You are on page 1of 63

Mata Kuliah

MANAJEMEN STRATEGIK
UNTUK SEKTOR PUBLIK
Dosen : DR. AGUS MAULANA, MSM

PROSES MANAJEMEN STRATEGIK DI DALAM


INSTITUSI DEWAN PERWAKILAN DAERAH ( DPD ) R I
PERIODE 2004 – 2009
( Evaluasi Rencana Strategis DPD – RI 2004 – 2009 )

Nyoman Rudana, SE
NPM 08.D.040

APRIL 2008

Magister Administrasi Publik


Manajemen Pembangunan Daerah
STIA LAN Jakarta
DAFTAR ISI

Pendahuluan

Landasan Teori

Pembahasan

Kesimpulan

Daftar Pustaka

2
I. PENDAHULUAN

Sejalan dengan tuntutan demokrasi guna memenuhi rasa keadilan masyarakat di daerah,
memperluas serta meningkatkan semangat dan kapasitas partisipasi daerah dalam kehidupan
nasional, maka dalam rangka pembaharuan konstitusi, MPR membentuk sebuah lembaga
perwakilan baru yaitu Dewan Perwakilan Daerah ( DPD ) RI. Pembentukan ini dilakukan
melalui perubahan ketiga UUD 1945 pada bulan Nopember 2001.

Ada beberapa argumen rasional mengenai pentingnya keberadaan DPD-RI sebagai


representasi daerah di tingkat pusat, yaitu :
1. agar keterkaitan antara keterwakilan penduduk dengan ruang ( daerah ) dan adanya
penyebaran penduduk Indonesia yang tidak merata dis etiap wilayah ( 60% penduduk
tinggal di sekitar 10% wilayah Indonesia ) – tercermin dalam sistem perwakilan dan
proses legislasi.
2. Dalam rangka mewujudkan mekanisme checks and balances, dimana mekanisme ini
dianut oleh negara demokratis untuk menghindarkan diri dari dominasi salah satu
lembaga dalam pembuatan Undang – Undang , sehingga UU yang dihasilkan menjadi
lebih baik.
3. Adanya keadilan dalam kebijakan pembangunan antara Jawa dan luar Jawa secara
berkesinambungan. Jika representasi politik hanya berupa keterwakilan penduduk di DPR
– RI dapat dipastikan arah pembangunan akan cenderung memusat di pulau Jawa. Oleh
sebab itu penyeimbang wajib diberlakukan dengan mekanisme representasi daerah lewat
lembaga DPD – RI.

Namun demikian proses pembentukan lembaga DPD – RI yang ideal belum dapat terlaksana
Gagasan dasar pembentukan DPD – RI adalah keinginan untuk lebih mengakomodasi aspirasi
daerah dan sekaligus memberikan peran yang lebih besar kepada daerah dalam proses
pengambilan keputusan politik untuk hal – hal terutama yang berkaitan langsung dengan
kepentingan daerah. Dengan adanya DPD – RI , maka Indonesia tidak lagi menjadi negara
dengan sistem legislasi unikameral, melainkan memasuki barisan negara – negara demokrasi
yang menerapkan sistem bikameral dalam lembaga perwakilannya. Walaupun sistem
bikameral berbeda penerapannya antara negara yang satu dengan lainnya, namun semua
berpijak di atas landasan yaitu memaksimalkan keterwakilan ( representation) dan
membangun sistem checks and balances dalam lembaga perwakilans erta membuka peluang
pembahasan yang berlapis ( redundancy ) untuk memperluas dan memperdalam proses

3
pengambilan keputusan – keputusan politik yang berdampak besar bagi rakyat. Namun
sistem bikameral di Indonesia termasuk lemah, berdasarkan kewenangan legislasi yang
dimilikinya.
Oleh sebab itu, DPD-RI, khususnya melalui Panitia Ad Hoc ( PAH ) 1 dan Kelompok DPD di
MPR, terus memperjuangkan amandemen UUD 45 khususnya pasal 22 yang menyangkut
fungsi, tugas dan wewenang DPD – RI, demi tercapainya penguatan fungsi DPD agar aspirasi
masyarakat daerah dapat diperjuangkan dengan semestinya.

II. SEKILAS DPD – RI


1. Keanggotaan DPD – RI

Keanggotaan DPD RI untuk pertama kalinya dipilih pada Pemilihan Umum Tahun 2004,
tepatnya di bulan April., yaitu berjumlah 128 orang yangb terdiri atas 4 orang dari setiap
provinsi pada sebanyak 32 provinsi. Propinsi Sulawesi Barat sebagai provinsi termuda yang
secara resmi berdiri pada bulan Juli 2004, belum terwakili secara tersendiri tetapi masih
diwakili oleh anggota dari provinsi asalnya (sebelum pemekaran wilayah provinsi tersebut,
yaitu Provinsi Sulawesi Selatan) dan baru akan terwakili melalui Pemilihan Umum
legislative 2009 yang akan datang.

DPD RI memiliki kekhasan karena anggotanya merupakan wakil-wakil daerah dari setiap
propinsi dan tidak ada pengelompokan anggota (semacam fraksi di DPR RI). Anggota DPD
RI merupakan orang-orang independen yang bukan berasal dari partai politik, tetapi
berasal dari berbagai latar belakang misalnya sebagai pengacara, guru, ulama, pengusaha,
tokoh organisasi kemasyarakatan atau Lembaga Swadaya Masyarakat, serta beberapa
anggota DPD RI dengan latar belakang birokrat seperti mantan menteri, gubernur,
bupati/walikota dan lain-lain.

2. Fungsi, Tugas dan Wewenang DPD – RI

Fungsi, tugas, dan wewenang DPD sebagaimana tercantum dalam Pasal 22D UUD 1945
adalah mencakup :
a. Fungsi Legislasi
Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan

4
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang
berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
b. Fungsi Pertimbangan
Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undangundang yang
berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan,
pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta
memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-
undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan r a n c a n g a n un da n g -
u n d a n g y an g b er k a i t an d en g a n p a j ak , pendidikan, dan agama.
c. Fungsi Pengawasan
Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas p e l a k s a n a a n
u n d a n g - u n d a n g m e n g e n a i : o t o n o m i d a e r a h , pembentukan, pemekaran dan
penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam
dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja
negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu
kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk
ditindaklanjuti.

d. Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang


syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.

3. Hak dan Kewajiban Anggota DPD – RI

Sesuai dengan ketentuan Pasal 49 dan 50 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang
Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD bahwa anggota DPD mempunyai hak
dan kewajiban sebagai berikut:
Hak anggota DPD RI :
1. Menyampaikan usul dan pendapat
2. Memilih dan dipilih
3. Membela diri
4. Imunitas
5. Protokoler
6. Keuangan dan administratif

5
Kewajiban anggota DPD RI :
1. Mengamalkan Pancasila;
2. Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
menaati segala perturan perundang-undangan.
3. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan.
4. Mempertahankan dan memelihara kerukukan nasional dan keutuhan Negara kesatuan
Republik Indonesia.
5. Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat.
6. Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat dan
daerah.
7. Mendahulukan kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi, kelompok dan
golongan.
8. Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah
pemilihannya.
9. Menaati kode etik dan Peraturan tata Tertib DPD
10. Menjaga etika dan norma adapt daerah yang diwakilinya.

Berkenaan dengan kewajiban tersebut, hal itu mempertegas fungsi politik Anggota DPD RI
yang meliputi representasi, legislasi dan pengawasan yang dicirikan oleh sifat mandatnya
dari rakyat pemilih yaitu sifat “otoritatif” atau mandate rakyat kepada anggota; di samping
itu ciri sifat ikatan atau “binding” yaitu ciri melekatnya pemikiran dan langkah kerja
Anggota DPD RI yang semata-mata didasarkan pada kepentingan dan keberpihakan pada
rakyat daerah

4. Alat Kelengkapan DPD RI

Alat kelengkapan DPD RI terdiri dari Pimpinan DPD RI, merupakan kesatuan yang bersifat
kolektif yang terdiri dari satu orang ketua dan dua orang wakil ketua, Pimpinan DPD RI
mencerminkan wilayah barat, tengah dan timur Indonesia yang dipilih dari dan oleh
Anggota DPD RI dalam Sidang Paripurna. Pimpinan DPD RI mempunyai tugas antara lain
memimpin siding, menyusun rencana kerja, menjadi juru bicara DPD RI, serta
melaksanakan dan memasyarakatkan putusan DPD RI. Untuk periode 2004 – 2009, DPD
RI dipimpin oleh Prof. Dr. Ir. H. Ginandjar Kartasasmita sebagai Ketua yang juga

6
merupakan anggota DPD – RI propinsi Jawa barat dan La Ode Ida, PhD yang mewakili
propinsi Sulawesi Tenggara dan H. Irman Gusman, SE, MBA yang merupakan anggota
DPD – Ri dari Sumatra Barat, sebagai Wakil Ketua.

