You are on page 1of 21

MAKALAH PRAKTIKUM F.

KARDIO

KASUS II EPILEPSI

OLEH : KELOMPOK D2 / TEORI 2 / SEMESTER 7-FKK 1. NORMA HADI WIJAYA 16102947A 2. NOVITA R.ANA DJAWA 16102948A 3. PRISTYA Z FAHMI 16102957A

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA 2013

STUDI KASUS

KASUS 2 EPILEPSI Kasus : Riwayat penyakit sekarang adalah anak MM, berusia 12 tahun, telah diperiksakan ke rumah sakit setlah mengalami beberapa kali serangan kejang yang ditandai dengan kehilangan kesadaran yang berlangsung selama beberapa detik. Pada saat itu, penderita secara mendadak berhenti berbicara sejenak dengan pandangan kosong, kadang kadang mata berkedip kedip dengan cepat. Penderita mendapatkan serangan demikian satu hingga tiga kali setiap bulannya, dan hal ini sudah terjadi sejak setengah tahun yang lalu Riwayat penyakit lainnya : Selain itu, tiga bulan yang lalu mm didiagnosa juga menderita TBC yang diterapi dengan INH dan Rifampicin.obat TBC yang digunakan bukan sediaan kombinasi dengan B6, sehingga karena banyaknya obat terkadang ia tidak meminum vitamin B 6 tersebut Pasien ini juga mengalami stress karena akan menempuh ujian nasional SD. Pertanyaan : 1. Berikan terapi farmakologi dan non farmakologi untuk gangguan diatas 2. Berikan terapi atau tatalaksana pengobatan yang tepat dan rasional bagi pasien tersebut 3. Berikan alasan dan Evaluasi terapi terpilih 4. Monitoring dan follow up apa yang harus di perhatikan? 5. Berikan KIE bagi pasien tersebut

EPILEPSI

I.

DASAR TEORI Epilepsi secara fisiologik adalah suatu gejala akibat lepasnya aktivitas elektrik yang berlebihan dan periodik dari neuron serebrum, yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran, gerakan involunter, fenomena sensorik abnormal, kenaikan aktivitas otonom dan berbagai gangguan psikik (Gilory & Meyer 1979).

- Epidemiologi

Insiden epilepsi di dunia berkisar antara 33-198 tiap 100.000 penduduk tiap tahunnya (WHO, 2006). Insiden ini tinggi pada negara-negara berkembang karena faktor resiko untuk terkena kondisi maupun penyakit yang akan mengarahkan pada cedera otak adalah lebih tinggi dibanding negara industry (WHO, 2001; WHO, 2006).

- Klasifikasi Epilepsi diklasifikasikan menjadi:

1. Kejang Parsial (awal serangan kejang terjadi secara lokal) Sederhana (tanpa gangguan kesadaran) a. Disertai gejala motor. b. Disertai gejala sensori khusus atau somatosensori. c. Disertai gejala kejiwaan. Kompleks (disertai gangguan kesadaran) a. Mula kejang parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran dengan atau tanpa gerakan otomatis. b. Gangguan kesadaran pada mula kejang dengan atau tanpa gerakan otomatis. Umum sekunder (mula kejang parsial berubah menjadi kejang tonikklonik umum)

2. Kejang umum (simetris bilateral dan tanpa mula kejang lokal) Absen : terjadi secara mendadak dan juga hilang secara mendadak ( 1045 detik) Myoklonik : kontraksi otot sebagian / seluruh tubuh yang terjadi secara cepat dan mendadak Klonik Tonik Tonik-Klonik( epilepsi grand mall) : Atoklonik : tiba-tiba kehilangan tonus otot postural sehingga seringkali jatuh tiba-tiba Spasme Infantil : terjadi pada usia 4-8 bulan karena infeksi , kernicterus, dll 3. Kejang yang tidak dapat diklasifikasi 4. Status epileptikus

