You are on page 1of 17

KEUTAMAAN MEMBACA ALQUR'AN

Dari Abu Musa Al-Asy`arit berkata, Rasulullah bersabda: "Perumpamaan orang mukmin yang membaca Al Qur`an bagaikan buah limau baunya harum dan rasanya lezat. Dan perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca Al Qur`an bagaikan kurma, rasanya lezat dan tidak berbau. Dan perumpamaan orang munafik yang membaca Al Qur`an bagaikan buah raihanah yang baunya harum dan rasanya pahit, dan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca Al Qur`an bagaikan buah hanzholah tidak berbau dan rasanya pahit." Muttafaqun `Alaihi. Merupakan suatu kewajiban bagi seorang muslim untuk selalu berinteraksi aktif dengan Al Qur`an, dan menjadikannya sebagai sumber inspirasi, berpikir dan bertindak. Membaca Al Qur`an merupakan langkah pertama dalam berinteraksi dengannya, dan untuk mengairahkan serta menghidupkan kembali kegairahan kita dalam membaca Al Qur`an, kami sampaikan beberapa keutamaan membaca Al Qur`an sebagai berikut : 1. Manusia yang terbaik. Dari `Utsman bin `Affan, dari Nabi bersabda : "Sebaik-baik kalian yaitu orang yang mempelajari Al Qur`an dan mengajarkannya." H.R. Bukhari. 2. Dikumpulkan bersama para Malaikat. Dari `Aisyah Radhiyallahu `Anha berkata, Rasulullah bersabda : "Orang yang membaca Al Qur`an dan ia mahir dalam membacanya maka ia akan dikumpulkan bersama para Malaikat yang mulia lagi berbakti. Sedangkan orang yang membaca Al Qur`an dan ia masih terbata-bata dan merasa berat (belum fasih) dalam membacanya, maka ia akan mendapat dua ganjaran." Muttafaqun `Alaihi. 3. Sebagai syafa`at di Hari Kiamat. Dari Abu Umamah Al Bahili t berkata, saya telah mendengar Rasulullah bersabda : "Bacalah Al Qur`an !, maka sesungguhnya ia akan datang pada Hari Kiamat sebagai syafaat bagi ahlinya (yaitu orang yang membaca, mempelajari dan mengamalkannya)." H.R. Muslim. 4. Kenikmatan tiada tara Dari Ibnu `Umar t, dari Nabi bersabda : "Tidak boleh seorang menginginkan apa yang dimiliki orang lain kecuali dalam dua hal; (Pertama) seorang yang diberi oleh Allah kepandaian tentang Al Qur`an maka dia mengimplementasikan (melaksanakan)nya sepanjang hari dan malam. Dan seorang yang diberi oleh Allah kekayaan harta maka dia infakkan sepanjang hari dan malam." Muttafaqun `Alaihi. 5. Ladang pahala. Dari Abdullah bin Mas`ud t berkata, Rasulullah e : "Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Kitabullah (Al Qur`an) maka baginya satu kebaikan. Dan satu kebaikan akan dilipat gandakan dengan sepuluh kali lipat. Saya tidak mengatakan "Alif lam mim" itu satu huruf, tetapi "Alif" itu satu huruf, "Lam" itu satu huruf dan "Mim" itu satu huruf." H.R. At Tirmidzi dan berkata : "Hadits hasan shahih". 6. Kedua orang tuanya mendapatkan mahkota surga

Dari Muadz bin Anas t, bahwa Rasulullah e bersabda : "Barangsiapa yang membaca Al Qur`an dan mengamalkan apa yang terdapat di dalamnya, Allah akan mengenakan mahkota kepada kedua orangtuanya pada Hari Kiamat kelak. (Dimana) cahayanya lebih terang dari pada cahaya matahari di dunia. Maka kamu tidak akan menduga bahwa ganjaran itu disebabkan dengan amalan yang seperti ini. " H.R. Abu Daud. KEMBALI KEPADA AL QUR`AN Bukti empirik di lapangan terlihat dengan sangat jelas bahwa kaum muslimin pada saat ini telah jauh dari Al Qur`an Al Karim yang merupakan petunjuknya dalam mengarungi bahtera kehidupannya (The Way of Life). Firman Allah I : Berkatalah Rasul:"Ya Rabbku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan al-Qur'an ini sesuatu yang tidak diacuhkan". (QS. 25:30) Dan mereka (para musuh Islam) berusaha keras untuk menjauhkan kaum muslimin secara personal maupun kelompok dari sumber utama kekuatannya yaitu Al Qur`an Al Karim. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Al Qur`an Al Karim mengenai target rahasia mereka dalam memerangi kaum muslimin dalam firman-Nya : Dan orang-orang yang kafir berkata:"Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan al-Qur'an ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan (mereka). (QS. 41:26) Jal Daston selaku perdana menteri Inggris mengemukakan : "Selagi Al Qur`an masih di tangan umat Islam, Eropa tidak akan dapat mengusai negara-negara Timur." (Lihat buku "Rencana Penghapusan Islam dan Pembantaian Kaum Muslimin di Abad Modern" oleh Nabil Bin Abdurrahman Al Mahisy / 13). Jauhnya umat terhadap Al Qur`an Al Karim merupakan suatu masalah besar yang sangat fundamental dalam tubuh kaum muslimin. Perkara untuk mempedomi petunjuk Allah I melalui kitab-Nya, bukan sekedar perbuatan sunnah atau suatu pilihan. Firman Allah I : Dan tidakkah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata. (QS. 33:36) Tegasnya, menjadikan kitab Allah Subhanahu wa Ta`ala sebagai sumber petunjuk satu-satunya dalam kehidupan dan mengembalikan segala masalah hanya kepada-Nya merupakan suatu keharusan oleh setiap diri kita. Kita sama-sama bersepakat bahwa dalam menanggulangi masalah kerusakan sebuah pesawat terbang, kita harus memanggil seorang insinyur yang membuat pesawat itu, dan kita sama-sama bersepakat bahwa seorang pilot yang akan mengoperasionalkan suatu pesawat terbang harus mengikuti buku petunjuk oprasional pesawat yang dikeluarkan dari perusahaan yang memproduksinya. Tetapi mengapa kita tidak mau menerapkan prinsip ini dalam diri kita sendiri. Allah I lah yang menciptakan kita dan hanya petunjuk-Nya yang benar. Sedang kita mengetahui bahwa pegangan yang mantap dan pengarahan yang benar hanyalah : Katakanlah:"Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)". (QS. 2:120) Ringkas dan tegas. Petunjuk Allah I itulah petunjuk. Selain dari itu bukan petunjuk. Tidak

