.645,33 hektar dan perairan laut seluas 2.745.66

hektar

♣ Zona Pemanfaatan Budaya ; Zona ini dapat dikembangkan dan

dimanfaatkan terbatas untuk kepentingan budaya atau religi ; seluas

245,26 hektar yang digunakan untuk kepentingan pembangunan

sarana ibadat umat Hindu dan nilai sakral yang dianutnya.

Tujuan kegiatan konservasi sumber daya alam hayati dan

ekosistem di TNBB adalah :

1. Perlindungan populasi jalak Bali ( curik ) ( foto 2 ) beserta ekosistem

lainnya seperti ekosistem terumbu karang, ekosistem mangrove, hutan

91
pantai dan ekosistem hutan daratan rendah sampai pegunungan

sebagai sistem penyangga kehidupan terutama ditujukan untuk

menjaga keaslian, keutuhan dan keragaman suksesi alam dalam unit-

unit ekosistem yang mampu mendukung kehidupan secara optimal.

Foto 2 : Curik Bali ( burung jalak putih )

2. Pengawetan keragaman jenis flora dan fauna serta ekosistemnya

ditujukan untuk melindungi, memulihkan keaslian, mengembangkan

populasi dan keragaman genetik dalam kawasan TNBB dari gangguan

manusia.

3. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam dan ekosistemnya

ditujukan untuk berbagai pemanfaatan seperti: (a) sebagai

laboratorium lapangan bagi peneliti untuk pengembangan ilmu dan

teknologi. (b) sebagai tempat pendidikan untuk kepentingan

meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan bagi masyarakat.

92
4. Obyek wisata berada pada zona khusus pemanfaatan yang dapat

dibangun fasilitas pariwisata.

5. Menunjang budidaya penangkaran jenis flora dan fauna dalam rangka

memenuhi kebutuhan protein dan tumbuhan obat-obatan.

2. Visi, Misi dan Prinsip Pengelolaan TNBB

Visi TNBB adalah terwujudnya kawasan hutan yang aman dan mantap

secara legal formal, didukung kelembagaan yang kuat dalam

pengelolaannya, serta mampu memberikan manfaat optimal bagi

masyarakat. Sedangkan misinya adalah : (1) memantapkan dan melindungi

keberadaan kawasan, (2) memantapkan pengelolaan TNBB, (3) mengem-

bangkan upaya pengawetan TSL, (3) memantapkan perlindungan

kawasan konservasi, potensi umber daya alam, hutan dan ekosistem dan

penegakan hokum, (4) mengembangkan secara optimal pemanfaatan

ODTWA ( Obyek Daerah Tujuan Wisata Alam ) dan Jasa Lingkungan

berdasarkan prinsip kelestarian serta mengembangkan Bina Cinta Alam, (5)

mengembangkan kemitraan dengan melibatkan para pihak (kolaborasi)

dalam pengelolaan kelestarian sumber daya alam, hutan dan ekosistem.

Sedangkan prinsip pengelolaan TNBB adalah : (1) perlindungan sistem

penyangga kehidupan, (2) pengawetan keanekaragaman hayati, (3)

pem anf aat an sum ber da ya dan ek os is t em n ya s ec ar a l es t ar i.

93
3. Penataan Organisasi Taman Nasional Bali Barat

Dari segi penataan organisasi berdasarkan Surat Keputusan Menteri

Kehutanan No. 096/Kpts-II/1984 tanggal 12 Mei 1984 tentang Organisasi dan

Tata Kerja Taman Nasional Bali Barat, Suaka Alam Bali Barat dikelola sebagai

UPT Taman Nasional Bali Barat yang dikepalai oleh seorang Kepala setara

Eselon IV, dibantu oleh Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi

Pemanfaatan, Kepala Seksi Penyusunan Program. Sedangkan pelaksana

teknis di lapangan adalah Kelompok Perlindungan, Pengawetan, dan

Pelestarian.

Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 185/Kpts-II/1997 tanggal 31

Maret 1997 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional

dan Unit Taman Nasional, meningkatkan pengelolaan Taman Nasional sebagai

Balai yang dipimpin oleh seorang Kepala Balai setara Eselon III, yang dalam

pengelolaannya dibantu oleh Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi

Konservasi yang membawahi tiga sub seksi wilayah konservasi (Jembrana,

Buleleng dan Labuan Lalang). Untuk pelaksana teknis di lapangan dibantu

kelompok jabatan fungsional yang terdiri dari Fungsional Jagawana,

Fungsional Teknisi Kehutanan Bidang Konservasi Jenis Sumberdaya Alam

Hayati dan Ekosistemnya, Fungsional Teknisi Kehutanan Bidang Konservasi

Kawasan dan Lingkungan dan Fungsional Teknisi Kehutanan Bidang Bina

Wisata Alam.

Nuansa otonomi daerah memerlukan desentralisasi koordinasi birokrasi

sehingga pengelolaan Taman Nasional Bali Barat sesuai dengan SK Menteri

Kehutanan No. 6186/Kpts-II/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai

94
Taman Nasional dibagi menjadi 3 wilayah pengelolaan yaitu Seksi Konservasi

Wilayah I di Jembrana, Seksi Konservasi Wilayah II di Buleleng dan Seksi

Konservasi Wilayah III di Labuhan Lalang dengan Kepala Seksi sebagai

pejabat pemangku wilayah yang setara Eselon IV.

4. Pengembangan Pariwisata Alam

a. Pengusahaan Pariwisata Alam

Berdasarkan Buku Informasi Taman Nasional Bali Barat (Balai TNBB,

2007) sesuai PP no 18 tahun 1994 tentang pengusahaan pariwisata alam

di zona pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman

Wisata Alam, maka di TNBB terdapat tiga pengusahaan pariwisata alam yang

telah memiliki ijin prinsip dan ijin operasional dari Menteri Kehutanan untuk

Pengusahaan Pariwisata Alam di zona Pemanfaatan TNBB yaitu:

1. PT. Trimbawan Swastama Sejati

Dengan Menjangan Resort yang terletak di Tanjung Gelap dan

Pahlengkong, Desa Pejarakan dengan luas 284 Ha, mengembangkan

usaha bahari ( diving, snorkeling, kanoing ), bird watching, jungle

tracking ( jalan kaki, berkuda, bersepeda ).

2. PT. Shorea Barito Wisata

Dengan Waka Shorea Resort dengan areal usaha di Labuan Lalang,

Tanjung Kotal dan Gilimanuk seluas 251,5 Ha, mengembangkan usaha

wisata bahari, ( diving, snorkeling, kanoing ), bird watching, jungle

tracking ( jalan kaki, berkuda, bersepeda ).

3. PT. Disthi Kumala Bahari

95
Pengusahaan pariwisata alam yang menawarkan wisata bahari dengan

minat khusus ( budidaya mutiara ), diving, snorkeling. Area Pemanfaatan

di Cekik dan Teluk Terima seluas 40,05 Ha.

b. Sarana Penunjang Kegiatan Wisata Alam

Untuk mendukung kegiatan wisata alam dan pengelolaan TNBB,

sarana dan prasarana yang tersedia antara lain :

1. Pusat lnformasi

Tempat untuk memperoleh informasi tentang Taman Nasional Bali Barat,

Pusat Informasi terletak Kantor Balai di Cekik, dan di Labuan Lalang ( foto 3 ).

Foto 3. Kantor Balai TNBB di desa Cekik, Gilimanuk, kabupaten

Jembrana

2. Jalan dan Jalur Trekking

TNBB dilalui oleh Jalan Lintas Propinsi, menuju Denpasar dan

menuju Singaraja. Untuk kawasan wisata alam telah tersedia jalan aspal,

96
jalan dengan pengerasan, dan jalur trekking. Jalur Trekking terdapat

antara lain: Jalur Teluk Terima, Jalur Cekik, Jalur Prapat Agung dan Jalur

Gunung Klatakan.

3. Shelter, yang merupakan tempat istirahat sementara, shelter yang

tersebar di kawasan TNBB. diantaranya di Cekik, P. Menjangan, Tanjung

Pasir, dan Tegal Bunder.

4. Dermaga

Kawasan TNBB mencakup kawasan perairan, tersedia juga dermaga,

seperti : Dermaga Labuan Lalang, P. Menjangan, Teluk Kotal, dan Teluk

Kelor.

5. Menara pengintai yang berfungsi untuk pengintaian kawasan TNBB dari

kegiatan ilegal, kebakaran hutan, dan atraksi satwa di alam. Diantaranya

di Teluk Berumbun, Prapat Agung, Tanjung Pasir.

6. Wisma Tamu dan Wisma Cinta Alam

Wisma Tamu Taman Nasional Bali Barat terdapat di lingkungan Kantor Balai

di Cekik, tersedia type standard dan VIP. Untuk Wisma Cinta Alam (WCA)

terletak di bumi perkemahan Cekik

7. MCK dan Kamar Bilas

Untuk MCK dan kamar bilas telah tersedia di beberapa tempat wisata

alam seperti : di Cekik, Teluk Gilimanuk, Labuan Lalang, dan

Banyuwedang.

8. Area parkir yang menunjang wisata alam telah tersedia di bumi

perkemahan, kantor Balai di Cekik, Teluk Gilimanuk, ,penangkaran curik Bali

di Tegal Bunder, Labuan Lalang dan Banyuwedang.

9. Sarana Peribadatan

97
Untuk sarana peribadatan terdapat pura dan mushola di Kantor Balai

TNBB. Untuk gereja Katolik di Palasari, gereja Protestan di Blimbingsari dan

Gilimanuk.

10. Pemandu Wisata Alam

Untuk melakukan aktivitas wisata alam di TNBB, harus didampingi oleh

pemandu dari Balai TNBB. Untuk Pemandu wisata alam telah ditetapkan

berdasarkan SK Kepala Balai TNBB. Pemandu wisata alam tersebar di

Cekik, Labuan Lalang dan Banyuwedang.

c. Lokasi Wisata di Kawasan TNBB

Terdapat banyak lokasi wisata di kawasan TNBB yaitu di (1)Teluk

Gilimanuk, yang merupakan pintu masuk ke P.Bali, Cekik dan sekitarnya

dimana terdapat pusat informasi dan Balai TNBB, wisma tamu, bumi

perkemahan, Monumen Lintas Laut, Teluk Terima yang merupakan zona

pemanfaatan untuk kegiatan menelusuri hutan, serta Teluk Brumbun dan

Semenanjung Prapat Agung yang merupakan habitat alam curik Bali,

dimana terdapat kubah / sangkar burung besar yang merupakan tempat

pra liar curik Bali yang akan dilepaskan. Di Prapat Agung juga terdapat

peninggalan sejarah lintas budaya Jawa Bali dengan nilai – nilai sakralnya

yang membangun ruh pulau Bali di masa kini. Banyuwedang yang di

desa Pejarakan dengan sumber air panas, serta adanya fasiltas hotel dan

resort, Blimbingsari yang merupakan Model Desa Konservasi TNBB serta

yang paling terkenal adalah Pulau Menjangan (foto 4 ). Pulau Menjangan

pulau yang terbesar di antara pulau - pulau yang terdapat di kawasan

TNBB. Luas 175 Ha dan tidak berpenghuni, menyajikan beragam pesona

98
alam terutama yang paling dikenal wisatawan yaitu keindahan panorama

bawah laut dengan terumbu karang yang khas dan beragam jenis biota

laut yang menjadi daya tarik tersendiri untuk melakukan atraksi snorkling

dan diving. Selain itu, juga terdapat obyek wisata religius di Pulau

Menjangan, salah satunya merupakan pura tertua di Bali yaitu Pura Gili

Kencana. Terdapat pura lain seperti pura Klenting Sari dan pura Segara Giri

Kencana. Untuk menuju Pulau Menjangan dapat melalui dermaga Labuan

Lalang dengan menempuh perjalanan sekitar 45 menit dengan transportasi

laut berupa perahu/ boat. Juga dengan dermaga lain di Bayuwedang.

Foto 4. Dolphin watching di Pulau Menjangan

B. Pengusahaan Pariwisata Alam ( PPA ) oleh PT.Shorea Barito Wisata

Pada Sebagian Zona Pemanfaatan Taman Nasional Bali Barat.

1. Data Pokok

99
PT. SBW memperoleh izin Pengusahaan Pariwisata Alam (PPA)

pada sebagian zona pemanfaatan TNBB seluas + 251,5 hektar terletak di

Kabupaten Jembrana dan Buleleng Propinsi Bali (berdasarkan

Keputusan Menteri Kehutanan No. 184/Kpts-II/1998 tanggal 27 Pebruari

1998 tentang Ijin PPA dan Keputusan Menteri Kehutanan No. 566/Kpts-

II/1999 tanggal 21 Juli 1999 tentang Penetapan Batas Areal Kerja

( terlampir, peta 4 ). Kepmenhut tersebut juga menyatakan bahwa PT.

SBW mendapatkan hak konsesi PPA selama 30 tahun sejak

ditetapkannya keputusan ini tahun 1998 dan dapat diperpanjang

berdasarkan penilaian Departemen Kehutanan atas pelaksanaan

pengusahaan yang telah dilakukannya.

Optimasi fungsi kawasan pelestarian alam pada sebagian zona

pemanfaatan TNBB sebagai obyek wisata alam ini diharapkan dapat

meningkatkan upaya konservasi sumber daya alam hayati dan

ekosistemnya, penciptaan lapangan kerja dan versifikasi kesempatan

berusaha, peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar, pelestarian dan

atau pengembangan budaya dan kesenian daerah serta pemicu

pengembangan wilayah dan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

a. Letak, Luas dan Batas Areal Pengusahaan.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No : 184/Kpts-II/1998

tanggal 27 Pebruari 1998 tentang pemberian Ijin PPA dan Keputusan

Menteri Kehutanan dan Perkebunan No : 566/Kpts-II tanggal 21 Juli

1999 tentang Penetapan Batas Areal Kerja Pengusahaan Pariwisata

Alam (PPA) PT. Shorea Barito Wisata pada sebagian zona

100
pemanfaatan intensif daratan Balai Taman Nasional Bali Barat seluas

+ 251,5 hektar, terbagi menjadi 3 (tiga) Blok ( tabel 6 ).

Tabel 6. Batas Areal Kerja Pengusahaan Pariwisata Alam (PPA) PT.

Shorea Barito Wisata

NO. DESKRIPSI KETERANGAN

A. BLOK I (GILIMANUK)
1 Luas + 10,5 Ha
2 Batas Astronomi
3 Batas wilayah administrasi Kelurahan Gilimanuk Kecamatan Melaya
pemerintahan Kabupaten Jembrana Propinsi Bali
4 Batas wilayah pemangkuan Seksi Pengelolaan Taman Nasional
hutan Wilayah I Balai Taman Nasional Bali Barat
5 Batas – batas areal :
Sebelah Utara - Zona pemanfaatan perairan TNBB Teluk
Gilimanuk.
Sebelah Timur - Zona pemanfaatan perairan TNBB Teluk
Gilimanuk.
Sebelah Selatan - Zona pemanfaatan kawasan hutan
savana
Sebelah Barat - Pemukiman penduduk Kelurahan
Gilimanuk

B. BLOK II (TANJUNG KOTAL)


1 Luas + 185,8 Ha
2 Batas Astronomi
3 Batas wilayah administrasi Desa Sumber Klampok Kecamatan
pemerintahan Gerokgak Kabupaten Buleleng Propinsi
Bali
4 Batas wilayah pemangkuan Seksi Pengelolaan Taman Nasional
hutan Wilayah III Balai Taman Nasional Bali
Barat
5 Batas – batas areal :
- Sebelah Utara - Zona Rimba kawasan hutan musim
- Sebelah Timur TNBB.
- Sebelah Selatan - Zona pemanfaatan & Rimba perairan
- Sebelah Barat Teluk Terima
- Enclave desa Sumber Klampok (APL)
- Zona Rimba kawasan hutan musim
TNBB

C. BLOK III (LABUAN LALANG)


1 Luas + 55,2 Ha
2 Batas Astronomi
3 Batas wilayah administrasi Desa Sumber Klampok Kecamatan
pemerintahan Gerokgak Kabupaten Buleleng Propinsi
Bali
4 Batas wilayah pemangkuan Seksi Pengelolaan Taman Nasional

101
hutan Wilayah III Balai Taman Nasional Bali
Barat
5 Batas – batas areal : - Zona pemanfaatan perairan TNBB Teluk
- Sebelah Utara Terima.
- Sebelah Timur - Sungai Krapyak dan Kawasan Hutan
Produksi
- Sebelah Selatan Terbatas (HPT)
- Jalur SUTT 150 KV Lampu Merah
- Sebelah Barat Gilimanuk – Pameron dan Jalan Propinsi
Cekik - Singaraja
- Zona pemanfaatan kawasan hutan musim
TNBB & enclave Desa Sumber
Klampok (APL)

Sumber :
Peta RBI Lembar Possumur, Ketapang, P. Menjangan dan Goris Skala
1:25.000 (Bakosurtanal, 1996 )
Peta zonasi TNBB (Lampiran Keputusan Dirjen PHPA No. 38/Kpts/DJ-
VI/1996)
Peta Areal kerja PPA PT. Shorea Barito Wisata (Lampiran Keputusan
Menteri Kehutanan No. 184/Kpts-II/1998 dan Keputusan Menteri
Kehutanan dan Perkebunan No : 566/Kpts-II tanggal 21 Juli 1999 tentang
Penetapan Batas Areal Kerja
Peta Tata Batas sebagian Kelompok Hutan Bali Barat (RTK. 19) yang
pinjam pakai untuk pembangunan Tower SUTT 150 KV Lampu Merah
– Gilimanuk – Pemeron skala 1:50.000 (BIPHUT Wilayah III, Juli
1995)

b. Iklim

Klasifikasi iklim wilayah ( Schmidt dan Ferguson, 1951 ) ketiga blok

areal kerja PPA termasuk iklim type E ( Q = 150% ). Rata – rata bulan

basah 4 bulan dan bulan kering 6 bulan, dengan curah hujan rata – rata

938 mm/ tahun. Curah hujan tertinggi jatuh pada bulan Desember - Maret

bersamaan dengan bertiupnya angin barat berkecepatan antara 9,2 -

18,5 km/jam. Sedangkan musim kemarau terjadi antara bulan Juni -

Oktober, yaitu bersamaan dengan periode angin musim tenggara.

Temperatur rata – rata 27° - 32° C, dan kelembaban udara berkisar

antara 55-85%.

102
c. Potensi Biologi.

1) Flora

Tipe ekosistem di areal kerja Pengusahaan Pariwisata Alam (PPA)

pada sebagian zona pemanfaatan intensif Balai TNBB terdiri atas :

 Ekosistem hutan savana di Blok I (Gilimanuk), yang di dalamnya

terdapat lontar (Borasus flaberifer) yang tumbuh secara

mengelompok terpisah – pisah.

 Ekosistem hutan musim di Blok I (Gilimanuk) dan Blok III (Labuan

Lalang) yang akan menggugurkan daunnya pada musim kemarau

sehingga rawan terhadap kebakaran hutan.

