You are on page 1of 33

MALARIA DEFINISI Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat akut ataupun kronik, disebabkan oleh protozoa genus

Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan demam paroksismal, anemia, dan splenomegali. ETIOLOGI Parasit malaria termasuk genus Plasmodium. Pada manusia terdapat 4 Spesies: Plasmodium vivax yang menyebabkan malaria tertiana,Plasmodium ovale dapat menyebabkan malaria ovale, Plasmodium malariae yang menyebabkan malaria kuartana,dan Plasmodium falciparum yang menyebabkan malaria Tropika. Ke-empat Plasmodium tersebut memiliki hospes definitif/vektor yang sama dalam proses penularan terhadap manusia, yaitu nyamuk Anopheles. INSIDENSI Angka infeksi tertinggi di Afrika disebabkan oleh P. Falciparum sedangkan P.vivax lebih banyak di wilayah asia. Di Indonesia tersebar diseluruh kepulauan terutama daerah kawasan timur. Menyerang lebih banyak pada anak-anak usia 6 bulan - 3 tahun. Tidak ada perbedaan antara pria dan wanita. Mortalitas tertinggi malaria disebabkan oleh cerebral malaria yang paling sering disebabkan infeksi P.falciparum , Anemia berat, Black Water Fever EPIDEMIOLOGI Malaria di masyarakat di bagi menjadi 2, endemik atau epidemik. Pembagian lain adalah stable dan unstable. Dikatakan endemik apabila insidensi menetap untuk waktu yang lama. Berdasarkan SR pada usia 2-9 tahun, endemisitas malaria dibagi menjadi : Hipoendemik SR 10% Mesoendemik SR 11-50% Hiperendemik SR 50% Holoendemik SR 75% (dewasa 25%)

Penilaian situasi malaria Bisa ditentukan melalui kegiatan surveilans (pengamatan) epidemiologi. Pengamatan dapat dilakukan secara rutin melalui PCD (passive case detection) atau ACD (active case detection). Penularan malaria dilakukan melalui survey malariomatrik (MS), mass blood survey (MBS), mass fever survey (MFS). Pengamatan rutin malaria : 1. Annual Parasite Incidence (API) 2. Annual Blood Examination Rate (ABER) 3. Slide Positivity Rate (SPR) 4. Parasite Formula (PF) 5. Penderita demam atau memiliki gambaran klinis malaria Survey malariometrik (MS) biasanya dilakukan di daerah yanga belum mempunyai program penanggulangan malaria yang teratur. Pada MS, dapat dikumpulkan parameter sebagai berikut : Parasite Rate (PR) Spleen Rate (SR) Average Enlarged Spleen (AES) Survey-survei lain yang dapat dilaksanakan utk menilai situasi malaria adalah : Mass Blood Survey (MBS) Mass Fever Survey (MFS) Survey entomologi Survey lingkungan Survey-survey lain.

Pemberantasan malaria ada 4 tahap : 1. Fase persiapan

2. Fase penyerangan 3. Fase konsolidasi 4. Fase pemeliharaan (maintenance) Untuk pelaksanaan program pembasmian malaria dibutuhkan organisasi tersendiri KOPEM (Komando Operasi Pembasmian Malaria). Berbagai kegiatan yang dapat dijalankan untuk mengurangi malaria : 1. Menghindari atau mengurangi kontak/gigitan nyamuk anopheles 2. Membunuh nyamuk dewasa 3. Membunuh jentik 4. Mengurangi tempat perindukan 5. Mengobati penderita malaria 6. Ppemberian pengobatan pencegahan 7. Vaksinasi Strategi global pemberantasan malaria : 1. ,menyediakan diagnosis dini dan pengobatan yang tepat 2. Merencanakan dan melaksanakan upaya preventif yang selektif dan berkesinambungan, termasuk pengendalian vektor 3. Menemukan secara dini, menanggulangi atau mencegah wabah malaria 4. Meningkatkan kemampuan lokal di bidang penelitian dasar dan terapan agar dimungkinkan terlaksananya penilaian keadaan malaria secara tepat, khususnya faktor ekologis, social ekonomi, penyakit malaria. FAKTOR RESIKO 1. Anak kecil 2. Wanita hamil 3. Imigran non imun yang datang ke wilayah endemi malaria 4. Ras dan suku Bangsa Penduduk Afrika memiliki prevalensi HbS cukup tinggi sehingga lebih tahan terhadap infeksi P.falciparum karena HbS menghambat perkembang biakannya. 5. Defisiensi enzim tertentu Defisiensi G6PD dapat memberikan perlindungan terhadap infeksi , terutamaP.falciparum

6. Keadaan imunitas yang rendah

ETIOLOGI Plasmodium : P. falciparum & P. malariae Filum : Apicomplexa Kelas : Sporozoa Subkelas : Coccidiida Ordo : Eucoccidides Subordo : Haemosporidiidea Famili : Plasmodiidae ciri : 2 siklus hidup siklus aseksual pada vertebrata & siklus seksual yang bermula pada vertebrata & berlanjut di nyamuk Genus : Plasmodium Subgenus : Laverania (khusus untuk P. falciparum) Hospes definitif/vektor : nyamuk Anopheles betina (hewan nonvertebrata) (fase seksual/sporogoni) Hospes perantara : manusia (hewan vertebrata) (fase aseksual/skizogoni) : Stadium eritrositer/skizogoni eritrosit : menyerang eritrosit : menyebabkan gejala penyakit malaria Stadium eksoeritrositer/skizogoni eksoeritrosit/jaringan : menyerang sel hati

