You are on page 1of 8

A.

Al Quran Atas dasar bahwa hukum syara itu adalah kehendak Allah tentang tingkah laku manusia mukallaf, maka dapat dikatakan bahwa pembuat hukum (law gider) adalah Allah SWT. KetentuanNya terdapat dalam kumpulan wahyuNya yang disebut Al Quran. Dengan demikian ditetapkan bahwa Al Quran itu sumber utama bagi hukum Islam, sekaligus juga sebagai dalil utama fiqih. AlQuran itu membimbing dan memberikan petunjuk untuk menemukan hukumhukum yang terkandung dalam sebagian ayat-ayatnya. Karena kedudukan AlQuran itu sebagai sumber utama dan pertama bagi penempatan hukum, maka bila seseorang ingin menemukan hukum untuk suatu kejadian, tindakan pertama yang harus ia lakukan adalah mencari jawab penyelesaiannya dari AlQuran. Selama hukumnya dapat diselesaikan dengan Al-Quran, maka ia tidak boleh mencari jawaban lain di luar Al-Quran. Selain itu, sesuai dengan kedudukan Al-Quran sebagai sumber utama atau pokok hukum Islam, berarti al-Quran itu menjadi sumber dari segala sumber hukum. Karena itu jika akan menggunakan sumber hukum lain di luar Al-Quran, maka harus sesuai dengan petujuk al-Quran dan tidak boleh melakukan sesuatu yang bertentangan dengan al-Quran. Hal ini berarti bahwa sumber hukum selain al-Quran tidak boleh menyalahi apa-apa yang telah ditetapkan al-Quran. Kekuatan hujjah al-Quran sebagai sumber dan dalil hukum fiqh terkandung dalam ayat al-Quran yang menyuruh umat manusia mematuhi Allah. Hal ini disebutkan lebih dari 30 kali dalam alQuran. Perintah mematuhi Allah itu berarti mengikuti apa-apa yang difirmankanNya dalam al-Quran. A. Pengertian Al-Quran Pengertian Al-Quran Di kalangan para ulama dijumpai adanya perbedaan pendapat di sekitar pengertian al-Quran baik dari bahasa maupun istilah. As-Syafii misalnya mengatakan bahwa Al-Quran bukan berasal dari kata apa pun, dan bukan pula ditulis dengan hamzah. Lafadz tersebut sudah lazim dipergunakan dalam pengertian kalamullah (firman Allah) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sementara Al-

Farra berpendapat bahwa lafadz al-Quran berasal dari kata qarain jamak dari kata qarinah yang berarti kaitan ; karena dilihat dari segi makna dan kandungannya ayat-ayat al-Quran itu satu sama lain saling berkaitan. Selanjutnya Al-Asyari dan para pengikutnya mengatakan bahwa lafadz alQuran diambil dari akar kata qarn yang berarti menggabungkan sesuatu atas yang lain; karena surah-surah dan ayat-ayat al-Quran satu dan lainnya saling bergabung dan berkaitan. Pengertian-pengertian kebahasaan yang berkaitan dengan al-Quran tersebut sungguh pun berbeda tetapi masih dapat ditampung oleh sifat dan karakteristik al-Quran itu sendiri, yang antara lain ayat-ayatnya saling berkaitan satu dan lainnya. Oleh karena itu penulis mencoba pula untuk memaparkan pengertian al-Quran secara etimologis dan terminologis berdasarkan pendapat beberapa ahli. Secara etimologis, al-Quran merupakan Masdar dari kata kerja Qoroa yang berarti bacaan atau yang ditulis, sedang menurut Quraish Shihab berarti bacaan yang sempurna. Kitab Al-Quran secara terminologis ditemukan dalam beberapa rumusan defenisi sebagai berikut: Menurut Syaltut, Al-Quran adalah lafaz Arabi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dinukilkan kepada kita secara mutawatir 2. Al-Syaukani mengartikan Al-Quran dengan kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, tertulis dalam mushhaf, dinukilkan secara mutawatir 3. Al-Ghazali dalam kitabnya al-Mustasfa menjelaskan bahwa Al-Quran yaitu merupakan firman Allah SWT. 4. Defenisi Al-Quran yang dikemukakan Abu Zahrah ialah kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. 5. Menurut al-Sarkhisi, Al-Quran adalah kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, ditulis dalam mushaf, diturunkan dengan huruf yang tujuh yang masyhur dan dinulikan secara mutawatir

1.