 Ekosistem hutan mangrove di Blok I (Gilimanuk), II (Tanjung Kotal)

dan III (Labuan Lalang) dengan komposisi jenisnya sedikit dan

tumbuh pada relung ekologi yang sempit yaitu membentuk zonasi

pada pantai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. ( foto 4)

 Ekosistem hutan pantai di Blok III (Labuan Lalang).

Foto 5. Hutan mangrove di TNBB

Tabel 7. Struktur tegakan, Komposisi jenis, dominasi atau Indek


Nilai Penting (INP), keanekaragaman jenis (H’) dan jenis dilindungi

103
Deskripsi Strata Pertumbuhan
Semai Pancang Tiang Pohon
A. Blok I (Gilimanuk)
Hutan Mangrove :
Jumlah jenis 7 Jenis 6 Jenis - 5 Jenis
Jumlah dominan Bakau(R. Api-api Bakau(R.
Apiculata) (A.marina) Apiculata)

Keanekaragaman 43 % 55% 65 %
jenis
Jenis dilindungi 1,05 1,62 1,55

B. Blok II (Tanjung Kotal)


Hutan Mangrove :
Jumlah jenis 5 Jenis 6 Jenis - 6 Jenis
Jumlah dominan Api-api(Avice- Bakau(R.Apicu Bakau(R.
nia marina) ata) Apiculata)
Keanekaragaman 71 % 57 % 108 %
jenis 1,47 1,73 1,66
Jenis dilindungi

Hutan Musim :
Jumlah jenis 6 Jenis 6 Jenis 6 Jenis 8 Jenis
Jumlah dominan Tembelekan Bakau ( R. Asosiasi Tembelekan
(Lantana Apiculata) Talok- (lantana
camara) Tembelekan- camara)
Keanekaragaman Walikukun,
jenis 106 % 57 % 39% 103%

1,77 1,85
Jenis dilindungi 1,42 Sawo kecik
1,73 Sawo kecik (manilkara
(manilkara kauki)
kauki)
Hutan Pantai :
4 Jenis 3 Jenis 3 Jenis 5 Jenis
Jumlah jenis
Poh hutan Pedang– Dungun Dungun
Jumlah dominan
(Buchanania pedangan, (Heritea (Heritea
arborescens) 83 % littoralis), littoralis)
83 % 83% ,98%
Keanekaragaman
1,24 1,06
jenis
1,07 1,47
Jenis dilindungi
C. Blok III (Labuan Lalang)
Hutan Mangrove :
Jumlah jenis 5 Jenis 6 Jenis - 5 Jenis
Jumlah dominan Buta-buta Buta-buta Buta-buta
(Exoecaria (Exoe-caria (Exoe-
agallaocha),8 agallaocha) caria
5% , 102 % agallaoc

104
ha), 131
Keanekaragaman 1,49 1,46 %
jenis 1,40
Jenis dilindungi
Hutan Musim :
Jumlah jenis 4 Jenis 6 Jenis 5 Jenis
Jumlah dominan Tembelekan Kalak, 63% Talok
(Lantana (Grewia
camara), koordersia),
80 % 85%
Keanekaragaman 1,33 1,66
jenis 1,50
Jenis dilindungi Asam
(Tamaridus)
Hutan Pantai :
Jumlah jenis 4 Jenis 3 Jenis 3 Jenis 5 Jenis
Jumlah dominan Krinyuh Dungun Dungun Dungun
(Eupatorium (Heritea (Heritea (Heritea
inulofolium), littoralis), 83% littoralis), littoralis)
80 % 136% ,98%
Keanekaragaman
jenis 1,33 1,07
Jenis dilindungi 1,06 1,47

2) Fauna

Jenis fauna endemik / dilindungi di kawasan TNBB yang sangat jarang

dan mendekati kepunahan yaitu burung Jalak Bali (Leucopsar

rothschildi). Menurut hasil sensus UPT Taman Nasional Bali Barat

(1995), dihutan alam populasinya hanya sekitar 27 ekor yang

penyebarannya berada di utara Blok II (Tanjung Kotal ).Sedangkan yang

berada di penangkaran Tegal Bunder sampai dengan Agustus 1997

berjumlah 40 ekor (UPT. TNBB, 1997). Jenis fauna lainnya yaitu burung

air seperti layang – layang asia (Hirundo ristica ) dan bondol jawa

(Lonchura leucogastroides) serta mamalia seperti monyet (Macaca

fascicularis), rusa timur (Cervus timorensis) dan kijang (Muntiacus

muntjak).

105
Tabel 8. Kondisi habitat, kelimpahan dan keanekaragaman jenis
dan tropik satwa liar.

No. Deskripsi Keterangan


A. Blok I (Gilimanuk)
1 Kualitas
. Habitat Tergolong hutan sekunder, karena adanya aktivitas
a Hutan pengambilan kayu untuk kayu bakar dan daun pidada
. Mangrove (Sonneratia alba) untuk pakan ternak.
Hamparan mangrove (R. Apiculata, R. Mucronata, R.
Stylosa, S. Alba, A. Marina, C. Decandra, dan C. Tagal)
disepanjang pantai merupakan habitat bagi jenis – jenis
burung air seperti (blekok, kuntul dan bangau tong-tong).
b Hutan Terdapat vegetasi lontar (B. Flaberifer) yang tumbuh
. savana secara mengelompok secara terpisah. Kondisi tumbuhan
bawah cukup terbuka, bahkan pada musim kemarau
mengering. Komposisi jenis satwa yang dijumpai yaitu
burung pemakan serangga dan pemakan madu.
2 Kelimpahan 18 burung (9 jenis termasuk dilindungi. Jenis burung
. Individu dan dominan yaitu kepinir rumah (Apus afinis) dan layang –
Keaneragam layang (Hirundo rustica) dengan kerapatan relatif (KR)
an Jenis 12,7%. Keanekaragaman jenis burung (H’) 1,22
Burung

3 Mamalia dan 2 jenis mamalia yaitu babi hutan (Sus scrofa) dan tikus
. Reptilia rumah (rattus rattus). Reptilia 2 jenis yaitu biawak
(Varanus salvator) dan kadal (Moubuya sp).

4 Tingkat Dari 22 jenis fauna (18 jenis burung, 2 jenis mamalia dan
. Tropik 2 jenis reptilia) terdiri atas 6 fishcivor, 3 carnivora, 5
gramnivora, 5 insecetivora, 2 nectivora dan 1 omnivora.

B. Blok II (Tanjung Kotal)


1 Kualitas Kondisinya cukup baik dan dapat mendukung kehidupan
Habitat burung air (seperti blekok dan raja udang) akan pakan,
Hutan tempat berlindung dan berkembang biak.
Mangrove
Hutan Musim Jenis tegakan yang dijumpai diantaranya talok, walikukun,
kesambi dan pilang. Kondisi habitat pada musim
kemarau sangat rawan bagi kehidupan satwa liar. Pohon
pilang merupakan jenis pohon yang menjadi tempat
bersarang burung Jalak Putih Bali.

2 Kelimpahan Pada hutan mangrove sekitar Teluk Terima terdapat 25


. Individu dan jenis burung (6 jenis diantaranya termasuk dilindungi).
Keanekaraga Jenis dominan burung layang – layang asia dan bondol
man Jenis jawa (KR 9,52%). H’ 1,34
Pada hutan mangrove sekitar Tanjung Kotal terdapat 27
jenis burung (7 diantaranya termasuk dilindungi). Jenis
dominan burung bondol jawa (KR 10,31%). H’ 1,31
Pada hutan musim terdapat 30 jenis burung (7 jenis
diantaranya termasuk dilindungi). Jenis dominan burung
jog-jog (KR 8,70%). H’ 1,41

106
3 Mamalia Pada hutan mangrove sekitar Teluk Terima dijumpai 2
. dan jenis mamalia (monyet ekor panjang dan babi hutan) dan
Reptilia 2 jenis reptilia (biawak dan kadal).
Pada hutan mangrove sekitar Tanjung Kotal dijumpai 5
jenis mamalia (rusa timor, kijang, monyet ekor panjang,
babi hutan dan tikus rumah) dan 1 jenis reptilia (kadal).
Pada hutan musim dijumpai 11 jenis reptilia (ular sanca,
kadal dan ular tanah). Monyet ekor panjang dijumpai
dalam bentuk kelompok dengan jumlah sekitar 12-30
ekor / kelompok.

4 Tingkat Pada hutan mangrove terdiri atas 5 fishcivora, 6


. Tropik gramnivora, 13 insectivora, 1 carnivora, 2 nectivora dan
2 omnivora.
Pada hutan musim 9 carnivora, 13 gramnivora, 15
insectivora, 2 nectivora, 2 omnivora dan 3 herbivora.
C. Blok III (Labuan Lalang)
1 Kualitas
. Habitat Merupakan lapisan tipis (5-100 m) dari Teluk Terima
a Hutan sampai dermaga Labuan Lalang . Dibeberapa lokasi
. Mangrove telah mengalami peralihan menjadi hutan pantai karena
pengaruh sedimentasi . Selain sebagai habitat beberapa
burung air, juga merupakan habitat alternatif monyet ekor
panjang , rusa dan kijang pada musim kemarau.

b Hutan Komunitasnya merupakan lapisan tipis (50-150 m)


. Pantai dibelakang hutan mangrove, ditumbuhi waru laut dan
ketapang. Karena tidak menggugurkan daunnya pada
musim kemarau, menjadikannya sebagai habitat alternatif
beberapa mamalia.

c Hutan Kondisinya merangas pada musim kemarau, sehingga


. Musim selain menjadi pembatas dalam mendukung kehidupan
satwa juga sangat rawan kebakaran hutan. Jenis yang
masih berdaun pada musim kemarau yaitu kesambi.

2 Kelimpahan Pada hutan mangrove terdapat 19 jenis burung (7 jenis


. Individu dan diantaranya termasuk dilindungi). Jenis dominan burung
Keanekaraga layang – layang asia (KR 12,82%). H’ 1,23
man Jenis Pada hutan pantai terdapat 15 jenis burung (4
Burung diantaranya termasuk dilindungi). Jenis dominan burung
bondol jawa (KR 10,87%). H’ 1,12
Pada hutan musim terdapat 28 jenis burung (8 jenis
diantaranya termasuk dilindungi). Jenis dominan adalag
burung layang – layang asia (KR 9,41). H’ 1,36

3 Mamalia Pada hutan mangrove terdapat 5 jenis mamalia (2 jenis


. dan diantaranya yaitu rusa timor dan kijang termasuk
Reptilia dilindungi). Jenis monyet ekor panjang mudah dijumpai
antara 20 – 35 ekor / kelompok. Reptilia dijumpai biawak
dan kadal.
Pada hutan pantai terdapat 9 jenis mamalia (4 jenis
diantaranya termasuk dilindungi) dan 1 jenis reptilia
(kadal). Monyet ekor [panjang sangat mudah dijumpai

107
40-60 ekor / kelompok di pinggir jalan propinsi.
Pada hutan musim terdapat 12 jenis Mamalia (7 jenis
diantaranya termasuk dilindungi) dan 4 jenis reptilia.
Monyet ekor panjang merupakan jenis yang mudah
dijumpai, sedangkan untuk banteng relatif sudah sulit
dijumpai.

4 Tingkat Dari 26 jenis satwa liar pada hutan mangrove terdiri atas
. Tropik 3 fishcivora, 7 gramnivora, 9 insectivora, 2 carnivora, 2
nectivora, 2 herbivora dan 2 omnivora.
Dari 25 jenis satwa liar pada hutan pantai terdiri atas 3
carnivora, 6 gramnivora, 7 insectivora, 2 nectivora, 2
omnivora, 2 fishcivora, dan 3 herbivora.
Dari 44 jenis satwa liar pada hutan musim terdiri atas 10
carnivora, 11 gramnivora, 15 insectivora, 2 nectivora, 2
omnivora dan 4 herbivora.

3) Biota Perairan.
Terumbu karang diperairan Teluk Terima sekitar areal kerja

Pengusahaan Pariwisata Alam (PPA) Blok II (Tanjung Kotal) dan III

(Labuan Lalang) tergolong dataran (reef flat), dan selanjutnya

mendekati ke arah Pulau Menjangan tergolong karang tepi / reef

edge ( WWF dan UNDP/FAO, 1980 ).Di perairan Teluk Terima dan

sekitar Pulau Menjangan teridentifikasi sekitar 45 jenis terumbu

karang, 32 jenis ikan karang dan 9 jenis moluska laut (Proyek

Pengembangan TNBB tahun 1996/1997). ( foto 6 ).

Foto 6. Terumbu karang di pulau Menjangan

108
.

Menurut laporan Balai Taman Nasional Bali Barat, WWF Bali dan

survey yang dilakukan PT. SBW (1998), hampir semua kawasan

perairan terkena hama mahkota berduri (Acanthester planci) dan

kondisi terumbu karang buruk, kecuali pada kawasan Tukad Saru yaitu

di bagian dalam dari Teluk Terima dan sekitar Tanjung Kotal.

Kawasan Tukad Saru mempunyai juvenille (permudaan )

yang jauh lebih tinggi dari pada kawasan lain, terutama Pulau

Menjangan. Berkaitan dengan rehabilitasi perairan TNBB, terutama

Pulau Menjangan sebagai tujuan wisata bahari utama, maka kawasan

Tukad Saru menjadi penting mengingat kemungkinannya atas oleh

kemiripan ekosistemnya, juga oleh banyaknya jenis ikan yang

ditemukan di

Pulau Menjangan, juga ditemukan di Tukad Saru. Banyaknya macam

Juvenille (permudaan) yang terdapat di Tukad Saru mempunyai jenis

yang sama dengan ikan dewasa di Pulau Menjangan.

Areal kerja Pengusahaan Pariwisata Alam (PPA) Blok I

(Gilimanuk) termasuk ke dalam daerah Aliran Sungai (DAS)

Penginuman Cekik, Blok II (Tanjung Kotal) termasuk DAS Prapat

109
Agung dan Blok III (Labuan Lalang) termasuk DAS Teluk Terima dan

Krapyak / Labuan Lalang ( lihat peta 5 dan 6 ).

Pola aliran sungai tergolong dendritik dan bersifat intermiten.

Sungai yang relatif cukup besar hanya terdapat di Blok III (Labuan

Lalang) yaitu Sungai Krapyak/Labuan Lalang; yang juga sebagai batas

alam dibagian sebelah timur dari Blok III (Labuan Lalang ). Debit

sungai Krapyak bagian Hulu 0,54 M3/ detik dan di bagian Hilir 0,79

M3/detik. Untuk Blok I (Gilimanuk) dan II (Tanjung Kotal) relatif hanya

terdapat drainase alami dan jauh dari sungai.

Sumber air bersih untuk Blok I dipasok dari PDAM Gilimanuk

sedangkan untuk Blok II (Tanjung Kotal) dan Blok III (Labuan Lalang)

diperoleh dari sumur bor Balai TNBB di Teluk Terima dengan debit

sekitar 2,5 liter/detik.Selain itu dapat memanfaatkan sumur

peninggalan zaman Belanda di kampung Sumber Batok, yang pada

musim kemarau tidak pernah kering (diameter sumur 1,5 M dengan

tinggi permukaan air dan kedalamannya sekitar 3 M).

d. Aksesibilitas
Aksesibilitas untuk menuju areal Pengusahaan Pariwisata Alam

(PPA) mudah, mengingat lokasinya tidak jauh dari jalan negara dan

propinsi maupun pelabuhan laut dan udara, kecuali untuk menuju Blok

II (Tanjung Kotal) dimana Waka Shorea Resort and Spa berada harus

melalui Blok III (Labuan Lalang) terlebih dahulu yaitu menggunakan

angkutan kapal motor atau speed boat melayari perairan Teluk Terima.

Pelabuhan laut terdekat yaitu pelabuhan penyeberangan ferry

ASDP Gilimanuk (+ 700 m disebelah barat dari Blok I), yang

110
menghubungkan Pulau Bali (Gilimanuk) dengan Pulau Jawa

(Ketapang Banyuwangi) sebanyak 16 trip / hari dan waktu tempuh + 1

jam.

Pelabuhan udara terdekat yaitu Bandara Ngurah Rai di Denpasar

yang merupakan bandara international (kelas 1) dan sebagai pintu

gerbang pariwisata ke Bali dan kepulauan Nusa Tenggara; dapat

didarati pesawat berbadan lebar (Boeing 747 dan Air Bus A300) dari

maskapai penerbangan domestik dan internasional.

Selanjutnya dari Denpasar perjalanan ke lokasi menggunakan

metode angkutan darat regular Denpasar – Gilimanuk atau kendaraan

charter melalui rute jalur utara dari Denpasar – Singaraja Blok III

(Labuan Lalang) berjarak + 160 km dengan waktu tempuh sekitar 4

jam.

Jalur selatan dari Denpasar – Negara – Gilimanuk – Blok I

(Gilimanuk) berjarak + 143 km dengan waktu tempuh sekitar 3,5 jam,

sedangkan untuk ke Blok III (Labuan Lalang) dari Denpasar – Negara

– Cekik – Blok III (Labuan Lalang) + 150 km.

Sarana dan prasarana pendukung kegiatan pariwisata telah cukup

tersedia di Gilimanuk, meliputi 2 bank, 5 hotel / losmen, 6 unit

homestay, 6 buah rumah makan, 6 unit art shop, pasar dan kelompok

pertokoan, 1 unit kantor pos, dan 2 unit wartel.

e. Demografi Masyarakat Sekitar TNBB

1). Kependudukan

111
Wilayah Kecamatan Melaya terdiri atas 10 Kelurahan / Desa,

dimana areal kerja Pengusahaan Pariwisata Alam (PPA) Blok I

termasuk wilayah Kelurahan Gilimanuk dengan 6.258 jiwa (1.409

KK), kepadatan penduduk 112 jiwa/km2. Sedangkan wilayah

Kecamatan Gerokgak terdiri atas 14 Desa, dimana areal kerja PPA

Blok II (Tanjung Kotal) dan Blok III (Labuan Lalang) termasuk ke

dalam wilayah Desa Sumber Klampok yang berpenduduk 2.143 jiwa

(567 KK), kepadatan penduduk 37 jiwa / KM2. (Tabel 9)

Tabel 9. Penduduk disekitar areal Pengusahaan Pariwisata Alam


(PPA)
Kelompok Umur Wilayah Kelurahan / Desa
Gilimanuk Sumber Pejarakan
(56,01 KM2) Klampok (39,6 KM2)
(39,8 KM2)
0 – 4 Tahun (Jiwa) 557 193 933
5 – 14 Tahun (Jiwa) 1592 552 2.057
15 – 59 Tahun (Jiwa) 3831 1301 4.185
Diatas 59 Tahun (Jiwa) 278 97 374
Jumlah Total (Jiwa) 6.258 2.143 7.549
Laki – laki 2.785 1.098 3.709
3.476 1.045 3.840
Perempuan
Kepadatan (Jiwa / KM) 112 54 190
Sumber : Monografi Desa

2). Pola Penggunaan lahan.

