You are on page 1of 12

PENCELUPAN KAIN T/C DENGAN ZAT WARNA DISPERSI-REAKTIF (FORRON YELLOW RD-4GRL DAN EVERCION TURQUISEN-HA) SECARA KONTINUE

PADBATCH & PAD-STEAM I. Maksud dan Tujuan 1.1. Maksud Mengetahui proses pencelupan kain T/C dengan zat warna dispersi-reaktif metoda continue pad-batch dan pad-continue dengan sistem pencelupan 1 stage 1 batch dan 2 stage 1 batch. 1.2. Tujuan Mengevaluasi kondisi proses pencelupan dispersi-reaktif pada kain T/C yang mempengaruhi hasil pencelupan Menentukan kondisi proses terbaik untuk pencelupan

II. Teori Dasar 2.1. Serat Kapas Serat kapas merupakan serat alam dengan komposisi selulosa, pektin, zatzat yang mengandung protein, lilin dan abu. Selulosa merupakan polimer linier yang tersusun dari kondensasi molekul-molekul glukosa.

Derajat polimerisasinya sekitar 10.000 dengan berat molekul 1.580.000. Selulosa mengandung gugus hidroksil yaitu 1 gugus promer dan 2 gugus sekunder. Dalam hal morfologi serat penampang membujur serat kapas berbentuk pipih seperti pita terpilin. Penampang melintangnya berbentuk seperti ginjal yang terdiri dari : kutikula, dinding primer, lapisan antara, dinding sekunder dan lumen. 2.1.1. Sifat Fisika Serat Kapas bertambah. Warna serat kapas tidak betul-betul putih. Biasanya sedikit berwarna krem. Kekuatan serat / bundelnya adalah 70.000 sampai 96.700 pon / inci persegi. Dalam keadaan basah, kekuatannya akan

putus. 8,5%.

Mulurnya sekitar 4-13% dengan rata-rata 7%. Keliatan (toughness) adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan suatu benda untuk menerima kerja. Kekakuan (stiffness) adalah daya tahan terhadap perubahan bentuk atau perbandingan kekuatan saat putus dengan mulur saat Moisture Regain serat kapas pada kondisi standar adalah 7Berat jenis serat kapas berkisar 1,50-1,56. Indeks bias serat kapas yang sejajar sumbu serat 1,58. Sedangkan yang tegak lurus adalah 1,53.

2.1.2. Sifat Kimia Serat Kapas Tahan kondisi penyimpanan, pengolahan, dan pemakaian normal. Rusak oleh oksidator dan penghirolisa. Rusak cepat oleh asam kuat pekat dan rusak perlahan oleh asam encer. Sedikit terpengaruh oleh alkali, kecuali larutan alkali kuat yang menyebabkan penggelembungan serat. Larut dalam kuproamonium hidroksida dan kuprietilen diamin. Mudah terserang jamur dan bakteri dalam keadaan lembab dan hangat. 2.2. Serat Poliester Serat poliester merupakan suatu polimer yang mengandung gugus ester dan memiliki keteraturan struktur rantai yang menyebabkan rantai-rantai mampu saling berdekatan, sehingga gaya antar rantai polimer poliester dapat bekerja membentuk struktur yang teratur. Serat ini dibuat dari asam tereftalat dan etilena glikol.

Reaksi pembentukan polyester 2.2.1. Sifat fisika Serat Poliester

Berat jenis polyester adalah 1,38 g/cm3. Kekuatan tarik serat polyester sekitar 4.5 7.5 g/denier, sedangkan mulurnya berkisar antara 25 % sampai 75 %. Serat poliester berbentuk silinder dengan penampang melintang bulat. Pada kondisi standar, yaitu RH 65 2 % dan suhu 20 oC 1 % moisture regain serat polyester hanya 0.4 % sedangkan RH 100 % moisture regainnya mencapai 0.6 % - 0.8 % Derajat kristalinitas adalah faktor penting untuk serat poliester, karena derajat kristalinitas serat sangat berpengaruh pada serap zat warna ,mulur, kekuatan tarik, stabilitas dimensi serta sifat-sifat lainya. Serat poliester tahan terhadap panas sampai pada suhu 220 oC, diatas suhu ini akan mempengaruhi kekuatan, mulur, dan warnanya menjadi kekuningan. Suhu 230-240
o

