You are on page 1of 5

FUNGSIONALISME

I Aliran-aliran yang berkembang pada ranah linguistik sangatlah dipengaruhi oleh bidang ilmu lain dan paham-paham yang ada disekitarnya. terutama yang serumpun dalam ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Fungsionalisme dalam kajian linguistik merupakan pengaruh dari beberapa paham dalam ilmu seperti antropologi, sosiologi dan psikologi. Paham yang ada disekitar kemunculan fungsionalisme sebagai akarnya adalah strukturalis meskipun ada yang berpendapat berbeda tentang hal ini. Dalam ilmu antropologi, fase perkembangannya lebih dahulu kemunculan fungsionalisme dari pada strukturalisme itu sendiri. Akan tetapi untuk bidang linguistik, strukturalisme merupakan akar dari kemunculan fungsionalisme atau struktural fungsional, yang kemudian Halliday menyebutnya dengan Linguistik Struktural Fungsional (SFL) atau Linguistik Fungsional Sistemik. Makalah ini akan menjelaskan tentang kemunculan fungsionalisme dalam kajian linguistik dan pemikiran Halliday tentang Linguistik Struktural Fungsional tersebut. II Berikut ini akan dijelaskan tentang kemunculan fungsionalisme dalam bidang ilmu sosial yang mana mempengaruhi kemunculan fungsionalisme atau struktural fungsional dalam ranah ilmu linguistik. Berbicara tentang faham dan pemikiran tentunya tidak bisa dilepaskan dari tokoh dan fenomena yang ada disekitarnya. Acuan dalam menjelaskan kemunculan fungsionalisme itu akan dimulai dari Saussure sebagai pelopor Linguistik moderen disamping klaim bahwa fungsionalisme ini berakar dari struktruralisme. Saussure lahir pada tahun 1857, merupakan anak dari seorang naturalis yang dilingkupi oleh keluarga yang kuat dalam bidang ilmu alam. Ia mengenal linguistik dari seorang filolog yang bernama Adolf Pictet. Pemikir yang kuat pada zamannya antara lain adalah Sigmund Freud (bidang psikologi) dan Durkheim (bidang fisika sosial). Penjelasan-penjelasan

Saussure tentang strukturalism kemudian diadopsi oleh bidang lain seperti antropologi dan semiotik. Strukturalisme dalam bidang antropologi banyak dipengaruhi oleh pemikiran Brownislaw Kasper Malinowski (1884-1942). Prinsip-prinsip yang dikembangkan olehnya juga merupakan pengaruh dari ilmu linguistik modern de Saussure. Pak Malinowski ini merupakan pelopor ethnografi dan pelopor kemunculan struktural fungsional dan kemudian juga mempengaruhi ahli-ahli sosiologi dan linguistik. J.R. Firth seorang ahli linguistik Inggris juga mendapat pengaruh besar dari Malinowski. Strukturalisme dalam bidang antropologi semakin mencuat berkat pengaruh Claude-Levistrauss, bahkan memberi pengaruh besar terhadap sosiologi, sastra dan bahasa serta filsafat. Pengaruh strukturalis dalam bidang Sosiologi dilakukan oleh Emile Durkheim (1858-1917). Terma yang terkenal dari Pak Durkheim ini adalah kesadaran kolektif. Pemikiranpemikirannya tenta strata sosial dan institusi sosial juga sebagai pemicu lahirnya fungsionalisme dalam ilmu sosiologi. Teori itu kemudian dikemukakan oleh Kingsley dan Wilbert Moore pada tahun 1945. Talcott Parsons juga merupaka seorang ahli sosiologi yang juga mengembangkan teori fungsional struktural (Adaptation, Goal attainment, Integration, Latency). Roland Barthes juga memberi pengaruh struktural kuat terhadap sosiologi terutama tentang teori-teori sosial dan marxisme. Ada beberapa penganut struktural yang berasal dari Amerika seperti Fanz Boas (1858-1942), Edward Sapir (1884-1939), Benjamin Lee Whorf (1897-1941) dan Leonard Bloomfield. Kontribusi Boas adalah pada pengumpulan informasi tentang bahasa-bahasa dan budaya orang asli Amerika. Metode-metode inilah yang kemudian menjadi basis strukturalisme di Amerika. Sapir merupakan murid dari Boas. Mereka mencoba menggabungkan psikologi dan antropologi dalam melihat bahasa yang mana sangat berhubungan dengan cara hidup dan pemikiran dari penutur. Pemikiran inilah yang kemudian dikembangkan oleh Whorf sehingga melahirkan Hipotesis Sapir-Whorf yang mana mengatakan bahwa struktur bahasa seseorang ketika berbicara menentukan atau menjelaskan bagaimana dia melihat dan mempersepsikan dunia. Sementara itu kontribusi Bloomfield adalah mengokohkan berdirinya linguistik sebagai sains. Dia juga menolak kesimpulan yang bersifat mentalistik dari Boas dan Sapir yang banyak dipengaruhi oleh psikologi behavioris. Namun pada akhirnya Bloomfield juga mendapat tantangan dari Noam Chomsky terutama dalam kajian Sintaksis dengan karyanya yang berjudul Struktur Sintaksis (formalis). Pendekatan mentalistik yang diapliksikan Chomsky dan Chomskian melahirkan teori generatif semantik, gramar leksikal fungsional, dll. Kemunculan aliran fungsionalisme dalam bidang linguistik merupakan kontribusi dari berbagai bidang ilmu diantranya adalah antropologi, sosiologi, dan psikologi yang menganut strukturalisme. Hal ini dapat dilihat dari pengaruh besar Saussure hingga Chomskian. Fungsionalisme dalam kajian ini kemudian lebih dikenal dengan sebutan Struktural Fungsional. Hal yang menonjol dalam kemunculan struktural fungsional dalam ranah linguistik yang dikembangkan oleh Halliday diasumsikan sebagai pengaruh dari tiga bidang ilmu yaitu antropologi, sosiologi dan psikologi. Dalam bidang antropologi yang menonjol adalah tentang sistem tanda (semiotik). Untuk bidak sosiologi adalah pengaruh Barthes tentang peran dan status sosial. Dan selanjutnya dalam bidang psikologi adalah pengaruh behaviorist dan teori kesadaran.

