You are on page 1of 9

NAMA NIM

: SILVANA APRILLIA : A.101.16.026

TUGAS BIOKIMIA

CUSHING SYNDROME
A. PENGERTIAN Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat terjadi secara spontan atau karena pemeberian dosis farmakologik senyawa-senyawa glukokortikoid. B. ETIOLOGI Sindrom cushing disebabkan oleh sekresi kortisol atau kortikosteron yang berlebihan, kelebihan simulasi ACTH mengakibatkan hiperplasia korteks anak ginjal berupa adenoma maupun carsinoma yang tidak tergantung ACTH juga mengakibatkan sindrom cushing. Demikian juga hiperaktivitas hipofisis, atau tumor lain yang mengeluarkan ACTH. Syindrom cuhsing yang disebabkan tumor hipofisis disebut penyakit cusing Sindrom cusing dapat diakibatkan oleh pemberian glukortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik (latrogen) atau oleh sekresi kortisol yang berlebihan pada gangguan aksis hipotalamus-hipofise-adrenal (spontan) pada sindrom cusing spontan, hiperfungsi korteks adrenal terjadi akibat ransangan belebihan oleh ACTH atau sebab patologi adrenal yang mengakibatkan produksi kortisol abnormal. C. GEJALA 1. Gejala hipersekresi kortisol (hiperkortisisme) yaitu :
a. Obesitas yang sentrifetal dan moon face. b. Kulit tipis sehingga muka tampak merah, timbul strie dan ekimosis. c. Otot-otot mengecil karena efek katabolisme protein. d. Osteoporosis yang dapat menimbulkan fraktur kompresi dan kifosis. e. Aterosklerosis yang menimbulkan hipertensi. f. Diabetes melitus. g. Alkalosis, hipokalemia dan hipokloremia 2. Gejala hipersekresi ketosteroid : a. Hirsutisme ( wanita menyerupai laki-laki ) b. Suara dalam. c. Timbul akne. d. Amenore atau impotensi e. Pembesaran klitoris. f. Otot-otot bertambah (maskuli nisasi) 3. Gejala hipersekresi aldosteron. a. Hipertensi. b. Hipokalemia. c. Gejala hipersekresi kortisol (hiperkortisisme) yaitu :

Obesitas yang sentrifetal dan moon face. Kulit tipis sehingga muka tampak merah, timbul strie dan ekimosis. Otot-otot mengecil karena efek katabolisme protein. d. Osteoporosis yang dapat menimbulkan fraktur kompresi dan kifosis. e. Aterosklerosis yang menimbulkan hipertensi. f. Diabetes melitus. g. Alkalosis, hipokalemia dan hipokloremia 4. Gejala hipersekresi ketosteroid : a. Hirsutisme ( wanita menyerupai laki-laki ) b. Suara dalam. c. Timbul akne. d. Amenore atau impotensi e. Pembesaran klitoris. f. Otot-otot bertambah (maskuli nisasi) 5. Gejala hipersekresi aldosteron. a. Hipertensi. b. Hipokalemia. c. Hipernatremia. d. Diabetes insipidus nefrogenik e. Edema (jarang)

D. PATOFISIOLOGI Telah dibahas diatas bahwa penyebab sindrom cushing adalah peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Untuk lebih memahami manifestasi klinik sindrom chusing, kita perlu membahas akibat-akibat metabolik dari kelebihan glikokorikoid. Korteks adrenal mensintesis dan mensekresi empat jenis hormon: Glukokortikoid; kortisol. Mineralokortikoid; Aldosteron Androgen. Estrogen Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan keadaan-keadaan seperti dibawah ini: 1. Metabolisme protein dan karbohidrat. Glukokortikoid mempunyai efek katabolik dan antianabolik pada protein, menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentk protein untuk mensistesis protein, sebagai akibatnya terjadi kehilangan protein pada jaringan seperti kulit, otot, pembuluh darah, dan tulang.

Secara klinis dapat ditemukan: Kulit mengalami atropi dan mudah rusak, luka-luka sembuh dengan lambat. Ruptura serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda regang pada kulit berwarna ungu (striae). Otot-otot mengalami atropi dan menjadi lemah. Penipisan dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan penyokong vaskuler menyebabkan mudah tibul luka memar. Matriks protein tulang menjadi rapuh dan menyebabkan osteoporosis, sehingga dapat dengan mudah terjadi fraktur patologis.