C menyebabkan poliester

melunak, suhu 260 oC menyebabkan poliester meleleh. Poliester memiliki sifat elastisitas yang baik dan ketahanan kusut yang baik. 2.2.2. Sifat Kimia Serat Poliester Poliester tahan asam lemah meskipun pada suhu mendidih, dan tahan asam kuat dingin. Polieater tahan basa lemah tapi kurang tahan basa kuat. Poliester tahan zat oksidator, alkohol, keton, sabun, dan zat-zat untuk pencucian kering. Polieater larut dalam meta-kresol panas, asam trifouroasetat-orto-clorofenol. 2.3. Zat Warna Dispersi Zat Warna dispersi adalah zat warna yang kelarutannya dalam air sedikit sekali dan merupakan larutan dispersi. Zat warna tersebut digunakan untuk mewarnai serat-serat tekstil yang hidrofob. Menurut struktur kimianya zat warna dispersi merupakan senyawa azo atau antrakinon dengan berat molekul yang kecil dan tidak mengandung gugusan-gugusan pelarut. Dalam perdagangan zat warna dispersi merupakan senyawa-senyawa aromatik yang mengandung gugusan-gugusan hidroksil atau amina yang berfungsi sebagai donor atom hidrogen untuk mengadakan ikatan dengan gugusan-gugusan karbonil dalam serat, nama-nama zat warna dispersi dalam perdagangan antara lain ; Celliton, O NH Dispersol, Setacyl, Cibacet, O2N N = Artysil, N NH2dll. Contoh struktur zat warna2dispersi :

O Cibacet Orange 2R

NH2

Artisil Direct Violet 2RP

3)

(C.I. Dispersi Violet 1)

Pencelupan suhu tinggi (heat temperature) adalah pencelupan dalam larutan celup dengan menggunakan tekanan, sehingga dapat diperoleh suhu yang tinggi yaitu sekitar 120130 0C. Pada pencelupan suhu tinggi dapat digunakan zat-zat warna dispersi yang ketahanan sinar lebih baik dan sukar menguap, tetapi hanya terserap sedikit pada pencelupan dibawah 100 0C. Dengan pencelupan suhu tinggi tidak akan terjadi pengurangan kekuatan serat selama suasana larutan netral atau sedikit asam, tetapi kerusakan bisa saja terjadi karena kemungkinan adanya sisa-sisa alkali sewaktu proses pemasakan, oleh karena itu pencucian setelah proses pemasakan sangatlah perlu dilakukan, kemudian dibilas dengan air yang mengandung asam asetat untuk memastikan bahwa tidak ada alkali yang tertinggal. Untuk zat warna dispersi celupan rata dapat menggunakan suhu 120 0C, sedangkan zat warna dispersi yang kurang dapat memberikan celupan yang kurang rata dapat menggunakan suhu 130 0C. Beberapa contoh zat warna dispersi yang dapat digunakan pada temperatur yang tinggi antara lain : Dispersol fast yellow GR Dispersol fast yellow A Dispersol fast Crimson B Duranol Red X8B Duranol violet RN Duranol Blue G 2.4. Zat Warna Reaktif Zat warna reaktif adalah suatu zat warna yang dapat mengadakan reaksi dengan serat sehingga zat warna tersebut merupakan bagian dari serat. Oleh karena itu, hasil celupan zat warna reaktif mempunyai ketahanan cuci yang sangat baik. Demikian pula karena berat molekul zat warna reaktif kecil maka kecerahan warnanya akan lebih baik daripada zat warna direk. Menurut reaksi yang terjadi, zat warna reaktif dapat dibagi menjadi 2 golongan: Golongan 1: Zat warna reaktif yang mengadakan reaksi subtitusi dengan serat dan membentuk ikatan pseude ester, misalnya : zat warna procion, cibanon, drimaren dan levafix. (C.I. Disperse Yellow 39) (C.I. Disperse Yellow 1) (C.I. Disperse red 13 ) (C.I. Disperse Red 11) (C.I. Disperse violet 11) (C.I. Disperse Blue 26)

Golongan 2: Zat warna reaktif yang dapat mengadakan reaksi adisi dengan serat dan membentuk ikatan ester, misalnya : zat warna remasol dan remalan. Secara umum struktur zat warna yang larut dalam air dapat digambarkan sebagai berikut : SKPRX S = gugus pelarut misalnya gugus asam sulfonat dan karboksilat. K = khromofor misalnya sistem yang mengandung gugus azo dan antrakuinon. P = gugus penghubung antara kromofor dan sistem yang reaktif misalnya gugus amina dan amida. R = sistem yang reaktif misalnya pirimidin dan vinil. X = gugus reaktif yang mudah terlepas dari sistem yang reaktif misalnya gugus khlor dan sulfat. Struktur kimia zat warna reaktif dapat digambarkan sebagai berikut : SO3N a N= N SO3N N NH C C Cl N C Cl N

