You are on page 1of 19

ACARA 1V

PENILAIAN KARAKTERISTIK BEBERAPA BAHAN PANGAN

A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum acara “Penilaian Karakteristik Beberapa Bahan
Pangan” yaitu:
1. Menghitung jumlah bagian yang dapat dimakan (Edible Portion) dari
sayuran dan buah – buahan.
2. Mengamati beberapa sifat kimia buah dan sayur.
3. Mengamati struktur dan sifat fisik umbi – umbian.
4. Mengamati beberapa sifat fisik minyak dan lemak.

B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Bahan
Kentang merupakan salah satu komoditas penting di Indonesia.
Luas pertanaman, rata-rata produksi, dan konsumsi domestik terus
meningkat dari tahun ke tahun. Sayangnya, sampai saat ini Indonesia
masih tergantung pada bibit kentang kultivar impor karena pemulia di
dalam negeri belum dapat menghasilkan kultivar yang sesuai dengan
kebutuhan konsumen di Indonesia. Beberapa kultivar yang telah
dihasilkan Balai Penelitian Tanaman Sayur (Balitsa), seperti Thung,
Rapan, Cipanas, dan Segunung tidak lagi ditanam oleh petani di daerah
sentra produksi kentang di Jawa Barat karena tidak sesuai dengan
kebutuhan petani dan kondisi di Indonesia (Effendi, 2002).
Di Indonesia, ubi kayu atau singkong (Manihot esculenta)
mempunyai arti terpenting dibandingkan dengan jenis umbi-umbian yang
lain. Selain dapat dikonsumsi dalam bentuk singkong rebus/goring, tape,
dan lain-lain, umbi kayu juga sering diolah menjadi gaplek, tepung gaplek
dan tepinh tapioca yang merupakan bahan setengah jadi. Ubi kayu
berbentuk seperti silinder yang ujungnya mengecil dengan diameter rata-
rata sekitar 2-5 cm dan panjang sekitar 20-30 cm. Ubi kayu biasanya
diperdagangkan dalam bentuk masih kulit. Umbinya memiliki kulit yang
terdiri dari dua lapis yaitu kulit luar dan kulit dalam. Daging umbi
berwarna putih atau kuning. Di bagian tengah umbi terdapat suatu jaringan
yang tersusun dari serat. Antara kulit dalam dan daging umbi terdapat
lapisan kambium (buku).
Minyak kelapa merupakan salah satu produk pangan yang
dimanfaatkan sebagai minyak makan, obat-obatan dan sebagai bahan dasar
kosmetika. Untuk meningkatkan kualitas produk pangan, seringkali
ditambahkan bahan lain (food additive) ke dalamnya, seperti antioksidan
yang secara alami terkandung atau ditambahkan pada produk pangan
tersebut. Sifat antioksidan alami relatif lebih aman pamakaiannya
dibanding antioksidan sintetis (Nurhaida, 2007).
Tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas L.) termasuk tumbuhan
semusim (annual) yang memiliki susunan tubuh utama terdiri dari batang,
ubi, daun, bunga, buah, dan biji. Ubi Jalar menghasilkan buah berbentuk
kapsul dengan diameter 5-8 mm, biji berwarna hitam dengan bentuk datar
pada satu sisi dan cembung pada sisi lain dengan panjang sekitar 3 mm
dan biji ubi jalar ini memiliki kulit yang keras. Kulit ubi jalar (Ipomoea
batatas L.) relatif lebih tipis dibanding dangan kulit ubi kayu. Warna
daging umbi putih, kuning, jingga kemerah-merahan atau ungu. Warna
kulit luar juga berbeda-beda biasanya putih kekuningan atau merah ungu
dan tidak selalu sama dengan warna daging umbi. Demikian juga
bentuknya sering tidak seragam (bulat, lonjong, benjol-benjol). Daging
umbi biasanya mengandung serat, ada yang sedikit ada yang banyak
(buku).
Minyak kelapa murni merupakan bahan baku industri pangan,
farmasi, dan kosmetik terutama untuk perawatan tubuh. Di samping itu,
hasil penelitian terbaru telah membuka tabir kerahasiaan alam yang
terkandung dalam buah kelapa, bahwa minyak kelapa murni yang
beraroma gurih dan lembut itu dapat meningkatkan metabolisme tubuh
serta menanggulangi berbagai penyakit. Minyak kelapa murni
mengandung asam laurat yang sangat tinggi (45-50%), suatu asam lemak
jenuh berantai sedang (jumlah karbonnya 12) yang biasa disebut dengan
medium chain fatty acid (MCFA). Mendengar kata lemak jenuh orang
kadang tidak mau mengkonsumsi minyak kelapa karena terpengaruh oleh
mitos tentang bahaya lemak jenuh bagi kesehatan. Padahal asam lemak
jenuh berantai sedang justru berguna bagi kesehatan (Andi, 2005).
2. Tinjauan Teori
Buah terdiri dari kulit, daging buah dan biji sedangkan sayuran
tergantung dari jenisnya, apakah sayuran daun, buah umbi, biji, batang,
dan sebagainya. Akan tetapi pada umumnya tidak semua bagian sayuran
dan buah-buahan dapat dimakan. Untuk memperhitungkan jumlah bagian
yang termakan dan terbuang dari sayuran dan buah-buahan perlu diketahui
jumlah bagian yang biasa dimakan dari sayuran dan buah-buahan terebut.
Hal ini penting diketahui dalam perhitungan randemen hasil produksi hasil
olahan sayur atau buah (Sugiyono, 1992).
Sebelum mengenal macam – macam bahan serta penggunaannya,
untuk beberapa jenis bahan, khususnya bahan biologi perlu ditelaah dan
dipelajari berbagai sifat alami yang dimilikinya. Sifat – sifat tersebut dapat
dikelompokkan menjadi :
1. Karakteristik biologi dan fisiologi, yaitu sifat – sifat yang erat
kaitannya dengan aktivitas bahan sebagai makhluk biologi, antara lain
adalah aktivitas metabolisme, fotointesis, respirasi, fermentasi,
klimakterik dan kelayuan.
2. Karakteristik fisik dan termik bahan yang antar lain meliputi dimensi
bentuk, densitas, tekstur, kekerasan, sudut curah, warna dan
penampakan, panas jenis, panas laten, konduktifitas dan difusifitas
panas.
3. Karakteristik hidratasi, yaitu sifat – sifat fisik yang erat kaitannya
dengan air, seperti kelembapan, kadar air, aktivitas air (Aw), sifat
higrokopis bahan dan migrasi air.
4. Karakteristik kimia dan nutrisi yang meliputi komponen kimia dan
nilai gizi bahan, serta berbagai senyawa yang khas terdapat pada bahan
secara alami. Senyawa kimia spesifik tersebut dapat berupa senyawa
bermanfaat atau dapat pula senyawa kimia yang beracun.
(Syarief, 1988).
Sifat kimia buah dan sayur tidak akan terlepas dari substansi kimia
yang terkandung dalam buah dan sayur tersebut. Salah satunya yaitu
tingkat keasaman yang sangat dipengaruhi oleh kandungan asam askorbat
(vitamin C) yang bersifat asam pada komoditi tersebut. Sedangkan untuk
padatan terlarut dipengaruhi oleh massa gula yang terlarut pada air dalam
suatu larutan (Anonimb, 2009).

