You are on page 1of 13

CASE

ASMA BRONKIAL

Disusun Oleh : 1. Rima Virgantini 96 052 2. Endang Sitanggang 97 - 170

Dosen pembimbing : Dr. Leopold .S, SpA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK PERIODE 9 AGUSTUS 16 OKTOBER 2004 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA JAKARTA

2004
PENDAHULUAN Latar Belakang Asma adalah penyakit yang sering dijumpai pada anak. Kejadian asma meningkat baik dinegara maju maupun dinegara berkembang termasuk Indonesia. Peningkatan ini diduga berhubungan dan meningkatnya industri dan pola hidup, sehingga tingkat polusi cukup tinggi meskipun hal ini masih perlu dibuktikan. Prevalensi asma anak di Indonesia sekitar 10% pada anak usia 6 7 tahun dan sekitar 6,5% pada anak usia < 14 tahun. Serangan asma berat dapat menyebabkan gagal nafas dan bila tidak segera ditangani dengan intensif dapat menyebabkan kematian. Keterlambatan penanganan merupakan penyebab utama kegagalan penanganan asma disamping underdiagnosis dan undertreatment. Epidemiologi Asma dapat timbul pada semua umur, 30% penderita memiliki gejala pada umur 1 tahun, sedang 80 90% anak asma memiliki gejala asma pertamanya sebelum umur 4 5 tahun. Perjalanan dan keparahan asma sukar diramal. Sebagian besar anak yang terkena kadang kadang hanya mendapat serangan ringan sampai sedang, relatif mudah ditangani, sebagian kecil mengalami asma berat yang berlarut larut.

PEMBAHASAN Definisi Batasan asma terbaru menurut KNAA ( Konsensus Nasional Asma Anak ) tahun 2001 adalah mengi berulang dan atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut : timbul secara episodik, cenderung pada malam atau dini hari (nokturnal ), musiman, setelah aktifitas fisik, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan atau keluarganya. Etiologi Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan faktor autonom, imunologis, infeksi, endokrin dan psikologis dalam berbagai tingkat pada berbagai individu. Penyebab pastinya belum jelas, namun diduga hiperaktivitas bronkus. Hiperaktivitas bronkus sendiri, diduga karena hambatan sebagai sistem adrenergik, kurangnya enzim adenilsiklase dan meningginya tonus sistem parasimpatik yang akan mengakibatkan spasme bronkus.

Patofisiologi Asma

Pencetus

Bronkospame, edem mukosa, seresi berlebihan, inflamasi

Obstruksi jalan napas

Atelektasis

Ventilasi tidak seragam

Hipoventilasi alveolar

Hiperinflasi paru

surfaktan

Ventilasiperfusi tidak padu padan

Hipoksemia awal

Gangguan compliance
Vasokonstriksi pulmonal PaCO2 PaO2 pH Hiper - ventilasi Asidosis Kerja napas awal

Kerja nafas lanjut

Cor puimonale

Hipoventilasi

PaCO2 pH

PaO2

meninggal
Kelelahan otot

Klasifikasi Derajat Penyakit Asma


Parameter Klinis, kebutuhan obat, dan faal paru 1.Frekuensi serangan 2.Lama serangan 3.Diantara serangan 4.Tidur & aktivitas 5.Pemeriksaan fisis diluar serangan 6. Obat pengendali Asma episodik jarang (Asma ringan) < 1x / bulan < 1 minggu Tanpa gejala Tidak terganggu Normal (tidak ada kelainan) Tidak perlu Asma episodik sering (Asma sedang) 1x / bulan 1 minggu Sering ada gejala Sering terganggu Mungkin terganggu (ada kelainan) Non steroid/steroid hirupan dosis rendah PEF / FEV1 60-80% Variabilitas > 30% PEF / FEV1 < 60% Variabilitas 20-30% Variabilitas > 50% Asma persisten (Asma berat) Sering Hampir sepanjang tahun Gejala siang & malam Sangat terganggu Tidak pernah normal Steroid hirupan / oral

anti inflamasi Jika fasilitas ada, pemeriksaan : 7. Uji faal paru (di PEF / FEV1 > 80% luar serangan) 8.Variabilitas faal paru (bila ada serangan) Variabilitas > 15%