CH
3

Kromofor a zat warna reaktif mempunyai berat molekul yang kecil agar daya serap terhadap serat tidak besar sehingga zat warna yang tidak bereaksi dengan serat mudah dihilangkan. Gugus penghubung dapat mempengaruhi daya serap dan ketahanan zat warna terhadap asam atau basa. Agar reaksi dapat berjalan dengan baik diperlukan penambahan alkali misalnya Natrium Silikat dan KOH karena apabila telah dikerjakan dengan alkali bahan akan tahan pencucian dan penyabunan. Disamping terjadi reaksi antara zat warna dengan serat yang membentuk ikatan pseude ester dan eter, molekul air juga dapat mengadakan reaksi hidrolisa dengan molekul zat warna, dengan memberikan komponen zat warna yang tidak reaktif lagi. Reaksi hidrolisa tersebut akan bertambah cepat dengan penaikan temperatur. Reaksi-reaksi Reaksi fiksasi D - NH Cl l R + HO Sel D NH OSel R + HCl

Reaksi Hidrolisis

D SO3Na

NH

Cl OH R

+ HOH

D NH -

+ HCl

Pemakaian zat warna reaktif secara panas yaitu untuk zat warna reaktif yang mempunyai kereaktifan rendah, misalnya procion H, cibacron dengan sistem reaktif mono-khlorotriazin, dan remazol denagan sistem reaktif vinil sulfon. Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi hidrolisa : 1. kereaktifan zat warna. Apabila zat warna reaktifnya tinggi maka zat warna akan mudah rusak terhidrolisis. 2. kondisi celup. a. Temperatur. Telah disebutkan diatas bahwa dengan adanya penaikan temperatur maka reaksi hidrolisa bertambah cepat. b. pH. Dengan pH yang tinggi maka akan terjadi reaksi hidrolisa yang tinggi. c. H2O. reaksi hidrolisa juga akan tinggi jika pemakaian air banyak pula. Untuk mengurangi terjadinya reaksi hidrolisis maka digunakan metode penambahan alkali secara bertahap. Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan hasil yang rata dan tua. 2.5. Na2CO3 Pada proses celup untuk memperlambat proses penyerapan zat warna sehingga diperoleh warna yang lebih rata, fiksasi zat warna, menetralisir HCl yang terbentuk agar zat warna tidak terhidrolisis. Pada proses pencucian dengan sabun supaya sabun yang dipakai mudah larut. Na2CO3 pada proses celup dimasukkan pada 10 menit sebelum akhir proses karena agar bahan terfiksasi sempurna dan tidak belang. III. Percobaan 3.1. Alat dan Bahan alat Mesin HT/HP Gelas Ukur Pipet Ukur Gelas Piala Timbangan bahan Kain T/C Zat Warna Dispersi Zat Warna Reaktif Pendispersi NaCl Na2CO3 Pembasah CH3COOH

3.2. Diagram Alir Metode Celup 2 Padding ZW Dispersi Drying (100OC) lalu termofikasi Padding ZW Reaktif

Pencucian & pengeringan

Drying lalu steaming/batch

Padding alkali dan

Metode Celup 1 Padding ZW Dispersi & reaktif Drying (100OC) lalu Pad alkali & garam

Pencucian & pengeringan 3.3. Resep Resep zat warna dispersi Zat warna dispersi : 20 g/L Zat warna reaktif Pendispersi ZAM Urea NaCl Na2CO3 CH3COOH WPU Total larutan 3.4. Fungsi Zat : 20 g/L : 1 cc/L : 15 g/L : 20 g/L : 20 g/L : 10 g/L : 1 cc/L : 70%

Drying steam / batch

: 1 Liter (tidak dilakukan perhitungan)

3.5. Skema Skema zat warna reaktif Zw Pembasa NaC h l 30o C 100 C 60o C 20 20
o

Na2CO3

10

30

Skema zat warna dispersi


Pendispersi Asam asetat Zw dispersi

130oC

50 60oC

10 3.6. Cara Kerja Zat warna reaktif a. Melarutkan zat warna

25

70

menit

- Zat warna reaktif panas ditimbang sebanyak 1 g - Lalu dibuat pasta dengan air dingin dan diberi sedikit pembasah. - Kemudian ditambah air panas sampai larut hingga volume larutan menjadi 100 ml larutan ini menjadi larutan pokok celup. b. Cara Pencelupan - Timbang garam dapur atau garam glauber sesuai dengan resep - Timbang soda abu sesuai dengan resep. Buat larutan celup, sesuai dengan cara yang ditentukan yaitu: (Cara memasukkan garam dan alkali bertahap): 1. Masukan zat warna reaktif panas dari larutan pokok celup dan pembasah kedalam larutan celup pada suhu 300C, banyaknya tergantung resep. 2. Bahan yang telah dimasak, dicelup dalam larutan selama 10 menit. 3. Garam dapur (NaCl) dimasukan sedikit demi sedikit (dalam 30 menit, NaCl dimasukan tiap-tiap 10 menit), suhu dinaikan hingga 800-900C dan pencelupan diteruskan selama 30 menit. 4. Suhu dikonstankan selama 20 menit, pencelupan masih tetap diteruskan.

