You are on page 1of 22

MAKALAH PERPAJAKAN

KETENTUAN KHUSUS PPN DAN PPnBM

Disusun Oleh: 1. Himmah Bandariy 2. Joko Surono 3. Klaudia Xary

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2013

KETENTUAN KHUSUS PPN DAN PPnBM

1. FASILITAS KHUSUS DIBIDANG PPN/PPnBM


Fasilitas khusus dalam bidang PPN dan PPnBM yang diberikan oleh pemerintah antara lain adanya fasilitas PPN/PPnBM tidak dipungut dan dibebaskan. Latar belakang diberikannya fasilitas tersebut antara lain : - sektor kegiatan ekonomi yang berprioritas tinggi dalam skala nasional, - mendorong perkembangan dunia usaha dan meningkatkan daya saing, - mendukung pertahanan nasional, serta - memperlancar pembangunan nasional. Selain non objek, juga masih diberikan fasilitas PPN dengan tujuan tertentu, hanya perlu dijaga agar penerapannya tidak menyimpang dari tujuan. diberlakukan dan diterapkannya perlakuan yang sama terhadap semua Wajib Pajak atau terhadap kasus-kasus dalam bidang perpajakan yang pada hakikatnya sama dengan berpegang teguh pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemberian fasilitas hanya terbatas untuk : 1. Mendorong ekspor (TPB) 2. Mengakomodir perjanjian dengan negara lain (konvensi internasional) 3. Meningkatkan kesehatan masyarat (pengadaan vaksin) 4. Melindungi wilayah RI (pengadaan peralatan TNI/Polri) 5. Mendukung pertahanan nasional (penyediaan data batas wilayah RI) 6. Meningkatkan kecerdasan bangsa (penyediaan buku) 7. Pembangunan tempat ibadah 8. Menyediakan perumahan rakyat 9. Pengembangan armada transportasi nasional 10. Penyediaan barang strategis (bahan baku kerajinan perak) 11. Proyek pemerintah yang dibiayai utang luar negeri 12. Mengakomodasi kelaziman internasional dalam importasi BKP tertentu 13. Penanganan bencana alam nasional 14. Menyediakan air bersih dan listrik 15. Penyediaan angkutan umum udara di daerah tertentu

Berdasarkan ketentuan Pasal 16B Ayat (2) & (3)

UU PPN Pajak Masukan Atas

Penyerahan Yang Mendapatkan Fasilitas PPN maka berlaku ketentuan sebagai berikut : Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan/atau perolehan JKP yang atas penyerahannya tidak dipungut PPN dapat dikreditkan Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan/atau perolehan JKP yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN tidak dapat dikreditkan. PPN/PPnBM Tidak Dipungut dalam Kawasan Berikat dan Kawasan Bebas Berdasarkan Pasal 14 Ayat (1) PMK 147/PMK.04/2011 jo PMK 44/PMK.04/2012 tentang Kawasan Berikat, diatur mengenai fasilitas PPN dan PPnBM Impor Tidak Dipungut. Barang yang dimasukkan ke Kawasan Berikat berupa : Bahan Baku dan Bahan Penolong asal luar daerah pabean untuk diolah lebih lanjut; Barang Modal asal luar daerah pabean dan Barang Modal dari Kawasan Berikat lain yang dipergunakan di Kawasan Berikat; peralatan perkantoran asal luar daerah pabean yang dipergunakan oleh Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB; barang Hasil Produksi Kawasan Berikat lain untuk diolah lebih lanjut atau dijadikan Barang Modal untuk proses produksi; barang Hasil Produksi Kawasan Berikat yang dimasukkan kembali dari luar daerah pabean ke Kawasan Berikat; barang Hasil Produksi Kawasan Berikat yang dimasukkan kembali dari Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat (TPPB) ke Kawasan Berikat; barang jadi asal luar daerah pabean yang dimasukkan ke Kawasan Berikat untuk digabungkan dengan barang Hasil Produksi Kawasan Berikat yang semata-mata untuk diekspor; dan/atau pengemas dan alat bantu pengemas asal luar daerah pabean dan/atau Kawasan Berikat lainnya yang dimasukkan ke Kawasan Berikat untuk menjadi satu kesatuan dengan barang Hasil Produksi Kawasan Berikat. Sedangkan berdasarkan Pasal 14 Ayat (2) PMK 147/PMK.04/2011 jo PMK 44/PMK.04/2012 tentang Kawasan Berikat, diatur mengenai fasilitas PPN dan PPnBM Tidak Dipungut, berupa : pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat untuk diolah lebih lanjut;