bertele-tele, tidak ada helah, tidak dapat ditukar. Rasulullah e bersabda : "Sesungguhnya Allah mengangkat beberapa kaum dengan Kitab (Al Qur`an) ini dan menghinakan yang lain dengannya pula." H.R. Muslim. Karena itu jangan sampai kita mengikuti hawa nafsu mereka yang menyimpang dari garis yang tegas ini : Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (QS. 2:120) Ringkasnya, ketika umat Islam telah jauh dari Kitabullah, maka musibah dan malapetaka serta segala jenis penyakit hati akan datang silih berganti, sebagaimana yang saat ini kita lihat sendiri secara kasat mata. Kita berdoa kepada Allah I, semoga Dia I mengerakkan hati dan memudahkan langkah kita dan umat Islam lainnya untuk kembali kepada Kitabullah dan Sunnah Nabinya e sehingga menjadi umat yang terbaik sebagaimana firman-Nya I : Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (QS. 3:110)

KEKUATAN SEBUAH DO'A


"Ya Allah, jangan kembalikan aku ke keluargakau, dan limpahkanlah kepadaku kesyahidan." Doa itu keluar dari mulut `Amru bin Jamuh, ketika ia bersiap-siap mengenakan baju perang dan bermaksud berangkat bersama kaum Muslimin ke medan Uhud. Ini adalah kali pertama bagi `Amru terjun ke medan perang, karena dia kakinya pincang. Di dalam Al-Quran disebutkan: "Tiada dosa atas orang-orang buta, atas orang-orang pincang dan atas orang sakit untuk tidak ikut berperang." (Qs Al-Fath:17) Karena kepincangannya itu maka `Amru tidak wajib ikut berperang, di samping keempat anaknya telah pergi ke medan perang. Tidak seorangpun menduga `Amru dengan keadaannya yang seperti itu akan memanggul senjata dan bergabung dengan kaum Muslimin lainnya untuk berperang. Sebenarnya, kaumnya telah mencegah dia dengan mengatakan: "Sadarilah hai `Amru, bahwa engkau pincang. Tak usahlah ikut berperang bersama Nabi saw." Namun `Amru menjawab: "Mereka semua pergi ke surga, apakah aku harus duduk-duduk bersama kalian?" Meski `Amru berkeras, kaumnya tetap mencegahnya pergi ke medan perang. Karena itu `Amru kemudian menghadap Rasulullah Saw dan berkata kepada beliau: "Wahai Rasulullah. Kaumku mencegahku pergi berperang bersama Tuan. Demi Allah, aku ingin menginjak surga dengan kakiku yang pincang ini." "Engkau dimaafkan. Berperang tidak wajib atas dirimu." Kata Nabi mengingatkan. "Aku tahu itu, wahai Rasulullah. Tetapi aku ingin berangkat ke sana." Kata `Amru tetap berkeras. Melihat semangat yang begitu kuat, Rasulullah kemudian bersabda kepada kaum `Amru: "Biarlah dia pergi. Semoga Allah menganugerahkan kesyahidan kepadanya." Dengan terpincang-pincang `Amru akhirnya ikut juga berperang di barisan depan bersama seorang anaknya. Mereka berperang dengan gagah berani, seakan-akan berteriak: "Aku mendambakan surga, aku mendambakan mati: sampai akhirnya ajal menemui mereka. Setelah perang usai, kaum wanita yang ikut ke medan perang semuanya pulang. Di antara mereka adalah "Aisyah. Di tengah perjalanan pulang itu `Aisyah melihat Hindun, istri `Amru bin Jamuh sedang menuntun unta ke arah Madinah. `Aisyah bertanya: "Bagaimana beritanya?" "Baik-baik , Rasulullah selamat Musibah yang ada ringan-ringan saja. Sedang orang-orang kafir pulang dengan kemarahan, "jawab Hindun. "Mayat siapakah di atas unta itu?" "Saudaraku, anakku dan suamiku."

