You are on page 1of 103

ANALISIS PREDIKSI KEBANGKRUTAN PADA PERBANKAN GO PUBLIC DI BURSA EFEK JAKARTA

SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Universitas Negeri Semarang

Oleh : ALI NURRUDIN NIM : 3351401032 PROGRAM STUDI : AKUNTANSI SI

FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2005

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah di setujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi pada:

Hari Tanggal

: Rabu : 19 Oktober 2005

Dosen Pembimbing I

Dosen Pembimbing II

Drs. Fachrurozi, M.Si. NIP. 131813667

Drs. Subowo, M.Si. NIP. 131404311

Mengetahui, Ketua Jurusan Ekonomi FIS UNNES

Drs. Kusmuryanto, MSi NIP. 131404309

PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang pada: Hari Tanggal : Selasa : 20 Desember 2005

Penguji Skripsi

Drs. Kusmuryanto, MSi NIP. 131404309

Anggota I

Anggota II

Drs. Fachrurozi, M.Si. NIP. 131813667

Drs. Subowo, M.Si. NIP. 131404311

Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Sosial

Drs. Sunardi, M.M NIP. 130367998

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi ini benar-benar karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah

Semarang, 20 Desember 2005

Ali Nurrudin 3351401032

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto : 1. Nuh berkata: Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakekat)nya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscahya aku akan termasuk orang-orang yang merugi (Q.S. Huud: 47) 2. Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih. Sebenarnya ALLAH membersihkan siapa yang di kehendakiNYA dan mereka tidak dianiaya sedikitpun (Q.S. An Nisaa: 49) 3. Dadi wong ojo nolah-noleh, nuju mung siji 4. Latihan dadi wong sing apik

Persembahan : 1. Ibu dan Bapak tercinta yang selalu memberi kasih sayang, menasehati dan mendoakan penulis tanpa henti-hentinya 2. Kakakku Nurhartatik, Mustawam, Khoiriyah, Mbak Tami, Bang Nardi, Lik Bajuri dan Mbak Dwi tercinta 3. Pendukung selalu: Aan, Mukhibad, Kis, Paidul, Sapto, Sayam, Heri, Paidi, Petty, Nopek, Ika Bahar, Mei, Ririn, Indah. Sahabat sejak tempo dulu Agung loro-lorone, Wina, Yanuar, Mulyono, Arif, Hartadi, Hendru, Hendry, Andi, Dimas, Londo, Seno, Ali M, Apit, Charis dan Farida 4. Semua orang yang tidak bisa disebutkan satu per satu 5. Almamaterku tercinta

PRAKATA

BISMILLAHIRROHMANIRROHIM Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah dan Inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: ANALISIS PREDIKSI

KEBANGKRUTAN PADA PERBANKAN GO PUBLIK DI BURSA EFEK JAKARTA (BEJ) . Dalam menyusun skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada : 1. Kedua orang tuaku yang selalu memberikan dorongan dan motivasi dalam penulisan skripsi 2. Dr. A.T. Soegito, SH, MM, Rektor Universitas Negeri Semaranng 3. Drs. Sunardi, M.M, Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang 4. Drs. Kusmuriyanto, M.Si, Ketua Jurusan Ekonomi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang serta saran dan masukannya . 5. Drs. Fachrurozi, M.Si. selaku pembimbing I yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. 6. Drs. Subowo, M.Si, selaku pembimbing II yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam menyusun skripsi ini. 7. Teman-temanku selalu yang telah memberikan semangat dan hiburan dalam penulisan skripsi ini.

8. Teman-teman Akuntansi A angkatan 2001 yang telah menorehkan sejarah baru dalam hidupku 9. Karyawan-karyawati Pojok BEJ Undip dan Perpustakaan BI Semarang yang telah membantu penulis mendapatkan data-data penelitian. 10. Semua pihak yang tidak dapat di sebutkan satu persatu oleh penulis. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Semarang,

Desember 2005

Penulis

SARI Ali Nurrudin, 2005, Analisis Prediksi Kebangkrutan pada Perbankan Go Public di Bursa Efek Jakarta. Jurusan Ekonomi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. 82 hal. Kata Kunci: Analisis, Prediksi Kebangkrutan, Ketepatan Likuidasi yang terjadi pada perbankkan merupakan penghambat besar dalam melaksanakan tugasnya sebagai penunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan rakyat banyak. Likuidasi yang terjadi sebenarnya tidak akan menimbulkan masalah besar bagi stakeholder and shareholder jika dapat diprediksi lebih dini. Penelitian ini bermaksud mengkaji suatu model prediksi kebangkrutan beserta ketepatannya pada kasus terjadinya kebangkrutan/ketidakbangkrutan pada perbankan go public di BEJ. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk melakukan perbaikan kinerja keuangan apabila terdapat tanda-tanda kebangkrutan dari hasil metode prediksi tersebut, serta menjadi masukan bagi peneliti dalam melakukan kajian-kajian sejenis di waktu mendatang Penelitian ini mencoba menerapkan metode multivariate discriminant analisys dengan menggunakan rasio-rasio dalam metode Z-Score Altman dalam melakukan prediksi kebangkrutan serta membandingkan hasilnya dengan kenyataan yang terjadi. Metode Altman merupakan sebuah metode untuk memprediksi kebangkrutan pada perusahaan dengan menggunakan variabel berupa rasio working capital to total assets, retairned earning to total assets, earning before interest and tax to total assets, market value equity to book value of debt dan sales to total assets. Pemilihan rasio-rasio ini karena rasio-rasio tersebut berhubungan erat dengan kebangkrutan yang akan terjadi. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 3 bank yang mengalami kebangkrutan dan 20 bank yang tidak mengalami kebangkrutan. Data yang digunakan adalah laporan keuangan publikasi pada tahun 2001-2003. Hasil penggunaan multivariate discriminant analisys menunjukkan bahwa semakin lama rentan waktu antara prediksi dengan kondisi yang terjadi, tidak terdapat kecendrungan semakin banyak perusahaan yang diprediksikan akan mengalami kebangkrutan. Hasil penggunaan rata-rata rasio keuangan menunjukkan lebih banyak jumlah bank yang diprediksikan akan mengalami kebangkrutan dibandingkan pada 2 tahun dan lebih sedikit pada 3 tahun sebelum terjadinya kebangkrutan/ketidakbangkrutan. Sedangkan ketepatan prediksi pada 1 tahun sebelum kebangkrutan/ ketidakbangkrutan sebesar 87.0 %, pada 2 tahun sebesar 91.3 %, pada 3 tahun sebesar 87.0 % dan pada perhitungan rata-rata selama 3 tahun sebesar 87.0 %. Kesalahan prediksi tersebut lebih banyak di pengaruhi oleh kebijakan-kebijakan pemerintah serta adanya peningkatan maupun penurunan kinerja di tahun kebangkrutan/ketidakbangkrutan Hasil penelitian tersebut memberikan masukan bagi manajemen bank untuk memperhatikan besarnya rasio-rasio keuangan yang ada dalam metode Altman, serta masukan penggunaan metode Altman sebagai alternatif dalam penilaian kondisi keuangan bank bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................................... ii PENGESAHAN KELULUSAN ...................................................................... iii PERNYATAAN............................................................................................... iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... v SARI................................................................................................................. vi PRAKATA....................................................................................................... vii DAFTAR ISI.................................................................................................... ix DAFTAR TABEL............................................................................................ xii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xiv BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah ................................................................... 1 1.2.Identifikasi dan Rumusan Masalah .................................................. 8 1.3.Tujuan Penelitian.............................................................................. 10 1.4.Kegunaan Penelitian......................................................................... 10 BAB II. LANDASAN TEORI 2.1.Kebangkrutan dan Likuidasi Bank ................................................... .12

2.1.1. Pengertian Kebangkrutan dan Likuidasi Bank... 12 2.1.2. Sumber-sumber Informasi Kebangkrutan....13 2.1.3. Faktor-faktor Penyebab Kebangkrutan....14 2.1.4. Alternatif Perbaikan Kesulitan Keuangan.. 16 2.1.5. Manfaat Informasi Prediksi Kebangkrutan. 17 2.2.Analisis Prediksi kebangkrutan dengan Menggunakan Multivariate Discriminant Analisys ...................................................................... 18 2.2.1. Konsep Multivariate Diskrimainan Analisys 18 2.2.2. Rasio-rasio Prediktor Kebangkrutan dalam Metode Z-Score Altman... 19 2.2.3. Analisis Prediksi Kebangkrutan Metode Multivariate Discriminant Analisys Hasil Penelitian Altman.... 24 2.2.4. Ketepatan Prediksi Kebangkrutan dengan Mengggunakan Multivariate Discriminant Analisys .. 26 2.2.5. Penelitian Terdahulu..... 27 2.3.Kerangka Berpikir ............................................................................ 28 BAB III. METODE PENELITIAN 3.1.Jenis Penelitian ................................................................................. 37 3.2.Populasi, Sampel dan Tekhik Pengambilan Sampel ........................ 37 3.3.Variabel Penelitian ........................................................................... 38 3.3.1. Variabel Bebas (X)..38 3.3.2. Variabel Terikat (Z) 39

3.4.Sumber Data dan Teknik Pengambilan Data.................................... 39 3.4.1. Sumber Data ... 39 3.4.2. Metode Pengambilan Data ..40 3.5.Metode Analisis Data ....................................................................... 40 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.HASIL PENELITIAN ...................................................................... 43 4.1.1.Gambaran Umum Perusahaan....43 4.1.2.Diskripsi Variabel......50 4.1.3.Hasil Statistik.66 4.2.PEMBAHASAN....71 4.2.1.Analisis Prediksi Kebangkrutan....71 4.2.2.Analisis Ketepatan Prediksi Kebangkrutan...78 BAB V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1.Simpulan........................................................................................... 86 5.2.Saran ................................................................................................. 86 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 88 LAMPIRAN..................................................................................................... 90

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Rasio keuangan PT. Bank Global Intrnasional, Tbk. ............................. 5 Tabel 2 : Rasio working capital to total assets tahun 2001, 2002 dan 2003 serta perubahanya... 51 Tabel 3 : Rasio retairned earning to total assets tahun 2001, 2002 dan 2003 serta perubahanya.. 55 Tabel 4 : Rasio earning before interest and tax to total assets tahun 2001, 2002 dan 2003 serta perubahanya....58 Tabel 5 : Rasio market value equity to book value of total debt tahun 2001, 2002 dan 2003 serta perubahanya.. 61 Tabel 6 : Rasio sales to total assets tahun 2001, 2002 dan tahun 2003 serta Perubahanya... 64

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Alur kerangka berpikir.. 36

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Komponen-komponen Laporan Keuangan perbankan go public di BEJ Tahun 2003.. 90 Lampiran 2: Komponen-komponen Laporan Keuangan perbankan go public di BEJ Tahun 2002.. 91 Lampiran 3: Komponen-komponen Laporan Keuangan perbankan go public di BEJ Tahun 2001...92 Lampiran 4: Rasio-rasio atas laporan keuangan perbankan go public di BEJ Tahun 2003. 93 Lampiran 5: Rasio-rasio atas laporan keuangan perbankan go public di BEJ Tahun 2002. 94 Lampiran 6: Rasio-rasio atas laporan keuangan perbankan go public di BEJ Tahun 2001. 95 Lampiran 7: Rasio-rasio atas laporan keuangan perbankan go public di BEJ Rata-rata selama 3 Tahun .......... 96 Lampiran 8: Multivariate Discriminant Analisys Tahun 2003.... 97

Lampiran 9: Multivariate Discriminant Analisys Tahun 2002.100 Lampiran 10: Multivariate Discriminant Analisys Tahun 2001.. 103 Lampiran 11: Multivariate Discriminant Analisys Rata-rata 3 Tahun ... 106

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah Perbankan merupakan urat nadi perekonomian di seluruh negara, banyak roda-roda perekonomian terutama di sektor riil di gerakkan oleh perbankan baik secara langsung maupun tidak langsung. Perbankan di Indonesia memegang peranan yang teramat penting, terlebih negara Indonesia termasuk negara yang sedang membangun di segala sektor. Hal tersebut di jelaskan dalam pasal 4 Undang-Undang no. 10 tahun 1998, yaitu perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan rakyat banyak. Banyaknya sektor yang tergantung pada perbankan tersebut di sebabkan oleh fungsi dan peranan perbankan. Oleh karena itu, organisasi perbankan selalu di ikutsertakan dalam menentukan berbagai kebijakan di bidang moneter, pengawasan devisa, pencatatan efek-efek, dan lain-lainya. Hal tersebut di sebabkan karena usaha pokok perbankan adalah memberikan kredit dan kredit yang di berikan oleh perbankan tersebut mempunyai pengaruh yang sangat luas dalam segala kehidupan, khususnya di bidang ekonomi (Thomas, dkk. 1999: 16). Perbankan juga mempunyai fungsi untuk menjaga kestabilan moneter, hal tersebut di sebabkan atas kebijakan perbankan terhadap simpanan masyarakat serta fungsinya sebagai lalu lintas transaksi keuangan

Di lihat dari sisi internal sendiri, perbankan merupakan alat bagi suatu badan usaha untuk mencapai tujuannya yaitu menghasilkan barang atau jasa secara terus menerus untuk mendapatkan laba. Dalam hal ini berlaku prinsip going concern yang artinya kegiatan usaha harus di lakukan secara terus menerus tidak hanya sesaat atau sekali selesai lalu tidak berkelanjutan (Sriyadi, 1991: 5). Bahkan Indriyo (1992: 5) menyatakan bahwa tujuan utama di dirikannya suatu perusahaan yaitu untuk memaksimumkan keuntungan dan memaksimumkan kemakmuran pemiliknya. Dengan dua tujuan utama perusahaan tersebut, perbankan sebagai suatu perusahaan harus menjaga kelangsungan hidupnya sendiri. Kontinuitas merupakan tujuan utama setiap entitas bisnis termasuk perbankan, pencapaiaan tersebut tidak dapat di pisahkaan dengan kemampuan pihak manajemen perusahaan sehingga dapat menghasilkan keuntungan yang optimal serta pengendalian yang seksama terhadap kegiatan operasional perusahaan terutama yang berkaitan dengan keuangan perusahaan Kondisi sektor perbankan Indonesia saat ini belum sepenuhnya bangkit akibat krisis moneter yang berlangsung mulai pertengahan Juli 1997, hal tersebut di tambah ketatnya persaingan yang berakibat buruk melanda sektor tersebut. Pemerintah kemudian mengambil kebijakan untuk melikuidasi perbankan, hal ini merupakan salah satu langkah kebijakan yang di ambil oleh pemerintah selaku otoritas moneter yang di tujukan untuk menyehatkan sektor keuangan pada umumnya dan sektor perbankan pada khususnya. Permasalahan perbankan di Indonesia yang terjadi dan akhirnya menyebabkan likuidasi tersebut sangat kompleks, antara lain di sebabkan oleh utang luar negeri perbankan yang berbentuk valas yang menimbulkan tekanan

besar. Kepercayaan bank-bank di luar negeri kepada bank-bank di dalam negeri (dalam rangka perdagangan) berkurang karena dengan depresiasi rupiah menyebabkan timbulnya tunggakan pembayaran hutang luar negeri dan dalam rangka perdagangan luar negeri. Akibatnya credit line kepada bank-bank di dalam negeri banyak yang di hentikan dan banyak yang tidak mau menerima L/C yang di keluarkan oleh bank-bank di Indonesia. Impor terancam terutama untuk barangbarang yang sangat penting seperti obat-obatan dan beras serta untuk bahan baku ekspor, peningkatan suku bunga SBI juga menyebabkan suku bunga perbankan tinggi yang pada akhirnya meningkatkan jumlah kredit bermasalah. Hal tersebut terjadi di samping karena faktor kondisi perekonomian secara global dan nasional juga karena selama perbankan bergelut dalam bisnis pemberian pinjaman, timbulnya kredit bermasalah (problem loan) merupakan hal yang sulit di hindari. Lemahnya kondisi internal bank yang terjadi juga merupakan faktor penyebab buruknya kondisi perbankan. Hal tersebut di sebabkan oleh kualitas manajemen yang kurang memadai, adanya pemberian kredit pada kelompok atau group usaha sendiri dan rendahnya modal untuk menyerap berbagai resiko kerugian merupakan masalah-masalah mendasar yang sedang di hadapi oleh dunia perbankan di Indonesia. Menghadapi permasalahan ekonomi yang berkepanjangan dan permasalahan perbankan yang sangat komplek tersebut pemerintah telah melakukan langkah-langkah untuk menyehatkan perbankan, beberapa bank dapat bertahan hidup (tidak terlikuidasi) namun sebagian lagi tidak dapat menghindar dari kebijakan likuidasi yang merupakan keputusan akhir dari pemerintah. Banyaknya likuidasi yang terjadi pada perbankan telah menurunkan penyaluran kredit dan hal ini mengakibatkan sektor perekonomian secara

keseluruhan terganggu. Majalah Info Bank (2004, Vol XXVI) mencatat penyaluran kredit perbankan tahun 1999 menurun sebesar 53,81%, hal ini berdampak pada menurunnya konsumsi dan investasi dunia usaha dan masyarakat luas, serta sangat terasa dampaknya pada penurunan pemenuhan modal kerja untuk menjalankan kegiatan perekonomian. Pengaruh likuidasi bank juga di rasakan sebagai akibat dari likuidasi total assets yang di miliki perbankan, dana pihak ketiga yang berada di bank serta modal perbankan itu sendiri, hal ini akan mempengaruhi kegiatan perekonomian secara langsung maupun tidak langsung. Terjadinya likuidasi pada sejumlah bank telah menimbulkan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan stakeholder and shareholder. Hal ini sebenarnya tidak akan menimbulkan masalah yang lebih besar kalau proses likuidasi pada sebuah lembaga perbankan dapat di prediksi lebih dini sehinggga dapat di lakukan tindakan-tindakan yang tidak saling merugikan. Dengan adanya tindakan untuk memprediksi terjadinya likuidasi tersebut, akan dapat menghindari atau mengurangi resiko terjadinya likuidasi tersebut. Resiko likuidasi atas sebuah bank sebenarnya dapat di lihat dan di ukur melalui laporan keuangan. Pengukuran tersebut di lakukan dengan cara menganalisis laporan keuangan yang di keluarkan oleh bank yang bersangkutan. Analisis laporan keuangan merupakan suatu alat yang sangat penting untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan serta hasil-hasil yang di capai sehubungan dengan pemilihan strategi-strategi perusahaan yang telah di laksanakan. Analisis rasio keuangan merupakan alternatif untuk menguji apakah informasi keuangan yang di hasilkan oleh akuntansi keuangan bermanfaat untuk melakukan klasifikasi atau prediksi terhadap kebangkrutan. Tingkat kesehatan

penting artinya bagi perbankan untuk meningkatkan efisiensi dalam menjalankan usahanya, sehingga kemampuan untuk memperoleh keuntungan dapat di tingkatkan dan pada akhirnya dapat menghindarkan dari kemungkinan kebangkrutan (terlikuidasi) pada lembaga perbankan. Analisa rasio merupakan suatu alat analisis yang sering di gunakan oleh banyak pihak untuk menganalisa laporan keuangan suatu perusahaan. Aplikasi analisis rasio keuangan dalam praktek bisnis dan pengkajianpengkajian serta studi yang telah di lakukan mengantarkan kepada pemikiran untuk menjadikan rasio keuangan sebagai indikator yang fundamental dalam praktek dunia bisnis dan ekonomi. Rasio keuangan juga telah di gunakan sebagai independent and descriptive variable dalam studi ekonomi. Bahkan terdapat kecenderungan untuk menggunakan rasio keuangan tunggal seperti ROI (Zainuddin dan Hartono, 1999). Aplikasi analisa rasio telah banyak di gunankan para analisis pasar modal untuk menilai kinerja perusahaan-perusahaan go public di BEJ termasuk perusahaan perbankan. Berikut adalah implementasi analisa rasio pada salah satu perusahaan perbankan yaitu PT. Bank Global Internasional, Tbk. PT. Bank Gobal Internasional. Tbk FINANCIAL RATIOS Cash and bank to total deposits Net Profit Margin (NPM) Return On Investment (ROI) Equity to total assets 2002 0,21 0,02 0,25 0.21 2003 0,18 0,03 0,39 0.22 Change -14.29 % 50 % 56 % 4,76 %

