You are on page 1of 17

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Analisa gas darah merupakan salah satu alat diagnosis dan

penatalaksanaan penting bagi pasien untuk mengetahui status oksigenasi dan keseimbangan asam basanya. Manfaat dari pemeriksaan analisa gas darah tersebut bergantung pada kemampuan dokter untuk menginterpretasi hasilnya secara tepat. Di Indonesia hampir 50% penyakit dalam dilakukan AGD (Analisa Gas Darah) untuk mendapatkan data penunjang. Pada tahun 2007 banyaknya penderita demam berdarah menambah catatan penderita penyakit dalam yang dilakukan AGD (Analisa Gas Darah). Dari keadaan di atas sangat

dibutuhkan peran perawat dalam AGD yaitu observasi tempat penusukan dari pendarahan, hematom, atau pucat pada bagian distal. Pemahaman yang mendalam tentang fisiologi asam basa memiliki peran yang sama pentingnya dengan pemahaman terhadap fisiologi jantung dan paru pada pasien-pasien kritis. Telah banyak perkembangan dalam pemahaman fisiologi asam basa, baik dalam suatu larutan maupun dalam tubuh manusia. Pendekatan tradisional dalam menganalisa kelainan asam basa adalah dengan menitikberatkan pada rasio antara bikarbonat dan karbondioksida, namun cara tersebut memiliki beberapa kelemahan. Saat ini terdapat pendekatan yang sudah lebih diterima yaitu dengan pendekatan

Stewart, dimana pH dapat dipengaruhi secara independent oleh tiga faktor, yaitu strong ion difference (SID), tekanan parsial CO2, dan total konsentrasi asam lemah yang terkandung dalam plasma. Kelainan asam basa merupakan kejadian yang sering terjadi pada pasien-pasien kritis. Namun, pendekatan dengan metode sederhana tidak dapat memberikan gambaran mengenai prognosis pasien. Pendekatan dengan metode Stewart dapat menganalisa lebih tepat dibandingkan dengan metode sederhana untuk membantu tenaga kesehatan dalam menyimpulkan outcome pasien.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Analisa Gas Darah Analisa Gas Darah adalah suatu pemeriksaan melalui darah arteri dengan tujuan mengetahui keseimbangan asam dan basa dalam tubuh, mengetahui kadar oksigen dalam tubuh dan mengetahui kadar karbondioksida dalam tubuh.

B. Tujuan Analisa Gas Darah Analisa gas darah memiliki tiga tujuan sebagai berikut: 1. 2. 3. Menilai tingkat keseimbangan asam dan basa Mengetahui kondisi fungsi pernafasan dan kardiovaskuler Menilai kondisi fungsi metabolisme tubuh.

C. Indikasi Analisa Gas Darah Indikasi dilakukannya pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) yaitu : 1. Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik 2. Pasien dengan edema pulmo 3. Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS) 4. Infark miokard 5. Pneumonia 6. Syok

7. Post pembedahan coronary arteri baypass 8. Resusitasi cardiac arrest

D. Kontra Indikasi Analisa Gas Darah 1. 2. Denyut arteri tidak terasa, pada pasien yang mengalami koma Modifikasi Allen tes negatif , apabila test Allen negative tetapi tetap dipaksa untuk dilakukan pengambilan darah arteri lewat arteri radialis, maka akan terjadi thrombosis dan beresiko mengganggu viabilitas tangan. 3. Selulitis atau adanya infeksi terbuka atau penyakit pembuluh darah perifer pada tempat yang akan diperiksa 4. Adanya koagulopati (gangguan pembekuan) atau pengobatan dengan antikoagulan dosis sedang dan tinggi merupakan kontraindikasi relatif.