pemasukan kembali barang dan Hasil Produksi Kawasan Berikat dalam rangka subkontrak dari Kawasan Berikat lain atau perusahaan industri di tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat;

pemasukan kembali mesin dan/atau cetakan (moulding) dalam rangka peminjaman dari Kawasan Berikat lain atau perusahaan di tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat;

pemasukan Hasil Produksi Kawasan Berikat lain, atau perusahaan di tempat lain dalam daerah pabean yang Bahan Baku untuk menghasilkan hasil produksi berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, untuk diolah lebih lanjut oleh Kawasan Berikat;

pemasukan hasil produksi yang berasal dari Kawasan Berikat lain, atau perusahaan di tempat lain dalam daerah pabean yang Bahan Baku untuk menghasilkan hasil produksi tersebut berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, yang semata-mata akan digabungkan dengan barang Hasil Produksi Kawasan Berikat untuk diekspor; atau

pemasukan pengemas dan alat bantu pengemas dari tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat untuk menjadi satu kesatuan dengan Hasil Produksi Kawasan Berikat. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang selanjutnya disebut sebagai

Kawasan Bebas, adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai. Berdasarkan Pasal 14 Ayat (4 ) dan (5) PMK 147/PMK.04/2011 diatur bahwa Barang Dari Kawasan Bebas : Pembebasan PPN atau PPN dan PPnBM diberikan atas pemasukan barang dari Kawasan Bebas yang akan diolah lebih lanjut dan/atau digabungkan dengan hasil produksi di Kawasan Berikat Untuk mendapatkan fasilitas, pengusaha di Kawasan Bebas harus mendapat izin dari Badan Pengusahaan Kawasan Bebas. PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut diberikan atas pengeluaran barang dari Kawasan Berikat termasuk Hasil Produksi Kawasan Berikat kepada pengusaha di Kawasan Bebas yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan Bebas Fasilitas lain mengenai PPN/PPnBM tidak dipungut dalam Pasal 16 Ayat (1) PMK 147/PMK.04/2011, antara lain : pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat yang Bahan Baku untuk menghasilkan hasil produksi berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, ke Kawasan Berikat lainnya;

pengeluaran Bahan Baku dan Bahan Penolong, cetakan (moulding), dan/atau mesin, dalam rangka subkontrak dari Kawasan Berikat kepada Kawasan Berikat lainnya atau perusahaan industri di tempat lain dalam daerah pabean;

pengeluaran barang yang rusak dan/atau apkir (reject) asal tempat lain dalam daerah pabean yang sama sekali tidak diproses di Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean, sepanjang barang tersebut dikembalikan ke perusahaan tempat asal barang; dan

pengeluaran mesin dan/atau cetakan (moulding) dalam rangka peminjaman ke perusahaan industri di tempat lain dalam daerah pabean dan Kawasan Berikat lainnya, sepanjang mesin dan/atau cetakan (moulding) tersebut digunakan untuk memproduksi barang hasil produksi yang akan diserahkan kepada pemberi pinjaman dari Kawasan Berikat asal.

Fasilitas PPN/PPnBM Tidak Dipungut Atas Proyek Yang dibiayai Hutang /Hibah LN Fasilitas ini diatur dalam Pasal 2 PP 42 Tahun 1995 s.t.td PP No 42 Tahun 2001, bahwa PPN dan PPnBM yang terutang sejak tanggal 1 April 1995 atas impor serta penyerahan Barang dan Jasa dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak dipungut. Perlakuan PPN Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) 239/KMK.01/1996 : PPN dan PPnBM atas impor BKP, pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean, pemanfaatan BKPTW dari luar Daerah Pabean, penyerahan BKP dan/atau JKP oleh Kontraktor Utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang seluruh dananya dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak dipungut PPN dan PPnBM atas impor BKP, pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean, pemanfaatan BKPTW dari luar Daerah Pabean, penyerahan BKP dan/atau JKP oleh Kontraktor Utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang sebagian dananya dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak dipungut hanya atas bagian dari proyek Pemerintah yang dananya dibiayai dengan hibah atau pinjaman luar negeri tersebut. Fasilitas PPN/PPnBM Dibebaskan Atas BKP/JKP Tertentu PPN Dibebaskan Atas BKP/JKP Tertentu antara lain diatur dalam PP 146 Tahun 2000 s.t.td PP 38 Tahun 2003 antara lain mengatur bahwa PPN/PPn Di Bebaskan atas :