Sumber: Indonesia Capital Market Directory 2004

Dari data tersebut cash and bank to total deposits pada tahun 2003 mengalami penurunan 14,29 % dari tahun 2002, walaupun begitu prosentase cash and bank to total deposits tiap tahun tetap di atas standar yang di tetapkan Bank Indonesia sebesar 5 %. Net profit margin PT. Bank Global Internasional, Tbk di tahun 2003 menunjukkan peningkatan sebesar 50 % dari tahun 2002, net nprofit margin PT. Bank Global Internasional, Tbk tiap tahun lebih kecil dari standar yang di tetapkan Bank Indonesia yaitu net profit margin minimal 25 %. Return on investment menunjukkan peningkatan tahun 2003 sebesar 56 % dari tahun 2002, return on investment PT. Bank Global Internasional, Tbk setiap tahun menunjukkan di atas standar yang di tetapkan Bank Indonesia minimum sebesar 5 %. Sedangkan equity to total assets (kecukupan modal) menunjukkan peningkatan sebesar 4,76 %, rata-rata equity to total assets menunjukkan di atas ketentuan Bank Indonesia yaitu sebesar 8 %. Dari kenyataan data tersebut di atas, penilaian menggunakan analisa rasio keuangan antara satu rasio dengan rasio yang lainya kurang saling mendukung untuk pengambilan keputusan secara utuh dalam menilai kinerja manajemen dan memprediksi kinerja secara komperhensif periode yang akan datang. Rasio net profit margin, return on investment, equity to total assets PT. Bank Global Internasional, Tbk. menunjukan peningkatan. Rasio cash and bank to total deposits, return on investment dan equity to total assets menunjukkan di atas ketentuan Bank Indonesia tetapi NPM menunjukkan di bawah ketentuan Bank Indonesia. Return on investment (ROI), net profit margin (NPM) dan equity to total assets kemungkinan sesuai kenaikan rata-rata pertahun akan meningkatkan

prosentasenya. Kenyataannya PT. Bank Global Internasional, Tbk. pada bulan April 2004 mendapat peringatan Bank Indonesia agar memperbaiki rasio kecukupan modal sesuai ketentuan yang berlaku yaitu minimal 8 %. Pada bulan September 2004 rasio kecukupan modal PT. Bank Global Internasional, Tbk. telah mencapai 40 %, akan tetapi kenyataanya PT. Bank Global Internasional, Tbk. di likuidasi di akhir tahun 2004, sehingga analisa rasio keuangan di rasa kurang relevan dalam menganalisis kemungkinan terjadinya likuidasi Menurut Achmad Slamet (2003: 59) bahwa dalam perkembangannya, analisa rasio ternyata mengalami kendala dan keterbatasan yaitu dalam menguji setiap rasio keuangan secara terpisah, pengaruh kombinasi beberapa rasio hanya di dasarkan pada pertimbangan para analis saja. Pada kenyataannya, analisis rasio keuangan hanyalah suatu titik awal dalam melakukan analisis keuangan perusahaan. Analisis rasio tidak memberikan banyak jawaban, kecuali hanya menyediakan rambu-rambu tentang apa yang seharusnya di harapkan (Friedlob dan Plewa, 1996). Di sisi lain informasi tentang prediksi kebangkrutan sangat di butuhkan oleh berbagai pihak, baik pihak intern yang menggunakan informasi tersebut sebagai dasar untuk evaluasi dan perbaikan kinerja di masa yang akan datang, maupun pihak eksternal yang menggunakan informasi tersebut sebagai dasar pengambilan kebijakan mereka terhadap perusahaan yang bersangkutan. Adanya fakta yang terjadi tersebut memerlukan penyelesaian yang serius, untuk itu di perlukan suatu kajian mengenai model analisis untuk memprediksi adanya kemungkinan likuidasi terhadap perusahaan perbankan beserta ketepatan prediksi kebangkrutan tersebut terhadap terjadinya kasus likuidasi perbankan go

public di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Dengan harapan dapat menjadi masukan bagi para pihak-pihak yang berkepentingan supaya dapat di lakukan tindakan pencegahan yang terbaik sejak dini. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Analisis Prediksi Kebangkrutan pada Perbankan Go Public di Bursa Efek Jakarta (BEJ)

1.2. Identifikasi dan Rumusan Masalah Sektor perbankan merupakan sektor yang mempunyai pengaruh yang luas dalam kegiatan perekonomian. Perusahaan perbankan di Indonesia merupakan penunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan rakyat banyak. Di sisi internal, perbankan harus melaksanakan kegiatan usahanya sesuai dengan tujuan didirikanya perbankan tersebut, yaitu untuk memperoleh adanya keberlangsungan usaha (going concern) serta memaksimumkan

keuntungan dan kemakmuran pemilikya. Dalam perkembangannya, perbankan menghadapi suatu permasalahan yang hampir di alami suatu entitas bisnis yaitu ketidakpastian usaha. Banyak likuidasi terjadi pada lembaga perbankan walaupun telah di lakukan berbagai upaya baik oleh pemerintah, pihak ekstern lainnya maupun pihak intern perbankan sendiri untuk menghindari hal tersebut. Tanda-tanda awal adanya potensi kebangkrutan pada entitas bisnis sebenarnya dapat di ketahui dengan melakukan analisa terhadap kondisi keuangan suatu perusahaan yang tercermin dalam laporan keuangan yang di terbitkan. Alat analisis yang sering di gunakan untuk menganalisa laporan keuangan adalah

analisa rasio, akan tetapi dalam perkembangannya analisa rasio ini mempunyai keterbatasan-keterbatasan yang di antaranya tidak mampu menguji setiap rasio secara bersama-sama. Banyak penelitian yang telah di lakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut, beberapa peneliti menemukan formula-formula untuk memprediksi kebangkrutan akan tetapi implementasinya masih terbatas pada perusahaan industri, sedangkan kajian pada industri perbankan sangat sedikit. Kondisi tersebut menggambarkan kebutuhan alat prediksi kebangkrutan pada perbankan yang sangat mendasar dan mendesak. Alat prediksi kebangkrutan yang akan di gunakan oleh para pengambil keputusan di harapkan dapat mendeteksi kemungkinan kebangkrutan sejak dini. Sehingga semakin lama rentan waktu antara prediksi kebangkrutan/ketidakbangkrutan dengan waktu terjadinya kebangkrutan/ ketidakbangkrutan, maka akan semakin baik bagi para pengambil keputusan untuk melakukan tindakan pencegahan yang terbaik sejak dini sehingga potensi kebangkrutan di masa yang akan datang dapat di hindari. Dalam menggunakan alat prediksi kebangkrutan juga harus di ketahui terlebih dahulu kemampuanya dalam melakukan prediksi kebangkrutan dengan kata lain ketepatan alat prediksi kebangkrutan tersebut dengan kenyataan terjadinya kebangkrutan/ketidakbangkrutan, sehingga alat prediksi tersebut dapat membantu dengan baik bagi para pengambil keputusan. Dengan adanya kondisi tersebut di atas maka dalam penelitian ini permasalahan yang akan di bahas adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana implementasi analisis prediksi kebangkrutan pada perusahaan perbankan yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta?

2. Bagaimana penggunaan ratarata rasio keuangan setiap bank dalam memprediksi kemungkinan terjadinya likuidasi maupun tidak terjadinya likuidasi bankbank yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta? 3. Seberapa besar ketepatan prediksi kebangkrutan atas bank-bank yang terlikuidasi bank-bank yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta?

1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang ada maka tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui implementasi dari analisis prediksi kebangkrutan dalam memprediksi kemungkinan terjadinya likuidasi pada perbankan yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta 2. Untuk mengetahui penggunaan ratarata rasio keuangan setiap bank dalam memprediksi kemungkinan terjadinya likuidasi maupun tidak terjadinya likuidasi pada bankbank yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta. 3. Untuk mengetahui seberapa besar ketepatan prediksi kebangkrutan atas bankbank yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta yang mengalami likuidasi maupun yang tidak mengalami likuidasi

1.4. Kegunaan Penelitian Melalui penelitian ini, penulis mempunyai harapan akan di peroleh manfaat, yaitu: 1. Manfaat teoritis a. Mencoba menerapkan model perdiksi kebangkrutan untuk dapat mengetahui

indikasi terjadinya kebangkrutan agar dapat di gunakan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan serta mengetahui

ketepatannya dengan kasus likuidasi yang terjadi pada bank-bank yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta. b. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan media untuk belajar memecahkan masalah secara ilmiah dan memberikan sumbangan pemikiran berdasarkan di siplin ilmu yang di peroleh di bangku kuliah c. Bagi civitas akademik, sebagai bahan kajian dalam penelitian sejenis di waktu yang akan datang. 2. Manfaat praktis a. Sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan dan lembaga terkait dalam menentukan kebijakan menganalisa mengenai kelangsungan kehidupan perusahaan khususnya perbankan yang di gunakan untuk deteksi dini akan adanya potensi kebangkrutan. b. Untuk mencari solusi atas pertanyaan yang selama ini muncul mengenai bagaimana penerapan analisis prediksi kebangkrutan pada lembaga perbankan serta seberapa besar kemampuannya dalam memprediksi likuidasi perbankan di masa yang akan datang.

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Kebangkrutan dan Likuidasi 2.1.1. Pengertian Kebangkrutan dan Likuidasi Bank Kebangkrutan menurut Altman (1973) adalah perusahan yang secara hukum bangkrut. Sedangkan kebangkrutan menurut undang-undang no 4 tahun 1998 adalah di mana suatu institusi dinyatakan oleh keputusan pengadilan bila debitur memiliki dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu hutang yang telah jatuh tempo dan dapat di tagih. Undang-undang ini juga menyatakan bahwa apabila debitur adalah perusahaan perbankan, maka permohonan pernyatan pailit hanya dapat di ajukan oleh Bank Indonesia Definisi dari kebangkrutan lainnya di kemukakan oleh M. Akhyar Adnan (2001), yang menyatakan bahwa kebangkrutan adalah sebagai suatu kegagalan yang terjadi dalam perusahaan dan kegagalan tersebut dapat di bedakan menjadi: 1. Kegagalan ekonomi ( Economic distressed ) Kegagalan dalam arti ekonomi di artikan sebagai perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak mampu menutupi biayanya sendiri, hal ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari kewajiban. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jauh di bawah arus kas yang di harapkan. Kegagalan juga terjadi karena tingkat pendapatan atas biaya historis dari investasinya lebih kecil dari biaya modal perusahaan yang di keluarkan untuk investasi tersebut.

2. Kegagalan keuangan ( Financial distressed) Kegagalan keuangan juga dapat di artikan sebagai insolvensi arus kas, insolvensi atas dasar arus kas tersebut ada dua bentuk, yaitu: a. Insolevensi teknis, yaitu terjadi apabila perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo walaupun total aktivanya sudah melebihi total hutang b. Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan, yaitu di definisikan sebagai kekayaan bersih neraca konvensional atau nilai sekarang dari arus kas yang di harapkan lebih kecil dari kewajiban Sedangkan pengertian likuidasi menurut SK Direksi BI No. 32/53/KEP DIR Tanggal 14 Mei 1999 adalah tindakan penyelesaian seluruh hak dan kewajiban bank sebagai akibat pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank. Sedangkan pencabutan izin usaha dalam proses likuidasi perbankan oleh Bank Indonesia tersebut di lakukan apabila: 1. Tindakan penyelamatan yang telah di lakukan belum cukup untuk mengatasi kesulitan yang di alami bank 2. Menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank dapat membahayakan sistem perbankan nasional 3. Terdapat permintaan dari pemilik atau pemegang saham bank tersebut 2.1.2. Sumber-sumber Informasi Prediksi Kebangkrutan Kebangkrutan yang terjadi sebenarnya dapat di prediksi dengan melihat beberapa indikator. Indikator-indikator tersebut , adalah (Hanafi, 2003 : 264): 1. Analisis aliran kas untuk saat ini atau masa mendatang.

2. Analisis strategi perusahaan, yaitu analisis yang memfokuskan pada persaingan yang dihadapi oleh perusahaan. 3. Struktur biaya relatif terhadap pesaingnya. 4. Kualitas manajemen. 5. Kemampuan manajemen dalam mengendalikan biaya 2.1.3. Faktor-faktor Penyebab Kebangkrutan Kebangkrutan yang terjadi pada perbankan di awali oleh memburuknya kondisi perekonomian Indonesia pada awal 1997. Suku bunga yang tinggi, rush, hutang membengkak, simpanan nasabah rendah dan tingginya kredit macet melanda hampir semua bank di Indonesia. Akan tetapi hal tersebut bukan faktor utama yang menyebabkan kebangkrutan pada lembaga perbankan, hal tersebut di buktikan dengan masih eksisnya beberapa bank sampai sekarang. Menurut M. Akhyar Adnan, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kebangkrutan pada suatu perusahaan adalah (Murtanto, 2002: 48): 1. Faktor umum a. Sektor ekonomi Pengaruh sektor ekonomi terhadap kebangkrutan berasal dari gejala inflasi dan deviasi dalam harga barang dan jasa, kebijakan keuangan pemerintah, suku bunga dan devaluasi atau revaluasi mata uang b. Sektor sosial Pengaruh sektor sosial berasal dari adanya perubahan gaya hidup masyarakat yang mempengaruhi permintaan terhadap produk dan jasa ataupun yang berhubungan dengan karyawan

c. Sektor teknologi Pengaruh sektor teknologi berasal dari penggunaan teknologi memerlukan biaya yang di tanggung perusahaan terutama untuk pemeliharaan dan implementasi d. Sektor pemerintah Pengaruh dari sektor pemerintah berasal dari kebijakan pemerintah terhadap pencabutan subsidi pada perusahaan dan industri, pengenaaan tarif ekspor dan impor barang berubah, kebijakan undang-undang baru bagi perbankan atau tenaga kerja dan lain-lain 2. Faktor eksternal a. Sektor pelangan atau nasabah Untuk menghindari kehilangan nasabah bank harus melakukan identifikasi terhadap sifat-sifat konsumen atau nasabah juga menciptakan peluang untuk mendapatkan nasabah baru b. Sektor kreditur Di mana kekuatanya terletak pada pemberian pinjaman dan menetapkan jangka waktu pengembalian hutang piutang yang tergantung kepercayaan kreditor terhadap kelikuiditasan suatu bank c. Faktor pesaing/bank lain Di mana merupakan hal yang harus di perhatikan karena menyangkut perbedaan pemberian pelayanan kepada nasabah 3. Faktor internal perusahaan a. Terlalu besarnya kredit yang di berikan kepada nasabah sehingga akan

menyebabkan adanya penunggakan dalam pembayaran sampai akhirnya tidak dapat membayar b. Manajemen tidak efisien yang di sebabkan karena kurang adanya kemampuan, pengalaman, ketrampilan, sikap adaptif dan inisiatif dari manajemen c. Penyalahgunaan wewenang dan kecurangan-kecurangan di mana sering di lakukan oleh karyawan, bahkan manajer puncak sekalipun sangat merugikan apalagi yang berhubungan sengan keuangan perusahaan 2.1.4. Alternatif Perbaikan Kesulitan Keuangan Kesulitan keuangan yang terjadi sebenarnya dapat di perbaiki tergantung besar kecilnya permasalahan, sehingga pada akhirnya permasalahan tersebut akan dapat di atasi dengan sebaik-baiknya. Beberapa alternatif perbaikan kesulitan keuangan tersebut adalah (Hanafi, 2000: 262); 1. Pemecahan secara informal Pemecahan kesulitan keuangan dengan cara ini di lakukan apabila kesulitan keuangan belum terlalu parah dan hanya bersifat sementara, cara yang digunakan adalah; a. Perpanjangan (Ekstension ) Pemecahan dengan cara ini di lakukan dengan memperpanjang jatuh tempo hutang-hutang perusahaan b. Komposisi (Composition ) Pemecahan dengan cara ini di lakukan dengan mengurangi besarnya biayabiaya tagihan perusahaan

2. Pemecahan secara formal Pemecahan dengan cara ini di lakukan apabila kesulitan keuangan yang di hadapi oleh perusahaan sangat parah. Sedangkan di sisi lain kreditor ingin mempunyai jaminan keamanan atas dana yang mereka tanamkan. Cara yang di gunakan adalah: a. Apabila nilai perusahaan di teruskan > dari nilai perusahaan di likuidasi, maka di lakukan upaya reorganisasi dengan merubah struktur modal selama ini menjadi struktur modal yang layak b. Apabila nilai perusahaan di teruskan < dari nilai perusahaan di likuidasi, maka di lakukan upaya likuidasi atas aset-aset perusahaan 2.1.5. Manfaat Informasi Prediksi Kebangkrutan Informasi tentang prediksi kebangkrutan suatu perusahaan akan sangat bermanfaat bagi beberapa kalangan. Menurut Hanafi (2000: 261) informasi prediksi kebangkrutan dapat bermanfaat untuk: 1. Pemberi pinjaman Informasi kebangkrutan di gunakan untuk pengambilan keputusan tentang pemberian pinjaman dan monitoring 2. Investor Informasi kebangkrutan di gunakan untuk pengambilan keputusan terhadap surat berharga perusahaan 3. Pihak pemerintah Informasi kebangkrutan di gunakan untuk melakukan tindakan awal yang bisa di lakukan terutama terhadap perusahaan BUMN

4. Akuntan Informasi kebangkrutan di gunakan untuk menilai kemampuan going concern suatu perusahaan 5. Manajemen Informasi kebangkrutan di gunakan untuk melakukan langkah-langkah preventif sehingga biaya kebangkrutan bisa di hindari dan atau diminimalisir

2.2. Analisis Prediksi Kebangkrutan dengan Menggunakan Multivariate Discriminant Analisys Kegiatan dengan melakukan analisis laporan keuangan suatu bank untuk melakukan prediksi kondisi masa depan bukanlah suatu yang mudah. Apalagi perusahaan perbankan merupakan perusahaan yang sangat rentan akan pengaruh ekonomi nasionaal dan global. Oleh karena itu alat prediksi kebangkrutan yang di gunakan pada perbankan harus mempunyai ketepatan prediksi yang baik dengan memperhatikan karakteristik perbankan. Menurut Avianti (2000: 45) ketepatan prediksi masa depan berlaku selama emiten mempunyai kondisi keuangan yang sama dengan pada saat prediksi dilakukan. Apabila emiten melakukan perbaikan kinerja melalui strategi yang tepat, kemungkinan besar ada ketidaktepatan prediksi. Namun kelemahan apapun yang di hadapi pada kenyataannya prediksi masih selalu di lakukan untuk pengambilan keputusan. 2.2.1. Konsep Multivariate Diskrimainan Analisys Analisis diskriminan adalah suatu analisis yang menghasilkan suatu indeks yang memungkinkan penggolongan suatu observasi kedalam salah satu kelompok

yang telah di tetapkan terlebih dahulu. Pada analisis diskriminan ini terdiri dari tiga langkah, yaitu (Weston, 1993:170): 1. Merancang golongan klasifikasi yang mutually exclusive. Setiap golongan di bedakan oleh suatu distribusi probabilitas dari cirri-cirinya 2. Mengumpulkan data untuk setiap golongan 3. Mencari kombinasi linier dari ciri masing-masing yang paling baik membedakan golongan-golongan tersebut Adanya kebangkrutan pada perusahaan menyebabkan banyak kerugian yang menimpa berbagai pihak, untuk mengatasi hal tersebut banyak penelitian telah di lakukan. Salah satu penelitian yang sukses adalah penelitian yang dilakukan oleh Altman pada tahun 1968. Altman dalam penelitianya menggunakan analisis multivariat diskriminan untuk membuat suatu model yang bertujuan meramalkan kebangkrutan perusahaan dengan sampel dirancang sebanyak 66 perusahaan yang terdiri dari kelompok perusahaan yang mengalami kebangkrutan dan kelompok perusahaan yang tidak mengalami kebangkrutan. Dalam penelitianya, Altman melakukan survei model-model yang di kembangkan di Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Swiss, Brazil, Australia, Inggris, Irlandia, Kanada, Belanda dan Prancis. Dengan menggunakan multivariate discriminant analysis tersebut. Altman menemukan bahwa rasiorasio keuangan liquidity, solvency dan profitability bermanfaat dalam

memprediksi kebangkrutan perusahaan dengan tingkat keakuratan yang semakin menurun seiring dengan semakin lamanya periode prediksi.