Metabolisme karbohidrat dipengaruhi dengan meransang glukoneogenesis dan menganggu kerja insulin pada sel-sel perifer, sebagai akibatnya penderita dapat mengalami hiperglikemia. Pada seseorang yang mempunyai kapasitas produksi insulin yang normal, maka efek dari glukokortikoid akan dilawan dengan meningkatkan sekresi insulin untuk meningkatkan toleransi glukosa. Sebaliknya penderita dengan kemampuan sekresi insulin yang menurun tidak mampu untuk mengkompensasi keadaan tersebut, dan menimbulkan manifestasi klinik DM. 2. Distribusi jaringan adiposa. Distribusi jaringan adiposa terakumulasi didaerah sentral tubuh Obisitas Wajah bulan (moon face) Memadatnya fossa supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal (punguk bison) Obesitas trunkus dengan ekstremitas atas dan bawag yang kurus akibat atropi otot memberikan penampilan klasik perupa penampilan Chusingoid. 3. Elektrolit Kalau diberikan dalam kadar yang terlalu besar dapat menyebabkan retensi natrium dan pembuangan kalium. Menyebabkan edema, hipokalemia dan alkalosis metabolik. 4. Sistem kekebalan Ada dua respon utama sistem kekebalan; yang pertama adalah pembentukan antibody humoral oleh sel-sel plasma dan limfosit B akibat ransangan antigen yang lainnya tergantung pada reaksireaksi yang diperantarai oleh limfosit T yang tersensitasi. Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibodi humoral dan menghabat pusat-pusat germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon primer terhadap anti gen. Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada setiap tingkatan berikut ini: Proses pengenalan antigen awal oleh sel-sel sistem monosit makrofag Induksi dan proleferasi limfosit imunokompeten Produksi anti bodi Reaksi peradangan Menekan reaksi hipersensitifitas lambat. 5. Sekresi lambung sekeresi asam lambung dapat meningkat sekresi asam hidroklorida dan pepsin dapat meningkat. Faktor-faktor protekitif mukosa dirubah oleh steroid dan faktor-faktor ini dapat mempermudah terjadinya tukak. 6. Fungsi otak Perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini ditandai dengan oleh ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan episode depresi singkat. 7. Eritropoesis Involusi jaringan limfosit, ransangan pelepasan neutrofil dan peningkatan eritropoiesis. Namun secara klinis efek farmakologis yang bermanfaat dari glukokortikoid adalah kemampuannya untuk menekan reaksi peradangan. Dalam hal ini glukokortikoid: Dapat menghambat hiperemia, ekstra vasasi sel, migrasi sel, dan permeabilitas kapiler. Menghambat pelapasan kiniin yang bersifat pasoaktif dan menkan fagositosis. Efeknya pada sel mast; menghambat sintesis histamin dan menekan reaksi anafilaktik akut yang berlandaskan hipersensitivitas yang dperantarai anti bodi.

Penekanan peradangan sangat deperlukan, akan tetapi terdapat efek antiinflamasi yang merugikan penderita. Pada infeksi akut tubuh mungkin tidak mampu melindungi diri sebagai layaknya sementara menerima dosis farmakologik. E. JENIS-JENIS SINDROM CUSHING Sindrom cushing dapat dibagi dalam 2 jenis: 1) Tergantung ACTH a. Hiperfungsi korteks adrenal non tumor b. Sindrom ACTH ektopik 2) Tak tergantung ACTH a. Hiperplasia korteks adrenal otonom b. Tumor dengan hiperfungsi korteks adrenal Adenoma Karsinoma F. MANIFESTASI KLINIK Manifestasi klinik yang sering ditemukan pada penyakit sydrom cushing antara lain obesitas sentral, gundukan lemak pada punggung, muka bulat (moon face), striae, berkurangnya massa otot dan kelemahan umum. Tanda dan gejala lain yang dapat ditemukan pada sindrom cushing seperti atropi/kelemahan otot ekstremitas, hirsutisme (kelebihan bulu pada wanita), ammenorrhoe, impotensi, osteoporosis, atropi kulit, akne, udema., nyeri kepala, mudah memar dan gangguan penyembuhan luka. G. DIAGNOSIS LABORATORIUM Didasarkan pada : a. Kadar kortisol bebas urin 24 jam yang selalu meningkat b. Hilangnya pola diurnal normal sekresi kortisol Penentuan lokasi penyebab sindrom cushing bergantung pada: a. Kadar ACTH serum b. Pengukuran sekresi steroid urine setelah pemberian glukokortikoid sintetik deksametason Ada juga tes-tes spesifik yang dipakai untuk menentukan adanya tidaknya irama sirkandian normal pelepasan kortisol dan mekanisme pengaturan umpan balik yang sensitif. Tidak adanya irama sirkandian dan berkurangnya kepekaan sistim pengaturan umpan balik merupakan ciri sindrom cushing. Pemeriksaan fisiologi dapat membantu membedakan cushing hipofisis dari cushing ektopik atau cushing korteks adrenal primer. Pada sindrom cushing ektopik dan korteks adrenal, sekresi abnormal ACTH atau kortisol biasanya tidak berubah pada peransangan ataupun penekanan untuk menguji mekanisme kontrol umpan balik negatif yang normal. CT scan resolusi. MRI dengan koontras memberikan temuan positif pada mayoritas penderita. CT scan kelenjar adrenal biasanya menujukkan pembesaran adrenal pada kasus sindrom cushing tergantung ACTH dan massa adrenal pada pasien dengan adenoma atau karsinoma adrenal.