Penduduk di sekitar areal pengusahaan pariwisata alam

mengolah tanah secara tradisional dengan cara mencangkul dan

tanah garapan sistem tumpang sari yang diizinkan pada kawasan

112
hutan produksi terbatas dan hutan tanaman dengan sistem kontrak

kepada penduduk disekitar kawasan hutan pada Dinas Kehutanan

Propinsi Bali.

3). Kondisi Perekonomian.

Penduduk di sekitar areal kerja Pengusahaan Pariwisata Alam

(PPA) mayoritas bermata pencaharian di sektor pertanian (termasuk

nelayan dan peternakan), yaitu di desa Sumber Klampok 59,96 %

dan Desa Pejarakan 60,23 % , kecuali untuk di Kelurahan Gilimanuk

mayoritas di sektor niaga / perdagangan (69,09 %). Khusus untuk

penduduk Desa Sumber Klampok yang bermata pencaharian

sebagai petani, merupakan petani penggarap eks areal perkebunan

kelapa dan kapuk yang telah habis masa HGU-nya sejak tahun

1993. Di bawah tegakan kelapa juga ada yang ditanami mangga

oleh penduduk setempat. Sedangkan di kampung Pahlengkong dan

Goris (desa Pejarakan) yang merupakan petani eks margesaren

ada pertanaman anggur.

Aktivitas perekonomian non formal yang terkait dengan

kegiatan pariwisata yang berkembang di Gilimanuk dan Pejarakan

yaitu industri kecil / rumah tangga yang bergerak dibidang makanan

– minuman olahan dan kerajinan (logam dan Kayu). Pusat

pertumbuhan perekonomian terdekat yaitu pelabuhan Gilimanuk

serta Negara (ibukota Jembrana ) dan Singaraja (ibukota Buleleng ).

4). Pendidikan, Kesehatan dan Fasilitas Umum.

Penduduk di sekitar wilayah Pengusahaan Pariwisata Alam

113
Blok II dan III (Desa Sumber Klampok dan Pejarakan) tingkat

pendidikan relatif lebih daripada di sekitar Blok I (Kelurahan

Gilimanuk), meskipun fasilitas pendidikan dan aksesibilitas cukup

memadai. Sekolah yang tersedia di desa ini hanya sampai SMP,

sedangkan untuk SMK Kelautan ada di Desa Sumber Kelian 25 km dari

Desa Sumber Klampok, sedangkan SMK Kehutanan belum ada. Oleh

sebab itu karena wilayah desa ini berada di kawasan TNBB, Kepala

Desa mengharapkan dibangunnya SMK Kehutanan di desa mereka.

Status gizi dan kecukupan pangan untuk penduduk disekitar

areal kerja Pengusahaan Pariwisata Alam (PPA) Blok I (Gilimanuk)

relatif lebih baik dari pada yang disekitar Blok II (Tanjung Kotal) dan III

(Labuan Lalang). Hal tersebut tercermin dari hasil Susenas di wilayah

Kabupaten Buleleng terdapat rumah tangga yang tidak mengandung

iodium 47,96% dan kurang iodium (<30 ppm) sebesar 34,92%.

Rumah sakit terdekat di kabupaten Buleleng yaitu di Singaraja

(RSUD Singaraja, RS TNI AD, RSU Kartha Husada dan RSU Karya

Dharma Husada ), sedangkan untuk wilayah Kabupaten Jembrana

terdapat RSUD Negara di Negara Jembrana.

5). Budaya Masyarakat

Penduduk di sekitar areal kerja PPA dapat dikatakan

heterogen jika ditinjau dari etnis, agama, dan budayanya.

Berdasarkan etnis dalam jumlah besar terdiri atas etnis Bali, Jawa,

114
Madura, dan. Lombok yang telah hidup berdampingan dalam.

suasana harmonis. Penduduk pendatang di desa Sumber Klampok

dan Pejarakan yang telah mencapai hampir selama tiga

generasi, awalnya merupakan tenaga kerja yang didatangkan

pada jaman Belanda untuk dipekerjakan di perkebunan (kelapa dan

kapuk), dan sebagai petani pengontrak (magersaren). Pola pemukiman

antara penduduk etnis Bali dan penduduk pendatang adalah

mengelompok secara terpisah. Di desa Sumber Klampok penduduk

etnis Bali dari Karang Asem bermukim di Kampung Sumber Batok,

dan pendatang dari Madura dan Banyuwangi bermukim di

Kampung Sumber Klampok dan Tegal Bunder. Penduduk pendatang

dari Karang Asem dan Lombok bermukim di Kampung Goris dan

Pahlengkong. Tetapi untuk Kelurahan Gilimanuk, pola

pemukimannya telah membaur. Adat istiadat yang berlaku sangat

erat kaitannya dengan norma agamna Hindu yang dianut mayoritas

penduduk.

Masyarakat Bali sangat percaya kepada karma-phala, artinya

kalau kita dapat membuat orang lain ikut menikmati hidup ini maka

hidup kitapun akan lebih bermakna. Selain itu juga dikenal konsep

Tri Hita Karana yaitu tiga penyebab kesejahteraan yaitu hubungan

yang selaras, serasi, dan seimbang dengan Tuhan / Sang Hyang

Wiidhi Wasa ( Parahyangan ), dengan sesama manusia (Pawongan)

dan dengan lingkungan hidup (Palemahan). Heterogenitas etnis dan

adanya perbedaan norma dan kebiasaan yang berlaku tersebut tidak

menutup terjadinya kontak sosial dengan masing – masing tetap

115
menghormati, misal pada saat berlangsungnya Nyepi Tahun Baru

Saka. Konflik SARA tidak pernah terjadi.

2. Dasar–Dasar Kebijakan untuk Evaluasi Kebijakan Kemitraan PPA

TNBB

Dasar evaluasi kebijakan kemitraan mengacu kepada data sekunder,

yaitu dokumen berikut ini:

 Keputusan Menteri Kehutanan no 184 / Kpts – II / 1998 tentang

Pemberian Izin Pengusahaan Pariwisata Alam kepada PT.Shorea

Barito Wisata Pada Sebagian Zona Pemanfaatan Taman Nasional Bali

Barat.

 Rencana Karya Lima Tahun Pengusahaan Pariwisata Alam ( RKL-PPA

) Tahap kedua, periode 1 April 2003 – 31 Maret 2008, dimana rencana

ini dijabarkan ke dalam Rencana Karya Tahunan.

 Rencana Karya Tahunan Pengusahaan Pariwisata Alam ( RKT-PPA )

Tahap : VI (1 Januari – 31 Desember 2003 ), VII ( 2004 ) VIII ( 2005 ),

IX ( 2006 ), X ( 2007), dan XI ( 2008 ).

 Laporan Hasil Monitoring dan Evaluasi Pengusahaan Pariwisata Alam

tahun 2003 – 2008.

 Ringkasan Eksekutif Analisa Dampak Lingkungan ( ANDAL )

Pengusahaan Pariwisata Alam PT. Shorea Barito Wisata pada Zona

Pemanfaatan Taman Nasional Bali Barat di Kabupaten Dati II

Jembrana dan Buleleng Propinsi Bali ( Maret 1998 ).

 Kebijakan umum dan kebijakan operasional perusahaan.

Kebijakan Umum Perusahaan

116
Dalam pelaksanaan kegiatan pengusahaan pariwisata alam, PT.

Shorea Barito Wisata menetapkan kebijaksan umum perusahaan sebagai

berikut

(1) Mendukung pembangunan bidang ekonomi sektor kehutanan melalui

pengembangan dan pengusahaan pariwisata alam pada obyek wisata

alam dalam menjadikan pariwisata sebagai sektor andalan dalam arti

luas yang mampu menjadi salah satu penghasil devisa, mendorong

pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan daerah,

memberdayakan perekonomian masyarakat, memperluas lapangan

kerja dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan pengenalan dan

pemasaran produk nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

masyarakat dengan tetap memelihara kepribadian bangsa, nilai-nilai

agama, serta kelestarian fungsi dan kualitas lingkungan hidup.

(2) Investasi pengusahaan pariwisata alam yang akan dilakukan memiliki

tiga kepentingan yang akan dipadukan, yaitu antara (a) kepentingan

konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya, (b) pendidikan

lingkungan, dan (c) upaya -peningkatan manfaat ekonomi sumber daya

hutan bagi kepentingan dunia usaha. Kepentingan konservasi sumber

daya alam dan ekosistem merupakan faktor dominan yang menjadi

perhatian dalam pendayagunaan potensi alam yang lestari dan

berkelanjutan, sebagai daya tarik wisatawan untuk berkunjung.

(3) Pembangunan dan pengembangan obyek wisata alam melalui upaya

pemanfaatan tidak lepas kaitannya dengan pengembangan obyek-

obyek wisata di sekitamya sebagai satu kesatuan subsistem yang

terpadu.

117
(4) Sistem pengusahaan ditekankan pada upaya penentuan jasa layanan

wisata alam dan lingkungan hidup, kelestarian sumber daya alam

hayati dan ekosistem, serta pengembangan sosial ekonomi dan budaya

setempat.

(5) Pembangunan fasilitas pelayanan jasa pariwisata alam didasarkan atas

pertimbangan berbagai aspek dan kepentingan, yaitu meliputi rencana

tata letak (site plan), desain dan konstruksi bangunan ditekankan

dengan keserasian lingkungan, corak dan bentuk bangunan bercirikan

arsitektur daerah setempat, serta bentuk bangunannya dengan system

semi permanent

(6) Setiap tahun dilakukan evaluasi terhadap seluruh aspek kegiatan

wisata alam, baik dari segi kelestarian sumber daya alam dan

ekosistem maupun jenis kegiatan dan produk usaha wisata alam

berdasarkan data hasil pemantauan yang dilakukan secara berkala. Hasil

evaluasi akan digunakan untuk menetapkan strategi dan perencanaan

pengusahaan pada tahun- tahun berikutnya.

Kebijaksanaan Operasional

(1) Menjalankan usaha sesuai dengan norma-norma dan tata cara

pengusahaan pariwisata alam yang teiah ditetapkan dalam peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

(2) Kegiatan pengembangan dan pengelolaan potensi obyek wisata alam

akan diserasikan dengan situasi dan. kondisi alam setempat dan

tetap berpedoman pada asas perlindungan, pelestarian dan

pemanfaatan sehingga upaya pelestarian fungsi kawasan dan

pelestarian usaha dapat terjamin.

118
(3) Pengembangan dan pengelolaan potensi obyek wisata alam didasarkan

kepada p e r e n c a n a a n t e r p a d u d e n g a n R K T- T N B B , d a n p o l a

pembangunan regional/wilayah sehingga membawa konsekuensi

keterpaduan usaha secara aktif terhadap gerak pembangunan daerah

di Propinsi Bali pada umumnya serta Kabupaten Buleleng dan

Jembrana pada khususnya.

(4) Pengembangan dan pengelolaan obyek wisata alam akan dilakukan

secara khusus dan professional untuk mencegah penurunan kualitas

kawasan obyek wisata alam sebagai bagian dari kawasan pelestarian

alam.

(5) Kegiatan wisata yang merupakan pengelolaan aktivitas pengunjung

dalam kaitannya dengan kegiatan pembangunan konservasi sumber daya

alam hayati

3. Struktur Organisasi PT. Shorea Barito Wisata

Struktur organisasi PT. Shorea Barito Wisata dalam PPA pada sebagian

zona pemanfaatanTNBB adalah seperti pada gambar 3.

Gambar 3. Struktur Organisasi PT. Shorea Barito Wisata

119
Dewan Dinas
Direktur
Komisaris /Instansi
Utama

Direktur
Direktur Operasional Direktur

Manager Perwakilan Bali

Manager Supervisor
Operasi Administrasi

Wakil Manager Operasi


Administrasi Keuangan

Kegiatan / Paket
Reservasi

Tata Graha Keteknisan / Perawatan

Tata Boga
Pengamanan/ Perlindungan

Pengendalian Lingkungan

C. Analisa Dan Pembahasan

120
Pada observasi lapangan dilakukan tinjauan langsung ke dua dari

tiga wilayah PPA PT. Shorea Barito Wisata ( PT. SBW ) yaitu Blok II

( Tanjung Kotal ) dimana terdapat Waka Shorea Resort and Spa ( peta 3,

foto 7,8 ) dan Blok III ( Labuan Lalang ) dimana terdapat area dermaga /

jetty. Blok II dan III berada di kabupaten Buleleng sedangkan Blok I

( Gilimanuk ) tidak dikunjungi karena belum dikembangkan dan hanya

berupa lahan kosong. Pembahasan masalah akan difokuskan kepada

pelaksanaan kebijakan kemitraan PPA TNBB di kabupaten Buleleng

terkait pembangunan ekonomi, aspek sosial termasuk pemberdayaan

masyarakat dan pelestarian lingkungan hidup dalam mewujudkan

pembangunan berkelanjutan.

Foto 7. Waka Shorea Resort and Spa

121
Foto 8. Pantai di Waka Shorea Resort and Spa

Dengan mengacu kepada prinsip kemitraan menurut good

governance versi Bappenas, maka akan dievaluasi juga apakah kedua

pihak yang bermitra, yaitu Departemen Kehutanan dan PT. SBW sudah

memiliki perilaku kunci selalu organisasi, seperti yang dinyatakan dalam

kemitraan versi Bappenas, ( Bappenas 2007 : 106 ) yaitu :

1. Mengidentifikasi kebutuhan bekerja sama, dengan cara menganalisa


organisasi dan unit kerja untuk mengidentifikasi hubungan kunci /
penting yang perlu diciptakan atau diperbaiki untuk mencapai
sasaran unit kerja
2. Mengembangkan peluang bekerja sama, dengan saling bertukar
informasi dengan unit kerja yang berpotensi untuk Baling bekerja
sama guns mengklarifikasi manfaat kerja sama dan permasalahan
yang mungkin timbul saat bekerja sama; bersama-sama menentukan
ruang lingkup dan harapan dari kerja sama yang akan dijalin
sehingga kebutuhan masing-masing pihak dapat terpenuhi
3. Merumuskan rencana kegiatan untuk mewujudkan sasaran bersama;
membuat kesepakatan tentang tanggung jawab dan dukungan
yang diperlukan masing-masing pihak
4. Menomorduakan sasaran unit kerja dengan memberikan prioritas
yang lebih tinggi pada sasaran organisasi dibandingkan dengan
sasaran unit kerja; mengantisipasi pengaruh kegiatan dan

122
keputusan unit kerja terhadap pihak lain (partner); mempengaruhi
pihak lain untuk memberi dukungan terhadap kerja sama
5. Memonitor kerja sama, dengan mengimplementasi cara - cara yang
efektif untuk memonitor dan mengevaluasi proses kerja sama dan
pencapaian sasaran bersama

1. Peran Balai TNBB Dalam Pengusahaan Pariwisata Alam TNBB.

Pelaksanaan kebijakan kemitraan dari Departemen Kehutanan ini di

daerah dilaksanakan oleh Balai TNBB, yang dikepalai oleh drs. Bambang

Darmadja. ( foto 9 ).

Foto 9. Kepala Balai TNBB drs. Bambang Dharmadja ( kiri)

Dalam hal ini Balai TNBB melakukan kemitraan dengan PT. SBW

dalam berbagai bidang sebagai berikut :

• Balai TNBB setiap tahun melakukan monitoring dan evaluasi tertulis

mengenai implementasi Pengusahaan Pariwisata Alam ( PPA) setiap

bulan Nopember yang kemudian dilaporkan ke Departemen

Kehutanan. Untuk itu team Balai TNBB turun ke lokasi tempat PPA

123
untuk melakukan monitoring dan evaluasi dari Rencana Karya

Tahunan ( RKT ) yang sudah dibuat oleh pengelola PPA termasuk PT.

SBW dan dikirimkan kepada Departemen Kehutanan.

• Dalam pelestarian lingkungan hidup, Balai TNBB bermitra dengan PT.

SBW dalam program pembersihan pantai dimana lokasi pantai

berganti – ganti di sekitar obyek wisata termasuk di P. Menjangan. Hal

ini juga dikonfirmasi oleh Kepala Balai TNBB bahwa Clean Up pantai

dilakukan bersama dengan para stakeholder termasuk PT. SBW dan

LSM seperti misalnya WWF, terutama di lokasi diving di Pulau

Menjangan yang menjadi area pengawasan Balai TNBB. Jadi pihak

perusahaan serta WWF bertindak sebagai penyandang dana. Selain

itu dalam upaya konservasi, Balai TNBB juga memberikan pembinaan

kepada generasi muda, bekerjasama dengan LSM PILANG melalui

pendidikan konservasi kepada anak tingkat sekolah dasar, jambore

konservasi, serta pelatihan kader konservasi.

Selain itu Balai TNBB tergabung dalam Forum Komunikasi

Masyarakat Peduli Pesisir (FKMPP ) dimana seluruh stakeholder TNBB

termasuk PT. SBW. Untuk itu dilakukan patroli laut bersama yang

dimaksudkan untuk menangkap para nelayan yang menangkap ikan

dengan menggunakan bom ikan, yang berdampak rusaknya koral dan

taman laut di perairan TNBB. Hal tersebut dikonfirmasikan pula oleh

Kepala Balai TNBB yang menyatakan bahwa dalam satu kali patroli laut

menggunakan kapal cepat Balai TNBB, dana yang dihabiskan Rp.

750.000, dengan jumlah personil 6 orang. Oleh sebab itu patroli

dilakukan bilamana ada dukungan dana dari pihak swasta / LSM.

124
Selain dengan PT. SBW, dalam upaya pelestarian

lingkungan hidup khususnya pelestarian curik Bali, maka Balai

TNBB juga melakukan kemitraan dengan Asosiasi Pelestari Curik

Bali (APCB) Balai TNBB melakukan kemitraan dalam pelestarian curik Bali

dimana pihak APCB menyediakan curik Bali yang hendak ditangkar, dan Balai

TNBB menyediakan sarana berupa sangkar, pakan dan tenaga SDM untuk

memelihara dan menangkar burung tersebut untuk kemudian dilepas liarkan

kembali ke alam bebas ( foto 10 ).

Foto 10 . Kandang pelepasliaran curik Bali di Teluk Brumbun, Buleleng.

