You are on page 1of 25

Referat dan Presentasi Kasus

ASMA BRONKIAL
Diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Bagian / SMF Ilmu Kedokteran Keluarga (Family Medicine) Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

Disusun Oleh :

Evi Syahrinawati 0707101010074

BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN KELUARGA ( FAMILY MEDICINE) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH 2013

KATA PENGANTAR

Puji Dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul ASMA BRONKIAL yang akan diajukan penulis untuk melengkapi tugas-tugas dalam menjalankan kepaniteraan klinik senior (KKS) di bagian Kedokteran Keluarga (Family Medicine). Shalawat beserta salam marilah selalu kita sanjung sajikan kepada baginda nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam yang penuh dengan kegelapan kea lam yang terang benderang seperti saat ini. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pembimbing penulis yang telah memberikan waktu dan kesempatannya untuk membimbing dalam proses penulisan hingga mempresentasikan kasus ini, sehingga dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian presentasi kasus ini. Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan itu, penulis mengaharapkan kritik dan saran demi perbaikan presentasi kasus ini. Semoga presentasi kasus ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Banda Aceh, Januari 2012

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma. Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai dengan mengi episodik, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas. Dalam 30 tahun terakhir prevalensi asma terus meningkat terutama di negara maju. Peningkatan terjadi juga di negara-negara Asia Pasifik seperti Indonesia. Studi di Asia Pasifik baru-baru ini menunjukkan bahwa tingkat tidak masuk kerja akibat asma jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Amerika Serikat dan Eropa. Hampir separuh dari seluruh pasien asma pernah dirawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat setiap tahunnya. Hal tersebut disebabkan manajemen dan pengobatan asma yang masih jauh dari pedoman yang direkomendasikan Global Initiative for Asthma (GINA).1 Kasus asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima belas tahun, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Beban global untuk penyakit ini semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas hidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian. Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal ini tergambar dari data Studi Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi

paru 2/1000. Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC), didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/recent asthma) 6,2 % yang 64 % diantaranya mempunyai gejala klasik.2 Peran dokter dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting. Dokter sebagai pintu pertama yang akan diketuk oleh penderita dalam menolong penderita asma, harus selalu meningkatkan pelayanan, salah satunya yang sering diabaikan adalah memberikan edukasi atau pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan kepada penderita dan keluarganya akan sangat berarti bagi penderita, terutama bagaimana sikap dan tindakan yang bisa dikerjakan pada waktu menghadapi serangan, dan bagaimana caranya mencegah terjadinya serangan asma.3

BAB II ILUSTRASI KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Status : Ny. Y : 32 tahun : Perempuan : IRT : Menikah

Tanggal Pemeriksaan : 8 Februari 2013 No. ID :1049

2.2 ANAMNESIS 2.2.1 Keluhan Utama Sesak napas sejak 1 hari sebelum ke puskesmas 2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak I hari yang lalu, pasien memang mengeluhkan sesak napas sudah sejak 5 tahun yang lalu, namun hilang timbul. Sesak napas timbul bila pasien terpapar debu, udara dingin dan asap rokok. Sesak terutama timbul pada malam hari. Sesak napas dirasakan mengganggu aktivitas dan tidur. Pasien sudah berobat ke puskesmas sejak lima tahun yang lalu dan didiagnosa menderita asma. Sejak 1 hari SMRS pasien mulai mengeluhkan sesak napas dan batuk-batuk. Sesak napas bertambah bila pasien batuk. Batuk pasien berdahak dengan warna bening kental. Napas pasien berbunyi ngik. Pasien mengaku sulit mengontrol sesak nafasnya karena suami pasien perokok dan lingkungan rumah pasien banyak debunya. 2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu Pasien memiliki riwayat asma sejak 5 tahun yang lalu, sesak napas timbul bila pasien terpapar debu, udara dingin dan asap rokok. Sesak napas

dirasakan > 1 kali dalam seminggu, < 1 kali dalam sehari, dan saat malam hari > 2 kali dalam sebulan Pasien tidak memiliki riwayat penyakit jantung Pasien memiliki riwayat alergi, seperti alergi udara dingin, debu, makanan laut, pucuk ubi, kacang panjang, dan makanan yang merangsang seperti cabai. 2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga 2.2.5 Ibu pasien menderita asma Anak perempuan pasien menderita asma

