You are on page 1of 9

ANALISA KASUS PERBUDAKAN BURUH PANCI CV.

CAHAYA LOGAM KAMPUNG BAYUR, SEPATAN TIMUR, TANGERANG Pada tanggal 3 Mei 2013 lalu Indonesia digemparkan dengan pembongkaran penyekapan puluhan buruh pada sebuah pabrik olahan limbah yang berada di kampung Bayur, Sepatan Timur, Tangerang. Pemilik pabrik diduga melakukan penganiayaan, intimidasi bahkan pengeksplotasian terhadap puluhan buruh yang bekerja di tempat itu.1 Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Kabupaten Tangerang, Komisaris Shinto Silitonga, menjelaskan kasus ini terungkap saat enam buruh asal Lampung melarikan diri, karena mengalami perlakuan yang tidak wajar. Mereka kemudian melapor ke Polres Lampung dan Komnas HAM, kemudian Polres Lampung melakukan koordinasi dengan Polda Metro Jaya dan dilakukan pengecekan ke tempat kejadian perkara. Menurut pengakuan pelapor yang baru saja bekerja di tempat itu selama kurang lebih empat bulan., saat bekerja barang pribadi mereka seperti handphone, dompet, uang dan pakaian yang dibawa buruh ketika awal bekerja disita oleh pemilik usaha. Bahkan karyawan tidak diperbolehkan keluar pabrik dan berkomunikasi dengan orang luar. Mereka hanya di bayar Rp 600 ribu rupiah dan tidak diberikan setiap bulan, selain itu ada beberapa karyawan di bawah umur yang dipekerjakan. Mereka di pekerjakan di atas aturan jam kerja, bahkan sampai dipekerjakan delapan belas jam per hari. Empat orang dari korban berusia di bawah umur. Kondisi badan korban sebagaian besar pekerja terbakar legam karena efek megolah limbah timah, badan kurus, rambut kaku, luka pukulan, luka akibat air timah, asma, batuk, gatal-gatal, kadas dan kutu air.

Polisi Bongkar Penyekapan Puluhan Buruh Pabrik, http://metro.news.viva.co.id/news/read/410254-polisi-bongkarpenyekapan-puluhan-buruh-pabrik, diakses tanggal 6 Mei 2013

Setelah dilakukan pemeriksaan di lokasi, diketahui bahwa tempat usaha industri tersebut tidak mempunyai izin industri dari Dinas Pemerintahan Daerah Kabupaten Tangerang, yang ada hanya surat keterangan usaha dari Kecamatan Cikupa. Kemudian, untuk tempat istirahat buruh berada di ruang tertutup dengan ukuran 8x6 meter, tanpa ranjang tidur, dan hanya beralaskan tikar dan berisi 46 orang. Kondisi kamar juga terasa lembab, sesak dan gelap. Sementara untuk kamar, mandi terlihat jorok dan sangat tidak terawat. Masih menurut pengakuan para korban, terdapat dua oknum Brimob yang menjadi alat intimidasi dari pemilik pabrik. YI mengancam kalau kalau para buruh bekerja dengan baik, ia akan menyuruh dua oknum brimob tersebut untuk memukul, menyiksa dan menembak mereka. Selain itu mereka juga mengaku sering melihat anggota Brimob berkeliaran disekitar area pabrik. Mereka juga mengatakan bahwa Kepala Desa Sepatan Timur Achmad juga terlibat dalam kasus perbudakan karena Achmad merupakan kakak ipar dari pemilik Pabrik YI dan Achmad juga mengetahui bahwa rumah yang dijadikan tempat industri tidak mengantongi surat izin perdagangan. Hal inilah yang menyebabkan kasus perbudakan buruh ini lama terbongkar. Penyidik kepolisian menetapkan tujuh tersangka, yaitu Yuki Irawan (41) pemilik pabrik dan empat anak buahnya yaitu Tedi Sukarno (35), Sudirman (34), Nurdin alias Umar (25) dan Jaya (30) dan dua tersangka lagi masih buron berinisial T dan U yang di duga sebagai pemasok para buruh kepada Yuki Irawan pemilik pabrik. Polisi menjerat mereka dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yakni pasal 333 tentang perampasan kemerdekaan, hal ini sesuai dengan fakta berdasarkan pengakuan korban yang mengatakan bahwa mereka dikurung, dilarang keluar dari dalam pabrik bahkan ada 6 buruh yang di kunci dari luar di dalam sebuah kamar. Pasal 333 berbunyi :