Siklus hidup Plasmodium dalam tubuh manusia Nyamuk Anopheles betina sporozoit masuk aliran darah melalui probosis -1 jam interaksi protein sirkum-sporozoit dengan reseptor heparin sulfat proteoglikan & LRP di hepar perlekatan ke sel hepar skizogoni praeritrosit skizon matang (4-16 hari) 30.000 merozoit sel hepar ruprur penempelan merozoit ke eritrosit 30 detik merozoit masuk eritrosit feeding trophozoites (20 menit) memakan bagian dalam sel

eritrosit dan memecah Hb menjadi asam amino & heme (pigmen malaria mengandung Fe : hemozoin & hematin kuning/hitam) skizon eritrosit (24 jam setelah infeksi mulai) 12-32 merozoit eritrosit ruptur mengeluarkan merozoit (sporulasi) masuk eritrosit lain siklus darah berulang2 parasitemia Setelah 2-3 siklus (3-15 hari), ada merozoit yang tidak tumbuh jadi trofozoit, melainkan jadi gametosit (10-20 hari) (gametogoni/gametogenesis) : Early stage : otak, sumsum tulang Late stage : bersirkulasi dalam darah terhisap nyamuk

Skizogoni jaringan pada Plasmodium Spesies P. Fase praeritrosit Jumlah merozoit/skizon 5-7 hari 40.000

falciparum P. malariae 12-16 hari 2.000 Pada P. falciparum & malariae dapat terjadi relaps karena proliferasi stadium eritrositik yang menetap dalam mikrosirkulasi jaringan(rekrudesesnsi/short term relapse). Siklus hidup Plasmodium dalam tubuh nyamuk : 26-28 hari Nyamuk menghisap darah manusia yang infeksius parasit aseksual & eritrosit akan dicerna, sedangkan gametosit tumbuh terus inti gametosit membelah 4-8 keluar dari sel induk (eksflagelasi) makrogamet & mikrogamet zigot ookinet (panjang, motil, sperti cacing) menembus dinding lambung ookista (bulat) (pigmen granula kasar, tua, tersebar di tepi) sporozoit keluar saat ookista pecah kelenjar liur nyamuk nyamuk jadi infektif P. vivax P. malariae Siklus eksoeritrositik primer (hari) 8 14-15 Siklus aseksual dalam darah 48 72 Masa prepaten (hari) 8-27 18-59 Masa inkubasi (hari) 13-17 23-69 Keluarnya gametosit (hari) 5 5-23 Jumlah merozoit/skizon jaringan 10.000 15.000 Siklus sporogoni dalam nyamuk 8-16 16-35 Masa prapaten : waktu antara permulaan infeksi sampai parasit ditemukan dalam darah tepi. Masa tunas intrinsik/inkubasi : waktu antara permulaan infeksi sampai timbul gejala malaria.

Masa tunas ekstrinsik : waktu antara nyamuk menghisap darah yang mengandung gametosit sampai mengandung sporozoit dalam air liurnya. Infeksi ada 2 cara : 1. Cucukan nyamuk Anopheles betina 2. Induksi (induced), stadium aseksual masuk ke tubuh manusia melalui darah, misalnya transfusi, suntikan, kongenital. Plasmodium falciparum Morfologi stadium eritrositer : Cincin : halus, kecil, ukuran 1/6 eritrosit, 1(infeksi multiple), kromatin ganda Trofozoit muda : cincin reguler tidak sempurna Trofozoit tua : solid dan bulat, ireguler Skizon muda (prasegmentasi) : sitoplasma kompak, warna gelap Skizon tua (segmentasi) : 12-24 merozoit (rata2 16), lebih kecil ukurannya dibandingkan spesies lain Mikrogametosit : seperti ginjal/sosis, ujung2 membulat, inti muda, besar, kurang kompak, sitoplasma lebih muda, pigmen tersebar Makrogametosit : bentuk bulan sabit, ujung2 runcing, inti tua, kecil, kompak, sitoplasma lebih tua, pigmen mengelompok sekitar inti Eritrosit : Maurers dots trofozoit tua & skizon pada 2/3 eritrosit Stadium yang bisa ditemukan pada darah perifer : trofozoit muda & gametosit. Bentuk cincin & trofozoit tua menghilang dari darah tepi setelah 24 jam karena tertahan di kapiler alat dalam parasit berkembang lebih lanjut di temPat tersebut. Bisa juga ditemukan semua stadium dalam darah tepi pada kasus berat (pernisiosa). Diagnosis kasus berat : adanya skizon muda & matang sekaligus dalam darah tepi. Pigmen : 1-2 butir

Menginfeksi seluruh stadium eritrosit. Daur skizogoni eritrosit < 48 jam. Spesies paling berbahaya karena menyebabkan malaria berat karena dapat menempel pada kapiler2 otak malaria serebral Demam berulang setiap 48 jam saat banyak eritrosit yang pecah & melepaskan merozoit bersama dlepaskan pyrogen Derajat parasitemia, gejala, masa inkubasi & hitung parasit lebih besar daripada spesies lain Masa infeksi & inkubasi lebih lama dari spesies lain Plasmodium malariae Morfologi stadium eritrositer : Cincin : tebal, reguler, kromatin sedang Trofozoit muda : reguler, kompak, warna biru tua sekitar kromatin, sitoplasma tebal Trofozoit tua : sitoplasma kompak, bulat, kadang menghalangi kromatin, besarnya eritrosit Skizon muda (prasegmentasi) : band form/pita Skizon tua (segmentasi) : 6-12 (rata2 8), kromatin ovoid, gambaran bunga seruni/daisy/roset Mikrogametosit : inti tidak eksentrik, besar, muda, kurang kompak, hallo sekeliling inti, sitoplasma lebih muda, bulat Makrogametosit L inti eksentrik, kecil, tua, kompak, hallo tidak ada, sitoplasma lebih tua, bulat Eritrosit : Ziemanns dots Semua stadium terlihat di darah tepi Butir2 pigmen banyak, kasar, gelap

Menginfeksi eritrosit tua. Daur skizogoni eritrosit 72 jam. Lebih jarang. Menyebabkan malaria malariae/kuartana : serangan pada setiap hari ke4. Simpanse merupakan hospes reservoar : P.rodhaini yang sinonim dengan P.malariae. Derajat parasitemia & hitung parasitnya lebih rendah dari spesies lain.