DPD RI memiliki empat Panitia Ad Hoc yang ruang lingkup tugasnya mencakup bidang
legislasi, pertimbangan dan pengawasan. Seluruh anggota, kecuali Pimpinan DPD RI, wajib
bergabung ke dalam salah satu Panitia Ad Hoc ( PAH ). Ruang lingkup tugas keempat
Panitia Ad Hoc tersebut meliputi:
Panitia Ad Hoc I : Otonomi Daerah; Hubungan Pusat dan Daerah; Pembentukan,
Pemekaran dan Penggabungan Daerah.
Panitia Ad Hoc II : Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Ekonomi lainnya
Panitia Ad Hoc III : Pendidikan dan Agama.
Panitia Ad Hoc IV : RAPBN, Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Memberikan
Pertimbangan Hasil Pemeriksaan Keuangan Negara dan Pemilihan Anggota BPK, serta
Pajak.

DPD RI juga memiliki alat kelengkapan yang secara fungsional mendukung pelaksanaan
tugas DPD RI, Yakni:
1. Badan Kehormatan ( BK ) yang bertugas antara lain menegakkan Peraturan Tata Tertib
dan Kode Etik Anggota DPD RI;
2. Panitia Musyawarah ( Panmus ) yang bertugas antara lain menyusun agenda
persidangan DPD RI;
3. Pantia Perancang Undang-Undang ( PPUU ) yang bertugas antara lain merencanakan
dan menyusun program Legislasi DPD RI;
4. Panitia Urusan Rumah Tangga ( PURT ) yang bertugas antara lain membantu
Pimpinan DPD RI dalam menentukan kebijakan kerumahtanggaan DPD RI;
5. Panitia Kerja Sama Antar Lembaga Perwakilan ( PKALP ) yang bertugas antara lain
membina, mengembangkan dan meningkatkan hubungan persahabatan dan kerjasama
antara DPD RI dengan lembaga Negara sejenis, baik secara bilateral maupun
multilateral.

Apabila dipandang perlu DPD RI dapat membentuk alat kelengkapan berupa Panitia Khusus
yang bersifat sementara dengan tugas tertentu yang diberikan oleh Sidang Paripurna. Di
samping alat kelengkapan tersebut DPD RI membentuk Kelompok Anggota DPD di MPR RI

7
yang bertugas antara lain mengkoordinasikan kegiatan anggota DPD RI dan meningkatkan
kemampuan kinerja DPD RI dalam lingkup sebagai Anggota MPR RI.

5. Penyerapan Aspirasi Masyarakat

Sebagai alat artikulasi kepentingan daerah maka penyerapan aspirasi merupakan kegiatan
Anggota DPD RI yang paling penting. Dalam pelaksanaannya, penyerapan aspirasi
masyarakat ini bisa dilakukan dalam dua bentuk, yaitu secara langsung maupun tak
langsung. Penyerapan aspirasi secara langsung dilakukan dalam berbagai kegiatan di daerah
melalui dialog tatap muka, seminar atau lokakarya. Kegiatan yang dilakukan pada saat
kunjungan kerja, baik pada masa sidang maupun ketika anggota DPD RI memasuki masa
kegiatan di daerah pemilihannya masing-masing (reses) pada intinya bertujuan untuk
menyerap, menghimpun, dan menampung aspirasi masyarakat daerah.

Aspirasi masyarakat daerah harus diserap sebanyak-banyaknya setelah itu kemudian dipilah
ke dalam tingkat prioritas persoalan, mulai dari persoalan yang paling urgen, yang harus
segera ditindaklanjuti melalui mekanisme konstitusional sampai hal-hal yang lebih bersifat
sekunder. Persolan-persoalan tersebut juga dapat dikategorikan berdasarkan tugas dan
wewenang apakah merupakan subyek yang berkaitan dengan ruang lingkup tugas legislatif
ataukah merupakan subyek yang menjadi kompetensi lembaga eksekutif.
Sementara itu, mekanisme penyerapan aspirasi secara tidak langsung dilakukan melalui
konsultasi dengan lembaga pemerintahan local (DPRD/Pemda). Dalam hal ini, DPD RI
menampung aspirasi yang sudah disalurkan ke DPRD/Pemda. Mekanisme ini sebenarnya
bisa dilakukan setiap saat dan tidak perlu menunggu reses ataupun kunjungan kerja. Model
penyerapan tak langsung ini di samping lebih efisien juga dapat menguatkan kemitraan di
daerah

6. Proses Penyaluran Aspirasi Masyarakat

Setelah para wakil daerah melakukan proses penyerapan aspirasi, tentu realisasi kongkret atau tindak
lanjut atas berbagai persoalan daerah atau permasalahan rakyat di daerah sebagaimana dimaksud
akan ditunggu-tunggu oleh masyarakat. Untuk itu aspirasi yang masuk harus mendapat perhatian
serius dan diproses sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan. Dalam hal ini ada tahapan yang
meliputi:
a. Menyusun laporan hasil kunjungan kerja dalam bentuk resume aspirasi masyarakat yang telah

8
dipisahkan berdasarkan persoalan masing-masing.
b. Melakukan identifikasi persoalan sehingga menjadi jelas dan spesifik.
c. Melakukan pemilahan atau kategorisasi berdasarkan tugas, kewenangan lembaga legislatif dan
eksekutif. Persoalan yang diluar kewenangan DPD RI selanjutnya disampaikan melalui
mekanisme rapat kerja di daerah yang disarakan atas skala prioritas persoalan.
d. Persoalan yang menjadi kewenangan DPD RI kemudian dibawa ke Pusat untuk disusun bersama-
sama anggota DPD RI provinsi masing-masing dan dipilah berdasarkan wilayah kerja PAH untuk
dibawa kepada Sidang Paripurna. Laporan yang disampaikan pada paripurna kemudian
disalurkan kepada PAH berdasarkan wilayah kerja masing-masing untuk dibahas bersama
dengan pemerintah, dalam hal ini menteri atau LPND yang relevan dengan masing-masing
persoalan.
e. Terkait dengan masukan dari berbagai kalangan masyarakat mengenai peran ideal DPD ke depan
dan peningkatan peran DPD RI dalam menjembatani hubungan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah yang konstruktif dan sinergis, maka Kelompok DPD di MPR RI akan menyampaikan
masukan tersebut kepada Pimpinan MPR RI untuk dapat diproses lebih lanjut.

III. PROSES MANAJEMEN STRATEGIK DI INSTITUSI DPD – RI

Proses Manajemen Strategik di lingkungan institusi DPD – Ri diuraikan berdasarkan bagan di


bawah ini :

Analisis
Lingkungan
Eksternal:
(pemda, DPRD,
masyarakat)

Kese Mand Isu-isu Penge Imple Eva-


pa- at Strateg m- Filo- luasi
ik sofi -ment
katan banga
(KSIs) n

Analisis
Lingkungan
Internal ( S –

9
1. Kesepakatan
Acuan kesepakatan yang dipergunakan adalah Rencana Kerja Strategis DPD – RI 2004 –
2009 yang disusun berdasarkan Keputusan DPD – RI no 30 / DPD / 2005, dengan
persetujuan Sidang Paripurna ke – 16 DPD-RI Masa Sidang IV Tahun Sidang 2005 – 2006
tanggal 13 Juli 2006. Tujuan utama dari penerbitan Renstra ini adalah :
a. Bahan sosialisasi yang memeprjelas keberadaan DPD-RI kepada masyarakat luas.
b. Memastikan bahwa prioritas DPD- RI dapat dipahami dan memperoleh dukungan dari
masyarakat yang akan menerima manfaatnya.
c. Sebagai acuan pokok semua kebijakan dan tindakan politik yang akan ditempuh oleh
DPD-RI dalam masa bakti 2004 – 2009.
d. Sebuah pemetaan prioritas bidang yang perlu diperkut dan sebuah blueprint agar
koordinasi dukungan eksternal kepada DPD – RI oleh lembaga pemberi bantuan
nasional dan internasional dapat berjalan efisien.

2. Mandat

Latar belakang pembentukan DPD RI sebagaimana tercantum dalam, lampiran Keputusan


MPR Nomor 4/MPR/2004 tentang Laporan Badan Pekerja MPR RI mengenai Hasil Kajian
Komisi Konstitusi tentang Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, menegaskan
bahwa keberadaan DPD RI dalam struktur ketatanegaraan, Indonesia itu antara lain
dimaksudkan untuk memperkuat ikatan daerah-daerah dalam wadah Negara Kesatuan.
Republik Indonesia dan memperteguh persatuan kebangsaan seluruh daerah-daerah;
meningkatkan agregasi dan akomodasi aspirasi dan kepentingan daerah-daerah dalam
perumusan kebijakan nasional berkaitan dengan negara dan daerah-daerah; dan
mendorong percepatan demokrasi, pernbangunan dan kemajuan daerah-daerah secara
serasi dan seimbang.