(1) Barangsiapa dengan sengaja menahan (merampas kemerdekaan) orang atau meneruskan tahan itu dengan melawan hak, dihukum penjara selama-lamanya delapan tahun. (2) Jika perbuatan itu menyebabkan luka berat si tersalah dihukum penjara selamalamanya Sembilan tahun. (3) Jika perbuatan itu menyebabkan kematian orangnya, ia di hukum penjara selamalamanya dua belas tahun. (4) Hukuman yang ditentukan dalam pasal ini juga dikenakan kepada orang yang sengajamemberi tempat untuk menahan (merampas kemerdekaan) orang dengan melawan hak. Pasal 351 tentang penganiayaan dengan fakta bahwa para buruh selama bekerja di pabrik tersebut banyak mendapat perlakuan kasar seperi di tendang, di pukuli, di sundut rokok bahkan ada yang sampai disiram oleh cairan aluminum panas yang dilakukan oleh para mandor. Pasal 351 berbunyi : (1) Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500.000 (2) Jika perbuatan itu menjadikan luka berat, si tersalah dihukum penjara selamalamanya lima tahun. (3) Jika perbuatannya itu menjadikan mati orangnya, dia dihukum penjara selamalamanya tujuh tahun. (4) Dengan penganiayaan disamakan merusak kesehatan orang dengan sengaja. (5) Percobaan melakukan kejahatan ini tidak dapat dihukum.

Dan pasal 372 tentang penggelapan dengan fakta bahwa pemilik pabrik menyita segala barang milik buruh seperti handphone, dompet, pakaian ketika mereka pertama kali sampai di pabrik. Pasal 372 berbunyi : Barangsiapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebahagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan barang itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan, dihukum karena penggelapan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 900.000 Selain itu polisi juga menambahkan persangkaan baru yaitu pasal 24 UndangUndang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, karena faktanya bahwa kegiatan Yuki Irawan bergerak dalam bidang industri tetapi tidak dilengkapi dengan Tanda Daftar Industri (TDI) atau Izin Usaha Industri (IUI). Pasal 88 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan fakta terdapat empat buruh yang masih berstatus anak, yakni berumur 17 tahun. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang tindak pidana perdagangan orang dengan fakta bahwa para buruh ini telah direkrut dengan penipuan. Dan setelah direkrut, buruh dipekerjakan dengan ancaman kekerasan maupun fisik untuk dieksploitasi secara ekonomi. Sejauh ini menurut kepolisian motif pelaku adalah ekonomi dimana pelaku ingin mendapatkan untung yang sebesar-besarnya dengan menekan biaya produksi caranya adalah dengan memperbudak para buruh dengan tidak diberi gaji dan penghidupan yang layak. Pelaku YI dikenal tetangganya sebagai orang yang tempramen. Sifat tempramen ini juga ditunjukan YI saat polisi datang untuk melakukan penggerebekan

di kediamannya yang sekaligus juga merupakan pabrik alumunium miliknya. Ketika polisi meneleponnya untuk menginformasikan penggerebekan tersebut, YI malah marah-marah kepada polisi seolah tidak terima jika pabriknya di geledah. Sifat tempramen YI dan dengan teganya ia dan para anak buahnya tanpa belas kasihan memperlakukan buruh di pabriknya dengan sangat tidak manusiawai menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana sebenarnya kondisi kejiwaan atau psikologis para pelaku. Untuk mengetahuinya dapat dikaji dengan ilmu bantu Psikologi Kriminal. Psikologi kriminal merupakan satu bagian dari ilmu Psikologi. W.A Bonger memberikan pengertian psikologi kriminal sebagai suatu ilmu pengetahuan tentang kejahatan dipandang dari sudut ilmu jiwa. Penyelidikan mengenai jiwa dari penjahat dapat semata-mata ditujukan untuk kepribadian perseorangan (umpamanya jika dibutuhkan untuk memberikan penerangan pada hakim) tetapi dapat juga untuk menyusun tipologi (golongan-golongan) penjahat.2 Chainur Arrasyid, memberikan rumusan sebagai berikut bahwa psikologi kriminal adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari psikologi si penjahat serta semua atau golongan yang berhubungan baik langsung maupun tidak langsung dengan perbuatan yang dilakukan dan keseluruhan akibat-akibatnya.3 Psikologi kriminal dalam arti sempit meliputi pelajaran jiwa si penjahat secara perorangan. Dalam arti luas meliputi dalam arti sempit serta jiwa penjahat pergolongan, terlibatnya seseorang atau segolongan orang baik langsung maupun tidak langsung serta akibat-akibatnya.4