SIKLUS HIDUP PLASMODIUM

Siklus hidup parasit malaria terjadi di dalam 2 hospes. Selama menghisap darah, nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi parasit, menginokulasi sporozoit ke dalam manusia (1). Sporozoit menginfeksi sel hepar (2) dan matang menjadi skizon (3) yang akan ruptur dan melepas merozoit (4). (Catatan : pada P. vivax and P. ovale terdapat stadium dorman (hipnozoit) yang dapat bertahan di dalam hepar selama berminggu-minggu bahkan bertahun-

tahun dan menyebabkan relaps dengan cara kembali ke aliran darah) Setelah replikasi pertama di dalam hepar (exo-erythrocytic schizogony [A]), parasit bermultiplikasi secara aseksual di dalam eritrosit (erythrocytic schizogony [B]). Merozoit menginfeksi eritrosit (5). Stadium cincin trofozoit matang menjadi skizon yang ruptur dan melepas merozoit (6). Beberapa parasit berdiferensiasi menjadi stadium seksual eritrositik (gemetosit) (7). Stadium parasit di dalam darah berperan dalam terjadinya manifestasi klinik penyakit. Gametosit jantan (mikrogametosit) dan betina (makrogametosit) yang ditelan oleh nyamuk Anopheles selama menghisap darah (8). Multiplikasi parasit di dalam nyamuk disebut siklus sporogonik (C). Di dalam lambung nyamuk, terjadi perkawinan antara mikrogametosit dan makrogametosit yang menghasilkan zigot (9). Zigot menjadi motil dan memanjang (ookinet) (10) dimana menyerang dinding usus (midgut) nyamuk dan berkembang menjadi ookista (11). Ookista tumbuh, ruptur dan melepas sporozoit (12) yang akan menuju ke kelenjar ludah nyamuk. Inokulasi sporozoit ke dalam host (manusia) yang baru akan mengalami siklus hidup yang baru. From DPDx: CDC's Web site for parasite identification. PATOGENESIS Patogenesis dipengaruhi : 1. Faktor host : endemisitas daerah, genetik, usia, nutrisi dan imunologi

2. Faktor parasit : intensitas transmisi, densitas dan virulensi parasit Setelah m/ hepar P.falciparum melepas 18-24 merozoit ke sirkulasi. Merozoit masuk ke sel RES di limpa filtrasi & fagositosis. Merozoit yg lolos invasi eritosit berkembang biak scr aseksual berperan dalam patogenesis malaria Scr garis besar parasit dlm eritrosit (EP) mengalami 2 stadium : stadium cincin (24 jam ke I) & stadium matur (24 jam ke II). Permukaan EP menampilkan Ag RESA (Ring-Erythrocyte Surface Antigen) hilang setelah masuk s.matur. Permukaan EP s.matur mengalami penonjolan knob dg HRP-1 (Histidine Rich Protein). Jika EP mengalami merogoni

dilepas toksin malaria (GPI, LPS) merangsang pelepasan sitokin dari endotel, makrofag dan monosit seperti TNF-, IL-1, IL-3, IL-6, INF- gejala klinik (febris, dll) Sitoadherensi perlekatan antara EP s.matur pd permukaan endotel vaskuler dengan cara molekul adhesif (PfEMP-1/ P.falciparum erythrocytes membrane protein-1) knob EP melekat dengan molekul adhesif endotel (CD-36, trombospondin, ICAM-1,VCAM-1,dll) EP matur tdk beredar kembali ke dalam sirkulasi. EP s.matur yg tinggal dlm jar.mikrovaskular EP matur yg sekuestrasi. Sekuestrasi terjadi pd organ vital dan hampir seluruh jaringan tubuh spt otak, hepar, ginjal, paru, jantung, usus dan kulit. Sitoadherensi jg menyebabkan rosetting (EP matur diselubungi 10/> eritrosit non-parasit) obstruksi aliran darah kebocoran kapiler, edem, anoksia jaringan.

Imunitas terhadap malaria : 1. Imunitas alamiah non-imunologis : kelainan genetik polimorfisme yg berhubungan dg resistensi malaria ( cth : Hb S (sickle cell trait), defisiensi G6PD, gol.darah duffy (-)

2. Imunitas didapat non-spesifik : Sporozoit yg masuk darah segera dihadapi o/ makrofag dan monosit sitokin2 sitostatik (menghambat pertumbuhan), sitotoksik 3. Imunitas spesifik (species, strain, stage spesific).