E. Lokasi Pengambilan Darah Arteri 1. Arteri Radialis dan Arteri Ulnaris (sebelumnya dilakukan allens test) Test Allens merupakan uji penilaian terhadap sirkulasi darah di tangan, hal ini dilakukan dengan cara yaitu: pasien diminta untuk mengepalkan tangannya, kemudian berikan tekanan pada arteri radialis dan arteri ulnaris selama beberapa menit, setelah itu minta pasien unutk membuka tangannya, lepaskan tekanan pada arteri, observasi warna jari-jari, ibu jari dan tangan. Jari-jari dan tangan

harus memerah dalam 15 detik, warna merah menunjukkan test allens positif. Apabila tekanan dilepas, tangan tetap pucat, menunjukkan test allens negatif. Jika pemeriksaan negative, hindarkan tangan tersebut dan periksa tangan yang lain. 2. Arteri Dorsalis pedis 3. Arteri Brakialis 4. Arteri Femoralis

F. Komplikasi 1. Apabila jarum sampai menebus periosteum tulang akan

menimbulkan nyeri 2. Perdarahan 3. Cidera syaraf 4. Spasme arteri

G. Persiapan Alat 1. Spuit 2 ml atau 3 ml dengan jarum ukuran 22 atau 25 (untuk anakanak) dan nomor 20 atau 21 untuk dewasa 2. Heparin 3. Yodium-povidi 4. Penutup jarum (gabus atau karet) 5. Kasa steril

6. Kapas alkohol
5

7. Plester dan gunting 8. Pengalas 9. Handuk kecil 10. Sarung tangan sekali pakai 11. Obat anestesi lokal jika dibutuhkan 12. Wadah berisi es 13. Kertas label untuk nama 14. Thermometer 15. Bengkok

H. Prosedur kerja 1. Baca status dan data klien untuk memastikan pengambilan AGD 2. Cek alat-alat yang akan digunakan 3. Cuci tangan 4. Beri salam dan panggil klien sesuai dengan namanya 5. Perkenalkan nama perawat 6. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien 7. Jelaskan tujuan tindakan yang dilakukan 8. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya 9. Tanyakan keluhan klien saat ini

10. Jaga privasi klien 11. Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur klien 12. Posisikan klien dengan nyaman 13. Pakai sarung tangan sekali pakai 14. Palpasi arteri radialis 15. Lakukan allens test 16. Hiperekstensikan pergelangan tangan klien di atas gulungan handuk 17. Raba kembali arteri radialis dan palpasi pulsasi yang paling keras dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah 18. Desinfeksi area yang akan dipungsi menggunakan yodium-povidin, kemudian diusap dengan kapas alkohol 19. Berikan anestesi lokal jika perlu 20. Bilas spuit ukuran 3 ml dengan sedikit heparin 1000 U/ml dan kemudian kosongkan spuit, biarkan heparin berada dalam jarum dan spuit 21. Sambil mempalpasi arteri, masukkan jarum dengan sudut 45 sambil menstabilkan arteri klien dengan tangan yang lain 22. Observasi adanya pulsasi (denyutan) aliran darah masuk spuit (apabila darah tidak bisa naik sendiri, kemungkinan pungsi mengenai vena) 23. Ambil darah 1 sampai 2 ml 24. Tarik spuit dari arteri, tekan bekas pungsi dengan menggunakan kasa 5-10 menit

25. Buang udara yang berada dalam spuit, sumbat spuit dengan gabus atau karet 26. Putar-putar spuit sehingga darah bercampur dengan heparin 27. Tempatkan spuit di antara es yang sudah dipecah 28. Ukur suhu dan pernafasan klien 29. Beri label pada spesimen yang berisi nama, suhu, konsentrasi oksigen yang digunakan klien jika kilen menggunakan terapi oksigen 30. Kirim segera darah ke laboratorium 31. Beri plester dan kasa jika area bekas tusukan sudah tidak mengeluarkan darah (untuk klien yang mendapat terapi antikoagulan, penekanan membutuhkan waktu yang lama) 32. Bereskan alat yang telah digunakan, lepas sarung tangan 33. Cuci tangan