Impor BKP Tertentu Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, alat angkutan di darat, kendaraan lapis baja, kendaraan patroli, dan kendaraan angkutan khusus lainnya, serta suku cadangnya yang diimpor oleh Departemen Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) atau oleh pihak lain yang ditunjuk oleh Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI untuk melakukan impor tsb, dan komponen atau bahan yang belum dibuat di dalam negeri, yang diimpor oleh PT (PERSERO) PINDAD, yang digunakan dalam pembuatan senjata dan amunisi untuk keperluan Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI; Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional (PIN); Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama; Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya; Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional, dan suku cadang serta peralatan uhtuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa rawatan atau reparasi pesawat udara kepada Perusahaan Udara Niaga Nasional; Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia, dan komponen atau bahan yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia, yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang akan digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia; Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Departemen Pertahanan atau TNI untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia yang

dilakukan untuk mendukung pertahanan Nasional, yang diimpor oleh Departemen Pertahanan, TNI atau pihak yang ditunjuk oleh Departemen Pertahanan atau TNI. Penyerahan BKP Tertentu Rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun sederhana, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar serta perumahan lainnya, yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah; Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, alat angkutan di darat, kendaraan lapis baja, kendaraan patoli dan kendaraan angkutan khusus lainnya, serta suku cadangnya yang diserahkan kepada Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI, dan komponen atau bahan yang diperlukan dalam pembuatan senjata dan amunisi oleh PT (PERSERO) PINDAD untuk keperluan Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI; Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional (PIN); Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama; Kapal Laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, Kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau keselamatan manusia yang diserahkan kepada dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional sesuai dengan kegiatan usahanya; Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diserahkan kepada dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara yang diperoleh oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan atau reparasi Pesawat Udara kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional; Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diserahkan kepada dan digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia dan komponen atau bahan yang diserahkan kepada pihak yang ditunjuk oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia, yang digunakan untuk pembuatan kereta api,

suku cadang, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang akan digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia; Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia untuk mendukung pertahanan Nasional yang diserahkan kepada Departemen Pertahanan atau TNI. Penyerahan JKP Tertentu Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Laut Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Nasional, yang meliputi: Jasa persewaan kapal; Jasa kepelabuhan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat, dan jasa labuh; Jasa perawatan atau reparasi (docking) kapal;

Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang meliputi : Jasa persewaan pesawat udara; Jasa perawatan atau reparasi pesawat udara;

Jasa perawatan atau reparasi kereta api yang diterima oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia; Jasa yang diserahkan oleh kontraktor untuk pemborongan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 1 dan pembangunan tempat yang semata-mata untuk keperluan ibadah;

Jasa persewaan rumah susun sederhana, rumah sederhana, dan rumah sangat sederhana; Jasa yang diterima oleh Departemen Pertahanan atau TNI yang dimanfaatkan dalam rangka penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia untuk mendukung pertahanan nasional."

Fasilitas PPN/PPnBM Dibebaskan Atas BKP Yang Bersifat Strategis PPN Dibebaskan Atas BKP Tertentu Yang Bersifat Strategis PP 12 Tahun 2001 s.t.t.d PP 31 Tahun 2007, antara lain : Impor BKP Tertentu Yang Bersifat Strategis barang modal yang diperlukan secara langsung dalam proses menghasilkan BKP, oleh PKP yang menghasilkan BKP tersebut;

makanan ternak, unggas, dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak, unggas, dan ikan; bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran, atau perikanan; barang hasil pertanian.