GEJALA KLINIK - Demam periodik (liat tabel). Berhubungan dengan waktu pecahnya sejumlah skizon matur dan keluarnya merozoit ke dalam aliran darah (sporulasi). Pada malaria P.vivax dan ovale (tertiana), skizon menjadi matang setiap 48 jam sehingga periode demamnya bersifat tertiana. Begitu juga denga jenis malaria yg lain. Timbulnya demam juga bergantung pada jumlah parasit (cryogenic level, fever treshold). Demam dapat bersifat intermiten, remiten, kontinua. - Anemia hemolitik (normokrom normositer) : e/ : destruksi o/ parasit maupun o/ RES, hambatan eritropoesis sementara. - Splenomegali : teraba setelah 3 hr serangan akut, nyeri, hiperemis. - Keluhan prodromal : malaise, skt kpl, dingin di punggung, nyeri sendi & tulang, demam ringan, anoreksia, perut tdk enak, diare ringan sering pada P.vivax & ovale G.klasik Trias malaria (scr berurutan) 1. Periode dingin (15-60 menit) : menggigil, penderita sering membungkus diri, saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi2 saling terantuk 2. Periode panas : muka merah, nadi cpt, suhu badan ttp tinggi bbrp jam 3. Periode berkeringat : hiperhidrosis, suhu turun, merasa sehat @ trias malaria sering pd infeksi p.vivax, pd p.falciparum menggigil brt/tdk ada Beberapa keadaan klinik perjalanan infeksi malaria : 1. Serangan primer : mulai akhir masa inkubasi terjadi serangan paroksismal : dingin/menggigil, panas, berkeringat. Serangan pndk/panjang tergantung jml parasit dan imunitas. 2. Periode laten : tanpa gejala, tanpa parasitemia slm infeksi malaria. Terjadi diantara 2 keadaan paroksismal. 3. Recrudescense / relaps jangka pendek : GK berulang dan parasitemia slm 8 mgg stlh serangan primer hilang. Terjadi karena parasit dalam darah (daur eritrositer) menjadi banyak.

4. Recurrence / relaps jangka panjang : GK berulang dan parasitemia dalam waktu 24 minggu / > setelah serangan primer hilang. Terjadi karena parasit daur eksoeritrositer ( dormant / hipnozoit) dari hepar masuk dalam darah dan menjadi banyak. 5. Relapse / Rechute : GK berulang / parasitemia yg > lama dari wkt diantara serangan periodik infeksi primer yaitu stlh masa laten (s/d 5 thn). Tjd krn infeksi tdk sembuh.

Manifestasi Klinik Infeksi Plasmodium

Plasmodium

Ms (hr)

inkubasi Tipe panas Relaps (jm) 24, 36, 48 -

Recrudensi Manifestasi Klinik

Falciparum

12 (9-14)

Gjl gastro, anemia, ikterus, hemoglobinuria, gjl serebral, edem paru, hipoglikemi, gangguan retina & kehamilan

Vivax

13 (12-17) s/d 48 12 bln

++

Anemia

kronik,

splenomegali, ruptur limpa

Ovale Malariae

17 (16-18) 28 (18-40)

48 72

++ -

Sama dg vivax Rekrudensi s/d 50 thn, splenomegali menetap, sindrom nefrotik

Malaria.Vivax / M.Tertiana / M.Benigna - Inkubasi : 12-17 hari

- Pd hari 1 : demam ireguler, kadang remiten / intermiten (perasaan dingin / menggigil jarang). Pd akhir minggu : demam intermiten dan periodik tiap 48 jam dg trias malaria (t.u sore) - Kepadatan parasit : max 7-14 hari - Minggu ke 2 : limpa teraba - Setelah 14 hari : parasitemia , limpa masih membesar, demam masih - Minggu ke 5 : demam scr krisis - Malaria serebral jarang, tetapi sering relaps Malaria Malariae / M.Kuartana - Inkubasi : 18-40 hari - GK spt malaria vivax ttp > ringan, anemia jarang, splenomegali pembesaran ringan, serangan tiap 3-4 hari (t.u sore). - Komplikasi jarang. Dilaporkan sindrom nefrotik pd anak Afrika - Rekrudesensi sering terjadi Malaria Ovale - Malaria paling ringan - Inkubasi : 16-18 hari - Serangan tiap 3-4 hari (t.u malam) - GK mirip m.vivax, ttp > ringan, menggigil jarang, splenomegali jarang teraba - Dapat sembuh spontan tanpa pengobatan Malaria Falciparum / M.Tropikana - Malaria paling berat - Inkubasi : 9-14 hari - Ditandai : panas ireguler (tdk periodik), sering hiperpireksia (> 40 C), ; anemia ; splenomegali ; hepatomegali ; komplikasi sering - Berlangsung cpt, parasitemia tinggi, menyerang semua bentuk eritrosit - Gejala prodromal yg sering : sakit kpl, malaise, vomit, nausea, diare, dll DASAR DIAGNOSIS 1. Anamnesis Didapatkan trias gejala yaitu demam, menggigil, dan berkeringat. Riwayat bepergian ke daerah endemis. Pernah menderita malaria sebelumnya.

2. Pemeriksaan fisik Demam Takikardia Kulit panas dan merah Splenomegali: lunak, sakit Hepatomegali: sakit Hipotensi ortostatik Mental confusion Ikterus Sianosis Fever blister (infeksi Herpes simplex yang rekuren) 3. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan hipoglikemia. Retikulosit mula-mula rendah / normal, kemudian meningkat. Pemeriksaan urin: albuminuria Tes faal hati: SGOT & SGPT meningkat, bilirubin direk dan indirek meningkat, prothrombin time meningkat. Serum albumin turun, serum globulin meningkat Kreatinin dan urea serum meningkat. Pemeriksaan apus darah tipis Digunakan untuk identifikasi jenis Plasmodium. Pemeriksaan apus darah tebal Digunakan sebagai pemeriksaan skrining darah penderita terhadap parasit Plasmodium. Tes antigen: P-F Test Yaitu mendeteksi antigen dari P.falciparum (Histidine Rich Protein II). Deteksi untuk antigen vivax dengan metode ICT, yaitu tes yang mendeteksi laktat P.vivax. dehidrogenase dari plasmodium (pLDH) dengan cara imunokromatografi yang dapat membedakan infeksi P.falciparum dan darah lengkap: anemia, leukopenia, trombositopenia,

QBC (Semi Quantitative Buffy Coat) Merupakan tes floresensi (protein pada Plasmodium dapat mengikat acridine orange) eritrosit yang terinfeksi Plasmodium akan teridentifikasi.

