You are on page 1of 5

Apa latar belakang konflik yg didasari oleh agama?

Agama dalam satu sisi dipandang oleh pemeluknya sebagai sumber moral dan nilai, sementara di sisi lain dianggap sebagai sumber konflik.

Menurut Afif Muhammad, Agama acap kali menampakkan diri sebagai sesuatu yang berwajah ganda. Sebagaimana yang disinyalir oleh John Effendi yang menyatakan bahwa Agama pada sesuatu waktu memproklamirkan perdamaian, jalan menuju keselamatan, persatuan dan persaudaraan. Namun pada waktu yang lain menempatkan dirinya sebagai sesuatu yang dianggap garang-garang menyebar konflik, bahkan tak jarang, seperti di catat dalam sejarah, menimbulkan peperangan.

Setiap agama mempunyai pandangan yang berbeda tentang Tuhan. Namun demikian, setiap agama menjalankan segala ajarannya berdasarkan, apa yang dalam tiga agama monoteis disebut dengan firman Tuhan. Yang dalam perkembangan selanjutnya firman Tuhan inilah yang membentuk sejarah kebudayaan kita. Tuhan dalam perkembangan selanjutnya dimonopoli dan dijadikan tameng untuk mengakuisisi kebenaran dalam agama masing-masing. Yang dalam hal ini, klaim tidak ada keselamatan kecuali dalam agama kami seolah-olah menjadi trademark tiap-tiap agama ketika berhadapan dengan agama lain. Hingga pada akhirnya, sangatlah sulit untuk menentukkan apakah benar ini merupakan keinginan Tuhan melalui manusia ataukah keinginan manusia itu sendiri? Dan dari sini mulailah timbul sikap bermusuhan dan saling membenci antar agama dan pada akhirnya berlanjut pada konflik berdarah. Semangat kebencian dan permusuhan yang terjadi dalam perjumpaan antar agama seolaholah memberikan gambaran betapa mirisnya hubungan antar agama yang terjadi. Meskipun, disatu sisi dapat terlihat sikap militan para pemeluk agama terhadap agamanya dan kesediaan mereka berkurban demi membela agamanya. Akan tetapi, disisi lain semangat tersebut telah mengkhianati misi suci agama itu sendiri, yaitu perdamaian.

Claim of Truth

Karena setiap pemeluk agama mempunyai keyakinan tentang kebenaran agamanya, maka setiap agama mempunyai truth claim, meski ada juga orang-orang yang membantahnya. Berikut adalah contoh dari Claim of Truth dalam agama Islam. Secara terang dan gamblang, umat islam menyatakan bahwa agama islamlah yang benar tidak ada agama yang benar selain islam sebagaimana yang tertera pada surat Ali Imran ayat 3 yang berbunyi: "Innaddina 'inda Allahi Al Islam". Yang kurang lebih diartikan: "Sesungguhnya agama yang berada di sisi Allah hanyalah islam". Kemudian ada ayat yang lain intinya menjelaskan apabila ada seseorang yang beragama selain islam, maka kelak di akherat termasuk orang yang merugi, serta pada surat Al Ikhlas ayat 1-3 berbunyi:"Qul Huwallahu Ahad (1) Allahu As Shamad (2) Lam Yalid wa Lam Yuulad wa Lam Yaqullahu Kufuwan Ahad (3)"Artinya:"Katakanlah, Allah itu Esa (1) Allah tempat bergantung (2) Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan dan tidak ada yang setara dengan-Nya. Sehingga secara eksplisit umat islam tidak punya toleransi dalam masalah aqidah. Karena masalah aqidah merupakan masalah hubungan seseorang dengan Allah, dan manusia tidak punya kewenangan untuk mengobrak-abrik masalah ketuhanan. Klaim kebenaran (truth claim) bahwa agamaku atau agama kami adalah agama terbenar dan satu-satunya agama keselamatan (salvation claim) yang sejatinya sebagai ekspresi dari keyakinan spiritual malah akan memunculkan fanatisme agama yang negatif. Tak jarang mereka yang melakukan hal-hal bernuansa kekerasan dalam rangka bangkit membela agama jika merasa agamanya dilecehkan.