- Faktor resiko Faktor resiko dari epilepsi antara lain: a.Bayi yang lahir dengan berat badan rendah. b. Pendarahan di otak c. Abnormalitas pembuluh-pembuluh darah otak . d. Meningitis e. Esepalitis f. Cacat mental g. Penyakit al zheimer h. Siklus menstruasi yang tidak normal i. Kurang tidur j. Stress

II. PATOFISIOLOGI

- Patogenesis 1. Hipereksitasi neuron Perubahan kanal ion Kanal Na :blok inaktifasi kanal Kanak K : defek kanal Kanal Ca : perubahan struktur, aktivasi kanal Ca type T, Ca bersifat sitotoksik Perubahan di reseptor EAAR meningkatkan glutamate dan aspartat untuk proses eksitarorik Inhibitori tidak berlangsung dengan menurunnya GABA 2. Hipersinkron Peningkatan sinkronisasi 3. Propagasi/ perambatan Rangsangan elektrik berulang di suatu daerah sehingga merambat ke daerah lain
- Etiologi

Ditinjau dari penyebab epilepsi dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu : 1. Epilepsi primer atau epilepsi idiopatik yang hingga kini tidak ditemukan penyebabnya 2. Epilepsi sekunder atau simtomatik yaitu yang penyebabnya diketahui.

Pada epilepsi primer tidak ditemukan kelainan pada jaringan otak.Diduga terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dalam sel-sel saraf pada area jaringan otak yang abnormal. Epilepsi sekunder berarti bahwa gejala yang timbul ialah sekunder, atau akibat dari adanya kelainan pada jaringan otak.Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawa sejak lahir atau adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada waktu lahir atau pada masa perkembangan anak.

Penyebab spesifik dari epilepsi sebagai berikut : 1. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami infeksi, minum alcohol, atau mengalami cidera. 2. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan. 3. 4. Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak Tumor otak merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum terutama pada anak-anak. 5. 6. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak seperti fenilketonuria (FKU), sclerosis tuberose dan

Penyakit

neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.

- Gejala Berikut ini beberapa akibat yang terjadi jika seorang menderita epilepsi yang ditandai oleh gejala berikut ini : 1. Tatapan mata sering kosong. Hal ini dapat diamati secara visual dimana biasanya penderita secara mendadak melamun dan berhenti mengerjakan hal yang sedang dikerjakan. 2. Kejang Jenis gejala epilepsi yang diketahui ini mungkin merupakan gejala umum yang biasa menjadi karakter dari seorang penderita epilepsi. Penderita mengalami sensasi, gerakan atau kelainan psikis yang abnormal, tergantung kepada daerah otak yang terkena. Jika terjadi di bagian otak yang mengendalikan gerakan otot lengan kanan, maka lengan kanan akan bergoyang dan mengalami sentakan, jika terjadi pada lobus temporalis anterior sebelah dalam. Kejang yang dialami penderita tergantung dari

jenis epilepsi yang sedang diderita, bahkan ada yang sampai kehilangan kesadaran. Ada dua jenis epilepsi yang dikategorikan berdasarkan luasnya area otak yang terpengaruhi : Kejang parsial: Hanya mempengaruhi sebagian kecil dari otak Gejala kejang parsial tergantung pada bagian mana dari otak yang terpengaruh. Ini termasuk: Perubahan dalam cara merasa, melihat, dan mencium Kesemutan terutama di lengan dan kaki Halusinasi Berkeliaran di jalan tanpa arah Menggerakan lengan atau kaki secara berulang Bergumam Kejang general: Mempengaruhi semua bagian otak. Saat terjadi kejang General, Anda benar-benar tidak sadarkan diri dan tidak akan ingat apa yang terjadi. Gejalanya ternasuk: Tidak sadar diri Berteriak atau menangis tanpa alasan Menggigit lidah sendiri Otot lengan, wajah dan kaki menjadi kaku Tampak pucat Kehilangan kontrol atas kandung kemih atau usus 3. Halusinasi Jenis gejala epilepsi yang diketahui ini hanya terjadi pada beberapa penderita. Untuk gejala ini biasanya dialami oleh penderita yang mengalami kejang tanpa ada sebab yang pasti.