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan bulan yang lalu pasien bekerja sebagai cleaning service di sebuah universitas swasta, akan tetapi, karena sesak napas dirasakan semakin hari semakin memberat, pasien mengundurkan diri dari pekerjaannya dan bekerja sebagai ibu rumah tangga. Riwayat merokok tidak ada Suami pasien perokok

2.3 PEMERIKSAAN FISIK 2.3.1 Pemeriksaan Umum Kesadaran Keadaan umum Tekanan darah Nadi Nafas Suhu : Komposmentis : tampak sakit ringan :120/80 mmHg : 75 x/menit : 23 x/menit : 36.5 C0

2.3.2 Status Generalis a. Kepala Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya +/+ Leher : JVP (5-2)cm H2O, pembesaran KGB (-)

b. Thoraks Paru o Inspeksi o Palpasi o Perkusi o Auskultasi kiri Jantung o Inspeksi o Palpasi o Perkusi o Auskultasi c. Abdomen Inspeksi Palpasi tidak teraba Perkusi Auskultasi : timpani : bising usus normal : perut cembung, asites (-) : perut supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien : iktus kordis tidak terlihat : iktus kordis teraba di SIK V 1 jari medial LMCS : batas jantung kanan : LSD batas jantung kiri : SIK V 1 jari medial LMCS : suara jantung normal, bunyi tambahan (-) : gerakan dada kanan dan kiri simetris : fremitus kanan dan kiri sama : sonor pada seluruh lapangan paru : ekspirasi memanjang, mengi pada lapangan paru

d. Ekstremitas (Superior et Inferior) Akral hangat, edema (-), clubbing finger (-)

2.4 DIAGNOSIS BANDING Asma bronkial sedang pada asma persisten ringan.

2.5 RENCANA PENATALAKSANAAN Non Medikamentosa : Hindari faktor pencetus

Medikamentosa : Salbutamol 3 x 2 mg Dextrometorphan syr 3 x CII Cetirizine tab 3x1

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Definisi Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala pernapasan.1 Asma bronkial adalah salah satu penyakit paru yang termasuk dalam kelompok penyakit paru alergi dan imunologi yang merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernapas yang disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajat penyempitan dapat berubah, baik secara spontan maupun karena pemberian obat.2

3.2 Epidemiologi Asma dapat ditemukan pada laki laki dan perempuan di segala usia, terutama pada usia dini. Perbandingan laki laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa. Laki-laki lebih memungkinkan mengalami penurunan gejala di akhir usia remaja dibandingkan dengan perempuan.3 Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini jumlah penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025.4 Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi penyakit asma meningkat dari 4,2% menjadi 5,4%. Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh penduduk Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia.5 Penelitian yang dilakukan oleh Anggia D pada tahun 2005 di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru didapatkan kelompok umur terbanyak yang menderita asma

adalah 25 34 tahun sebanyak 17 orang (24,29%) dari 70 orang, dan perempuan lebih banyak dari pada laki laki (52,86%). 6

3.3 Faktor Resiko Faktor resiko asma dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : Atopi Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus. Hiperreaktivitas bronkus Saluran pernapasan sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan. Jenis Kelamin Perbandingan laki laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa. Ras Obesitas Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan faktor resiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran pernapasan dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas dengan asma, dapat mempengaruhi gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.

3.4 Faktor Pencetus Penelitian yang dilakukan oleh pakar di bidang penyakit asma sudah sedemikian jauh, tetapi sampai sekarang belum menemukan penyebab yang pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa saluran pernapasan penderita asma mempunyai sifat sangat peka terhadap rangsangan dari luar yang erat kaitannya dengan proses inflamasi. Proses inflamasi akan meningkat bila penderita terpajan oleh alergen tertentu.