Kepala Balai TNBB menginformasikan bahwa upaya penangkaran

dimaksudkan untuk menurunkan harga curik Bali di pasaran gelap yang

sekarang mencapai Rp. 30 juta per pasang menjadi Rp. 5 juta per

pasang. Untuk itu di Balai TNBB sendiri dilakukan upaya pelestarian

Curik ( jalak ) Bali baik insitu, di dalam kawasan TNBB di mana burung ini

125
tidak boleh diperjualbelikan, maupun eksitu ( di luar kawasan ), dimana

masyarakat yang berminat untuk menangkar curik Bali dapat

mengajukan ijin kepada Departemen Kehutanan yang nantinya melalui

Balai TNBB akan memberikan bibit curik Bali ( F1) untuk ditangkarkan,

dan haislnya ( F2, F3 dan seterusnya ) dapat dijual. Dengan demikian

pencurian curik Bali akan berkurang. Curik Bali atau Jalak Bali dikenal

sebagai maskot Pulau Bali, namun keberadaannya kini cukup

memprihatinkan, karena populasinya yang kian hari kian menurun. Hal

itu disebabkan oleh rusaknya habitat Curik Bali dan kelangkaan air

tawar akibat sering terjadinya perambahan kawasan hutan, pencurian

kayu, serta gangguan masyarakat yang berada di sekitar TN Bali Barat.

• Untuk menjaga keamanan hutan, dibentuk satuan pengamanan

terpadu antara tenaga keamanan dan pegawai bidang konservasi dari

Waka Shorea dengan Polhut Balai TNBB ( foto 11 ) yang melakukan

patroli bersama di wilayah yang rawan terhadap gangguan keamanan.

Tenaga keamanan dari PT SBW ( Waka Shorea Resort and Spa )

dilatih oleh Balai TNBB serta kepolisian dan mendapat pengetahuan

baik mengenai cara pengamanan kawasan TNBB di hutan, di laut

maupun juga pencegahan dan penanggulangan kebakaran.

• Balai TNBB juga mendidik para karyawan Waka Shorea Resort and

Spa sebagai pemandu wisata alam TNBB dan disertifikasi. Selain itu

Balai TNBB juga mempunyai pemandu wisata alam sendiri, yang

direkrut dari masyarakat sekitar TNBB. Selain pemandu di hutan TNBB,

masyarakat juga dididik menjadi pemandu diving, mengingat Pulau

126
Menjangan yang menjadi wilayah Balai TNBB terkenal sebagai lokasi

diving.

Foto 11. Polisi hutan Balai TNBB di Resort Teluk Brumbun,

kabupaten Buleleng.

Lebih lanjut, Kepala Balai TNBB menjelaskan bahwa :

Sejak tahun 2008, dilakukan sertifikasi untuk pendidikan pemandu


wisata TNBB. Sampai sekarang ( Juli 2009 ) sudah 30 orang yang
disertifikasi dan setiap tahun dilakukan diklat, pelatihan – pelatihan dan
updating pengetahuan tentang kebijakan baru, teknologi dan
perkembangan terbaru. Mereka diberi seragam biru, dan mampu
berbahasa Inggris dengan belajar secara autodidak serta diberikan
pelatihan bahasa Inggris juga dengan kerjasama dengan Dinas
Pariwisata. Khusus untuk kegiatan pemanduan, bilamana ada
kunjungan dari luar yang membawa pemandu sendiri, maka tetap
harus menyewa pemandu wisata alam dari Balai TNBB, dengan
demikian kita dapat memproteksi periuk nasi para pemandu ini. Dan
dari hasil memandu, mereka bisa menyekolahkan anaknya dan
menghidupi keluarganya.

• untuk menanggulangan kebakaran hutan, tenaga keamanan Waka

Shorea Resort and Spa dilatih oleh polisi hutan Balai TNBB sebagai

127
tenaga SATGASDAMKAR (Satuan Tugas Pemadam Kebakaran ) ,

dengan pembekalan teori maupun praktek. Tiap tahun dilakukan diklat,

penyegaran termasuk praktek di lapangan.

• Menerima dan memandu para tamu Waka Shorea Resort and Spa

yang berkunjung ke wilayah Balai TNBB.

• Dalam upaya penegakan hukum, Balai TNBB bekerja sama dengan

semua stakeholder dan kepolisian setempat dimana pelanggar hukum

yang ditangkap baik oleh polisi hutan sendiri, masyarakat maupun

mitra swastanya termasuk PT. SBW ( Waka Shorea Resort and Spa )

akan diproses dan diserahkan kepada pihak kepolisian setempat.

Dikatakan oleh Kepala Balai TNBB bahwa

Tingkat kepatuhan masyarakat lokal di sekitar TNBB mengenai upaya


pelestarian alam di atas 70%, dan hal tersebut karena adanya
pendidikan dan pembinaan dari pihak Balai TNBB juga, selain dari
filosofi Hindu Trihita Karana yang salah satunya mengandung arti
keharmonisan antara manusia dengan alam sekitarnya. Justru
ketidakpatuhan seperti pencurian kayu, pengeboman ikan, datangnya
dari masyarakat luar Bali, mengingat lokasi TNBB di Gilimanuk yang
dekat dengan Banyuwangi.

Hal ini dikonfirmasi oleh Klian Desa Pakraman (kepala desa adat )

Sumber Klampok ( foto 12) yang menyatakan bahwa :

Pelanggaran tidak banyak dilakukan oleh masyarakat desa setempat,


justru masyarakat dari luar desa ( karena sudah dekat dengan
Banyuwangi ) yang sering tertangkap basah melakukan pelanggaran
pada saat dilakukan patroli ( darat dan laut ), seperti pencurian kayu
api untuk kayu bakar karena gas elpiji sekarang mahal dan langka,
penangkapan ikan dengan bom ikan, perburuan hewan liar seperti curik
Bali, ayam hutan, rusa, dan lain – lain. Sedangkan dari segi hukum
adat, dalam awig – awig adat, dicantumkan juga pasal terkait dengan
pelestarian lingkungan, dimana penduduk desa harus ikut memelihara
kelestarian TNBB, sebagai pelaksanaan dari filosofi Hindu Tri Hita
Karana, yaitu adanya keharmonisan antara manusia dan alam
sekitarnya. Selain itu TNBB merupakan hal yang harus diwariskan
kepada generasi mendatang. Awig – awig lingkungan ini sangat ditaati

128
oleh warga Hindu, sedangkan masyarakat non Hindu juga menghormati
awig – awig ini.

Foto 12. Kepala Desa Sumber Klampok (no 2 dari kiri ), Klian Desa
Pakraman ( no 3 dari kiri ) dan stafnya di Kantor Kepala Desa.

Selanjutnya agar masyarakat tidak merambah hutan untuk mencari

pakan ternak pada musim kemarau, Kepala Desa Sumber Klampok

menginformasikan bahwa Departemen Pertanian dan Peternakan

membantu dengan program Program Hijauan Makanan Ternak ( HMT )

yaitu penanaman rumput sebagai pakan ternak di lahan tidur. Ini

merupakan realisasi usulan Kepala Desa pada saat musrenbang yang

lalu.

Polisi hutan yang ditemui di Teluk Brumbun, Buleleng, yang

merupakan wilayah Balai TNBB mengatakan ada hal yang sering

mengecewakan dalam eksekusi hukuman bagi para pelanggar hukum,

129
dimana seringkali tidak sesuai dengan makna konservasi dan upaya

yang sudah dilakukan. Sebagai contoh pernah terjadi pencurian kayu

untuk dibuat bonsai, sampai di meja hijau, hakim hanya menilai

berdasarkan nilai kayu yang dicuri, tanpa mempertimbangkan nilai

konservasinya. Dan pelanggar hanya dikenakan hukuman 2 bulan 8

hari. Padahal untuk menangkapnya diperlukan upaya pengintaian

sampai 3 bulan. Pencurian burung jauh berkurang karena adanya isu

flu burung. Lebih jauh Klian adat Desa Pakraman tersebut

menambahkan bahwa :

Dari segi adat, ada denda Rp. 100.000 bagi pelanggar, dan diarak
keliling desa diiringi pukulan gong. Dari segi hukum, pelanggar disuruh
membuat surat pernyataan dan menandatanganinya. Apabila
kedapatan berbuat lagi, maka akan diserahkan kepada Balai TNBB
untuk diproses lebih lanjut. Namun bila yang menangkap adalah pihak
Balai TNBB, maka akan diproses lebih lanjut dan masyarakat desa
menyerahkan sepenuhnya kepada kebijakan Balai TNBB terhadap si
pelanggar.

2. Peran PT. SBW dalam Kemitraan Pengusahaan Pariwisata Alam

TNBB dalam Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan

a. Peran PT. SBW dalam Pembangunan Ekonomi

(1). Pelaksanaan Pembangunan Sarana dan Prasarana di TNBB

Sesuai dengan ijin PPA yang diberikan kepada PT.

Shorea Barito Wisata ( Keputusan Menteri Kehutanan Nomor

184/Kpts-11/1998 tanggal 27 Februari 1998), kegiatan wisata

alam dilaksanakan di darat dan perairan laut sekitarnya

yang termasuk zona pemanfaatan TNBB, serta

130
penyediaan fasilitas dan jasa yang berhubungan dengan

kegiatan wisata alam sesuai dengan daya dukung alam. Areal

kerja PPA terdiri atas 3 (tiga) blok dengan luas total + 292 Ha,

( peta 4 ) dan aktivitas wisata, bahari di perairan Teluk Gilimanuk,

Teluk Trima dan sekitar Pulau Menjangan yang termasuk zona

pemanfaatan TNBB. Berdasarkan potensi dan jenis kegiatan

yang akan diusahakan, kawasan tersebut akan dibagi menjadi

beberapa sub blok wilayah pengembangan sebagai berikut :

Sub blok penyangga / perlindungan.

Wilayah ini diperuntukkan sebagai kawasan penyangga guna

mengatur hidrologis ( sempadan sungai, sempadan pantai dan

areal berlereng), dan pelestarian flora dan fauna, termasuk

sempadan batas areal kerja PPA dengan zona inti dan zona

rimba TNBB. Di dalam kawasan ini hanya dapat dilakukan

aktivitas terbatas untuk kepentingan penelitian ilmiah dan

teknologi, pendidikan konservasi , dan Photo hunting yang

dalam pelaksanaannya didampingi oleh pemandu atau

petugas yang ditunjuk. Luas sub blok penyangga di Blok I

/Gilimanuk yaitu 98.379 m2, blok II Tanjung Kotal 1.845.323 m2,

dan blok III / Labuhan Lalang 961.882 m2.

Sub Blok Pengembangan Sarana dan Prasarana:

Wilayah ini diperuntukkan sebagai lokasi tapak sarana dan

prasarana obyek wisata alam, serta penyelenggaraan kegiatan

wisata alam lainnya dengan luas masing – masing blok yaitu

131
621 m 2 (0.62% ) di Blok I Gilimanuk, 4.677 m 2
(0.25%) di Blok II

Tanjung Kotal dan 8.118 m2 (0,84 %) di Blok III Labuhan Lalang

atau secara keseluruhan sebesar 0,46 % dari total areal kerja

PPA.. Sesuai dengan penjelasan PP 18 tahun 1994 tentang

Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman

Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam, maka

pembangunan saran prasarana di TNBB hanya maksimal 10%

dari luas kawasan PPA, untuk mencegah kerusakan dan

mempertahankan kesan alami kawasan TNBB.

Sub Blok Wisata Bahari

Wilayah zona pemanfaatan perairan TNBB di Teluk

Gilimanuk, Teluk Trima dan sekitar Pulau Menjangan berada

di luar areal kerja PPA, tetapi termasuk kawasan untuk

menyelenggarakan kegiatan wisata alam di laut. Kegiatan wisata

alam yang akan dilaksanakan yaitu berperahu , memancing,

scuba diving dan snorkling. Potensi wisata alam yang ada di

wilayah PPA TNBB dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 10. Potensi Wisata Alam di wilayah PPA TNBB


No Obyek Wisata Wilayah PPA
I II III
Di Dalam wilayah PPA
1 Formasi hutan Hutan Mangrove dan Hutan Mangrove Hutan Mangrove, Hutan
Hutan Savana dan Hutan Musim Pantai dan Hutan
.
Musim

2 Panorama Alam Nilai estetika areal yang Nilai estetika areal yang menghadap ke
menghadap ke perairan perairan Teluk Terima dan pemandangan
.
Teluk Gili-manuk dan Pulau Menjangan dari kejauhan.
peman-dangan Pulau
Kalong, Pulau Burung dan
Pulau Gadung.
3 Keanekaragaman Kelimpahan dan keaneka- Selain burung air, Kelimpahan dan
Satwa Liar ragaman burung air rusa timor, kijang keanekaragaman
.
dan monyet ekor burung air, rusa
panjang, juga timor, kijang dan

132
sebagai wilayah monyet ekor
teritori Jalak Putih panjang.
Bali.

Disekitar wilayah PPA (zona pemanfaatan TNBB) yang menjadi areal kegiatan
A Wisata Bahari

1 Rekreasi/ Perairan Teluk Gili-manuk Perairan Teluk terima dan disekitar


Wisata yang tenang dan dangkal Pulau Menjangan dengan
.
Pendidikan untuk bersampan keragaman ikan dan terumbu
/berperahu karang,untuk berperahu,memancing
scuba diving, snorkling.
Sumber : RKPA PT. Shorea Barito Wisata jangka waktu 1998 s/d
2027 (PT. SBW, 2007)

Untuk mengoptimalkan potensi ekowisata tersebut maka dilakukan


pembangunan sarana prasarana, dimana PT. SBW melakukan
investasi sendiri, tidak ada kemitraan dengan Departemen
Kehutanan dalam hal ini. Pembangunan difokuskan di Blok II
( Tanjung Kotal ) dan Blok III ( Labuan Lalang ) mengingat bahwa
kedua blok tersebut merupakan lokasi wisata yang paling potensial,
dimana lokasi Waka Shorea Resort and Spa berada di Labuan
Lalang. Sedangkan di Blok I Gilimanuk, belum ada pembangunan
seperti yang direncanakan, karena keterbatasan dana. Jenis
kegiatan dan produk usaha yang akan dan sudah dikembangkan
adalah seperti tampak pada tabel di bawah ini.

Tabel 11.Jenis kegiatan dan produk usaha yang akan dan sudah
dikembangkan.
Lokasi Jenis Kegiatan Produk Usaha
wilayah PPA

Blok I Akan dikembangkan : Jasa sewa


Wisata alam bahari dan wisata alam sarana
(Gilimanuk) rekreasi/wisata
pendidikan / ilmiah di dukung wisata
paket budaya sebagai paket wisata di luar bahari.
kawasan TNBB, dengan bentuk Jasa sarana
kegiatannya : wisata
Rekreasi di alam terbuka / tracking / ilmiah/pendidik
berkemah / lintas alam. an
Rekreasi bahari bersampan dan Jasa sarana
berperahu. wisata budaya
Jasa penjualan

133
Pengamatan flora-fauna makanan/minuman dan
beserta
lingkungannya, dan souvenir.
pendidikan
konservasi.

Blok II  Jasa sewa


Wisata alam bahari dan wisata sarana rekreasi
(Tanjung Kotal)
pendidikan/ilmiah yang didukung wisata / wisata bahari
paket budaya sebagai paket wisata diluar
kawasan TNBB, dengan bentuk  Jasa sarana
kegiatannya : wisata ilmiah /
 Rekreasi di alam terbuka / berkemah / pendidikan
lintas alam / tracking.
 Rekreasi bahari bersampan /  Jasa sarana
berperahu, memancing, scuba diving wisata budaya
dan snorkling.
 Pengamatan flora-fauna beserta  Jasa penjualan
lingkungannya dan pendidikan makanan/minu
konservasi. m

an dan souvenir.

Blok III Wisata alam/bahari dan wisata pendidi-


kan /ilmiah yang didukung wisata paket • Jasa sewa
(Labuan Lalang)
budaya sebagai paket wisata diluar sarana rekreasi
kawasan TNBB, dengan kegiatannya : / wisata bahari
• Rekreasi di alam terbuka/ berkemah/ • Jasa sarana
lintas alam / tracking wisata ilmiah /
• Penyelenggaraan konvensi /lokakarya pendidikan
/rapat dinas sambil berekreasi untuk • Jasa sarana
menghilangkan kejenuhan / keletihan. wisata budaya
• Rekreasi bahari bersampan/ • Jasa penjualan
berperahu, memancing scuba diving makanan /
dan snorkling. minuman dan
• Pengamatan flora-fauna, lingkungan souvenir.
dan pendidikan konservasi.
Sumber : RKPA PT. Shorea Barito Wisata jangka waktu 1998 s/d 2027 (PT.
SBW, 2007)

Sampai tahun 2009, fasilitas yang ada di Waka Shorea Resort and

Spa adalah 14 vila dan dua lanai, satu meeting room kecil, satu spa,

satu restoran dan satu pusat aktivitas. Harga dengan harga kamar

cukup mahal untuk ukuran turis domestik yaitu USD 180, oleh sebab

itu pengunjung resort 95% adalah orang asing khususnya orang

Eropah, yang mengenal Waka Shorea Resort and Spa dari

rekomendasi biro perjalanan mereka, dengan rata – rata masa

134
tinggal 2 hari. Lokasi dan konsep Waka Shorea cocok untuk kegiatan

menyepi, karena tidak ada fasilitas telpon, wifi hanya ada di

restoran, dan tidak ada TV. Pantainya tenang dan tidak terpolusi,

tanpa ada pedagang asongan. Jetski tidak ada karena akan

menimbulkan noise bagi pengunjung lain. Sedangkan di Blok I

Gilimanuk dan Blok III Labuan Lalang belum dibangun akomodasi

sekalipun ada rencana pembangunan camping ground di Blok I

karena dari studi kelayakan dinilai belum memadai secara bisnis.

Apalagi dengan kondisi krisis global seperti ini, maka perencanaan

yang memakan investasi besar terpaksa ditunda. Dari direktur PT.

SBW ( foto 13 ) diperoleh informasi bahwa untuk mengantisipasi

potensi diver yang sekarang lebih banyak menginap di pantai

Lovina, maka PT. SBW berniat mencari mitra untuk membangun

sekitar 20 diving lodge di Blok II Labuhan Lalang di area penerimaan

( jetty ) yang akan dipasarkan dengan harga lebih terjangkau, antara

USD 60-80.

Foto 13. Direktur PT. Shorea Barito Wisata Ir. Iwan J. Prawira

( kanan )

135
Dengan demikian kawasan laut di sekitar TNBB dapat pula

dipromosikan di luar negeri sebagai kawasan diving yang tentunya

akan membuat nilai tambah bagi PT.SBW pada khususnya dan

TNBB pada umumnya.

Belum pulihnya efek bom Bali serta terkendala akibat krisis

global yang melanda dunia dewasa ini, serta isu flu burung dan flu

babi menyebabkan tertundanya renovasi bangunan dan

pengembangan resort ini. Industri pariwisata merupakan industri

yang rawan isu, baik dari segi keamanan maupun kesehatan, oleh

sebab itu peran pemerintah dalam hal ini Depbudpar dan Depkes

besar dalam menangani hal – hal semacam ini.