Status Asmatitus

Penderita berlanjut menderita distress pernafasan yang berarti walaupun dengan pemberian obat obatan simpatomimetik dengan / tanpa teofilin (semakin beratnya asma yang tidak responsive terhadap obat-obat yang biasanya efektif). Faktor-faktor risiko tinggi untuk status asmatitus : Riwayat : Asma tergantung steroid kronik Perawatan intensif (di RS) sebelumnya Sebelumnya pernah mendapat ventilasi mekanis untuk asma Kunjungan berulang ke unit gawat darurat dalam 24 jam terakhir Terjadinya kegawatan pernafasan berat secara mendadak Tanggapan buruk terhadap terapi Pengenalan yang buruk oleh penderita, keluarga/dokter terhadap keparahan serangan Disfungsi keluarga, krisis Henti pernafasan Kejang hipoksik, ensefalopati

Pemeriksaan Fisik : Pulsus paradoksus > 20 mmHg Hipotensi, takikardi, takikapnea Sianosis Letargi Agitasi Retraksi sternokleidomastoideus, interkostalis, suprasternal Pertukaran udara yang buruk (dada tenang dengan distress berat)

Uji Laboratorium :
6

Hiperkarbia Hipoksia dengan O2 tambahan FEV1 yang diharapkan <30%, tak terdapat kemajuan dalam 1 jam setelah terapi aerosol

Terapi : Terlalu percaya terapi aerosol, inhaler Terlambatnya penggunaan kortikosteroid sistemik Sedasi Terlambatnya pengiriman ke RS / ICU

Diagnosis Batuk dan/atau mengi merupakan titik awal untuk menuju diagnosis. Selain anak yang menunjukkan tanda mengi dan/atau batuk akan termasuk sekelompok asma yang menunjukkan batuk sebagai satu-satunya tanda, maupun kelompok asma yang kebetulan pada saat diperiksa tanda-tanda mengi, sesak dan lain-lain sedang tidak timbul. Kelompok asma adalah anak yang menunjukkan batuk dan/atau mengi yang timbul secara episodik, lebih cenderung pada waktu malam, musiman dan timbul bila ada beban fisik serta riwayat asma dan atopi pada anak itu maupun pada keluarganya. Pemeriksaan faal paru berguna untuk mendukung diagnosis melalui 3 cara yaitu : 1. Adanya variabilitas pada PFR atau FEV1 lebih atau sama dengan 20% 2. Adanya kenaikan 20% atau lebih pada PFE dan FEV1 setelah pemberian inhalasi beta 2 agonis 3. Penurunan 20% atau lebih PFR atau FEV1 setelah rangsangan bronkus

Penggunaan peak flow meter walaupun mahal, merupakan hal yang penting dan harus dibudidayakan karena sering untuk mendukung diagnosis juga untuk mengetahui keberhasilan pengobatan asma. Berhubungan tidak selalu ada peak flow meter, maka penggunaan lembar catatan harian dapat sebagai alternatif karena mempunyai korelasi yang baik dengan faal paru. Walaupun tidak seakurat bila dibandingkan dengan penggunaan peak flow meter. Berdasarkan algoritma tersebut di atas, setiap anak yang menunjukkan gejala batuk dan/atau mengi maka diagnosis akhir dapat berupa asma ; asma dengan penyakit lain atau bukan asma. Di Indonesia, tuberkulosis masih merupakan penyakit yang banyak didapat dan salah satu gejala adalah batuk kronik berulang, maka uji Mantoux perlu dilakukan baik pada kelompok yang kemungkinan asma maupun bukan asma. Dengan demikian maka penyakit tuberkolosis yang mungkin bersamaan dengan asma akan segera terdiagnosis. Dan bila memerlukan pengobatan kortikosteroid tidak akan memperburuk tuberkolosisnya.

Batuk dan/Mengi
Riwayat penyakit Pemeriksaan fisis Uji tuberculin

Perut diduga asma : Episodik Nokturnal /morning dip Musiman Pasca aktivitas fisik Riwayat atopi pasien/keluarga

Tidak jelas asma : Timbl masa neonatus Gagal tumbuh Infeksi kronik Muntah/tersedak Kelainan fokal paru Kelainan sistem kardiovaskular

Jika memungkinkan periksa peak flow meter atau spirometer untuk menilai : Reversibel ( 15%) Variabilitas ( 15%)

Berikan bronkodilator

Tidak berhasil

Perkembangan pemeriksaan : Foto Ro toraks & sinus Uji faal paru Respons terhadap bronkodilator Uji provokasi bronkus Uji keringat Uji imunologis Pemeriksaan motilitas silia Pemeriksaan refluks GE

Berhasil Tidak mendukung diagnosis lain Mendukung diagnosis lain

Mungkin asma

Tentukan derajat dan pencetusnya bila asma sedang/berat

Diagnosis dan pengobatan alternatif

Berikan obat anti asma : tidak berhasil nilai ulang diagnosis dan ketaatan berobat