Penyempitan saluran pernapasan pada penderita asma disebabkan oleh reaksi inflamasi kronik yang didahului oleh faktor pencetus. Beberapa faktor pencetus yang sering menjadi pencetus serangan asma adalah : 1. Faktor Lingkungan a. Alergen dalam rumah b. Alergen luar rumah 2. Faktor Lain a. Alergen makanan b. Alergen obat obat tertentu c. Bahan yang mengiritasi d. Ekspresi emosi berlebih e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif f. Polusi udara dari dalam dan luar ruangan

3.5 Klasifikasi Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi -2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit. Dengan adanya pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat menentukan klasifikasi menurut berat-ringannya asma yang sangat penting dalam penatalaksanaannya.7 Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut)7 : 1. Asma saat tanpa serangan Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1) Intermitten; 2) Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat (Tabel.1)

Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang dewasa7

2. Asma saat serangan Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan. Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang dan asma serangan berat. Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma (aspek akut). Sebagai contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami serangan ringan saja, tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan kematian.

Tabel 2. Klasifikasi asma menurut derajat serangan7

3.6 Patogenesis Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas dan disebabkan oleh hiperreaktivitas saluran napas yang melibatkan beberapa sel inflamasi terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel yang menyebabkan pelepasan mediator seperti histamin dan leukotrin yang dapat mengaktivasi target saluran napas sehingga terjadi bronkokonstriksi, kebocoran mikrovaskular, edema dan hipersekresi mukus. Inflamasi saluran napas pada asma merupakan proses yang sangat kompleks melibatkan faktor genetik, antigen dan berbagai sel inflamasi, interaksi antara sel dan mediator yang membentuk proses inflamasi kronik.8 Proses inflamasi kronik ini berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas, batuk terutama pada malam hari. Hiperresponsivitas saluran napas adalah respon

bronkus berlebihan yaitu penyempitan bronkus akibat berbagai rangsangan spesifik dan non-spesifik.8 Asma : Inflamasi kronis Saluran Napas

pemicu Hiperreaktivitas

Banyak Sel : Sel Mast Eosinofil Netrofil Limfosit

Melepas MEDIATOR :

Histamin Prostaglandin (PG) Leukotrien (L) Platelet Activating Factor (PAF), dll

Bronkokonstriksi, hipersekresi mukus,

edema saluran napas Obstruksi difus saluran napas

BATUK, MENGI, SESAK

3.7 Diagnosis Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Faktor faktor yang mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan adanya riwayat alergi.11 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran napas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan dan denyut nadi juga meningkat, ekspirasi memanjang diserta ronki kering, mengi.11 Pemeriksaan Laboratorium Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal Charcot Leyden).11 Pemeriksaan Penunjang o Spirometri Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru. Reversibilitas penyempitan saluran napas yang merupakan ciri khas asma dapat dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20% atau lebih sesudah pemberian bronkodilator. o Uji Provokasi Bronkus Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita dengan gejala sma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus merupakan cara untuk membuktikan secara objektif hiperreaktivitas saluran napas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu uji provokasi dengan beban kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan histamin. o Foto Toraks Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas, pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan

asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan. Tabel 4. Diagnosis Asma12

3.8 Diagnosis Banding 1. Bronkitis kronik Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk yang disertai sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan disertai mengi dan menurunkan kemampuan jasmani. 2. Emfisema paru Sesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya. 3. Gagal jantung kiri

Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada malam hari disebut paroxysmal nocturnal dispnea. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan edema paru. 4. Emboli paru Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung. Disamping gejala sesak napas, pasien batuk dengan disertai darah (haemoptoe). 3.9 Penatalaksanaan Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan

mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hari.13 Tujuan penatalaksanaan asma13: Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma Mencegah eksaserbasi akut Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise Menghindari efek samping obat Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel Mencegah kematian karena asma Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.13 Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan non-medikamentosa dan pengobatan medikamentosa : Pengobatan non-medikamentosa Penyuluhan Menghindari faktor pencetus Pengendali emosi Pemakaian oksigen

Pengobatan medikamentosa Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.13 1. Pengontrol (Controllers) Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten. termasuk obat pengontrol : Kortikosteroid inhalasi Kortikosteroid sistemik Sodium kromoglikat Nedokromil sodium Metilsantin Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi Agonis beta-2 kerja lama, oral Leukotrien modifiers Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1) Lain-lain Pengontrol sering disebut pencegah, yang

Glukokortikosteroid inhalasi Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma. Penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualiti hidup. Steroid inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai berat). Glukokortikosteroid sistemik Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks terapi (efek/ efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada steroid oral jangka panjang. Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium) Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau tidak.