- Manifestasi klinik Pada sebagian besar kasus, tenaga kesehatan tidak langsung menyaksikan terjadinya kejang.Banyak pasien (khususnya yang disertai kejang parsial komplek/tonik klonik umum) tidak menyadari kejadiaan kejang sesungguhnya. Oleh karna itu, memperoleh riwayat yang memadai dan deskripsi kejadian ikhtal(termasuk waktu kejadian) dari pihak ketiga (yaitu orang lain yang penting, anggota keluarga ataau saksi) sangatlah penting

- Diagnosis Diagnosis yang dapat dilakukan dalam penanganan epilepsi : 1. EEG sangat berguna dalam diaognosis berbagai macam kelainan atau gangguan kejang. EEG mungkin normal pada beberapa pasien yang secara klinis masih terdiagnosis epilepsi. 2. MRI sangat bermanfaat ( khususnya dalam pencandraan lobus temporal), tetapi CT scan tidak membantu kecuali dalam evaluasi awal untuk tumor otak atau pendarahan serebral.

III. SASARAN TERAPI Sasaran terapiadalah mengobati epilepsi. Obat antiepilepsi yag digunakan bekerja pada sistem saraf pusat (SSP)melalui dua mekanisme, yakni: peningkatan inhibisi (GABA-ergik) dan penurunan eksitasi yang kemudian memodifikasi konduksi ion Na+, Ca2+, K+, dan Cl- atau aktivitas neurotransmitor, meliputi: 1. Inhibisi kanal Na+ pada membran sel akson 2. Inhibisi kanal Ca+ tipe Tpada membran neuron talamus (yang berperan sebagai pace-maker untuk membangkitkan cetusan listrik umum di korteks) 3. Peningkatan inhibisi GABA 4. Penurunan eksitasi glutamat, yakni melalui blok reseptor NMDA dan blok reseptor AMPA.

IV. TUJUAN TERAPI Tujuan utama terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal, sesuai dengan perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik maupun mental yang dimilikinya. Untuk tercapainya tujuan tersebut diperlukan beberapa upaya, antara lain menghentikan bangkitan (seizure), mengurangi frekuensi bangkitan, mencegah timbulnya efek samping, menurunkan angka kesakitan dan kematian serta mencegah timbulnya efek samping dari obat anti epilepsi (OAE). Umumnya, 70% bangkitan dapat teratasi dengan 1 jenis OAE, sedangkan 30% sulit diatasi meskipun dengan 3 atau lebih OAE yang kita sebut sebagai epilepsi refrakter.

- Terapi non farmakologi 1. Pembedahan Terapi dengan pembedahan dilakukan untuk epilepsi yang susah dikontrol sehingga mengganggu kehidupan dan kegiatan penderita 2. Diet ketogenik Diet ketogenik dilakukan dengan mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan rendah karbohidrat serta protein

- Terapi farmakologi Farmakokinetika obat antiepilepsi: Pada umumnya, sebagian besar obat antiepilepsi dimetabolisme di hati, kecuali vigabatrin dan gabapentin yang dieliminasi oleh ekskresi ginjal. Sedangkan untuk fenitoin, mengalami metabolisme hepar yang tersaturasi. Obat-obat antiepilepsi ini bekerja pada beberapa tempat dan dbagi menjadi : 1. Golongan hidantoin Salah satu obat golongan hidantoin adalah fenitoin. Farmakodinamika : Fenitoin berefek antikonvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP. Dosis toksik menyebabkan eksitasi dan dosis letal menimbulkan rigiditas deserebrasi. Sifat antikonvulsi fenitoin didasarkan

