You are on page 1of 23

BABI PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan penunjang yang dilakukan, dimana hal ini merupakan salah satu tindakan yang bertujuan untuk pemantauan terhadap sistem respirasi status asam basa tubuh pasien, yaitu pertukaran gas antara udara dari paru serta antara darah dan jaringan (Depkes, 2006). Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan penunjang yang dilakukan, jadi dapat digunakan sebagai salah satu kriteria untuk menilai pengobatan (Muhiman, 2005). Diagnosa tidak dapat ditegakkan hanya dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium lainnya. Walaupun demikian pemeriksaan Blood Gas Analisis (BGA) ini, bisa dijadikan sebagai salah satu tolak ukur pasien-pasien kritis di ICU/ ICCU masih tetap bisa dipertahankan sampai dengan stabil kondisinya atau prognosa buruk. Diperlukan ketepatan dan keakuratan dalam interpretasi hasil, sementara ketepatan dan keakuratan interpretasi hasil tergantung keakuratan obyek yang diukur, dalam hal ini darah arterinya. Ini menuntut pemahaman dan ketepatan dalam pengambilan darah arteri. Keterampilan seorang perawat dalam pengambilan darah arteri sangat menentukan sekali terhadap akurasi hasil, dan sekaligus menentukan dampak komplikasi yang ditimbulkan.

Hal ini tentunya tergantung dari berapa kali dia sudah pernah mengambil darah arteri BGA (pengalaman), pengetahuan perawat terhadap komplikasi yang bisa ditimbulkan dari pengambilan darah arteri yang tidak tepat,

pemahamanvaskularisasi pasien, apakah masih bagus vaskularisasinya atau sudah kolaps (Bertnus, (2009). Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari pengambilan darah arteriBGA yang tidak memperhatikan prosedur antara lain yaitu: apabila jarum sampai menembus periosteum tulang akan menimbulkan nyeri, perdarahan, cidera syaraf, spasme arteri, gangguan sirkulasi pada ekstremitas, hematoma, risiko emboli otak (Mancini, 1994). Sementara Widayatun (2005), dalam bukunya menambahkan bahwa, oklusi arteri juga merupakan salah satu komplikasi yang bisa membahayakan pasienpasca pengambilan darah arteri. Berdasarkan buku laporan pasien diruang ICU selama bulan Mei juni, pengambilan darah arteri di ruang ICU RSUD Tugurejo Semarang didapatkan ada beberapa pasien yang mengalami hematoma pasca pengambilan darah arteri, yaitu; 7 kasus dari 35 pengambilan darah arteri BGA. Kemudian darah lisis dan harus diambil ulang ada 5 kasus dari 35 pengambilan. Sementara diketahui keterampilan perawat ICU cukup baik, hal ini diketahui dengan keberhasilan pengambilan sampel tersebut. Akan tetapi keberhasilan tersebut jika ditinjau dari kesesuain dengan prosedur masih kurang, karena masih sering terlihat beberapa perawat dalam mengambil darah arteri tidak sesuai dengan prosedur pengambilan sampel arteri BGA ( Blood Gas Analisis), walaupun berhasil. Masih ada tahaptahap yang belum dilakukan atau terlewati oleh perawat sebelum mengambil darah arteri, seperti; tes Allens. (Muttaqin, 2008).

Hal inilah yang membuat peneliti tertarik mengangkat topic tentang hubungan pengetahuan dan pengalaman dengan keterampilan perawat dalam melakukan pengambilan darah arteri BGA di ruang ICU/ ICCU RSUD Tugurejo Semarang. perawat terhadap protap pengambilan darah arteri BGA, dan kondisi

A. Rumusan Masalah 1. 2. 3. 4. 5. Untuk mengetahui keadaan O2 dan metabolisme sel ? Bagaimana efisiensi pertukaran O2 dan CO2 ? Bagaimana kemampuan HB dalam mengangkut O2 dan CO2 ? Berapa tingkat tekanan O2 dalam darah arteri ? Apa hubungan pengambilan analisa gas darah dengan kimia ?