Penyerahan BKP Tertentu Yang Bersifat Strategis Barang modal yang diperlukan secara langsung dalam proses menghasilkan BKP, oleh PKP yang menghasilkan BKP tersebut; makanan ternak, unggas, dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak, unggas, dan ikan; barang hasil pertanian bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran, atau perikanan; air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum; listrik kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6600 (enam ribu enam ratus) watt; RUSUNAMI.

2. PPN / PPnBM ATAS PENYERAHAN KEPADA PEMUNGUT PAJAK


Pemungut PPN dan PPnBM adalah: 1. Bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sesuai KMK No:563/KMK.03/2003 sejak Sejak 1 Januari 2004 2. Kontraktor Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Migas & Kontraktor atau Pemegang Kuasa Pabum sesuai PMK No: 73/PMK.03/2010 sejak Sejak 1 April 2010 3. BUMN sesuai PMK No:85/PMK.03/2012 stdtd 136 /PMK.03/2012 sejak Sejak 1 Juli 2012 Bendaharawan Pemerintah Sebagai Pemungut PPN dan PPnBM a) Direktorat Jenderal Anggaran (Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara) yang sekarang menjadi Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara) b) Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri/Ketua Lembaga sebagai Bendahara / Bendahara proyek sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (1) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1984; c) Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Kewajiban Bendahara sebagai Pemungut PPN dan PPnBM : 1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP. KPP Pratama/KPPN atau Bendahara sebagai Pemungut PPN ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 tanggal 24 Desember 2003 sehingga tidak perlu lagi ada Surat Keputusan Khusus Penunjukan sebagai Pemungut Pajak, namun tetap wajib mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP. 2. Memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPnBM yang terutang oleh PKP atas penyerahan BKP dan/atau JKP kepada instansi Pemerintah. Obyek Pemungutan PPN DAN PPnBM 1. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPN atas: a. b. c. 2. Penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukan oleh PKP Rekanan; Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

PPnBM hanya dipungut dalam hal PKP Rekanan adalah pabrikan dari BKP yang tergolong mewah.

Pembayaran Yang Tidak Dipungut PPN dan atau PPnBM oleh Bendahara Pemerintah 1. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000 dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah. a. b. Batas jumlah pembayaran sebesar Rp 1.000.000 termasuk PPN dan PPnBM; PPN dan PPnBM yang terutang atas pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000 dipungut dan disetor oleh PKP yang bersangkutan sesuai ketentuan yang berlaku umum. 2. Pembayaran untuk pembebasan tanah. 3. Pembayaran atas Penyerahan BKP dan atau JKP yang menurut perundang-undangan yang berlaku, mendapat fasilitas PPN tidak dipungut dan atau dibebaskan dari pengenaan PPN. a. Pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yang dibebaskan dari pengenaan PPN berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2003 tentang Impor dan

atau penyerahan BKP Tertentu dan atau penyerahan JKP Tertentu Yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN b. Pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yang dibebaskan dari pengenaan PPN berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan BKP tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2007 c. Pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yang PPN-nya tidak dipungut berdasarkan PP Nomor 42 tahun 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, PPN dan PPnBM dan PPh dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP Nomor 25 Tahun 2001 4. Pembayaran untuk penyerahan BBM dan bukan BBM oleh Pertamina. 5. Pembayaran atas rekening telepon. 6. Pembayaran untuk jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan. 7. Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, tidak dikenakan PPN

Saat Pemungutan Pemungutan PPN dan/atau PPnBM oleh Bendahara dilakukan pada saat pembayaran kepada rekanan Pemerintah, dengan cara pemotongan secara langsung dari tagihan Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah tersebut.

Dasar Pemungutan Dasar pemungutan PPN dan PPnBM adalah jumlah pembayaran baik dalam bentuk uang muka, pembayaran sebagian, atau pembayaran seluruhnya yang dilakukan oleh Pemungut PPN kepada PKP Rekanan. Dalam jumlah pembayaran yang dilakukan oleh pemungut PPN tersebut di atas termasuk PPN dan PPnBM yang terutang tanpa memperhatikan apakah dalam kontrakmenyebutkan ketentuan pemungutan PPN dan atau PPnBM maupun tidak.