C. METODOLOGI
1. Alat
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.1 Hasil Menghitung Edible Portion dari Sayuran dan Buah-buahan
Kelompok Bahan Berat bahan Berat bahan Edible Portion
awal (gr) yang dimakan (%)
(gr)
1 Buncis 250 190 76
2 Sawi 200 250 83,3
3 Kacang panjang 350 275 78,6
4 Kubis 290 250 86,2
5 Bayam 250 230 92
6 Apel 250 175 70
7 Salak 250 180,1 72,40
8 Nanas 575 300 52,17
9 Bengkoang 255,3 246,3 96,47
10 Pepaya 260 1100 87,3
Sumber : Laporan Sementara
Buah terdiri dari kulit, daging buah dan biji sedangkan sayuran
tergantung dari jenisnya, apakah sayuran daun, buah umbi, biji, batang, dan
sebagainya. Akan tetapi pada umumnya tidak semua bagian sayuran dan
buah-buahan dapat dimakan. Untuk memperhitungkan jumlah bagian yang
termakan dan terbuang dari sayuran dan buah-buahan perlu diketahui jumlah
bagian yang biasa dimakan dari sayuran dan buah-buahan terebut. Hal ini
penting diketahui dalam perhitungan randemen hasil produksi hasil olahan
sayur atau buah (Sugiyono, 1992).
Pada praktikum Menghitung Jumlah Bagian yang Dapat Dimakan
(Edible Portion) dari Sayuran dan Buah-Buahan ini menggunakan berbagai
macam sayuran dan buah-buahan, antara lain : bayam, buncis, sawi, kubis,
kacang panjang, apel, bengkoang, pepaya, salak, dan nanas. Masing-masing
bahan dipisahkan bagian yang bisa dimakan dan yang tidak kemudian
ditimbang untuk mengetahui besarnya edible portion. Besarnya bagian yang
dapat dimakan (edible portion) pada praktikum ini dinyatakan dengan persen
rendement bahan pangan yang dapat dimakan, yaitu hasil pembagian berat
bahan yang dapat dimakan dengan berat bahan utuh/keseluruhan sebelum
dikupas dikalikan seratus persen.
Dalam tabel hasil perhitungan edible portion dari buah-buahan dan
sayur dapat dilihat hasilnya tidak berbeda jauh. Hal ini disebabkan karena
memang bagian–bagian buah atau sayur itulah yang pada umumnya biasa
dimakan. Dari praktikum tersebut dapat diketahui nilai edible portion yaitu
buncis: 76%; sawi: 83,3%; kacang panjang: 78,6 %; kubis: 86,2%;
bayam: 92%; apel: 70%; salak: 72,4%; nanas: 52,17%; bengkoang: 96,47%;
pepaya: 87,3%. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa bayam memiliki
edible portion terbesar dibandingkan sayuran yang lain yaitu sebesar 92%.
Sedangkan buncis memiliki edible portion terkecil yaitu 76%. Pada kubis
persen yang dapat dimakan lebih kecil jika dibandingkan dengan bayam yaitu
sebesar 86,2%, hal ini dikarenakan adanya bonggol tengah yang tidak dapat
dimakan, hal serupa juga tejadi pada sawi karena pada sawi banyak bagian
yang tidak dapat dimakan seperti tangkai. Jumlah bagian yang dapat dimakan
(edible potion) untuk komoditi sayur dipengaruhi oleh banyaknya bagian yang
tidak dapat dimakan seperti tangkai dan bonggol, berat, ukuran, serta
kenampakan fisik bahan (cacat/tidak).
Pada komoditi buah-buahan, dapat dilihat bahwa edible portion
terbesar adalah buah bengkoang sebesar 96,47%. Hal ini disebabkan karena
bagian yang terbuang dari buah bengkoang memang paling sedikit, yaitu
hanya kulitnya saja Apalagi kulit bengkoang cenderung tipis dan tidak
terdapat biji sehingga setelah dikupas tidak berpengaruh terlalu banyak pada
pengurangan berat. Sedangkan edible portion terkecil adalah buah nanas