pada penghambatan penjalaran rangsang dari fokus ke bagian lain di otak. Efek stabilisasi membran sel oleh fenitoin juga terlihat pada saraf tepi dan membran sel lainnya yang juga mudah terpacu. Fenitoin mempengaruhi berbagai sistem fisiologik khususnya konduktans Na+, Ca2+ neuron, potensial membran, dan neutransmitor norepinefrin, asetilkolin, dan GABA. Farmakokinetik: Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam 3-12 jam. Bila dosis muat (loading dose) perlu diberikan, 600-800 mg, dalam dosis terbagi antara 8-12 jam, kadar efektif plasma akan tercapai dalam waktu 24 jam. Indikasi: Semua jenis epilepsi kecuali petit mal, status epileptikus. Mekanisme aksi: Fenitoin berefek stabilisasi pada semua membran neuronal, termasuk saraf perifer dan mungkin pada membran yang eksitabel (mudah terpacu) maupun yang tidak eksitabel. Fenitoin menurunkan aliran ion Na yang tersisa maupun aliran ion yang mengalir selama aksi potensial atau depolarisasi karena proses khemis. Pemasukan ion Ca selama depolarisasi berkurang, secara bebas atau sebagai akibat berkurangnya kadar ion Na intraseluler. Fenitoin juga dapat menunda aktifasi aliran ion K keluar selama aksi potensial menyebabkan kenaikan periode refractory dan menurunnya cetusan ulangan. Dosis : Untuk dewasa, dosis awal: 3 4 mg/kg BB/hari. Anak : 4 7 mg/kg/hari Pemberian dengan cara IV tidak boleh melebihi 50 mg/menit. 2. Golongan barbiturat Disamping sebagai hipnotik-sedatif, golongan barbiturat efektif sebagai obat antikonvulsi dan yang biasa digunakan adalah barbiturat kerja lama (long acting barbiturates). Yang termasuk dalam golongan ini adalah fenobarbital dan primidon.

Manfaat terapetik: Fenobarbital : Merupakan obat antiepilepsi yang efektif namun nonselektif, toksisitasnya relatif rendah, murah, efektif, dan banyak dipakai. Serangan tonik-tonik umum (grand mal) dan serangan fokal kortikal Primidon: efektif untuk semua jenis epilepsi kecuali absence. Efek antiepilepsi ditimbulkan oleh primidon dan metabolit aktifnya. Manfaat teaptik dari primidon antara lain: tonik-klonik umum, fokal kortikal, epilepsi lobus temporalis, tidak efektif terhadap bangkitan absance, dan kadang-kadang baik untuk pasien muda dengan serangan mioklonik. Pengamatan ini memberikan dugaan bahwa kemampuan

antikonvulsan untuk mengurangi penyebaran serangan dapat tergantung pada potensiasi lintasan inhibisi (hambatan) yang diperkuat selama pelepasan dari fokus epileptogenik. Mekanisme aksi obat : Fenobarbital: Membatasi penyebaran aktivitas serangan dan juga menaikkan nilai ambang serangan. Antikonvulsan barbiturat, seperti fenobarbital dan mefobarbital tidak menunjukkan efek yang menyerupai GABA pada kadar dimana kenaikan respon pasca sinaptik oleh GABA sebenarnya dapat diamati. Indikasi: sama dengan fenitoin. 3. Golongan oksazolidindion Contoh obat : trimetadion Manfaat terapetik : untuk serangan abscence yang tidak dapat dengan obat lain. Kemungkinan toksisitas harus diperhitungkan. Efek farmakologis : Dalam laboratorium bersifat protektif terhadap pentilentetrasol dan terhadap kejang karena elektroshock maksimal(lebih lemah dibanding fenitoin) Metabolitnya ialah dimetadion, bersifat aktif jika dibanding induknya ternyata lebih kuat(potent)