B. Tujuan 1. 2. 3. 4. Mengetahui keadaan O2 dan metabolisme sel Efisiensi pertukaran O2 dan CO2. Kemampuan HB dalam mengangkut O2 dan CO2. Tingkat tekanan O2 dalam darah arteri.

BAB II Pembahasan

PENGAMBILAN ANALISA GAS DARAH Pengambilan darah arteri melalui fungsi untuk memeriksa gas-gas dalam darah yang berhubungan dengan fungsi respirasi dan metabolisma. Tujuannya : 1. 2. 3. 4. Mengetahui keadaan O2 dan metabolisme sel Efisiensi pertukaran O2 dan CO2. Kemampuan HB dalam mengangkut O2 dan CO2. Tingkat tekanan O2 dalam darah arteri.

Tempat pengambilan darah arteri : 1. Arteri Radialis, merupakan pilihan pertama yang paling aman dipakai

untuk fungsi arteri kecuali terdapat banyak bekas tusukan atau haematoem juga apabila Allen test negatif. 2. 3. Arteri Dorsalis Pedis, merupakan pilihan kedua. Arteri Brachialis, merupakan pilihan ketiga karena lebih banyak

resikonya bila terjadi obstruksi pembuluh darah.

4.

Arteri Femoralis, merupakan pilihan terakhir apabila pada semua arteri

diatas tidak dapat diambil. Bila terdapat obstruksi pembuluh darah akan menghambat aliran darah ke seluruh tubuh / tungkai bawah dan bila yang dapat mengakibatkan berlangsung lama dapat menyebabkan kematian jaringan. Arteri femoralis berdekatan dengan vena besar, sehingga dapat terjadi percampuran antara darah vena dan arteri. Langkah-langkah melakukan fungsi darah arteri : 1. Persiapan alat.

Baki (Troli) yang berisi antara lain: 1 Buah spuit 2,5 cc yang disposible. 1 buah spuit 1 cc yang disposible. Gabus / karet sebagai penutup jarum. 2 lembar kain kassa steril. Bengkok, plester, gunting. Obat lokal anesthesi (bila) perlu. Kapas alkohol dengan campuran bethadine. Kantong plastik berisi es bila pengirimannya jauh. Heparin injeksi 5000 unit

Spuit 2,5 cc diisi dengan heparin 0,1 cc atau asal membasahi dinding spuit untuk mencegah terjadinya pembekuan darah. Heparin tidak boleh terlalu banyak dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan. 2. Memberitahukan pasien tentang tujuan daripada pengambilan darah

arteri yang akan di pungsi.

3. 4. a. b. / fowler. c. d. 5. 6.

Memilih arteri yang akan di pungsi. Menyiapkan posisi pasien : Arteri Radialisi : Pasien tidur semi fowler dan tangan diluruskan. Meraba arteri kalau perlu tangan boleh diganjal atau ditinggikan. Arteri harus benar-benar teraba untuk memastikan lokalisasinya. Arteri Dorsalis Pedis Pasien boleh flat

Arteri Brachialis Posisi pasien semi fowler, tangan di hyperextensikan / diganjal dengan siku. Arteri Femoralis Posisi pasien flat Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perasat Raba kembali arteri untuk memastikan adanya pulsasi daerah yang akan

ditusuk sesudah dibersihkan dengan kapas bethadine secara sirkuler. Setelah 30 detik kita ulangi dengan kapas alkohol dan tunggu hingga kering. 7. Bila perlu obat anethesi lokal gunakan spuit 1 cc yang sudah diisi

dengan obat (adrenalin 1 %), kemudian suntikan 0,2-0,3 cc intracutan dan sebelum obat dimasukkan terlebih dahulu aspirasi untuk mencegah masuknya obat ke dalam pembuluh darah.

8.