2.2.2. Rasio-rasio Prediktor Kebangkrutan dalam Metode Z-Score Altman Penelitian yang di lakukan oleh Altman dengan metode multivariate discriminant analisys, menggunakan rasio-rasio keuangan sebagai indikasi adanya kebangkrutan dan ketidakbangkrutan. Hasil penelitian tersebut kemudian di kenal dengan nama metode Z-Score. Sedangkan rasio-rasio keuangan yang di gunakan dalam penelitian tersebut adalah sebagai berikut: 1. Working capital to total assets (X1) Rasio working capital to total assets terdiri dari 2 komponen, yaitu modal kerja dan total aktiva. Modal kerja di peroleh dari selisih antara aktiva lancar dengan utang lancar (Adnan: 2001). Hasil perhitungan working capital merupakan nilai keefektifan modal kerja yang di gunakan perusahaan. Apabila nilai yang di peroleh tinggi maka mengindikasikan kelebihan modal kerja yang mungkin di sebabkan rendahnya perputaran persediaan, piutang atau adanya saldo kas yang terlalu besar. Sedangkan apabila nilainya rendah maka mengindikasikan adanya kelebihan hutang jangka pendeknya, sehingga akan berpengaruh tidak baik bagi tingkat likuiditas perusahaan (Slamet, 2003:34) Sedangkan komponen rasio working capital to total assets yang kedua adalah aktiva. Menurut IAI (2002) manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aktiva adalah potensi dari aktiva tersebut untuk memberikan sumbangan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung, arus kas dan setara kas kepada perusahaan. Potensi tersebut dapat berbentuk sesuatu yang produktif dan merupakan bagian dari ektivitas operasional perusahaan. Mungkin pula berbentuk yang dapat di ubah menjadi kas atau setara kas atau

berbentuk kemampuan untuk mengurangi pengeluaran kas, seperti penurunan biaya akibat penggunaan proses produksi alternatif. Besar kecilnya nilai aktiva sangat menentukan keberlangsungan usaha di masa depan, mengingat potensinya yang berbentuk sumbangan yang di berikan oleh manfaat aktiva tersebut Dari dua komponen tersebut perhitungan rasio working capital to total assets di lakukan. Sedangkan pengertian rasio working capital to total assets sendiri adalah rasio yang mendeteksi kemampuan likuiditas dari total aktiva dan posisi modal kerja (neto). Jika di kaitkan dengan indikator kebangkrutan, maka dapat di gunakan untuk mendeteksi adanya masalah pada tingkat likuiditas perusahaan seperti indikator ketidakcukupaan kas, utang dagang membengkak, utilitas modal (kekayaan) menurun, penambahan hutang yang tidak terkendali dan beberapa indikator lainya (Adnan, 2001) Menurut Supardi (2003: 68), working capital to total assets adalah salah satu rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek, perhitungan rasio ini akan negatif apabila kewajiban lancar lebih besar dari hutang lancar. 2. Retairned earning to total assets (X2) Rasio retairned earning to total assets terdiri dari 2 komponen, yaitu laba di tahan dan total aktiva. Laba di tahan adalah laba bersih yang di akumulasikan dalam suatu keuntungan setelah deviden di bayarkan. Laba di tahan adalah laba tak di bagi atau surplus yang di peroleh (Adnan: 2001) Menurut Mulyono (1994) retairned earning to total assets adalah rasio profitabilitas yang dapat mendeteksi kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan keuntungan, yang di tinjau dari kemampuan perusahaan dalam

mendapatkan laba di bandingkan dengan kecepatan perputaran operating assets sebagai ukuran efisiensi usaha. Manajemen perusahaan sangat berkepentingan untuk dapat melihat rasio ini karena sekaligus akan terlihat tingkat efisiensi usaha dan kemampuan memperoleh laba dari hasil penjualanya. Definisi lainya di kemukakan oleh Supardi (2003: 81). Retairned earning to total assets adalah rasio yang mengukur jumlah akumulasi laba selama perusahaan beroperasi. Umur perusahaan berpengaruh terhadap besarnya rasio tersebut karena semakin lama perusahaan beroperasi memungkinkan untuk memperlancar akumulasi laba di tahan. Untuk perusahaan dengan usia yang masih muda maka umumnya akan menunjukkan rasio tersebut yang rendah 3. Earning before interest and tax to total assets (X3) Menurut Supardi (2003: 81) rasio earning before interest and tax to total assets merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang di gunakan. Sedangkan menurut Riyanto (1995) earning before interest and tax to total assets merupakan rasio yang di gunakan untuk mengukur kemampuan modal yang di investasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bagi semua investor termasuk pemegang obligasi dan saham. Beberapa indikator yang dapat di gunakan untuk mendeteksi masalah pada kemampuan profitabilitas perusahaan adalah adanya piutang dagang yang meningkat, rugi terus-menerus dalam beberapa kuartal, persediaan meningkat, penjualan menurun, terlambatnya hasil penagihan, kredibilitas perusahaan

berkurang serta kesedian memberi kredit pada konsumen yang tidak membayar pada waktu yang telah di tetapkan. 4. Market value equity to book value of total debt (X4) Menurut Adnan ( 2001: 190), rasio market value equity to book value of total debt merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memberikan jaminan kepada setiap hutangnya melalui modalnya sendiri. Modal yang di maksud dalam rasio ini adalah gabungan nilai pasar dari seluruh modal biasa pada harga pasar yang berlaku. Sedangkan nilai buku hutang adalah hutang lancar dan hutang jangka panjang. Hasil perhitungan rasio market value equity to book value of debt menunjukkan kemampuan setiap modal sendiri yang dapat di jadikan jaminan hutang. Semakin kecil rasio ini berarti semakin sedikit market value equity yang di jadikan sebagai jaminan atas hutang. Semakin besar rasio ini berarti semakin banyak market value equity yang di jadikan sebagai atas jaminan hutang (Mulyati, 2001: 58) 5. Sales to total assets (X4) Menurut Adnan (2001: 190), sales to total assets merupakan rasio yang mendeteksi kemampuan dana perusahaan yang tertanam dalam keseluruhan aktiva yang berputar dalam satu periode tertentu. Rasio ini mengukur kemampuan menajemen dalam menggunakan aktiva untuk menghasilkan revenue. Definisi lainya di kemukakan oleh Hanafi (2000: 81) sales to total assets adalah rasio yang menghitung efektifitas penggunaan total aktiva. Rasio yang tinggi menunjukkan manajemen yang baik, sedangkan rasio yang rendah

akan membuat manajemen untuk mengevaluasi strategi yang di gunakan, pemasaranya dan pengeluaran modal (investasi) 2.2.3. Analisis Prediksi Kebangkrutan Metode Multivariate Discriminan Analisys Hasil Penelitian Altman Dalam melakukan analisis prediksi kebangkrutan, Altman menggunakan variabel bebas yaitu berupa rasio-rasio keuangan tersebut di atas yang di perkirakan mempengaruhi kebangkrutan. Altman menggunakan variabel tidak bebas yaitu prediksi kebangkrutan dan di sebut nilai Z-Score. Z-Score adalah skor yang di tentukan dari hitungan standar kali nisbah-nisbah keuangan yang akan menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan. Dalam penelitian pertamanya Altman menggunakan sampel perusahaan yang berada di Amerika Serikat. Nilai Z-Score dari hasil penelitian pertamanya tersebut di tentukan dengan rumus sebagai berikut:

Z-Score

= 0,012 X1 + 0,014X2 + 0,033 X3 + 0,006 X4 + 0,999 X5

Dalam menentukan adanya tendensi kebangkrutan atau tidak ada tendensi kebangkrutan di gunakan titik cut off sebagai batas antara prediksi kebangkrutan. Titik cut off di hitung dengan cara mencari titik tengah antara dua rasio yang berurutan. Titik cut off yang di pilih adalah titik cut off yang menghasilkan kesalahan prediksi paling kecil ( Ghozali, 2002: 117) Dalam hasil penelitian tersebut, Altman memilih nilai batas atau cut off sebesar 2,675 (kesalahan klasifikasi minimum untuk mengklasifikasi perusahaan). Perusahaan yang mempunyai nilai Z-Score di bawah 2,675 di prediksi akan mengalami kebangkrutan apabila tidak segera di lakukan perbaikan yang berarti,

sedangkan perusahaan yang mempunyai nilai Z-Score diatas 2,675 di prediksi akan mengalami kebangkrutan sangat kecil. Dalam perkembanganya Altman melakukan penelitian lanjutan dengan memasukkan di mensi internasional dengan melakukan penelitian di Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Swiss, Brazil, Australia, Inggris, Irlandia, Kanada, Belanda dan Prancis. Penelitian lanjutan yang di lakukan tersebut menghasilkan perhitungan rumus sebagai berikut;

Z-Score

= 0,717 X1 + 0,847X2 + 3,107 X3 + 0,420 X4 + 0,998 X5

Dari hasil analisis yang berupa nilai Z-Score tersebut dapat menjelaskan kemungkinan kebangkrutan dalam sebuah perusahaan. Dalam model hasil penelitan lanjutan ini Altman menggunakann titik cut off sebesar 2,99 dan menggunakan grey area zone (zona hijau/daerah rawan kemungkinan munculnya klasifikasi yang salah) sebesar 1,81. Nilai Z-Score akan menjelaskan kondisi keuangan suatu perbankan dengan tingkat kategori: 1. Untuk nilai Z-Score lebih kecil atau sama dengan 1,81 mengindikasikan perusahaaan akan mengalami kesulitan keuangan dan resiko yang tinggi 2. Untuk nilai Z-Score antara 1,81 sampai 2,99 mengindikasikan perusahaan berada di daerah kelabu (grey area). Dalam kondisi ini perusahaan akan mengalami masalah keuangan yang harus di tangani dengan penanganan manajemen yang tepat, kalau tidak akan mengalami kebangkrutan. Pada daerah abu-abu (grey area) ini perusahaan mempunyai kemungkinan bangkrut dan mempuyai kemungkinan tidak bangkrut, tinggal bagaimana pihak manajemen mengambil tindakan

3. Untuk nilai Z-Score di atas 2,99 mengindikasikan bahwa perusahaan berada dalam kondisi keuangan yang sehat sehingga indikasi akan adanya kebangkrutan dimasa mendatang sangat kecil Implementasi dari metode Altman, di samping di gunakan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan, juga akan dapat memberikan arahan bagi perusahaaan untuk melakukan tindakan pembenahan terhadap bagian-bagian perusahaan yang sedang mengalami permasalahan dengan memperhatikan beberapa indikator yang berkaitan likuiditas, provitabilitas dan aktivitas 2.2.4. Ketepatan Prediksi Kebangkrutan dengan Mengggunakan Multivariate Discriminant Analisys Hasil penelitian Altman dengan menggunakan multivariate discriminant analysis untuk memprediksi kebangkrutan yang akan tersejadi, menemukan bahwa rasio-rasio keuangan dapat secara bersama-sama di gunakan untuk memprediksi kebangkrutan yang akan terjadi pada perusahaan. Ketepatan prediksi kebangkrutan atas hasil perhitungan dari nilai Z-Score pada periode prediksi satu tahun sebelum perusahaan-perusahaan mengalami kebangkrutan dapat bermanfaat untuk memprediksi kebangkrutan dengan tingkat keakuratan sebesar 95 %. Kemudian pada periode dua tahun sebelum kebangkrutan menurun menjadi sebesar 76 %, pada periode tiga tahun sebelum terjadinya kebangkrutan sebesar 48 %. Pada periode empat tahun sebelum kebangkrutan mempunyai tingkat keakuratan sebesar 29 %. Kemudian naik lagi sebesar 36 % untuk periode lima tahun sebelum perusahaan mengalami kebangkrutan (Adnan, 2001: 184 )

2.2.5. Penelitian Terdahulu 1. Setyarini dan Abdul Halim (1999) Implementasi dari metode Altman untuk memprediksi kebangkrutan dalam perusahaan perbankan di Indonesia telah di lakukan oleh Setyarini dan Abdul Halim (1999). Penelitan tersebut bertujuan untuk melakukan analisa potensi kebangkrutan perusahaan publik di Bursa Efek Jakarta (BEJ), dengan menggunakan analisa Z-Score Altman sebagai indikator tingkat kesehatan atau potensi kebangkrutan. Indikator Z-Score untuk seluruh sampel 38 perusahaan, di kelompokkan ke dalam kategori sehat (skor > 2,9), grey area (skor antara 1,2 dan 2,9) dan bangkrut (skor < 1,29). Hasil penelitian tersebut menyimpulkan adanya perbedaan potensi kebangkrutan secara signifikan antara sebelum dan pada masa krisis moneter serta analisis Z-Score yang di gunakan merefer pada Altman lebih di tujukan pada sektor perbankan. 2. Muhammad Akhyar Adnan dan M Imam Taufiq. (2001) Adnan dan Taufik (2001) melakukan penelitian terhadap kasus terjadinya likuidasi perbankan di Indonesia periode tahun 1997 sampai tahun 2000 dengan menggunakan sampel dua kelompok bank yaitu kelompok bank terlikuidasi dan bank tidak terlikuidasi. Bank-bank yang di gunakan sebagai sampel tersebut adalah bank-bank yang terlikudasi pada periode 13 Maret 1999 setelah melewati proses yang dilakukan oleh BPPN yang berjumlah 67 bank. Dalam penelitian ini Adnan dan Taufik menggunakan nilai cut off dari hasil penelitan yang di lakukan oleh Altman, demikian juga metode analisisnya yang menggunakan rumus hasil penelitian Altman yaitu Z-Score.

Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa analisis prediksi kebangkrutan metode Altman dapat di implementasikan dalam memprediksi kemungkinan likuidasi perbankan di Indonesia. 3. Supardi dan Sri Mastuti (2003) Supardi dan Sri Mastuti (2003) melakukan penelitian tentang likuidasi pada perbankan go public di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan menggunakan metode Altman untuk memprediksi kebangkrutan. Penelitian ini juga menggunakan sampel perbankan go public yang terlikuidasi dan tidak terlikuidasi dengan periode laporan keuangan tahun 1993, 1994, 1994, 1996, 1997. Dalam penelitian ini di samping menggunakan analisis diskriptif, juga menggunakan analisis inferensial berupa uji satu rata-rata dan melakukan pengujian terhadap hipotesis tentang ketepatan prediksi model Z-Score Altman pada perusahaan perbankan. Nilai cut off yang di gunakan dalam penelitan ini juga menggunakan nilai cut off hasil penelitian Altman. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa analisis kebangkrutan metode Altman dapat di terapkan pada lembaga perbankan di Indonesia.

3.1.

Kerangka Berfikir Perbankan merupakan urat nadi perekonomian suatu negara, hal tersebut

di sebabkan oleh berbagai fungsi yang di jalankan oleh perbankan, oleh karena itu perbankan sering di ikutsertakan dalam pengambilan kebijakan moneter karena berkaitan dengan fungsinya terutama fungsi intermediasi. Perbankan sendiri dari sisi internal perusahaan merupakan alat untuk mencapai tujuan di dirikanya yaitu

untuk memaksimumkan keuntungan, oleh karena itu kegiatan usaha harus di lakukan secara terus menerus dan berkesinambungan. Kondisi perbankan Indonesia saat ini belum sepenuhnya bangkit akibat krisis moneter, perekonomian nasional yang kurang stabil dan di tambah ketatnya persaingan yang berakibat buruk melanda sektor tersebut. Adanya kebijakan untuk melikuidasi perbankan oleh pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia merupakan langkah kebijakan terakhir yang diambil untuk menyehatkan sektor keuangan pada umumnya dan khususnya sektor perbankan itu sendiri, hal tersebut di tempuh setelah berbagai cara di upayakan untuk menyehatkan perbankan. Untuk mengatasi permasalahan resiko kebangkrutan yang terjadi tersebut, Altman telah melakukan penelitian dengan metode multivariate discriminan analisys dan menghasilkan suatu model prediksi yang disebut analisis Z-Score. Penggunaan rasio-rasio yang ada dalam metode Z-Score Altman dalam penelitian ini di lakukan karena rasio-rasio keuangan yang terdapat dalam metode Z-Score Altman tersebut mempunyai keterkaitan yang erat dengan kondisi finansial suatu perusahaan serta keterkaitan terhadap kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada lembaga perbankan, keterkaitan tersebut yaitu: 1. Hubungan antara modal kerja/total aktiva dengan kebangkrutan Rasio ini menunjukan kemampuan likuiditas perbankan yang dapat menunjukkan kondisi keuangan internal perbankan. Semakin tinggi rasio ini maka menunjukkan semakin besar kecukupan kas, semakin meningkatnya total kredit yang di berikan dan ini berarti meningkatnya pendapatan bunga. Semakin menurunnya jumlah kredit bermasalah (non performing loan) yang

berarti menurunkan beban operasional, semakin meningkatnya efek-efek dan penyertaan dalam saham yang berarti meningkatnya pendapatan operasional. Indikasi lainya adalah semakin menurunnya kewajiban jangka pendek perusahaan yang berarti juga menurunkan beban bunga. Pada akhirnya kinerja keuangan yang baik tersebut akan menyebabkan semakin kecil resiko terjadinya kebangkrutan Semakin rendah rasio ini maka menunjukkan kondisi likuidaitas di bandingkan total aktiva yang semakin memburuk. Hal tersebut menunjukkan adanya ketidakcukupan kas, menurunnya penyaluran kredi yang berarti menurunkan pendapatan bunga yang di terima. Meningkatnya kredit bermasalah (non performing loan) yang akan meningkatkan beban operasonal. Meningkatnya kewajiban lancar sehingga akan meningkatkan beban bunga, menurunnya efek-efek dan penyertaan saham dan meningkatnya fixed assets yang akan meningkatkan biaya penyusutan. Kondisi tersebut pada akhirnya akan meningkatkan resiko kebangkrutan. 2. Hubungan antara laba ditahan/total aktiva dengan kebangkrutan Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba yang di tahan di banding kecepatan perputaran operating asset. Semakin kecil rasio ini menujukkan penurunan laba ditahan. Adanya penurunan laba di tahan berakibat bank harus mencari dana dari luar perusahaan, apabila bank yang bersangkutan akan melakukan ekspansi atau investasi aktiva. Sehingga hal tersebut akan meningkatkan beban hutang dan beban hutang yang tinggi dan akhirnya akan meningkatkan resiko kebangkrutan. Rasio yang kecil juga