6.

Al-Amidi memberikan tarif Al-Quran, al-kitab adalah Al-Quran yang diturunkan. Ibn Subki mendefenisikan, Al-Quran adalah lafaz yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, mengandung mujizat setiap suratnya dan merupakan ibadah bagi yang membacanya. Menurut Zakaria al-Birri, yang dimaksud al-Quran adalah Al-Kitab yang disebut al-Quran dalah kalam Allah SWT, yang diturunkan kepada Rasul-Nya Muhammad SAW dengan lafal Bahasa Arab, dinukil secara mutawatir dan tertulis pada lembaran-lembaran mushaf.. Safi Hasan Abu Thalib menyebutkan Al-Quran adalah wahyu yang diturunkan dengan lafal Bahasa Arab dan maknanya dari Allah SWT melalui wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Ia merupakan dasar dan sumber utama bagi syariat.

7.

8.

9.

10. Dengan menganalisis unsur-unsur setiap defenisi di atas dan membandingkan antara satu defenisi dengan lainnya, dapat ditarik suatu rumusan mengenai defenisi Al-Quran, yaitu lafaz berbahasa Arab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang dinukilkan secara mutawatir.

Defenisi ini mengandung beberapa unsur yang menjelaskan hakikat AlQuran, yaitu: 1) Al-Quran itu berbentuk lafaz. Ini mengandung arti bahwa apa yang disampaikan Allah melalui Jibril kepada Nabi Muhammad SAW dalam bentuk makna dan dilafazkan Nabi dengan ibaratnya sendiri tidaklah disebut Al-Quran. Umpamanya hadits qudsi atau hadits qauli lainnya, karenanya tidak ada ulama yang mengharuskan berwudhu jika hendak membacanya. 2) Al-Quran itu adalah berbahasa Arab. Ini mengandung arti bahwa Al-Quran yang dialih bahasakan kepada bahasa lain atau yang

diibaratkan dengan bahasa lain bukanlah Al-Quran, karenanya salat yang menggunakan terjemahan Al-Quran, tidak sah. 3) Al-Quran itu diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Ini mengandung arti bahwa wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi-nabi terdahulu tidaklah disebut Al-Quran, tetapi yang dihikayatkan dalam Al-Quran tentang kehidupan dan syariat yang berlaku bagi umat terdahulu adalah Al-Quran. 4) Al-Quran itu dinukilkan secara mutawatir. Ini mengandung arti bahwa ayat-ayat yang tidak dinukilkan dalam bentuk mutawatir bukanlah Al-Quran. Karenanya ayat-ayat shazzah atau yang tidak mutawatir penukilannya tidak dapat dijadikan hujjah dalam istimbath hukum.

Disamping 4 unsur pokok tersebut, ada beberapa unsur sebagai penjelasan tambahan yang ditemukan dalam sebagian dari beberapa defenisi Al-Quran di atas, yaitu: a) Kata-kata mengandung mujizat setiap suratnya, memberi penjelasan bahwa setiap ayat Al-Quran mengandung daya mujizat. Oleh karena itu hadits tidak mengandung daya mujizat. b) Kata-kata beribadah membacanya, memberi penjelasan bahwa dengan membaca Al-Quran berarti melakukan suatu perbuatan ibadah yang berhak mendapat pahala. Karenanya membaca hadits qudsi yang tidak mengandung daya ibadah seperti AlQuran, tidak dapat disebut Al-Quran. c) Kata-kata tertulis dalam mushhaf (dalam defenisi Syaukani dan Sarkhisi), mengandung arti bahwa apa-apa yang tidak tertulis dalam mushhaf walaupun wahyu itu diturunkan kepada Nabi, umpamanya ayat-ayat yang telah dinasakhkan, tidak lagi disebut Al-Quran.