Mampu menaikkan nilai ambang serangan epilepsi Menurunkan tranmisi pada medulla spinalis selama stimulasi repetitif tanpa merubah tranmisi impuls tunggal. Dia juga melawan(antagonis) efek pentilentetrasol pada medulla spinalis Tidak seperti fenitoin, trimetadion tidak punya efek pada PTP(potensial pasca tetanik) pada medulla spinalis atau ganglia stellate. 4. Golongan suksinimid Contoh obatnya : etoksuksinimid Obat ini dipakai untuk bangkitan abscence. Efek antikonvulsi pada binatang sama halnya trimetadion. Proteksi terhadap pentilentetrasol, akan menaikkan nilai ambang serangan. Manfaat terapetik : etoksuksimid lebih efektif daripada trimetadion terhadap bangkitan abscence 5. Karbamazepin Termasuk golongan iminostilbenes. Sebagai antiepilepsi, obat ini telah disepakati di USA sejak tahun 1974. Akan tetapi sebetulnya sejak tahun 1960 telah dipakai untuk neuralgia trigeminal. Manfaat terapetik : Epilepsi lobus temporalis, sendiri atau kombinasi dengan bangkitan umum tonik-klonik. Indikasi : Semua jenis epilepsi kecuali petit mal, neuralgia trigeminus, profilaksis pada manik depresif. 6. Golongan benzodiazepin Manfaat terapetik :

Klonazepam untuk bangkitan absence dan mioklonik pada anak. Diazepam: obat pilihan (drug of choice) untuk status epileptikus.

Mekanisme aksi obat:


Menekan penyebaran aktivitas bangkitan yang berasal dari fokus epileptogenik pada kortek, talamus, dan limbik, tetapi tidak menghilangkan lepas muatan listrk abnormal dari fokus.

Benzodiazepam menaikkan potensi atau efektivitas neurotransmiter inhibitor GABA.

7. Asam valproat Mekanisme aksi obat : Diduga ada interaksi dengan metabolisme GABA diotak. Memblokir efek konvulsi dari antagonis GABA. Mendorong inhibisi post synaptik mediated GABA dari neuron spinal tanpa mempengaruhi waktu berlangsungnya respon. Indikasi : Semua jenis epilepsi
8. Antiepilepsi

lain,

yaitu

fenasemid,

penghambat

karbonik

anhidrase

(asetozolamid), vigabatrin, lamotrigin, gabapentin, topiramat, tiagabin, zonisamid, levetirasetam.

VI. PENYELESAIAN KASUS


- Kasus:

Riwayat penyakit sekarang: Anak MM, berusia 12 tahun, telah diperiksakan ke rumah sakit setelah mengalami beberapa kali serangan kejang yang ditandai dengan kehilangan kesadaran yang berlangsung selama beberapa detik. Pada saat itu, penderita secara mendadak berhenti berbicara sejenak dengan pandangan kosong, kadang kadang mata berkedip kedip dengan cepat. Penderita mendapatkan serangan demikian satu hingga tiga kali setiap bulannya, dan hal ini sudah terjadi sejak setengah tahun yang lalu Riwayat penyakit lainnya : Selain itu, tiga bulan yang lalu mm didiagnosa juga menderita TBC yang diterapi dengan INH dan Rifampicin. Obat TBC yang digunakan bukan

sediaan kombinasi dengan B6, sehingga karena banyaknya obat terkadang ia tidak meminum vitamin B6 tersebut Pasien ini juga mengalami stress karena akan menempuh ujian nasional SD.

- Analisa Kasus :

Analisa kasus menggunakan metode SOAP ( Subyektif Obyektif Assessment Planning) : S : Pasien mengalamiserangan kejang yang ditandai dengan kehilangan
kesadaran selama beberapa detik, berhentiberbicara dengan pandangan kosong kadang mata berkedip kedip dengan cepat.