mengindikasikan bahwa perusahaan tidak efektif dalam menggunakan aktiva untuk mendapatkan laba di tahan serta mengindikasikan banyaknya aktiva tetap yang tidak produktif sehingga meningkatkan resiko kebangkrutan di masa yang akan datang Sedangkan adanya rasio yang tinggi mengindikasikan adanya peningkatan laba di tahan atas penggunaan aktiva. Dengan laba di tahan yang tinggi, maka bank akan memperoleh kelebihan dana yang dapat di gunakan untuk melakukan investasi, ekspansi usaha atau pembayaran hutang sehingga resiko kebangkrutan akan menurun. Ekspansi usaha tersebut teramat penting agar perbankan tetap eksis mengingat ketatnya persaingan perbankan di masa sekarang ini. Rasio yang tinggi juga mengindikasikan bahwa manajemen bank menggunakan aktiva secara efektif untuk menghasilkan laba setiap periode, keberhasilan menejemen bank dalam menekan biaya-biaya yang timbul atas aktiva, serta keberhasilan manajemen dalam memperoleh pendapatan operasional lainya yang timbul dari penggunaan aktiva, sehingga kondisi tersebut akan menurunkan resiko kebangkrutan 3. Hubungan antara laba sebelum bunga dan pajak/total aktiva dengan kebangkrutan Rasio ini menunjukkan kemampuan modal yang di investasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan laba usaha. Rasio yang tinggi menunjukkan bahwa biaya operasional yang rendah, pendapatan bunga meningkat akibat besarnya total kredit yang diberikan, pendapatan operasional meningkat, menurunnya biaya-biaya atas penggunaan aktiva serta

meningkatnya pendapatan atas kenaikan aktiva lancar. Kondisi tersebut menunjukkan kinerja usaha manajemen yang baik sehingga potensi kebangkrutan semakin kecil. Rasio yang rendah menunjukkan biaya operasional yang tinggi, pendapatan bunga menurun akibat kecilnya kredit yang di berikan, pendapatan operasional menurun, meningkatnya biaya-biaya atas penggunaan aktiva, menurunnya pendapatan atas kenaikan aktiva lancar. Kondisi tersebut menunjukkan kinerja usaha manajemen yang buruk dalam penggunaan aktiva sehingga potensi kebangkrutan semakin besar. 4. Hubungan antara harga pasar modal sendiri/nilai buku total kewajiban dengan Kebangkrutan Rasio ini menunjukkan kemampuan perbankan dalam memberikan jaminan kepada setiap hutangnya melalui modalnya sendiri, semakin besar rasio ini maka semakin besar kepercayaan pihak investor dan kreditor. Hal tersebut juga mengindikasikan rendahnya biaya bunga sehingga akan meningkatkan pendapatan atas bunga, meningkatnya agio saham, sehingga pada akhirnya resiko kebangkrutan akan kecil. Semakin kecil rasio ini maka semakin menurun kepercayaan investor dan akhirnya akan semakin kecil pula kepercayaan kreditor. kondisi tersebut menyebabkan naiknya biaya bunga, meningkatnya disagio saham. Dengan rendahnya kepercayan akan keamanan dana maka juga dapat memicu terjadinya penarikan secara besar-besaran atas dana simpanan, sehingga akan mengancam likuiditas bank. Kondisi demikian berarti prospek usaha

mendatang akan suram serta semakin besar potensi kebangkrutan yang akan menimpa peruasahaan. 5. Hubungan antara penerimaan/total aktiva dengan kebangkrutan Rasio ini menunjukkan kemampuan menajemen dalam menggunakan aktiva untuk menghasilkan revenue. Rasio yang besar menunjukkan adanya efektifitas penggunaan aktiva untuk memperoleh pendapatan bunga, provisi dan komisi. Pendapatan bunga merupakan komponen utama dalam pendapatan mengingat fungsi utama bank. Pendapatan bunga yang tinggi tersebut selain mengindikasikan kinerja manajemen yang baik, juga pada akhirnya akan dapat meningkatkan nilai keuntungan dan aktiva. Sehingga resiko akan adanya kebangkrutan di masa mendatang kecil. Rasio yang rendah menunjukkan kinerja manajemen yang inefiktif dalam menggunakan aktiva yang di miliki perusahaan. Rasio yang kecil juga mengindikasikan adanya beban bunga yang tinggi akibat besarnya aktiva yang tidak digunakan untuk penyaluran kredit (tidak produktif), penyaluran kredit yang kecil, tingginya aktiva yang tidak produktif, tingginya aktiva tetap dan rendahnya laba. Kondisi tersebut pada akhirnya akan meningkatkan resiko kebangkrutan di masa mendatang. 6. Hubungan antara modal kerja/total aktiva, laba di tahan/total aktiva, laba sebelum bunga dan pajak/total aktiva, harga pasar modal sendiri/nilai buku total kewajiban dan penerimaan/total aktiva dengan kebangkrutan Tingginya nilai modal kerja/total aktiva menunjukkan adanya likuiditas aktiva yang tinggi. Tingginya likuiditas aktiva disamping akan

menyebabkan pendapatan bunga yang lebih tinggi dari beban bunga, juga menunjukkan penurunan beban atas penyisihan kerugian piutang, mengurangi beban penurunan nilai efek-efek dan beban atas aktiva tetap yang rendah. Hal tersebut akan meningkatkan profitabilitas perusahaan di mana rasio laba periode dengan total aktiva akan tinggi dan juga akhirnya akan meningkatkan rasio laba di tahan dengan total aktiva, apalagi bila laba periode yang tinggi tersebut berlangsung secara terus-menerus atau relatif stabil. Adanya profitabilitas perusahaan yang tinggi akan menyebabkan permintaan akan saham perusahaan meningkat serta akibatnya harga pasar modal saham sendiri naik. Profitabilitas yang tinggi juga menyebabkan perusahaan mempunyai kelebihan dana untuk digunakan penyaluran kredit, sehingga hutang lancar yang biasanya digunakan untuk pembiayan kredit akan menurun yang berarti menurunkan beban bunga juga. Hal tersebut pada akhirnya juga akan meningkatkan pendapatan bunga yang berarti

meningkatkan rasio penerimaan dan total aktiva. Peningkatan kondisi kinerja keuangan tersebut di atas akan menurunkan resiko kebangkrutan yang mungkin terjadi pada perusahaan Rendahnya nilai rasio modal kerja/total aktiva menunjukkan adanya likuiditas aktiva yang rendah pada perusahaan perbankan. Likuiditas aktiva yang rendah disamping akan menyebabkan pendapatan bunga yang lebih rendah dari beban bunga, juga akan meningkatkan beban atas penyisihan kerugian piutang. Dampak lainya adalah meningkatkan beban penurunan nilai efek-efek dan beban atas aktiva tetap, serta kekhawatiran akan adanya

penarikan simpanan secara besar-besaran (rush) oleh para nasabah. Kondisi tersebut akan menurunkan profitabilitas perusahaan, di mana rasio laba periode dengan total aktiva akan menjadi rendah dan pada akhirnya akan menurunkan rasio laba di tahan dengan total aktiva, apalagi bila kondisi tersebut berlangsung secara terus-menerus. Adanya profitabilitas perusahaan yang rendah akan menyebabkan penjualan saham perusahaan secara besar-besaran oleh para pemegang saham karena kekawatiran mereka. Di sisi lain profitabilitas yang rendah juga akan mengakibatkan penurunan permintaan akan saham perusahaan. Kedua kondisi tersebut akan menurunkan harga pasar modal sendiri di bandingkan aktiva. Profitabilitas yang rendah juga menyebabkan perusahaan mengalami kekurangan dana likuid untuk digunakan dalam penyaluran kredit, sehingga akibatnya hutang lancar yang biasanya digunakan untuk pembiayan kredit tersbut akan membengkak, yang berarti meningkatkan beban bunga juga. Kondisi tersebut pada akhirnya akan menurunkan pendapatan bunga yang berarti menurunkan rasio penerimaan dan total aktiva. Penurunan kinerja keuangan tersebut di atas akan meningkatkan resiko kebangkrutan yang mungkin terjadi pada perusahaan Analisis prediksi kebangkrutan metode metode multivariate discriminant analisys, menggunakan rasio-rasio keuangan tersebut di atas sebagai dasar perhitungan. Hasil perhitungannya setelah di kalikan dengan koefisienkoefisien yang di turunkan dari hasil perhitungan diskriminan dan penjumlahan dari semua perhitungannya akan diperoleh nilai Z. Hasilnya akan dibandingkan dengan

kenyataan kondisi perbankan yang terjadi yaitu perbankan yang mengalami likuidasi dan perbankan yang tidak mengalami likuidasi. Alur kerangka berfikir tersebut dapat di sederhanakan dalam bentuk sebagai berikut:

Rasio tinggi Working capital to total assets Rasio rendah

Likuiditas tinggi

Likuiditas rendah

Potensi bangkrut semakin tinggi

Earning before interest and tax to total assets

Rasio tinggi

Profitabilitas tinggi

Retairned earning to total assets

Rasio rendah

Profitabilitas rendah

Rasio tinggi Market value equity to book value of debt

Hutang semakin terjamin Beban bunga menurun

Rasio rendah

Hutang semakin tidak terjamin Beban bunga meningkat

Potensi bangkrut semakin rendah

Rasio tinggi Sales to total assets Rasio rendah

Semakin efektif penggunaan aktiva

Semakin inefektif penggunaan aktiva

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, yaitu penelitian yang banyak di tuntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya, demikian juga pemahaman kesimpulan penelitian, akan lebih baik apabila disertai dengan tabel, grafik, bagan, gambar, atau tampilan lain (Suharsimi, 2002: 10).

3.2. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. (Suharsimi, 2002: 108). Populasi yang digunakan dalam peneltian ini adalah bank-bank yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta yang telah mengalami kebangkrutan maupun tidak mengalami kebangkrutan pada tahun 2001-2003 Sampel adalah sebagian atau wakil populasi. (Suharsimi, 2002: 109). Metode yang digunakan dalam pemilihan sampel adalah purposive sampling atas laporan keuangan bank-bank yang terdaftar dalam Bursa Efek Jakarta yang dengan kriteria sebagai berikut: 1. Perusahaan merupakan bank yang mengalami kebangkrutan dan bank yang tidak mengalami kebangkrutan dengan minimal 3 tahun sudah terdaftar di Bursa Efek Jakarta sebelum terjadinya kebangkrutan atau ketidakbangkrutan. 2. Terdapat laporan keuangan publikasi paling sedikit 3 tahun sebelum terjadinya kebangkrutan atau ketidakbangkrutan

3.3. Variabel Penelitian Variabel adalah obyek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian dalam suatu penelitian (Suharsimi, 2002: 99). Variabel yang di gunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi 2 (dua) variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat Variabel-variabel tersebut adalah: 3.3.1. Variabel Bebas (X), yaitu: 1. XI: Working capital to total assets Adalah perbandingan antara modal kerja (bersih) dengan total aktiva yang di miliki oleh perbankan. Variabel ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek yang di miliki perusahaan. 2. X2: Retairned earning to total assets Adalah perbandingan antara saldo laba dengan total aktiva yang di miliki perusahaan. Variabel ini digunakan untuk mendeteksi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan yang di tinjau dari kemampuan perusaahaan dalam mendapatkan laba dibandingkan dengan kecepatan operating assets. 3. X3: Earning before interest and tax to total assets Adalah perbandingan antara laba sebelum biaya bunga dan pajak dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan. Variabel ini digunakan untuk mengukur kemampuan modal yang di investasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bagi semua investor termasuk pemegang obligasi dan saham

4. X4: Market value equity to book value of total debt Adalah perbandingan antara nilai pasar dari ekuitas dengan nilai total buku utang. Variabel ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memberikan jaminan kepada setiap hutang yang di miliki melalui modalnya sendiri. 5. X4: Sales to total assets Adalah perbandingan antara penjualan perusahaan dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan. Variabel ini digunakan untuk mendeteksi kemampuan dana perusahaan yang tertanam dalam keseluruhan aktiva yang berputar dalam satu periode tertentu. 3.3.2. Variabel Terikat (Z) Z merupakan nilai keseluruhan penjumlahan lima rasio keuangan setelah dikalikan dengan koefisien masing-masing rasio. Nilai ini menunjukkan kemungkinan terjadinya kebangkrutan dan ketidakbangkrutan pada perusahaan setelah dibandingkan dengan nilai cut off

3.4. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data 3.4.1. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data skunder. Sumber data sekunder digunakan untuk mengetahui informasi laporan keuangan yang berupa laporan neraca dan laporan laba rugi dari masing-masing perusahaan. Sumber data skunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu laporan keuangan yang terdapat pada Bank Indonesia dan laporan keuangan tahunan perbankan yang terdapat pada Indonesia Capital Market Directory

3.4.2. Metode Pengumpulan Data Di dalam penelitian ini diperlukan metode-metode yang digunakan untuk mendapatkan data atau bahan keterangan yang digunakan untuk perhitungan analisis ketepatan prediksi kebangkrutan, yaitu berupa: 1. Metode dokumentasi Metode dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan data yang penyelidikanya ditujukan pada penguraian dan penjelasan apa yang telah lalu, melalui sumber-sumber dokumen. Dari metode ini diharapkan akan diperoleh catatan mengenai data-data yang ada hubunganya dengan penelitian ini yaitu laporan keuangan 2. Metode studi kepustakaan Metode telaah kepustakaan dilakukan dengan mengumpulkan data yang bersifat teoritis mengenai permasalahan yang berkaitan dengan penelitian ini. Metode ini dilakukan untuk menunjang kelengkapan data dengan menggunakan buku-buku literatur yang berhubungan dengan masalah kebangkrutan perbankan .

3.5. Metode Analisis Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, yaitu teknik analisis data berbentuk tabel, grafik, dan selanjutnya di lakukan pengukuran. Analisis ini digunakan untuk menggambarkan dan menjelaskan keadaan masing-masing kelompok perbankan yang mengalami likuidasi dan yang tidak mengalami likuidasi

Analisis dilakukan dari data laporan keuangan perusahaan perbankan baik perbankan yang bangkrut dan perbankan yang tidak bangkrut. Data atau hasil perhitungan rasio-rasio tersebut, kemudian di analisis lebih jauh dengan multivariate discriminant analisys menggunakan rasio-rasio yang ada dalam metode Z-Score yang di temukan Altman, yaitu:

= w1 X1 + w2 X2 + w3 X3 + w4 X4 + w5 X5

Keterangan: X1 X2 X3 X4 X5 : Modal kerja/Total Aktiva : Laba Ditahan/Total Aktiva : Laba Sebelum Bunga Dan Pajak/Total Aktiva : Harga Pasar Modal Sendiri/Nilai Buku Total Kewajiban : Penjualan/Total Aktiva (Ghozali, 2001: 105) Dari hasil analisis tersebut, akan di peroleh angka-angka atau nilai Z yang kemudian dijadikan pedoman untuk mencari nilai cut off. Nilai Z ini juga dapat menjelaskan mengenai kinerja manajemen secara keseluruhan di lihat dari aspek likuiditas, profitabilitas dan aktivitas perusahaan. Langkah selanjutnya adalah menentukan nilai cut off. Secara umum nilai cut off yang di pilih adalah nilai yang meminimumkan jumlah incorrect classification atau kesalahan klasifikasi dan dapat dihitung dengan rumus (Ghozali, 2002: 117) Titik cut off : Z1 + Z2 2

Di mana Z1 adalah rata-rata score diskriminan kelompok bank yang mengalami kebangkrutan dan Z2 adalah rata-rata kelompok bank yang tidak tidak kebangkrutan. Perhitungan ini menggunakan asumsi apabila jumlah sampel kedua kelompok sama, sedangkan apabila sampel kedua kelompok berbeda maka menggunakan perhitungan rumus sebagai berikut;

Titik cut off

: n1 Z1 + n2 Z2 n1 + n2

Di mana n adalah jumlah observasi pada kelompok bank Nilai Z dan titik cut off yang dihasilkan akan menjelaskan kondisi keuangan yang di bagi kedalam tiga tingkatan kategori, yaitu: 1. Apabila nilai Z di atas nilai cut off (Z > cut off) maka diklasifikasikan sebagai perusahaan yang sehat dan kemungkinan terjadinya kebangkrutan sangat kecil 2. Apabila nilai Z di bawah nilai cut off (Z < cut off) maka diklasifikasikan sebagai perusahaan yang mempunyai kesulitan keuangan dan resiko yang tinggi dan mengindikasikan kemungkinan akan terjadinya kebangkrutan. Dari hasil diatas dapat diketahui bank-bank yang diprediksi akan mengalami kebangkrutan dan yang tidak akan mengalami kebangkrutan. Dan hasil prediksi metode multivariate discriminan analisys tersebut kemudian di bandingkan dengan kenyataan yang sesungguhnya terjadi pada bank-bank tersebut. Perbandingan antara prediksi kebangkrutan dengan kenyataan yang terjadi tersebut akan menghasilkan besarnya prosentase ketepatan dari model prediksi kebangkutan metode multivariate discriminan analisys dengan menggunakan rasio-rasio yang ada dalam metode Z-Score Altman.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1.

HASIL PENELITIAN

4.1.1. Diskripsi Obyek Penelitian Gambaran umum perusahaan-perusahaan yang tergolong dalam kelompok perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sampai dengan akhir tahun sebelum periode terjadinya kebangkrutan/ketidakbangkrutan adalah sebagai berikut: 1. Kelompok perbankan yang mengalami kebangkrutan A. PT. Bank Danpac, Tbk. Bank ini di dirikan pada tanggal 10 Juli 1991 dengan nama PT. Bank Dwina Sejahtera dan berganti nama menjadi PT. Bank Siratama Artharaya pada tanggal 24 Mei 1995 serta pada tanggal 7 November 1996 di ubah lagi namanya menjadi PT. Bank Danpac. Bank ini masuk bursa pertama kali pada tanggal 12 November 1999 dan bank ini mempunyai status sebagai bank PMDN. B. PT. Bank Global Internasional, Tbk. Bank ini di dirikan tanggal 22 Agustus 1992, bank ini mulai beroperasi secara komersial pada tanggal 18 Desember 1992. Pada tanggal 23 Desember 1997, saham bank ini telah di catatkan pada Bursa Efek Jakarta. Sebelum di likuidasi bank ini mempunyai status PMDN dan bank ini telah di bekukan pada tahun 2004 serta di likuidasi pada awal tahun 2005.