B. Kehujjahan Al-Quran Kehujjahan Al-Quran Sebagaimana disebutkan oleh Abdul Wahab Khallaf, bahwa kehujjahan Al-Quran itu terletak pada kebenaran dan kepastian isinya yang sedikitpun tidak ada keraguan atasnya. Dengan kata lain Al-Quran itu betul-betul datang dari Allah dan dinukil secara qatiy (pasti). Oleh karena itu hukum-hukum yang terkandung di dalam AlQuran merupakan aturan-aturan yang wajib diikuti oleh manusia sepanjang masa. Sementara M. Quraish Shiha menjelaskan bahwa alQuran sebagai wahyu , merupakan bukti kebenaran Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah, tetapi fungsi utamanya adalah sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia. Sebagai sumber ajaran Islam yang utama al-Quran diyakini berasal dari Allah dan mutlak benar. Keberadaan al-Quran sangat dibutuhkan manusia. Di kalangan Mutazilah dijumpai pendapat bahwa Tuhan wajib menurunkan al-Quran bagi manusia, karena manusia dengan segala daya yang dimilikinya tidak dapat memecahkan berbagai masalah yang dihadapinya. Bagi Mutazilah al-Quran berfungsi sebagai konfirmasi, yakni memperkuat pendapat-pendapat akal pikiran, dan sebagai informasi terhadap hal-hal yang tidak dapat diketahui oleh akal. Di dalam al-Quran terkandung petunjuk hidup tentang berbagai hal walaupun petunjuk tersebut terkadang bersifat umum yang menghendaki penjabaran dan perincian oleh ayat lain atau oleh hadis. Petunjuk alQuran terkadang memang bersifat global sehingga menerapkannnya perlu ada pengolahan dan penalaran akal manusia, dan karena itu pula al-Quran diturunkan untuk manusia berakal. Kita misalnya disuruh spuasa, haji dan sebagainya. Tetapi cara-cara mengerjakan ibadah tersebut tidak kita jumpai dalam al-Quran, melainkan dalam hadis Nabi yang selanjutnya dijabarkan oleh para ulama sebagaimana kita jumpai dalam kitab-kitab fiqih. Dengan demikian jelas bahwa kehujjahan (argumentasi) Al-Quran sebagai wahyu tidak seorangpun mampu membantahnya, disamping semua kandungan isinya tak satupun yang bertentangan dengan akal manusia sejak awal diturunkan hingga sekarang dan seterusnya. Lebih-

lebih di abad modern ini, di mana perkembangan sains modern sudah sampai pada puncaknya dan kebenaran Al-Quran semakin terungkap serta dapat dibuktikan secara ilmiah. C. Pengertian Sumber dan Dalil secara etimologi (bahasa) Asal dari segala sesuatu atau tempat merujuk sesuatu. Adapun secara terminologi ( istilah ) dalam ilmu ushul, sumber diartikan sebagai rujukan yang pokok atau utama dalam menetapkan hukum Islam, yaitu berupa Alquran dan Al-Sunnah. Dalil, secara bahasa artinya petunjuk pada sesuatu baik yang bersifat material maupun yang bersifat nonmaterial. Sedangkan menurut Istilah, suatu petunjuk yang dijadikan landasan berfikir yang benar dalam memperoleh hukum syara' yang bersifat praktis, baik yang kedudukannya qath'i ( pasti ) atau Dhani (relatif). Atau dengan kata lain, dalil adalah segala sesuatu yang menunjukan kepada madlul. Madlul itu adalah hukum syara' yang amaliyah dari dalil. Untuk samapai kepada madlul memerlukan pemahaman atau tanda penunjuknya (adalah).