H. PENGOBATAN/ TERAPI Pengobatan sindrom cushing tergantung ACTH tidak seragam, bergantung pada apakah sumber ACTH adalah hiposis atau ektopik. Jika dijumpai tumor hipofisis sebaiknya diusahakan reseksi tumor transfenoidal. Tetapi jika terdapat bukti hiperfungsi hipofisis namun tumor tidak dapat ditemukan maka sebagai gantinya dapat dilakukan radiasi kobalt pada kelenjar hipofise. Kelebihan kortisol juga dapat ditanggulangi dengan adrenalektomi total dan diikuti pemberian kortisol dosis fisiologik atau dengan kimia yang mampu menghambat atau merusak sel-sel korteks adrenal yang mensekresi kortisol. Pengobatan sindrom ACTH ektopik adalah dengan reseksi neoplasma yang mensekresi ACTH atau adrenalektomi atau supresi kimia fungsi adrenal seperti dianjurkan pada penderita sindrom cushing jenis tergantung ACTH hipofisis.

DAFTAR PUSTAKA http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=cushing+syndrome+pdf&source=web&cd=2&ved=0CDEQF jAB&url=http%3A%2F%2Focw.usu.ac.id%2Fcourse%2Fdownload%2F128-PATOLOGIANATOMI%2Fpatologi_anatomi_slide_sindrom_cushing.pdf&ei=bs24UbvLCMOOrQeE_oGoBg&usg= AFQjCNEQXQt6VcdAaL-GtjJwJWW3oBrp2Q&bvm=bv.47810305,d.bmk&cad=rja http://www.slideshare.net/silvaeonni/savedfiles?s_title=makalah-sindromcushing&user_login=KULIAHISKANDAR Sylvia A. Price; Patofisiolgi Konsep klinis Proses-Proses Penyakit ; EGC; Jakarta; 1994. http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/01/17/sindrom-cushing/ Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.

