You are on page 1of 7

1

Geo-Environment Scholars Championship 2013

Peta Hijau Tematik sebagai Alternatif Permasalahan Sampah (Studi Kasus Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat)
Mega Dharma Putra, Etik Siswanti Fakultas Geografi UGM, Sekip Utara Jalan Kaliurang, Bulaksumur, Yogyakarta, 55281 Email: mega.dharma@mail.ugm.ac.id; siswanti.etik@yahoo.com ABSTRAK Peningkatan jumlah penduduk di Kota Bandung berbanding lurus dengan volume sampah yang dihasilkan. Penanganan yang efisien dan efektif sangat diperlukan karena pengelolaan sampah yang kurang tepat akan menimbulkan bencana. Contoh bencana yang terjadi di tahun 2005 akibat pengelolaan sampah yang kurang baik menyebabkan sampah di TPA Leuwigajah sebanyak 2.200.000 m3 longsor dan menimpa permukiman penduduk hingga menyebabkan 156 korban jiwa (Badan Litbang DPU, 2009). Sistem yang telah dilakukan selama ini berorientasi pada pengumpulan sampah dari berbagai titik dan dikumpulkan di satu titik sebagai pusatnya. Titik pusat ini biasanya berperan sebagai Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan sampah akan diolah lebih lanjut di TPA tersebut. Alternatif lain dari sistem ini adalah memperbanyak TPA untuk mengelola sampah. Cara tersebut kurang efektif mengingat waktu akumulasi sampah akan relatif lebih cepat daripada mencari ruang baru sebagai TPA. Perlu diingat bahwa ruang adalah sesuatu yang tidak akan bertambah, sehingga akan lebih tepat apabila alternatif pengelolaan sampah berfokus pada cara untuk mengurangi produksi sampah secara massal. Pemanfaatan peta yang terintegrasi dengan prinsip 3R dapat digunakan sebagai teknologi untuk menyediakan media yang informatif terkait sebaran lokasi pengelolaan sampah. Hal ini dilakukan tahun 2011 oleh Tim Peta Hijau Bandung, Jawa Barat yang membuat Peta Tematik Permasalahan Sampah Kota Bandung. Hal tersebut tentu memberikan pengetahuan bagi masyarakat Kota Bandung dan diharapkan akan tumbuh dan berkembang kesadaran masyarakat Kota Bandung, minimal dengan menempatkan sampah pada pengelolaan yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aplikasi peta hijau sebagai alat yang dipadukan dengan prinsip 3R untuk mengurangi volume sampah di Kota Bandung. Fokus penelitian ini menitikberatkan kepada pemanfaatan peta hijau sebagai alat untuk menekan volume sampah di Kota Bandung. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Data yang digunakan ada dua yaitu data primer dan data sekunder. Peta Tematik Persampahan Kota Bandung memiliki berbagai informasi yang dibutuhkan terkait persampahan. Keberadaan peta ini diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran masyarakat Kota Bandung untuk mengolah sampah mulai dari tingkat rumah tangga. Berawal dari hal tersebut, volume sampah di Kota Bandung secara akumulatif akan berkurang karena partisipasi aktif dari masyarakat. Kata Kunci: Kota Bandung, Peta Tematik Persampahan Kota Bandung, Sampah. 1. Pendahuluan Peningkatan urbanisasi di Indonesia salah satunya terjadi di Provinsi Jawa Barat yang merupakan provinsi dengan jumlah penduduk paling tinggi di Indonesia (Nurwati dkk, 2005). Tingginya urbanisasi juga terjadi di Kota Bandung dengan jumlah penduduk sebesar 1.816.385 jiwa pada tahun 1994 dan meningkat menjadi 2.228.268 jiwa pada tahun 2003 (BPS, 1995 dan BPS, 2005). Faktor utama yang mendasari perpindahan penduduk tersebut adalah adanya perbedaan nilai kebermanfaatan dalam suatu daerah sehingga menyebabkan penduduk berpindah tempat untuk mencari kondisi yang lebih baik. Peningkatan jumlah penduduk di Kota Bandung akan berpengaruh pada volume sampah yang dihasilkan. Hasil penelitian terkait timbulan dan karakteristik sampah di Kota Bandung tahun 1994 oleh Badan Litbang Departemen Pekerjaan Umum (2009) mencatat jumlah timbulan sampah permukiman rata-rata sebesar 1,98 L/O/H dan hasil penelitian tahun 2003 oleh lembaga yang sama menunjukkan jumlah timbulan sampah permukiman meningkat menjadi 3,0 L/O/H. Diperlukan penanganan yang efisien dan efektif dalam menghadapi permasalahan sampah. Pengelolaan sampah yang kurang tepat akan menimbulkan bencana. Contoh bencana yang terjadi di tahun 2005 akibat pengelolaan sampah yang kurang baik menyebabkan sampah di TPA Leuwigajah sebanyak 2.200.000 m3