Rentang nilai normal Sampel arteri 7,35-7,45 35-45 mmHg 80-100 mmHg 95% - 100% + atau -2 Sampel vena 7,32-7,38 42-50 mmHg 40 mmHg 75% + atau -2

parameter Ph PaCO2 PaO2 Saturasi oksigen Kelebihan /kekurangan basa HCO3

22 - 26 mEq/L

23-27 mEq/L

I. Langkah langkah membaca AGD 1. Pertama-tama, perhatikan pH, pH dapat tinggi, rendah atau normal sebagai berikut : pH > 7.45 (alkalosis) pH < 7.35 (asidosis ) pH = 7.35 7.45 (normal) pH normal dapat menunjukan gas darah yang benar-benar normal atau pH yang normal ini mungkin suatu indikasi

ketidakseimbangan yang terkompensasi. Ketidakseimbangan yang terkompensasi adalah suatu ketidakseimbangan di mana tubuh sudah mampu memperbaiki pH, contohnya, seorang pasien dengan asidosis metabolik primer dimulai dengan kadar bikarbonat yang rendah tetapi dengan kadar karbondioksida yang normal. Segera sesudah itu paruparu mencoba mengkompensasi ketidakseimbangan dengan

mengeluarkan sejumlah besar karbondioksida (hiperventilasi).

2. Langkah berikut adalah untuk menentukan penyebab primer gangguan. Hal ini dilakukan dengan mengevaluasi PaCO2 dan HCO3 dalam hubunganya dengan pH. a. pH > 7.45 (alkalosis)

1) jika PaCO2 < 35 mmHg gangguan primer adalah alkalosis respiratorik. Perubahan primer yang terjadi adalah menurunnya PCO2 sehingga pH meningkat. Kondisi ini sering terjadi pada

keadaan hiperventilasi, sehingga banyak CO2 yang dilepaskan melalui ekspirasi. Penting bagi dokter untuk menentukan penyebab hiperventilasi tersebut apakah akibat hipoksia arteri atau kelainan paru-paru, dengan memeriksa PaO2. Penyebab

hiperventilasi lain diantaranya adalah nyeri hebat, cemas, dan iatrogenik akibat ventilator. Kompensasi ginjal adalah dengan meningkatkan ekskresi bikarbonat dan K+ jika proses sudah kronik 2) jika HCO3 > 27 meq/L ,gangguan primer adalah alkalosis metabolik. Adanya peningkatan PCO2 menunjukkan terjadinya kompensasi dari paru-paru. Penyebab yang paling sering adalah iatrogenik akibat pemberian diuretik (terutama furosemid), hipokalemia, atau hipovolemia kronik dimana ginjal mereabsorpsi sodium dan mengekskresikan H+, kehilangan asam melalui GIT bagian atas, dan pemberian HCO3- atau prekursornya (laktat atau asetat) secara berlebihan. Persisten metabolik alkalosis biasanya berkaitan dengan gangguan ginjal, karena biasanya ginjal dapat

mengkompensasi kondisi alkalosis metabolik.

b.

pH < 7.35 (asidosis)

1) jika PaCO2 > 45 mmHg, gangguan utama adalah asidosis respiratorik yaitu kondisi dimana pH rendah dengan kadar PCO2

10

tinggi dan kadar HCO3- juga tinggi sebagai kompensasi tubuh terhadap kondisi asidosis tersebut. Ventilasi alveolar yang inadekuat dapat terjadi pada keadaan seperti kegagalan otot pernafasan, gangguan pusat pernafasan, atau intoksikasi obat. Kondisi lain yang juga dapat meningkatkan PCO2 adalah keadaan hiperkatabolisme. Ginjal melakukan kompensasi dengan

meningkatkan ekskresi H+ dan retensi bikarbonat. Setelah terjadi kompensasi, PCO2 akan kembali ke tingkat yang normal.