Tes Serologis Biasanya digunakan untuk skrining donor darah dan untuk kepentingan epidemiologis.

Diagnosis Molekuler PCR: yang diamplifikasi adalah gen 18 S small subunit ribosomal RNA (ssrRNA), dielektroforesis memakai gel agarose dengan zat warna etidium bromide. Hasil: - jalur S: merupakan molekul base pair standar (50 bp). - jalur 1: memperlihatkan pita diagnosis untuk P. vivax (120 bp). - jalur 2: memperlihatkan pita diagnosis untuk P. malariae (144 bp). - jalur 3: memperlihatkan pita diagnosis untuk P. falciparum (205 bp). - jalur 4: memperlihatkan pita diagnosis untuk P. ovale (800 bp).

DIAGNOSIS BANDING Demam merupakan salah satu gejala malaria yang menonjol, yang juga dijumpai pada hampir semua penyakit infeksi seperti infeksi virus pada sistem respiratorius, influenza, bruselosis, demam tifoid, demam dengue, dan infeksi bakterial lainnya Pada malaria dengan ikterus, diagnosa banding adalah demam tifoid dengan hepatitis, kolesistitis, abses hati dan leptospirosis. Pada malaria serebral harus dibedakan dengan infeksi otak lainnya seperti meningitis, ensefalitis, tifoid ensefalopati, tripanososmiasis. 1. Influenza Influenza merupakan suatu penyakit infeksi saluran pernapasan terutama ditandai oleh demam, menggigil, sakit otot, sakit kepala, dan sering disertai pilek, sakit tenggorok dan batuk non produktif. Lama sakit berlangsung antara 2-7 hari dan biasanya sembuh sendiri.

Pada saat ini penyebab influenza dikenal 3 tipe virus influenza yakni A, B, dan C. Gejal-gejala seperti disebutkan diatas dapat didahului oleh perasaan malas dan dingin. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan tanda-tanda karakteristik kecuali hiperemia ringan sampai berat pada selaput lendir tenggorok.

2. Bruselosis Bruselosis adalah penyakit zoonosis, merupakan penyakit yang disebabkan bakteri fram negatif dari genus brucellae. Penyebabnya adalah 4 spesies brucellae yaitu B. melitensis, B. abortus, B. suis, B. canis . Tiap spesies brucellae mempunyai hewan reservoir yang spesifik yang menyebabkan penyakit kronik persisten. Organisme ini menyerang organ reproduksi hewan kemudian menyebar ke urine, susu dan cairan plasenta. Lokasi ini memudahkan penyebaran ke manusia terutam pada petani/peternak, dokter hewan, tukang potong, dan akhirnya konsumen. Gejala bruselosis tidak cukup khas untuk diagnosis. Demam intermiten ditemukan pada 60% kasus subakut bruselosis dan dengan relatif bradikardia.

Gejala Demam 98% Fatique, malaise 945% Berkeringat 79% Menggigil 85% Arthralgia 79% Gastrointestinal 51% Sefalgia 42%

Tanda Hepatosplenomegali 41% Hepatomegali 38% Splenomegali 22% Osteoartikuler 23% Bradikardia realtif 21%

Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai leukopeni dengan realtif limfositosis, pansitopeni ditemukan pada 20% kasus.

3. Leptospirosis (mud fever, slime fever, swamp fever, infection jaundice, field fever) Leptospirosis merupakan suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganisme Leptospira interorgans tanpa memandang bentuk spesifik serotipenya. Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae, suatu miroorganisme spirochaeta. Tikus merupakan vektor utama dari L. Icterhaemorrhagica penyebab leptospirosis pada manusia. Di dalam tubuh tikus, leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta berkembang biak di dalam epitel tubulus ginjal tikus secara terus menerus dan akan ikut mengalir dalam filtrat urin. International leptospirosis society menyatakan Indonesia sebagai negara dengan insidensi leprospirosis tinggi dan peringkat ketiga dunia untuk mortalitas. Di indonesia banyak terjadi di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Pada kejadian banjir di Jakarta tahun 2002, dilaporkan >100 kasus leptospirosis dengan 20 kematian. Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan air, tanah dan lumpur yang terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi leptospira. Infeksi itu akan terjadi luka/erosi pada kulit ataupun selaput lendir. Gambaran klinis dari leptospirosis yaitu masa inkubasi 2-26 hari, biasanya 713 hari dan rata-rata 10 hari. Gambaran klinis yang sering ditemukan demam, menggigil, sakit kepala, meningismus, anoreksia, mialgia, conjuctival suffusion,mual, muntah, nyeri abdomen,ikterus, hepatomegali, ruam kulit, fotofobi. Terdapat 2 fase penyakit yang khas yaitu: Fase leptospiraemia, dengan gejala awal sakit kepala biasanya di frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama paha, betis, dan pinggang disertai nyeri tekan. Pada pemeriksaan keadaan didapatkan sakit berat, bradikardia relatif, dan ikterus. Fase ini berlangsung 4-7 hari. Pada keadaan sakit berat, demam turun setelah 7 hari

diikuti oleh bebas demam selama 1-3 hari, setelah itu demam lagi, keadaan ini disebut fase imun. Fase imun, dapat timbul demam yang mencapai suhu 40 0C disertai menggigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa sakit yang menyeluruh pada leher,perut dan otototot betis. Purpura, ptechiae, epistaksis, perdarahan gusi merupakan manifestasi perdarahan paling sering. Terjadinya meningitis merupakan tanda pada fase ini, walaupun hanya 50% gejala dan tanda meningitis yang dapat menetap dalam beberapa minggu, tetapi biasanya hilang setelah 1-2 hari. Pada fase ini leptospira dapat dijumpai pada urin.