(2) Pengembangan Kepariwisataan

Untuk memperkenalkan TNBB kepada masyarakat nusantara serta

masyarakat dunia, serta meningkatkan tingkat hunian di Waka Shorea

136
Resort and Spa, maka PT. SBW melakukan kegiatan promosi dan

pemasaran melalui brosur, slide video / film, dan billboard, promosi media

elektronik / cetak mengikuti event seminar, lokakarya / pameran dan expo

kepariwisataan yang dilaksanakan oleh Dinas Pariwisata dan BPPI

( Badan Promosi Pariwisata Indonesia ). Kerjasama usaha dilaksanakan

dengan whole saler travel serta agen perjalanan yang tergabung dalam

ASITA (Association of The Indonesia Tours and Travel Agencies) untuk

memasukkan paket ekowisata TNBB dalam paket wisata Bali ( contoh

paket wisata bahari ke perairan Teluk Trima – P Menjangan dan kawasan

TNBB lain ), paket wisata ke kabupaten Buleleng dan Jembrana ( tabel

13 ) dan paket wisata terusan ke luar Bali seperti Yogyakarta / Borobudur,

Bromo, Lombok, Pulau Komodo tour.

Tabel 13. Obyek Wisata Alam di Luar Kawasan TNBB

Kabupaten Sudah Berkembang Potensial


Dikembangkan

Buleleng (Di Desa Banyu Poh, Kecamatan Gerokgak, Wisata Alam : Pantai
128 KM dari Denpasar ; daya tarik wisata happy, Pantai Tanjung
alam/budaya berupa Pura, Pantai dan Kera. Alam, Celukan
Air sanih (di Desa Bukti, Kecamatan Kubu Bawang, Ponjok Batu,
Tambahan, 98 KM dari Denpasar); daya Air Panas Pemuteran,
tarik wisata alam berupa pantai dan kolam Wenara Buka, Pantai
renang. Kubu Gembong,
Air Panas Banjar (di Desa Banjar Kecamatan Pelabuhan Buleleng,
Banjar, 98 KM dari Denpasar); daya tarik Air Terjun Sing-Sing,
wisata alam berupa sumber air panas dan Desa Panji, Danau
kolam renang. Buyan, Danau
Pantai lovina (disepanjang pantai Desa Tamblingan, dan Desa
Pemaron – Temukus, 80 KM dari Denpasar); Asah Goblek.
daya tarik wisata alam berupa air terjun dan Wisata Budaya :

137
lingkungan alamnya. Lingkungan Pura Beji,
Gedung KertaDalem
Jagaraga, Pura Madue
karang, Tugu Buwana
Kerta, Monumen
Pangkung Bangka dan
Desa Sembiran.

Jembrana ♣ Perancak (di Desa Perancak Kecamatan Taman Wisata


Negara, 8,5 KM dari Denpasar); daya tarik Perancak
wisata alam/budaya berupa Pura, Pantai dan Bendungan Palasari
Taman Budaya. Candikusuma
♣ Pantai Medewi (di desa Medewi Kecamatan Bunut Bolong
Pekutatan, 72 K dari Denpasar); daya tarik Dlod Brawah
wisata alam berupa panorama laut, wisata
bahari, dan selancar.
♣ Rambut Siwi (di Desa Yeh Hembang
Kecamatan Mendoyo 82 KM dari Denpasar);
daya tarik wisata budaya Pura dan
Peninggalan Sejarah.
♣ Museum Gilimanuk (di Kelurahan Gilimanuk
Kecamatan Melaya 143 Km dari Denpasar);
daya tarik wisata budaya / pendidikan
berupa Situs Purbakala.

Sumber :
 RIP kepariwisataan Buleleng dalam Buleleng Dalam Angka 1996(Kantor
Statistik Kabupaten Buleleng, 1997)

 RKD TNBB periode tahun 1997-2017 (UPT TNBB, 1997)

Sasaran pasar utama adalah wisatawan manca negara dan nusantara

( tabel 13) , dengan sasaran pendukung wisatawan lokal ( Bali).

Selain itu, PT. SBW juga berpartisipasi dalam event – event lingkungan

hidup seperti halnya pada saat dilangsungkannya konferensi UNCCC

( United Nations Convention on Climate Change ) di Nusa Dua Bali tangal

4 – 13 Desember 2007 dimana Waka Shorea Resort and Spa aktif

dipromosikan. Waka Shorea Resort and Spa juga mempunyai website

yang cukup informatif di http://www. wakashorearesort. com/ .

138
Tabel 13. Proyeksi dan pencapaian jumlah pengunjung baik di

areal kerja PPA maupun di kawasan TNBB secara umum

KA WASAN TN BB
TAH U WISN U WISM AN JU MLAH
N
TAR REA LI TAR GE REA LI TARGE REAL I
GET SASI % T SASI % T SAS I %

2001 2,101 20,895 22,996


2002 16,633 21,008 37,641
56,408 5,148
2003 61,556
38,651 11,278
2004 49,929
75,079 35,374 3,660
2005 47.12 38,132 9.60 113,211 39,034 34.48
89,951 14,364 1,222
2006 15.97 45,685 2.67 135,636 15,586 11.49
107,768 4,360 1,217
2007 4.05 54,735 2.22 162,503 5,577 3.43
129,116 65,577
2008 - 194,693 -
135,000 70,000
2009

2010 150,000 80,025

2011 200,025 10,004

2012 250,000 125,050


AREAL KER JA PP A
TAHU N WISN U WISM AN JU MLAH
REAL IS AS TAR GE REA LI SA S
TARGE T I % T REA LI SA SI % TARGE T I %
2001 ??
2002 ??
2003 ??
75 882
2004
103 789
2005 56,309 0.18 28,599 2.76 84,908 892 1.05
131 916
2006 67,463 0.19 34,264 2.67 101,727 1,047 1.03
187 1,204
2007 80,826 0.23 41,051 2.93 121,877 1,391 1.14
2008 243 181 74.48 1,565 1,569 100.25 1,808 1,750 96.79
2009 315 126 40.00 2,034 543 26.70 2,349 669 28.48
(ytd Juni ) (ytd Juni ) (ytd Juni )
2010 409 2,644 3,053
2011 531 3,437 3,968
2012 690 4,468 5,158

Sebagai bagian dari group Waka, maka Waka Shorea Resort and Spa

139
juga bekerjasama dengan sesama hotel butik group Waka ( misalnya

Waka Namya dan Waka di Ume di Ubud, Waka Maya di Sanur ) untuk

saling memberi informasi dan mereferensi tamu.

Dilihat dari tabel nampak bahwa jumlah pengunjung ke TNBB

khususnya ke wilayah PPA PT. SBW khususnya di tahun 2004 – 2008

sangat sedikit dan jauh di bawah target. Hal ini dapat disebabkan oleh

(a )Terlalu besarnya target yang ditetapkan baik oleh Balai TNBB dan

PT. SBW. (b) Dampak dari Bomb Bali I dan bomb Bali II yang

menyebabkan terpuruknya pariwisata di Bali, terlebih di area yang

jauh dari pusat pariwisata Bali seperti TNBB. (c) Kurangnya minat

wisatawan nusantara terhadap pariwisata alam. (d) Masih belum

efektifnya promosi dari Balai TNBB maupun PT. SBW akibat

keterbatasan dana.

Dari data kunjungan wisatawan ke TNBB selama 2 tahun terakhir,

khususnya yang berkunjung ke wilayah PPA TNBB yang dikelola

oleh PT.SBW, dapat dilihat bahwa pada tahun 2007 total wisatawan

mencapai 1.391 orang sedangkan pada tahun 2008 mencapai 1.750

orang, jadi ada peningkatan kunjungan wisatawan yang menginap di

Waka Shorea Resort and Spa sebesar 25.81%. Sedangkan dari Januari

– Juni 2009, kunjungan wisman mencapai 543 orang sedangkan wisnu

mencapai 126 orang.

Dari hasil observasi dilapangan, tidak ada wisatawan domestik

berkunjung ke Waka Shorea Resort and Spa. 100% tamu adalah

wisatawan asing, yang didominasi oleh wisatawan Eropah Barat. Dari

140
Direktur PT. SBW diperoleh informasi bahwa 95% pengunjung Waka

Shorea adalah wisatawan asing, 85% di antaranya adalah wisatawan

Eropah, Australia, Amerika, sisanya Asia (Jepang ). Wisatawan

Indonesia mempunyai point of interest yang berbeda, kurang

menyukai ekowisata disamping harga kamar yang relatif mahal.

Mereka umumnya mengetahui Waka Shorea Resort and Spa dan TNBB

dari biro perjalanan mereka, dan mereka mencari tempat yang sepi yang

alami dan jauh dari hiruk pikuk kota besar. Wisatawan Austria ( foto 14 ) ,

yang baru pertama kali berkunjung ke Indonesia menyatakan bahwa ’’It

is remote and secluded, away from the huzzle and buzzle of Kuta or

other resort areas. Also, limited numbers of bungalows and villas make

the guests enhance the privacy setting here.” Sedangkan dari sisi

hospitality, mereka mengatakan baik, namun ada hal – hal yang

perlu diperbaiki menyangkut kebersihan dan juga dari observasi

di lapangan nampak bahwa beberapa area terutama di sekitar

lokasi akomodasi ( vila dan lanai ) agak gersang sehingga

pemandangannya kurang menarik.

Foto 14 : Penulis bersama wisatawan Austria di Waka Shorea

Resort and Spa

141
b. Peran PT. SBW dalam Pelestarian Lingkungan Hidup

Dalam kaitan dengan pelestarian lingkungan hidup sejalan dengan

pembangunan berkelanjutan, PT. SBW melakukan hal – hal yang

menyangkut pengelolaan sumber daya alam, pengelolaan limbah dan

kebersihan, upaya perlindungan & keamanan hutan di TNBB serta upaya

menjamin keamanan & ketertiban pengunjung

1). Pengelolaan Sumber Daya Alam

Dalam pembinaan sumber daya alam sejak tahun 2000 sudah

dilakukan kegiatan penanaman 10.000 pohon habitat asli TNBB

sebagai upaya rehabilitasi areal tidak berhutan atau yang mengalami

gangguan oleh aktivitas pengunjung. Tanaman yang dipergunakan sebagai

upaya aforestasi (usaha reboisasi pada lahan yang dahulunya tidak ada

hutan ) dan deforestasi (pencegahan perusakan pada hutan yang masih ada)

142
adalah antara lain tanaman pilang (A. leucophloea ), kemloko ( P. emblica ),

ketapang ( T. catappa ), bakau (C. tagal, R apiculata dan E. agellocha ) dan api-

api ( A. marina ) serta cendana. Bibit tanam tersebut diperoleh dari anakan

pohon yang terdapat di kawasan hutan TNBB atau melalui pembibitan

tersendiri. Lokasi kegiatan penanaman disesuaikan dengan hasil

kegiatan inventarisasi. Sebagai contoh di Blok I Gilimanuk sudah dilakukan

rehabilitasi dengan penanaman sawo kecik, Intaran, mangrove reboisasi 300

bibit tanan asam, intaran dan penanaman pohon sawo kecik di Blok II

Tanjung Kotal tahun 2007. Kegiatan ini sejalan dengan pengendalian

dampak perubahan iklim yang gencar dilakukan.

Kegiatan lain yang dilakukan adalah (1) inventarisasi flora-fauna, (2)

menghindari kegiatan dan konsentrasi pengunjung pada daerah yang

diprakirakan menjadi habitat Jalak Putih Bali ( L. rothschildi ) dengan

mengatur arus kunjungan grup pengunjung pada bulan – bulan yang padat ,

dan (3) pengendalian populasi mahkota berduri ( A. planci ). ( 4)

pembersihan pantai serta sampah pada terumbu karang di Tanjung Kotal

tahun 2007. (5) pemeliharaan jalur trek aktivitas ( jungle trekking,

birdwatching, biking, (6) menyediakan tempat minum / bak penampungan air

bagi satwa, sehingga satwa liar seperti rusa bisa minum di tempat itu, seperti

dikonfirmasi oleh Direktur PT. SBW.

Dalam kegiatan observasi lapangan di kawasan Waka Shorea,

pada malam hari, di dekat area restoran di tepi pantai, nampak adanya

rusa serta babi hutan melintas, dan menurut karyawan restoran, babi hutan

tersebut cukup jinak dan tidak mengganggu tamu.

143
Selain itu di Waka Shorea terdapat penangkaran curik Bali, dimana

burung tersebut dimasukkan ke dalam sangkar besar dengan pohon –

pohonan di dalamnya sehingga mereka bisa terbang seperti di habitat

aslinya di hutan TNBB. Penangkaran curik Bali ( Leucopsar rotschildi )

dilakukan atas kerjasama dengan Asosiasi Pelestari Curik Bali ( APCB )

dimana PT. Shorea Barito Wisata menyediakan lahan untuk

penangkaran serta menyediakan pakan burung, sedangkan APCB

menyediakan 20 ekor curik Bali untuk dikembangbiakkan.

Tanggal 5 Mei 2009 yang lalu, Menteri Kehutanan H. M.S. Kaban

bersama Gubernur Bali melepasliarkan 34 ekor burung curik Bali

(Leucopsar rotschildi) di Lokasi Waka Shorea Resort and Spa. Curik ini

merupakan hasil penangkaran di Taman Safari Indonesia, Bogor, Jawa

Barat, dan juga di Yokohama Research Center Jepang, serta

penangkaran di TNBB sendiri.

2). Pengelolaan Kebersihan Lingkungan dan Pengendalian Kelestarian

Perairan di Sekitar Wilayah PPA TNBB

Sekalipun wilayah PPA dari PT. SBW hanya daratan, namun wilayah

tersebut berbatasan dengan pantai dan laut, yang menjadi salah satu

daya tarik wisatanya, sehingga mau tidak mau, pihak PT. SBW

berkepentingan untuk ikut menjaga kelestariannya, dengan tetap

berpegang pada filosofi Hindu Bali yaitu Tri Hita Karana, yang

mengandung arti keharmonisan hubungan antara manusia dengan

penciptanya, manusia dengan sesama dan manusia dengan alam

144
sekitarnya. Direktur PT. SBW menginfor-masikan beberapa program

pengelolaan kebersihan lingkungan yang dilakukan adalah:

(a) Untuk menjaga kebersihan lingkungan dari sampah yang dibawa

pengunjung maupun guguran daun dilakukan usaha kebersihan rutin

serta menyediakan banyak tempat sampah di sekitar area kunjungan,

yang secara berkala diangkut keluar dari kawasan TNB ke tempat

pembuangan akhir. Selain itu penempatan papan informasi terkait

kebersihan lingkungan diletakkan di lokasi yang strategis atau pada

tempat ketinggian tertentu yang mudah terlihat pengunjung.

(b) Areal pantai di wilayah PPA TNBB dibersihkan terutama Blok II

( Labuhan Lalang ) dan III ( Tanjung Kotal ), sedangkan Blok I

( Gilimanuk ) masih berupa lahan kosong.

(c) Setahun minimal 3 kali bekerjasama dengan LSM Project Bali

Clean Up, bekerjasama dengan anak sekolah, dan desa adat

menyisir pantai dan membersihkan sampah terutama sampah

plastik. Program ini juga bagus untuk memberikan kesadaran

lingkungan sejak dini bagi anak sekolah.

(d) Program Jumat Bersih, membersihkan wilayah PPA TNBB dan


kawasan Waka Shorea Resort and Spa oleh para karyawannya
pada setiap hari Jumat.

3). Upaya Pencegahan Dampak Perubahan Iklim.

Isu perubahan iklim akibat pemanasan global merupakan hot

issue terutama sejak diselenggarakannya kongres UNCCC (United

Nations Convention on Climate Change ) 3 – 14 Desember 2007,

dimana PT. SBW juga ikut berperan serta dalam pameran yang

diselenggarakan di sana. Dalam kaitan hal ini, selain dengan upaya

145
reforestasi dan pencegahan kerusakan ekosistem perairan seperti

yang sudah dijelaskan diatas, manajemen Waka Shorea Resort and

Spa juga melakukan aktivitas hemat energi. Terlebih mengingat

maintenance di Waka Shorea Resort and Spa termasuk high cost,

dimana pasokan listrik berasal dari genset mengingat di kawasan

hutan TNBB listrik PLN hanya ada di dermaga. Juga sejalan dengan

ciri khas Waka Group ( hotel butik ) yaitu ecofriendly maka digunakan

lampu hemat energi, dimana pengunjung dihimbau untuk mematikan

lampu, AC, TV pada saat keluar ruangan, serta menghemat

pemakaian air.

4). Upaya Perlindungan dan Keamanan Hutan di Wilayah PPA TNBB

Perlindungan dan keamanan hutan wilayah PPA TNBB wajib

dilakukan untuk menjaga kelestarian fungsi TNBB dari kegiatan

pengunjung atau masyarakat sekitar kawasan yang bersifat merusak

alam. Jenis gangguan yang potensial di hutan TNBB adalah kebakaran

hutan, pencurian kayu dan perburuan hewan liar seperti curik Bali, rusa,

babi hutan. Juga timbunan limbah pengunjung, dan pemanfaatan rumput

untuk pakan ternak. Beberapa kegiatan yang sudah dilakukan oleh PT.

SBW adalah :

1. Membentuk satuan pengamanan terpadu bersama dengan Balai

TNBB terdiri dari tenaga keamanan dan karyawan bidang

konservasi dari Waka Shorea Resort and Spa.

2. Pemandu wisata alam di Waka Shorea Resort and Spa

memberikan informasi dan penjelasan kepada pengunjung

146
memasuki kawasan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan

serta sangsi sesuai ketentuan yang berlaku seperti misalnya

membawa tanaman, memberi makan hewan dan lain sebagainya.

3. Dibentuk Satgasdamkar, ( Satuan Tugas Pemadam Kebakaran )

yang berasal dari para tenaga keamanan PT. SBW.

4. Penyediaan alat pemadam kebakaran : hydran, tabung gas

pemadam kebakaran, generator penyemprot air, perlengkapan

perorangan ( flipper garuk, kampak, sekop, pompa punggung )

5. Penyediaan alat komunikasi ( HT, SSB ) dan teropong bagi para

tenaga keamanan.

5). Upaya Menjamin Keamanan & Ketertiban Pengunjung

Pengaturan pengunjung dimaksudkan untuk mempermudah dan

memperlancar pelaksanaan kegiatan wisata alam di areal usaha

sehingga di satu pihak dapat menjamin keselamatan, kenyamanan dan

kepuasan pengunjung, serta menjaga keberlangsungan fungsi kawasan

pelestarian alam. Untuk itu, konsep limit acceptable change .

merupakan prinsip dasar dalam pengelolaan pengunjung dan

aktivitas sarana pendukung seperti kapal / perahu. Pengaturan pengunjung

dilaksanakan melalui tiga tahapan, yaitu :

Tahap Sebelum/Saat Memasuki Kawasan

Pengunjung yang baru datang dipersilahkan menuju pusat

informasi yang terdiri atas 3 ruang yaitu :

Ruang ke-1 ( pelayanan pasif ) : pengunjung disajikan informasi dalam

bentuk display gambar seperti peta lokasi obyek wisata dan potensi obyek

wisata ( flora, fauna dan terumbu karang ). Ruang ke 2 ( pelayanan aktif ) :

147
pengunjung perorangan diberikan brosur/leaflet yang berisikan infonnasi

obyek/atraksi wisata ( alternatif kegiatan, cara pencapaian, sarana dan

prasarana yang tersedia serta. biaya ), dan ketentuan atau etika

lingkungan wisata alam yang harus diindahkan selama berada di dalam

kawasan, sedangkan kepada pengunjung rombongan penjelasaan

menggunakan slide / film. Ruang ke-3 merupakan layanan reservasi

fasilitas / atraksi wisata alam yang dipilih oleh pengunjung.