a) Dalil ditinjau dari segi asalnya Ditinjau dari asalnya, dalil ada dua macam: 1. Dalil Naqli yaitu dalil-dalil yang berasal dari nash langsung, yaitu Alquran dan al-Sunnah. 2. Dalil aqli, yaitu dalil - dalil yang berasal bukan dari nash langsung, akan tetapi dengan menggunakan akal pikiran, yaitu Ijtihad. Bila direnungkan, dalam fiqih dalil akal itu bukanlah dalil yang lepas sama sekali dari Alquran dan al-Sunnah, tetapi prinsif-prinsif umumnya terdapat dalam Alquran dan Al-Sunnah. b) Dalil ditinjau dari ruang lingkupnya dalil ada dua macam: 1. Dalil ditinjau dari ruang lingkupnya ada dua macam, yaitu: Dalil Kully yaitu dalil yang mencakup banyak satuan hukum. Dalil Kulli ini adakalaya berupa ayat Alquran, dan berupa hadits, juga adakalanya berupa Qaidahqaidah Kully

2. Dalil Juz'i, atau Tafsili yaitu dalil yang menunjukan kepada satu persoalan dan satu hukum tertentu. c) Dalil ditinjau dari daya kekuatannya Dalil ditinjau dari daya kekuatannya ada dua, yaitu: a) Dalil Qath'i, Dalil Qath'i ini terbagi kepada dua macam, yaitu : a. Dalil Qath'i al-Wurud, yaitu dalil yang meyakinkan bahwa datangnya dari Allah (Al-quran) atau dari Rasulullah (Hadits Mutawatir). Alquran seluruhnya Qath'i wurudnya, dan tidak semua hadits qath'i wurudnya. b. Dalil Qath'i Dalalah, yaitu dalil yang kata-katanya atau ungkapan kata-katanya menunjukan arti dan maksud tertentu dengan tegas dan jelas sehingga tidak mungkin dipahamkan lain. b) Dalil Dhanni, terbagi kepada dua macam pula yaitu: Dhanni alWurud dan Dhanni al-Dalalah. a. Dhanni al-Wurud, yaitu dalil yang memberi kesan yang kuat atau sangkaan yang kuat bahwa datangnya dari Nabi saw. Tidak ada ayat al-Quran yang dhanni wurud, adapun hadits ada yang dhanni wurudnya yaitu hadits ahad. b. Dhanni al-Dalalah, yaitu dalil yang kata-katanya atau ungkapan kata-katanya memberi kemungkinan-kemungkinan arti dan maksud lebih dari satu. Tidak menunjukan kepada satu arti dan maksud tertentu. D. Urutan Sumber Hukum Sumber hukum Urutan sumber hukum yang telah disepakati oleh para ulama fiqih adalah Al-Quran dan al-Sunnah. Sedangkan yang lainnya; Ijma, Qiyas, Ishtishhab, Istihsan, mashlahah mursalah, Saddu zdara'i, Urf, istihsan, hukum bagi umat sebelum kita, mazdhab shahabi, ada yang menggunakan dan adapula yang tidak menggunakan. Bila diurut, maka sumber hukum itu urutannya sebagai berikut : 1) Al-Quran 2) Al-Sunnah

3) Ijtihad, yang meliputi pada: Al-Ijma, al-Qiyas, Al-Ishtishhab, almashlahah Mursalah, Saddu zdara'i, Istihsan, Uruf, Syar'un man Qablana, Mazdhab shahabi. Urutan sumber hukum di atas berdasarkan kepada dialog Nabi SAW dengan Muadz ketika beliau di utus ke Yaman menjadi Gubernur di sana.

You might also like