4. Trypanosomiasis a. Trypanosoma Afrika Trypanosomiasis Afrika disebabkan oleh Trypanosoma brucei, dimana dapat menyebebkan gambiense sleeping sickness. Transmisinya melalui gigitan lalat tsetse dan lalatnya hanya ditemukan di Afrika. Gejala klinis : Gejala umum : demam periodik, defisiensi nutrisi Kulit : chancre di daerah inokulasi, truncal rash, posterior cervical lymphadenopati Neurologi : gangguan pola tidur ( somnolen diurnal, insomnia, perubahan status mental, gejal serebral)

b. Trypanosoma Amerika (penyakit chagas) Disebabkan oleh Trypanosoma cruzi. T. Cruzi hanya ditemukan dibelahan negara barat diantara Amerika sebelah selatan sampai Argentina. Gambaran klinis dapar berupa lesi erythematus yang dapat terjadi dalam beberapa hari setelah inokulasi T. Cruzi di kulit disebut chogma. Dapat terjadi

pembengkakan konjuctiva. KOMPLIKASI o Ruptura lienalis

periorbital

setelah

inokulasi

kedalam

membran

mukosa

Dapat terjadi secara spontan atau karena trauma. o Malaria serebral Pada pemeriksaan likuor serebro spinalis didapatkan protein tinggi, tekanan tinggi, pleositosis tidak ada / sedikit. Temperatur badan 41-42 (kulit merah dan kering). o Anemia hemolitik Dapat lebih berat yaitu bila terdapat parasitemia > 5 % dan malaria terjadi pada individu yang non-imun. Kalau terjadinya tiba-tiba dapat terjadi gagal ginjal akut. o Black Water Fever (malaria hemoglobinuria) Predisposisi: Infeksi Plasmodium falciparum pada individu yang non imun Pada terapi kina yang intermiten. C, menyerupai heat stroke

Pemeriksaan laboratorium: haemolisis berat, Hb uria, gagal ginjal. Pemeriksaan urin didapatkan: warna: coklat tuadalam keadaan asam merah dalam keadaan basa / netral

o Kegagalan paru-paru Terjadi karena terapi cairan intravena yang berlebihan. Dapat menyebabkan kematian. o Algid Malaria Tekanan darah dapat turun sampai 80 90 mmHg / 40 50 mmHg. Menyerupai gejala insufisiensi adrenal akut. Dapat menyebabkan kematian. o Gagal ginjal akut

Sering pada penderita malaria dewasa. Faktor risiko yang mempermudah: hiperparasitemia, ikterus, hipotensi, hemoglobinuria. o Kelainan hati (malaria biliosa) o Hipoglikemia Penyebab: pemberian terapi kina dan kegagalan glukoneogenesispada penderita dengan ikterik, hiperparasitemia karena parasit mengkonsumsi karbohidrat dan TNF- yang meningkat. o Edema paru Komplikasi yang paling berat dari malaria tropika dan lebih sering menyerang malaria dewasa. Factor yang memudahkan terjadinya edema paru: kelebihan cairan, kehamilan, malaria serebral, hiperparasitemia, hipotensi, asidosis dan uremia. o Hiponatermia Biasanya disertai penurunan osmolaritas plasma. Hiponatermi disebabkan karena kehilangan cairan dan garam melalui muntah dan sekret ataupun terjadinya sindrom abnormalitas hormon anti diuretik. o Manifestasi gastrointestinal Ditandai dengan hiperventilasi (pernapasan kussmaul), peningkatan asam laktat, pH turun dan peningkatan bikarbonat. PENATALAKSANAAN A. Penatalaksanaan malaria secara garis besar mempunyai tiga komponen penting yaitu: 1. Terapi spesifik dengan kemoterapi anti malaria 2. Terapi supportif (termasuk perawatan umum dan pengobatan simptomatik) 3. Pengobatan terhadap komplikasi B. Pada setiap penderita malaria, maka tindakan yang dilakukan di puskesmas sebelum dirujuk adalah: 1. Tindakan umum (di tingkat puskesmas):

Persiapan penderita malaria berat untuk dirujuk ke rumah sakit/fasilitas pelayanan yang lebih tinggi, dengan cara: a. Jaga jalan nafas dan mulut untuk menghindari terjadinya asfiksia, bila diperlukan beri oksigen (O2) b. c. Perbaiki keadaan umum penderita (beri cairan dan perawatan umum) Monitoring tanda-tanda vital antara lain: keadaan umum, kesadaran, pernafasan, tekanan darah, suhu dan nadi setiap 30 menit (selalu dicatat untuk mengetahui perkembangannya) d. Untuk konfirmasi diagnosis, lakukan pemeriksaan SD tebal. Penilaian sesuai kriteria diagnostik mikroskopik e. Bila hipotensi, tidurkan dalam posisi Trendenlenburg dan diawasi terus tensi, warna kulit dan suhu, laporkan ke dokter segera f. g. h. Kasus dirujuk ke rumah sakit bila kondisi memburuk Buat/isi status penderita Pengobatan Simptomatik: a. Pemberian antipiretik untuk mencegah hipertermia: parasetamol 15 mg/KgBB/x, beri setiap 4 jam dan lakukan juga kompres hangat. b. Bila kejang, beri antikonvulsan: dewasa: Diazepam 5-10 mg IV (secara perlahan jangan lebih dari 5 mg/menit) ulang 15 menit kemudian, bila masih kejang. Jangan diberikan lebih dari 100 mg/24 jam. Bila tidak tersedia Diazepam, sebagai alternatif dapat dipakai Phenobarbital 100 mg IM/x (dewasa) diberikan 2X sehari. 2. Pemberian Obat anti Malaria spesifik: kina intra vena (injeksi) masih merupakan obat pilihan (drug of choice) untuk malaria berat. Kemasan garam kina HCL 25 % injeksi, 1 ampul berisi 500 mg / 2 ml. Pemberian anti malaria pra rujukan (di puskesmas): apabila tidak memungkinkan pemberian kina perdrip maka dapat diberikan dosis Kinin antipirin 10 mg/KgBB IM (dosis tunggal).