Lokalisasi arteri yang sudah dibersihkan difiksasi oleh tangan kiri

dengan cara kulit diregangkan dengan kedua jari telunjuk dan jari tengah sehingga arteri yang akan ditusuk berada di antara 2 jari tersebut. 9. Spuit yang sudah di heparinisasi pegang seperti memegang pensil

dengan tangan kanan, jarum ditusukkan ke dalam arteri yang sudah di fiksasi tadi. Pada arteri radialis posisi jarum 45 derajat Pada arteri brachialis posisi jarum 60 derajat Pada arteri femoralis posisi jarum 90 derajat

Sehingga arteri ditusuk, tekanan arteri akan mendorong penghisap spuit sehingga darah dengan mudah akan mengisi spuit, tetapi kadang-kadang darah tidak langsung keluar. Kalau terpaksa dapat menghisapnya secara perlahan-lahan untuk mencegah hemolisis. Bila tusukan tidak berhasil jarum jangan langsung dicabut, tarik perlahan-lahan sampai ada dibawah kulit kemudian tusukan boleh diulangi lagi kearah denyutan. 10. Sesudah darah diperoleh sebanyak 2 cc jarum kita cabut dan usahakan

posisi pemompa spuit tetap untuk mencegah terhisapnya udara kedalam spuit dan segera gelembung udara dikeluarkan dari spuit 11. 12. Ujung jarum segera ditutup dengan gabus / karet. Bekas tusukan pungsi arteri tekan dengan kapas alkohol campur dengan

bethadine. Pada arteri radialis dan dorsalis pedis selama 5 menit Pada arteri brachialis selama 7 10 menit Pada arteri femoralis selama 10 menit

13. 14.

Jika pasien mendapat antikoagulan tekan selama 15 menit. Lokalisasi tusukan tutup dengan kassa + bethadine steril. Memberi etiket laboratorium dan mencantumkan nama pasien, ruangan

tanggal dan jam pengambilan, suhu dan jenis pemeriksaan. 15. Bila pengiriman / pemeriksaannya jauh, darah dimasukkan kantong plastik

yang diisi es supaya pemeriksaan tidak berpengaruh oleh suhu udara luar. 16. Kembali mencuci tangan setelah selesai melakukan perasat.

Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum dan sesudah melakukan pengambilan darah. 1. Daerah pengambilan darah sebaiknya pada tempat yang bergantian /

selang-seling untuk mencegah terjadinyakerusakan pada pembuluh darah 2. Apabila menggunakan obat lokal anesthesi harus ditest terlebih dahulu

untuk menghindari terjadinya reaksi alergi oleh karena obat tersebut. 3. Apabila pasien yang memerlukan perawatan lama sebaiknya dipasang

arteri line. 4. Warna merah darah dapat merupakan petunjuk baik / buruknya dari

darah arteri. Pasien PPOM dengan nilai PaO2 rendah darah berwarna lebih gelap biasanya mengandung lebih rendah O2. 5. 6. Bila mungkin cegahlah penusukan pada arteri femoralis. Apabila diperlukan pengambilan darah melalui arteri radialis perlu

diketahui dahulu adanya kolateral arteri ulnaris dengan cara percobaan Allen ( test Allen ). Caranya :

a.

Anjurkan pasien untuk mengepalkan tangannya dengan kuat supaya darah

sebanyak mungkin keluar sehingga telapak tangan pucat. b. Tekan arteri radialis dan ulnaris agar tertutup sambil pasien membuka

kepalannya beberapa kali dan menutupnya kembali. Kemudian tangan dibuka, lepaskan tekanan pada arteri ulnaris. ANALISA GAS DARAH (AGD)

1. Definisi

Gas darah arteri memungkinkan untuk pengukuran pH (dan juga keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa. Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium lainnya. Pada dasarnya pH atau derajat keasaman darah tergantung pada konsentrasi ion H+ dan dapat dipertahankan dalam batas normal melalui 3 faktor, yaitu: Mekanisme dapar kimia

Terdapat 4 macam dapar kimia dalam tubuh, yaitu: 1. Sistem dapar bikarbonat-asam karbonat

2. 3. 4.