GRAVES DISEASE
A. PENDAHULUAN Penyakit Graves adalah penyakit otoimun dimana tiroid terlalu aktif, menghasilkan jumlah yang berlebihan dari hormon tiroid (ketidakseimbangan metabolisme serius yang dikenal sebagai hipertiroidisme dan tirotoksikosis) dan kelainannya dapat mengenai mata dan kulit. Penyakit Graves merupakan bentuk tirotoksikosis yang tersering dijumpai dan dapat terjadi pada segala usia, lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria. Sindroma ini terdiri dari satu atau lebih dari gambaran tirotoksikosis,goiter, ophtalmopathy (exopthalmus), dermopathy (pretibial myxedema). Penyakit Graves adalah nama dari Robert J. Graves untuk dokter yang pertama kali menggambarkannya di Irlandia. Dia yang pertama mengidentifikasi gejala-gejala goiter, palpitasi dan exopthalmus pada tahun 1835. Penyakit ini juga disebut sebagai penyakit Basedow yang dinamai oleh Adolph Jerman Karl van Basedow, pada tahun 1840. Dia tidak tahu bahwa Graves telah menggambarkan penyakit yang sama beberapa tahun sebelumnya. Istilah penyakit Basedow ini lebih sering digunakan di benua Eropa, jika di Amerika, ini disebut penyakit Graves. Saat ini diidentifikasi adanya antibodi IgG sebagai thryoid stimulating antibodies pada penderita Graves hipertiroidisme yang berikatan dan mengaktifkan reseptor tirotropin pada sel tiroid yang menginduksi sintesa dan pelepasan hormon tiroid. Beberapa penulis mengatakan bahwa penyakit ini disebabkan oleh multifaktor antara genetik, endogen dan faktor lingkungan. B. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI Penyakit Graves merupakan suatu penyakit otoimun yaitu saat tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang komponen spesifik dari jaringan itu sendiri, maka penyakit ini dapat timbul secara tiba-tiba dan penyebabnya masih belum diketahui. Hal ini disebabkan oleh autoantibodi tiroid (TSHR-Ab) yang mengaktifkan reseptor TSH (TSHR), sehingga merangsang tiroid sintesis dan sekresi hormon, dan pertumbuhan tiroid (menyebabkan gondok membesar difus). Keadaan yang dihasilkan dari hipertiroidisme bisa menyebabkan konstelasi dramatis tanda neuropsikologis dan fisik dan gejala.1 Saat ini diidentifikasi adanya antibodi IgG sebagai thryoid stimulating antibodies pada penderita Graves hipertiroidisme yang berikatan dan mengaktifkan reseptor tirotropin pada sel tiroid yang menginduksi sintesa dan pelepasan hormon tiroid. Beberapa penulis mengatakan bahwa penyakit ini disebabkan oleh multifaktor antara genetik, endogen dan faktor lingkungan. Terdapat beberapa faktor predisposisi 2 : 1. Genetik Riwayat keluarga dikatakan 15 kali lebih besar dibandingkan populasi umum untuk terkena Graves. Gen HLA yang berada pada rangkaian kromosom ke-6 (6p21.3) ekspresinya mempengaruhi perkembangan penyakit autoimun ini. Molekul HLA terutama klas II yang berada pada sel T di timus memodulasi respons imun sel T terhadap reseptor limfosit T (T lymphocyte receptor/TcR) selama terdapat antigen. Interaksi ini merangsang aktivasi T helper limfosit untuk membentuk antibodi. T supresor limfosit atau faktor supresi yang tidak spesifik (IL-10 dan TGF-) mempunyai aktifitas yang rendah pada penyakit autoimun kadang tidak dapat membedakan mana T helper mana yang disupresi sehingga T helper yang membentuk antibodi yang melawan sel induk akan eksis dan meningkatkan proses autoimun. 2. Wanita lebih sering terkena penyakit ini karena modulasi respons imun oleh estrogen. Hal ini disebabkan karena epitope ekstraseluler TSHR homolog dengan fragmen pada reseptor LH dan homolog dengan fragmen pada reseptor FSH 3. Status gizi dan berat badan lahir rendah sering dikaitkan dengan prevalensi timbulnya penyakit autoantibodi tiroid. 4. Stress juga dapat sebagai faktor inisiasi untuk timbulnya penyakit lewat jalur neuroendokrin. 5. Merokok dan hidup di daerah dengan defisiensi iodium. 6. Toxin, infeksi bakteri dan virus. Bakteri Yersinia enterocolitica yang mempunyai protein antigen pada membran selnya yang sama dengan TSHR pada sel folikuler kelenjar tiroid diduga dapat mempromosi timbulnya penyakit Graves terutama pada penderita yang mempunyai faktor genetik. Kesamaan antigen

7. 8.

9. 10.

bakteri atau virus dengan TSHR atau perubahan struktur reseptor terutama TSHR pada folikel kelenjar tiroid karena mutasi atau biomodifikasi oleh obat, zat kimia atau mediator inflamasi menjadi penyebab timbulnya autoantibodi terhadap tiroid dan perkembangan penyakit ini. Periode post partum dapat memicu timbulnya gejala hipertiroid. Pada sindroma defisiensi imun (HIV), penggunaan terapi antivirus dosis tinggi highly active antiretroviral theraphy (HAART) berhubungan dengan penyakit ini dengan meningkatnya jumlah dan fungsi CD4 sel T. Multipel sklerosis yang mendapat terapi Campath-1H monoclonal antibodi secara langsung, mempengaruhi sel T yang sering disertai kejadian hipertiroid. Terapi dengan interferon