"Akan dibawa ke mana?" "Akan dikubur di Madinah." Setelah itu Hindun melanjutkan perjalanan sambil menuntun untanya ke arah Madinah. Namun untanya berjalan terseot-seot lalu merebah. "Barangkali terlalu berat," kata `Aisyah. "Tidak. Unta ini kuat sekali. Mungkin ada sebab lain." Jawab Hindun. Ia kemudian memukul unta tersebut sampai berdiri dan berjalan kembali, namun binatang itu berjalan dengan cepat ke arah Uhud dan lagi-lagi merebah ketika di belokkan ke arah Madinah. Menyaksikan pemandangan aneh itu, Hindun kemudian menghadap kepada Rasulullah dan menyampaikan peristiwa yang dialaminya: "Hai Rasulullah. Jasad saudaraku, anakku dan suamiku akan kubawa dengan unta ini untuk dikuburkan di Madinah. Tapi binatang ini tak mau berjalan bahkan berbalik ke Uhud dengan cepat." Rasulullah berkata kepada Hindun: "Sungguh unta ini sangat kuat. Apakah suamimu tidak berkata apa-apa ketika hendak ke Uhud?" "Benar ya Rasulullah. Ketika hendak berangkat dia menghadap ke kiblat dan berdoa: "Ya Allah, janganlah Engkau kembalikan aku ke keluargaku dan limpahkanlah kepadaku kesyahidan." "Karena itulah unta ini tidak mau berangkat ke Medinah. Allah SWT tidak mau mengembalikan jasad ini ke Madinah" kata beliau lagi. "Sesungguhnya diantara kamu sekalian ada orang-orang jika berdoa kepada Allah benar-benar dikabulkan. Diantara mereka itu adalah suamimu, `Amru bin Jumuh," sambung Nabi. Setelah itu Rasulullah memerintahkan agar ketiga jasad itu dikuburkan di Uhud. Selanjutnya beliau berkata kepada Hindun: "Mereka akan bertemu di surga. `Amru bin Jumuh, suamimu; Khulad, anakmu; dan Abdullah, saudaramu." "Ya Rasulullah. Doakan aku agar Allah mengumpulkan aku bersama mereka,: kata Hindun memohon kepada Nabi.

Kaum Muslimin dan Muslimat yang dirahmati Allah,

Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya mengingatkan utamanya kepada diri saya pribadi dan juga kepada kaum muslimin dan muslimat pada umumnya, untuk senantiasa meningkatkan taqwa kepada Alloh, dengan sebenar-benarnya takwa yaitu ikhlas menjalankan apa yang telah diperintahkan-Nya dan meninggalkan apa yang telah dilarang. Kemudian marilah kita senantiasa mengungkapkan rasa syukur kepada Allah SWT semata. Allah telah melimpahkan kepada kita sedemikian banyak nimat. Jauh lebih banyak nikmat yang telah kita terima dibandingkan kesadaran dan kesanggupan kita untuk bersyukur. Sebagaimana telah Allah firmankan dalam QS Ibrahim: 34: Selanjutnya saya mengajak kaum muslimin dan muslimat sekalian untuk senantiasa berdoa kepada Allah agar melimpahkan setinggi-tingginya penghargaan dan penghormatan, yang biasa kita kenal dengan istilah sholawat dan salam-sejahtera kepada pemimpin kita bersama, teladan kita bersama imamul muttaqin pemimpin orang-orang bertaqwa dan qaa-idil mujahidin panglima para mujahid yang sebenarbenarnya nabiyullah Muhammad Sallalahu alaihi wa sallam, keluarganya, para shohabatnya dan para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Dan kita berdoa kepada Allah, semoga kita yang hadir di tempat yang baik ini dipandang Allah layak dihimpun bersama mereka dalam kafilah panjang yang penuh berkah. Amien, amien ya rabbal aalaamien. Kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia, Ketika kita menggemakan takbir-terutama saat berhari raya-tersirat pemahaman bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Allah Mahabesar, sementara kita yang diciptakannya adalah kecil. Kita hina dan tak punya daya dan kekuatan untuk berkiprah, kecuali karena kemurahan dan kebesaran Allah. Karena itu, ketika kita telah merampungkan sebuah perjuangan (baca; Ramadhan), maka perbanyaklah takbir. Dan hendaklah bertakbir atas anugerah yang telah Allah berikan. Semoga kalian menjadi hamba-Nya yang bersyukur. (QS al-Baqarah [2]: 185). Ayat ini merupakan satu rangkaian dengan perintah puasa (QS [2]: 183). Ramadhan mencetak kita menjadi hamba-Nya yang bertakwa. Dan orang yang bertakwa, akan senantiasa mengingat kebesaran Allah, termasuk semua nikmat yang telah diberikan kepadanya. Di lidah ia mengucapkan kalimat takbir, dalam amal perbuatan ia menerjemahkannya dengan rasa syukur. Karena itu, menjadi pribadi yang bertakwa belum cukup bila tidak dibarengi dengan pribadi yang bersyukur. Kenapa? Karena maqam syukur lebih tinggi dari maqam takwa. Sebab, syukur menjadi maqam-nya para nabi dan rasul. Karenanya, Allah menegaskan, hanya sedikit dari hamba-Nya yang pandai bersukur (QS Saba [34]: 13). Syukur merupakan satu stasiun hati yang akan menarik seseorang pada zona damai, tenteram, dan bahagia. Ia juga akan mendapatkan kesuksesan baik di dunia maupun di akhirat, sekaligus mendapatkan insentif pahala dan kenikmatan yang terus bertambah dari Allah SWT (QS Ibrahim [14:] 7). Rasul SAW adalah manusia yang pandai bersyukur. Suatu ketika, beliau pernah ditanya Bilal, Apakah