Sistem dapar fosfat Sistem dapar protein Sistem dapar hemoglobin Mekanisme pernafasan Mekanisme ginjal

Mekanismenya terdiri dari: 1. 2. 3. Reabsorpsi ion HCO3Asidifikasi dari garam-garam dapar Sekresi ammonia

1. Gangguan asam basa sederhana

Gangguan asam basa primer dan kompensasinya dapat diperlihatkan dengan memakai persamaan yang dikenal dengan persamaan Henderson-Hasselbach. Persamaan asam basa adalah sebagai berikut: Persamaan ini menekankan bahwa perbandingan asam dan basa harus 20:1 agar pH dapat dipertahankan dalam batas normal. Persamaan ini juga menekankan kemampuan ginjal untuk mengubah bikarbonat basa melalui proses metabolik, dan kemampuan paru untuk mengubah PaCO2 (tekanan parsial CO2 dalam darah arteri) melalui respirasi. Nilai normal pH adalah 7, 35- 7,45. berikut ini adalah gambaran rentang pH: Perubahan satu atau dua komponen tersebut menyebabkan gangguan asam dan basa. Penilaian keadaan asam dan basa berdasarkan hasil analisa gas darah membutuhkan pendekatan yang sistematis. Penurunan keasaman (pH) darah <

7,35 disebut asidosis, sedangkan peningkatan keasaman (pH) > 7,45 disebut alkalosis. Jika gangguan asam basa terutama disebabkan oleh komponen respirasi (pCO2) maka disebut asidosis/alkalosis respiratorik, sedangkan bila gangguannya disebabkan oleh komponen HCO3 maka disebut asidosis/alkalosis metabolik. Disebut gangguan sederhana bila gangguan tersebut hanya melibatkan satu komponen saja (respirasi atau metabolik), sedangkan bila melibatkan keduanya (respirasi dan metabolik) disebut gangguan asam basa campuran. Langkah-langkah untuk menilai gas darah: 1. Pertama-tama perhatikan pH (jika menurun klien mengalami asidemia,

dengan dua sebab asidosis metabolik atau asidosis respiratorik; jika meningkat klien mengalami alkalemia dengan dua sebab alkalosis metabolik atau alkalosis respiratorik; ingatlah bahwa kompensasi ginjal dan pernafasan jarang memulihkan pH kembali normal, sehingga jika ditemukan pH yang normal meskipun ada perubahan dalam PaCO2 dan HCO3 mungkin ada gangguan campuran) 2. Perhatikan variable pernafasan (PaCO2 ) dan metabolik (HCO3) yang

berhubungan dengan pH untuk mencoba mengetahui apakah gangguan primer bersifat respiratorik, metabolik atau campuran (PaCO2 normal, meningkat atau menurun; HCO3 normal, meningkat atau menurun; pada gangguan asam basa sederhana, PaCO2 dan HCO3 selalu berubah dalam arah yang sama; penyimpangan dari HCO3 dan PaCO2 dalam arah yang berlawanan menunjukkan adanya gangguan asam basa campuran).

3.

Langkah berikutnya mencakup menentukan apakah kompensasi telah terjadi

(hal ini dilakukan dengan melihat nilai selain gangguan primer, jika nilai bergerak yang sama dengan nilai primer, kompensasi sedang berjalan). 4. Buat penafsiran tahap akhir (gangguan asam basa sederhana, gangguan asam

basa campuran) pH PCO2 PO2 lebih HCO3 : 22-26 mEq/L Tabel gangguan asam basa: pH PCO2 HCO3 N Rentang nilai normal : 7, 35-7, 45 : 35-45 mmHg : 80-100 mmHg TCO2 BE saturasi O2 : 23-27 mmol/L : 0 2 mEq/L : 95 % atau

Jenis gangguan Asidosis respiratorik akut Asidosis respiratorik terkompensasi sebagian Asidosis respiratorik terkompensasi penuh Asidosis metabolik akut Asidosis metabolik terkompensasi sebagian Asidosis metabolik terkompensasi penuh Asidosis respiratorik dan metabolik Alkalosis respiratorik akut Alkalosis respiratorik tekompensasi sebagian Alkalosis respiratorik terkompensasi penuh

N N

Alkalosis metabolik akut Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian Alkalosis metabolic terkompensasi penuh Alkalosis metabolik dan respiratorik N

Klasifikasi gangguan asam basa primer dan terkompensasi:

1. Normal bila tekanan CO2 40 mmHg dan pH 7,4. Jumlah CO2 yang diproduksi dapat dikeluarkan melalui ventilasi. 2. Alkalosis respiratorik. Bila tekanan CO2 kurang dari 30 mmHg dan perubahan pH, seluruhnya tergantung pada penurunan tekanan CO2 di mana mekanisme kompensasi ginjal belum terlibat, dan perubahan ventilasi baru terjadi. Bikarbonat dan base excess dalam batas normal karena ginjal belum cukup waktu untuk melakukan kompensasi. Kesakitan dan kelelahan merupakan penyebab terbanyak terjadinya alkalosis respiratorik pada anak sakit kritis. 3. Asidosis respiratorik. Peningkatan tekanan CO2 lebih dari normal akibat hipoventilasi dan dikatakan akut bila peninggian tekanan CO2 disertai penurunan pH. Misalnya, pada intoksikasi obat, blokade neuromuskuler, atau gangguan SSP. Dikatakan kronis bila ventilasi yang tidak adekuat disertai dengan nilai pH dalam batas normal, seperti pada

bronkopulmonari displasia, penyakit neuromuskuler, dan gangguan elektrolit berat.

4. Asidosis metabolik yang tak terkompensasi. Tekanan CO2 dalam batas normal dan pH di bawah 7,30. Merupakan keadaan kritis yang memerlukan intervensi dengan perbaikan ventilasi dan koreksi dengan bikarbonat. 5. Asidosis metabolik terkompensasi. Tekanan CO2 < 30 mmHg dan pH 7,307,40. Asidosis metabolik telah terkompensasi dengan perbaikan ventilasi. 6. Alkalosis metabolik tak terkompensasi. Sistem ventilasi gagal melakukan kompensasi terhadap alkalosis metabolik ditandai dengan tekanan CO2 dalam batas normal dan pH lebih dari 7,50 misalnya pasien stenosis pilorik dengan muntah lama. 7. Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian. Ventilasi yang tidak adekuat serta pH lebih dari 7,50. 8. Hipoksemia yang tidak terkoreksi. Tekanan oksigen kurang dari 60 mmHg walau telah diberikan oksigen yang adekuat 9. Hipoksemia terkoreksi. Pemberian O2 dapat mengoreksi hipoksemia yang ada sehingga normal. 10. Hipoksemia dengan koreksi berlebihan. Jika pemberian oksigen dapat meningkatkan tekanan oksigen melebihi normal. Keadaan ini berbahaya pada bayi karena dapat menimbulkan retinopati of prematurity, peningkatan aliran darah paru, atau keracunan oksigen. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan yang lain seperti konsumsi dan distribusi oksigen.

1. Tujuan

Menilai tingkat keseimbangan asam dan basa Mengetahui kondisi fungsi pernafasan dan kardiovaskuler Menilai kondisi fungsi metabolisme tubuh

1. Indikasi

Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik Pasien deangan edema pulmo Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS) Infark miokard Pneumonia Klien syok Post pembedahan coronary arteri baypass Resusitasi cardiac arrest Klien dengan perubahan status respiratori Anestesi yang terlalu lama

1. Lokasi pungsi arteri Arteri radialis dan arteri ulnaris (sebelumnya dilakukan allens test) Arteri brakialis Arteri femoralis Arteri tibialis posterior

Arteri dorsalis pedis

Arteri femoralis atau brakialis sebaiknya tidak digunakan jika masih ada alternatif lain, karena tidak mempunyai sirkulasi kolateral yang cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme atau trombosis. Sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya tidak digunakan karena adanya risiko emboli otak.

Contoh allens test: Cara allens test: Minta klien untuk mengepalkan tangan dengan kuat, berikan tekanan langsung pada arteri radialis dan ulnaris, minta klien untuk membuka tangannya, lepaskan tekanan pada arteri, observasi warna jari-jari, ibu jari dan tangan. Jari-jari dan tangan harus memerah dalam 15 detik, warna merah menunjukkan test allens positif. Apabila tekanan dilepas, tangan tetap pucat, menunjukkan test allens negatif. Jika pemeriksaan negatif, hindarkan tangan tersebut dan periksa tangan yang lain.