O A P

: Kelebihan muatan neuron kortikal :mengalami stress :beri obat antiepilepsi

- Terapi Farmakologi : Dari kasus ini, diketahui bahwa pasien mengalami gejala epilepsi jenis tonik-klonik disertai dengan adanya penyakit TBC. Dengan demikian, untuk menangani epilepsinya diberikan obat antiepilepsi yang tidak berinteraksi dengan obat-obat TBC. Obat antiepilepsi tersebut adalah asam valproat. Asam valproat merupakan golongan obat tersendiri. Khasiat

antiepilepsi dari derivat asam valerian ini diketemukan secara kebetulan oleh Meunier tahun 1963 dan dianggap sebagai obat pilihan pertama pada absences. Dalam kombinasi dengan obat-obat lain juga efektif pada grand mal dan serangan psikomotor. Mekanisme kerjanya diperkirakan berdasarkan hambatan enzim yang menguraikan GABA, sehingga kadar neutransmiter ini di otak meningkat. Resorpsinya di usus cepat, setelah 15 menit sudah tercapai kadar plasma maksimal. Presentase pengikatan pada protein 90%, t1/2 nya 10 jam dan diekskresikan sebagai glukuronida, terutama melalui kemih. Antara kadar plasma dan efek terapi tidak terdapat hubungan langsung, berbeda dengan antiepilepsi lainnya. Ada indikasi bahwa pentakaran 1 kali sehari sama efektifnya dengan 2 atau 3 kali sehari. Perlu diketahui bahwa asam valproat bersifat teratogen pada hewan, maka tidak boleh diberikan pada wanita hamil.

- Evaluasi obat terpilih : Contoh resep pengobatan R/ Asam valproat 20 mg S.1.d.d. I R/ Rifampisin 300 mg S.1.d.d.I. a.c R/ Pehadoxin S.1.d.d. I. a.c Pro : An. MM (12 th) xxx xxx x

Asam valproat Indikasi: semua jenis epilepsi Dosis : Oral semula 3-4 dd 100-150 mg d.c. dari garam natriumnya (tablet e.c.) untuk kemudian berangsur-angsur dalam waktu 2 minggu dinaikkan sampai 2-3 dd 300-500 mg, maksimal 3 g sehari. Anak-anak 20-30 mg/kg/sehari. Asam bebasnya memberikan kadar plasma yang 15% lebih tinggi (lebih kurang sama dengan persentase natrium dalam Navalproat), tetapi lain daripada itu tidak lebih menguntungkan. ES : Yang sering terjadi adalah gangguan saluran cerna yang bersifat sementara, adakalanya juga sedasi, ataksia, udema pergelangan kaki dan rambut rontok (reversibel). Efek lainnya adalah kenaikkan berat badan, terutama pada remaja putri.

Rifampisin : Indikasi : bruselosis, legionelosis, infeksi berat stafilokokus dalam kombinasi dengan obat lain, tuberkulosis, lepra

Dosis :untuk orang dewasa dengan berat badan kurang dari 50 kg ialah 450 mg/hari dan untuk berat badan lebih dari 50 kg ialah 60 mg/hari. Untuk anak-anak dosisnya 10-20 mg/kgBB per hari dengan dosis maksimum 600 mg/hari. ES : Efek samping yang terpenting tetapi tidak sering terjadi adalah penyakit kuning (icterus), terutama bila dikombinasi dengan INH yang juga agak toksik bagi hati. Pada penggunaan lama dianjurkan untuk memantau fungsi hati secara periodik. Obat ini agak sering juga menyebabkan gangguan saluran cerna seperti mual, muntah, sakit ulu hati, kejang perut dan diare, begitu pula gejala gangguan SSP dan reaksi hipersensitasi.