sebesar 52,17% karena selain memiliki kulit pada nanas juga terdapat bonggol
tengah yang keras dan tidak dapat dimakan. Jumlah bagian yang dapat
dimakan (edible potion) untuk komoditi buah dipengaruhi oleh berat, ukuran,
kenampakan fisik bahan (cacat/tidak), serta banyaknya bagian yang tidak
dapat dimakan seperti kulit, biji, serta bonggol. Hal tersebut senada dengan
yang dikatakan oleh Sugiyono buah terdiri dari kulit, daging buah dan biji
sedangkan sayuran tergantung dari jenisnya, apakah sayuran daun, buah umbi,
biji, batang, dan sebagainya. Akan tetapi pada umumnya tidak semua bagian
sayuran dan buah-buahan dapat dimakan (Sugiyono, 1992).
Secara umum, baik pada sayur maupun buah, nilai edible portion yang
diperoleh berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh ukuran bahan, berat bahan,
kenampakan fisik bahan (cacat/tidak), penyusun bahan yang terdiri dari kulit
(tebal/tipis), biji (ada/tidak), dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi
kelayakan bahan tersebut untuk dikonsumsi.
Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Beberapa Sifat Kimia Buah dan Sayur
Kelompok Bahan pH Padatan
Terlarut(°Brix)
1 Buncis 5,93 1,5
2 Sawi 5,63 1,1
3 Kacang panjang 5,07 1,8
4 Kubis 5,93 1,5
5 Bayam 6,23 4
6 Apel 4,3 5
7 Salak 5,3 10
8 Nanas 4,1 4,6
9 Bengkoang 6,6 2,4
10 Pepaya 6,1 3,5
Sumber : Laporan Sementara
Pada praktikum pengamatan sifat kimia buah dan sayur ini
menggunakan bahan berbagai macam buah dan sayur untuk dapat
dibandingkan tingkat keasaman dan jumlah padatan terlarut pada
masing-masing bahan. Seperti halnya sifat fisiknya, sifat kimia buah dan sayur
berbeda untuk masing – masing jenis bahan dan tingkat kematangan. Sifat
kimia buah dan sayur biasanya ditentukan secara obyektif kuantitatif.
Sifat kimia buah dan sayur tidak akan terlepas dari substansi kimia
yang terkandung dalam buah dan sayur tersebut. Salah satunya yaitu tingkat
keasaman yang sangat dipengaruhi oleh kandungan asam askorbat (vitamin C)
yang bersifat asam pada komoditi tersebut. Sedangkan untuk padatan terlarut
dipengaruhi oleh massa gula yang terlarut pada air dalam suatu larutan
(Anonimb, 2009).
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain : buncis, sawi,
kacang panjang, kubis, bayam, apel, salak, bengkoang, pepaya, dan nanas.
Pada penentuan keasaman (pH) buah dan sayur dalam praktikum kali ini
dilakukan dengan menghancurkan bahan sebanyak 100gr menggunakan
blender. Kemudian bahan yang telah halus diambil sedikit dan dihitung pH-
nya dengan pH meter sebanyak 3 kali kemudian nilainya dirata - ratakan.
Dari hasil pengamatan dapat dilihat nilai pH yang bervariasi dari
macam–macam buah dan sayur. Dari komoditi sayuran diperoleh pH pada
buncis sebesar 5,93; sawi sebesar 5,63; kacang panjang sebesar 5,07; kubis
sebesar 5,8; dan pada bayam sebesar 6,23. Sayur yang memiliki pH paling
tinggi adalah bayam (6,23) dan yang memiliki pH paling rendah adalah
kacang panjang (5,07). Kacang panjang memiliki pH paling kecil
dibandingkan sayur yang lain karena kandungan asam askorbatnya paling
tinggi. Sedangkan bayam memiliki pH paling tinggi karena kandungan asam
askorbatnya rendah. Akan tetapi, dari beberapa sampel tersebut tidak memiki