Tahap Selama di dalam Kawasan

Seluruh kegiatan wisata alam dikelola secara professional

dalam upaya memberikan kepuasan dan keslamatan kepada

pengunjung serta terkendalinya. aktivitas pengunjung. Untuk tujuan

tersebut, akan disediakan (1) prasarana, (2) pemandu wisata, (3)

petugas pengamanan, (4) tanda-tanda penunjuk arah atau rambu-

rambu peringatan ( larangan ) pada tempat-tempat yang rawan untuk

dikunjungi. Juga akan diperhatikan jumlah dan atau sirkulasi pengunjung

atraksi wisata pada lokasi tertentu sesuai daya dukung lingkungan.

Apabila dari pemantauan petugas dari menara pengawas atau yang

ditempatkan di lokasi terdapat kegiatan yang merusak atau

mengganggu kelestarian kawasan ( penebangan pohon, berburu

satwa, membuang puntung rokok atau menyalakan perapian di luar

tempat yang disediakan, serta vandalisme ), petugas akan datang dan

memperingatkan. Pada batas – batas tertentu akan dilakukan

penindakan secara hukum terhadap tersangka yang melakukan

tindak pengrusakan yaitu diserahkan kepada petugas Polisi

Kehutanan Balai TNBB untuk diproses lebih lanjut sesuai dengan

148
ketentuan yang berlaku.Sedangkan untuk menjamin keselamatan

pengunjung yang mengalami kecelakaan, juga disediakan tenaga

yang terlatih untuk melaksanakan penyelamatan (SAR) dan P3K.

Di dalam kamar pengunjung juga diberi peringatan / warning sign

yang digantung di depan pintu kamar mandi ( foto 15 ).

Foto 15. Warning sign untuk pengunjung.

Pengunjung diperingatkan untuk antara lain : (1) tidak memberi makan

hewan liar, (2) apabila melihat babi hutan atau ular, diam saja, jangan

lari, nanti binatang itu pergi sendiri, (3) selalu mengenakan alas kaki

saat di pantai, (4) dilarang mengambil koral / kerang pada saat diving

atau snorkeling, (5) dilarang membawa tanaman atau hewan pada

saat keluar dari TNBB, (6) menutup pintu dan menyimpan makanan di

tempat tertutup saat akan keluar kamar, karena pintu yang terbuka

mengundang kera untuk masuk, (7) memasukkan ujung bawah

kelambu ke dalam lipatan kasur pada malam hariuntuk mencegah

hewan – hewan kecil merayap masuk.

Tahap saat akan meninggalkan kawasan.

149
Tahap ini meliputi penyelesaian administrasi pemanfaatan sarana dan

prasarana obyek wisata alam dan pengawasan pengunjung yang akan

meninggalkan kawasan.Jangan sampai membawa tanaman, satwa liar

atau biota perairan dari awasan TNBB kecuali ikan yang boleh

dipancing. Pengawasan dilakukan dengan cara – cara yang sopan agar

kenyaman dan kepuasan pengunjung tetap terjamin

Hal lain yang penting adalah pemenuhan kebutuhan air bersih,

dimana untuk air minum digunakan air kemasan yang dibeli dari luar

kawasan, dan untuk air mandi, cuci, memasak, digunakan air bersih yang

dibeli dari luar kawasan menggunakan truk.

c. Peran PT. SBW dalam Aspek Sosial

1). Pemberdayaan Masyarakat

Dalam upaya pemberdayaan masyarakat, yang merupakan salah satu

unsur terpenting dalam penyelenggaraan ekowisata, PT. SBW melakukan

berbagai upaya antara lain dengan melibatkan masyarakat desa enclave

( yang berada di kawasan TNBB ) yaitu desa Sumber Klampok yang

rata – rata berpendidikan SMA sebagai karyawan di Waka Shorea

Resort and Spa, baik sebagai tenaga keamanan, staf di hotel, tukang

perahu, terapis (massage) , staf di restoran, dan lain – lain. 85%

karyawan Waka Shorea berasal dari penduduk desa Sumber Klampok.

Seperti dikatakan oleh direktur PT.SBW bahwa beberapa karyawan

keluar dari perusahaan dan bekerja di luar negeri sebagai karyawan

kapal pesiar. Juga ada yang menjadi manager operasional. Rata – rata

lulusan SMA, sehingga harus dilakukan pelatihan terlebih dahulu di

150
group Waka. Selain itu penduduk dilibatkan sebagai pengelola perahu

motor melalui paguyuban / koperasi (foto 16 ). Hal ini juga merupakan

tuntutan masyarakat pada saat PT. SBW mulai beroperasi karena

sebelum PT SBW beroperasi, mereka sudah menyewakan perahu bagi

wisatawan yang akan mengunjungi P Menjangan untuk diving.

Foto 16. Perahu motor milik koperasi nelayan Desa Sumber

Klampok.

Sedangkan pihak Waka Shorea Resort and Spa sendiri memiliki satu

perahu yang hanya difungsikan untuk antar jemput tamu dari lokasi jetty

(dermaga ) di Blok III Labuhan Lalang ke lokasi Waka Shorea Resort

and Spa di Blok II Tanjung Kotal, dimana tukang perahunya merupakan

karyawan Waka Shorea Resort and Spa.

Apabila tingkat hunian mencapai minimal 10 kamar, maka akan

diadakan pentas seni dengan tari- tarian Bali yang penarinya

merupakan masyarakat Desa Sumber Klampok, dan dilakukan pada

malam hari pada saat makan malam, di udara terbuka di tepi pantai.

151
Masyarakat desa Sumber Klampok umumnya bertani cabe, jagung

dan kacang – kacangan dan lokasi desa jauh dari pusat keramaian

pariwisata. Dengan adanya Waka Shorea Resort and Spa, maka

terjadi perubahan ekonomi yang cukup baik, yang dikonfirmasi oleh

Kepala Desa Sumber Klampok bahwa keberadaan Waka Shorea

Resort and Spa ada perubahan ekonomi. Pengelolaan parkir dan

wisata bahari untuk diving diserahkan kepada desa adat melalui

paguyuban. Setiap tahun manajemen perusahaan memberikan

bantuan bibit tanaman tahunan, seperti mangga, nangka, jeruk, dan

terakhir bambu. Pada tahun 2000 – 2005 pernah ada bantuan bea

siswa untuk siswa SD.

Salah seorang karyawan yang sempat ditemui yaitu Ni Luh juga

menyampaikan bahwa ia bersyukur dengan adanya PT. SBW

masyarakat bisa mendapatkan pekerjaan lebih layak. Dulu ia hanya

bertani sekarang bisa menjadi karyawan hotel dan ditraining sesuai

bakat dan keahlian.

Pada awalnya, memang terjadi konflik antara masyarakat desa

Sumber Klampok dengan manajemen PT. SBW. Pada awal

pembangunannya di tahun 2000 ada konflik antara masyarakat Desa

Sumber Klampok dengan PT. SBW seperti yang dijelaskan oleh Direktur

PT. SBW. Untuk itu dibuka forum dialog, dimana pengelolaan kapal

motor tetap diserahkan kepada masyarakat desa Sumber Klampok, juga

sebagian area di Labuhan Lalang di tempat jetty ( dermaga ) dikelola

oleh masyarakat, yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berjualan,

namun akibatnya lokasi menjadi agak kumuh. Untuk itu masyarakat

152
harus terus menerus diberi penyadaran akan kebersihan lingkungan.

Sedangkan untuk pembangunan akomodasi dan sarana lain seperti

dermaga, menara pengawas dan lain - lain, masyarakat juga dilibatkan

sebagai tukang bangunan, yang dilakukan oleh kontraktor di luar PT.

SBW. Hal ini dikonfirmasi oleh Kepala Desa Sumber Klampok bahwa

...walau awalnya sempat ada friksi, namun akhirnya masyarakat


menerima dengan baik, terlebih karena banyak penduduk desa Sumber
Klampok dipekerjakan sebagai karyawan di Waka Shorea baik sebagai
karyawan di dalam hotel, tenaga keamanan, tukang perahu dan lain –
lain. Pada jaman krisis sekarang ini kehadiran investor sangat diperlukan.

2). Mempertahankan Kearifan Lokal

Masyarakat Bali tidak dapat dilepaskan dari tradisi dan

keeratannya dengan agama Hindu Bali yang sarat dengan ritual dan

upacara keagamaan. Oleh sebab itu di Waka Shorea, pelaksanaan ritual

agama Hindu juga tetap dijalankan. Hal tersebut nampak dengan

adanya sanggah ( tempat sesajen ) di tempat – tempat tertentu di

sekitar lokasi bangunan akomodasi. Terdapat 30 pura di sekitar Waka

Shorea ( foto 17 ) termasuk Pura Gilimenjangan dan Pura Sumber

Klampok. Pihak Balai TNBB juga ikut serta bekerjasama dalam kegiatan

ngayah ( gotong royong membersihkan pura ) di pura – pura ini.

Menyimak keterangan dari pemangku ( pelaksana upacara

adat ) di Waka Shorea Resort and Spa bahwa makna menghaturkan

sesajen tersebut adalah dimaksudkan sebagai rasa bakti kehadapan

Tuhan sebagai penguasa alam dalam hal ini laut dan hutan dimana

sesajen itu secara tidak langsung juga dinikmati oleh hewan atau

binatang yang ada di sekitar Waka Shorea Resort and Spa seperti

sesajen yang terletak di bawah dinikmati oleh babi hutan, semut,

153
cacing, sedangkan sesajen yang letaknya di atas dinikmati oleh

burung, dan kera.

Foto 17. Salah satu pura di kawasan TNBB.

Jika dicermati lebih mendalam TNBB tetap lestari karena adanya

kearifan lokal yang secara tidak langsung ikut menjaga kelestarian

hutan dan ini dilakukan juga oleh Waka Shorea Resort and Spa yang

ikut menjaga kesakralan dari area hutan dengan memberikan

penghormatan berupa sesajen kepada makhluk yang tidak kasat

mata( foto 18 ). Tentunya ini menjadi sebuah model bentuk pelestarian

hutan yang dapat dijadikan contoh tentunya dengan mengedepankan

kearifan lokal daerah bersangkutan.

154
Foto 18. Menghaturkan sesajen sebagai salah bentuk kearifan

lokal

3. Kendala – Kendala yang Dihadapi

a. Terkait Kebijakan Kemitraan dalam Aspek Pembangunan Ekonomi

• Terkait kebijakan infrastruktur

Kawasan TNBB merupakan kawasan hutan, dimana tidak ada

pasokan listrik PLN. Oleh sebab itu Waka Shorea Resort and Spa

menggunakan genset sebagai sumber daya listrik utamanya yang

tentunya kurang ekonomis dan dibandingkan dengan penggunaan

listrik PLN. Dari pengamatan nampak bahwa jumlah pemakaian listrik

dibatasi, sehingga pada malam hari kawasan resort tersebut gelap

dan penerangan lampu kurang memadai. Namun demikian ada upaya

155
positif dari pihak Waka Shorea Resort and Spa dengan penggunaan

lampu hemat energi.

• Ekonomi biaya tinggi dengan pengenaan pajak berganda serta belum

adanya dukungan pemda setempat dalam bentuk perda – perda yang

mendorong daya saing daerah, sehingga menyebabkan mitra swasta

seperti PT. SBW cukup kesulitan untuk mendapatkan investor.

• Dalam pengembangan kepariwisataan, menurut keterangan Kepala

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab.Buleleng, mengingat bahwa

landasan yuridis / Kebijakan ( UU, peraturan ) dalam kaitan dengan

pengembangan kawasan ekowisata khususnya Taman Nasional ada

di tingkat pusat (Departemen Kehutanan ), maka tugas Disbudpar

Kabupaten Buleleng hanya ikut mengawasi dan memantau

implementasi kebijakan, sehingga kurang efektif. Jadi bisa dikatakan

bahwa masih kurang koordinasi di antara instansi vertikal, sehingga

pengembangan pariwisata berkelanjutan tidak berjalan searah.

• Tantangan berupa faktor eksternal seperti krisis global, penyakit

seperti flu burung, flu babi, ancaman keamanan seperti bom dan

terorisme, merupakan faktor – faktor yang mempengaruhi kunjungan

wisata ke Bali baik wisatawan manca negara maupun domestik.

b. Terkait dengan Kebijakan Kemitraan dalam Aspek Lingkungan

Hidup.

Sekalipun sudah dilakukan kerjasama yang baik dengan Balai

TNBB sebagai mitra pemerintah, dalam upaya pelestarian lingkungan,

masih dirasakan belum optimalnya dukungan pemda Buleleng, baik

156
dalam hal kontribusi pendanaan maupun pembuatan kebijakan

khususnya dalam hal yang penegakan hukum. Sejauh ini, upaya

penegakan hukum belum optimal, karena hukuman yang dikenakan

bagi pencuri kayu hanya ringan, karena para penegak hukum

( kepolisian, kejaksaan, pengadilan ) belum memahami makna

konservasi dan hanya menghitung nilai uang dari kayu / flora fauna

yang dicuri saja, tanpa menghitung nilai konservasinya. Selain itu,

pihak Departemen Kehutanan perlu lebih memperhatikan

kesejahteraan polisi hutan yang menjadi ujung tombak upaya

pelestarian lingkungan, mengingat dari observasi dan wawancara di

lapangan, keadan sarana prasarana mereka termasuk sepatu, rumah

dinas mereka cukup memprihatinkan.

c. Terkait dengan Kebijakan Kemitraan dalam Aspek Sosial

(Pemberdayaan Masyarakat ).

Diperlukan kebijakan pemda yang mengarah kepada

pemberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat dapat membantu

upaya pelestarian lingkungan karena mendapatkan manfaat dari

upaya pelestarian tersebut. Bagaimanapun juga, perangkat aturan

adat berupa awig – awig dalam pelestarian lingkungan sudah ada,

selain juga filosofi Tri Hita Karana dan karma pala, yang semuanya

merupakan dasar dari tingkat kepatuhan masyarakat, sehingga yang

diperlukan hanyalah upaya untuk mempertahankannya. Sejauh ini PT.

SBW melakukan reforestasi dengan upaya dan biaya sendiri di

wilayah PPA yang menjadi tanggung jawabnya.

157
d. Inkonsistensi Kebijakan antara Pusat dan Daerah

Pelaksanaan kebijakan kemitraan dalam pembangunan

berkelanjutan dalam aspek pembangunan ekonomi, lingkungan hidup

dan aspek sosial ini sudah baik namun masih terkendala dalam hal

inkonsistensi kebijakan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22

Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah antara lain ditentukan bahwa

kewenangan di bidang konservasi masih menjadi kewenangan pemerintah

pusat. Sedangkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999

tentang Kehutanan dapat disimpulkan bahwa kewenangan di bidang

kehutanan menjadi kewenangan pemerintah pusat. Ini menyebabkan

pihak dinas terkait di daerah merasa bahwa kewenangan implementasi

dan evaluasi kebijakan bukan di pundak mereja karena merupakan

wewenang pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Kehutanan.

Sedangkan dari pihak pemda sendiri, dalam hal ini pemda kabupaten

Buleleng, berkepentingan dalam meningkatkan PAD ( Pendapatan Asli

Daerah ), yang dalam prakteknya menyebabkan ekonomi biaya tinggi

bagi pihak pengelola Pengusahaan Pariwisata Alam ( PPA ) seperti

halnya PT. SBW. Seperti dikatakan oleh direkturnya, bahwa terjadi

tumpang tindih kebijakan yaitu mengenai pengenaan pajak hotel dan

pajak restaurant di kawasan TNBB. Jadi sebenarnya Menteri

Kehutanan sudah memberikan surat edaran kepada gubernur, bupati /

walikota di seluruh Indonesia, terkait perijinan dan pungutan pajak /

158
retribusi, dalam pengusahaan pariwisata alam di kawasan konservasi

( SE 2/Menhut-IV/2007 tanggal 6 Juli 2007 ). Dinyatakan secara jelas

dalam surat tersebut bahwa

Hasil kajian terhadap berbagai peraturan daerah yang mengatur


perizinan serta pengenaan pajak dan rertribusi oleh daerah yang juga
diterapkan di dalam kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam,
dan taman buru, terdapat :
a. Perizinan berupa Izin Peruntukan Penggunaan Lahan ( IPPL ), Izin
Lokasi, Izin Mendirikan Bangunan ( IMB ), Izin Usaha Pariwisata
( SIPA dan SIUP /SIUK ).
b. Pajak dan retribusi berupa Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB ),
Pajak Penggunaan Lahan untuk Sarana Wisata yang dikenakan
per hektar per tahun, Pajak Tontonan / Hiburan, Pajak
Pembangunan 1 / Pajak Hotel dan restoran, Pajak air, dan
Retribusi Karcis Masuk.

Pada butir 3 a dan b, telah terjadi tumpang tindih perizinan dan

pengenaan pungutan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi.

Selain itu dalam Surat Edaran tersebut, Menteri Kehutanan antara

lain meminta kepada para kepala daerah untuk tidak mengenakan

duplikasi pajak dan pungutan atas kegiatan pariwisata alam di

kawasan konservasi, yang dapat mengakibatkan hilangnya daya saing

serta tidak berkembangnya pengusahaan pariwisata alam, karena

untuk setiap Izin Pengusahaan Pariwisata Alam yang diterbitkan oleh

Departemen Kehutanan telah dikenakan PNBP berupa Pungutan

Usaha Pariwisata Alam ( PUPA ), Izin Usaha Pariwisata Alam dan

Karcis Masuk Kawasan.

Namun pada kenyataannya surat tersebut dibantah oleh pemda

kabupaten Buleleng, dengan surat dari Sekretaris Daerah (Sekda)

Kabupaten Buleleng no 970/919 /Dispenda, 17 September 2007,

159
terkait pengenaan pajak hotel dan pajak restaurant di kawasan TNBB,

yang ditujukan kepada pihak Waka Shorea, menyatakan bahwa

a) Sampai saat ini Pemerintah Kabupaten Buleleng tidak memungut


retribusi tempat rekreasi di TNBB karena hal itu kewenangan
Menteri Kehutanan.
b) Pemerintah Kabupaten Buleleng hanya memungut Pajak Hotel
dan Pajak Restaurant, yang sudah diatur dalam UU No. 34 Tahun
2000 tentang Perubahan UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah dan lebih lanjut diatur dengan PPRI No 65
Tahun 2001 tentang Pajak. Di Kabupalen Buleleng pungutan
Pajak Hotel dan Pajak Restaurant ditetapkan dengan Peraturan
Daerah Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pajak Hotel dan Nomor 4 Tahun
2003 tentang Pajak Restaurant.
c). Surat Edaran Menhut Nomor : SE 2 / Menhut –N/ 2007 tidak
mempunyai kekuatan hukum untuk membatalkan pungutan Pajak
Hotel / Restaurant, karena pelaksanaan UU, PP dan Perda
mempunyai kekuatan hukum yang lebih tinggi dan bersifat rnengikat
dan dalam UU, PP don Perda tersebut di atas tidak ada pengecualian
terhadap usaha Hotel dan usaha Restaurant yang ada di kawasan
konservasi dikecualikan dari pungutan Pajak dan Restaurant. Pajak
Hotel dan Pajak Restaurant subyeknya bukan pengusaha /
pengelola kawasan konservasi, tetapi subyek Pajaknya adalah
orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas
pelayanan Hotel / Restaurant.