Tata Cara Pemungutan 1) PKP rekanan wajib menerbitkan Faktur Pajak dan SSP pada saat menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah baik untuk sebagian maupun seluruh pembayaran. Dalam

hal pembayaran diterima sebelum penagihan atau sebelum penyerahan BKP dan atau JKP, Faktur Pajak wajib diterbitkan pada saat pembayaran diterima. 2) Dalam hal penyerahan BKP tersebut terutang PPnBM maka PKP rekanan Pemerintah mencantumkan jumlah PPnBM yang terutang pada Faktur Pajak. 3) Faktur Pajak dibuat dalam rangkap tiga: a. b. c. lembar ke-1 : untuk Bendahara. lembar ke-2 : untuk arsip PKP rekanan Pemerintah. lembar ke-3 : untuk KPP Pratama/KPP melalui Bendahara pemerintah.

4) Surat Setoran Pajak (SSP) dibuat oleh PKP Rekanan dengan nama, alamat dan NPWP dari PKP Rekanan yang bersangkutan namun ditandatangani oleh Bendahara selaku pemungut pajak yang bertindak atas nama PKP Rekanan.

BUMN Sebagai Pemungut PPN Untuk tarif dan dasar pemungutan hampir sama dengan yang diuraikan di atas. Namun untuk BUMN , Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut oleh Badan Usaha Milik Negara dalam hal : 1) pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) termasuk jumlah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah; 2) pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai; 3) pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero); 4) pembayaran atas rekening telepon; 5) pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; dan/atau 6) pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Pembuatan Faktur Rekanan wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Badan Usaha Milik Negara. Faktur Pajak harus dibuat pada saat : a) penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;

b) penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; atau c) penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.

Mekanisme pemungutan Penyetoran PPN dan PPnBM yang dipungut dilakukan paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pemungut wajib melaporkan PPN dan PPnBM yang dipungut dan disetor ke KPP tempat terdaftar paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.

3. KETENTUAN ATAS TRANSASKI/INDUSTRI KHUSUS


Apartemen, Real Estate, Dan Konstruksi Perlakuan perpajakan khususnya untuk PPN dan PPnBM untuk apartemen, realestate dan konstruksi pada dasarnya hamper sama dengan obyek pajak yang lain. DPP PPN Real Estate mangacu pada : Jumlah harga jual yaitu nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak). Sehingga PPN adalah : Tarif PPN = 10% X DPP PPN *DPP PPN adalah jumlah harga jual. Untuk saat terutang dan saat pembuatan faktur sesuai dengan ketentuan perpajakan yang telah ditjelaskan sebelumnya.

Fasilitas

Dibebaskan

diatur

dalam

PMK

36/PMK.03/2007

s.t.t.d

PMK

125/PMK.11/2012 Atas penyerahan Rumah Sederhana, Rumah Sangat Sederhana, Rumah Susun Sederhana, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar serta Perumahan Lainnya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

a)

Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 adalah rumah yang perolehannya secara tunai ataupun dibiayai melalui fasilitas kredit bersubsidi maupun tidak bersubsidi, atau melalui pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, yang memenuhi ketentuan: luas bangunan tidak melebihi 36 m2 (tiga puluh enam meter persegi); harga jual tidak melebihi: Rp88.000.000,00 (delapan puluh delapan juta rupiah) yang meliputi wilayah Sumatera, Jawa, dan Sulawesi, tidak termasuk Batam, Bintan, Karimun, Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi; Rp95.000.000,00 (sembilan puluh lima juta rupiah) yang meliputi wilayah Kalimantan, Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat; Rp145.000.000,00 (seratus empat puluh lima juta rupiah) yang meliputi wilayah Papua dan Papua Barat; Rp95.000.000,00 (sembilan puluh lima juta rupiah) yang meliputi wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Bali, Batam, Bintan dan Karimun; dan merupakan rumah pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak dimiliki.

b.