W.A Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, PT. Pembangunan Ghalia Indonesia, 1982, hal. 25
3

Chainur Arrasyid, Pengantar Paikologi Kriminal Jilid I, Yani Corporation, 1988, hal

3
4

Chainur Arrasyid, Ibid, hlm 2

Penjelasan tentang perilaku kriminalitas telah diberikan oleh para ahli dari berbagai latar belakang sejak sejarah kriminalitas tercatat. Penjelasan itu diberikan oleh filosof, ahli genetika, dokter, ahli fisika, dan sebagainya. Beberapa pandangan mengenai perilaku kriminal yaitu : 1. Pendekatan Tipologi Fisik/Kepribadian Pendekatan tipologi memandang bahwa sifat dan karakteristik fisik manusia berhubungan dengan perilkau kriminal. Menurut Kretchmerh teori ini melihat hubungan antara tipe tubuh dengan kecendrungan perilaku. Ada tiga tipe jaringan embrionik dalam tubuh yaitu : a. Endoderm, berupa sistem disgetif (pencernaan) b. Ectoderm, berupa sistem kulit dan syaraf c. Mesoderm, yang terdiri dari tulang dan otot Menurutnya orang normal itu memiliki perkembangan yang seimbang, sehingga kepribadiannya menjadi normal. Apabila perkembangannya imbalance, maka akan mengalami problem kepribadian. William Shldon dengan teori Tipologi Somatiknya membagi bentuk tubuh kedalam tiga tipe : a. Endomorf : gemuk (obese), lembut (soft), rounded people, menyenangkan dan sociable. b. Mesomorf : berotot (muscular), atletis (athletic people), asertif, vigorous and bold. c. Ektomorf : tinggi (tall), kurus (thin) dan otak berkembang dengan baik (well developed brain), introverted, sensitive and nervous. Menurut Sheldon tipe Mesomorf merupakan tipe yang paling banyak melakukan tindakan kriminal. Berdasarkan dua kajian diatas, perilaku

kriminal di dasarkan pada hubungan antara bentuk fisik dengan tindakan kriminal. Salah satu simpulannya adalah karakteristik pencuri itu memiliki kepala pendek (short heads), rambut merah (blond hair) dan rahang agak menonjol keluar (non protruding jaws), sedangkan karakteristik perampok misalnya ia memiliki rambut panpjang yang bergelombang, telinga pendek, wajah lebar 2. Pendekatan pensifatan / Trait Teori Tentang Kepribadian Pendekatan ini menyatakan bahwa sifat atau karakteristik kepribadian tertentu berhubungan dengan kecendrungan seseorang untuk melakukan tindakan kriminal. Misalnya orang yang cenderung melakukan tindakan kriminal adalah rendah kemampuan kontrol dirinya, orang yang cenderung pemberani, dominasi sangat kuat, power yang lebih, ekstravet, cenderung arsetif, macho, dorongan untuk memenuhi kebutuhan fisik yang sangat tinggi dan sebagainya. 3. Pendekatan Psikoanalisis Sigmund Freud melihat bahwa perilaku kriminal merupakan representasi dari Id yang tidak terkendalikan oleh ego dan super ego. Id ini merupakan implus yang memiliki prinsip kenikmataan (Pleasure Principle). Ketika prinsip itu dikembangkannya super ego terlalu lemah untuk mengontrol implus yang hedonistic ini. Hasilnya, perilaku untuk sekehendak hati asalkan menyenangkan muncul dalam diri seseorang. 4. Pendekatan Teori Belajar Sosial Teori ini dimotori oleh Albert Bandura (1986). Bandura menyatakan bahwa peran model dalam melakukan penyimpangan yang berada di rumah, media, dan subcultur tertentu (gang) merupakan contoh baik untuk terbentuknya perilaku kriminal orang lain. Observasi dan kemudian imitasi dan identifikasi merupakan cara yang biasa dilakukan hingga terbentuknya