longsor dan menimpa permukiman penduduk hingga menyebabkan 156 korban jiwa (Badan Litbang DPU, 2009). Sistem yang telah dilakukan selama ini berorientasi pada pengumpulan sampah dari berbagai titik dan dikumpulkan di satu titik sebagai pusatnya. Titik pusat ini biasanya berperan sebagai Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan sampah akan diolah lebih lanjut di TPA tersebut. Kelemahan dari sistem ini adalah waktu untuk mengumpulkan sampah dari berbagai titik lebih singkat daripada waktu pengolahan sampah sehingga akan terjadi penumpukkan sampah. Alternatif lain dari sistem ini adalah memperbanyak TPA untuk mengelola sampah. Cara tersebut kurang efektif mengingat waktu akumulasi sampah akan relatif lebih cepat daripada mencari ruang baru sebagai TPA. Perlu diingat bahwa ruang adalah sesuatu yang tidak akan bertambah, sehingga akan lebih tepat apabila alternatif pengelolaan sampah berfokus pada cara untuk mengurangi produksi sampah secara massal. Konsep pengelolaan sampah terpadu yang fokus untuk mengurangi produksi sampah adalah prinsip 3R yaitu reduce, reuse dan recycle namun pengelolaan dengan prinsip 3R belum berjalan efisien dan efektif. Sarana dan prasarana yang kurang memadai, tidak adanya tokoh lingkungan, hingga kesadaran masyarakat yang rendah masih menjadi kendala yang menghambat implementasi pengolahan sampah 3R. Bagi sebagian besar warga kota, mengolah sampah dengan prinsip 3R masih belum menjadi prioritas karena masih banyak pekerjaan lain yang lebih penting. Hal ini wajar mengingat dampak pengolahan sampah 3R yang diterima individu tidak terlalu signifikan. Dampak pengolahan sampah 3R baru akan terlihat apabila dilakukan secara massal karena angka penurunan produksi sampah dari tiap orang akan terakumulasi dan menunjukkan jumlah yang signifikan. Oleh karena itu, informasi terkait lokasi-lokasi pengelolaan sampah penting untuk diketahui masyarakat perkotaan sebagai upaya meminimalisasi kemungkinan sampah yang tidak diolah. Pemanfaatan peta yang terintegrasi dengan prinsip 3R dapat digunakan sebagai teknologi untuk menyediakan media yang informatif terkait sebaran lokasi pengelolaan sampah. Hal ini dilakukan oleh Tim Peta Hijau Bandung, Jawa Barat tahun 2011 yang membuat Peta Tematik Permasalahan Sampah Kota Bandung (PTPKB). Masyarakat Kota Bandung ikut berpartisipasi memetakan lokasi-lokasi pengelolaan sampah yang masih ada secara langsung di lapangan. Hal tersebut tentu memberikan pengetahuan bagi masyarakat Kota Bandung dan diharapkan akan tumbuh dan berkembang kesadaran masyarakat Kota Bandung, minimal dengan menempatkan sampah pada lokasi pengelolaan sampah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aplikasi peta hijau sebagai alat yang dipadukan dengan prinsip 3R untuk mengurangi volume sampah di Kota Bandung. Dasar Teori Sampah Kota Bandung Badan Litbang Departemen Pekerjaan Umum (2009) mendefinisikan sampah perkotaan sebagai material hasil sisa kegiatan manusia, seperti rumah tangga, industri, komersial, dan aktivitas lainnya yang belum mempunyai nilai ekonomi. Timbulan sampah akan menjadi masalah karena sifat sampah membutuhkan waktu yang lama untuk terurai, kecuali sampah organik yang membutuhkan beberapa minggu agar terurai (Tabel 1).
Tabel 1. Waktu yang Dibutuhkan untuk Menghancurkan Sampah