Untuk itu pihak Waka Shorea telah mengirimkan surat kepada Direktur

Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam, Dirjen PHKA, Dephut, no

surat 001/Dirut/SBW/I/2008 tanggal 10 Januari 2008 yang isinya meminta

petunjuk mengenai kewajibannya sebagai PT. SBW terhadap pungutan dari

pemda Buleleng di atas. Namun tidak mendapatkan jawaban dari instansi

terkait tersebut. Bahkan karena PT SBW tidak memenuhi kewajibannya

membayar PHR ( Pajak Hotel dan Restaurant ), maka yang bersangkutan

mendapatkan teguran mengenai tunggakan PHR dari Dispenda Kabupaten

Buleleng yaitu sesuai surat no 973/02/PJk Daerah/ Dispenda 08 tanggal 8

Januari 2008 dan no 973 / 433 / Dispenda / 2008 tanggal 17 Nopember

2008. Demikianlah masalah ini sampai sekarang belum selesai dan hal ini

menandakan inkonsistensi kebijakan antara pusat dengan instansi di

160
daerah, dan kurangnya dialog di antara kedua instansi, yang mana

akhirnya merugikan pihak pengusaha dan mengakibatkan ekonomi biaya

tinggi.

161
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kebijakan kemitraan pengusahaan pariwisata alam TNBB antara

Departemen Kehutanan dan PT SBW dapat dikatakan berhasil karena

sudah melaksanakan hal – hal sesuai dengan tujuan kebijakan, yaitu

pembangunan berkelanjutan, yang dilihat dari aspek ekonomi, lingkungan

hidup dan sosial. Namun keberhasilan tersebut tidak lepas dari peran

Departemen Kehutanan sebagai mitra kerjanya, yang dalam

pelaksanaannya di lapangan dilakukan oleh Balai TNBB. Sehubungan

dengan itu, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Terkait kebijakan kemitraan dalam pembangunan ekonomi.

• Dalam kebijakan infrastruktur, khususnya pasokan listrik, kurang

ada koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, dimana

wilayah TNBB dikembangkan sebagai kawasan ekowisata, namun

tidak didukung oleh aliran listrik yang memadai.

• Pembangunan sarana prasarana di Waka Shorea Resort and Spa

sudah dilakukan oleh PT. SBW sesuai daya dukung lingkungan

yaitu maksimal 10% dari luas lahan. Pembangunan difokuskan di

Blok II ( Tanjung Kotal ) dengan pembangunan Waka Shorea Resort

and Spa dan Blok III ( Labuan Lalang ) dengan pembangunan

dermaga / jetty dan area resepsionis, mengingat bahwa kedua blok

merupakan lokasi wisata paling potensial. Sedangkan di Blok I

Gilimanuk, belum ada pembangunan karena keterbatasan dana.

Selain itu ada rencana pembangunan diving lodge di Blok III

162
Labuan Lalang dimana saat ini PT. SBW sedang mencari mitra

investor untuk pembangunannya.

• Untuk pengembangan pariwisata, selain kelestarian lingkungan

hidup patut dicermati kendala - kendala eksternal seperti krisis

global, penyakit flu babi, flu burung, serta ancaman bom dan

terorisme, yang berpengaruh terhadap image Indonesia khususnya

Bali sebagai destinasi wisata dunia.

2. Terkait kebijakan kemitraan dalam aspek lingkungan hidup

• Dalam upaya pengelolaan sumber daya alam, PT. SBW melakukan

(1 ) penanaman 10.000 pohon habitat asli TNBB (2) inventarisasi

flora-fauna, (3) menghindari kegiatan dan konsentrasi pengunjung

pada daerah yang diprakirakan menjadi habitat curik Bali dengan

mengatur arus kunjungan grup pengunjung pada bulan – bulan

yang padat , (4) pengendalian populasi mahkota berduri, ( 5)

pembersihan pantai serta sampah pada terumbu karang (6)

pemeliharaan jalur trek aktivitas ( jungle trekking, birdwatching,

biking, (7) menyediakan tempat minum / bak penampungan air bagi

satwa, (8) bekerjasama dengan asosiasi Pelestari Curik Bali ( ACPB )

dalam penangkaran curik Bali.

• Dalam pengelolaan kebersihan lingkungan dan pengendalian

kelestarian perairan sekitar wilayah PPA TNBB, PT. SBW melakukan

upaya (1) usaha kebersihan setiap hari di kawasan Waka Shorea

Resort and Spa dengan membersihkan sampah dan guguran daun,

dan menyediakan tempat sampah di sekitar kawasan resort, (2)

163
pembersihan pantai baik dilakukan sendiri maupun bekerjasama

dengan LSM Project Bali Clean Up, (3) Program Jumat Bersih.

• Untuk pencegahan dampak perubahan iklim, sudah ada upaya

dari pihak Waka Shorea Resort and Spa dengan penggunaan

lampu hemat energi, juga menghimbau tamu agar menggunakan

listrik dengan hemat. Perusahaan juga berpartisipasi dalam

pameran lingkungan hidup baik nasional maupun internasional, di

dalam maupun di luar negeri, seperti kongres UNCCC (United

Nations Convention on Climate Change) 3 – 14 Desember 2007 di

Nusa Dua, Bali.

• Dalam upaya perlindungan dan keamanan hutan di wilayah PPA

TNBB yang terkait dengan upaya penegakan hukum, sudah ada

kerjasama yang baik antara manajemen perusahaan dengan Balai

TNBB melalui pembentukan satuan keamanan gabungan dengan

polhut Balai TNBB, membentuk SATGASDAMKAR ( Satuan Tugas

Pemadam Kebakaran ) serta patroli laut bersama, yang dilakukan

melalui FKMPP ( Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Pesisir )

yang beranggotakan semua stakeholder TNBB termasuk Balai

TNBB, PT. SBW serta masyarakat desa antara lain desa Sumber

Klampok. Namun upaya penegakan hukum belum optimal, dimana

perangkat hukum ( kepolisian, kejaksanaan, pengadilan ) kurang

memahami makna upaya konservasi alam, sehingga hukuman

yang dikenakan kepada pelanggar hukum ( misal pencurian kayu )

sangat ringan.

164
• Kepatuhan masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan

dengan berpedoman kepada filosofi Tri Hita Karana yang dituangkan

ke dalam awig – awig adat merupakan hal yang harus

dipertahankan.

3. Terkait kebijakan kemitraan dalam aspek sosial

• Dalam upaya pemberdayaan masyarakat, PT. SBW melakukan banyak

hal untuk meingkatkan taraf hidup masyarakat Desa Sumber Klampok,

dengan (1) merekrut penduduk desa Sumber Klampok sebagai

karyawan di Waka Shorea. (2) melibatkan masyarakat melalui

koperasi nelayan sebagai mitra dalam wisata bahari dimana mereka

bisa menyewakan perahu motornya kepada para tamu Waka Shorea

Resort and Spa , (3) memberi kesempatan penduduk mementaskan

tarian Bali di wilayah Waka Shorea (4) pengelolaan lahan parkir

bekerja sama dengan desa adat, (5) memberi bantuan bantuan bibit

tanaman tahunan, seperti mangga, nangka, jeruk, dan bambu, serta

(6) memberi bantuan bea siswa kepada siswa SD pada tahun 2000

lalu. Pada saat pembangunan Waka Shorea Resort and Spa awal

tahun 2000, penduduk melalui kontraktor luar juga dilibatkan

sebagai pekerja.

• Sudah ada upaya dari Balai TNBB dalam meningkatkan

kesejahteraan masyarakat melalui bantuan bibit tanaman, serta

ternak sapi, juga melalui pemberian kesempatan kerja kepada

masyarakat sebagai pemandu wisata alam TNBB misalnya, namun

masih diperlukan kebijakan dari pemda setempat untuk membantu

165
mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik,

yang dapat diintegrasikan dengan kegiatan Waka Shorea Resort

and Spa.

4. Terkait inkonsistensi kebijakan antara pusat dan daerah.

Masih terjadi inkonsistensi kebijakan antara kebijakan dari pusat

dalam hal ini Departemen Kehutanan dan pihak pemda kabupaten

Buleleng khususnya Dispenda, terkait pajak hotel dan restoran, sesuai

Surat dari Sekda Buleleng no 970 / 919 / Dispenda tentang

Pengenaan Pajak Hotel dan Pajak Restaurant di Kawasan TNBB

tanggal 17 September 2007 yang menyebabkan pungutan pajak

berganda.

B. Saran

Dengan mempertimbangkan berbagai masukan yang diperoleh pada

saat wawancara serta berdasarkan hail observasi lapangan, maka saran -

saran kebijakan yang bisa diberikan adalah sebagai berikut :

1. Terkait kebijakan kemitraan dalam aspek ekonomi

• Untuk menunjang keberhasilan TNBB sebagai daerah wisata, perlu

dukungan pemda Buleleng dalam pengadaan pasokan listrik yang

memadai terutama di wilayah yang menjadi wilayah kemitraan

dengan swasta, termasuk di Waka Shorea Resort and Spa, yang

mana resort ini ditujukan terutama untuk wisatawan asing kelas

menengah

166
atas ( mengingat harga kamar yang cukup mahal ) yang tentunya

menginginkan pelayanan prima.

• Pemda Buleleng harus mampu meningkatkan daya saing daerah

dengan memberikan stimulus insentif bagi para calon investor dan

kemudahan dalam pemberian investasi, dengan tetap

memperhatikan rambu – rambu pelestarian lingkungan, sehingga

para pengusaha seperti PT. SBW dapat lebih mudah mencari mitra

investor sesuai rencananya ntuk membangun diving lodge yang

lebih terjangkau di kawasan jetty di Blok III Labuan Lalang untuk

menjaring wisatawan yang sekarang menginap di Lovina, serta

membangun lokasi lain yang dianggap feasible dengan harga lebih

terjangkau untuk meningkatkan masa tinggal wisatawan.

• Dilakukan promosi bersama antara Dinas Kebudayaan dan

Pariwisata kabupaten Buleleng dan PT. SBW baik dalam event –

event kepariwisataan dunia maupun event lingkungan hidup untuk

lebih memperkenalkan TNBB ke dunia internasional.

2. Terkait kebijakan kemitraan dalam aspek lingkungan hidup

Departemen Kehutanan perlu mengeluarkan kebijakan yang dapat

mendorong pelestarian curik Bali sebagai maskot pulau Bali serta

pelestarian lingkungan yang lebih baik di TNBB. Pemda Buleleng

diharapkan menindaklanjutinya dengan mengeluarkan perda yang

mendorong partisipasi masyarakat dalam pelestarian lingkungan.

Misalnya

167
• Program Tree Adoption, atau program adopsi pohon yang

diusahakan bibitnya oleh masyarakat setempat. Waka Shorea

Resort and Spa akan meminta wisatawan untuk menanam pohon

asli TNBB di kawasan Waka Shorea Resort and Spa yang mana

program ini sudah dimasukkan ke dalam package deal yang dibayar

oleh wisatawan bersama harga kamar.

• Program Starling adoption yaitu mengadopsi curik Bali, baik untuk

ditangkarkan maupun untuk dilepasliarkan, dengan membayar

sejumlah dana. Burung yang hendak ditangkarkan dapat diperoleh

dari APCB ( Asosiasi Pelestari Curik Bali ). Dengan demikian,

wisatawan / masyarakat juga dapat ikut melestarikan keberadaan

curik Bali.

Dengan demikian, upaya pencegahan kerusakan lingkungan dapat

dipikul bersama dan tidak menjadi beban dari PT. SBW semata – mata.

Hal ini pada akhirnya juga mengurangi ekonomi biaya tinggi sehingga

pelayanan kepada wisatawan dapat ditingkatkan.

3. Terkait kebijakan kemitraan dalam aspek sosial

Filosofi Trihita Karana yang terwujud dalam awig awig yang menunjang

ketaatan masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan harus

direspon terutama oleh PT.SBW dan pihak Balai TNBB dengan upaya –

upaya yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Karena

bila kebutuhan perut tidak dapat tertangani dengan baik, maka pada`

suatu titik, masyarakat setempat akan merambah hutan juga, misalnya

untuk mencari kayu bakar, menangkap rusa maupun merusak perairan

168
sekitar TNBB dengan pencurian koral dan menangkap ikan dengan

bom ikan.

Nilai – nilai sakral di wilayah TNBB terutama di sekitar kawasan Waka

Shorea Resort and Spa perlu dipahami sebagai modal budaya yang

penting untuk dilestarikan, seperti di kawasan Prapat Agung yang kaya

dengan sejarah lintas budaya Jawa Bali.

4. Untuk mengatasi inkonsistensi kebijakan maka yang berperan utama

adalah pihak Departemen Kehutanan, untuk berkomunikasi dengan

pihak pemda Buleleng, sehingga bisa terjadi sinkronisasi kebijakan

antara pusat dan daerah. Perlu dibuat perda yang tidak bertentangan

dengan kebijakan di atasnya, seperti yang diontohkan oleh Kepala

Balai TNBB dengan perda retribusi di Taman Nasional Way Kambas,

Lampung.

5. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan penelitian terkait dengan

evaluasi respon pengguna independen. Juga dapat diteliti pengaruh

wilayah PPA TNBB yang relatif kecil terhadap implikasi pembangunan

berkelanjutan di wilayah TNBB secara menyeluruh dan pariwisata Bali

dalam skala yang lebih luas.

169
KEPUSTAKAAN

A. Buku

Bungin, Burhan, Prof. Dr.H.M. S. Sos, Msi. Penelitian Kualitatif –


Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lain,
2007. Jakarta, Kencana Prenada Media Group.
Creswell, John W.( 1994 ) . Research Design – Qualitatitive and
Quantitative Approaches, California – USA, Sage Publication,
Inc.
Damanik, Janianton dan Weber, Helmut F, 2006. Perencanaan
Ekowisata, Dari Teori ke Aplikasi. Yogyakarta, Pusat Studi
Pariwisata ( Puspar ) UGM dan Penerbit Andi Yogyakarta.
Dunn .W, (2003), Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta, Gajah
Mada Universitas Press.
Dye, Thomas R ( 1998 ), Understanding Public Policy, New Jersey, USA,
Prentice Hall
Irawan, Prasetya (2007). Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk ilmu –
ilmu Sosial, Jakarta, Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu
sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
Kariem, Anwar Sanusi, Drs, MPA (2003). Manajemen Kemitraan
Pemerintah dan Swasta. Jakarta, STIA Press.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup ( 1997 ). Agenda 21 Indonesia –
Strategi Nasional untuk Pembangunan Berkelanjutan.
Lembaga Administrasi Negara RI, ( 2005 ). SANKRI, Buku III – Landasan
dan pedoman Pokok Penyelenggaraan dan Pengembangan
Sistem Administrasi Negara, Jakarta, LAN.
Lembaga Administrasi Negara RI,( 2007). Penerapan Good Governance
di Indonesia, Jakarta, LAN.
Moleong, J Lexy, Prof.Dr.MA, 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif –
Edisi Revisi. Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.
Mustopadidjaya, (2005), Manajemen Proses Kebijakan Publik, Jakarta,
Lembaga Administrasi Negara - Duta Pertiwi Foundation, Jakarta.
Said Zainal Abidin , (2002), Kebijakan Publik, Jakarta, Yayasan Pancur Siwah.

170
Saleh, Harry Heriawan, (2008). Kemitraan Sektor Publik dan Swasta.
Jakarta, Pustaka Sinar Harapan.
Salim, Emil, ( 1991 ). Pembangunan Berwawasan Lingkungan. Jakarta,
LP3ES.
Sekretariat Tim Pengembangan Kebijakan Nasional Tata Kepemerintahan
yang Baik- Bappenas, (2007), Modul Penerapan Prinsip – Prinsip
Tata Pemerintahan yang Baik, Bappenas, Jakarta.
Sugandhy, Aca, Dr. Ir.Msc; Hakim, Rustam, MT (2007). Prinsip Dasar
Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan
Lingkungan. Jakarta, Bumi Aksara.
Subarsono, AG.Drs, Msi, MA.( cetakan kedua 2006 ). Analisis Kebijakan
Publik ( Konsep, Teori dan Apikasi ), Yogyakarta, Pustaka
Pelajar.
Sugiyono, Prof. Dr (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung,
Alfabeta.
Tjokroamidjojo, Bintoro ( cetakan ke 8 1985 ). Pengantar Administrasi
Pembangunan. Jakarta, LP3ES.
Widodo, Joko, Dr.M.S. ( cetakan kedua, 2008 ). Analisis Kebijakan Publik
( Konsep, dan Aplikasi Proses Kebijakan Publik). Malang,
Bayumedia Publishing.
Winarno, Budi . ( 2007 ). Kebijakan Publik Teori dan Proses, Edisi Revisi.
Yogyakarta, Media Pressindo.
Yoeti, Oka, A ( 2002 ). Perencanaan Strategis pemasaran Daerah Tujuan
Wisata. Jakarta, PT. Pradnya Paramita.

B. Peraturan Perundang – Undangan dan Kebijakan Lain


Undang - Undang no 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan.
Undang Undang no 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya
Undang – Undang no 25 tahun 1994 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional
Undang –Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan

Hidup,

171
Undang – Undang no 25 tahun 2004 tentang Program Pembangunan

Nasional (Propenas) 2000 - 2004

Tap MPR No. IV /MPR/1999 tentang GBHN.

Peraturan Presiden no 18 /1994 ttg Pengusahaan Pariwisata Alam di

Zona Taman Nas, Taman Hutan Raya,Taman Wisata Alam

Peraturan Presiden no 7 tahun 2005 tentang RPJMN 2004 – 2009

Keputusan Menteri Kehutanan no 184 / Kpts – II / 1998 tentang

Pemberian Izin Pengusahaan Pariwisata Alam kepada PT.Shorea

Barito Wisata Pada Sebagian Zona Pemanfaatan Taman

Nasional Bali Barat.

Keputusan Menteri Kehutanan No. 566/Kpts-II/1999 tanggal 21

Juli 1999 tentang

Penetapan Batas Areal Kerja PT.Shorea Barito Wisata.