yang menyebabkan baginda menangis, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosa baginda, baik yang dahulu maupun yang akan datang? Beliau menjawab, Tidakkah engkau suka aku menjadi seorang hamba yang bersyukur? Dzunnun al-Mishri memberi tiga gambaran tentang manifestasi syukur dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, kepada yang lebih tinggi urutan dan kedudukannya, maka ia senantiasa menaatinya (bitthaah). Hai orang-orang beriman, taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kepada Rasul dan kepada ulil amri di antara kalian (QS an-Nisa [4]: 59). Kedua, kepada yang setara, kita mengejawantahnya dengan bil-hadiyyah. Saling tukar pemberian. Kita harus sering-sering memberi hadiah kepada istri atau suami, saudara, teman seperjuangan, sejawat dan relasi. Dengan cara itu, maka akan ada saling cinta dan kasih. Ketiga, kepada yang lebih bawah dan rendah dari kita, rasa syukur dimanifestasikan dengan bil-ihsan. Selalu memberi dan berbuat yang terbaik. Kepada anak, adik-adik, anak didik, para pegawai, buruh, pembantu di rumah dan semua yang stratanya di bawah kita, haruslah kita beri sesuatu yang lebih baik. Jalinlah komunikasi dan berinteraksilah dengan baik, dan kalau hendak men-tasharuf-kan rezeki, berikan dengan sesuatu yang baik (QS as-Syuara *26+: 215 dan al-Baqarah *2+:195). Wallahu alam. Marilah kita tutup ceramah ini dengan berdoa bersama-sama. Audzubillahiminasyaithonirrojim, Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillahirobbilalamin allahummagh fir lil mu'miniina wal mu'minaat wal muslimiina wal muslimaat al-ahyaa-i minhum wal amwaat innakas samii'un qariibun mujiibud da'wat wa yaa qaadhiyal haajaat Ya Allah, jadikanlah hari ini menjadi hari ampunan bagi segala dosa kami, Hari dimana Engkau singkapkan tabir dari hati kami, Hari dimana Engkau gantikan segala kegelapan dengan cahaya di hati kami. Ya Allah, sucikanlah kami dari dosa-dosa, Dan bersihkanlah diri kami dari segala aib, Tanamkanlah ketaqwaan di dalam hati kami, Hiasilah diri kami dengan kesabaran dan kesucian, Tutupilah diri kami dengan pakaian qanaah dan kerelaan. Jadikan amal-amal kami sebagai amalan yang tulus hanya kepada-Mu, Ya Allah, sediakanlah untuk kami sebagian dari rahmat-Mu yang luas, Berikanlah kami petunjuk kepada ajaran-ajaran-Mu yang terang, Dan bimbinglah kami kepada kerelaan-Mu yang penuh. Rabbana atina fiddunya hasanah, wafilakhirati hasanah, waqina adza bannar, Subhanarobbika robbil izzati amma yasifun, wassalamunalal mursalin, Walhamdulillahirobbilalamin.

Pentingnya Menghafal dan Memahami Al Quran


Al Quran diturunkan kepada Muhammad Rasulullah SAW selama 23 tahun masa kerasulan beliau. Al Quran di turunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah SAW dengan perantaraan malaikat Jibril. Malaikat Jibril menurunkan Al Quran ke dalam hati Rasulullah dan beliaupun langsung memahaminya. Hal ini disebutkan dalam Al Quran surat Al Baqarah (2) : 9


Katakanlah: Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Quran) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman. Kemudian Rasulullah SAW mengajarkan Al Quran itu kepada para shahabatnya. Mereka menuliskannya di pelepah daun daun kering, batu, tulang dll. Pada saat itu belum ada kertas seperti zaman modern sekarang ini. Kemudian para shahabat langsung menghafalnya dan mengamalkannya. Demkian Al Quran di ajarkan kepada para shahabat-shahabat yang lain. Al Quran difahami dengan menghafal. Bukan dengan sekedar membaca. Pada saat Rasulullah telah wafat, banyak terjadi peperangan. Dalam peperangan Yamamah misalnya , banyak para sahabat pemghafal Quran yang syahid. Melihat kondisi ini Umarpun meminta Abu bakar sebagai khalifah untuk membuat Mushaf Al Quran. Abu bakar sempat menolak. Apakah engkau meminta aku untuk melakukan apa yang Rasulullah tidak lakukan ? ujar beliau. Tapi dengan gigih Umar bin Khattab menjelaskan urgensinya pembuatan Mushaf bagi kepentingan kaum muslimin di masa yang datang. Akhirnya Abu Bakarpun dapat diyakinkan dan kemudian setuju dengan ide Umar bin Khattab. Abu Bakarpun lalu meminta Zaid bin Haritsah untuk melakukan tugas ini. Zaid bin Haritsah pun sempat berkata : Apakah engkau meminta aku untuk melakukan apa yang Rasulullah tidak lakukan ?. Tapi akhirnya Zaidpun setuju dan mulai mengumpulkan shahifah-sahhifah yang tersebar di tangan para shahabat yang lain. Batu, daun-daun kering, tulang dll itupun disimpan di rumah Hafsah. Barulah pada zaman Khalifah Utsman bin Affan, Mushaf Al Quran selesai sebanyak 5 buah. Satu disimpan Utsman dan 4 yang lain disebar ke : Makkah, Syria, Basrah dan Kufah. Jadi pada saat itu para shahabat, tabiit dan thabii tabiin mempelajari al Quran dengan menghafal karena jumlah Mushaf yang sangat sedikit. Bagaimana dengan kondisi zaman sekarang? Bila kita perhatikan di sekitar kita, diantara temanteman dan keluarga kita, ada berapa persen diantara mereka yang hafal Al Quran ? Berapa persen yang sedang menghafal Al Quran? Mungkin kita susah memberikan persentase karena dihitung dengan jari-jari tangan kita belum tentu genap semuanya.