1. Komplikasi

Apabila jarum sampai menebus periosteum tulang akan menimbulkan nyeri Perdarahan Cidera syaraf

Spasme arteri

1. Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan AGD

Gelembung udara Tekanan oksigen udara adalah 158 mmHg. Jika terdapat udara dalam sampel darah maka ia cenderung menyamakan tekanan sehingga bila tekanan oksigen sampel darah kurang dari 158 mmHg, maka hasilnya akan meningkat. Antikoagulan Antikoagulan dapat mendilusi konsentrasi gas darah dalam tabung. Pemberian heparin yang berlebihan akan menurunkan tekanan CO2, sedangkan pH tidak terpengaruh karena efek penurunan CO2 terhadap pH dihambat oleh keasaman heparin. Metabolisme Sampel darah masih merupakan jaringan yang hidup. Sebagai jaringan hidup, ia membutuhkan oksigen dan menghasilkan CO2. Oleh karena itu, sebaiknya sampel diperiksa dalam 20 menit setelah pengambilan. Jika sampel tidak langsung diperiksa, dapat disimpan dalam kamar pendingin beberapa jam. Suhu Ada hubungan langsung antara suhu dan tekanan yang menyebabkan tingginya PO2 dan PCO2. Nilai pH akan mengikuti perubahan PCO2. Nilai pH darah yang abnormal disebut asidosis atau alkalosis sedangkan nilai PCO2 yang abnormal terjadi pada keadaan hipo atau hiperventilasi. Hubungan

antara tekanan dan saturasi oksigen merupakan faktor yang penting pada nilai oksigenasi darah

1. Hal-hal yang perlu diperhatikan

Tindakan pungsi arteri harus dilakukan oleh perawat yang sudah terlatih Spuit yang digunakan untuk mengambil darah sebelumnya diberi heparin

untuk mencegah darah membeku Kaji ambang nyeri klien, apabila klien tidak mampu menoleransi nyeri,

berikan anestesi lokal Bila menggunakan arteri radialis, lakukan test allent untuk mengetahui

kepatenan arteri Untuk memastikan apakah yang keluar darah vena atau darah arteri, lihat

darah yang keluar, apabila keluar sendiri tanpa kita tarik berarti darah arteri Apabila darah sudah berhasil diambil, goyangkan spuit sehingga darah

tercampur rata dan tidak membeku Lakukan penekanan yang lama pada bekas area insersi (aliran arteri lebih

deras daripada vena) Keluarkan udara dari spuit jika sudah berhasil mengambil darah dan tutup

ujung jarum dengan karet atau gabus Ukur tanda vital (terutama suhu) sebelum darah diambil Segera kirim ke laboratorium ( sito )

I. Persiapan pasien

J.

Jelaskan prosedur dan tujuan dari tindakan yang dilakukan Jelaskan bahwa dalam prosedur pengambilan akan menimbulkan rasa sakit Jelaskan komplikasi yang mungkin timbul Jelaskan tentang allens test Persiapan alat Spuit 2 ml atau 3ml dengan jarum ukuran 22 atau 25 (untuk anak-anak)

dan nomor 20 atau 21 untuk dewasa Heparin Yodium-povidin Penutup jarum (gabus atau karet) Kasa steril Kapas alkohol Plester dan gunting Pengalas Handuk kecil Sarung tangan sekali pakai Obat anestesi lokal jika dibutuhkan Wadah berisi es Kertas label untuk nama Thermometer Bengkok

1. Prosedur kerja

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Baca status dan data klien untuk memastikan pengambilan AGD Cek alat-alat yang akan digunakan Cuci tangan Beri salam dan panggil klien sesuai dengan namanya Perkenalkan nama perawat Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien Jelaskan tujuan tindakan yang dilakukan Beri kesempatan pada klien untuk bertanya Tanyakan keluhan klien saat ini