III Pengaruh terbesar dari Struktural Fungsional Halliday berasal dari pemikiran J.R. Firth dan pengaruh mazhab Prague (baca Praha). Firth sendiri mendapatkan pengaruh besar dari Malinowski. Penekanan teori Halliday ini ada pada sisi makna simbol dalam konsep Saussure dan konsep ide yang menyatakan bahwa bahasa itu terbentuk dari bagaimana bahasa itu digunakan. Hal lain yang bisa dilihat bahwa Halliday menganggap bahasa sebagai fondasi bagi pengalaman manusia. Makna menjadi tekanan pada prinsip ini selain dari fungsi atau dapat dikatakan bahwa fungsi dan makna sebagai basis bahasa manusia dan aktifitas komunikasi. Dengan basis struktural yang bertumpu kepada sintaksis, maka pengertian bahasa selajutnya adalah sebagai sebuah rangkaian konstruksi yang terdiri dari morfim hingga struktur wacana. Pendapat lain juga mengatakan bahwa teori ini melihat bahasa sebagai sebuah bentuk semiotik sosial dimana seseorang menggunakan bahasa untuk mencapai tujuan dengan mengekspresikan makna sesuai konteks. Pendekatan yang dipakai oleh Halliday adalah konsep konteks situasi yang tercipta dari hubungan sistematis antara lingkungan sosial dan fungsi organisasional bahasa.

Setiap ujaran berarti sebuah tindakan (speech act), tindakan tersebut terjadi sebagai sebuah bentuk interaksi dalam sebuah kontek social. Kontek social ini dapat berupa struktur struktur lain berupa realitas dan fakta social. Jika kita hubungkan dengan pendapat Barthes tentang institusi social, peran dan status social, maka setiap ujaran tersebut akan diucapkan oleh seseorang yang memiliki status social dan melakukan sebuah peran dalam perwujudan sistem ide. Siapa yang bicara, dimana, untuk keperluan apa, dalam konteks situasi disebut sebagai register. Sementara makna tuturan juga ada dalam lingkup konteks budaya dan hal yang begitu disebut dengan genre. Bahasa sebagai unsur kebudayaan membentuk sebuah sistem dalam kajian antropologi. Sementara fungsional menurut pandangan antropologi adalah: sebuah kebudayaan akan tetap ada dan dipakai (fungsional) apabila kebudayaan tersebut memenuhi kebutuhan individu atau kolektif. Contohnya, budaya gotong royong masih dipertahankan apabila mampu memenuhi