Permenpan no Per/15/M.Pan/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi

Birokrasi

SK. Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Dephut 17/Kpts/DJ-

V/1998 20 Pebruari 1998 tentang Pengesahan Rencana Karya

Pengusahaan Pariwisata Alam di zona pemanfaatan intensif

Balai Taman Nasional Bali Barat, Kab Jembrana dan Buleleng

Propinsi Bali.

SK Dirjen Perlindungan dan Konservasi Alam No.186/Kpts/Dj-V/1999

tanggal 13 Desember 1999 tentang Pembagian Zonasi Taman

nasional Bali Barat.

SK Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No S 25/IV/ WAP JL /

2004 9 Januari 2004 tentang Rencana Karya Lima Tahun

172
Pengusahaan Pariwisata Alam Tahap II ( RKL-PPA ) Periode 1

April 2003– 31 Maret 2008 )

C. Makalah, Laporan dan Tesis

Mustopadidjaja, AR, Prof. Dr. ( 2008 ), Kebijakan Publik – Teori dan

Aplikasi. ( Bahan kuliah MPD 2008 ).

D. Laporan

Rencana Strategis Departemen Kebudayaan dan Pariwisata 2004 - 2009

Rencana Strategis ( Renstra ) Pemerintah Propinsi Bali 2003 – 2008.

Rencana Karya Lima Tahun ( RKL ) Pengusahaan Pariwisata Alam ( PPA )

Tahap Kedua ( 1 April 2003 – 31 Maret 2008 ) PT. Shorea Barito

Wisata pada Sebagian zona pemanfaatan Balai Taman Nasional

Bali Barat ( TNBB )

Rencana Karya Tahunan ( RKT ) Pengusahaan Pariwisata Alam ( PPA ) di

Zona Pemanfaatan Taman Nasional Bali Barat ( TNBB ) Tahap

XI 2008

RKT- PPA di Zona Pemanfaatan TNBB Tahap X Tahun 2007

RKT- PPA di Zona Pemanfaatan TNBB Tahap IX Tahun 2006

RKT- PPA di Zona Pemanfaatan TNBB Tahap VIII Tahun 2005

RKT- PPA di Zona Pemanfaatan TNBB Tahap VIITahun 2004

Laporan Pelaksanaan Pembinaan Pengusahaan Pariwisata Alam ( PPA )

PT. Shorea Barito Wisata 2008

Laporan Pelaksanaan Pembinaan PPA PT. Shorea Barito Wisata 2007

Laporan Pelaksanaan Pembinaan PPA PT. Shorea Barito Wisata 2006

Laporan Pelaksanaan Pembinaan PPA PT. Shorea Barito Wisata 2005

173
Laporan Pelaksanaan Pembinaan PPA PT. Shorea Barito Wisata 2004

Laporan Hasil Monitoring dan Evaluasi PPA PT. Shorea Barito Wisata

di Zona Pemanfaatan Intensif Taman Nasional Bali Barat 2003.

E. Website

Ekowisata Indonesia ( http://www.ekowisata.info )

landiyanto, Agustino, Erlangga, Wardaya, Wirya, Airlangga University,

2005, Framework of Regional Development in Agenda 21:

Sustainability and environmental vision ( http://mpra.ub.uni-

muenchen.de/2381/ )

Taman Nasional Bali Barat ( http://www.tnbalibarat.com)

Kartawijaya,Tb.Mh Idris,2008, Pembangunan Berkelanjutan,( http://

tbidris.wordpress.com/2008/03/31/pembangunan-berkelanjutan/ )

The International Ecotourism Society - Fact Sheet: Global Ecotourism—

Updated edition, September 2006 (http://www.ecotourism.org)

Taman Nasional ( http:// www.unep-wcmc.org/sites/wh/index.html )

Waka Shorea Resort and Spa ( http://www. wakashorearesort. com/ ).

WECD (World Commission on Environment and Development ), 1987.

Report of the World Commission on Environment and

Development: Our Common Future. ( http://www. un-

documents.net/wced-ocf.htm )

174
PEDOMAN OBSERVASI
EVALUASI KEBIJAKAN KEMITRAAN PENGUSAHAAN
PARIWISATA ALAM TAMAN NASIONAL BALI BARAT DALAM
MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

1. Hal – hal yang diobservasi pada penelitian ini adalah mengacu kepada

hal – hal

yang ada di wilayah PPA TNBB, sebagai berikut :

a. Pelaksanaan kebijakan di lapangan.

b. Sarana akomodasi ( Waka Shorea )

c. Sarana wisata di darat ( trekking, camping dll ) maupun bahari

( snorkeling, boating ).

d. Sarana transportasi dan akses menuju ke kawasan pariwisata alam

wilayah PPA TNBB.

e. Program pelestarian lingkungan yang ada.

f. Penangkaran curik Bali

g. Bentuk – bentuk kerjasama yang dilakukan antara pihak PT. Shorea

Barito Wisata dengan masyarakat sekitar wilayah PPA TNBB,LSM,

Balai TNBB.

h. Respon, tanggapan, keluhan masyarakat terhadap kehadiran PT.

Shorea Barito Wisata sebagai salah satu pengelola wilayah PPA

TNBB.

i. Wilayah TNBB yang menjadi tanggung jawab Balai TNBB

2. Peralatan observasi yang dipergunakan adalah : pedoman observasi,

pedoman wawancara, alat perekam, kamera digital.

175
3. Team penelitian adalah peneliti sendiri, satu orang asisten untuk

membantu mencatat hasil wawancara, satu orang asisten sebagai

fotografer.

4. Target waktu : 15 Mei –15 Juli 2009

Peta 1. 50 Taman Nasional di Indonesia

Taman Nasional di
Taman Nasional di Taman Nasional di
Bali dan Nusa
Pulau Sumatera Pulau Jawa
Tenggara
*)
1. Gunung Leuser **)
**)
1. Ujung Kulon 1. Bali Barat

2. Siberut *) 2. Kepulauan Seribu 2. Gunung Rinjani


**)
3. Kerinci Seblat 3. Gunung Halimun 3. Komodo *) **)
4. Gunung Gede 4. Manupeu Tanah
4. Bukit Tigapuluh *)
Pangrango Daru
5. Laiwangi
5. Bukit Duabelas 5. Karimunjawa
Wanggameti
***)
6. Bromo Tengger
6. Berbak 6. Kelimutu
Semeru
7. Sembilang 7. Meru Betiri
8. Bukit Barisan 8. Baluran

176
Selatan **)
9. Way Kambas 9. Alas Purwo
10. Batang Gadis 10. Gunung Merapi
11. Tesso Nilo 11. Gunung Merbabu
12. Gunung Ciremai

Keterangan:
Taman
Taman Nasional
Taman Nasional di Nasional di
di Pulau
Pulau Sulawesi Maluku dan
Kalimantan
Papua
1. Gunung Palung 1. Bunaken 1. Manusela
2. Danau Sentarum 2. Aketajawe -
***)
2. Bogani Nani Wartabone
Lolobata
*)
3. Teluk
3. Betung Kerihun 3. Lore Lindu
Cendrawasih
4. Bukit Baka-Bukit **)
4. Taka Bonerate 4. Lorentz
Raya
5. Tanjung Puting*) 5. Rawa Aopa Watumohai 5. Wasur
6. Kutai 6. Wakatobi
7. Kayan
7. Kepulauan Togean
Mentarang
8. Bantimurung -
8. Sebangau
Bulusaraung
*)
Cagar Biosfer
**)
World Heritage Sites
***)
Ramsar Sites

Peta 2. Taman Nasional Bali Barat

177
Peta 3 . Lokasi Waka Shorea Resort and Spa

178
179
PROGRAM MAGISTER ILMU ADMINISTRASI
S E K O LA H T I N G G I I L M U A D M I N I S T R A S I
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
Jalan Administrasi II Pejompongan, Jakarta Pusat 10260-Telp. (021) 5326396 Fax. (021) 53674562

NYOMAN RUDANA
Anggota DPD –RI ( Senator ) Propinsi Bali 2004 - 2009

Website / Email / Hp :

Website :
www.senatorrudana.yahoo.com
www.adonisrama.wordpress.com
www.museumrudana.com

Email :
adonisrama@yahoo.com
rudana@senatorrudana.com

Alamat Rumah :
Cok Rai Pudak 44, Peliatan, Ubud, Bali 80571
Ph : 0361-975779
Park Royal Apartment Tower 1 suite 1011
Jl Gatot Subroto, Jakarta 12071
Ph : 021 – 5717311

Alamat Kantor :
Dewan Perwakilan Daerah ( DPD ) Building, lantai 3, Ruang 302
( Propinsi Bali ).
Kompleks Gedung DPR – MPR, Jend Gatot Subroto 6, Jakarta 12071
Ph : 021- 57897242, Fax : 021 – 57897244
www.dpd.go.id
Pekerjaan Saat ini :
Oktober 2004 – September 2009
 Anggota DPD – RI mewakili Propinsi Bali, bertugas di :
 Panitia Ad Hoc / PAH IV. membidangi RAPBN, Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah, memberikan pertimbangan hasil pemeriksaan keuangan daerah dan
pemilihan anggota BPK serta pajak.
 Badan Kehormatan DPD - RI .
 Panitia Kerjasama Antar Lembaga Perwakilan / PKALP DPD-RI.
 Kelompok DPD –RI di MPR –RI.

 Anggota MPR – R I

2005 – Sekarang :
Komisaris GRP ( Group Rudana & Putra ) Holding Company

Seminars / Workshops Selama Menjadi Anggota


DPD :

28– 31 Juli 2009


Menghadiri ANU ( Australian National University ) Conference on Varieties of
Unicameralism di Legislative Assembly for the Australian Capital Territory (ACT ).
Bertemu Ausaid, ANU, dan pertemuan di CDI.

11– 15 Januari 2009


Menghadiri The 17 th Annual Meeting of the Asia Pasific Parliamentary Forum,
Vientiane, Lao PDR.

27 – 30 Nopember 2008
ASIAN PARLIAMENTARY ASSEMBLY 2008 dengan DPR RI sebagai tuan
rumah.

26 – 27 Juli 2008
Menghadiri the 8th Workshop of Parliamentary Scholars and Parliamentarians di
Wroxton College, Wroxton, Oxfordshire UK, dilanjutkan dengan mengunjungi The
House of Lords di London, UK.

26 – 27 Mei 2008
Menghadiri The Indonesia Regional Investment Forum ( IRIF ) di Ritz Carlton- Pasific
Place , Jakarta .

20 – 24 Januari 2008
Menghadiri The 16th APPF ( Asia Pasific Parliamentary Forum ) di Auckland, New
Zealand.

14 – 18 Desember 2007
Menghadiri International E- Parliament Hearing di Hotel Alila Ubud, Bali.
3 – 14 Desember 2007
Menghadiri Konferensi Perubahan Iklim PBB / United Nations Convention on Climate
Change ( UNCCC ) di Nusa Dua Bali

1 Juni 2007
Seminar dan Konsultasi Publik Perjuangan Bali Menuju Otonomi Khusus Dalam
Bingkai NKRI di Museum Indonesia TMII

29 April – 4 Mei 2007


Anggota delegasi Parlemen Indonesia dalam menghadiri The 116 th Assembly of IPU
( Inter Parliamentary Union ) Congress, di Bali International Convention Center
( BICC ) - Nusa Dua, Bali. Menulis dua makalah yang disebarkan di arena IPU :
 From Bali to The World : Tri Hita Karana Concept as the Fundamental Principle for
Developing World Peace.
 Global Warming : Tri Hita Karana as The Principle of Taking Smaller Steps
Towards One Main Goal : Save The Planet Earth.

14 – 15 Februari 2007
Salah satu nara sumber dalam Workshop Pengembangan Sistem Integritas Publik
dalam Tata Kelola Pemerintahan Daerah yang Baik, bekerjasama dengan Griffith
University of Queensland, Brisbane, Australia, di Hotel Sanur Plaza, Bali.

2 – 3 Nopember 2006
Menghadiri Indonesia Regional Investment Forum ( IRIF ), yang diselenggarakan oleh
DPD RI sebagai tuan rumah, di Hotel Shangrila , Jakarta.

September 2006
Mengunjungi Parlemen di Negara Bagian Queensland, Australia di Brisbane, menga-
dakan meeting mengenai sistem IT yang terintegrasi di kalangan institusi pemerintah
terkait dalam rangka menuju pemerintahan yang bersih ( good governance ).

21 – 28 Mei 2005
Mengunjungi ibu kota Australia, Canberra, bertemu dengan Menlu Australia Mr.
Alexander Downer, dan anggota Parlemen Commonwealth dimana dirumuskan
sejumlah saran antara lain perlunya pembentukan kelompok parlemen antara DPD RI
dengan Senat Australia untuk meningkatkan kerjasama antar Negara Bagian di
Australia dengan propinsi di Indonesia.

2005
Workshop Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, diselenggarakan oleh Depdagri,
di Hotel Borobudur, Jakarta.

2005
Workshop mengenai penguatan fungsi DPD dalam menuju Sistem Parlemen Bikameral
untuk mempercepat demokrasi, disponsori oleh Bank Dunia, di Lippo Karawaci,
Tangerang.
Pengalaman Kerja:

2000
Menciptakan Ksatria Seni Award, penghargaan seni yang diberikan setiap empat tahun
sekali kepada individu maupun organiasi yang mendedikasikan hidupnya untuk
memajukan seni di tanah air.

1995
Mendirikan Yayasan Seni Rudana, mensponsori anak – anak serta pemuda di Bali dalam
menempuh pendidikan di bidang seni, tari menari serta musik

1991
Mendirikan Padma Indah Cottage di Ubud ( berubah menjadi Wakanamya Resort and
Spa di tahun 2003). Website : www.wakanamya.com

22 Desember 1990
Peletakan batu pertama didirikannya Museum Rudana di Kawasan Seni Rudana Ubud,
satu kompleks dengan Rudana Fine Art Gallery. Diresmikan oleh Presiden Soeharto
tanggal 26 Desember 1995.
Museum Rudana merupakan museum yang menampilkan karya seni terutama karya lukis
masterpiece dari para seniman terkemuka Bali teristimewa, Indonesia serta luar negeri.
Website : www.museumrudana.com.

1980
Mendirikan Yayasan Pendidikan Udaya Ukir, di Ubud Bali, berfokus pada pendidikan
dasar.

1978
Mendirikan Rudana Fine Art Gallery di Ubud, Bali. Website :
www.museumrudana.com.

1974 – 1975 Karyawan Bali Hyatt, Sanur

1974
Mendirikan The Rudana Painter Community di Sanur, Bali, untuk membina dan
mengembangkan kreatifitas seni lukis di daerah Sanur, serta membantu para seniman
lokal dalam memasarkan hasil karyanya.

1970 - 1973 Pemandu wisata di Bali.

Pengalaman menjadi Dosen Tamu :


19 Agustus 2007 Sekolah Tinggi Manajemen ( STM ) IMNI Jakarta Seminar
Bisnis mahasiswa pascasarjana dengan topik : Art Gallery
dalam Perspektif Kewirausahaan.

2005 ISI (Institut Seni Indonesia ) Denpasar


Topik : Hubungan Timbal Balik antara Seni dan Manajemen Bisnis.
2003 dan 2004 Udayana University, Magister Management ( MM ) Program.
Topik : Hubungan Timbali Balik antara Seni Budaya dan Industri
pariwisata.

Pendidikan Formal :
2008 - 2009 Program pasca sarjana Manajemen Pembangunan Daerah, STIA
LAN Jakarta
2000 - 2004 Fakultas Ekonomi STIE Adhi Nyaga, Jakarta
1969 - 1970 PGSLP Negeri, Madiun, Jawa Timur
1965 - 1968 SLUA Saraswati Denpasar, Bali
1962 - 1965 SMP Negeri, Ubud, Gianyar-Bali
1956 - 1962 SD Negeri, Mawang, Ubud, Bali

Pendidikan Non Formal :


2003 - 2004 Kelas vokal dan dansa - Bali
2003 - 2004 Kursus kepribadian John Robert Powers - Bali
1972 Kursus bahasa Itali - Bali
1971 Kursus bahasa Inggris - Bali

Penghargaan :
2000
Penghargaan L’albero dell’umanita ( Pohon Perdamaian ) dari pemerintah Italia,
sebagai apresiasi terhadap upaya dalam menyampaikan misi perdamaian dunia
melalui seni. Diberikan beberapa bulan setelah Museum Rudana menyelenggarakan
pameran lukisan di Roma pada tahun 2000.

14 Desember 1994
Penghargaan Upakarti, diserahkan oleh Presiden Soeharto, sebagai penghargaan dalam
bidang Pembinaan dan Pengembangan Industri Kecil dan Kerajinan dalam rangka
Pengembangan Industri Nasional.

1985
Lempad Prize Award, diberikan oleh Sanggar Dewata Indonesia, sebagai penghargaan
terhadap komitmen dan upaya dalam mempromosikan seni budaya Indonesia.

Pameran Lukisan di Manca Negara :

2000 Pameran lukisan di Roma, diselenggarakan oleh Museum Rudana.


1998 Pameran lukisan The Seven Figurative Artists pada acara Annual
Qurain Festival di Kuwait City, Kuwait, diselenggarakan Museum
Rudana.

Febuari 1997 Pameran lukisan di Kuwait National Council for Culture, Arts and
Letters di Kuwait City, Kuwait, diselenggarakan oleh Museum Rudana.
1991 Pameran lukisan di enam Negara Bagian di Amerika Serikat, diseleng-
garakan oleh Rudana Fine Art Gallery, bekerjasama dengan KIAS.

Agustus – Oktober 1981


Pameran lukisan di Jerman Barat ( Dusseldorf, Sigbourg, Berlin Barat)
dan Italia (Roma, Milano, Bergamo), diselenggarakan oleh Rudana
Fine Art Gallery

Organisasi :
• 2002 – 2006 Ketua PABBSI ( Persatuan Angkat Besi Seluruh Indonesia )
cabang Bali.

• 2000 Pendiri HIMUSBA ( Himpunan Museum Bali ).


2002 – 2005 Treasurer HIMUSBA
2005 – sekarang Anggota Dewan Penasehat HIMUSBA

• 2001 Pendiri dan Chartered President Rotary Club of Bali - Ubud


2002 Past President Rotary Club of Bali – Ubud.
• 2000 – 2003 Stakeholder dari Bali Tourism Board ( BTB )

• 1997 – 2003 Ketua Persatuan Tourist Attractions “PUTRI” Bali

• 1983 – 1987 Ketua PERCASI ( Persatuan Catur Seluruh Indonesia )

• 1980 – 1985 Ketua Bali Art Shops Association (BAA)

• 1966 – 1971 Ketua Karang Taruna di desa Gelogor, Lod Tunduh, Ubud

Data Pribadi :

Tempat / Tanggal Lahir Gianyar, 17 September 1948

Status Menikah

Agama Hindu Bali

Istri Ni Wayan Olasthini

Anak 4 orang, 2 pria, 2 wanita

You might also like