Kaum muslimin saat ini masih cukup berpuas diri dengan membaca Mushaf Al Quran dan tidak memahami maknanya. Padahal membaca Al Quran baru langkah awal interaksi Al Quran. Al Quran sebagai petunjuk bagi kita tidak cukup dibaca tapi juga dihafal dan difahami. Mungkin ada sebagian yang berkata mengapa perlu menghafal ? Tidakkah cukup dengan membaca Mushaf dan membaca tarjemahan ? Ternyata tidak cukup. Dengan menghafal Al Quran ada rasa (atau zauk) yang diberikan Allah kepada hati kita. Rasa ini didapat karena ayatayat yang dibaca berulang-ulang. Pengulangan kalam-kalam suci itulah yang menjadi makanan untuk hati. Dan sesuai dengan ayat di Al Baqarah : 97 diatas, Al Quran itu diturunkan di hati Nabi Muhammad. Bukan di akal fikiran beliau. Artinya Al Quran itu konsumsi/makanan hati bukan sekedar fikiran. Rasa inilah yang menjadikan kita nikmat mengenal Allah, memahami kehendakNya dan ringan melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala laranganNya. Rasa ini kurang ada juga sedikit ketika kita hanya membaca. Apalagi bila membacanya tidak diiringi dengan pemahaman artinya. Dan membaca tidak diulang-ulang. Efeknya sangat berbeda dengan mengulangulangnya. Kaum muslimin saat ini cukup berpuas diri dengan membaca buta Al Quran dan menimba ilmu dari para ustadz, kiai dan pemuka-pemuka agama. Tanpa menghilangkan rasa hormat kepada para penyampai-penyampai risalah agama, kita sebagai hamba Allah, secara individual juga mempunyai kewajiban berusaha memahami Al Quran dari aslinya langsung dari firmanfirmanNya. Bila kita menghafal dan mentadaburi Al Quran maka Allah akan mengajarkan kepada kita pengetahuan melalui hati kita dengan perantaraan ilham. Seperti yang difirmankan Allah SWT dalam surat Asy Syams ayat 8-10: Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. Ilham ini dapat dirasakan dengan dalam hati kita. Bukankah kita pernah bingung tentang suatu masalah, kemudian pada suatu saat kita, cling mememukan cara untuk menyelesaikan masalah dengan baik. Itulah ilham. Atau ilham itu sebagai furqan atau pembeda mana-mana amal yang haq dan mana-man yang bathil. Sebagai misal ketika kita masuk ke tempat maksiat maka hati kita akan terasa tidak enak, tidak nyaman. Itulah peringatan dari hati kita yang bersih. Furqan inilah yang dibutuhkan di dalam kehidupan ketika berperang dengan bisikan-bisikan syaithan yang membujuk-bujuk kita untuk berbuat maksiat dengan iming-iming duniawi yang menggiurkan. Karena itu sangatlah kita memerlukan furqan yang menjadikan kita mantap mengetahui yang haq dan yang bathil. Seperti disebutkan oleh Allah Azza wa Jalla dalam surat Al Anfaal ayat 29:

Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan. dan Kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosadosa)mu. dan Allah mempunyai karunia yang besar. Al Quran juga sebuah petunjuk/pedoman hidup bagi kita kaum muslimin : Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (QS Al Baqarah : 2) Jadi intinya Al Quan adalah pedoman hidup. Tapi hanya segelintir orang yang hafal dan faham Al Quran. Bagaimana Al Quran bisa menjadi pedoman hidup seorang muslim secara individual bila membaca dan memahaminya secara tuntas saja belum dilakukan ? Dan banyak diantara kaum muslimin yang meninggal dalam keadaan belum pernah membaca dengan tuntas Al Quran. Bayangkan apabila kita akan pergi ke puncak Gunung Semeru. Sebelum pergi kita dibekali dengan peta, rambu-rambu dan petunjuk-petunjuk oleh seorang pendaki gunung profesional. Tetapi kita tidak memahami petunjuk-petunjuk tersebut. Apakah kita dijamin akan sampai di puncak gunung semeru dengan selamat ? Kita mungkin lebih senang bertanya dengan penduduk setempat. Bila kita bertemu dengan penduduk yang sangat kenal gunung semeru mungkin kita akan sampai dengan selamat. Tetapi bila orang kita tanya juga kurang faham jalan ke puncak gunung, akankah kita sampai ke puncak dengan selamat atau mungkin kita bisa tersesat ? Padahal bila kita memahami, petunjuk, peta dan juga bertanya maka kita akan mendapat jalan pintas untuk sampai ke puncak gunung. Memang solusi pemahaman Al Quran ini tidak akan dapat berhasil bila sistem pendidikan agama tidak berjalan intensif sejak dini. Sebagai permisalan, bahasa Inggris diajarkan sejak SD. Maka kita lihat ketika lulus SMA para mahasiswa sudah bisa belajat dari diktat berbahas Inggris. Bila sistem ini diterpakan juga untuk bahasa Arab (sebagai media inti pemahaman Al Quran) maka ketika berumur 20-25 seorang muslim sudah mulai bisa memahami Al Quran dengan mandiri. Wahai saudara-saudaraku kaum muslimin, memahami Al Quran bukan fardhu kifayah yang dibebankan kepada ulama, kiai atau ustadz. Tapi seperti dicontohkan oleh para sahabat, membaca, menghafal, memahami dan melaksanakan Al Quran dilakukan sebagai kewajiban indivial setiap kaum muslimin. Bila secara individu seorang muslim meningkat kualitasnya, keluarga yang dibinanya juga akan berkulaitas sehingga akhirnya sebuah masyarakat madani yang dirindukan selama ini juga dapat terwujud.

Ceramah Kultum : Membiasakan Berbuat Baik selama Ramadhan


Dalam suatu hadits qudsi, Allah SWT berfirman Jikalau seseorang hamba itu mendekat padaKu sejengkal, maka Aku mendekat padanya sehasta dan jikalau ia mendekal padaKu sehasta, maka Aku mendekat padanya sedepa. Jikalau hamba itu mendatangi Aku dengan berjalan, maka Aku mendatanginya dengan bergegas. (HR. Bukhari) Didalam melihat jalan hidup masyarakat di sekitar kita, bisa kita lihat bahwa beberapa orang mempunyai kecenderungan tertentu. Orang yang terbiasa berbuat maksiyat, maka dari hari kehari dia akan semakin terjerumus kedalam lembah yang hitam. Sebaliknya orang yang suka sholat berjamaah ke masjid, maka dia akan ramah ke tetangganya, rutin berinfaq dan bahagia kehidupan keluarganya. Semakin seseorang memperbanyak dan membiasakan berbuat baik, maka semakin banyak terbuka pintu-pintu kebaikan yang lain. Hal ini sesuai dengan hadits qudsi diatas bahwa semakin tinggi intensitas dan kualitas ibadah kita kepada Allah SWT maka semakin dekatlah kita denganNya. Salah satu kunci kesuksesan hidup kita adalah bagaimana kita membiasakan berbuat baik. Semakin kita terbiasa berbuat baik, maka semakin mudah jalan kita untuk mencapai kebahagiaan hidup. Agar manusia terbiasa beribadah, maka beberapa ibadah dilakukan berulang dalam kurun waktu tertentu seperti sholat lima kali dalam sehari, puasa sunnah dua kali seminggu dan sholat jumat sekali sepekan. Permasalahan awal yang biasanya ditemukan dalam melakukan sesuatu yaitu dalam memulainya. Memulai suatu aktifitas terkadang lebih berat dibandingkan ketika melaksanakannya. Maka ketika kita mendorong mobil yang mogok, akan diperlukan tenaga yang besar saat sebelum mobil bergerak. Setelah mobil tersesebut bergerak, diperlukan daya dorong yang kecil. Ada juga sifat kita yang menunda perbuatan baik, padahal perbuakan baik janganlah ditunda. Kalau kita ada keinginan untuk menunda, maka tundalah untuk menunda. Hal ini seperti yang disampaikan Rasulullah saw: Bersegeralah untuk beramal, jangan menundanya hingga datang tujuh perkara. Apakah akan terus kamu tunda untuk beramal kecuali jika sudah datang: kemiskinan yang membuatmu lupa, kekayaan yang membuatmu berbuat melebihi batas, sakit yang merusakmu, usia lanjut yang membuatmu pikun, kematian yang tiba-tiba menjemputmu, dajjal, suatu perkara gaib terburuk yang ditunggu, saat kiamat, saat bencana yang lebih dahsyat dan siksanya yang amat pedih. (HR. Tirmidzi) Salah satu cara untuk mempermudah kita dalam memulai suatu amal ibadah adalah dengan mengetahui akan besarnya manfaat yang akan dirasakan. Segala hambatan atau godaan untuk tidak melaksanakan kebaikan tersebut akan bisa dilewatkan dengan keyakinan yang kuat. Oleh sebab itu, kita wajib untuk mencari ilmu tentang fadhilah (kelebihan) dari suatu amalan atau

ibadah. Bahkan untuk menguatkan hati, kita juga perlu mencari ilmu secara berulang kali. Bahkan beberapa pengulangan dalam Al Quran digunakan agar manusia semakin ingat.