Metilsantin Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan

sebagai obat pengontrol, berbagai studi menunjukkan pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru. Agonis beta-2 kerja lama Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan memodulasi

penglepasan mediator dari sel mast dan basofil. Leukotriene modifiers Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral. Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi. Kelebihan obat ini adalah preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah diberikan. Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis reseptor leukotrien sisteinil).

2. Pelega (Reliever) Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas. Termasuk pelega adalah
13

Agonis beta2 kerja singkat Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain). Antikolinergik Aminofillin Adrenalin

Agonis beta-2 kerja singkat Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat. Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan modulasi penglepasan mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada exercise-induced asthma Metilsantin Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah dibandingkan agonis beta-2 kerja singkat. Antikolinergik Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks bronkokostriksi yang disebabkan iritan. Termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium bromide dan tiotropium bromide. Adrenalin Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat. Pemberian secara subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut atau dengan gangguan kardiovaskular. Pemberian intravena dapat diberikan bila dibutuhkan, tetapi harus dengan pengawasan ketat (bedside monitoring). Cara pemberian pengobatan Pengobatan asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi, oral dan parenteral (subkutan, intramuskular, intravena). Kelebihan pemberian pengobatan langsung ke jalan napas (inhalasi) adalah 13: lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas efek sistemik minimal atau dihindarkan beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak terabsorpsi pada pemberian oral (antikolinergik dan kromolin). Waktu kerja bronkodilator adalah lebih cepat bila diberikan inhalasi daripada oral.

Tabel 7. Pengobatan sesuai berat asma 13 Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari. Berat Medikasi pengontrol Alternatif / Pilihan Alternatif lain Asma harian lain Asma Tidak perlu -------------Intermite n Asma Glukokortikosteroid Teofilin lepas -----Persisten inhalasi (200-400 ug lambat Ringan BD/hari atau Kromolin ekivalennya) Leukotriene modifiers Asma Kombinasi inhalasi Glukokortikosteroid Ditambah Persisten glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug agonis beta-2 Sedang BD atau kerja lama (400-800 ug BD/hari ekivalennya) oral, atau atau ekivalennya) dan ditambah Teofilin Ditambah lepas lambat ,atau teofilin lepas agonis beta-2 kerja lambat Glukokortikosteroid lama inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, atau Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (>800 ug BD atau ekivalennya) atau Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah leukotriene modifiers Asma Kombinasi inhalasi Prednisolon/ Persisten glukokortikosteroid (> metilprednisolon oral Berat 800 ug BD atau selang sehari 10 mg ekivalennya) dan agonis beta-2 kerja ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, lama, ditambah 1 di ditambah teofilin lepas bawah ini: lambat teofilin lepas lambat

3.10

Komplikasi Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah : 1. Status asmatikus 2. Atelektasis 3. Hipoksemia 4. Pneumothoraks 5. Emfisema

3.11

Prognosis Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir

menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia tua lebih banyak, kalau serangan asma diketahui dan dimulai sejak kanak kanak dan mendapat pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh dan di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan common cold 29% akan mengalami serangan ulang.14 Pada penderita yang mengalami serangan intermitten angka kematiannya 2%, sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus menerus angka kematiannya 9%.14