Rumah Susun Sederhana yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi dengan KM/WC dan dapur baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal, yang perolehannya secara tunai ataupun dibiayai melalui fasilitas kredit bersubsidi maupun tidak bersubsidi, yang memenuhi ketentuan: a) harga jual untuk setiap hunian termasuk strata title tidak melebihi Rp 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah); b) luas bangunan untuk setiap hunian tidak melebihi 21 m2 (dua puluh satu meter persegi); c) pembangunannya mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum yang mengatur mengenai Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun; dan d) merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak dimiliki.

c.

Pondok Boro yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah bangunan sederhana, berupa bangunan bertingkat atau tidak bertingkat, yang dibangun dan dibiayai oleh perorangan atau koperasi buruh atau koperasi karyawan yang diperuntukkan bagi para buruh tidak tetapatau para pekerja sektor informal berpenghasilan rendah dengan biaya sewa yang disepakati, yang tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak diperoleh.

d.

Asrama Mahasiswa dan Pelajar yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah bangunan sederhana, berupa bangunan bertingkat atau tidak bertingkat, yang dibangun dan dibiayai oleh universitas atau sekolah, perorangan dan atau Pemerintah Daerah yang diperuntukkan khusus untuk pemondokan pelajar atau mahasiswa, yang tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak diperoleh.

PPnBM atas Rumah Mewah, dll (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 620/PMK.03/2004) Dikenakan PPnBM dengan tarif 20% adalah : 1. Rumah dengan luas bangunan 400 m2 atau lebih atau harga jual bangunan Rp 3jt/m2 atau lebih 2. Apartemen, kondominium, town house dengan luas bangunan 150 m2 atau lebih atau dengan harga bangunan Rp 4jt/m2 atau lebih PPnBM atas Rumah Mewah, dll (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.03/2009) 1. 2. 3. Rumah dengan luas bangunan 350 m2 atau lebih Town house non strata title luas bangunan 350 m2 atau lebih Apartemen, kondominium, town house strata title dan sejenisnya dengan luas bangunan 150 m2 atau lebih Perdagangan Emas Diatur dalam keputusan Mneteri Keuangan Nomor 83/KMK.03/2002 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Emas Perhiasan Oleh Penguasaha Toko Emas Perhiasan. Dari peraturan tersebut dapat diperoleh beberapa hal antara lain : a. Pengusaha Toko Emas Perhiasan adalah orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dibidang penyerahan emas perhiasan, berdasarkan pesanan maupun penjualan langsung, baik hasil produksi sendiri maupun pihak lain, yang memiliki karakteristik pedagang eceran.

b. Emas Perhiasan adalah perhiasan dalam bentuk apapun yang bahannya sebagian atau seluruhnya dari emas dan atau logam mulia lainnya, termasuk yang dilengkapi dengan batu permata dan atau bahan lain yang melekat atau terkandung dalam emas perhiasan tersebut. c. Pengusaha Toko Emas Perhiasan wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. d. Atas penyerahan Emas Perhiasan oleh Pengusaha Toko Emas Perhiasan terutang Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% dari harga jual emas perhiasan. e. Dalam menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terutang, Pengusaha Toko Emas Perhiasan dapat menggunakan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dengan cara sebagai berikut: - Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Emas Perhiasan oleh Pengusaha Toko Emas Perhiasan adalah sebesar 10% X Harga Jual Emas Perhiasan; - Jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar oleh Pengusaha Toko Emas Perhiasan adalah sebesar 10% X 20% X jumlah seluruh penyerahan Emas Perhiasan. - Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan Emas Perhiasan yang dilakukan oleh Pengusaha Toko Emas Perhiasan yang menggunakan nilai lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat dikreditkan. Transaksi Syariah Dalam Pasal 1 A ayat (1) huruf h UU PPN : Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah: penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang membutuhkan Barang Kena Pajak. Berdasarkan Pasal 4 A ayat (3) huruf d UU PPN, Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai, antara lain Jasa keuangan meliputi: jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa: a) Sewa guna usaha dengan hak opsi; b) anjak piutang; c) usaha kartu kredit; dan/atau d) pembiayaan konsumen;