Sedangkan secara konstitusional, pengaturan fungsi, tugas dan wewenang DPD RI diatur
dalam beberapa pasal UUD 45 hasil amandemen ketiga bulan Nopember 2001 yaitu :
 Pasal 2 ayat 1 :
MPR terdiri atas anggota – anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilu dan
diatur lebih lanjut di dalam UU.
 Pasal 22 C : mengenai pemilihan anggota DPD

10
 Pasal 22 D : mengenai fungsi pengawasan dan fungsi anggaran
 Pasal 22 E ( ayat 2, 3 , 4 ) : mengenai Pemilu legislatif
 Pasal 23 E ayat 2 mengenai hasil pemeriksaan keuangan
 Pasal 23 F ayat 1 mengenai pemilihan anggota BPK

2. Visi DPD – RI

Rumusan visi DPD – Riyang disepakati pada Lokakarya Perencanaan Strategis DPD – RI,
30 Agustus – 1 September 2005 adalah sebagai berikut :
Terwujudnya DPD – RI sebagai lembaga legislative yang kuat dan efektif dalam
memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah menuju masyarakat Indonesia yang
bermartabat, sejahtera, dan berkeadilan dalam wadah NKRI.

3. Misi DPD RI

1) Memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah untuk mewujudkan pemerataan


pembangunan, kesejahteraan rakyat dalam rangka memperkukuh keutuhan NKRI
secara berkesinambungan.
2) Mendorong perhatian yang lebih besar dari pemerintah pusat terhadap isu – isu penting
di daerah
3) Memperjuangkan penguatan peran DPD – RI sebagai salah satu badan legislatif dengan
fungsi dan kewenangan penuh untuk mengajukan usul, membahas, memebrikan
pertimbangan dan melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang – undang terutama
yang menyangkut kepentingan daerah
4) Meningkatkan fungsi dan wewenang DPD – RI untuk memeprkuat sistem checks and
balances melalui amandemen UUD 1945.
5) Mengembangkan pola hubungan dan kerjasama yang sinergis dan strategis dengan
pemangku kepentingan utama di daerah dan pusat.

4. Analisa Stakeholder

Yang merupakan stakeholder / pemangku kepentingan dari DPD – RI adalah :


a. Masyarakat di daerah

11
Masyarakat di daerah pemilihannya merupakan stakeholder terpenting bagi DPD
mengingat DPD RI dipilih langsung oleh rakyat dan merupakan wakil legislatif dari
rakyat untuk memperjuangkan kepentingan rakyat di tingkat pusat melalui
perumusan UU. Kepentingannya :
Memperoleh manfaat dari aspirasi yang disalurkannya yaitu dengan digolkannya
berbagai kebijakan yang menyangkut kepentingan rakyat di daerah.

b. Pemerintah Daerah ( gubernur, walikota, bupati ).


Merupakan eksekutif di daerah, yang bertugas menjalankan roda pemerintahan di
daerah. Pemda tingkat II ( bupati, walikota ) berperan besar di era otonomi daerah
dalam menentukan kebijakan pembangunan di wilayahnya.
Kepentingan :
Turunnya anggaran sesuai prioritas pembangunan di daerahnya, dimana pemda
memberi masukan kepada DPD-RI mengenai isu – isu strategis di daerah yang
menjadi prioritasnya.
c. DPRD tingkat I dan II
Merupakan institusi legislatif di daerah yang bertugas membuat dan mengesahkan
anggaran di daerah.
Kepentingan :
Membuat anggaran bersama pemerintah daerah dan mengesahkannya dengan
membuat prioritas kepada isu – isu strategis di daerahnya.
Keberadaan DPD RI sebagai lembaga legislatif baru dengan kemampuan anggota yang
beragam serta minimnya interaksi sebagian anggotanya dengan politik, ditambah dengan
kurang jelasnya aturan pelaksanaan mengenai seharusnya interaksi antara DPD – RI
dengan pemerintah daerah dan DPRD – RI, menyebabkan analisa stakeholder sulit
dilakukan. Namun mengingat bahwa DPD – RI merupakan wakil rakyat yang
memperjuangkan aspirasi rakyat di tingkat pusat, maka masyarakatlah yang menjadi
stakeholder terpenting dari DPD – RI.

5. Analisa TOWS

a. Analisa Lingkungan Eksternal ( Opportunities and Threats )

Opportunities ( Peluang )

12
1. Partisipasi rakyat yang semakin meluas dalam memberikan aspirasi dengan adanya DPD –
RI terutama yang terkait dengan masalah dan kepentingan pembangunan daerah mereka.
2. Terbukanya peluang untuk bersinergi antara DPD – DPR RI di masa mendatang, dimana
pada periode kedua DPD RI, keanggotaan DPD RI sudah bisa diisi oleh caleg dari partai
politik. Bila kedua institusi legislatif ini bisa saling mengisi, maka fungsi check and balances
akan berjalan baik dan pada akhirnya meningkatkan kepercayaan rakyat terhadap kedua
institusi ini.
3. Banyak dukungan dari senat manca negara terhadap keberadaan DPD RI. Dukungan
tersebut ditindaklanjuti dengan diundangnya DPD-RI untuk menghadiri berbagai seminar
dan workshop dimana DPD RI dapat memperkenalkan eksistensinya sebagai lembaga
legislatif yang baru berdiri kepada institusi legilslatif dunia dan belajar lebih banyak
mengenai berbagai hal menyangkut perannya sebagai senat.
4. Sebagai lembaga perwakilan daerah, DPD – RI berkesempatan untuk membangun
kerjasama yang lebih baik antar berbagai instansi pemerintahan di daerah dalam rangka
meningkatkan kekuatan tawar menawar mereka terhadap pemerintah pusat. Melalui
penyerapan aspirasi daerah, para stakeholder di daerah berkesempatan untuk menyuarakan
kebutuhan dan kepentingannya kepada para wakil rakyat di lembaga legislatif di tingkat
pusat.
5. Kerjasama yang baik dengan pemda juga dapat mempermudah DPD – RI menjalankan
fungsi check and balances termasuk dalam menindak lanjuti temuan BPK terkait
pertanggung jawaban keuangan daerah.

Ancaman ( Threats )
1. DPD – RI masih kurang dikenal masyarakat karena sebagai lembaga legislatif baru,
sosialisasi dianggap masih kurang. Banyak orang yang menganggap bahwa anggota DPD –
RI adalah anggota partai politik, sehingga terkesan kurang pro – rakyat.
2. DPR – RI tentunya akan mempersulit jalan DPD – RI dalam mengusulkan amandemen
UUD 45, mengingat DPD – RI dapat menjadi oposisi bagi DPR – RI dalam rangka fungsi
check and balancesnya terhadap DPR – RI.
3. Fungsi check and balances mau tidak mau menyebabkan DPR – RI terlibat dalam fungsi
pengawasan jalannya otonomi daerah. Salah satu fungsinya dalam menindak lanjuti temuan
BPK di daerah menyebabkan para pemimpin daerah terancam / kurang nyaman dengan
kunjungan anggota DPD – RI ke daerah.

13
4. Masyarakat masih belum melihat hasil yang nyata dari peran dan kiprah DPD – RI periode
pertama ini, karena terbatasnya kewenangan DPD –RI. Misalnya dalam mengawal RUU
menjadi UU, DPD – RI hanya bertindak mengusulkan RUU dan memberikan pertimbangan
kepada DPR – RI dan tidak dapat mengawal RUU tsb sampai menjadi UU.

b. Analisa Lingkungan Internal ( Strengths and Weaknesses )

Strengths ( Kekuatan ) :
1. Anggota DPD – RI hasil pemilu 2004 secara de facto memiliki basis legitimasi dan
dukungan politik yang cukup kuat karena dipilih langsung oleh rakyat.
2. Jumlah anggota DPD – RI yang sama untuk semua daerah yang diwakilinya, yaitu
empat orang dari setiap propinsi , tanpa mempedulikan jumlah penduduk daerahnya,
menjadikan semua daerah sama pentingnya untuk diperjuangkan oleh DPD – RI.
3. Anggota DPD periode I merupakan individu non partai, sehingga bebas dari conflict of
interest dari partai politik.
4. DPD – RI selaras dengan perannya sesuai pasal 22 D UUD 1945, mempunyai mandat
yang jelas dalam fungsi legislasi, pertimbangan dan pengawasan, untuk memperbaiki
kerangka hukum untuk desentralisasi agar memenuhi kebutuhan dan kepentingan
daerah secara lebih efektif dan untuk memastikan bahwa kinerja eksekutif dalam
menerapkan desentralisasi berjalan efektif, terbuka dan akuntabel. Misalnya dengan
mengawasi kinerja pemerintah dalam peningkatan pendidikan, penyediaan akses
pelayanan kesehatan, pembangunan infrastruktur di daerah yang paling memerlukan.
5. DPD – RI bekerjasama dengan pemda setempat juga bertugas mengajukan
rekomendasi alokasi anggaran untuk meningkatkan kemampuan pemerintah dalam
upaya pencapaian sasaran – sasaran pembangunan dalam bidang pendidikan.