Jenis Sampah Sampah organik (tumbuhan/sayuran, buah dan sejenisnya) Kertas Baju katun Kayu Wool Aluminium, kaleng dan sejenisnya Kantong plastic Botol gelas

Waktu untuk menghancurkan 1-2 minggu 10-30 hari 2-5 bulan 10-15 tahun 1 tahun 100-500 tahun 300-400 tahun Belum diketahui

Sumber: Badan Litbang Departemen Pekerjaan Umum (2009)

Menurut Undang-Undang Nomor 81 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah menjelaskan bahwa pengelolaan sampah adalah kegiatan sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang mencakup pengurangan dan penanganan sampah dimana setiap orang wajib untuk melakukannya (pasal 1 dan 10). Sebelum sampah dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) ada

beberapa tahapan pemrosesan sampah. Tahap pertama sampah ditampung di TPS, yaitu tempat sebelum sampah diangkut menuju tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu. Selanjutnya sampah dibawa ke TPS 3R yaitu tempat sampah dengan prinsip 3R ( reduce, reuse, dan recycle) kemudian ke TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu). Disinilah sampah dikumpulkan, dipilah, digunakan ulang, didaur ulang, diolah, dan diproses akhir. Terakhir adalah sampah diproses di TPA guna mengembalikan sampah ke lingkungan (pasal 1). Kondisi pengelolaan sampah Kota Bandung saat ini masih menggunakan sistem sentralisasi dimana proses pemilahan masih dilakukan oleh pemulung di tempat pembuangan sampah sementara. Di tempat pembuangan akhir sampah diolah dengan cara dibakar dengan incinerator, dikompos, serta didaur ulang. Data dari BPS (2001, dalam Badan Litbang DPU, 2009) menyebutkan timbulan sampah yang diangkut ke TPA sekitar 59,51%, sisanya dikelola dengan cara ditimbun (7,54%), dijadikan kompos dan didaur ulang (1,61%), dibakar (35,49%), dan sisanya dibuang ke lingkungan. Apabila ke depannya sistem ini masih diberlakukan maka permasalahan sampah di kota Bandung tidak akan terselesaikan. Mengingat kemampuan pelayanan Dinas Kebersihan Bandung hanya sekitar 65% dalam pengelolaan sampah (Surakusumah, 2008). Peran masyarakat sangat diperlukan dalam pengelolaan sampah ini. Bagaimanapun aktifnya pemerintah menggiatkan program pengelolaan sampah jika tidak ada partisipasi masyarakat maka volume sampah tidak akan berkurang. Perlu adanya upaya menumbuhkan kesadaran masyarakat melalui sosialisasi yang intensif (DPPITTG UNPAD, 2002). Peta Hijau Green Map atau Peta Hijau adalah suatu alat yang bertujuan membantu pemakainya untuk mengenali lingkungan baik positif maupun negatif melalui ikon-ikon khusus (Green Map Indonesia, 2008). Peta hijau yang ideal dibuat oleh masyarakat atau relawan yang mempunyai latar belakang bervariasi. Melalui keterlibatan dan pengenalan tersebut, diharapkan proses dialog bersama terkait kondisi lingkungan tersebut dari berbagai perspektif dapat berlangsung. Masyarakat pun mampu menentukan sendiri rencana apa yang tepat dan dibutuhkan oleh lingkungannya. Proses pembuatan peta hijau bersifat lokal karena proses yang dijalani oleh masyarakat di suatu daerah bisa berbeda dengan kelompok masyarakat di daerah lainnya. Namun, secara umum ada langkah-langkah tertentu yang bisa dijadikan panduan dalam membuat peta hijau. Berdasarkan Panduan Kegiatan Peta Hijau, terdapat 8 tahap untuk dapat membuat peta hijau, yaitu (1) membentuk kelompok kerja; (2) menentukan tujuan dan ruang lingkup; (3) mendaftarkan Proyek Peta Hijau; (4) penetuan dan penggalian data; (5) kompilasi dan tinjauan data; (6) Desain Peta; (7) Distribusi Peta; dan (8) proses evaluasi (Green Map Indonesia, 2008). 2. Metode Fokus penelitian ini terletak pada penggalian manfaat peta hijau sebagai alat untuk menekan volume sampah di Kota Bandung. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, yaitu metode yang menitikberatkan pada proses, peristiwa, dan otensitas (Somantri, 2005). Penelitian kualitatif menggunakan logika induktif yang didapatkan dari interaksi antara peneliti dengan informan (Creswell, 1994 dalam Somantri, 2005). Jenis metode kualitatif yang digunakan adalah analisis isi yang kajiannya berorientasi pada dokumen yang ada (Gabrium et al, 1992 dalam Somantri, 2005). Dokumen yang diteliti adalah peta tematik persampahan itu sendiri. Data yang digunakan ada dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara mendalam kepada Koordinator Umum Peta Tematik Persampahan Kota Bandung yaitu Christian Natalie. Data sekunder didapatkan dari berbagai referensi seperti buku, jurnal, dan sebagainya. Analisis data dilakukan secara deskriptif dimana objek kajian didiskripsikan secara rinci. 3. Hasil dan Pembahasan Kondisi Geografis Kota Bandung Secara geografis Kota Bandung berada di Jawa Barat dan berperan sebagai Ibu kota Provinsi Jawa Barat. Kota Bandung berada di 107o 430 Bujur Timur dan 6o 00 6o 20 Lintang Selatan. Kota Bandung terletak pada ketinggian 768 mdpl dengan titik tertinggi berada di daerah utara (ketinggian 1.050 meter) dan titik terendah berada di sebelah selatan (675 mdpl). Kota Bandung dikelilingi pegunungan, sehingga Bandung merupakan suatu cekungan (Basin Bandung). Bagian selatan wilayah Kota Bandung memiliki permukaan tanah relatif datar, sedangkan di wilayah Kota Bandung bagian utara berbukit-bukit (Ramdani, 2013).