5. Masukkan Na2CO3 ke dalam larutan celup dan suhu dikonstankan kembali selama 10 menit. 6. Masukan kembali Na2CO3 ke dalam larutan celup dan suhu dikonstankan kembali selama 10 menit. 7. Setelah 10 menit, suhu diturunkan sampai dengan 600C untuk dilakukan cuci panas yang dilanjutkan dengan cuci bilas. Zat warna dispersi o Alat-alat yang akan dipakai dibersihkan, berat bahan dan zat-zat yang akan digunakan ditimbang o Zat warna pendispersi dibuat pasta dengan air dingin dan bila perlu ditambahkan zat pendispersi, kemudian ditambah air hangat sampai terdispersi sempurna. o Kedalam tabung rapid, masukan air yang bersuhu 40 0C sesuai vlot yang ditentukan, asam asetat ditambahkan sampai pH 4-5, zat pendispersi dan larutan zat warna ditambahkan, lalu diaduk sempurna. o Masukan bahan ke dalam tabung rapid yang telah berisi larutan diatas, lalu tabung rapid dimasukan kedalam mesin dan suhu dinaikan sampai 90 0C, kira-kira 15 menit, Lalu suhu dinaikkan hingga 130oC selama 30 menit. o Pencelupan dilakukan pada suhu 130oC selama 45 menit. Dilanjutkan dengan proses cooling hingga suhu turun menjadi 70oC. o Setelah proses tersebut selesai, bahan dicuci, direduksi, dicuci, disabun dan dibilas. 3.7. Data Percobaan Perhitungan resep masing-masing zat warna dispersi dan reaktif Resep Berat bahan (gram) Larutan (ml) Zat warna dispersi (ml) Zat warna reaktif (ml) pendispersi (cc/l) CH3COOH (cc/L) Nacl (g/L) Na2CO3 (g/L) Air (ml) 3.8. Evaluasi Data hasil uji ketuaan warna secara visual 1 5,01 100,2 5,01 5,01 0,1002 2,004 95,2 2 4,96 99,2 4,96 4,96 0,0992 pH 4 1,984 0,992 95 3 4,77 95,4 4,77 4,77 0,954 1,908 1,908 91

Variasi Na2CO3 nilai Keterangan : Range nilai : 1-5

0 5 Table 3.1

10 2

20 3

1-2 : warna hasil celup paling muda 3-4 : warna hasil celup sedang 5 : warna hasil celup paling tua

Data hasil uji kerataan warna secara visual Variasi Na2CO3 nilai Keterangan : Range nilai : 1-5 1-2 3-4 5 IV. Diskusi 4.1. Ketuaan dan Kerataan Warna
6 5 4 3 2 1 0 0 10 20 kerataan ketu aan

0 2 Table 3.2

10 5

20 3

: kerataan kurang baik : kerataan cukup baik : kerataan baik

Berdasarkan grafik diatas, menunjukkan bahwa kain yang memiliki ketuaan warna yang paling baik adalah kain yang tidak menggunakan Na2CO3. Penggunaan Na2CO3 ini dapat memperlambat penyerapan zat warna sementara proses pencelupan tanpa menggunakan Na2CO3 penyerapannya tidak dihambat sehingga penyerapannya baik dan menghasilkan ketuaan warna yang paling baik. Untuk kain yang menggunakan variasi Na2CO3 sebanyak 10 g/L penyerapannya rendah karena penggunaan Na2CO3 sedikit, sedangkan untuk

kain yang menggunakan variasi Na2CO3 sebanyak 20 g/L penyerapannya tinggi. Jadi, penggunaan Na2CO3 berbanding lurus terhadap penyerapan zat warna. Berdasarkan grafik diatas, menunjukkan bahwa kain yang memiliki kerataan warna yang paling baik adalah kain yang menggunakan variasi Na2CO3 sebanyak 20 g/L karena semakin banyak Na2CO3 yang digunakan maka semakin banyak zat warna yang dihambat penyerapannya sehingga penyerapannya tersebar rata. V. Kesimpulan Jadi,kain yang memiliki ketuaan dan kerataan warna yang baik, ditunjukkan pada bahan yang tidak ditambahkan Na2CO3 VI. Daftar Pustaka Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan Pencapan, ITT Bandung. Serat-serat Tekstil, ITT Bandung Data Praktikum pencelupan II STTT.

VII. Lampiran-lampiran Variasi Na2CO3 (g/L) 0 Hasil Celup

10

20

You might also like