Secara sosiologis, truth claim tersebut dapat menimbulkan berbagai konflik sosial-politik yang hingga kini masih menjadi fenomena di abad modern ini. Sikap fanatisme itu sendiri, bukan ditandai oleh tidak adanya kesepakatan, melainkan oleh tidak adanya penghargaan dan toleransi terhadap teologi lainnya. Penyakit spiritual ini yang menyuburkan kebencian tersebut sebagai buah dari sikap interaksi superior-inferior yang membentengi diri sembari memproklamirkan agama mereka sebagai satu-satunya agama yang dapat diterima dan satu-satunya jalan menuju keselamatan.

Selain karena faktor Claim of Truth sebagai penyebab utama konflik bernuansa agama, hal-hal seperti berikut juga ikut andil dalam terjadinya konflik:

Agama Dianggap Memberikan Kebenaran Absolut Banyak orang beragama percaya bahwa jika agama itu diberikan oleh Tuhan sang pencipta, ajaran dan doktrin mereka haruslah mutlak dan sempurna. Mereka menganggap, bagaimana mungkin Tuhan yang Mahakuasa mengeluarkan doktrin agama yang

bukan merupakan kebenaran mutlak. Sekali lagi, ini berarti bahwa semua keyakinan yang berbeda harus salah apakah itu sebagian atau seluruhnya. Hasil yang tak terelakkan dari hal ini adalah bahwa Anda melihat diri Anda sebagai lawan terhadap orang-orang yang menganut agama lain. Agama Dianggap Telah Memberikan Kebenaran Lengkap Banyak orang beragama percaya bahwa agama mereka tidak hanya memberikan gambaran sempurna tentang Tuhan, mereka juga percaya bahwa itu telah lengkap. Mereka percaya bahwa Tuhan adalah sempurna dan dengan demikian doktrin yang diberikan oleh Tuhan haruslah sempurna. Mereka juga percaya bahwa sesuatu yang sudah sempurna tidak mungkin berubah. Oleh karena itu, agama mereka tidak akan pernah bisa berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Karena bagi mereka tidak perlu bagi agama mereka untuk beradaptasi terhadap waktu, tetapi waktulah yang harus beradaptasi dengan doktrin yang sempurna dan lengkap tersebut. Dengan kata lain, mereka percaya bahwa mereka harus menolak semua perubahan dalam agama mereka. Sekali lagi inilah yang menciptakan ketegangan dan konflik. Berpikir Hitam-Putih Banyak orang beragama percaya bahwa agama harus didefinisikan dalam bentuk hitam dan putih. Agama mereka adalah kebenaran yang lengkap, sementara semua agama lain yang bertentangan adalah sama sekali salah. Mereka percaya tidak ada kemungkinan untuk kompromi, karena Anda percaya jika Anda memberikan Iblis satu jari, ia akan mengambil seluruh tangan

Anda. Mereka tidak terbuka untuk gagasan bahwa mungkin ada suatu pendekatan terhadap agama yang tidak berdasarkan pendekatan berpikir hitam dan putih. Hanya Ada Satu Kemungkinan Interpretasi Banyak orang beragama percaya bahwa hanya ada satu cara untuk menafsirkan kitab suci agama mereka. Jelas, itu adalah interpretasi yang dipilih oleh para pemimpin Agama mereka. Mereka percaya semua penafsiran lainnya adalah salah dan berasal dari Iblis. Oleh karena itu, tugas mereka adalah untuk memberantas interpretasi palsu tersebut, dan bahkan mungkin memberantas orang-orang yang mempromosikan interpretasi mereka. Para Pemimpin Agama Seolah Mewakili Tuhan Banyak orang beragama percaya bahwa para pemimpin agama mereka itu adalah wakil Tuhan di Bumi. Para pemimpin mereka seolah berbicara mewakili Tuhan dan oleh karena itu mereka tidak boleh dipertanyakan atau dibantah. Mereka seperti menuntut ketaatan buta dan dengan demikian siapa saja yang tidak menghormati otoritas mutlak ini dipandang sebagai musuh. Membuat Pembenaran Beberapa orang percaya bahwa karena mereka bekerja untuk tujuan Tuhan, adalah dapat diterima untuk melanggar hukum Tuhan yang ditetapkan oleh agama mereka. Dengan kata lain, menjadi dapat diterima untuk membunuh orang lain dalam nama Tuhan walaupun hampir setiap agama mendefinisikan pembunuhan sebagai salah.

Dapus:

Armstrong, Karen, Sejarah Tuhan, (Bandung: Mizan, 2007), P.25 http://pandidikan.blogspot.com/2010/06/agama-sebagai-faktor-konflik-di.html

You might also like