C. GEJALA KLINIS Pada penderita usia muda pada umumnya didapatkan palpitasi, nervous, mudah capek, hiperkinesia, diare, keringat berlebihan, tidak tahan terhadap udara panas dan lebih suka udara dingin. Pada penderita di atas 60 tahun yang menonjol adalah manifestasi kardiovaskuler dan miopati dengan keluhan utama adalah palpitasi, sesak waktu melakukan aktivitas, tremor, nervous, dan penurunan berat badan. Gejala lain didapatkan juga penurunan berat badan tanpa disertai penurunan nafsu makan, kelenjar tiroid membesar, didapatkan tanda-tanda mata tirotoksikosis (exopthalmus) dan umumnya terjadi takikardi ringan. Kelemahan otot dan kehilangan massa otot terutama pada kasus berat yang ditandai penderita biasanya tidak mampu berdiri dari kursi tanpa bantuan. Dermopati merupakan penebalan pada kulit terutama pada tibia bagian bawah sebagai akibat dari penumpukan glikoaminoglikan (non pitting edema). Keadaan ini sangat jarang, hanya terjadi pada 2-3 % penderita. Secara rinci, Gejala-gejala penyakit Graves dalam berbagai sistem, adalah sebagai berikut: Umum Kelelahan, kelemahan Dermatologic - Hangat, lembab, kulit halus, berkeringat; halus rambut; onycholysis; vitiligo, alopecia; pretibial myxedema Neuromuskular - Getaran, kelemahan otot proksimal, kelelahan mudah, kelumpuhan periodik pada orang dari kelompok etnis rentan Kerangka - Sakit punggung, peningkatan risiko untuk patah tulang Kardiovaskular - Palpitasi, dyspnea pada aktivitas, nyeri dada. Pernapasan - Dispnea Gastrointestinal - motilitas usus meningkat dengan peningkatan frekuensi buang air besar Ophthalmologic - Tearing, sensasi berpasir di mata, fotofobia, nyeri mata, mata menonjol (exopthalmus) , diplopia, kehilangan penglihatan Ginjal - Poliuria, polidipsia Hematologi - Mudah memar Metabolik - Panas intoleransi, penurunan berat badan meskipun nafsu makan meningkat. Endokrin / reproduksi - periode menstruasi yang tidak teratur, penurunan volume menstruasi, ginekomastia, impotensi Psikiatri - Gelisah, cemas, lekas marah, insomnia Gambaran klinis dari Laboratorium, adalah : Apabila ada kecurigaan hipertiroid maka yang diperiksa adalah FT4 (free tiroksin), FT3 dan TSHs Pemeriksaan thyroid antibody diantaranya adalah Tg Ab (Thyroglobulin Antibodi) dan TPO Antibodi (Thyroperoxidase Antibodi) biasanya positif pada penderita Graves disease dan Hashimotos thyroiditis tetapi untuk TSH-R Ab (stimulating) adalah khas untuk Graves disease Uptake atau technetium scan biasanya digunakan untuk mengevaluasi ukuran kelenjar dan adanya nodul hot atau cold

D. DIAGNOSIS I. Anamnesis + Pemeriksaan Fisis Dokter kadang-kadang dapat mendiagnosa penyakit Graves hanya berdasarkan pemeriksaan fisik dan riwayat medis.8 Hipertiroidisme penyakit Graves menyebabkan berbagai gejala. Diagnosis Graves dapat ditegakkan apabila didapatkan hipertiroid yang disertai exopthalmus. Tanda lainnya yang merupakan diagnosis penyakit Graves adalah pretibial myxedema, gangguan kulit yang langka dengan tingkat terjadinya 1-4% , yang menyebabkan kental, kulit kemerahan pada kaki bagian bawah. Jenis gondok (pembesaran kelenjar tiroid) yaitu dari jenis difus (yaitu, menyebar ke seluruh kelenjar). Fenomena ini juga terjadi dengan penyebab lain dari hipertiroidisme, meskipun penyakit Graves adalah penyebab paling umum dari gondok menyebar. Sebuah gondok besar akan terlihat oleh mata telanjang, tapi gondok yang lebih kecil mungkin hanya diketahui dengan pemeriksaan fisik. Pada kesempatan itu, gondok tidak terdeteksi secara klinis tetapi dapat dilihat hanya dengan CT atau pemeriksaan USG tiroid. II. Laboratorium