Deskripsi Bagian Peta Tematik Persampahan Kota Bandung Kota Bandung terdiri dari 6 Seri PTPKB yaitu Seri 1 Lembar Wilayah Cibeunying, Seri 2 Lembar Wilayah Bojonegara, Seri 3 Lembar Wilayah Tegalega, Seri 4 Lembar Wilayah Karees, Seri 5 Lembar Wilayah Gedebage, dan Seri 6 Lembar Wilayah Ujungberung. Peta ini terdiri dari 8 informasi utama yaitu (1) Peta Tematik Persampahan Kota Bandung; (2) Informasi Umum; (3) Definisi Sampah; (4) UndangUndang Persampahan; (5) Penjelasan Delapan Ikon PTPKB; (6) Lubang Resapan Biopori; (7) Keranjang Takakura dan; (8) Tips-Tips Penanggulangan Sampah. Informasi nomor 2 - 8 selalu ada di setiap seri namun dengan posisi yang bervariasi. Hal tersebut disesuaikan dengan informasi nomor 1 sebagai informasi utama dari masing-masing seri. Informasi utama yang ada di PTPKB adalah tampilan salah satu dari 6 wilayah Kota Bandung. Peta ini dibuat menggunakan software ArcMap 9.3 dan diedit menggunakan software CorelDRAW X4 sebagai tahap penyelesaian. Legenda yang ditampilkan dalam peta ini terdiri dari keterangan tempat ibadah, kantor polisi, rumah sakit, universitas, terminal, TPS (Tempat Pembuangan Sementara), dan 8 Ikon PTPKB. Informasi yang ada lainnya adalah Indeks Peta Hijau yang menginformasikan lokasi-lokasi pengelolaan sampah yang ada di wilayah tersebut. Lokasi yang diinformasikan yaitu Usaha Produk Hijau (UPH), Tempat Barang Bekas (BB), Tempat Daur Ulang (DU), Tempat Pendukung Pengomposan (TP), Organisasi Masyarakat (OM), Sekolah Hijau (SH), Informasi Lingkungan (IL), dan TPS Terpadu (TPST). Informasi tersebut diterangkan di dalam informasi 8 Ikon PTPKB yang dapat dilihat di Gambar 1 pada bagian lampiran. Informasi lain yang terdiri mulai dari nomor 2 hingga nomor 6 merupakan informasi tambahan yang berbentuk narasi. Informasi umum berisikan tentang tujuan pembuatan dari PTPKB dan susunan tim pelaksana program PTPKB. Informasi tentang Undang-Undang Persampahan juga ditampilkan disini. Hal ini sebagai wujud nyata memperkenalkan peraturan terkait pengelolaan sampah kepada masyarakat. Informasi tambahan lainnya terkait lubang resapan biopori, Komposter Takakura, dan tips sederhana untuk menanggulangi sampah. Hal-hal tersebut tidak terlalu rumit sehingga dapat diaplikasikan di rumah masingmasing warga. Informasi tersebut juga secara tidak langsung mendidik masyarakat Kota Bandung untuk mengelola sampah secara sederhana. Informasi lebih lanjut dapat dilihat di Gambar 2 pada bagian lampiran. Pemanfaatan Peta Tematik Persampahan Kota