Dan sesungguhnya dalam Al Quran ini Kami telah ulang-ulangi (peringatan-peringatan), agar mereka selalu ingat. Dan ulangan peringatan itu tidak lain hanyalah menambah mereka lari. (QS. Al Israa 41) Jadi, mulailah perbuatan baik yang ingin anda lakukan sekarang dan jangan ditunda. Kalau belum yakin, perluas dan perdalam ilmu agar kita semakin yakin. Wallahu alam bish showab.

MEMBANGUN KELUARGA ISLAMI


4:21) yang kata ini digunakan juga untuk menyebut perjanjian antara para Nabi dengan Allah Swt dalam mengemban perjuangan dawah (QS 33:7). Oleh karena itu pernikahan dan walimatul arusy harus dilaksanakan yang sesuai dengan ajaran Islam. Karena itu pernikahan jangan sampai dinodai dengan hal-hal yang bernilai maksiat. Sesudah pernikahan berlangsung, kehidupan berumah tanggapun harus dijalani dengan sebaik-baiknya meskipun tantangan dan godaan menjalani kehidupan rumah tangga yang Islami sangat banyak. Untuk menjalani kehidupan rumah tangga yang islami, ada beberapa hal yang harus mendapat perhatian suami dan isteri. 1. Memperkokoh Rasa Cinta. Cinta merupakan perekat dalam kekokohan kehidupan rumah tangga, bila rasa cinta suami kepada isteri atau sebaliknya telah hilang dari hatinya, maka kehancuran rumah tangga sangat sulit dihindari. Oleh karena itu suasana cinta mencintai harus saling ditumbuh-suburkan atau diperkokoh, tidak hanya pada masa-masa awal kehidupan rumah tangga, tapi juga pada masamasa selanjutnya hingga suami isteri mencapai masa tua dan menemui kematian. Rasulullah Saw sebagai seorang suami berhasil membagi dan menumbuh-suburkan rasa cinta kepada semua isterinya sehingga isteri yang satu mengatakan dialah yang paling dicintai oleh Rasul, begitu juga dengan isteri yang lainnya. Berumah tangga itu diumpamakan seperti orang yang sedang berlayar, ketika pelayaran baru dimulai, kondisi di kapal masih tenang karena disamping penumpangnya betul-betul ingin menikmati pelayaran itu, juga karena belum ada kesulitan, belum ada ombak dan angin kencang yang menerpa, tapi ketika kapal itu telah mencapai lautan yang jauh, barulah terasa ombak besar dan angin yang sangat kencang menerpa, dalam kondisi seperti itu saling mengokohkan rasa cinta antara suami dengan isteri menjadi sesuatu yang sangat penting dalam menghadapi dan mengatasi terpaan badai kehidupan rumah tangga. Pernikahan dilangsungkan dengan maksud agar lelaki dan wanita yang mengikat hubungan suami isteri dapat memperoleh ketenangan dan rasa cinta. Allah berfirman yang artinya: Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menjadikan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar menjadi tanda-tanda bagi kaum yang berpikir (QS 30:21). 2. Saling Hormat Menghormati. Saling cinta mencintai itu harus diperkokoh dengan saling hormat menghormati, suami hormat kepada isteri dengan memberikan penghargaan yang wajar terhadap hal-hal baik yang dilakukan isterinya, begitu juga dengan isteri terhadap suaminya dengan menerima apa-apa yang diberikan suami meskipun jumlahnya tidak banyak. Awal-awal kehidupan rumah tangga selalu dengan masa romantis yang segalanya indah, bahkan adanya kelemahan dan kekurangan tidak terlalu dipersoalkan, romantisme memang membuat