Sesuai Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE - 121/PJ/2010, Kegiatan usaha Bank Umum yang merupakan penyerahan jasa keuangan yang tidak terutang PPN, anatara lain menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; Diatur dalam bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (2) huruf b angka 5 UndangUndang Nomor 47 Tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2010, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah Atas Transaksi Murabahah Perbankan yariah Tahun Anggaran 2010Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK 251/PMK.011/2010 Pedagang Eceran (Retail) Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER 24/PJ/2012 s.t.t.d 08/PJ/2013, Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran adalah Pengusaha Kena Pajak yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan : a. penyerahan Barang Kena Pajak dengan cara sebagai berikut : 1) melalui suatu tempat penjualan eceran atau langsung mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya; 2) dengan cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; 3) pada umumnya penyerahan Barang Kena Pajak atau transaksi jual beli dilakukan secara tunai dan penjual atau pembeli langsung menyerahkan atau membawa Barang Kena Pajak yang dibelinya; atau b. penyerahan Jasa Kena Pajak dengan cara sebagai berikut : 1) melalui suatu tempat penyerahan jasa secara langsung kepada konsumen akhir atau langsung mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya; 2) dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan 3) pada umumnya pembayaran atas penyerahan Jasa Kena Pajak dilakukan secara tunai.

Faktur Pajak Bagi Pedagang Eceran Sesuai PER - 58/PJ/2010 bahwa PKP PE wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak. Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak oleh PKP PE paling sedikit harus memuat keterangan : a) nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak; b) jenis Barang Kena Pajak yang diserahkan; c) jumlah Harga Jual yang sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai atau besarnya Pajak Pertambahan Nilai dicantumkan secara terpisah; d) Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; dan e) kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak. Faktur Pajak yang diterbitkan pedagang eceran dapat berupa : a) bon kontan, b) faktur penjualan, c) segi cash register, d) karcis, e) kuitansi, atau f) tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yang sejenis. Bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan kepentingan PKP PE. Kode dan nomor seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf e dapat berupa nomor nota, kode nota, atau ditentukan sendiri oleh PKP PE. Berdasarkan Pasal 18 ayat 2 Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER- 24/PJ/2012, Kode dan nomor seri Faktur Pajak yang digunakan untuk penomoran Faktur Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e angka 2 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tidak mengikuti ketentuan penomoran Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 24/PJ/2012 Sanksi STP Pedagang Eceran Pasal 4 ayat (1) PMK 184/PMK.03/2012, bahwa Pedagang eceran yang membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli, dan nama dan tanda tangan penjual,

tidak diterbitkan STP Pasal 14 ayat (1) huruf e angka 2 UU KUP Pelaporan : Bagi PKP yang dalam menghitung Pajak Masukan dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan, pelaporan Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PKP Pedagang Eceran dilaporkan dalam Formulir 1111 DM kolom I huruf A yakni baris penyerahan barang PKP Pedagang Eceran melaporkan Faktur Pajak dalam SPT Masa PPN 1111 Formulir AB pada butir I huruf B angka 2 yakni baris penyerahan dalam negeri dengan Faktur Pajak yang Digunggung. Leasing 1) Kegiatan sewa guna usaha (leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease), untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran. 2) Dalam kegiatan sewa guna usaha tersebut, pengadaan barang modal dapat juga dilakukan dengan cara membeli barang penyewa guna usaha (lessee) yang kemudian disewagunausahakan kembali (sale and leaseback). 3) Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1A ayat (1) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, diatur bahwa yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak, antara lain adalah pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing). Selanjutnya, dalam penjelasannya, antara lain dinyatakan bahwa dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi, Barang Kena Pajak dianggap diserahkan secara langsung oleh Pengusaha Kena Pajak pemasok (supplier) kepada pihak yang membutuhkan barang (lessee). 4) Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1A ayat (2) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, diatur bahwa yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-piutang. 5) Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 4A ayat (3) huruf d Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, diatur jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai, antara lain adalah jasa keuangan.