Weaknesses ( Kelemahan ) :
1. Keberadaan DPD yang nisbi dan serba tanggung sebagai suatu lembaga legislatif.
Gagasan dasar pembentukan suatu lembaga pengimbang ( check and balances )
kekuasaan, baik di lingkungan lembaga legislatif sendiri ( DPR dan MPR RI ) maupun
lembaga eksekutif ( pemerintah ), belum sepenuhnya berfungsi secara optimal dan
efektif.
2. Peran DPD – RI yang terbatas menyebabkan DPD – RI tidak bisa melakukan follow up
terhadap usulan RUU yang dibuatnya setelah sampai ke tangan DPR – RI, karena DPD-

14
RI hanya berhak mengusulkan dan memberikan pertimbangan, tanpa bsia
memperjuangkan RUU tsb sampai disahkan menjadi UU.
3. Sebagian besar anggotanya merupakan orang – orang baru dalam dunia politik yang
belum memiliki pengalaman nyata dalam praktik – praktik sistem politik Indonesia
selama ini.
4. Walaupun DPD – RI dinyatakan mewakili daerah, belum terdapat ketentuan yang jelas
yang mengatur hubungan kerjasama antara anggota DPD – RI dan pemerintah daerah
dan DPRD, termasuk dengan masyarakat daerah yang mereka wakili.
5. Belum terbangunnya sistem pendukung yang andal dengan segenap kelengkapan
sarana dan prasarananya, terutama sistem informasi manajemen dan pangkalan data,
atau ketersediaan tenaga ahli, mengakibatkan belum optimalnya kinerja DPD –RI
sebagai suatu lembaga politik.
6. Pada tingkat operasional, struktur organisasi dan mekanisme kerja internal DPD RI
sendiri masih belum mantap. Masih sering terjadi kekaburan sistem koordinasi antara
Sekretariat Jendral DPD-RI dan Sekretariat jendral DPR – RI dan MPR – RI.
7. Kurangnya pemahaman anggota DPD – RI terhadap teknologi khususnya internet
menyebabkan banyak fasilitas gratis yang bsia dimanfaatkan di internet seperti
pembuatan blog dan jejaring sosial seperti facebook, misalnya, tidak dimanfaatkan
dengan baik sebagai sarana untuk mensosialisasikan kegiatannya kepada konstituen di
daerah dan mensosialisasikan keberadaan dan fungsi DPD RI kepada masyarakat luas.

15
c. Matrix Analisa Lingkungan Eksternal dan Internal

Rating :
0–1 : kurang penting
> 1 – 2 : cukup penting
>2 – 3 : penting
> 3 – 4 : sangat penting

Matriks Analisa Lingkungan Eksternal


( EFAS =External Strategic Factor Summaries )
NO FAKTOR EKSTERNAL BOBOT RATING SKOR KOMENTAR
(BxR
)

Opportunities ( Peluang ) :
0.1 - Mempermudah DPD RI mendapatkan
1 Partisipasi masyarakat yang makin aktif dalam 0 4 0.40 isu
strategik di daerah untuk dibawa ke
memberikan aspirasi tingkat
pusat
2 Sinergi dengan DPR --> meningkatkan fungsi 0.15 4 0.60 - Membantu menciptakan pemerintahan
check & balances yang bersih
Dukungan senat LN terhadap penguatan fungsi 0.1 0.3
3 DPD 0 3 0 - Meningkatkan kepabilitas anggota DPD
--> ditindaklanjuti dengan asistensi /workshop
- Sinergi dalam memperjuangkan
4 Kerjasama dengan pemda memperkuat posisi 0.15 3 0.45 anggaran
tawar menawar di tingkat pusat.
5 Kerjasama yang membaik dengan instansi pemda 0.15 4 0.60 - Meningkatkan peran DPD sebagai wakil
mempermudah DPD menjalankan fungsi check & rakyat di daerah
balances
TOTAL 2.35
Threats ( Ancaman ) :

Sosialisasi kurang, masyarakat masih banyak 0.0 - Perlu sosialisasi termasuk dengan
1 yang 5 3 0.15 meman-
faatkan situs social networking
menganggap anggota DPD-RI periode I sebagai ( facebook,
anggota parpol blog ).
0.1
2 DPR RI masih menganggap DPD sebagai oposisi 0 3 0.30 - Perlu kerjasama lebih baik
0.1
3 Fungsi check and balances menyebabkan pemda 0 3 0.30 - Perlu kerjasama yang lebih baik
kurang nyaman dengan kunjungan anggota DPD
RI
Masyarakat di daerah belum melihat hasil kerja 0.1
4 DPD 0 4 0.40 - Perlu sosialisasi mengenai fungsi DPD
1.0
TOTAL 0 1.15

16
Matriks Analisa Lingkungan Internal
( IFAS =Internal Strategic Factor Summaries )

NO FAKTOR INTERNAL BOBOT RATING SKOR KOMENTAR


(BxR)

Strengths ( Kekuatan )
0.0 0.1
1 Anggota DPD periode I dipilih langsung oleh rakyat 5 3 5 - Kepercayaan rakyat harus dijaga
-->legitimasi politik kuat
0.0 0.1 - Meningkatkan kepercayaan
2 Jumlah anggota DPD 4 orang per propinsi --> 5 3 5 rakyat,
khususnya di wilayah Indonesia
Keterwakilan setiap daerah sama pentingnya Timur

0.0 0.1
3 DPD periode I non partai --> bebas conflict of interest 5 3 5 - Netralitas harus dipertahankan
0.6 - Harus diperkuat dengan
4 Fungsi legislasi, pertimbangan, pengawasan --> 0.15 4 0 amandemen
mendorong desentralisasi UUD 45
0.1
5 Mengajukan alokasi anggaran untuk mendorong 0 3 0.30 - Perlu peningkatan fungsi DPD-RI
pembangunan daerah untuk menjalankan fungsi tsb
TOTAL 1.00 1.35

Weaknesses ( Kelemahan )
0.1 - Perlu diperkuat dengan
1 Keberadaan DPD serba tanggung -->fungsi serba 0 4 0.40 amandemen
tanggung UUD 45
2 Tidak bisa mengawal RUU sampai menjadi UU 0.15 4 0.60 - Merupakan kelemahan dasar -->
Perlu penguatan fungsi dan
wewenang DPD-RI
0.1 - Perlu workshop dan pengalaman
3 Sebagian besar anggota DPD RI kurang pengalaman 0 3 0.30 politik
dalam bidang politik di dalam dan luar negeri.
0.0
4 Kurang jelasnya aturan yang mengatur hubungan 5 3 0.15 - Harus dibuat aturan yang jelas
antara DPD dengan pemda dan DPRD
0.0
5 Sistem pendukung ( tenaga ahli, data base ) kurang 5 3 0.15 - Perlu anggaran
0.1 - Perlu dibuat aturan yang lebih
6 Koordinasi internal dalam DPD RI masih belum baik 0 3 0.30 jelas
0.0 - Perlu sosialisasi teknologi
7 Anggota DPD-RI banyak yang masih buta teknologi 5 3 0.15 internet
dan tenaga untuk
sehingga belum bisa memanfaatkan internet untuk mengoperasikannya
sosialisasi
1.0
TOTAL 0 2.05

17
6. Matrix Penentuan Strategi Dasar dengan TOWS

IFAS STRENGTHS ( S ) WEAKNESSES ( W )

Skor : 1.35 Skor : 2.05

1. Anggota DPD periode I 1. Keberadaan DPD serba


dipilih langsung tanggung
oleh rakyat -->legitimasi 2. Tidak bisa mengawal RUU
politik kuat sampai
2. Jumlah anggota DPD 4
orang per menjadi UU
3. Sebagian besar anggota DPD
propinsi RI kurang
3. DPD periode I non partai pengalaman politik
4. Kurang jelasnya aturan yang
--> no conflict of interest mengatur
4. Fungsi legislasi, hubungan antara DPD dengan
pertimbangan, pemda
pengawasan -->dorong
desentralisasi dan DPRD dan Pemda
5. Mengajukan alokasi 5. Sistem pendukung ( tenaga
anggaran ahli, data
untuk mendorong
pembangunan daerah base ) kurang
6. Koordinasi internal DPD RI
belum baik
7. Anggota DPD-RI banyak yang
masih
buta internet sehingga tidak bisa
menggu-
nakannya utk sosialisasi