Pertimbangan asma sebagai penyakit penyerta

Bukan asma

Diagnosis Banding Kebanyakan anak yang menderita episode batuk dan mengi berulang menderita asma. Penyebab lain penyumbatan jalan nafas adalah malformasi kongenital ( sistem pernafasan, kardiovaskular, atau gastrointestinal ), benda asing pada jalan nafas atau esophagus, bronkiolitis infeksius, kistik fibrosis, penyakit defisiensi imunologis, pneumonitis hipersitivitas, aspergilosis bronkopulmonal alergika dan berbagai keadaan lebih jarang yang mengganggu jalan nafas, termasuk tuberkulosis endobronkial, penyakit jamur, dan adenoma bronkus. Penatalaksanan Konsep dasar : Menghindari alergen Peningkatan bronkodilatasi Mengurangi peradangan akibat mediator

Tujuan tatalaksana : Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin tercapainya potensi tubuh kembang anak secara optimal. Secara lebih rinci tujuan yang ingin dicapai adalah : 1. Pasien dapat menjalani aktivitas normal seorang anak, termasuk bermain dan berolahraga. 2. Sesedikit mungkin angka absensi sekolah. 3. Gejala tidak timbul siang ataupun malam hari. 4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolok pada PEF. 5. Kebutuhan obat seminimal mungkin, kurang dari sekali dalam dua tiga hari, dan tidak ada serangan. 6. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sesedikit mungkin timbul : terutama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak.
10

Tata laksana medikamentosa dibagi menjadi 2 yaitu : Tata laksana jangka panjang bertujuan untuk mencegah memburuknya proses inflamasi yang ada menggunakan obat-obat pengendali Tata laksana jangka pendek bertujuan untuk mengatasi serangan asma yang terjadi Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar : 1. Obat pereda digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma jika sedang timbul. 2. Obat pengendali atau obat profilaksis untuk mengatasi masalah asma yaitu inflamasi kronik saluran nafas. Penanggulangan bronkospasme : 1. Beta-2 agonis - Beta-2 agonis inhalasi - Beta-2 agonis peroral - Beta-2 agonis subkutan atau IV 2. Teofolin 3. Anti kolinergik Penanggulangan edem mukosa : 1. Obat anti inflamasi inhalasi 2. Obat anti inflamasi peroral Penanggulangan sumbatan lendir : 1. Memberikan banyak minum 2. Mukolitik 3. Fisioterapi
11

Pengobatan dirumah : Inhalasi beta agonis kerja pendek 3x dalam 1 jam. Nilai respon tentukan derajat serangan. Diberikan bronkodilator, bils respon jelek ditambahkan steroid oral. Bila respon jelek dibawa ke RS Prognosis Kebanyakan pada anak dengan omset asma sebelum usia lima tahun memiliki prognosa baik. Anak anak dengan asma kronik dan pasien yang terkena pada usia remaja biasanya terus mengalaminya pada usia muda. Pasien yang tergantung pada steroid, kemungkinan akan mengalami cushing habitus, gagal pertumbuhan, jerawatan, osteoporosis dan katarak. Kesimpulan Faktor atopi pada anak merupakan factor utama dalam perkembangan asma pada anak. Sebagian besar gejala asma pada anak akan hilang pada saat ia dewasa, sejalan dengan perkembangan dalam anatomi dan fungsi paru. Prognosis asma anak sangat ditentukan oleh faktor : berat ringannya gejala serangan pertama kali, usia saat pertama kali serangan, kemampuan diagnosis asma sedini mungkin, sering tidaknya kontak dengan alergen, jumlah dan seringnya muncul serangan, serta penanganan adekuat tiap serangan.

12

DAFTAR PUSTAKA 1. Behrman R, Kliegman R : Bronchial Astma. In : Nelson Essentials of Pediatrics 1996, 254 7 2. Rahajoe N. Raharjoe NN, Boediman I et al : Penanggulangan Serangan dan Kegawatdaruratan Asma pada Anak. In : Perkembangan dan Masalah Pulmonologi Anak saat ini 1994, 209 51 3. Hutchinson J, Lockburn F : Bronchial astma. In : Practical Paediatric Problems 1986, 285 90 4. Tjokronegoro A, Utama H : Tatalaksana Serangan Asma pada Anak. In : up dates in Pediatric Emergencies 2002, 57 72 5. UKK Pulmonologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia In : Konsensus Nasional Asma Anak 2001, 1 50 6. Werner M, In : asthma bronchiale available at www.2 lung.USA.org/asthma/ascchildhoo.htm/#about

13

You might also like