penilaian suami terhadap isteri dan isteri terhadap suaminya menjadi sangat subyektif. Tapi ketika rumah tangga berlangsung semakin lama mulailah muncul penilaian yang obyektif dalam arti suami menilai isteri atau isteri menilai suami apa adanya. Dulu ketika masa romantis, kekurangan masing-masing sebenarnya sudah terlihat tapi tidak terlalu dipersoalkan, tapi sekarang kekurangan yang tidak prinsip saja dipersoalkan, dalam kondisi seperti itulah diperlukan konsolidasi hubungan antara suami dan isteri hingga masing-masing menyadari bahwa memang kekurangan itu ada tapi dia juga harus menyadari akan adanya kelebihan. Dalam kehidupan rumah tangga Rasulullah Saw, beliau telah mencontohkan kepada kita betapa beliau berlaku baik kepada keluarganya, dalam satu hadits beliau bersabda: Orang yang paling baik diantara kamu adalah yang paling baik dengan keluarganya dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku (HR. Thabrani). 3. Saling Menutupi Kekurangan. Suami dan isteri tentu saja memiliki banyak kekurangan, tidak hanya kekurangan dari segi fisik, tapi juga dari sifat-sifat. Oleh karena itu suami isteri yang baik tentu saja menutupi kekurangankekurangan itu yang berarti tidak suka diceriterakan kepada orang lain, termasuk kepada orang tuanya sendiri. Meskipun demikian dengan maksud untuk konsultasi dan perbaikan atas persoalan keluarga kepada orang yang sangat dipercaya, maka seseorang boleh saja mengungkapkan kekurangan sifat-sifat suami atau isteri. 4. Kerjasama Dalam Keluarga. Dalam mengarungi kehidupan rumah tangga tentu saja banyak beban yang harus diatasi, misalnya beban ekonomi, dalam hal ini suami harus mencari nafkah dan isteri harus membelanjakannya dengan sebaik-baiknya dalam arti untuk membeli hal-hal yang baik dan tidak boros. Begitu juga dengan tanggung jawab terhadap pendidikan anak yang dalam kaitan ini diperlukan kerjasama yang baik antara suami dan isteri dalam menghasilkan anak-anak yang shaleh. Kerjasama yang baik dalam mendidik anak itu antara lain dalam bentuk sama-sama meningkatkan keshalehan dirinya sebagai orang tua karena mendidik anak itu harus dengan keteladanan yang baik, juga tidak ada kontradiksi antara sikap bapak dengan ibu dalam mendidik anak dan sebagainya. Keharusan kita bekerjasama dalam hal-hal yang baik difirmankan Allah yang artinya: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran (QS 5:2). 5. Memfungsikan Rumah Tangga Secara Optimal. Masa sesudah menikah juga harus dijalani dengan memfungsikan keluarga seoptimal mungkin sehingga rumah tangga itu tidak sekedar dijadikan seperti terminal dalam arti anggota keluarga menjadikan rumah sekedar untuk singgah sebagaimana terminal, tapi semestinya rumah tangga itu difungsikan sebagai tempat kembali guna menghilangkan rasa penat dan memperbaiki diri dari pengaruh yang tidak baik serta memperkokoh hubungan dengan sesama anggota keluarga.

Oleh karena itu keluarga harus dioptimalkan fungsinya seperti masjid dalam arti rumah difungsikan juga sebagai tempat untuk mengokohkan hubungan dengan Allah Swt dan sesama anggota keluarga sehingga bisa dihindari sikap individual antar sesama anggota keluarga. Disamping itu rumah juga harus difungsikan seperti madrasah yang anggota keluarganya harus memperoleh ilmu dan pembinaan karakter sehingga suami dan isteri diharapkan berfungsi seperti guru bagi anak-anaknya yang memberikan ilmu dan keteladanan yang baik. Yang juga penting dalam kehidupan sekarang dan masa mendatang adalah memfungsikan keluarga seperti benteng pertahanan yang memberikan kekuatan pertahanan aqidah dan kepribadian dalam menghadapi godaan-godaan kehidupan yang semakin banyak menjerumuskan manusia ke lembah kehidupan yang bernilai maksiat dalam pandangan Allah dan rasul-Nya. Mewujudkan rumah tangga yang Islami merupakan sesuatu yang tidak mudah, banyak sekali kendala, baik internal maupun eksternal yang harus dihadapi. Namun harus diingat bahwa kendala yang besar dan banyak itu bukan berarti mewujudkan rumah tangga yang Islam tidak bisa, setiap kita harus yakin akan kemungkinan bisa membentuk rumah tangga yang Islami, kalau kita sudah yakin, maka kita dituntut membuktikan keyakinan itu dengan kesungguhan. Hal ini karena melaksanakan ajaran Islam memang sangat dituntut kesungguhan yang sangat. Akhirnya untuk meraih kehidupan rumah tangga yang bahagia, ada baiknya kita telaah hadits Rasul saw berikut ini: Empat perkara yang merupakan dari kebahagian seseorang, yaitu: mempunyai isteri yang shalehah, mempunyai anak yang berbakti, mempunyai teman yang shaleh dan mencari rizki di negerinya sendiri (HR. Dailami dari Ali ra)

GANJARAN SEDEKAH
"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir, seratus biji, Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (Karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui" (QS. Al-Baqarah:261) Kebaikan yang dikerjakan oleh setiap muslim akan diganjar Allah 10 kali lipat sampai 700 kali lipat. Tidak terkecuali bersedekah dan berinfak di jalan Allah SWT. Bersedekah termasuk ibadah yang bermanfaat bagi si pelaku dan objek yang menerima sedekah tersebut. Bersedekah itu tidak mengurangi harta, bahkan harta yang disedekahi akan membawa berkah. Hal itu dipraktekan oleh Rasulullah saw seperti yang diriwayatkan oleh Hakim bin Hizam bahwa Rasulullah saw itu senang bersedekah tetapi beliau tidak mau menerima sedekah. Banyak orang masuk Islam karena pemberian dari Rasulullah saw. Tetapi Annas bin Malik melaporakan bahwa mereka masuk Islam di pagi hari disebabkan oleh dunia, di sore hari mereka telah berubah, dan justru mengeluarkan hartanya di jalan Allah SWT. Nabi Muhammad saw mengingatkan bahwa manusia senang membanggakan hartanya, sementara yang dia dapat menikmatinya hanya sedikit; barang yang dipakai akan usang, makanan yang dimakan menjadi sari dan kotoran, dan yang disedekahkan di jalan Allah , itu saja yang tertinggal dan bermanfaat (HR. Muslim).

Alangkah beruntungnya orang yang mengerti terhadap amanat harta yang diembanya, sehingga dia tidak berkeberatan untuk menyalurkannya di jalan Allah, itulah harta yang berkah.

You might also like