10. Jaga privasi klien 11. Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur klien 12. Posisikan klien dengan nyaman 13. Pakai sarung tangan sekali pakai 14. Palpasi arteri radialis 15. Lakukan allens test 16. Hiperekstensikan pergelangan tangan klien di atas gulungan handuk 17. Raba kembali arteri radialis dan palpasi pulsasi yang paling keras dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah 18. Desinfeksi area yang akan dipungsi menggunakan yodium-povidin, kemudian diusap dengan kapas alkohol 19. Berikan anestesi lokal jika perlu 20. Bilas spuit ukuran 3 ml dengan sedikit heparin 1000 U/ml dan kemudian kosongkan spuit, biarkan heparin berada dalam jarum dan spuit

21. Sambil mempalpasi arteri, masukkan jarum dengan sudut 45 sambil menstabilkan arteri klien dengan tangan yang lain 22. Observasi adanya pulsasi (denyutan) aliran darah masuk spuit (apabila darah tidak bisa naik sendiri, kemungkinan pungsi mengenai vena) 23. Ambil darah 1 sampai 2 ml 24. Tarik spuit dari arteri, tekan bekas pungsi dengan menggunakan kasa 5-10 menit 25. Buang udara yang berada dalam spuit, sumbat spuit dengan gabus atau karet 26. Putar-putar spuit sehingga darah bercampur dengan heparin 27. Tempatkan spuit di antara es yang sudah dipecah 28. Ukur suhu dan pernafasan klien 29. Beri label pada spesimen yang berisi nama, suhu, konsentrasi oksigen yang digunakan klien jika kilen menggunakan terapi oksigen 30. Kirim segera darah ke laboratorium 31. Beri plester dan kasa jika area bekas tusukan sudah tidak mengeluarkan darah (untuk klien yang mendapat terapi antikoagulan, penekanan membutuhkan waktu yang lama) 32. Bereskan alat yang telah digunakan, lepas sarung tangan 33. Cuci tangan 34. Kaji respon klien setelah pengambilan AGD 35. Berikan reinforcement positif pada klien 36. Buat kontrak untuk pertemuan selanjutnya 37. Akhiri kegiatan dan ucapkan salam

38. Dokumentasikan di dalam catatan keperawatan waktu pemeriksaan AGD, dari sebelah mana darah diambil dan respon klien Analisa gas darah (AGD)

definisi Analisa gas darah (AGD) biasanya dilakukan untuk mengkaji gangguan keseimbangan asam-basa yang disebabkan oleh gangguan pernafasan dan/atau gangguan metabolik. Komponen dasar AGD mencakup pH, PaCO2, PaO2, SO2, HCO3 dan BE (base excesses/kelebihan basa). nilai rujukan Dewasa : pH: 7,35-7,45; PaCO2: 35-45 mm Hg; PaCO2: 75-100 mmHg; SaO2: >95%; SvO2: >70%; HCO3: 24-28 mEq/l; kelebihan basa (base excess): +2 sampai -2 mEq/l Anak: pH: 7,36-7,44. pengukuran lainnya sama dengan dewasa. Penarikan kesimpulan:

Jika pH < 7,35, PaCO2 > 45 mm Hg dan HCO3 serta BE normal, dapat disimpulkan bahwa ketidakseimbangan asam basa mengarah pada keadaan asidosis respiratorik.

Jika pH > 7,45, PaCO2 < 35 mm Hg dan HCO3 serta BE normal, dapat disimpulkan bahwa ketidakseimbangan asam basa mengarah pada keadaan alkalosis respiratorik.

Jika pH < 7,35, PaCO2 normal, sementara HCO3 dan BE masing-masing < 24 mEq/l dan <-2, dapat disimpulkan bahwa ketidakseimbangan asam basa terjadi pada keadaan asidosis metabolik.

Jika pH > 7,45, PaCO2 normal, sementara HCO3 dan BE masing-masing > 28 mEq/l dan >+2, dapat disimpulkan bahwa ketidakseimbangan asam basa mengarah pada keadaaan alkalosis metabolik

masalah klinis

Sumber Artikel: http://edisukarman.blogspot.com/2012/06/pengambilan-analisagas-darah.html#ixzz2BCt6m2PQ

You might also like