perbedaan pH yang terlalu jauh, hampir seluruh sampel sayur yang diuji
memiliki pH pada tingkat keasaman rendah bahkan mendekati netral yaitu
berkisar 5,07 (kacang panjang) hingga 6,23 (bayam) hal ini menunjukan
kandungan substansi kimia berupa asam askorbat (vitamin C) pada komoditi
sayur yang diuji rendah.
Sedangkan dari hasil pengujian dengan pH meter untuk komoditas
buah didapatkan pH apel 4,3; salak 5,3; nanas 4,1; bengkoang 6,6; dan pepaya
6,1. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa buah dengan tingkat keasaman
paling tinggi adalah nanas (pH 4,1), hal tersebut menunjukan bahwa
kandungan vitamin C atau asam askorbat pada nanas tinggi. Sedang untuk
komoditi buah dengan tingkat keasaman paling rendah adalah bengkoang
dengan pH mendekati netral (6,6).
Hasil pengamatan yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan teori dari
Norman, dalam bukunya yang menyatakan bahwa kebanyakan bahan pangan
segar alami yang dikonsumsi manusia sebagai bahan pangan berifat asam.
Rentang nilai pH untuk sayuran ialah dari 6,5 sampai 4,6. Rentang untuk
buah-buahan ialah dari 4,5 sampai 3,0 (Norman, 1988). Kadar keasaman buah
yang lebih tinggi dari pada sayur pada tabel hasil pengamatan juga sesuai
dengan pernyataan Prof. Sri Kumalaningsih yang menyatakan bahwa sayuran
segar mengandung kadar vitamin C yang lebih sedikit dibandingkan dengan
buah-buahan (Kumalaningsih, 2007).
Pengamatan sifat kimia buah dan sayur juga dilakukan dengan
menghitung padatan terlarut. Praktikum ini dilakukan dengan menghancurkan
sejumlah bahan dengan blender, kemudian menyaringnya menggunakan kertas
saring. Setelah itu filtrat diteteskan pada prisma refraktometer. Skala
refraktometer akan menunjukkan kadar padatan terlarut. Jika sebagian besar
padatan terlarut sampel berupa gula, maka hasil pembacaannya dinyatakan
sebagai derajat Brix. Brix itu sendiri merupakan perbandingan massa antara
gula dengan air dalam suatu larutan. Untuk ekstrak buah, satu derajat brik
adalah berkisar 1-2 % gula dari berat total/ ini selalu di korelasikan dengan
tingkat kemanisan (Anonima, 2008).
Nilai padatan terlarut (% brix) yang didapat dari hasil pengamatan
pada praktikum ini adalah buncis: 1,5; sawi: 1,1; kacang panjang: 1,8;
kubis: 1,5; bayam: 3,25; apel: 5; salak: 10; nanas: 4,6; bengkoang: 2,4;
pepaya: 3,5. Sayur yang memiliki nilai padatan terlarut tertinggi adalah
bayam (4), hal ini berarti tingkat kemanisan bayam paling tinggi daripada
sayur yang lain. Sedangkan sayur yang memiliki nilai padatan terlarut
terendah adalah sawi (1,1), hal ini berarti tingkat kemanisan sawi paling
rendah daripada jenis sayur yang lain. Pada komoditi buah, yang memiliki
nilai padatan terlarut tertinggi adalah salak (10), hal ini berarti tingkat
kemanisan salak paling tinggi daripada buah yang lain. Buah yang memiliki
nilai padatan terlarut terendah adalah bengkoang (2,4), hal ini berarti tingkat
kemanisan bengkoang paling rendah daripada buah yang lain. Semakin besar
padatan terlarutnya maka tingkat kemanisan bahan akan semakin tinggi.
Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Struktur dan Sifat Fisik Umbi – umbian
Berat Struktur
Kel. Bahan Bentuk Ukuran (cm) Warna Pencoklatan
(gr) Jaringan
Melintang