perilaku menyimpang tersebut. Ada dua cara observasi yang dilakukan terhadap model yaitu secara langsung dan secara tidak langsung (melalui vicarious reinforcement). 5. Pendekatan Teori Kognitif Penelitian Yochelson & Samenow (1976, 1984) mencoba mengetahui tentang gaya kognitif (cognitive styles) pelaku kriminal dan mencari pola atau penyimpangan bagaimana memproses informasi. Para peneliiti ini yakin bahwa pola berpikir lebih penting daripada sekedar faktor biologis dan lingkungan dalam menentukan seseorang untuk menjadi kriminal atau bukan. Dengan mengambil sampel pelaku kriminal seperti ahli manipulasi.(master manipulators), liar yang kompulsif, dan orang yang tidak bias mengendalikan dirinya mendapatkan hasil simpulan bahwa pola pikir pelaku kriminal itu memiliki logika yang sifatnya internal dan konsisten, hanya saja logikanya salah dan tidak bertanggung jawab. Ketidaksesuaian pola ini sangat beda antara pandangan mengenai realitas. Kasus perbudakan buruh ini dapat dikaji dari teori psikoanalisis yang menyatakan bahwa perilaku kriminal merupakan representasi dari Id yang tidak terkendalikan oleh ego dan super ego. Id ini merupakan implus yang memiliki prinsip kenikmataan (Pleasure Principle). Ketika prinsip itu dikembangkannya super ego terlalu lemah untuk mengontrol implus yang hedonistic ini. Hasilnya, perilaku untuk sekehendak hati asalkan menyenangkan muncul dalam diri seseorang. Id merupakan sumber dari segala sesuatu yang terlupa, juga unsur-unsur kejiwaan yang dibawa bersama kelahiran, misalnya naluri konstruktif yaitu libido, naluri destruktif yaitu pemusnahan. Id disebut juga dengan Das Es yaitu suatu alam kejiwaan yang tidak sadar berupa suatu libido yang tidak terorganisir, berisikan keinginan-keinginan, nafsu-nafsu yang ditolak oleh alam sadar.

Ego atau disebut juga dengan Das Ich merupakan pusat dari seluruh jiwa, khususnya inti alam sadar, merupakan sesuatu yang menghubungkan antara kebutuhan dan keinginan Id dengan tindakan. Menyadari keadaan-keadaan diluar dan di dalam diri manusia itu, artinya Ego berusaha meneyesuaikan keinginan-keinginan atau nafsu dengan norma-norma realita yang ada untuk menghindari konflik. Super Ego atau Das Uber Ich merupakan instansi yang paling tinggi daripada Id dan Ego.semua norma dan tata kehidpan yang pernah mempengaruhi ego kita berada pada super ego. Super ego diperoleh dari pendidikan agama, orangtua, sekolah dan lingkungan. Dalam kasus perbudakan buruh ini perilaku kejahatan perbudakan yang dilakukan pemilik pabrik YI dan para mandor merupakan representasi dari Id yang tidak dapat dikendalikan oleh ego dan super ego. Id disini adalah keinginan atau nafsu hewani yang terletak di alam bawah sadar para pelaku untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari usaha yang mereka jalankan. Ego disini adalah cara yang dilakukan untuk memenuhi keinginan dari id. Cara yang dipilih pelaku untuk menekan biaya produksi adalah dengan menyiksa para buruh. Ini menunjukan bahwa super ego para pelaku tidak dapat menjembatani id dan ego dari para pelaku. Ini berarti telah rusaknya super ego dari para pelaku.

You might also like