Gambar 6. Skema kelainan laboratorium pada keadaan hipertiroidisme. TSHs. Apabila didapatkan peningkatan FT4 dan penurunan TSHs, maka diagnosis hipertiroid dapat ditegakkan. Apabila FT4 dan TSHs keduanya meningkat, maka harus dicurigai adanya tumor pituitary yang memproduksi TSH. Apabila FT4 normal sedangkan TSHs rendah, maka FT3 harus diperiksa, diagnosis Graves disease stadium awal dan T3-secreting toxic nodules dapat ditegakkan apabila FT3 meningkat. Apabila FT3 rendah didapat pada euthyroid sick syndrome atau pada penderita yang mendapatkan terapi dopamine atau kortikosteroid. Hipertiroid dengan atau tanpa goiter apabila tidak disertai dengan exopthalmus harus dilakukan radioiodine uptake. Bila didapatkan peningkatan uptake, maka diagnosis Graves disease dan toxic nodular goiter dapat ditegakkan. Radioiodine uptake yang rendah didapatkan pada hipertiroidism yang baik, tiroiditis subakut, tiroiditis Hashimoto fase akut, pengobatan dengan levotyroxin, yang jarang yaitu struma ovarii Tjokroprawiro membuat 3 kriteria diagnostic Penyakit Graves yaitu : a. Diagnosis dengan penyakit Graves : struma, gejala umum, gejala kardiovaskular b. Diagnosis klinis penyakit Graves : diagnosis dengan Indeks Wayne > 20 atau Indeks New Castle > 40 Dokter juga dapat mempertimbangkan tes Imunoglobulin thyroid-stimulating, karena antibodi tiroid harus diukur (hampir semua pasien dengan hipertiroidisme Graves memiliki terdeteksi TSHR-Ab atau Tes Antibodi TSH) . Pengukuran thyroid-stimulating imunoglobulin (TSI) adalah yang paling akurat ukuran antibodi tiroid. Mereka akan menjadi positif dalam 60 sampai 90% anak dengan penyakit Graves. Jika TSI tidak tinggi, maka penyerapan yodium radioaktif harus dilakukan; hasil yang tinggi dengan pola menyebar khas dari penyakit Graves. Hasil tes fungsi hati harus diperoleh untuk memantau toksisitas hati yang disebabkan oleh thioamides (obat antitiroid). Penyakit Graves dapat berhubungan dengan anemia normositik, rendah-normal untuk sedikit tertekan jumlah WBC total dengan limfositosis relatif dan monocytosis, rendah normal untuk jumlah trombosit sedikit

tertekan. Thionamides jarang dapat menyebabkan efek samping hematologi yang parah, tapi rutin skrining untuk peristiwa langka tidak hemat biaya. Investigasi ginekomastia yang terkait dengan penyakit Graves dapat mengungkapkan seks meningkat pengikat hormon tingkat globulin dan penurunan tingkat testosteron bebas. Penyakit Graves dapat memperburuk kontrol diabetes dan dapat tercermin oleh peningkatan hemoglobin pada pasien diabetes. Sebuah profil lipid puasa mungkin menunjukkan penurunan kadar kolesterol total dan penurunan tingkat trigliserida. III. Radiologi Scan tiroid menunjukkan bagaimana dan di mana yodium didistribusikan tiroid. Pada penyakit Graves, seluruh kelenjar tiroid yang terlibat sehingga yodium muncul di seluruh kelenjar. Penyebab lain hipertiroidisme seperti nodul-benjolan kecil di kelenjar-akan menunjukkan pola yang berbeda dari distribusi yodium.

DAFTAR PUSTAKA Minanti, Batari. Endokrin Metabolik : Kapita Selekta Tiroidologi seri 1. Surabaya: Airlangga University Press; 2006. p.1-38 ;89;114-115. Konthen, Putu Gede.et al. Pedoman Diagnostik Dan Terapi SMF Ilmu Penyakit Dalam : Hipertiroid dan Tirotoksikosis. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; 2010. p.105-109 Greenstein, Ben.et al. At A Glance : Sistem Endokrin edisi kedua. Jakarta: Erlangga Medical Series; 2010. p.9

You might also like