Obat obat antimalaria: Derivat kuinolin - alkaloid kinkona : kuinina, kuinidin dan kinkonin - 4 amino-kuinolin : klorokuin dan amodiakuin - 8 amino-kuinolin: primakuin Derivat para amino benzoic acid (PABA) competitors - derivat sulfonamid: sulfadoksin, sulfadiazin, sulfalen - derivat sulfon: dapson Derivat Dihydrofolate Reductase (DHFR) inhibitors - diaminopirimidin : pirimetamin - biguanid : proguanil Antibiotik - Doksisiklin - Tetrasiklin - Klindamisin Fitofarmaka - Artemeter - Artesunate - Artemisin New Drugs Artemisinin, Lumefantrine, Atovaquone , Tafenoquine , Pyronaridine, Artemisone, Naphthoquine , Antibiotics Pengobatan malaria berdasarkan siklus hidupnya.

Skizontisidal darah (fase eritrositik) : klorokuin, kuinin, meflokuin, pirimetamin doksisiklin hiklat atau hidroklorida Skizontisidal jaringan (fase ekso-eritrositik) - primakuin dan pirimetamin Gametosidal : - primakuin dan klorokuin Sporontisidal : - primakuin Pengobatan radikal P falciparum lini pertama lini kedua lini ketiga P vivax/ovale Kloroquin + primaquin 0,25 mg/kg/hari 14 hari Gagal/rekuren: Kina 30 mg/kg/hari + primaquin Panduan DepKes 2005 Pemberian obat lini kedua : - obat lini pertama sudah selesai (3 hari) - belum sembuh/kambuh setelah hari ke-4 atau 28 Kloroquin + primaquin SP+primaquin Kina + primaquin

Penderita tidak sembuh : - klinis tidak membaik disertai parasitemia aseksual - klinis tidak ada namun msh parasitemia aseksual Penderita dikatakan kambuh (hari ke 14 28): - klinis tidak membaik disertai parasitemia aseksual - klinis tidak ada namun msh parasitemia aseksual Prinsip (IPD UI); 1. Penderita dengan komplikasi/ malaria berat memakai parenteral Malaria biasa diobati dengan per oral. 2. Pengobatan harus efektif dan mencegah terjadinya transmisi ; ACT (Artemisinin base combination) 3. Pemberian pengobatan ACT harus berdasarkan hasil pemeriksaan malaria yang positif dan harus dilakukan monitoring efek/respom pengobatan. 4. Pengobatan malaria tanpa hasil pemeriksaan malaria memakai obat non ACT

WHO telah menetapkan pengobatan malaria dengan ACT Golongan artemisinin (ART) obat utama karena efektif mengatasi plasmodium yang resisten dalam pengobatan.

Mebunuh semua plasmodium dalam semua stadium termasuk gametosit Efektif terhadap semua plasmodium

Pengobatan ACT Penggunaan artemisinin monoterapi terjadinya rekrudensi WHO dikombinasikan

Kombinasi tidak tetap (non fixed dose) dan kombinasi tetap (fixed dose) Fixed dose ;

- Co-Artem artemeter (20mg) + lumefantrine (120 mg) 4x1 tab slm 3 hari - Artekin dihidroartemisin (40 mg) + piperakuin (320 mg) dosis awal 2 tablet, 8 jam kemudian 2 tablet, 24 jam dan 32 jam masing masing 2 tablet.

Non fixed dose ; Artesunate + Amodiaquine Artesunate + Mefloquine Artesunate + Chloroquine Artesunate + Sulfadoxine-pyrimethamine Artesunate + pyronaridine Piperaquine + Dihydroartemisinin + Trimethoprim

Yang tersedia di Indonesia kombinasi Artesunate + amodiakuin (Artesdiaquine/ Artesumoon)

Asimptomatik Pemberian antipiretik untuk mencegah hipertermia : parasetamol 15 mg/KgBB/x, beri setiap 4 jam dan lakukan juga kompres hangat. Bila kejang, beri antikonvulsan : Dewasa : Diazepam 5-10 mg IV (secara perlahan jangan lebih dari 5 mg/menit) ulang 15 menit kemudian bila masih kejang. Jangan diberikan lebih dari 100 mg/24 jam. Bila tidak tersedia Diazepam, sebagai alternatif dapat dipakai Phenobarbital 100 mg IM/x (dewasa) diberikan 2 x sehari.