Pehadoxin : Komposisi :Pehadoxin berisi INH 100 mg ( 400mg ), vitamin B6 10 mg (10mg)/tab (tab forte). Indikasi : tuberkulosis dalam kombinasi dengan obat lain; profilaksis. Dosis :dewasa; sehari 3-4x 1 tab forte, anak; sehari 3-4x tab. ES : pada dosis normal, jarang dan ringan (gatal-gatal dan icterus), tetapi lebih sering terjadi bila dosis melebihi 400 mg. Interaksi Obat : rifampisin bila dikombinasikan dengan INH (Pehadoxin) agak toksik bagi hati.Pada penggunaan lama dianjurkan untuk memantau fungsi hati secara periodik. Alasan pemilihan : Dipilih asam valproat sebagai obat antiepilepsi dikarenakan obat tersebut tidak memiliki interaksi dengan obat-obat TBC dibandingkan dengan obat antiepilepsi yang lain dan juga efek samping yang

dihasilkan lebih sedikit (penggunaannya aman). Jadi asam valproat merupakan drug of choice untuk kasus epilepsi ini. Dipilih rifampisin dan INH (pehadoxin) sebagai terapi TBC karena merupakan drug of choice untuk kasus TBC dengan pengobatan lini kedua fase lanjutan.

- KIE : KIE untuk penggunaan obat antiepilepsi asam valproat sediaan tablet: Minumlah tablet dengan air putih, jangan susu, dan telanlah tanpa mengunyah, memecahkan atau menggerusnya. Hal ini untuk mencegah agar tidak merusak salut khusus untuk perlindungan terhadap iritasi lambung. Asam valproat boleh diminum bersama makanan atau cemilan untuk mengurangi gangguan pada saluran cerna. Obat ini harus digunakan tepat seperti yang telah ditentukan oleh dokter untuk mencegah timbulnya kejang atau kemungkinan muncul efek samping. Jika obat terlewatkan, dan jadwal minum obat adalah satu dosis per hari, maka minumlah dosis yang terlupa sesegera mungkin. Tetapi jika belum diminum sampai keesokan harinya, minumlah 1 dosis tersebut sesuai jadwal semula. Dosis jangan didobel (diminum 2 dosis sekaligus). Untuk penyimpanan, jauhkan dari jangkauan anak-anak, simpanlah ditempat yang terlindung dari api atau cahaya. KIE untuk penggunaan obat TBC sediaan tablet: Antibiotik diminum sampai habis. Pengobatan TBC ( INH) tidak boleh putus atau berhenti di tengah jalan, 6 bulan pengobatan tanpa putus.

Jadwal minum obat adalah 3 kali seminggu, jadi untuk meminumnya harus teratur. Jika obat dimunum pada pagi hari maka dihari berikutnya harus diminum pada pagi hari lagi (alasan: karena berhubungan dengan kadar obat dalam darah).

- Monitoring dan Evaluasi Obat antiepilepsi :

Monitoring : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Tentukan diagnosis dan jenis epilepsi. Perhatikan obat-obat pilihan. Pahami farmakologi masing-masing obat antiepilepsi. Selalu mulai dengan monofarmasi/monoterapi. Terapi polifarmasi dapat diberikan bila memang dibutuhkan. Bila perlu pantau kadar obat dalam darah. Pantau adanya alergi/hipersensitifitas dan efek samping obat. Kendalikan semua faktor pencetus bangkitan.

Evaluasi : Evaluasi terhadap hasil terapi, meliputi: 1. Rentang kadar terapetik secara perseorangan harus ditetapkan untuk masing-masing pasien. 2. Pasien harus secara terus-menerus (kronis) dipantau mengenai kontrol terhadap kejang, kemungkinan efek samping obat, pranata sosial, interaksi obat, kepatuhan, kualitas obat dan toksisitas obat. 3. Skrining terhadap gangguan neuropsikiatrik juga penting. Respon klinis lebih penting dibandingkan dengan kadar obat dalam serum. Pasien harus diminta untuk mencatat tingkat keparahan dan kekerapan (frekuensi) kejang dalam catatan harian khusus kejang.

Obat TBC: Monitoring :

1.

Perhatikan riwayat pengobatan pasien, apakah masih lini pertama, lini pertama fase lanjutan, lini kedua, atau yang lainnya. Hal ini penting untuk menentukan terapi farmakologi pasien.