Singkong p : 17 cm D : putih
528 gr Tidak ada
d : 7,19 cm K : hitam
Membujur

2
Melintang

Kentang
p : 13,45 cm D : kuning
300 gr Ada
d : 6,245 cm K : coklat
Membujur
Melintang

D : putih
Kentang p : 6,6 cm 26,2 Membujur
K : coklat Ada
hitam d : 2,635 cm gr
kehitaman

Melintang

D : kuning
Ubi jalar p : 16,3 cm K : coklat
250 gr Tidak ada
kuning d : 11,33 cm kekuninga Membujur
n
Melintang

D : putih
Bengkoa p : 6,93 cm 255,3
susu +
ng d : 7,27 cm gr
K : coklat Membujur

Melintang

Kentang D : putih
p : 4,4 cm 20,2 Membujur
hitam K : coklat +++
d : 2,9 cm gr
kehitaman
Melintang

D : putih
Bengkoa p : 6,93 cm 255,3
susu +
ng d : 7,27 cm gr
K : coklat Membujur

9 Melintang

Kentang D : putih
p : 5,2 cm 20,2 Membujur
hitam K : coklat +++
d : 2,98 cm gr
kehitaman

Sumber : Laporan Sementara


Dari sekian banyak jenis umbi – umbian, hanya sebagian saja yang
telah dikenal dan dimanfaatkan oleh manusia. Diantaranya umbi – umbian itu
adalah ubi jalar, ubi kayu dan gembili. Ubi jalar dipanen pada umur 4 bulan.
Ubi jalar sering pula digunakan untuk makanan pokok. Secara fisik, ubi jalar
merupakan umbi dari bagian batang tanaman dan memiliki kulit yang tipis.
Warna kulit ubi jalar bervariasi dan tidak selalu sama dengan warna umbi.
Warna daging umbinya bermacam – macam. Demikian pula bentuk umbinya
seringkali tidak seragam (Rizal Syarief, 1986). Seperti ubi jalar oranye dan
putih yang dijadikan sampel pada praktikum kali ini. Ubi jalar oranye
memiliki bentuk, ukuran/berat, dan warna yang berbeda dari ubi jalar putih.
Ubi jalar oranye kulitnya berwarna merah keunguan, dan dagingnya berwarna
oranye. Sedangkan ubi jalar putih kulitnya berwarna coklat, dan dagingnya
berwarna putih. Tetapi pada kedua ubi jalar tersebut terdapat kesamaan, yaitu
dagingnya akan mengalami pencoklatan apabila dibiarkan di udara terbuka.
Susunan struktur jaringan melintang dan melintangnya juga tiak berbeda
mencolok.
Ubi kayu atau singkong menghasilkan umbi setelah tanaman berumur
6 bulan. Komponen fisik ubi kayu terdiri dari kulit, biasanya terdapat 2 lapis
kulit yaitu kulit luar dan kulit dalam. Kemudian diikuti oleh daging ubi kayu
yang terdiri dari lapisan kambium dan daging umbi. Seperti pada pengamatan
yang dilakukan dalam praktikum, warna daging ubi kayu adalah putih. Tetapi
pada umumnya daging ubi kayu juga ada yang berwarna kuning atau gading.
Berbeda dengan ubi jalar, daging ubi kayu bila dibiarkan di udara terbuka
tidak akan terjadi pencoklatan. Perbedaan susunan struktur jaringan melintang
dan membujur ubi kayu pada praktikum kali ini tidak terlihat jelas. Hal ini
disebabkan karena keterbatasan mikroskop dan penyiapan preparat yang
kurang tepat. Misalnya pengirisan sampel yang terlalu tebal sehinggan struktur
jaringan tiak begitu kelihatan. Umbi gembili dapat mulai dipanen pada umur 8
- 9 bulan setelah masa tanam. Daging umbinya berwarna putih sampai
kekuningan. Pada daging gembili akan mengalami pencoklatan apabila
dibiarkan di udara terbuka. Pada musim kemarau mengalami masa istirahat