2) jika HCO3 < 21 meq/L, gangguan primer adalah asidosis metabolik Ditandai dengan menurunnya kadar HCO3-, sehingga pH menjadi turun. Biasanya disebabkan oleh kelainan metabolik seperti meningkatnya kadar asam organik dalam darah atau ekskresi HCO3- berlebihan. Pada kondisi ini, paru-paru akan memberi respon yang cepat dengan melakukan hiperventilasi sehingga kadar PCO2 turun. Terlihat sebagai pernafasan kussmaul. Pemberian ventilasi untuk memperbaiki pola pernafasan justru akan berbahaya, karena menghambat kompensasi tubuh terhadap kondisi asidosis. Untuk mengetahui penyebab asidosis metabolik, dapat dilakukan penghitungan anion gap melalui rumus (Na+ + K+) (HCO3- + Cl-)

11

Batas normal anion gap adalah 10 12 mmol/l. Rentang normal ini harus disesuaikan pada pasien dengan hipoalbumin atau

hipofosfatemi untuk mencegah terjadinya asidosis dengan anion gap yang lebih. Koreksi tersebut dihitung dengan memodifikasi rumus diatas menjadi (Na+ + K+) (HCO3- + Cl-) (0,2 x albumin g/dl + 1,5 x fosfat mmol/l)

Asidosis dengan peningkatan anion gap, disebabkan oleh adanya asam-asam organik lain seperti laktat, keton, salisilat, atau etanol. Asidosis laktat biasanya akibat berkurangnya suplai oksigen atau berkurangnya perfusi, sehingga terjadilah metabolisme anaerob dengan hasil sampingan berupa laktat. Pada keadaan gagal ginjal, ginjal tidak mampu mengeluarkan asam-asam organik sehingga terjadi asidosis dengan peningkatan anion gap. Asidosis dengan anion gap yang normal disebabkan oleh hiperkloremia dan kehilangan bikarbonat atau retensi H+. Contohnya pada renal tubular asidosis, gangguan GIT (diare berat), fistula ureter, terapi acetazolamide, dan yang paling sering adalah akibat pemberian infus NaCl berlebihan

3. Langkah berikutnya mencakup menentukan apakah kompensasi telah terjadi. Hal ini dilakukan dengan melihat nilai selain gangguan primer.

12

Jika nilai ini bergerak ke arah yang sama dengan nilai primer, kompensasi sedang berjalan pertimbangkan gas-gas berikut ini:

pH 7.20 7.40

PaCO2 60mmHg 60mmHg

HCO3 24 mmHg 37mmHg

4. Buat penafsiran tahap akhir (gangguan asam basa sederhana, gangguan asam basa campuran) Bagian yang pertama (1) menunjukkan asidosis respiratorik akut tanpa kompensasi (PaCO2 tinggi HCO3 normal), bagian yang kedua (2)

menunjukkan asidosis respiratorik kronik perhatikan bahwa kompensasi sudah untuk menyeimbangkan PaCO2 yang tinggi dan menghasilkan suatu pH yang normal.

5. Base excess (BE), menggambarkan jumlah asam atau basa kuat yang harus ditambahkan dalam mmol/l untuk membuat darah memiliki pH 7,4 pada kondisi PCO2 = 40 mmHg dengan Hb 5,5 g/dl dan suhu 37C0. BE bernilai positif menunjukkan kondisi alkalosis metabolik dan sebaliknya, BE bernilai negatif menunjukkan kondisi asidosis metabolik. Nilai normal BE adalah -2 sampai 2 mmol/l 6. Saturasi O2, menggambarkan kemampuan darah untuk mengikat oksigen. Nilai normalnya adalah 95-98 %. 7. PO2, adalah tekanan gas O2 dalam darah. Kadar yang rendah menggambarkan hipoksemia dan pasien tidak bernafas dengan adekuat.

13

PO2 dibawah 60 mmHg mengindikasikan perlunya pemberian oksigen tambahan. Kadar normal PO2 adalah 80-100 mmHg

J.