EFAS

OPPORTUNITIES ( O ) STRATEGI O - S STRATEGI O - W


Skor : 2.35 Skor : 3.70 Skor : 4.40

1. Memperjuangkan
penguatan fungsi dan 1. Penyempurnaan manajemen
1. Partisipasi masyarakat yang kewenangan DPD-RI melalui dan
Amandemen UUD 45 agar mekanisme kerja internal untuk
makin aktif memberikan aspirasi dapat mening-
2. Sinergi dengan DPR-- mewakili daerah sesuai
>tingkatkan fungsinya katkan kinerja DPD-RI
2. Mendorong terciptanya 2. Bekerjasama dengan pihak
fungsi check & balances otonomi daerah pemda dan
dan perimbangan kekuasaan DPRD untuk merumuskan aturan
3. Dukungan senat LN terhadap pusat – daerah mengenai
penguatan fungsi DPD 3. Pengawasan untuk koordinasi dan mengusulkannya

18
meningkatkan kepada DPR-RI
4. Kerjasama dengan pemda pencegahan dan 3. Menyewa staf ahli untuk
memper- pemberantasan meningkatkan
kuat tawar menawar di tingkat
pusat. kourpsi Konerja dancitra DPD-RI
5. Kerjasama yang membaik 4. Melakukan fungsi check
dengan and balance
dengan membuat
instansi pemda pertimbangan RAPBN

THREATS ( T ) STRATEGI T - S STRATEGI T - W


Skor : 1.15 Skor : 2.50 Skor : 3.30

1. Sosialisasi kurang, 1 Tetap teguh melaksanakan 1. Melalui penyerapan aspirasi


masyarakat fungsinya rakyat, DPD-
anggap anggota DPD-RI dalam pengawasan APBN dan RI merekomendasi anggaran
periode I BPK kepada DPR-RI
2 Mendorong pembahasan untuk pelayanan dasar bagi
sebagai anggota parpol mengenai isu masyarakat
2. DPR RI masih menganggap Perlindungan terhadap hak Khususnya di bidang pendidikan
DPD adat dan dan
sebagai oposisi Budaya lokal kesehatan
3. Fungsi check and balances 3. Melakukan upaya dalam
membuat penghayatan
pemda kurang nyaman
dengan kunjungan anggota dan meningkatkan kerukunan
DPD-RI umat beragama di Indonesia

4. Masyarakat di daerah
belum
melihat hasil kerja DPD,
terutama dalam ,
hal yang dianggap kurang
berdampak
Ekonomi seperti Agama
5. Pengaruh parpol dalam
DPD RI
periode 2 -->potensi conflict
of interest

19
7. Alternatif Strategi Dasar ( Key Strategic Issues ) :
Berdasarkan pencapaian skornya, maka prioritas strategi adalah sebagai berikut :

1 ) Strategi O – W ( skor : 4.40 )


Mengisi/menangkap peluang dengan membenahi kelemahan.
1. Penyempurnaan manajemen dan mekanisme kerja internal ke arah peningkatan kinerja DPD –
RI.
2. Pengembangan pola kepemimpinan yang efektif, yaitu kepemimpinan yang terbuka, demokratis
akuntabel, visioner dan profesional serta bersifat kolegial.
3. Pengadaan tenaga – tenaga ahli untuk meningkatkan kinerja dan citra DPD - RI

2) Strategi O – S ( skor : 3.70 )


Mengisi/menangkap peluang melalui pemanfaatan kekuatan/ potensi.
1. Penguatan fungsi dan kewenangan DPD-RI melalui amandemen UUD 45
2. Otonomi dan perimbangan kekuasaan pusat - daerah dalam rangka pemerataan pembangunan
ekonomi dan pemanfaatan sumber daya alam untuk kesejahteraan rakyat di daerah
3. Peningkatan efektivitas upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
4. Pertimbangan dalam Usulan RAPBN.

3) Strategi T – W ( skor : 3.30 )


Menghadapi ancaman dengan membenahi kelemahan
1. Rekomendasi anggaran kepada DPR – RI demi perwujudan hak – hak rakyat di daerah atas
pelayanan sosial dasar dalam bidang pendidikan dan kesehatan.

4) Strategi T – S ( skor : 2.50)


Menghadapi ancaman melalui pemanfaatan kekuatan/potensi
1. Pengawasan pelaksanaan APBN.
2. Perlindungan dan pemajuan hak – hak adat dan budaya lokal.
3. Peghayatan dan pengamalan nilai – nilai agama yang mampu menjawab persoalan bangsa.

8. Pengembangan Strategi

A . Strategi O - W

01. Penyempurnaan manajemen dan mekanisme kerja internal ke arah peningkatan


kinerja DPD – RI.

20
Tujuan Strategis:
1. Untuk menunjukkan bahwa meski dengan wewenang legislatif yang terbatas DPD RI dapat
memainkan peran yang positif untuk meningkatkan kualitas hidup di daerah.
2. Peran positif tersebut terdiri dari mengusulkan undang undang barn, memberikan saran
untuk perbaikan undang undang dan meningkatkan pelayanan ke daerah dengan mengawasi kinerja
eksekutif.
3. Dengan menunjukkan kemampuannya dalam membuat dampak positif terhadap demokrasi
Indonesia, menggalang dukungan masyarakat untuk tugas legislatif yang lebih lugs dengan
melakukan amandemen terhadap undang undang dasar dan undang undang yang terkait.
Sasaran Pencapaian:
1. Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pencapaian DPD RI, dukungan
masyarakat Indonesia dapat dimobilisasi untuk melakukan revisi pasal-pasal dalam UUD 1945 dan
undang-undang yang menyangkut fungsi dan wewenang DPD RI.
2. Dengan memastikan bahwa MPR RI melakukan amandemen atas ketentuan yang ada di UUD 1945
yang mengatur fungsi dasar dan wewenang DPD RI dan DPR RI melakukan revisi atas undang undang.

Indikator Pencapaian :

1. Anggota memahami tata tertib dan kode etik yang telah disempurnakan
2. Peningkatan sosialisasi DPD-RI
3. Peningkatan kinerja DPD-RI dengan adanya produk inisiatif RUU
4. Produk DPD – RI dapat berpengaruh besar bagi DPR-Ri sehingga tercipta desakan amandemen UUD
1945
5. Parpol mulai menaruh perhatian terhadap DPD-RI
6. Meningkatnya legitimasi anggota DPD terpilih atau yang dipilih kembali dalam Pemilu.

21
02. Pengembangan pola kepemimpinan yang efektif

Tujuan Strategis:
Berkembangnya pola kepemimpinan DPD yang demokratis, terbuka dan bertanggung gugat, memiliki
kemampuan visioner dan profesionai, setts bersifat kolegial.

22
Sasaran Pencapaian:
Berlakuknya suatu pola kepemimpinan DPD yang demokratis, terbuka dan bertanggung gugat,
berkualitas, memiliki kemampuan visioner dan profesional serta bersifat kolegial.

Indikator Pencapaian ( Milestones ) :

1. Kesamaan persepsi ke dalam dan keluar


2. Solidaritas kepemimpinan
3. Hubungan yang harmonis baik horisontal maupun vertikal
4. Produktivitas,iklim dan etos kerja yang membaik
5. Partisipasi anggota meningkat
6. Umpan balik terespon dan terkelola dengan baik.

23
03. Pengadaan tenaga – tenaga ahli untuk meningkatkan kinerja dan citra DPD – RI

24
Tujuan Strategik
Tersedianya tenaga-tenaga ahli pengkaji dan peneliti tetap DPD sebagai sistem penclukung yang
menentukan dalam peningkatan kinerja dan citra diri DPD RI.

Sasaran Pencapaian:

1. Tersedianya tenaga-tenaga All pengkaji dan peneliti yang dibutuhkan minimal untuk
jajaran pimpinan clan semua badan kelengkapan organisasi DPD
2. Telah bekerjanya tenaga-tenaga ahli tersebut secara efektif sebagai tenaga perbantuan tetap,
di bawah koordinasi teknis Sekretariat jenderal
3. Tersedianya alokasi anggaran khusus APBN maupun APBD untuk rekruitmen dan pengadaan
tenaga-tenaga ahli bagi setiap anggota DPD

Indikator Pencapaian ( Milestones ) :

Tersedianya hasil analisis / riset,dan kajian kritis atas isu – isu strategis, analisis, kajian, draft/
naskah RUU, masukan dll yang berkaitan dengan dan mendukung kerja PAH ( Panitia Ad Hoc ).

a. Pendayagunaan Tenaga Ahli

25
b. Membangun Citra Diri DPD – RI

26
27
B. Strategi O – S

01. Penguatan fungsi dan kewenangan DPD-RI melalui amandemen UUD 45

Tujuan Strategis:
4. Untuk menunjukkan bahwa meski dengan wewenang legislatif yang terbatas DPD RI dapat
memainkan peran yang positif untuk meningkatkan kualitas hidup di daerah.