C. PT. Bank Pikko, Tbk. Bank ini didirikan pada tanggal 11 Januari 1968 dengan nama PT. Bank Rahardja Makmur dan berganti nama menjadi PT. Bank Pikko pada tanggal 26 Juni 1996. Bank ini berubah statusnya menjadi bank devisa pada 27 Maret 1996 dan bank ini telah di likuidasi pada akhir tahun 2004. 2. Kelompok perbankan yang tidak mengalami kebangkrutan A. PT. Bank Artha Niaga Kencana, Tbk. PT. Bank Artha Niaga Kencana, Tbk. pertama kali berdiri di Surabaya pada tanggal 18 September 1969 dengan nama PT. Bank Surabaja Djaya. Bank ini beroperasi di wilayah Jawa Timur. Pada tanggal 10 April 1984 PT. Bank Surabaja Djaya berubah menjadi PT. Bank Artha Niaga Kencana Tbk. ( disingkat PT. Bank ANK, Tbk ). Pada tanggal 28 September 2000 bank ini telah merubah statusnya menjadi bank go public. B. PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk. Bank ini berdiri pada tanggal 5 Juli 1946 dengan nama Bank Negara Indonesia 1946. Bank ini kemudian berubah menjadi Bank Negara Indonesia (Persero) pada tanggal 31 Juli 1992. Bank ini go public pertama kali pada tanggal 25 November 1996 dengan menjual sahamnya kepada masyarakat di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. C. PT. Bank Buana Indonesia, Tbk. Bank ini mulai berdiri sebagai bank komersial pada tanggal 3 Agustus 1956 dengan nama Bank Buana Indonesia. Kemudian pada tanggal 6 September 2000 berganti nama menjadi PT.Bank Buana Indonesia. Bank

ini merupakan hasil merger antara PT. Bank Pembinaan Nasional (1972), PT. Bank Kesejahteraan Masyarakat (1974) yang berpusat di Semarang, dan PT. Bank Aman Makmur (1975). Pada tahun 1989 bank ini

mengadakan join venture dengan Mitsubishi Buana Bank. Bank ini pertama kali masuk bursa pada tanggal 28 Juli 2000 di Bursa Efek Jakarta. D. PT. Bank Bumiputera Indonesia, Tbk. Bank ini di dirikan pada tanggal 31 Juli 1989 dan kemudian mendapatkan ijin untuk beroperasi sebagai bank umum pada tanggal 4 Januari 1990. Pada tanggal 5 Desember 1997, bank ini menjadi foreign exchange bank E. PT. Bank Central Asia, Tbk. Bank ini mulai berdiri pada tanggal 10 Agustus 1955 di Jakarta dengan nama Bank Central NV. PT. BCA, Tbk. Semula bank ini merupakan penggabungan usaha antara Bank Sarana Indonesia (1976), Bank Gemari (1976), dan Indo Commercial Bank (1979). Pada tanggal 11 Mei 2000, bank merubah statusnya menjadi go public atas usulan IBRA (Indonesian Bank Restructuring Agency) F. PT. Bank Danamon, Tbk. Bank ini mulai beroperasi sejak bulan Juli 1956 dengan nama PT. Bank Kopra Indonesia dan mulai terdaftar sebagai bank komersial bulan September 1956. Bank Danamon pada tahun 1958 berganti nama menjadi PT. Bank Persatuan Indonesia dan pada tanggal 11 Desember 1976 berubah nama menjadi Bank Danamon. Bank Danamon merupakan penggabungan dari berbagai bank. Bank-bank tersebut adalah: Asia-Afrika Banking Corp.

pada tahun 1981, PT. Bank DELTA (6 Juni 1996), PT. PDFCI (20 Desember 1999), PT. Bank Duta, Tbk. PT. Bank Rama, Tbk. dan PT. Bank Tamara Tbk., PT. Bank Tiara Asia, Tbk. PT. Bank Nusa Nasional Tbk. PT. Bank Pos Nusantara, Tbk. PT. Jaya Bank INT, dan PT. Bank Risjad Salim INT. Bank ini mulai tercatat pada BEJ pada 8 Desember 1989. G. PT. Bank Eksekutif Internasional, Tbk. Bank ini berdiri pada tanggal 11 September 1992 dengan nama PT. Executive International Bank dan berdiri sebagai bank tertutup. Bank ini mulai beroperasi tanggal 9 Agustus 1993 dan pada tanggal 13 Juli 2001, bank ini telah menjadi bank go public. H. PT. Bank CIC Internasional, Tbk. Bank ini berdiri sejak tanggal 30 Mei 1989 dengan nama PT. Bank Century Intervest Corp. dan mulai menjadi bank komersial pada tanggal 16 April 1990. Pada tanggal 4 Juni 1999, bank ini berganti nama menjadi PT. Bank CIC Internasional, Tbk. Bank ini melakukan penawaran perdana atas sahamnya pada bulan Juni 1997. Selama tahun 2000, bank ini menfokuskan bisnisnya pada perdagangan, bank notes, dan bank kecil. I. PT. Bank Internasional Indonesia, Tbk. Bank ini berdiri pada tanggal 13 Oktober 1959 dengan nama PT. Bank Internasional Indonesia. Semula bank ini merupakan penggabungan usaha dengan PT. Bank Tabungan Umum 1859 pada tahun 1979. Bank ini melakukan penawaran perdana sahamnya pada bulan Oktober 1989 dan saham bank masuk bursa pada tanggal 21 November 1989.

J. PT. Bank Inter-Pacific, Tbk. Bank ini berdiri pada 7 September 1973 dengan nama PT. Inter-Pacific Financial Corp. Bank ini masuk bursa pertama kali pada tanggal 23 Agustus 1990 di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Pada tahun 1998, nama bank ini berubah lagi menjadi PT. Bank Inter-Pacific, Tbk. K. PT. Bank Lippo, Tbk. Bank ini berdiri pada tanggal 11 Maret 1948 dengan nama PT. Bank Perniagaan Indonesia dan berganti nama menjadi Lippo Bank pada tahun 1977. Perusahaan ini telah melakukan penggabungan usaha dengan Central Commercial Bank pada tahun 1971 dan dengan Bank Umum Asia tahun 1989. Bank Lippo masuk bursa pada tanggal 10 Oktober 1989. L. PT. Bank Mayapada Internasional, Tbk. Bank Mayapada berdiri sejak tanggal 7 September 1989 dengan nama PT. Bank Mayapada Internasional. Bank ini memulai beroperasi secara komersial pada 16 Maret 1990 dan pada 3 Juni 1993 bank ini memperoleh ijin usaha sebagai bank devisa. Bank mulai tercatat pada Bursa Efek Jakarta pada tanggal 7 Agustus 1997 dengan penawaran perdana atas 65 juta lembar saham dengan nilai nominal Rp. 500.00 per lembar. M. PT. Bank Mega, Tbk. Bank ini berdiri pada tanggal 15 April 1969 dengan nama PT. Bank Karman. Pada tanggal 18 Januari 1992 mengganti namanya menjadi PT. Mega Bank, kemudian pada tanggal 17 Januari 2000 mengganti namanya lagi menjadi PT. Bank Mega, Tbk. Bank ini melakukan penawaran

perdana saham.dengan menjual 12.500 juta saham di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. N. PT. Bank Niaga, Tbk. Bank ini berdiri pada tanggal 30 September 1955 dengan nama PT. Bank Niaga. Pada tahun 1973 PT. Bank Niaga melakukan penggabungan usaha dengan Bank Agung, dan pada tahun 1983 melakukan penggabungan lagi dengan Bank Amerta. Sejak November 2002 bank ini menjadi anak perusahaan Commerce Assets-Holding Berhad, Malaysia O. PT. Bank NISP, Tbk. Bank ini berdiri pada tanggal 17 Mei 1957 dengan nama NV. Nederlands Indische Spaar Deposito. Bank ini pada tahun 1972 telah berganti nama menjadi PT. Bank NISP. Bank NISP masuk bursa pertama kali pada tanggal 20 Oktober 1994. P. PT. Bank Nusantara Parahyangan, Tbk. Bank ini berdiri pada tanggal 23 Agustus 1976 dengan nama PT. Bank Pasar Karya Parahyangan dan pada bulan Maret 1989 berubah menjadi bank komersial dengan nama PT. Bank Nusantara Parahyangan. Bank ini berstatus perusahaan PMDN. Pada tahun 2000, bank melakukan penawaran umum atas atas sahamnya Q. PT. Bank Pan Indonesia, Tbk. Bank ini berdiri sejak tanggal 18 Agustus 1971 dengan nama PT. Pan Indonesia Tbk. Semula bank ini berdiri atas penggabungan usaha dengan Bank Abadi Jaya pada tahun 1971, Bank Lingga Artha pada tahun 1973.

Kemudian dengan Bank Pembangunan Ekonomi pada tahun 1975 dan Bank Pembangunan Sulawesi pada tahun 1975. Bank Pan Indonesia telah mempunyai status PMDN R. PT. Bank Permata, Tbk. Bank ini didirikan pada tanggal 15 Januari 1955 dan pada bulan juni 1956 bank ini memperoleh ijin untuk melakukan transaksi pertukaran mata uang asing. Bank ini telah mengalami penggabungan usaha, yaitu dengan PT. Bank Perkembangan Asia dan PT. Bank Kredit Universal. Bank ini kemudian mengalami penggabungan usaha lagi pada tahun 2002 dengan PT. Bank Universal, Tbk. PT. Bank Prima Expres, PT. Bank Arthamedia dan PT. Bank Patriot. Dengan adanya penggabungan usaha tersebut kemudian bank ini mengubah namanya menjadi PT. Bank Permata, Tbk Bank ini masuk bursa pertama kali pada tahun 1990. S. PT. Bank Swadesi. Bank ini di dirikan di Surabaya pada September 1968 dengan nama PT. Bank Pasar Swadesi dan bank ini kemudian beroperasi menjadi bank umum pada September 1989. Pada tahun 1992, bank ini mulai melakukan bisnis pertukaran mata uang asing T. PT. Bank Victoria International, Tbk. Bank ini berdiri di Jakarta pada tanggal 28 Oktober 1992 dengan nama PT. Bank Victoria Internasional dan Bank ini telah mempunyai status sebagai bank PMDN. Bank Victoria International menjadi bank go public pada tanggal 30 Juni 1999.

4.1.2. Diskripsi Varaibel 1. Variabel independen working capital to total asset (X1) Variabel ini merupakan variabel independen X1 dari multivariate diskriminan analisys dengan menggunakan variable-variabel yang ada pada penelitian Altman dalam metode Z-Scorenya. Hal tersebut berarti rasio X1 sebagai variabel yang menentukan besar-kecilnya nilai variabel dependen yang ada dalam penelitian ini yaitu Z. Variabel ini dapat di cari dengan cara membandingkan modal kerja dengan total aktiva perusahaan. Besarnya variabel ini merupakan gambaran tentang besarnya kondisi likuiditas suatu perusahaan di bandingkan dengan total aktivanya, serta bagaimana posisi dari modal kerja tersebut. Besarnya nilai variabel X1 (working capital to total asset) mengindikasikan bahwa kondisi likuditas perbankan semakin baik. Baiknya kondisi tersebut seperti besarnya kecukupan kas, total kredit yang diberikan kepada nasabah yang besar. Investasi pada saham untuk di perjualbelikan yang besar, adanya penurunan nilai assets terutama bila other assets dalam kelompok aktiva tetap yang kurang produktif, serta adanya penurunan penyisihan kerugian piutang dan penurunan total deposits. Sedangkan kecilnya nilai variabel X1 (working capital to total asset) menunjukkan adanya kondisi likuiditas perusahaan yang kecil. Kondisi tersebut

mengambarkan tingginya utang lancar, aktiva tetap yang membengkak, penyaluran kredit yang kecil, menurunnya dana kas yang tersedia pada bank ataupun dana pada Bank Indonesia dan di bank lain, tingginya penyisihan kerugian piutang dan lainya.

Dari perhitungan yang di lakukan atas laporan keuangan yang di terbitkan oleh perbankan go public di BEJ untuk 1, 2 dan 3 tahun sebelum mengalami kebangkrutan/ketidakbangkrutan, maka di peroleh hasil sebagai berikut: Tabel 2 : Rasio working capital to total assets tahun 2001, 2002 dan 2003 serta perubahanya

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

Nama Bank Bank Danpac Bank Global Internasional Bank Pikko Bank Artha Niaga Kencana Bank BNI (Persero) Bank Buana Indonesia Bank Bumiputera Indonesia Bank Central Asia Bank CIC Internasional Bank Danamon Indonesia Bank Eksekutif Internasional Bank Internasional Indonesia Bank Inter-Pacific Bank Lippo Bank Mayapada Internasional Bank Mega Bank Niaga Bank NISP Bank Nusantara Parahyangan Bank PAN Indonesia Bank Permata Bank Swadesi Bank Victoria Internasional Average

2001 -0,27 0,17 0,07 0,10 0,15 0,07 0,21 0,06 0,47 0,18 -0,10 -0,53 0,90 -0,30 -0,23 -0,10 -0,20 0,12 0,06 -0,31 -0,08 0,13 0,09 0,028

2002 0,12 0,07 0,07 0,07 0,14 0,08 0,13 0,07 0,39 0,18 -0,01 -0,52 0,94 -0,28 -0,14 -0,03 0,13 0,16 0,06 0,05 0,02 0,14 0,08 0,084

Change (01-02) 144% -58% -2% -28% -3% 18% -38% 14% -17% 2% 95% 2% 5% 6% 39% 72% 166% 36% -9% 116% 129% 9% -18% 196%

2003 0,15 0,24 -0,01 0,07 0,13 0,10 0,05 0,07 0,18 0,19 0,00 -0,41 0,95 -0,28 -0,11 0,06 0,13 0,16 0,05 0,04 0,03 0,13 0,10 0,087

Change (02-03) 24% 242% -116% -10% -12% 18% -58% 7% -53% 4% 14% 21% 1% 2% 17% 309% -4% 1% -14% -25% 22% -9% 24% 3%

Change average 84% 92% -59% -19% -7% 18% -48% 11% -35% 3% 54% 11% 3% 4% 28% 191% 81% 18% -12% 46% 76% 0% 3% 100%

Data tersebut menunjukkan bahwa bank-bank yang mempunyai rasio X1 negatif pada tahun 2001 menunjukkan telah meningkatkan rasio tersebut pada tahun 2002. Akan tetapi sebaliknya, pada bank-bank yang mempunyai rasio positif, menunjukkan adanya penurunan rasio X1 dan kondisi tersebut masih berlangsung pada tahun 2003. Kondisi tersebut di sebabkan karena bank-bank mempunyai working capital negatif yang besar, sehingga walaupun menunjukkan adanya peningkatan kinerja tetapi tidak cukup signifikan untuk meningkatkan working capital to total assets menjadi positif. Faktor yang lain adalah karena bank-bank yang sebelumnya mempunyai working capital positif, tetapi karena jumlahnya kecil sehingga apabila ada penurunan sedikit saja maka akan menyebabkan rasio X1 menyentuh level negatif. Sedangkan faktor keberhasilan dari bank-bank yang mempunyai rasio X1 positif sebagian besar di sebabkan karena working capital to total assets negatif bank-bank tersebut yang jumlahnya kecil. Sehingga walaupun ada peningkatan kinerja sedikit, tetapi cukup signifikan untuk meningkatkan rasio working capital to total assets menjadi positif. Faktor yang kedua adalah bank-bank yang dahulunya mempunyai rasio working capital to total assets positif tetapi karena jumlahnya yang besar, sehingga apabila ada penurunan yang relatif kecil maka tidak menyentuh level negatif. Secara rata-rata pada bank-bank pada kelompok bank bangkrut, yaitu Bank Danpac dan Bank Global Internasinoal telah menunjukkan adanya peningkatan rasio X1 yang cukup signifikan. Akan tetapi sebaliknya Bank Pikko menunjukkan adanya penurunan rasio X1 yang tajam sehingga

menyentuh level negatif. Sedangkan pada kelompok bank yang tidak mengalami kebangkrutan terdapat Bank Internasional Indonesia, Bank Lippo dan Bank Mayapada Internasional yang mempunyai rasio X1 negatif sejak awal tahun 2001 sampai akhir tahun 2003. Sebenarnya bank-bank tersebut menunjukkan adanya peningkatan kinerja rasio working capital to total assets. Akan tetapi karena jumlah rasio tidak signifikan besarnya, maka rasio bankbank tersebut masih menunjukkan nilai yang negatif. Bank Pikko, Bank Artha Niaga Kencana, Bank BNI, Bank Bumiputra, Bank CIC Internasional dan Bank Nusantara Parahyangan merupakan bankbank yang terus mengalami penurunan rasio X1 setiap tahun selama 3 tahun terakhir. Kondisi tersebut sebagian besar di sebabkan karena menurunnya penyaluran kredit, sedangkan di sisi yang lain simpanan nasabah meningkat, sehingga kondisi tersebut menyebabkan modal kerja mengalami penurunan setiap tahun. Faktor lainya adalah karena peningkatan pada aktiva tetap yang kurang produktif atau cenderung tetap setiap tahunnya, sehingga

menyebabkan total aktiva mengalami kenaikan, tetapi di sisi lain aktiva lancarnya menunjukkan adanya kecenderungan penurunan. Kondisi working capital pada perbankan go public di BEJ secara ratarata menunjukkan adanya peningkatan yang tajam pada tahun 2002 yaitu sebesar 506 % di bandingkan pada tahun 2001. Sedangkan pada tahun 2003 juga menunjukkan peningkatan working capital sebesar 36 % di bandingkan pada tahun 2002. Di sisi yang lain, total aktiva bank-bank tersebut menunjukkan adanya peningkatan yang relatif kecil yaitu hanya 5 % per tahun. Kondisi demikian menyebabkan rasio working capital to total assets

(X1) mengalami peningkatan sebesar 196 % pada tahun 2002 dibandingkan tahun 2001 serta mengalami peningkatan rasio (X1) sebesar 3 % pada tahun 2003 dibandingkan pada tahun 2002. 2. Variabel independen retairned earning to total assets (X2) Besarnya variabel ini dapat di cari dengan membandingkan total laba di tahan dengan total aktiva perusahaan. Variabel ini menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menggunakan aktivanya untuk memperoleh laba di tahan. Laba di tahan sangat penting bagi perbankan mengingat pentingnya dana sendiri yang di miliki untuk mengatasi masalah kesulitan likuiditas akibat kecilnya total deposits, serta digunakan untuk pengembangan usaha bank dalam mengahadapi ketatnya persaingan. Besarnya variabel X2 (retairned earning to total assets) menunjukkan kinerja manajemen yang baik secara keseluruhan dari tahun ke tahun. Hal ini di tunjukkan dengan tingginya laba bersih periode yang bersangkutan dan periode sebelumnya serta meningkatnya nilai aktiva perusahaan. Lazimnya semakin lama umur perusahaan, maka semakin besar rasio ini. Hal tersebut karena retairned earning yang semakin besar atau kinerja perusahaan yang semakin baik setiap tahun akibat laba bersih setiap periode yang meningkat sehingga rasio retairned earning to total assets semakin besar pula tiap tahun. Dari perhitungan yang telah di lakukan atas laporan keuangan yang di terbitkan oleh masing-masing perbankan go public di Bursa Efek Jakarta untuk 1, 2 dan 3 tahun sebelum mengalami kebangkrutan/ketidakbangkrutan, maka di peroleh variabel retairned earning to total assets sebagai berikut:

Tabel 3 : Rasio retairned earning to total assets tahun 2001, 2002 dan 2003 serta perubahanya

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

Nama Bank Bank Danpac Bank Global Internasional Bank Pikko Bank Artha Niaga Kencana Bank BNI (Persero) Bank Buana Indonesia Bank Bumiputera Indonesia Bank Central Asia Bank CIC Internasional Bank Danamon Indonesia Bank Eksekutif Internasional Bank Internasional Indonesia Bank Inter-Pacific Bank Lippo Bank Mayapada Internasional Bank Mega Bank Niaga Bank NISP Bank Nusantara Parahyangan Bank PAN Indonesia Bank Permata Bank Swadesi Bank Victoria Internasional Average

2001 0,03 0,01 -0,07 0,01 -0,45 0,04 0,01 0,04 -0,01 0,01 0,00 -0,50 -1,34 -0,35 -0,06 0,00 -0,38 0,02 0,01 0,04 -0,24 0,03 0,00 -0,13

2002 0,03 0,04 -0,04 0,01 -0,45 0,03 0,01 0,05 -0,02 0,02 0,01 -0,41 -1,81 -0,37 -0,04 0,02 -0,37 0,02 0,02 0,06 -0,33 0,05 0,01 -0,15

Change (01-02) 10% 411% 50% -27% 0% -35% 36% 19% -78% 105% 1459% 17% -36% -4% 36% 577% 2% 8% 67% 56% -39% 47% 77% -10%

2003 0,03 0,03 -0,07 0,01 0,00 0,02 0,01 0,05 -0,13 0,06 0,03 -0,42 -2,09 -0,37 -0,04 0,03 0,03 0,03 0,02 0,06 -0,30 0,05 0,01 -0,12