Bandung Peta merupakan alat yang menerjemahkan konfigurasi permukaan bumi berbentuk 3 dimensi menjadi 2 dimensi dalam media tertentu. Peta dapat dimanfaatkan menjadi teknologi sederhana untuk membantu pemahaman manusia dalam memecahkan permasalahan yang cakupannya luas. Pemecahan masalah persampahan di Kota Bandung pun dapat diselesaikan melalui pemetaan dengan tema khusus (tematik). Tim Peta Hijau Bandung berhasil memanfaatkan konsep peta sebagai teknologi sederhana untuk memberikan pemahaman masyarakat Kota Bandung terhadap permasalahan sampah. Pemecahan masalah sampah yang digunakan oleh Tim Peta Hijau sudah tidak berorientasi pada penempatan sampah di TPA dan pengolahannya lebih lanjut. Orientasi pemecahan masalah sudah diarahkan pada bagaimana cara untuk mengurangi volume sampah yang ada di Kota Bandung dimulai dari rumah tangga. Cara yang digunakan adalah penerapan Prinsip 3R yaitu reduce, reuse dan recycle. Konsep reduce, reuse, dan recycle adalah konsep yang mengurangi timbulan sampah, menggunakan kembali berbagai bahan yang berpotensi menimbulkan sampah, dan merombak (mendaur) ulang sampah baik sampah organik maupun non organik. Sampah organik yang terdiri dari sisa makanan, sayuran, buah-buahan jenis sampah dapat diolah menjadi pupuk organik berbentuk padat ataupun cair secara manual maupun dengan bantuan teknologi sederhana seperti komposter. Sementara itu, sampah non organik dapat diolah menjadi berbagai kerajinan tangan. Pemanfaatan sampah menjadi barang baru yang dapat dimanfaatkan untuk hal lain tentu akan mengurangi volume sampah secara nyata. Namun konsep ini juga masih menemui hambatan akibat masih lemahnya kemauan masyarakat untuk menerapkan konsep tersebut. Kota Bandung memiliki berbagai unit pengelolaan sampah yang telah tersebar di 6 wilayah Kota Bandung. Enam wilayah yang dimaksud adalah Cibeunying, Bojonegara, Tegalega, Karees, Gedebage, dan Ujungberung namun keberadaannya masih belum diketahui oleh masyarakat sekitar. Padahal unit pengelolaan tersebut dapat berperan dalam pengurangan volume sampah di Kota Bandung. Disinilah peran dari PTPKB. Peta ini mampu memberikan informasi keberadaan lokasi pengelolaan sampah yang tersebar di Kota Bandung. Pembuatan peta tematik ini juga sebelumnya telah melibatkan partisipasi dari masyarakat Kota Bandung mulai dari awal hingga akhir prosesnya. Secara tidak langsung, keberadaan peta ini juga memberikan pendidikan sederhana terkait pentingnya mengolah sampah milik masing-masing. Partisipasi