PENCEGAHAN Vaksin Berdasarkan fungsinya vaksin malaria dibagi 3 : 1. Vaksin anti penyakit 2. Vaksin anti infeksi 3. Vaksin penghambat transmisi Berdasarkan sasaran antigen sesuai dengan stadium perkembangan parasit , dikenal 3 jenis vaksin : 1. Vaksin pre eritrositik 2. Vaksin eritrositik atau vaksin bentuk aseksual darah 3. Vaksin bentuk seksual Beberapa jenis vaksin : 1. SPf 66 Terdiri dari kombinasi 3 peptida sintetik yang urutan rangkaiannya berasal dari protein merozoit dan dari rangkaian peptida yang berasal dari protein CS. Vaksin ini multikomponen multistadium. 2. Campuran antigen Plasmodium falciparum stadium aseksual darah rekombinan Terdiri dari bagian MSP-1, MSP-2, dan RESA. 3. Antigen MSP-1 yang berasal dari ragi Mengandung antigen 19C terminal berperan penting dalam invasi parasit ke dalam eritrosit dan dapat menginduksi kekebalan. 4. NYVAC-Pf7 Dibuat dari virus Vaccinia yang sudah dilemahkan dan dicampur dengan berbagai antigen multikomponen, multistadium, termasuk antigen vaksin penghambat Pfs-25 bersama-sama dengan 6 antigen lain, yaitu 3 protein preeritrositik : CS, SSP2/TRAP, LSA-1, dan 3 antigen bentuk aseksual darah : MSP-1, AMA-1, SERA. Orang-orang yang tinggal di daerah malaria atau yang mengadakan perjalanan ke daerah malaria bisa melakukan hal-hal berikut: Menggunakan semprotan pembasmi serangga di dalam dan di luar rumah Memasang tirai di pintu dan jendela Memasang kawat nyamuk

Mengoleskan obat anti nyamuk di kulit Mengenakan pakaian yang menutupi tubuh sehingga mengurangi daerah tubuh yang digigit nyamuk.

PENGOBATAN PENCEGAHAN (KEMOPROFILAKSIS)

Obat yang dipakai untuk tujuan ini umumnya bekerja terutama pada tingkat eritrositer, hanya sedikit yang berefek pada tingkat eksoeritrositer (hati). Obat harus digunakan terus-menerus mulai minimal 1 - 2 minggu sebelum berangkat sampai 4 - 6 minggu setelah keluar dari daerah endemis malaria. OAM yang dipakai dalam kebijakan pengobatan di Indonesia adalah : Klorokuin : banyak digunakan karena murah, tersedia secara luas, dan relatif aman untuk anak-anak, ibu hamil maupun ibu menyusui. Pada dosis pencegahan obat ini aman digunakan untuk jangka waktu 2-3 tahun. Efek samping : gangguan GIT seperti mual, muntah, sakit perut dan diare. Efek samping ini dapat dikurangi dengan meminum obat sesudah makan. Pencegahan pada anak : OAM yang paling aman untuk anak kecil adalah klorokuin. Dosis : 5 mg/KgBB/minggu. Dalam bentuk sediaan tablet, rasanya pahit campur dengan makanan atau minuman, dapat juga dipilih yang berbentuk suspensi. Untuk mencegah gigitan nyamuk kelambu pada waktu tidur. Pencegahan perorangan : Dipakai oleh masing-masing individu yang memerlukan pencegahan terhadap penyakit malaria. Obat yang dipakai : Klorokuin. Cara pengobatan : Bagi pendatang sementara : Klorokuin diminum 1 minggu sebelum tiba di daerah malaria, selama berada di daerah malaria dan dilanjutkan selama 4 minggu setelah meninggalkan daerah malaria. Bagi penduduk setempat dan pendatang yang akan menetap : Pemakaian klorokuin seminggu sekali sampai lebih dari 6 tahun dapat dilakukan tanpa efek samping. Bila transmisi di daerah tersebut hebat sekali atau selama musim penularan, obat diminum 2 kali seminggu. Penggunaan 2 kali seminggu dianjurkan hanya untuk 3 - 6 bulan saja. Dosis pengobatan pencegahan : Klorokuin 5 mg/KgBB atau 2 tablet untuk dewasa.

Golongan umur (tahun) Jumlah tablet klorokuin (dosis tunggal) ( frekuensi 1 x seminggu ) Umur 0 - 1 jumlah tablet Umur 1 - 4 jumlah tablet Umur 5 - 9 jumlah tablet 1 Umur 10 - 14 jumlah tablet 1 Umur > 15 jumlah tablet 2 Pencegahan kelompok Ditujukan pada sekelompok penduduk, khususnya pendatang non-imun yang sedang berada di daerah endemis malaria. Pencegahan kelompok memerlukan pengawasan yang lebih baik. Obat diberikan melalui unit pelayanan kesehatan, pos-pos pengobatan malaria yang dibentuk sendiri oleh penduduk di wilayah tersebut, atau melalui pos obat desa (POD) yang di dalamnya menyediakan obat-obatan lain selain obat anti malaria. Dosis dan cara pengobatan sama seperti pengobatan pencegahan perorangan. perlu diingat juga bahwa pengobatan yang dilakukan sebagai tindakan preventif tidak 100% efektif. PROGNOSIS 1. Prognosis malaria berat tergantung kecepatan diagnosa dan ketepatan & kecepatan pengobatan. 2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan pada anakanak 15 %, dewasa 20 %, dan pada kehamilan meningkat sampai 50 %. 3. Prognosis malaria berat dengan kegagalan satu fungsi organ lebih baik daripada kegagalan 2 fungsi organ - Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ, adalah > 50 % - Mortalitas dengan kegagalan 4 atau lebih fungsi organ, adalah > 75 % Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan klinis malaria berat yaitu: - Kepadatan parasit < 100.000, maka mortalitas < 1 % - Kepadatan parasit > 100.000, maka mortalitas > 1 % - Kepadatan parasit > 500.000, maka mortalitas > 50 %

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilmu Penyakit Dalam UI jilid 3, EGC, Jakarta 2. www.infeksi.com 3. http://malariana.blogspot.com/2008/11/malaria-patofisiologi.html 4. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/14_MalariaBerat.pdf/14_MalariaBerat.html

You might also like