selama 1-6 bulan. Menjelang musim hujan umbi ini akan bertunas dan
dipergunakan sebagai bibit. Perbanyakan dapat dilakukan selain dengan
umbinya, juga dapat dilakukan dengan stek batang (Anonim,2007).
Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Beberapa Sifat Fisik Minyak dan Lemak
Kelompok Bahan Warna Aroma Turbidity
Point (0C)
1 Minyak Bening Normal 630C
kelapa sawit kekuningan kelapa sawit
3 Minyak wijen Coklat Menyengat 710C
wijen
5 Minyak Putih bening Tidak terlalu 560C
kelapa menyengat
6 Minyak Kuning Minyak 420C
kelapa sawit keemasan kelapa sawit
8 Minyak Bening Sari kelapa 520C
kelapa
10 Minyak wijen Coklat tua Wijen 730C
Sumber : Laporan Sementara
Sifat fisik minyak meliputi warna, flavor, dan titik kekeruhan
(Turbidity Point) . Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih
tersisa setelah proses pemucatan, karena asam – asam lemak dan gliserida
tidak berwarna. Warna orange atau kuning disebabkan adanya pigmen
karotene yang larut dalam minyak. Bau dan flavor dalam minyak terdapat
secara alami, juga terjadi akibat adanya asam – asam lemak berantai pendek
akibat kerusakan minyak. Turbidity Point adalah suhu dimana minyak atau
lemak cair berubah menjadi fase padat. Pengujian ini dilakukan untuk
menentukan adanya pemalsuan atau pencemaran oleh bahan asing atau
pencampuran minyak. Prosedur pengujian ini adalah contoh minyak atau
lemak cair dimasukkan ke dalam gelas piala yang berisi asam asetat glacial
atau etil alkohol. Dalam pelarut ini minyak atau lemak cair akan larut
sempurna sehingga membentuk larutan jernih. Larutan kemudian didinginkan
secara perlahan – lahan sampai mulai menghablur. Suhu dimana mulai terlihat
adanya kristal – kristal lemak dinyatakan sebagai Turbidity Point atau biasa
disebut juga sebagai titik kritis (Ketaren, 1986).
Zat warna alamiah yang terdapat pada minyak kelapa adalah karotene
yang merupakan hidrokarbon tidak jenuh dan tidak stabil pada suhu tinggi.
Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa warna minyak kelapa adalah
bening kekuningan, seperti warna minyak pada umumnya. Selain itu minyak
kelapa tidak berbau atau dengan kata lain beraroma minyak normal biasanya.
Dari hasil percobaan diperoleh titik kekeruhan minyak kelapa berkisar antara
54 – 570C. Pada pengolahan minyak menggunakan uap panas, maka warna
kuning yang disebabkan oleh karoten akan mengalami degradasi.
Pada minyak kelapa sawit bau khasnya ditimbulkan oleh
persenyawaan beta ionone. Warna minyak kelapa sawit kuning jernih seperti
minyak pada umumnya. Dari percobaan diperoleh titik kekeruhan sebesar
antara 48 – 570C. Sedangkan pada pengamatan minyak wijen dapat dilihat
warnanya, yaitu hitam. Dan aromanya pun sangit ketengikan. Memiliki titik
kekeruhan sebesar 65 – 660C. Pada pengamatan minyak zaitun dapat dirasakan
aroma yang khas dari zaitun. Tetapi warnanya kuning jernih, sama halnya
dengan minyak normal lainnya. Titik kekeruhan yang diperoleh sebesar 50 –
550C.

E. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum acara ini adalah :
1. Bagian yang dapat dimakan (edible portion) dinyatakan dengan persen
rendement bahan pangan yang dapat dimakan dibandingkan yang
terbuang.
2. Pada buah apel, edible portion (bagian yang dapat dimakan) diperoleh
sebesar 70%; buah salak sebesar 72,4%; buah nanas sebesar 54,72%; buah
pepaya sebesar 87,3%; buah bengkoang sebesar 96,47%.
3. Sedangkan pada komoditi sayur, edible portion pada buncis sebesar 76%;
sawi sebesar 83,3%; kacang panjang sebesar 78,6%; kubis sebesar 86,2%;
dan bayam sebesar 92%.
4. Sayuran yang memiliki edible portion terbesar adalah bayam (92%),
sedangkan yang memiliki edible portion terkecil adalah buncis (76%).
5. Buah yang memiliki edible portion terbesar adalah bengkoang (96,47%)
sedangkan yang memiliki edible portion terkecil adalah nanas (52,17%).
6. Edible portion dipengaruhi oleh ukuran bahan, berat bahan, kenampakan
fisik bahan (cacat/tidak), penyusun bahan yang terdiri dari kulit
(tebal/tipis), biji (ada/tidak), dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi
kelayakan bahan tersebut untuk dikonsumsi.
7. Tingkat keasaman buah dan sayur sangat dipengaruhi oleh kandungan
asam askorbat (vitamin C) yang bersifat asam pada komoditi tersebut.
8. Buah yang memiliki pH paling rendah adalah nanas (4,1) dan yang paling
tinggi adalah bengkoang (6,6).
9. Sayur yang memiliki pH paling tinggi adalah bayam (6,23) dan yang
memiliki pH paling rendah adalah kacang panjang (5,07).
10. Sayuran segar mengandung kadar vitamin C (asam askorbat) yang lebih
sedikit dibandingkan dengan buah-buahan.
11. Brix merupakan perbandingan masa antara gula dengan air dalam suatu
larutan.
12. Sayur yang memiliki nilai padatan terlarut tertinggi adalah bayam (4) dan
sayur yang memiliki nilai padatan terlarut terendah adalah sawi (1,1).
13. Buah yang memiliki nilai padatan terlarut tertinggi adalah salak (10) dan
buah yang memiliki nilai padatan terlarut terendah adalah bengkoang
(2,4).
14. Semakin besar padatan terlarutnya maka tingkat kemanisan bahan akan
semakin tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Anonima. 2008. Brix. http://en.wikipedia.org/wiki/Brix. (Diakses tanggal 2 Mei


2009 pukul 10.10 WIB).
Anonimb. 2009. Keasaman. www.netgizi.com. (Diakses tanggal 2 Mei 2009 pukul
10.00 WIB).
Desrosier, Norman. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI-Press. Jakarta.
Effendi, Kusumah. 2002. TPS untuk Kultivar Kentang Unggul Baru. Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 24 No.1: 10.
Kumalaningsih, Sri. 2007. Sumber dan Manfaat Antioksidan.
http://antioxidantcentre.com/index.php/. (Diakses tanggal 2 Mei 2009
pukul 10.20 WIB).

Nurhaida. 2007. Efisiensi Pembuatan Minyak Kelapa Murni Yang Mengandung


Faktor-2 Hasil Fermentasi Rhizopus oligosporus L41 Terimobilisasi. Jurnal
Penelitian Kimia Vol. 6 No.2: 23-30.
Nur Alam Syah, Andi. 2005. Minyak Kelapa Murni: Harapan Nilai Tambah yang
Menjanjikan. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 27 No.2:
1 – 4.
Sugiyono. 1992. Pengantar Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan. IPB-Press.
Bogor.
Syarief, Rizal dan Anies Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri
Pertanian. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.
LAMPIRAN

• Perhitungan persen berat buncis yang dapat dimakan


berat bahan yang dapat termakan
Edible portion = × 100%
berat bahan awal
190
= Χ 100%
250
= 76%

You might also like