6) Selanjutnya, dalam penjelasan Pasal 4A huruf d butir 3 huruf a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dinyatakan bahwa sewa guna usaha dengan hak opsi merupakan jasa pembiayaan yang termasuk dalam cakupan jasa keuangan yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai. Transaksi sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi 1) Dalam hal Barang Kena Pajak berupa barang modal yang menjadi objek pembiayaan berasal dari pemasok (supplier) : a. Barang Kena Pajak tersebut dianggap diserahkan secara langsung oleh Pengusaha Kena Pajak pemasok (supplier) kepada lessee; b. Lessor tidak perlu dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak karena dianggap hanya menyerahkan jasa pembiayaan yang merupakan jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai; c. Pengusaha Kena Pajak pemasok wajib menerbitkan Faktur Pajak kepada lessee dengan menggunakan identitas lessee sebagai pembeli Barang Kena Pajak/penerima Jasa Kena Pajak (tidak menggunakan metode qualitate qua (q.q.)). d. Dasar Pengenaan Pajak yang dicantumkan dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf c) adalah sebesar Harga Jual dari Pengusaha Kena Pajak pemasok. 2) Dalam hal Barang Kena Pajak berupa barang modal yang menjadi objek pembiayaan berasal dari dari persediaan yang telah dimiliki oleh lessor : a. Lessor pada dasarnya melakukan dua jenis penyerahan, yaitu : 1) Penyerahan jasa pembiayaan yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pada butir 5 di atas; dan 2) penyerahan Barang Kena Pajak, yang merupakan objek Pajak Pertambahan Nilai. b. Lessor harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan harus menerbitkan Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut kepada lessee. c. Pengukuhan lessor sebagai Pengusaha Kena Pajak ini dilakukan dengan tetap memperhatikan batasan Pengusaha Kecil menurut ketentuan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai d. Dasar Pengenaan Pajak yang dicantumkan dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf b) adalah Harga Jual, tidak termasuk unsur bunga yang

diminta atau seharusnya diminta oleh lessor karena jasa pembiayaan yang diserahkannya. 3) Penggunaan qualitate qua (q.q) pada bagian nama dan/atau NPWP pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak pada Faktur Pajak yang telah diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak pemasok (supplier) sebelum diberlakukannya Surat Edaran ini dapat dibenarkan dan tidak menjadikan Faktur Pajak tersebut cacat. Transaksi penjualan dan penyewagunausahaan kembali (sale and leaseback) 1) Dalam hal penyewagunausahaan kembalinya merupakan sewa guna usaha dengan hak opsi : a. penyerahan Barang Kena Pajak dari lessee kepada lessor (sale) tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai karena : 1) Barang Kena Pajak yang menjadi objek pembiayaan berasal dari milik lessee, yang dijual oleh lessee untuk kemudian dipergunakan kembali oleh lessee; 2) lessor pada dasarnya hanya melakukan penyerahan jasa pembiayaan, tanpa bermaksud memiliki dan menggunakan barang yang menjadi objek pembiayaan tersebut; 3) penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dari lessee kepada lessor pada dasarnya merupakan penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utangpiutang; b. penyerahan jasa sewa guna usaha dengan hak opsi oleh lessor kepada lessee (leaseback) merupakan jasa pembiayaan yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai. 2) Dalam hal penyewagunausahaan kembalinya merupakan sewa guna usaha tanpa hak opsi : a. penyerahan Barang Kena Pajak dari lessee kepada lessor (sale) dikenai Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; b. penyerahan jasa sewa guna usaha tanpa hak opsi oleh lessor kepada lessee (leaseback) dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana kegiatan usaha sewa menyewa pada umumnya. Kegiatan Membangun Sendiri KMS

Diatur dalam Peraturan Menterei Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan PPN Atas Kegiatan Membangun Sendiri, diatur bahwa atas kegiatan membangun sendiri oleh orang pribadi atau badan terutang Pajak Pertambahan Nilai. Kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain. Bangunan dimaksud berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria: a) konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja; b. diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan c. luas keseluruhan paling sedikit 200m2 (dua ratus meter persegi). Tarif PPN atas KMS sebagai berikut : - Pajak Pertambahan Nilai terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 10% (sepuluh persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak. - Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 20% (dua puluh persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah. - Sehingga PPN KMS = 2% X Jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah Saat dan Tempat Terutang PPN KMS - Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri dimulai pada saat dibangunnya bangunan sampai dengan bangunan selesai. - Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun. - Tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri adalah di tempat bangunan tersebut didirikan. - Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri dilakukan setiap bulan sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan 20% (dua puluh persen) dikalikan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan pada setiap bulannya.

You might also like