You are on page 1of 1

ANALISA KASUS

TEORI Berdasarkan penelitian di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada tahun 1987, sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis yang mendadak atau akut biasanya tidak sulit. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu (KET). Pada ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan, tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat serta perdarahan yang lebih banyak dapat menimbulkan syok, ujung ekstremitas pucat, basah dan dingin. Yang menonjol ialah penderita tampak kesakitan, pucat dan pada pemeriksaan ditemukan tanda-tanda syok serta perdarahan rongga perut. Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Dalam tindakan demikian beberapa hal perlu diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu :1 1. Kondisi penderita saat itu 2. Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya 3. Lokasi kehamilan ektopik 4. Kondisi anatomik organ pelvis Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan konservatif

KASUS Pasien pada kasus ini bernama Ny. M, berumur 24 tahun.

Pasien datang dengan keluahan nyeri seluruh perut yang sudah dirasakan sejak 2 hari SMRS. Nyeri bersifat hilang timbul pada seluruh perut, semakin lama semakin sakit. Pada status present dijumpai konjuctiva palpebra inferior pucat. Pada pemeriksaan fisik dijumpai adanya nyeri tekan pada bagian abdomen. Pada pemeriksaan penunjang dijumpai Hb: 9,0 mg/dL. Ht: 25,9%.

Pada pasien ini dilakukan laparatomi cito pada tanggal 17 April 2013. Pada durante op dijumpai massa di tuba sebelah kanan dan telah mengalami ruptur sehingga diputuskan untuk tindakan salpingektomi dekstra.

You might also like