Klasifikasi gangguan asam basa primer dan terkompensasi: 1. Normal bila tekanan CO2 40 mmHg dan pH 7,4. Jumlah CO2 yang diproduksi dapat dikeluarkan melalui ventilasi. 2. Alkalosis respiratorik. Bila tekanan CO2 kurang dari 35 mmHg dan perubahan pH, seluruhnya tergantung pada penurunan tekanan CO2 di mana mekanisme kompensasi ginjal belum terlibat, dan perubahan ventilasi baru terjadi. Bikarbonat dan base excess dalam batas normal karena ginjal belum cukup waktu untuk melakukan kompensasi. Kesakitan dan kelelahan merupakan penyebab terbanyak terjadinya alkalosis respiratorik pada anak sakit kritis. 3. Asidosis respiratorik. Peningkatan tekanan CO2 lebih dari normal akibat hipoventilasi dan dikatakan akut bila peninggian tekanan CO2 disertai penurunan pH. Misalnya, pada intoksikasi obat, blokade neuromuskuler, atau gangguan SSP. Dikatakan kronis bila ventilasi yang tidak adekuat disertai dengan nilai pH dalam batas normal, seperti pada bronkopulmonari displasia, penyakit neuromuskuler, dan gangguan elektrolit berat. 4. Asidosis metabolik yang tak terkompensasi. Tekanan CO2 dalam batas normal dan pH di bawah 7,30. Merupakan keadaan kritis yang

14

memerlukan intervensi dengan perbaikan ventilasi dan koreksi dengan bikarbonat. 5. Asidosis metabolik terkompensasi. Tekanan CO2 < 30 mmHg dan pH 7,35 - 7,45. Asidosis metabolik telah terkompensasi dengan perbaikan ventilasi. 6. Alkalosis metabolik tak terkompensasi. Sistem ventilasi gagal melakukan kompensasi terhadap alkalosis metabolik ditandai dengan tekanan CO2 dalam batas normal dan pH lebih dari 7,50 misalnya pasien stenosis pilorik dengan muntah lama. 7. Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian. Ventilasi yang tidak adekuat serta pH lebih dari 7,50. 8. Hipoksemia yang tidak terkoreksi. Tekanan oksigen kurang dari 60 mmHg walau telah diberikan oksigen yang adekuat 9. Hipoksemia terkoreksi. Pemberian O2 dapat mengoreksi hipoksemia yang ada sehingga normal. 10. Hipoksemia dengan koreksi berlebihan. Jika pemberian oksigen dapat meningkatkan tekanan oksigen melebihi normal. Keadaan ini berbahaya pada bayi karena dapat menimbulkan retinopati of prematurity, peningkatan aliran darah paru, atau keracunan oksigen. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan yang lain seperti konsumsi dan distribusi oksigen.

15

BAB III KESIMPULAN

Analisa Gas Darah adalah suatu pemeriksaan melalui darah arteri dengan tujuan mengetahui keseimbangan asam dan basa dalam tubuh, mengetahui kadar oksigen dalam tubuh dan mengetahui kadar karbondioksida dalam tubuh. Sampel darah yang diambil merupakan darah arteri, dengan lokasi pengambilan sampel di arteri radialis, arteri ulnaris, arteri dorsalis pedis, arteri brachialis, atau arteri femoralis. Analisa Gas Darah diperlukan untuk menentukan jenis kelainan asam basa yang terjadi dan penting untuk menentukan penatalaksanaan selanjutnya.

16

DAFTAR PUSTAKA

Surahman, Pengaruh Cardiopulmonar Bypass Terhadap Jumlah Leukosit Pada Operasi Coronary Artery Bypass Graft, Jurnal Kedokteran, Mei 2010, Universita Diponegoro

Pratiwi Anggi (2010). Pemeriksaan Gas Darah Arteri (Analisa Gas Darah). Diambil darihttp://www.scribd.com//. 6 Oktober 2012

Yusuf

Muhammad

(2009). Pemeriksaan

Analisa

Gas

Darah

(ASTRUP). Diambil darihttp://ysupazmy.blogspot.com// . 6 Oktober 2012

Silviana

(2005). IMA

(Infark

Miokard

Akuta). Diambil

dari http://www.scribd.com// . 6 Oktober 2012

Afri (2009). Analisa Gas Darah. Diambil dari http://www.scribd.com// . 6 Oktober 2012

Widjijati

(2010). Analisa

Gas

Darah

Arteri. Diambil

dari http://www.scribd.com// . 6 Oktober 2012

17

You might also like