kebutuhan individu dan kolektif, tapi apabila tidak maka bentuk gotong royong akan hilang. Kelemahannya dalam kajian antropologi adalah perubuhan kebudayaan itu sendiri bukanlah menjadi persoalan, atau hal yang bias dijelaskan. Hal lain yang bias kita lihat adalah adanya sistem yang membuatnya fungsional. Istilah sistem dalam Linguistik Fungsional Sistemik ini dapat diacukan dari pendekatan antropologi ini, dan juga dalam pendekata sosiologi. Sebuah institusi sosial seperti kampus, aka nada pembagian peran yang melekat dengan status secara structural mulai dari rector sampai kepada staf. Apabila satu sub sistem tidak berfungsi dengan baik, maka akan mengganggu kerja sistem yang lain. Penekanan yang diadopsi oleh Halliday tentang sistem dalam Linguistik Fungsional merupakan gabungan antara Sistem symbol dan sistem sosiologi (kontek situasi). Hal ini bisa dilihat dengan munculnya istilah istilah sebagai berikut:

Tokens: the number of individual items/words Types: the different kinds of words used, e.g., lexical (content) items and grammatical (function) items Lexical Density: The ratio of lexical and grammatical items in an utterance or text; a "measure of information density within a text" Take-home message: Written language is lexically dense, while oral language is syntactically more complex. SYSTEMIC SEMANTICS: TEXTUAL, INTERPERSONAL, and IDEATIONAL aspects of LANGUAGE

Textual: type/token ratios, vocabulary use, register Interpersonal: speech-function, exchange structure, involvement and detachment, personal reference, use of pronouns, "interactive items" showing the position of the speaker (just, whatever, basically, slightly), discourse markers (words that moderate/monitor the interaction, e.g., well, might, good, so, anyway)
A spoken corpus is primarily an "I", "You" text; the world as seen by you and me.Illustrates INVOLVEMENT A written corpus often takes 3rd person and objective reporting styles (it, he, she, and passive voice).Illustrates DETACHMENT

Ideational: propositional content; modality through (in English) modal auxiliaries, e.g., (in Yates, 1996:42) modals of obligation (must, need, should) modals of ability and possibility (can, could) modals of epistemic possibility (may, might) modals of volition and prediction (will, shall) hypothetical modals: (would, should) The ANALYSIS of CONTEXT is broken down into FIELD, TENOR, AND MODE, which collectively constitute the"register" of a text.

Field: what is happening, the nature of the social interaction taking place: what is it that the participants are engaged in, in which language figures as an essential component?

Tenor: who is taking part; the social roles and relationships of participant, the status and roles of the participants Mode: the symbolic organization of the text, rhetorical modes (persuasive, expository, didactic, etc); the channel of communication, such as spoken/written, monologic/dialogic, +/- visual contact, computer-mediated communication/telephone/F2F, etc. IV Kelahiran SFL ini merupakan proses dari perkembangan faham struktural Ferdinan de Saussure yang basisnya merupakan linguistik mikro dan kemudian merambah kepada bidang ilmu antropologi, sosiologi, psikologi dan lain-lain. Walau terjadi pertentangan dan perbedaan beberapa orang pemikir, akan tetapi SFL mencoba menggabungkan semuanya dalam kerangka strukturalis. Konsep konsep yang berusaha disatukan Halliday dalam SFL adalah kesadaran sosial, semiotik, morfosintaksis, sistem sosial, register dan konteks budaya. Hal ini tentunya juga terlihat dari apa yang digiati oleh Halliday sendiri, yang fokus pada perkembangan dan pemilikan bahasa. Teori dan pendekatan Halliday ini sangat berpengaruh saat ini dalam kajian Applied linguistik terutama pengajaran bahasa. Hal inilah sebenarnya yang mendasari Communicative Language Teaching sebagai metode dan beserta teknik-teknik yang dapat dikembangkan dari pendekatan Linguistik Fungsional Sistemik.

You might also like