5. Peran positif tersebut terdiri dari mengusulkan undang undang barn, memberikan saran
untuk perbaikan undang undang dan meningkatkan pelayanan ke daerah dengan mengawasi
kinerja eksekutif.
6. Dengan menunjukkan kemampuannya dalam membuat dampak positif terhadap demokrasi
Indonesia, menggalang dukungan masyarakat untuk tugas legislatif yang lebih lugs dengan
melakukan amandemen terhadap undang undang dasar dan undang undang yang terkait.

Sasaran Pencapaian:
1. Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pencapaian DPD RI, dukungan
masyarakat Indonesia dapat dimobilisasi untuk melakukan revisi pasal-pasal dalam UUD 1945
dan undang-undang yang menyangkut fungsi dan wewenang DPD RI.
2. Dengan memastikan bahwa MPR RI melakukan amandemen atas ketentuan yang ada di UUD
1945 yang mengatur fungsi dasar dan wewenang DPD RI dan DPR RI melakukan revisi atas
undang undang.

Indikator Pencapaian
1. DPD RI mencapai sasaran strategik nya sesuai dengan Renstra.
2. DPD RI meningkatkan kesadaran masyarakat akan hasil yang telah dicapainya
3. Pasal 22D Amendemen Ketiga UUD 1945 telah direvisi yang semakin memperkuat fungsi dan
kewenangan DPD setara dengan DPR.
4. Undang-Undang Nomor 22Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan
DPRD telah direvisi yang menegaskan adanya kesetaraan status, fungsi, dan kewenangan antara
DPR dengan DPD dalam MPR-
5. Alternatifnya, undang undang baru dikeluarkan oleh DPR RI yang secara khusus mengatur fungsi,

28
susunan dan wewenang DPD RI.
6. Revisi berbagai undang-undang terkait, misalnya undang-undang tentang Pemilihan Umum, sesuai
dengan hasil revisi UUD 1945 dan Undang-Undang 22 Tahun 2003 tersebut di atas.

29
02. Otonomi dan perimbangan kekuasaan pusat - daerah dalam rangka pemerataan
pembangunan ekonomi dan pemanfaatan sumber daya alam untuk kesejahteraan
rakyat di daerah

Tujuan Strategik
Tersedianya rancangan usulan revisi perundang-undangan dan pelaksanaan furor pengawasan yang
efektif untuk pelaksanaan otonomi daerah dan perimbangm kekuasaan pusat dan daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan ekonomi yang lebih merata, serta
pengelolaan dan pemanfaatn hasil sumber daya alam untuk kesejahteraan rakyat di daerah

Sasaran Pencapaian
Revisi perundang-undangan yang tidak sejalan dengan hakikat semangat , jiwa otonomi daerah yang
selama ini membatasi kewenangan daerah dan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan program
pembangunan, serta pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam.

Indikator Pencapaian ( Milestones ) :


Draft usulan untuk revisi UU32 tahun 2004, UU no 33 tahun 2004, UU no 22 tahun 2004 dan UU
sektoral sudah selesai dilakukan.

30
31
03. Peningkatan efektivitas upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.

Tujuan Strategik
Meningkatnya efektivitas dan optimalisasi perundang-undangan dan pengawasan pelaksanaan tugas
pemberantasan korupsi.

Sasaran Pencapaian:
1. DPD dapat membantu mengurangi penyalahgunaan dan penyelewengan dana negara. Untuk
mencapai tujuan ini, DPD memberikan rekomendasi kepada DPR dan BPK mengenai prioritas
strategis, untuk pemeriksaan audit berikutnya dan menilai kemajuan BPK dalam memeriksa prioritas
tersebut.
2. DPD dapat memberikan informasi dan evaluasi mengenai pengelolaan dana negara, sebagai bahan
pertimbangan DPR, yang berkaitan dengan penggunaannya dan deviasi yang terjadi baik di
pemerintah pusat maupun daerah.

Indikator Pencapaian

1. PAH IV melaksanakan dengan pendapat publik di Indonesia bagian Barat, Tengah danTimur.
2. DPD RI mengajukan laporan tahunan kepada, DPR RI dan BPK yang berisi rekomendasi prioritas audit
yang strategik.
3. DPD RI melakukan penilaian apakah Hapsem BPK telah memberikan tanggapan yang serius, terhadap

32
rekomendasi yang sebelumnya diberikan, oleh DPD.
4. Amandemen Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang BPK UU No. 15 Tahun 2004 tentang
Pengelolaan danTanggung Jawab Keuangan Negara.
5. Revisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Plemberantasan Tindak Pidana korupsi yang
ada saat ini dengan memasukkan prinsip dan aturan pembuktian terbalik

33
04. Pertimbangan dalam Usulan RAPBN.

Tujuan Strategik
Kemampuan untuk mengajukan pertimbangan yang komprehensif terhadap RAPBN melalui data yang
akurat, informasi analisis, dan studi yang berasal dari sumber yang kredibel dan akuntabel

Sasaran Pencapaian
1. Pembentukan mekanisme pelaksanaan fungsl pengawasan penyusunan rancangan anggaran
pendapatan dan belanja negara.
2. Membangun hubungan antar pemerintah daerah, DPRD, dan Departemen/ instansi pemerintah
untuk tujuan pertukaran informasi dan penentuan prioritas anggaran.
3. DPR RI secara resmi diharuskan memberikan tanggapan terhadap Laporan Pertimbangan DPD RI
mengenai RAPBN
4. Mendorong keterbukaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
5. Pertimbangan DPD RI mengenai anggaran diajukan secara tepat waktu dan efektif.
6. Merekomendasikan DPR RI untuk merevisi UU No. 17 tahun 2003.
7. Mengajukan rancangan revisi Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 supaya dapat mencerminkan
keberadaan DPD Rl.
8. Tersedianya Sistem dan Prosedur Penyusunan dan Perencanaan Rancangan RAPBN.
9. Hubungan antara Pemerintah Daerah, DPRD, dan Kementrian/Lembaga sebagai prioritas dan
sumber data.
10. Transparansi pengelolaan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
9. Mengajukan pertimbangan yang efektif dan efisien oleh DPD
10. Amandemen Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, yang saat ini belum merefleksikan keberadaan
DPD RI.

Indikator Pencapaian
1. Laporan pertimbangan disusun dengan akurat secara teknis, dengan adanya kepentingan pusat dan
daerah yang seimbang.
2. DPR RI secara resmi menanggapi Laporan Pertimbangan DPD RI mengenai RAPBN.
3. Pertimbangan diajukan tepat waktu dan sesuai dengan peraturan dan standar yang ada.
4. Ketersediaan staf ahli yang bekerja sesuai fungsinya untuk memberikan data, kajian, dan analisa
yang teliti secara efektif.

34
5. Pernyataan tugas dan deskripsi pekerjaan disusun untuk setup jabatan yang ada dalam sekretariat
PAH IV.
6. Manual prosedur tetap telah disusun dan staf telah menerima pengaraham
7. MOU dengan lembaga pemerintahan daerah telah dilaksanakan. Setidaknya satu kegiatan dilaksanakan
sesuai dengan setengah dari seluruh ketentuan yang ada dalam MOU.
8. Rancangan revisi undang undang diajukan kepada DPR RI.

35
C. Strategi T – W

01. Rekomendasi anggaran kepada DPR – RI demi perwujudan hak – hak rakyat di
daerah atas pelayanan sosial dasar dalam bidang pendidikan dan kesehatan.

Tujuan Strategik:

1. Terwujudnya pemenuhan hak rakyat atas pendidikan dasar dengan melakukan penilaian atas
pencapaian sasaran pemerintah.
2. Membuat rekomendasi target menuju prestasi gemilang pada masa depan sesuai dengan target
pemerintah.
3. Terwujudnya pemenuhan hak rakyat atas pelayanan kesehatan dasar

Sasaran Pencapaian:

1. Untuk memastikan bahwa semua sasaran pemerintah yang terkait dengan pelayanan dasar kepada
masyarakat dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Yaitu, sernua, penduduk usia Sekolah Dasar
(SD) dan Sekolah LanjutanTingkat Pertama (SLIP) telah tertampung atas beban biaya negara
2. Semua penduduk telah memiliki akses pelayanan kesehatan dasar minimum yang berkualitas atas
beban biaya negara, sesuai dengan panduan WHO dan Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Indikator Pencapaian :

1. Dilaksanakan untuk mengukur ketersampaian target pemerintah dalam bidang pendidikan dan
kesehatan.
2. Sosialisasi laporan Pengawasan dan Pertimbangan.
3. Rekomendasi anggaran untuk pelayanan dasar kepada masyarakat di bidang pendidikan dan kesehatan
diajukan kepada PAH IV berdasarkan hasil pengawasan dan pembahasan oleh PAH III.