Change (02-03) -3% -13% -105% 54% 101% -12% 4% 1% -462% 170% 196% -2% -15% 0% 9% 76% 108% 16% 12% -1% 9% 1% 69% 16%

Change average 4% 199% -28% 14% 50% -24% 20% 10% -270% 138% 827% 8% -25% -2% 22% 326% 55% 12% 39% 27% -15% 24% 73% 3%

Berdasarkan data di atas, bank-bank yang mempunyai rasio retairned earning to total assets (X2) negatif tidak menunjukkan adanya perbaikan kinerja rasio yang berarti. Sehingga pada tahun 2003 rasio X2 mereka tetap

menunjukkan negatif, kecuali rasio X2 Bank Niaga dan Bank BNI yang telah berhasil meningkatkan rasionya menjadi positif. Bank-bank yang mempunyai rasio retairned earning to total assets (X2) negatif, juga sebagian besar merupakan bank-bank yang mempunyai nilai aktiva yang besar. Retairned earning yang di miliki bank-bank tersebut juga menunjukkan negatif sangat besar dan tidak sebanding dengan laba sebelum bunga dan pajak. Kondisi tersebut menyebabkan rasio X2 bank-bank tersebut sulit untuk meningkat secara signifikan menjadi rasio yang positif. Bank-bank yang mampu meningkatkan rasio retairned earning to total assets (X2) secara signifikan adalah Bank BNI, Bank Eksekutif Internasional dan Bank Danamon Indonesia. Sedangkan bank yang menunjukkan penurunan kinerja X2 yang tajam selama beberapa tahun adalah Bank Inter-Pacific. Secara rata-rata terdapat perbedaan yang cukup besar pada bank-bank yang mempunyai rasio retairned earning to total assets (X2) negatif dengan bankbank yang mempunyai rasio X2 positif. Hal tersebut di sebabkan karena rendahnya rasio-rasio X2 negatif yang dimiliki oleh bank-bank tersebut. Bank CIC Internasional merupakan bank yang mempunyai rasio X2 yang mengalami penurunan tiap tahun, kondisi tersebut di sebabkan karena adanya penurunan laba setelah pajak tiap periode pada bank tersebut. Laba setelah pajak tiap periode Bank Inter-Pacifik yang menunjukkan positif tidak digunakan untuk menutupi retairned earning yang negatif tetapi sebaliknya retairned earning menunjukkan penurunan tiap tahun. Bank-bank go public di BEJ secara umum juga telah meningkatkan kinerjanya pada 2 tahun terakhir. Hal tersebut di tunjukkan dengan X2 yang

mengalami peningkatan sebesar 16 % pada tahun 2003 di bandingkan pada tahun 2002. Secara umum rasio X2 dari bank-bank tersebut mempunyai jumlah yang sangat kecil, yaitu rata-rata tahun 2001 hanya sebesar -14 %, pada tahun 2002 rata-rata sebesar -15 % dan pada tahun 2003 sebesar -13 %. Hal tersebut menunjukkan secara keseluruhan retairned earning negatif bankbank go public cukup besar jumlahnya bila di bandingkan dengan aktivanya. Faktor yang lain karena bank-bank yang mempunyai rasio X2 positif sangat kecil jumlahnya, sedangkan rasio X2 negatif dari bank-bank tersebut nilainya cukup besar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa bank-bank telah dan sedang mengalami kondisi yang kurang mendukung dalam sistem perbankan. 3. Variabel independen earning before interest and tax to total assets (X3) Rasio ini merupakan variabel independen yang mengukur kemampuan operasional bank dalam mendapatkan laba dari penggunaan aktiva yang di miliki. Perhitungan rasio ini di cari dengan membandingkan laba sebelum bunga dan pajak dengan total aktiva yang dimiliki. Semakin besar variabel ini mengindikasikan semakin baik kinerja operasional suatu bank dalam menggunakan aktiva. Hal tersebut di tunjukkan dengan besarnya laba sebelum bunga dan pajak, menurunnya beban bunga dan beban-beban operasional, meningkatnya jumlah pendapatan dari bunga dan menurunnya nilai penyisihan kerugian. Sedangkan semakin kecil variabel ini, menujukkan kinerja operasional yang semakin buruk. Hal tersebut di tunjukan dengan biaya bunga yang tinggi, rendahnya pendapatan dari bunga dan meningkatnya biaya-biaya operasional perusahaan serta meningkatnya biaya penyisihan kerugian piutang.

Dari hasil perhitungan atas laporan keuangan yang di terbitkan oleh perbankan untuk 1, 2 dan 3 tahun sebelum bank-bank mengalami kebangkrutan/ ketidakbangkrutan, maka di peroleh rasio X3 sebagai berikut: Tabel 4 : Rasio earning before interest and tax to total assets tahun 2001, 2002 dan 2003 serta perubahanya

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

Nama Bank Bank Danpac Bank Global Internasional Bank Pikko Bank Artha Niaga Kencana Bank BNI (Persero) Bank Buana Indonesia Bank Bumiputera Indonesia Bank Central Asia Bank CIC Internasional Bank Danamon Indonesia Bank Eksekutif Internasional Bank Internasional Indonesia Bank Inter-Pacific Bank Lippo Bank Mayapada Internasional Bank Mega Bank Niaga Bank NISP Bank Nusantara Parahyangan Bank PAN Indonesia Bank Permata Bank Swadesi Bank Victoria Internasional Average

2001 0,02 0,00 0,01 0,01 0,09 0,03 0,01 0,03 -0,01 0,01 -0,01 -0,11 0,03 0,01 -0,02 0,00 0,00 0,01 0,02 0,00 0,01 0,04 0,00 0,009

2002 0,01 0,00 0,01 0,01 0,08 0,03 0,01 0,03 -0,09 0,02 0,01 0,00 0,01 -0,01 0,00 0,02 0,00 0,01 0,02 0,09 -0,03 0,03 0,01 0,013

Change (01-02) -40% -35% 5% -31% -3% -8% 48% -5% -642% 47% 209% 104% -79% -171% 121% 522% 1% -5% 5% 7296% -448% -25% 17%

2003 0,01 0,00 -0,04 0,01 0,06 0,02 0,01 0,02 0,00 0,03 0,03 0,01 0,01 -0,01 0,01 0,03 0,02 0,01 0,02 0,03 0,02 0,02 0,01

Change (02-03) -9% 81% -531% 21% -25% -17% 8% -19% 102% 42% 149% 103% 32% 41% 131% 32% 455% 16% -3% -71% 162% -35% 3% 17%

Change average -24% 23% -263% -5% -14% -13% 28% -12% -270% 44% 179% 103% -23% -65% 126% 277% 228% 5% 1% 3613% -143% -30% 10% 27%

37% 0,015

Secara umum bank-bank go public di BEJ mempunyai kemampuan profitabilitas yang cukup baik, hal tersebut di tunjukkan dengan sedikitnya bank-bank yang mempunyai rasio earning before interest and tax to total assets (X3) negatif. Rasio X3 positif dari bank-bank tersebut jumlahnya tidak terlalu besar yang di sebabkan karena peningkatan profitabilitas yang terjadi tidak sebanding dengan peningkatan aktiva yang besar, akan tetapi secara keseluruhan bank-bank menunjukkan peningkatan profitabilitas. Data di atas juga menunjukkan, hanya Bank CIC Internasional yang tahun 2001 dan 2002 mempunyai rasio X3 negatif, akan tetapi di tahun 2003 rasio X3 bank tersebut menunjukkan adanya peningkatan kinerja. Sedangkan Bank Pikko yang sebelumnya mempunyai rasio X3 cukup baik, akan tetapi di tahun 2003 bank tersebut mengalami penurunan kinerja rasio X3 yang tajam. Bank Bumiputera, Bank Danamon Indonesia, Bank Eksekutif Indonesia, Bank Internasional Indonesia, Bank Mayapada Internasional, Bank Mega, dan Bank Viktoria Internasional, adalah bank-bank yang konsisten mengalami peningkatan rasio X3 setiap tahun. Sedangkan Bank BNI merupakan bank yang mempunyai rasio X3 terbesar, hal tersebut karena Bank BNI mampu mengelola asetnya dengan baik dalam menghasilkan laba sebelum bunga dan pajak. Kondisi secara umum menunjukkan bahwa laba sebelum bunga dan pajak bank-bank go public di BEJ menunjukkan peningkatan pada tahun 2002 sebesar 22 % dari tahun 2001, akan tetapi kemudian bank-bank tersebut menunjukkan sedikit penurunan rasio X3 pada tahun 2003 sebesar -1,4 %. Di sisi lain nilai aktivanya menunjukkan peningkatan, yaitu pada tahun 2002

sebesar 2 % di bandingkan tahun 2001, sedangkan pada tahun 2003 meningkat sebesar 9 % dari tahun 2002. Hal tersebut menyebabkan rasio X3 secara keseluruhan menunjukkan peningkatan sebesar 37 % pada tahun 2002 bila di bandingkan pada tahun 2001, dan kemudian menunjukkan peningkatan lagi yaitu sebesar 17 % di tahun 2003 bila di bandingkan tahun 2002 4. Variabel independen market value equity to book value of total debt (X4) Market value equity to book value of total debt merupakan variabel yang dapat menggambarkan seberapa besar kemampuan perusahaan untuk menjamin setiap hutangnya dengan modal sendiri yang di miliki. Variabel ini dapat di cari dengan membandingkan harga pasar modal sendiri dengan total hutang bank. Semakin besar variabel ini, maka menunjukkan semakin besar tingkat kepercayaan dunia usaha khususnya para investor terhadap kinerja manajemen bank. Hal tersebut akan menambah kepercayaan para debitur tentang keamanan dana mereka, sehingga di harapkan bank akan memperoleh total deposits dari nasabah dengan jumlah besar. Dana dari deposan tersebut merupakan dana yang akan di gunakan bagi bank untuk penyaluran kredit. Besarnya variabel X3 juga mengindikasikan semakin besar harga saham perusahaan, semakin banyak total listed saham bank tersebut dan semakin sedikit total liabilities serta semakin besar total assets perusahaan. Sedangkan variabel market value equity to book value of total debt (X3) yang kecil mengindikasikan adanya harga saham yang semakin menurun. Hal tersebut juga mengindikasikan semakin sedikitnya total listed share saham bank, semakin banyak jumlah liabilities perusahaan dan semakin tidak terjamin keamanan dana para deposan.

Dari hasil perhitungan atas laporan keuangan yang telah di terbitkan oleh perbankan untuk 1, 2 dan 3 tahun sebelum bank-bank mengalami kebangkrutan/ketidakbangkrutan, di peroleh hasil rasio X4 sebagai berikut: Tabel 5 : Rasio market value equity to book value of total debt tahun 2001, 2002 dan 2003 serta perubahanya

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

Nama Bank Bank Danpac Bank Global Internasional Bank Pikko Bank Artha Niaga Kencana Bank BNI (Persero) Bank Buana Indonesia Bank Bumiputera Indonesia Bank Central Asia Bank CIC Internasional Bank Danamon Indonesia Bank Eksekutif Internasional Bank Internasional Indonesia Bank Inter-Pacific Bank Lippo Bank Mayapada Internasional Bank Mega Bank Niaga Bank NISP Bank Nusantara Parahyangan Bank PAN Indonesia Bank Permata Bank Swadesi Bank Victoria Internasional Average

2001 0,19 0,43 0,11 0,20 0,15 0,08 0,01 0,09 0,03 0,14 0,08 0,07 1,77 0,06 0,08 0,04 0,21 0,02 0,06 0,02 0,10 0,05 0,02 0,175

2002 0,12 0,23 0,04 0,19 0,18 0,17 0,16 0,14 0,02 0,20 0,04 0,07 0,21 0,04 0,09 0,08 0,13 0,08 0,07 0,09 0,18 0,21 0,02 0,120

Change (01-02) -38% -47% -62% -9% 27% 118% 1861% 51% -32% 43% -48% 1% -88% -20% 10% 94% -41% 244% 10% 385% 82% 300% 5% -31%

2003 0,10 0,24 0,06 0,20 0,14 0,25 0,11 0,17 0,17 0,21 0,04 0,17 3,03 0,07 0,08 0,08 0,12 0,09 0,06 0,28 0,21 0,20 0,03 0,265

Change (02-03) -20% 7% 30% 6% -24% 44% -34% 18% 607% 7% 0% 134% 1340% 58% -3% 4% -2% 7% -12% 225% 18% -6% 104,5% 120,9%

Change average -29% -20% -16% -1% 2% 81% 913% 34% 288% 25% -24% 67% 626% 19% 4% 49% -21% 126% -1% 305% 50% 147% 55% 45%

Dari data tersebut menunjukkan Bank Buana Indonesia, Bank Danamon Indonesia, Bank PAN Indonesia, Bank Permata dan Bank Swadesi merupakan bank yang mempunyai rasio X4 yang besar serta menunjukkan adanya konsistensi peningkatan rasio X4 setiap tahun. Peningkatan rasio X4 tersebut di sebabkan karena market value equity bank-bank tersebut mengalami peningkatan cukup tinggi setiap tahunnya. Sedangkan di sisi yang lain, total debt hanya mengalami kenaikan yang kecil dan cenderung tetap, bahkan Bank PAN Indonesia mempunyai total debt yang terus mengalami penurunan yang besar setiap tahunnya Bank Niaga dan Bank Danpac merupakan bank yang mempunyai rasio X4 yang besar, tetapi menunjukkan konsistensi penurunan rasio X4 setiap tahun. Bank Inter-Pacific merupakan bank yang mempunyai rasio X4 yang sangat fenomenal di mana market value equity bank tersebut mencapai sebesar 177 % pada tahun 2001 di bandingkan dengan nilai buku kewajibanya. Pada tahun 2002, rasio X4 Bank Inter-Pacific mengalami penurunan ke titik yang normal yaitu sebesar 21 %, akan tetapi kemudian meningkat tajam pada tahun 2003 menjadi 303 %. Kondisi tersebut di sebabkan oleh tingginya harga saham bank tersebut serta sangat fluktuatif. Faktor yang lain karena adanya penurunan nilai buku hutang, di mana pada tahun 2002 total hutangnya menurun sebesar 30 % dan pada tahun 2003 menurun sebesar 17 %. Demikian pula Bank CIC Internasional yang mempunyai rasio X4nya mengalami peningkatan yang tajam pada tahun 2003, yaitu sebesar 6 kali lipat di bandingkan tahun 2002. Hal tersebut karena listing yang di lakukan dapat

meningkatkan harga relatif saham bank tersebut, di samping total listed sharenya juga mengalami peningkatan Kondisi market value equity bank-bank tersebut secara umum menunjukkan peningkatan sebesar 29 % pada tahun 2002 di bandingkan pada tahun 2001, sedangkan pada tahun 2003 meningkat sebesar 21 % di bandingkan tahun 2002. Di sisi yang lain nilai buku kewajiban menunjukkan penurunan sebesar -1 % pada tahun 2002 di bandingkan tahun 2001, serta mengalami peningkatan sebesar 8 % pada tahun 2003 di bandingkan tahun 2002. Kondisi tersebut menyebabkan rasio market value equity to book value of total debt mengalami penurunan sebesar 31 % pada tahun 2002 dan meningkat sebesar 120 % pada tahun 2003. 5. Variabel independent sales to total assets (X5) Variabel ini merupakan variabel independen yang menunjukkan seberapa besar kemampuan bank dalam memperoleh revenue atas aktiva yang telah digunakan. Semakin besar rasio ini maka semakin efektif penggunaan aktiva untuk mendapatkan revenue yang di tunjukkan dengan meningkatnya pendapatan bunga, meningkatnya pendapatan provisi dan komisi, menurunnya penyisihan kerugian piutang dan kerugian lainnya serta menurunnya aktiva tidak produktif. Sedangkan semakin kecil rasio ini maka semakin inefektif kinerja manajemen dalam menggunakan aktiva untuk mendapatkan revenue. Hal tersebut di tunjukkan dengan menurunnya pendapatan bunga, menurunnya pendapatan provisi dan komisi, meningkatnya penyisihan kerugian piutang dan kerugian lainnya serta meningkatnya aktiva tidak produktif.

Dari perhitungan yang di lakukan atas laporan keuangan pada 1, 2 dan 3 tahun sebelum mengalami kebangkrutan/ketidakbangkrutan, maka di peroleh hasil rasio sales to total assets sebagai berikut : Tabel 5: Rasio sales to total assets tahun 2001, 2002 dan 2003 serta perubahanya

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

Nama Bank Bank Danpac Bank Global Internasional Bank Pikko Bank Artha Niaga Kencana Bank BNI (Persero) Bank Buana Indonesia Bank Bumiputera Indonesia Bank Central Asia Bank CIC Internasional Bank Danamon Indonesia Bank Eksekutif Internasional Bank Internasional Indonesia Bank Inter-Pacific Bank Lippo Bank Mayapada Internasional Bank Mega Bank Niaga Bank NISP Bank Nusantara Parahyangan Bank PAN Indonesia Bank Permata Bank Swadesi Bank Victoria Internasional Average

2001 0,19 0,13 0,07 0,14 0,12 0,14 0,13 0,14 0,10 0,14 0,22 0,13 0,13 0,12 0,10 0,13 0,12 0,11 0,10 0,12 0,06 0,16 0,11 0,127

2002 0,18 0,02 0,06 0,12 0,13 0,14 0,16 0,13 0,08 0,16 0,20 0,10 0,12 0,11 0,12 0,17 0,14 0,11 0,13 0,23 0,09 0,14 0,16 0,130

Change (01-02) -4% -86% -8% -10% 7% -3% 18% -8% -15% 10% -10% -21% -5% -6% 20% 23% 12% -7% 22% 87% 50% -10% 40% 2%

2003 0,18 0,02 0,09 0,11 0,12 0,12 0,14 0,10 0,10 0,14 0,19 0,03 0,08 0,09 0,14 0,12 0,12 0,11 0,09 0,14 0,12 0,12 0,12 0,113

Change (02-03) -1% 15% 44% -9% -10% -18% -11% -21% 27% -9% -7% -70% -32% -19% 17% -27% -12% 3% -28% -40% 42% -15% -21% -13%

Change average -2% -35% 18% -10% -1% -11% 3% -14% 6% 0% -8% -46% -18% -13% 19% -2% 0% -2% -3% 24% 46% -13% 9% -5%

Data tersebut menunjukkan bahwa Bank Pikko dan Bank Permata merupakan bank yang mempunyai rasio X5 yang kecil, tetapi secara rata-rata menunjukkan peningkatan rasio X5 setiap tahun. Peningkatan rasio X5 pada Bank Pikko di dukung oleh penurunan nilai aktiva bank tersebut akibat adanya penurunan penempatan dana di bank lain serta di dukung peningkatan pendapatan bunga. Peningkatan rasio X5 pada Bank Permata di sebabkan karena pendapatan bunga Bank Permata mengalami peningkatan yang besar yaitu 53 % per tahun, sedangkan di sisi yang lain total asetnya hanya mengalami kenaikan sebesar 4 % per tahun. Bank Global Internasional, Bank Internasional Indonesia dan Bank Inter-Pacific merupakan bank-bank yang mengalami penurunan rasio X5 tiap tahun dan bank-bank tersebut juga mempunyai rasio X5 yang kecil pada tahun 2003. Kondisi tersebut di sebabkan karena penurunan pendapatan bunga yang tajam serta adanya peningkatan dana kas dan aktiva tetap bank-bank tersebut. Sedangkan Bank Eksekutiif Internasional merupakan bank yang mempunyai rasio X5 paling besar walapun menunjukkan penurunan rasio tiap tahunnya. Hal tersebut karena pendapatan bunga Bank Eksekutif Internasional hanya mengalami peningkatan sebesar 4 % per tahun, sedangkan total asetnya mengalami peningkatan sebesar 12 % per tahun yang disebabkan oleh peningkatan aktiva tetap. Secara umum pendapatan bunga bank-bank tersebut hanya mengalami kenaikan yang tidak berarti, yaitu pada tahun 2002 hanya mengalami peningkatan sebesar 6 % dan kemudian mengalami penurunan sebesar 8 %

pada tahun 2003. Di sisi lain nilai aktivanya cenderung tetap pada tahun 2002 dan meningkat sebesar 10 % pada tahun 2003. Kondisi ini menyebabkan rasio X5 mengalami kenaikan hanya sebesar 4 % pada tahun 2002 dan mengalami penurunan sebesar 8,5 % pada tahun 2004. Secara keseluruhan rasio X5 antara satu bank dengan bank lainya tidak menunjukkan perbedaan yang berarti. 4.1.3. Hasil Statistik 1. Hasil statistik tahun 2001 Hasil perhitungan statistik dengan menggunakan sarana program SPSS for Windows realese 11.00 telah menghasilkan persamaan estimasi fungsi diskriminan sebagai berikut:

Z : 1,751 4,410 X1 + 7,244 X2 + 6,875 X3 + 7,835 X4 16,298 X5

Fungsi diskriminan tersebut secara uji statistik dengan menggunakan multivariate test of significantce, dengan uji walkss lamda menghasilkan tingkat signifikansi sebesar 0,227. Dengan angka tersebut sesuai standar taraf signifikansi sebesar 5 %, maka dapat di simpulkan bahwa fungsi diskriminan tidak signifikan, yang berarti bahwa nilai rata-rata score diskriminan untuk kedua kelompok bank baik yang mengalami kebangkrutan maupun tidak mengalami kebangkrutan tidak berbeda secara signifikan. Pengujian secara parsial juga menunjukkan tidak satupun rasio-rasio yang ada dalam penelitian Altman mempunyai tingkat signifikansi di bawah ambang batas taraf signifikansi 5 %. Hal tersebut bararti bahwa secara parsial

dan simultan rasio-rasio yang ada dalam penelitian Altman bukan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kebangkrutan/ketidakbangkrutan pada perbankan go public di Bursa Efek Jakarta Output statistik juga menunjukkan rata-rata score diskriminan untuk kelompok bank yang mengalami kebangkrutan adalah sebesar 1,660 dan ratarata score diskriminan untuk kelompok bank yang tidak mengalami kebangkrutan adalah sebesar -0,249. Hal tersebut berarti memberikan nilai cut off sebesar 0,000. Dengan nilai cut off sebesar itu maka terdapat 6 bank yang di prediksikan akan mengalami kebangkrutan dan 17 bank lainnya di prediksikan tidak akan mengalami kebangkrutan. Sedangkan output juga menunjukkan terdapat 3 misclassified case dengan tingkat ketepatan prediksi kebangkrutan sebesar 87 %. 2. Hasil statistik tahun 2002 Hasil perhitungan statistik untuk data laporan keuangan tahun 2002 menghasilkan persamaan estimasi fungsi diskriminan sebagai berikut:

Z : 4,202 + 2,104 X1 + 1,785 X2 + 20,336 X3 4,071 X4 29,867 X5

Fungsi diskriminan tersebut secara uji statistik dengan menggunakan multivariate test of significantce dengan uji walkss lamda menghasilkan tingkat signifikansi sebesar 0,339. Dengan angka tersebut sesuai standar taraf signifikansi sebesar 5 % dapat di simpulkan bahwa fungsi diskriminan tidak signifikan, yang berarti bahwa nilai rata-rata score diskriminan untuk kedua kelompok bank tidak berbeda secara signifikan.

Pengujian secara parsial juga menunjukkan bahwa tidak satupun rasiorasio yang ada dalam penelitian Altman mempunyai tingkat signifikansi di bawah ambang batas taraf signifikansi sebesar 5 %. Hal tersebut berarti bahwa secara parsial dan simultan, rasio-rasio yang ada dalam penelitian Altman bukan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kebangkrutan/

ketidakbangkrutan yang terjadi pada perusahaan perbankan yang go public di Bursa Efek Jakarta Output statistik juga menunjukkan rata-rata score diskriminan untuk kelompok bank yang mengalami kebangkrutan adalah sebesar 1,479 dan ratarata score diskriminan untuk kelompok bank yang tidak mengalami kebangkrutan adalah sebesar -0,222. Hal tersebut berarti memberikan nilai cut off sebesar 0,000. Dengan nilai cut off sebesar itu, maka terdapat 3 bank yang di prediksikan akan mengalami kebangkrutan dan 20 bank lainnya di prediksikan tidak akan mengalami kebangkrutan. Sedangkan output juga menunjukkan terdapat 2 misclassified case dengan tingkat ketepatan prediksi kebangkrutan sebesar 91,3 %. 3. Hasil statistik tahun 2003 Hasil perhitungan statistik untuk data laporan keuangan tahun 2003 menghasilkan persamaan estimasi fungsi diskriminan sebagai berikut:

Z : 1,812 + 4,329 X1 + 2,157 X2 62,960 X3 -0,301 X4 8,076 X5

Fungsi diskriminan tersebut secara uji statistik dengan menggunakan multivariate test of significantce dengan uji walkss lamda menghasilkan

tingkat signifikansi sebesar 0,115. Dengan angka tersebut sesuai standar taraf signifikansi sebesar 5%, maka dapat disimpulkan bahwa fungsi diskriminan tidak signifikan, yang berarti bahwa nilai rata-rata score diskriminan untuk kedua kelompok bank baik yang mengalami kebangkrutan maupun yang tidak mengalami kebangkrutan tidak berbeda secara signifikan. Hal tersebut berarti bahwa secara simultan rasio-rasio yang ada dalam penelitian Altman bukan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kebangkrutan/ketidakbangkrutan pada perbankan go public di Bursa Efek Jakarta. Pengujian secara parsial juga menunjukkan bahwa hanya rasio earning before interset and tax to total assets (X3) yang mempunyai nilai di bawah ambang batas taraf signifikansi 5 % yaitu sebesar 2,8 %. Hal ini berarti bahwa rasio earning before interset and tax to total assets (X3) merupakan faktor yang mempengaruhi kebangkrutan/ketidakbangkrutan pada perusahaan

perbankan go piblic di BEJ secara parsial Output statistik juga menunjukkan rata-rata score diskriminan untuk kelompok bank yang mengalami kebangkrutan adalah sebesar 1,931 dan ratarata score diskriminan untuk kelompok bank yang tidak mengalami kebangkrutan adalah sebesar -0,290. Hal tersebut berarti memberikan nilai cut off sebesar -0,007. Dengan nilai cut off sebesar itu, maka terdapat 4 bank yang di prediksikan akan mengalami kebangkrutan di masa yang akan datang dan 19 bank lainnya di prediksikan tidak akan mengalami kebangkrutan di masa yang akan datang. Sedangkan output juga menunjukkan terdapat 3 misclassified case dengan tingkat ketepatan prediksi kebangkrutan metode multivariate discriminant analisys sebesar 87 %.

4. Hasil statistik rata-rata selama 3 tahun (tahun 2001, 2002 dan 2003) Hasil perhitungan statistik untuk rata-rata atas laporan keuangan perbankan go public di BEJ tahun 2001, 2002 dan 2003 menghasilkan persamaan estimasi fungsi diskriminan sebagai berikut:

Z : 2,524 3,056 X1 + 7,181 X2 9,465 X3 +8,884 X4 23,316 X5

Fungsi diskriminan tersebut secara uji statistik dengan menggunakan multivariate test of significantce dengan uji walkss lamda menghasilkan tingkat signifikansi sebesar 0,418. Dengan angka tersebut, sesuai standard taraf signifikansi sebesar 5 % dapat di simpulkan bahwa fungsi diskriminan tidak signifikan, yang berarti bahwa nilai rata-rata score diskriminan untuk kedua kelompok bank baik yang mengalami kebangkrutan maupun tidak mengalami kebangkrutan tidak berbeda secara signifikan. Pengujian secara parsial juga menunjukkan tidak satupun rasio-rasio yang ada dalam penelitian Altman mempunyai tingkat signifikansi di bawah ambang batas taraf signifikansi 5 %. Hal tersebut juga berarti bahwa secara parsial dan simultan rasio-rasio yang ada dalam penelitian Altman bukan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kebangkrutan/ketidakbangkrutan pada perbankan go public di Bursa Efek Jakarta Output statistik juga menunjukkan bahwa rata-rata score diskriminan untuk kelompok bank yang mengalami kebangkrutan adalah sebesar 1,371. Sedangkan rata-rata score diskriminan untuk kelompok bank yang tidak mengalami kebangkrutan adalah sebesar -0,206. Hal tersebut berarti bahwa

rata-rata score diskriminan memberikan nilai cut off sebesar -0,007. Dengan nilai cut off sebesar itu maka terdapat 4 bank yang diprediksikan akan mengalami kebangkrutan dan 19 bank lainnya di prediksikan tidak akan mengalami kebangkrutan. Sedangkan output juga menunjukkan terdapat 3 misclassified case dengan tingkat ketepatan prediksi kebangkrutan sebesar 87 %.

4.2.

PEMBAHASAN

4.2.1. Analisis Prediksi Kebangkrutan 1. Analisis prediksi kebangkrutan pada 1 tahun sebelum kebangkrutan/ ketidakbangkrutan ( Tahun 2003 ) Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa 4 bank yang di prediksikan akan mengalami kebangkrutan. Bank-bank tersebut adalah Bank Global Internasional, Bank Pikko, Bank CIC Internasional dan Bank Viktoria Internasional. Bank Danpac yang termasuk dalam kategori bank yang mengalami kebangkrutan, ternyata di prediksikan tidak akan mengalami kebangkrutan di masa yang akan datang. Sesuai dengan hasil persamaan diskriminan yang telah di hasilkan, maka faktor yang paling menentukan besarnya score diskriminan adalah variabel earning before interest and tax to total assets (X3) dan variabel sales to total assets (X5) kemudian retairned earning (X2) dan market value equity to book value of total debt (X4). Sehingga untuk Bank CIC Internasional di harapkan untuk dapat meningkatkan rasio X3 dan rasio X2 yang telah menunjukkan negatif dengan cara meningkatkan laba di tahan. Hal tersebut di

lakukan karena laba di tahan Bank CIC Internasional menunjukkan negatif yang besar di bandingkan dengan total assetsnya. Rugi tersebut di sebabkan karena telah memberikan bunga yang terlalu tinggi (beban bunga tinggi), rugi penjualan efek yang besar, penyisihan kerugian piutang yang tinggi serta amortisasi diskon dari pelunasan awal L/C GSM, oleh karana itu bank harus meningkatkan kinerja pada pos-pos tersebut. Sedangkan di sisi lain besarnya nilai aktiva Bank CIC Internasional di sebabkan oleh besarnya aktiva yang di ambil alih oleh bank dan aktiva lain-lain sehingga aktiva tetap tersebut kurang produktif untuk menghasilkan keuntungan. Dengan kondisi tersebut Bank CIC Internasional dapat mempertimbangkan untuk mengkonversi aktiva kurang produktif tersebut menjadi aktiva lancar yang lebih produktif untuk menghasilkan keuntungan. Cara tersebut di lakukan dengan menggunakan dana hasil konversi aktiva kurang produktif menjadi penyaluran kredit, sehingga di harapkan akan dapat meningkatkan rasio X5 Bank CIC Internasional juga di harapkan dapat meningkatkan variabel market value equity to book value of total debt (X4) dengan mempertimbangkan untuk melakukan warrant. Hal tersebut di lakukan karena warrant yang pernah di lakukan oleh Bank CIC Internasional pada bulan maret 2003, telah berhasil meningkatkan nilai jual relatif sahamnya sebesar 21 %. Bank Viktoria Internasional juga di harapkan untuk dapat

meningkatkan kinerja keuangan agar terhindar dari bahaya kebangkrutan di masa yang akan datang. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mengkonversi sebagian notes and securities yang jumlahnya sangat besar

yaitu mencapai rata-rata 60 % dari total asetnya per tahun, menjadi penyaluran kredit. Sehingga dengan konversi tersebut diharapkan akan dapat

meningkatkan rasio sales to total assets (X5) dan pada akhirnya juga akan meningkatkan rasio X3 dan X2. Bank Viktoria Internasional juga diharapkan untuk dapat menurunkan bunga time deposits yang diberikan kepada nasabah karena terlalu besar. Besarnya bunga time deposits tersebut telah menyebabkan tingginya beban bunga, disamping juga mendorong

meningkatnya liabilities berupa time deposit yang besar. Dengan penurunan bunga tersebut diharapkan akan menurunkan beban bunga dan laba perbankan akan meningkat serta pada akhirnya rasio X2 dan X3 juga akan meningkat. Penurunan bunga time deposits juga diharapkan akan menurunkan time deposits sehingga total debt akan menurun dan pada akhirnya rasio X4 Bank Viktoria Internasional akan meningkat. Cara yang lain untuk meningkatkan rasio X4 adalah dengan melakukan warrant. Hal tersebut dilakukan karena warrant yang pernah dilakukan oleh Bank Viktoria Internasional pada tahun 2002 sebanyak 4 kali telah mampu meningkatkan harga jual relatif sahamnya sebesar 22 %. Dengan tingginya harga jual saham, maka market value equity akan tinggi pula dan rasio X4 pada akhirnya akan meningkat. 2. Analisis prediksi kebangkrutan pada 2 tahun sebelum kebangkrutan/ ketidakbangkrutan ( Tahun 2002 ) Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat 3 bank yang di prediksikan akan mengalami kebangkrutan. Bank-bank tersebut adalah Bank Global Internasional, Bank Pikko dan Bank NISP. Bank Danpac yang

termasuk dalam kategori kelompok bank bangkrut ternyata di prediksikan tidak akan mengalami kebangkrutan. Sesuai dengan hasil persamaan diskriminan yang telah di hasilkan, maka faktor yang paling menentukan besarnya score diskriminan adalah variabel earning before interest and tax to total assets (X3). Sehingga Bank NISP di harapkan untuk dapat meningkatkan rasio X3 yang hanya sebesar 0,01. Hal tersebut dapat di lakukan dengan cara meningkatkan akumulasi laba sebelum bunga dan pajak, karena di sebabkan oleh tingginya beban bunga, sedangkan pendapatan bunganya tidak terlalu tinggi. Sehingga perlu di lakukan pemberian bunga simpanan yang lebih rendah dan meningkatkan penyaluran kredit dengan memperhatikan kualitas kredit yang di berikan agar dapat menurunkan biaya penyisihan kerugian piutang. 3. Analisis prediksi kebangkrutan pada 3 tahun sebelum kebangkrutan/ ketidakbangkrutan ( Tahun 2001 ) Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat 6 bank yang di prediksikan akan mengalami kebangkrutan. Bank-bank tersebut yaitu Bank Danpac, Bank Global Internasional, Bank Pikko, Bank Artha Niaga Kencana, Bank Mayapada Internasional dan Bank Pan Indonesia. Sesuai dengan hasil persamaan diskriminan yang telah di hasilkan maka faktor yang paling menentukan besarnya score diskriminan adalah variabel market value equity to book value of total debt (X4), retairned earning to total asset (X2) dan earning before interest and tax to total assets (X3). Bank-bank pada kelompok bank yang tidak mengalami kebangkrutan,

tetapi diprediksikan akan mengalami kebangkrutan di harapkan untuk dapat melakukan perbaikan kinerja keuangan agar terhindar dari bahaya kebangkrutan yang akan terjadi. Bank Artha Niaga Kencana di harapkan dapat meningkatkan rasio X4 dengan cara melakukan pembagian deviden, karena pembagian deviden yang pernah di lakukan pada tanggal 24 april 2003 untuk tahun 2002, di mana perusahaan membagikan deviden sebesar Rp. 10,00 per lembar saham, ternyata mampu menaikkan harga jual relatif saham sebesar 18 % dari Rp. 850,00 per lembar menjadi Rp.1.000,00 per lembar saham. Secara matematis, dengan melakukan pembagian deviden bank masih mendapatkan keuntungan sebesar Rp.140,00 per lembar saham atas kelebihan kenaikan harga saham yang terjadi pada tahun 2003. Bank Artha Niaga Kencana juga di harapkan mampu meningkatkan rasio X2 dan X3 dengan cara menurunkan biaya operasional perusahaan yang mencapai sebesar 92 % di bandingkan dengan pendapatan bunga kotor. Selain itu penjualan kredit yang jumlahnya sedikit yaitu hanya mencapai sebesar 56 % di bandingkan dengan total deposits, perlu di tingkatkan penyaluran kreditnya serta meningkatkan kualitas pemberian kredit sehingga dapat menekan besarnya biaya penyisihan kerugian piutang. Bank Mayapada Internasional di harapkan mampu meningkatkan rasio X4 dengan cara melakukan right issue, karena right issue yang pernah di lakukan oleh bank pada tanggal 19 Juli 2002 telah terbukti mampu meningkatkan nilai jual relatif saham bank tersebut sebesar 60 %. Selain itu juga Bank Mayapada Internasional di harapkan mampu meningkatkan kinerja

rasio X2 dan rasio X3 dengan cara menurunkan beban bunga yang telah mencapai 120 % bila di bandingkan dengan pendapatan bunga kotornya. Penjualan kreditnya juga di harapkan dapat di tingkatkan yang hanya 60 % di bandingkan total deposits. Hal lainya adalah melakukan konversi atas other assets yang kurang produktif karena jumlahnya sangat besar (sebesar 33 % dari total assets) menjadi aktiva lancar yang lebih produktif, sehingga dapat di manfaatkan untuk menghasilkan keuntungan yang lebih baik. Bank PAN Indonesia juga di harapkan mampu meningkatkan rasio X4 dengan cara melakukan warrant, karena warrant yang telah di lakukan pada tahun 2002 oleh Bank PAN Indonesia, ternyata mampu meningkatkan nilai jual relatif sahamnya sebesar 200 %. Bank PAN Indonesia juga di harapkan mampu meningkatkan rasio X2 dan rasio X4 dengan cara menurunkan beban operasional yang telah mencapai 101 % dari pendapatan bunga kotor. Selain itu penjualan kredit masih kecil dan perlu di tingkatkan, yaitu hanya sebesar 46 % bila dibandingkan dengan total deposits. Tindakan lainya adalah melakukan konversi atas other assets yang kurang produktif karena jumlahnya sangat besar (mencapai sebesar 52 % dari total assets) menjadi aktiva lancar yang lebih produktif, sehingga bisa di manfaatkan untuk menghasilkan keuntungan yang lebih baik. 4. Analisis prediksi kebangkrutan pada rata-rata selama 3 tahun sebelum kebangkrutan/ketidakbangkrutan ( Tahun 2001, 2002 dan 2003) Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa 4 bank yang di prediksikan akan mengalami kebangkrutan. Bank-bank tersebut yaitu Bank Global

Internasional, Bank Pikko, Bank Artha Niaga Kencana dan Bank BNI. Sedangkan Bank Danpac dan bank lainnya di prediksikan tidak akan mengalami kebangkrutan di masa yang akan datang. Sesuai dengan hasil persamaan diskriminan, maka faktor yang paling menentukan besarnya score diskriminan adalah variabel sales to total assets (X5), variabel retairned earning to total asset (X2), earning before interest and tax to total assets (X3) dan rasio market value equity to book value of total debt (X5). Bank-bank yang di prediksikan akan mengalami kebangkrutan di harapkan untuk dapat melakukan perbaikan kinerja keuangan, sehingga di masa yang akan datang dapat terhindar dari kebangkrutan. Bank Artha Niaga Kencana di harapkan mampu meningkatkan rasio X5, X2 dan X3 dengan cara menurunkan biaya operasional yang terus mengalami peningkatan sebesar 10 % per tahun, sedangkan pendapatan bunga kotor bank tersebut hanya meningkat sebesar 7 % per tahun. Selain itu penjualan kredit yang sedikit perlu di tingkatkan untuk meningkatkan laba. Sedangkan dana kas penempatan di Bank Indonesia yang jumlahnya besar, dapat di pertimbangkan untuk digunakan dalam penyaluran kredit. Dengan penyaluran kredit tersebut diharapkan akan mampu meningkatkan pendapatan bunga, mengingat penjualan kredit Bank Artha Niaga Kencana mempunyai bunga lebih tinggi di bandingkan penempatan di Bank Indonesia. Dengan adanya peningkatan pendapatan bunga, maka rasio sales to total asset X5 akan meningkat dan laba perbankan juga akan meningkat (rasio X3) serta laba di tahan juga akan meningkat (rasio X2)