BAB IV PENJELASAN

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis asma bronkial sedang pada asma persisten ringan karena adanya keluhan sesak napas yang timbul bila pasien terpapar debu, udara dingin dan asap rokok. Bila sesak napas timbul terdapat suara ngik. Sesak terutama timbul pada malam hari. Gejala sesak napas dirasakan > 1 kali dalam seminggu, < 1 kali dalam sehari, dan saat malam hari > 2 kali dalam sebulan. Sesak napas dirasakan mengganggu aktivitas dan tidur. Hal ini sesuai dengan kriteria klasifikasi derajat berat asma persisten ringan berdasarkan gambaran klinis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya ekspirasi memanjang dan mengi pada lapangan paru kiri. Hal ini sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan pada pasien asma. Asma bronkial dicirikan sebagai suatu penyakit kesulitan bernapas, batuk, dada sesak dan adanya mengi episodik. Gejala asma dapat terjadi secara spontan atau mungkin diperberat dengan pemicu yang berbeda antar pasien. Frekuensi asma semakin memburuk di malam hari oleh karena tonus bronkomotor dan reaktivitas bronkus mencapai titik terendah antara jam 3 4 pagi, meningkatkan gejala bronkokontriksi. Terapi pengobatan asma meliputi beberapa hal diantaranya yaitu menjaga saturasi oksigen arteri tetap adekuat dengan oksigenasi, membebaskan obstruksi jalan nafas dengan pemberian bronkodilator inhalasi kerja cepat (beta-2 agonis dan antikolinergik) dan mengurangi inflamasi saluran napas serta mencegah kekambuhan dengan pemberian kortikosteroid sistemik lebih awal.

BAB V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan 1. Asma adalah keadaan saluran napas yang mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan

peradangan; penyempitan ini bersifat reversible. 2. Fungsi pernafasan dapat dibagi menjadi dua yaitu pertukaran gas dan keseimbangan asam basa 3. Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan beberapa selPelepasan mediatorMengaktivasi sel target saluran napas Bronkokonstriksi, kebocoran mikrovaskular, edema, hipersekresi mukus dan stimulasi refleks saraf. 4. Faktor Resiko Asma :faktor genetik,lingkungan, dan faktor lain. 5. Gambaran Klinis Asma: asma klasik, asma alergik, dan asma karena pekerjaan. 6. Klasifikasi asma berdasarkan etiologi, derajat berat asma, kontrol asma dan gejala. 7. Diagnosis asma berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. 8. Diagnosis banding: bronkitis kronik, emfisema paru, gagal jantung kiri akut, emboli paru, dan penyakit lainnya. 9. Komplikasi asma: pneumothoraks, pneumodiastinum, atelektasis, dll. 10. Pengobatan asma menggunakan protokol pengobatan menurut GINA

5.2 Saran 1. Penderita asma sebaiknya menghindari faktor pencetus asma agar tidak terjadi eksaserbasi. 2. Dokter seharusnya memberikan edukasi dan pendidikan kepada

masyarakat, khususnya penderita asma

DAFTAR PUSTAKA

1. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ke - 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. h 978 87. 2. Alsagaff H, Mukty A. Dasar - Dasar Ilmu Penyakit Paru. Edisi ke 2. Surabaya : Airlangga University Press. 2002. h 263 300. 3. Morris MJ. Asthma. [ updated 2011 June 13; cited 2011 June 29]. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/296301-

overview#showall 4. Partridge MD. Examining The Unmet Need In Adults With Severe Asthma. Eur Respir Rev 2007; 16: 104, 6772 5. Dewan Asma Indonesia. You Can Control Your Asthma : ACT NOW!. Jakarta. 2009 May 4th. Available from: http://indonesianasthmacouncil.org/index.php?option=com_content&task= view&id=13&Itemid=5 6. Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian Paru RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari Desember 2005. Pekanbaru : Fakultas Kedokteran Universitas Riau. 2006. 7. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008 Tentang

Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta. 3 Nopember 2008. 8. Rahmawati I, Yunus F, Wiyono WH. Patogenesis dan Patofisiologi Asma. Jurnal Cermin Kedokteran. 2003; 141. 5 6. 9. Widjaja A. Patogenesis Asma. Makalah Ilmiah Respirologi 2003. Surakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2003. h 27. 10. Noorcahyati S. Pemantauan Kadar Imunoglobulin M (Igm) dan Imunoglobulin G (Igg) Chlamydia pneumoniae pada Penderita Asma di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2002.

11. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 2001. h 477 82. 12. Rengganis I. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Majalah Kedokteran Indonesia. Nopember 2008; 58(11), 444-51. 13. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis &

Penatalaksanaan di Indonesia. 2003. h 73-5 14. Mcfadden ER. Penyakit Asma. Dalam Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Isselbacher KJ et al, editor. Jakrta : EGC. 2000. 1311-18.

You might also like