2. 3. 4. 5. 6.

Perhatikan obat-obat pilihan. Pahami farmakologi masing-masing obat TBC. Bila perlu pantau kadar obat dalam darah. Pantau adanya alergi/hipersensitifitas dan efek samping obat. Pantau fungsi hati secara periodik.

Evaluasi : Evaluasi terhadap hasil terapi, meliputi: 1. Rentang kadar terapetik secara perseorangan harus ditetapkan untuk masing-masing pasien. 2. Pasien harus secara terus-menerus (kronis) dipantau mengenai kontrol terhadap fungsi hati, kemungkinan efek samping obat, pranata sosial, interaksi obat, kepatuhan, kualitas obat dan toksisitas obat.

VII. PERTANYAAN DAN JAWABAN SAAT DISKUSI 1. Tri Hartini (16102932A) Pada resep tersebut apakah obat TBC khusussnya Rifampicin dengan dosis 450 mg ,apakah tidak ketinggian dosisnya? Jawab : Dosis Rifampicin dengan dosis 450 mg memang ketinggian oleh karna itu pada pasisen MM yang usianya 12 tahun diberikan dosis Rifampicinnya 300 mg saja diminum 1 kali sehari selama 6 bulan.

2. Rista Putri Rahmawati (16102964A)

Ada kasus epilepsi gejalanya sama tetapi dengan adanya hasil lab dinyatakan bahwa pasien tersebut normal,apakah dari kasus ini pasien tersebut termasuk mengalami epilepsi? Jawab : Tidak ,karena jika pasien tersebut mengalami epilepsi mestinya gejala dan hasil lab pun menunjukan bahwa pasien tersebut mengalami epilepsi. 3. Bagaimana pemberian asam valproat yang baik pada untuk usia 12 tahun Jawab : Pemberian asam valproat tidak bpleh diberikan setiap hari tetapi diberikan selang seling. 4. Sampai kapan asam valproat diminum jika dilihat pada kasus ini? Jawab : 5. Bagaimana pengobatan untuk epilepsi? Jawab : Pengobatan secara medis berlansung selama dua tahun dan berhenti sampai gejala epilepsi tidak timbul lagi.

VIII. KESIMPULAN Kasus penyakit pasien MM adalah epilepsi dengan disertai penyakit TBC. Jenis epilepsi pada kasus tersebut adalah tonik-klonik dengan gejala pasien kehilangan kesadaran disertai dengan adanya gerakan kedipan mata. Terapi farmakologi yang digunakan yaitu asam valproat sebagai drug of choice untuk penanganan epilepsi tonik-klonik dan kombinasi rifampisin + pehadoxin (INH) sebagai drug of choice untuk penanganan lini pertama fase lanjutan TBC. Terapi non-farmakologinya adalah diet ketogenik (diet konsumsi karbohidrat dan protein).

IX. DAFTAR PUSTAKA

http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2013/05/19/epilepsi-557529.html http://wikimedya.blogspot.com/2009/11/faktor-resiko-terjadinyaepilepsi.html Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Hlm 182 Elin, dkk. 2008. Iso Farmakoterapi. Jakarta: PT ISFI Penerbitan. Wibowo,S., Abdul G. 2001. Farmakoterapi dalam Neurologi. Jakarta: Salemba Medika. Tjay, HT., Kirana R. 2007. Obat-obat Penting. Edisi keenam. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. IAI. 2011. ISO Indonesia. Jakarta: PT ISFI Penerbitan. http://www.pitikkedu.net/2013/04/jenis-gejala-epilepsi.html http://zonakesehatan.wordpress.com/2013/06/28/gejala-epilepsi/ http://www.scribd.com/doc/86366231/PATOFISIOLOGI-EPILEPSI www.scribd.com/doc/119050303/3/terapi non farmakologi www.scridb.com/doc/39746285/makalah-epilepsi

You might also like