36
37
D. Strategi T – S

38
01 ) Pengawasan Pelaksaanan APBN dan BPK.

Tujuan Strategis :
DPD akan berkontribusi dalam mengawasi realisasi APBN dengan melaksanakan dengar pendapat publik
secara tahunan di Indonesia bagian Barat, Tengah dan Timur untuk tujuan
mengurangi penyalahgunaan dan penyelewengan dana negara.

Target Pencapaian:
1. Dengar pendapat publik tahunan dilaksanakan di Indonesia bagian Barat, Tengah dan Timur.
2. Jika diperlukan, laporan pengawasan disusun untuk menarik perhatian DPR ke bidang-bidang
tertentu di mans realisasi anggaran perlu ditingkatkan.
3. Jika diperlukan, laporan pengawasan disusun untuk memberikan rekomendasi untuk menyesuaikan
prioritas audit BPK yang strategis
4. DPR secara resmi memberikan tanggapan atas laporan pengawasan DPD.
5. BPK menanggapi laporan pengawasan DPD.

Indikator Pencapaian
1. PAH IV melaksanakan dengar pendapat publik di Indonesia bagian Barat,
Tengah danTimur.
2. Laporan DPD mengenai Pengawasan Anggaran diajukan kepada DPR
3. Laporan Pengawasan DPD mengenai Prioritas Audit Strategik BPK diajukan kepada DPR-RI

39
02. Perlindungan dan pemajuan hak – hak adat dan budaya lokal.

Tujuan Strategik:
Terwujudnya pengakuan dalam bentuk suatu sistem perlindungan politik dan hukum yang tegas atas
hak-hak kesejarahan dan kelembagaan adat lokal, terutama dalam hal pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya alam dan sumberdaya ekonpmi masyarakat lokal yang sangat beragam di seluruh daerah
di Indonesia.

Sasaran Pencapaian:
1. Disahkannya UU khusus bagi perlindungan dan pemajuan hak-hak kesejarahan,
kebudayaan, kelembagaan adat lokal yang beragam di seluruh daerah di Indonesia.
2. Dijabarkannya ketentuan UU khusus tersebut dalam berbagai kebijakan nasional maupun daerah,
terutama dalam hal pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya ekonomi
asli masyarakat lokal sesuai dengan kekhasan dan keberagamannya masing-masing daerah di
Indonesia.

Indikator Pencapaian
1. DPR telah mengagendakan, membahas, dan akhirnya mensahkan undang undang khusus
perlindungan dan pemajuan hak-hak kesejarahan, kebudayaan, dan kelembagaan adat masyarakat
lokal
1. DPRD propinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia jugs telah mengagendakan,
membahas, dan akhirnya mensahkan Peraturan Daerah (PERDA) khusus yang menjabarkan
undang-undang tersebut di atas secara lebih rinci sesuai dengan kekhasan sejarah, budaya, dan
adat lokal masing masing.

40
2. Terbentuknya pendapat umum yang semakin luas dan kuat mendukung kebijakan
perlindungan dan pemajuan hak-hak kesejarahan, kebudayaan, dan kelembagaan adat lokal
tersebut.

41
03. Penghayatan dan pengamalan nilai – nilai agama yang mampu menjawab persoalan
bangsa.

Tujuan Strategik:
Mulai terwujudnya bentuk-bentuk nyata penghayatan dan pengamalan nilainilai luhur agama yang
mampu menjawab berbagai persoalan dan krisis yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini dan di
masa mendatang.

Sasaran Pencapaian:
1) Meningkatnya toleransi dan kerukunan antar umat beragama di seluruh Indonesia
2) Tumbuh subur dan berkembangnya pemikiran-permikiran dan penafsiran penafsiran nilai dan ajaran
agama secara lebih terbuka, bebas, dan jujur, yang berkaitan langsung dengan kebutuhan dan
tindakannya nyata untuk menjawab berbagai persoalan dan krisis sosial politik, hukum, ekonomi dan
budaya yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini dan di masa mendatang.

Indikator Pencapaian :

1. Semakin menguatnya praktik-praktik kesetiakawanan sosial di tengah masyarakat tanpa preferensi


agama tetapi justru didasari oleh penafsiran atas nilai-nilai dan ajaran-ajaran agama
2. Semakin banyaknya dialog-dialog terbuka,bebas, dan jujur di antara berbagai tokoh, lembaga, dan umat
beragama di seluruh Indonesia ke arah kesamaan persepsi menghadapi berbagai persoalan dan krisis
sosial-politik, hukum, dan eknomi yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini dan di mass-mass
mendatang
3. Semakin menurunnya jumlah praktik-praktik penggunaan ajaran, lembagalembaga, idiom-idiom, dan
lambang-lambang agama untuk tujuan-tujuan atau kepentingan-kepentingan perebutan kekuasaan politik
dan ekonomi pada berbagai tingkatan, di pusat maupun di daerah
4. Semakin ketatnya pengawasan bersama oleh seluruh lapisan masyarakat atas berbagai arus pembodohan
terutama melalui media massa yang Semakin banyak menyiarkan unsur-unsur kekerasan, kekejaman,
kecabulan, mistik dan klenik yang justru menentang upaya penghayatan dan pengamalan ajaran agama secara
mendalam dan krisis, jugs pada upaya-upaya pencerahan dan pencerdasan bangsa.

42
43
IV. IMPLEMENTASI

Pada kenyataannya cukup sulit untuk merangkum data mengenai implementasi dari renstra DPD
2004 – 2009, dengan urutan seperti yang sudah tercantum pada Renstra di atas.

Strategi O – W:
Mengisi/menangkap peluang dengan membenahi kelemahan.
4. Penyempurnaan manajemen dan mekanisme kerja internal ke arah peningkatan kinerja DPD –
RI.
5. Pengembangan pola kepemimpinan yang efektif, yaitu kepemimpinan yang terbuka, demokratis
akuntabel, visioner dan profesional serta bersifat kolegial.
6. Pengadaan tenaga – tenaga ahli untuk meningkatkan kinerja dan citra DPD - RI

44
01. Penyempurnaan manajemen dan mekanisme kerja internal ke arah peningkatan
kinerja DPD – RI.

1. Masih kurang tertibnya anggota DPD RI dalam mengikuti peraturan Tata tertib DPD – RI sesuai
Keputusan DPD RI no 29 / DPD / 2005. Contoh : datang terolambat atau tidak hadir pada rapat dan
sidang – sidang DPD RI,penyampaian laporan kunjungan ke daerah yang terlambat, dll.
2. Dukungan dari Sektretariat Jendral dalam memperlancar kinerja DPD RI sudah cukup baik, dimana
Sekretariat Jenderal menyusun program/kegiatan DPD RI mengacu pada usulan program/kegiatan
dari masing-masing Alat Kelengkapan dan Anggota DPD RI yang disampaikan kepada Panitia
Musyawarah. Program dan kegiatan dimaksud dengan mengacu pada orientasi fu ng sio nal D P D
RI , ba ik sec ar a k el emb ag aan, mau pu n perorangan ( anggota DPD ).
a. Kegiatan legislasi
b. Kegiatan pengawasan
c. Kegiatan mendesak adalah kegiatan DPD RI yang terkait dengan adanya bencana alam,
konflik, atau Kejadian Luar Biasa (KLB) di daerah yang oleh DPD RI harus segera disikapi atau
ditindaklanjuti.
d. Dalam lingkup tugas-tugas khusus, yaitu: tugas-tugas yang diberikan kepada Pansus sesuai mandat
Sidang Paripurna.
e. Litigasi DPD RI, yaitu: Memberikan pendapat/pertimbangan sesuai kebutuhan terkait dengan uji
material ke Mahkamah Konstitusi.
f. Sosialisasi, yaitu: keberaclaan DPD RI dalam sistem ketatanegaraan, fungsi, tugas, clan
wewenang DPD RI.
g. Peningkatan pelayanan Sekretariat Jenderal, yaitu:
Penataan tenaga ahli, Penataan dan peningkatan sistem komunikasi, Peningkatan sistem informasi
( misalnya dengan penyediaan website DPD RI ) Pemantapan organisasi, mekanisme dan tata kerja,
Penataan personil dan aset, serta Peningkatan Perlengkapan dan sarana gedung kantor DPD RI:
gedung kantor, penataan dan peningkatan sistem komunikasi.
Dalam perjalanannya, berkembang pula kegiatan DPD RI berupa kegiatan mediasi dan advokasi.
Kegiatan mediasi terutama dalam bentuk menyerap masalah yang disampaikan oleh delegasi daerah,
kemudian dibahas dan diupayakan penyelesaiannya dengan komunikasi kepada unsur – unsur
pemerintah.
3. Pemisahan PKALP dari Bagian Protokoler DPD – RI pada Januari 2009 dengan dimotori oleh tenaga
– tenaga profesional muda yang kompeten merupakan upaya konkrit dalam mengefektifkan PAKLP
dalam melayani anggota DPD khususnya di bidang kerjasama antar lembaga pemerintahan di manca
negara.
4. Sudah tercapainya kerjasama yang cukup baik dengan alat kelengkapan DPD seperti Panitia
Musyawarah, PKALP ( Panitia kerjasama Antar Lembaga Perwakilan ) dalam pemberian data, kajian