Bank BNI di harapkan dapat meningkatkan rasio X4 dengan cara melakukan penjualan obligasi pemerintah (termasuk kelompok aktiva lancar) ke pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa seperti yang pernah di lakukan pada tahun 2002, yang ternyata mampu meningkatkan nilai X4 sebesar 27 %. Penjualan tersebut di satu sisi dapat menyebabkan nilai aktivanya menurun, tetapi di sisi lain penyaluran kredit dan labanya mengalami peningkatan (rasio X5, X3 dan X2 meningkat) akibat adanya pengalihan dana dari hasil penjualan obligasi pemerintah yang jumlahnya besar tersebut ke dalam penyaluran kredit. Bank BNI juga di harapkan untuk tidak melakukan reserve stock split seperti yang di lakukan pada tahun 2003 dengan cara menggabung 15 saham menjadi 1 saham (reserve stock split), karena menyebabkan menurunnya nilai pasar saham relatif sebesar 21 %. Bank BNI juga di harapkan mampu meningkatkan rasio X5, X3 dan X2 dengan cara melakukan perbaikan kinerja kredit, di mana penyisihan kerugian piutang meningkat 473 % dari tahun 2002 ke tahun 2003. Sedangkan di sisi lain penjualan kreditnya hanya mengalami peningkatan sebesar 22 %, akan tetapi pendapatan bunganya mengalami penurunan sebesar 6 %. 4.2.2. Analisis Ketepatan Prediksi Kebangkrutan 1. Analisis ketepatan prediksi kebangkrutan pada 1 tahun sebelum kebangkrutan/ ketidakbangkrutan ( Tahun 2003 ) Output statistik menunjukkan bahwa terdapat 3 kesalahan prediksi kebangkrutan dengan kenyataan yang terjadi. Kesalahan tersebut adalah kesalahan memprediksi tidak akan ada tendensi kebangkrutan pada Bank

Danpac akan tetapi ternyata bank tersebut mengalami kebangkrutan. Kesalahan yang kedua adalah kesalahan memprediksi akan adanya tendensi kebangkrutan pada Bank CIC Internasional dan Bank Viktoria Internasional, akan tetapi dalam kenyataanya bank tersebut belum mengalami kebangkrutan. Kesalahan prediksi pada PT. Bank CIC Internasional, Tbk di sebabkan karena bank tersebut mengalami peningkatan kinerja yang cukup signifikan pada tahun terjadinya ketidakbangkrutan. Hal tersebut di tunjukkan oleh adanya peningkatan modal kerja sebesar 77 % pada tahun 2003, laba di tahan juga mengalami peningkatan sebesar 18 %, laba sebelum bunga dan pajak juga meningkat sebesar 80 %. Harga pasar modal sendiri juga mengalami peningkatan sebesar 114 %, pendapatan bunga juga meningkat sebesar 73 % dan total aktiva meningkat sebesar 46 %. Dari sisi peraturan Bank Indonesia, pada tahun 2003 CAR PT. Bank CIC Internasional, Tbk sebesar 15,95 % dan tahun 2004 naik lagi diatas ketentuan Bank Indonesia. Kesalahan prediksi pada Bank Viktoria Internasional di sebabkan karena bank tersebut mengalami peningkatan kinerja yang cukup signifikan pada tahun terjadinya ketidakbangkrutan. Hal tersebut ditunjukkan dengan meningkatnya pendapatan bunga bank sebesar 18 % pada tahun 2004 (tahun ketidakbangkrutan) dibandingkan tahun 2003 dan di sisi yang lain beban bunga mengalami penurunan sebesar 15 % di tahun 2004 dari tahun 2003. Laba bersih tahun 2004 juga mengalami peningkatan sebesar 206 % dari tahun 2003. Total assets Bank Viktoria Internasional juga mengalami peningkatan sebesar 15 % di tahun 2004 dari tahun 2003.

Dari sisi peraturan, Bank Viktoria Internasional telah sesuai dengan ketentuan yang telah di tetapkan oleh Bank Indonesia, yaitu CAR sebesar 11,52 % pada desember 2003 dan 14,92 % pada desember 2004 (tahun ketidakbangkrutan). LDR Bank Viktoria Internasional sebesar 40,22 % pada desember 2003 dan sebesar 54,72 % pada desember 2004 (tahun ketidakbangkrutan). Bank Viktoria Internasional dari segi kepatuhan juga telah menunjukkan tidak adanya pelanggaran atas Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) pada tahun 2003 dan 2004. Ketepatan prediksi kebangkrutan dengan multivariate discriminant analisys menggunakan rasio-rasio yang ada dalam metode Z-Score Altman pada 1 tahun sebelum perusahaan mengalami kebangkrutan/ketidakbangkrutan adalah sebesar 87 %. Hasil ini lebih rendah di bandingkan dengan penelitian Altman yang menghasilkan tingkat ketepatan sebesar 95 %. 2. Analisis ketepatan prediksi kebangkrutan pada 2 tahun sebelum kebangkrutan/ ketidakbangkrutan ( Tahun 2002 ) Output statistik menunjukkan bahwa terdapat 2 kesalahan prediksi kebangkrutan dengan kenyataan yang telah terjadi. Kesalahan tersebut adalah kesalahan memprediksi tidak akan ada tendensi kebangkrutan pada Bank Danpac, akan tetapi ternyata bank tersebut telah mengalami kebangkrutan. Kesalahan yang kedua adalah kesalahan memprediksi akan adanya tendensi kebangkrutan pada Bank NISP, tetapi dalam kenyataanya bank tersebut belum mengalami kebangkrutan. Kesalahan prediksi pada Bank NISP di sebabkan karena bank tersebut telah meningkatkan kinerja keuangannya di tahun ketidakbangkrutan (tahun

2004). Hal tersebut di tunjukkan dengan meningkatnya modal kerja, meningkatnya laba di tahan mencapai sebesar 65 % per tahun, meningkatnya laba sebelum bunga dan pajak sebesar 70 % per tahun. Harga pasar modal sendiri juga mengalami peningkatan sebesar 105 % per tahun, pendapatan bunga Bank NISP mengalami peningkatan sebesar 17 % per tahun dan total aktiva juga meningkat sebesar 30 % per tahun. Dari sisi peraturan Bank Indonesia Bank NISP telah sesuai dengan standar, yaitu CAR sebesar 15,11 % pada tahun 2004 (tahun ketidakbangkrutan) dan 13,78 % pada tahun 2003, dari ketentuan BI sebesar 8 %. LDR bank tersebut sebesar 77,34 % pada tahun 2004 dan 77, 95 % pada tahun 2003, dari ketentuan maksimal sebesar 115 %. PDN Bank NISP sebesar 0,26 % dari modal pada tahun 2004 dan 2003, di mana ketentuanya maksimal sebesar 20 % dari modal. NPL Bank NISP sebesar 1,01 % pada tahun 2004 dan 0,84 % pada tahun 2003 dari ketetapan maksimal sebesar 5 %. Ketepatan prediksi kebangkrutan dengan multivariate discriminant analisys menggunakan rasio-rasio yang ada dalam metode Z-Score Altman pada 2 tahun sebelum kebangkrutan/ketidakbangkrutan adalah sebesar 91,3 %. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Altman yang menghasilkan tingkat ketepatan sebesar 76 %. 3. Analisis ketepatan prediksi kebangkrutan pada 3 tahun sebelum kebangkrutan/ ketidakbangkrutan ( Tahun 2001 ) Output statistik menunjukkan bahwa terdapat 3 kesalahan prediksi kebangkrutan dengan kenyataan yang terjadi. Kesalahan tersebut adalah

kesalahan memprediksi akan adanya tendensi kebangkrutan pada Bank Artha Niaga Kencana, Bank Mayapada Internasional dan Bank Pan Indonesia, akan tetapi dalam kenyataanya bank-bank tersebut belum mengalami kebangkrutan Kesalahan prediksi pada Bank Artha Niaga Kencana di sebabkan karena bank tersebut telah meningkatkan kinerjanya pada tahun ketidakbangkrutan (tahun 2004). Hal tersebut di tunjukkan dengan meningkatnya modal kerja pada tahun 2004 sebesar 18 % di bandingkan tahun 2003, meningkatnya laba di tahan sebesar 65 % dan meningkatnya laba sebelum bunga dan pajak sebesar 28 %. Secara rata-rata selama tahun 2001 sampai tahun 2004, bank ini juga menunjukkan peningkatan modal kerja sebesar 5 % per tahun. Laba di tahan meningkat sebesar 43 % per tahun, laba sebelum bunga dan pajak meningkat sebesar 16 % per tahun. Pendapatan kredit mengalami peningkatan sebesar 14 % per tahun dan total aktiva mengalami peningkatan rata-rata sebesar 30 % per tahun. Dari sisi peraturan, Bank Artha Niaga Kencana telah sesuai dengan standar yang di tetapkan oleh Bank Indonesia, yaitu CAR pada tahun 2004 menunjukkan sebesar 20,99 % dan pada tahun 2003 sebesar 21,96 %. NPL menunjukkan sebesar 2,44 % pada tahun 2004 dan 3,54 % pada tahun 2003. LDR menunjukkan sebesar 71,26 % pada tahun 2004 dan pada tahun 2003 sebesar 63,09 % Kesalahan predikis pada PT. Bank Mayapada, Tbk juga di sebabkan kerana bank tersebut menunjukkan peningkatan kinerja manajemen pada tahun 2001 sampai 2004, yang dapat di lihat dengan total assets yang

menunjukkan peningkatan rata-rata sebesar 24,5 % per tahun. Total loans menunjukkan peningkatan rata-rata sebesar 41,6 % per tahun dan total deposits meningkat rata-rata sebesar 25,6 % per tahun. Operating profit juga mengalami peningkatan sebesar 117 % per tahun serta other income PT. Bank Mayapada, Tbk yang lebih besar dari other expenses. Dari sisi peraturan Bank Indonesia, bank ini telah sesuai dengan ketentuan yang ada yaitu CAR pada tahun ketidakbangkrutan sebesar 14,43%. Kesalahan prediksi pada PT. Bank Pan Indonesia, Tbk. juga di sebabkan karena bank ini telah meningkatkan kinerja keuangan pada tahun ketidakbangkrutan (tahun 2004). Peningkatan tersebut di tandai dengan total assets yang mengalami kenaikan sebesar 23 % dari 1 tahun sebelum terjadinya ketidakbangkrutan (tahun 2003). Total penyaluran kredit Bank Pan Indonesia tahun 2004 mengalami kenaikan yaitu sebesar 31 % dari tahun sebelumnya dan total simpanan naik sebesar 58 %. Laba sebelum bunga dan pajak bank tersebut pada tahun 2004 juga mengalami kenaikan sebesar 130 % di bandingkan tahun 2003 dan laba bersih juga menunjukkan kenaikan sebesar 114 % di bandingkan tahun sebelumnya. PT. Bank Pan Indonesia, Tbk. pada tahun ketidakbangkrutan (tahun 2004) juga telah sesuai dengan standar ketentuan dari Bank Indonesia yaitu CAR sebesar 40,19 %, LDR sebesar 55,32 % dan PDN sebesar 5,28 % Ketepatan prediksi kebangkrutan dengan multivariate discriminant analisys menggunakan rasio-rasio yang ada dalam metode Z-Score Altman pada 3 tahun sebelum kebangkrutan/ketidakbangkrutan adalah sebesar 87,0 %.

Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Altman yang menghasilkan tingkat ketepatan hanya sebesar 48 %. 4. Analisis ketepatan prediksi kebangkrutan pada rata-rata selama 3 tahun sebelum kebangkrutan/ketidakbangkrutan ( Tahun 2001, 2002 dan 2003 ) Output statistik menunjukkan bahwa terdapat 3 kesalahan prediksi kebangkrutan dengan kenyataan yang terjadi. Kesalahan prediksi tersebut adalah kesalahan memprediksi tidak akan ada tendensi kebangkrutan pada Bank Danpac, akan tetapi ternyata bank tersebut mengalami kebangkrutan. Kesalahan lainya adalah memprediksi akan adanya tendensi kebangkrutan pada Bank Artha Niaga Kencana dan Bank BNI, akan tetapi dalam kenyataanya bank tersebut belum mengalami kebangkrutan. Kesalahan prediksi pada Bank Artha Niaga Kencana, karena bank tersebut telah meningkatkan kinerjanya di tahun ketidakbangkrutan (tahun 2004). Begitu juga Bank BNI yang telah menunjukkan perbaikan kinerja pada tahun 2004. Kenaikan kinerja pada Bank BNI tersebut di tunjukkan dengan adanya peningkatan laba di tahan sebesar 599 % di bandingkan tahun 2003. Laba sebelum bunga dan pajak Bank BNI juga menunjukkan peningkatan sebesar 224 %. Harga pasar modal sendiri bank ini mengalami peningkatan sebesar 30 % dan total aktiva juga mengalami kenaikan sebesar 5 %. Dari sisi peraturan, PT. Bank BNI (Persero), Tbk juga telah sesuai dengan standar ketentuan yang di tetapkan oleh Bank Indonesia yaitu PDN pada tahun 2004 sebesar 4,79 %, pada tahun 2003 sebesar 4,33 % dan pada tahun 2002 sebesar 2,26 %. CAR bank ini pada tahun 2004 juga di atas

ketentuan Bank Indonesia yaitu sebesar 17,13 %. PDN Bank BNI pada tahun 2004 juga sesuai ketentuan Bank Indonesia sebesar 4,79 % dan pada tahun 2003 sebesar 4,33 %. Ketepatan prediksi kebangkrutan dengan multivariate discriminant analisys menggunakan rasio-rasio yang ada dalam metode Z-Score Altman untuk rata-rata selama 3 tahun sebelum terjadinya kebangkrutan/

ketidakbangkrutan adalah sebesar 87.00 %

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Berdasarkan hasil anailis yang dilakukan atas laporan keuangan baik dari kelompok bank yang mengalami kebangkrutan maupun dari kelompok bank yang tidak mengalami kebangkrutan, maka dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Semakin lama rentan waktu antara prediksi kebangkrutan dengan kondisi yang terjadi, maka tidak terdapat kecendrungan semakin banyak perbankan yang di prediksikan akan mengalami kebangkrutan. 2. Penggunaan rata-rata rasio keuangan menunjukkan lebih banyak jumlah bank yang diprediksikan bangkrut dibandingkan dengan penggunaan rasio keuangan pada 2 tahun dan lebih rendah pada 3 tahun sebelum terjadinya kebangkrutan/ ketidakbangkrutan 3. Ketepatan prediksi kebangkrutan dengan multivariate discriminant analisys menggunakan rasio-rasio yang ada dalam metode Z-Score Altman menunjukkan semakin lama rentan waktu antara prediksi dengan kondisi yang terjadi tidak selalu menunjukkan penurunan ketepatan prediksi kebangkrutan

5.1

SARAN Berdasarkan hasil penelitian maka penulis dapat memberikan saran

sebagai berikut: 1. Bagi manajemen bank harus memperhatikan besarnya rasio, earning before interest and tax to total assets. Karena besar-kecilnya rasio tersebut akan

dapat memberikan gambaran mengenai keberlangsungan usaha perusahaan di masa yang akan datang, sehingga apabila terdapat indikasi kebangkrutan dapat di ambil perbaikan kinerja. 2. Bagi kalangan dunia usaha diharapkan dapat mempertimbangkan untuk memakai metode alternatif, yaitu multivariate discriminant analisys dengan menggunakan rasio-rasio yang ada dalam metode Z-Score Altman apabila akan melakukan analisis untuk mendeteksi kondisi finansial suatu perbankan. 3. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data publikasi dan bisa jadi merupakan data yang telah di olah. Sehingga diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk dapat memperoleh data yang berasal dari sumber yang tepat. 4. Dalam menentukan kinerja perbankan, Bank Indonesia telah mempunyai alat ukur sendiri, sehingga diharapkan peneliti selanjutnya dapat melakukan analisis yang komprehensif dengan multivariate discriminant analisys antara rasio-raso dalam model prediksi Z-Score Altman dengan alat ukur yang telah di tetapkan oleh Bank Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. IAI. 2001. Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia 2001. BI (PAPI) 2001 Hal 1.1-11.18 IAI, 2002. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta : Salemba Empat ICMD: Indonesian Capital Market Directory 2004. Jakarta: Institute For Economic and Financial Research Gitosudarmo, Indriyo dan Basri. 2000. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS. Semarang. BP. Universitas Diponegoro

Mamduh M Hanafi dan Abdul Halim. 2003. Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta : UPP AMP YKPN Adnan, Muhammad Akhyar dan Eha Kurniasih. 2000. Analisis Tingkat Kesehatan Perusahaan untuk Memprediksi Potensi Kebangkrutan dengan Pendekatan Altman . JAAI Volume 4 No. 2. Adnan, Muhammad Akhyar dan M Imam Taufiq. 2001. Analisis Ketepatan Prediksi Metode Altman Terhadap terjadinya Likuidasi pada Lembaga Perbankan (Kasus Likuidasi Perbankan di Indonesia). Dalam JAAI Volume 5 No. 2. Mulyono, Teguh Pudjo. 1994. Aplikasi Akuntansi Manajemen Dalam Praktek Perbankan. Yogyakarta: BPFE Muslich, Muhamad. 2000. Manajemen Keuangan Modern. Jakarta: Rineka Cipta Munawir, S. 2001. Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty Murtanto dan Zeny Afiana. 2002. Analisis Laporan Keuangan Dengan Menggunakan Rasio CAMEL dan Metode Altman sebagai Alat untuk Memprediksi Tingkat Kegagalan Usaha Bank. Dalam Media Riset Akuntansi, Auditing dan Informasi. Vol 2, No. 2 Agusutus. Hal. 44-56

Riyanto, Bambang. 1995. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta: Yayasan Penerbit Gajah Mada Setyorini dan Abdul Halim. 1999. Studi Potensi Kebangkrutan Perusahaan Publik di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi II IAIKAPd. Malang: IAI Simamora, Henry. 1999. Akuntansi Manajemen. Jakarta: Salemba Empat Slamet, Achmad. 2003. Analisa Laporan Keuangan. Semarang Sriyadi. 1991. Bisnis: Pengantar Ilmu Ekonomi Perusahaan Modern. Semarang: IKIP Semarang Press Sugiyono. 2002. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Ikatan Penerbit Indonesia Supardi dan Sri Mastuti, 2003. Validitas Penggunaan Z-Score Analisis Altman untuk Menilai Kebangkrutan pada Perusahaan Perbankan Go Publik di Bursa Efek Jakarta. Dalam Kompak Nomor 7 Hal 68-69 Suwarsono. 1995. Manajemen Strategik, Konsep dan Kasus. Yogyakarta: UPP AMP YKPN Suyatno, Thomas, dkk. 1988. Kelembagaan Perbankan. Jakarta : Gramedia Weston, Fred. J. 1993. Manajemen Keuangan. Jakarta : Erlangga Www. jsx.com

You might also like