masyarakat dan dukungan pemerintah dibutuhkan untuk optimalisasi pengurangan volume sampah total Kota Bandung. Proses pembuatan PTPKB tidak berbeda jauh dengan proses standar yang dilakukan dalam pembuatan peta hijau. Memang ada perbedaan jumlah tahapan namun tidak signifikan. Ada 7 tahap pembuatan peta tematik ini, yaitu (1) pembentukan tim dan kelompok kerja; (2) perumusan teknis kerja, ruang lingkup, dan definisi ikon yang akan dipergunakan; (3) riset data primer dan sekunder; (4) workshop terbuka dan press release; (5) pengolahan data dan acara partisipasi masyarakat; (6) desain dan produksi peta; dan (7) publikasi serta distribusi Peta Hijau Persampahan kota Bandung. Rentang waktu pengerjaan seluruhnya dimulai sejak bulan Juni sampai bulan September 2011. 4. Kesimpulan Peta Tematik Persampahan Kota Bandung memiliki berbagai informasi yang dibutuhkan terkait persampahan. Keberadaan peta ini diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran masyarakat Kota Bandung untuk mengolah sampah mulai dari tingkat rumah tangga. Berawal dari hal tersebut, volume sampah di Kota Bandung secara akumulatif akan berkurang karena partisipasi aktif dari masyarakat. 5. Referensi Badan Litbang Dept. Pekerjaan Umum. 2009. Harmonisasi dengan Sampah Perkotaan Sebagai Upaya Perbaikan Kesehatan Masyarkat, Kualitas Sumber Air, Lingkungan dan Ekonomi. Bandung: Badan Litbang Departemen Pekerjaan Umum. BPS. 1990. Bandung Dalam Angka Tahun 1990. Bandung: Badan Pusat Statistik Kota Bandung. BPS. 1995. Bandung Dalam Angka Tahun 1995. Bandung: Badan Pusat Statistik Kota Bandung. BPS. 2000. Bandung Dalam Angka Tahun 2000. Bandung: Badan Pusat Statistik Kota Bandung. BPS. 2005. Bandung Dalam Angka Tahun 2005. Bandung: Badan Pusat Statistik Kota Bandung. BPS. 2010. Bandung Dalam Angka Tahun 2010. Bandung: Badan Pusat Statistik Kota Bandung. BPS. 2012. Bandung Dalam Angka Tahun 2012. Bandung: Badan Pusat Statistik Kota Bandung DPPITTG UNPAD. 2002. Laporan Kegiatan Stimulan Pengelolaan Sampah Terpadu Oleh Masyarakat di Kota Bandung. Bandung: Divisi Pengembangan Informasi dan Teknologi Tepat Guna Kegiatan Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPM) Universitas Padjajaran Bandung. Green Map Indonesia. 2008. Panduan Kegiatan Peta Hijau: Berpikir Mendunia, Memetakan Tempatan. Yogyakarta: Green Map Indonesia. LPM UNPAD. 2012. Laporan Kegiatan Simulasi Pengelolaan Sampah Terpadu Oleh Masyarakat di Kota Bandung. Bandung: Divisi Pengembanagn Informasi Dan Teknologi Tepat Guna Kegiatan Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPM) Universitas Padjajaran. Undang-Undang Nomor 81 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah. Ramdani, Dadan. 2013. Pengaruh Vacationscape Terhadap Keputusan Berkunjung ke Kota Bandung: Skripsi. Bandung: Program Studi Manajemen Pemasaran Pariwisata Fakultas Ilmu Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia. Somantri, Gumilar Rusliwa. 2005. Memahami Metode Kualitatif. Jurnal. Makara, Sosial Humaniora, Vol.9, No. 2, Desember 2005: 57-65. Surakusumah, Wahyu. 2008. Permasalahan Sampah Kota Bandung dan Alternatif Solusinya . Bandung: Jurusan Biologi Universitas Pendidikan Indonesia. 6. Apendiks L/O/H : Liter/Orang/Hari

LAMPIRAN

Gambar 1. Informasi Utama Peta Tematik Persampahan Kota Bandung Seri 2 (Lembar Wilayah Bojonegara)

Gambar 2. Informasi Tambahan Peta Tematik Persampahan Kota Bandung

You might also like