45
dan informasi sesuai bidang tugas alat kelengkapan tsb.
5. Peningkatan kapasitas dan kemampuan anggota DPD RI dengan dukungan dari PKALP yang
menyangkut hubungan dengan organisasi internasional, kunjungan ke senat dan workshop /
konferensi di manca negara, yangs ekaligus merupakan ajang untuk mempromosikan keberadaan
DPD – RI di manca negara serta meminta dukungan.
6. Namun demikian sarana komputerisasi di masing – masing ruangan anggota DPD RI dirasa sudah
tidak memadai dimana komputer terkoneksi lambat dengan internet akibat kapasitas memorinya
kurang memadai.
7. Peningkatan kualitas dari tenaga kesekretariatan DPD RI dengan adanya pelatihan yang menambah
ilmu dan wawasan personilnya.

02. Pengembangan pola kepemimpinan yang efektif, yaitu kepemimpinan yang terbuka,
demokratis akuntabel, visioner dan profesional serta bersifat kolegial.

Pimpinan DPD RI yang terdiri dari satu orang Ketua DPD dan dua orang Wakil Ketua sudah cukup
mampu menjalankan fungsinya dalam:
1. Memimpin anggota dalam rapat – rapat internal DPD Ri serta memimpin delegasi DPD RI pada
kunjungan ke manca negara.
2. Mengkoordinasikan pelaksanaan Renstra 2004 – 2009.
3. Menyusun pembagian kerja dan koordinasi Pimpinan yang efektif setiap tahun.
4. Memelihara dan mengembangkan sistem informasi manajemen untuk pengambilan keputusan
5. Memelihara dan mengembangkan sistem komunikasi internal dan eksternal dari pimpinan.
6. Menyusun sistem dan mekanisme umpan balik yang efektif.
7. Monitoring dan valuasi berkala dan tahunan.

03. Pengadaan tenaga – tenaga ahli untuk meningkatkan kinerja dan citra DPD - RI

A. Pendayagunaan Tenaga Ahli


Dengan keterbatasannya, alat kelengkapan DPD RI berupaya untuk menjalankan kegiatan pokoknya
dalam menyaipkan dan melakukan kajian, riset, analisa alternatif draft RUU, sebagai masukan untuk
kerja PAH atau lembaga kelengkapan organisasi DPD lain dengan mempekerjakan staf ahli di
bidangnya. Sebagai contoh PKALP memperlengkapi diri dengan staf ahli dari DPR RI. Selain itu
dengan beekrjasama dengan institusi lain seperti ECONIT, INDEF, internasional, anggota DPD RI
mendapat berbagai input dan kajian yang sangat berguna dalam membantu menjalankan fungsinya
sebagai lembaga legislatif.

B. Membangun Citra Diri DPD - RI

46
Sejauh ini DPD RI sudah melakukan berbagai upaya untuk meingkatkan citra dirinya, antara lain
dengan :
1. Mendisiplinkan anggota DPD RI terhadap tugas dan dan fungsinya sebagai lembaga legislatif dengan
memberikans angsi sesuai pelanggaran yang dilakukan sesuai dengan Tata tertib DPD – RI yang
berlaku.
2. Menerbitkan berbagai leflet, brosur, dan buletin DPD RI sebagai sarana komunikasi dengan
masyarakat luas terutama konstituennya.
3. Memelihara dan mengembangkan hubungan dan komunikasi politik dengan masyarakat dengan
sering terjun ke daerah untuk berkomunikasi sehingga masyarakat menjadi lebih paham akan fungsi
DPD RI.
4. Memanfaatkan media massa dalam melakukan peliputan kegiatan anggota DPD RI tidak hanya di
Jakarta namun terutama di daerah.
5. Menyusun Laporan Tahunan DPD RI sebagai salah satu media pertanggung jawaban publik.
6. Melakukan monitoring dan evaluasi berkala atas kerja, target dan indikator pencapaian, sesuai
Renstra 2004 – 2009.

Strategi O – S

01. Penguatan fungsi dan kewenangan DPD-RI melalui amandemen UUD 45

a. Tata Kelembagaan negara Melalui UU Susduk

Pada tahap awal konsoliclasi, DPD memandang perlu untul memantapkan semua dukungan sistem
DPD, termasuk legitimasi administrative yang mengiringi legitimasi politiknya, seperti penguatan
tentang Hak-hak administratif DPD. Beberapa UU dan RUU yang disoroti DPD RI terkait dengan
Susduk adalah :

1. UU Nomor 12 Tahun 1980 :


UU ini pada dasamya memang harus dikoreksi mengingat bahwa tatanan kelembagaan negara
(lembaga tinggi negara) yang tercantum dalam UUD 1945 telah banyak mengalami banyak
perubahan. Kehadiran DPD dan MK sebagai lembaga (tinggi) negara, seyogyanya diakomodir
dalam satu setting desain operasional kelembagaan negara. Untuk itulah DPD secara awal
melakukan pembahasan dan menyiapkan RUU perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 1980
tersebut dan telah menyampaikan kepada DPR RI yang hingga saat ini belum mendapatkan
prioritas pembahasan dalam program legislasi DPR.

2. UU Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susduk.

47
UU Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susduk telah menyempitkan ruang gerak dan
kewenangan DPD RI dari sebagaimana yang seharusnya tercantum dalam UUD 1945, dalam
UU 22 Tahun 2003 dibatasi keterlibatan DPD dalam pembahasan UU bersama DPR
clan Pemerintah hanya sebatas tahap awal, dan menyampaikan masukan pada satu kali
persidangan. Terhadap posisi ini, DPD melalui konsultasi formal sesuai UUD dan konsultasi
informasi kepada DPD mencoba menjelaskan posisi teknis implementasi sebagaimana yang
dimaksud dalam UUD 1945, sehingga diusulkan bahwa untuk RUU Susduk tahun 2008-2009
agar lembaga DPD diposisikan dalam bidang legislasinya secara penuh menurut UUD 1945,
yaitu mengikuti pembahasan bersama DPR dan Pemerintah pada pembahasan tingkat I secara
penuh. DPD mengutarakan argumentasi ini atas pertimbangan peletakan Sistem ketata-negaraan
menurut UUD 1945 dan atas pertimbangan bahwa terdapat tuntutan cukup besar dari
daerah.

02. Otonomi dan perimbangan kekuasaan pusat - daerah dalam rangka pemerataan
pembangunan ekonomi dan pemanfaatan sumber daya alam untuk kesejahteraan
rakyat di daerah

1. Pilkada
K e g i a t a n p e n g a w a s a n j u g a d i l a k u k a n D P D R I a t a s Penyelenggaraan Pemilihan UU
Kepala Daerah Secara Langsung Berclasarkan UU RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Ditinjau dari pencapaian demokrasi substansial dalam rangka perbaikan
format Pilkada, disampaikan sejumlah pertimbangan clan rekomendasi DPD RI, yang dikelompokkan
atas (1) pertimbangan, clan (2) rekomendasi. Beberapa pertimbangan yang diajukan yaitu :
a. UU No. 32 Tahun 2004 yang menjadi dasar hukum Pilkada perlu diubah ke arah suatu UU
yang tidak hanya menjamin beriangsungnya desentralisasi pemerintahan, melainkan juga
meningkatkan kualitas demokrasi lokal.
b. Keberadaan Desk Pilkada daerah perlu dipertimbangkan. Pemerintah pusat clan
pemerintah daerah perlu memberikan dukungan penuh kepada KPUD sebagai
penyelenggara Pilkada.
c. KPUD perlu mengumumkan secara transparan rincian penggunaan dana Pilkada, kepada publik
melalui berbagai media lokal yang tersedia.

2. Otonomi Daerah

a. Manajemen Pemerintahan Daerah dan Pemekaran Daerah

Mengawali tugas tanggal 1 Oktober 2004, Anggota DPD RI dihadapkan pada suasana revisi
atau perubahan UU Nomor 22 Tahun 1999 menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004. Semangat
revisi UU otonomi daerah tidak terlalu jelas sampai kepada masyarakat termasuk pada anggota

48
DPD RI disamping sangat terbatasnya daerah telah berkembang begitu rupa sejak Mei 1999
dengan pola sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah. Pada waktu yang lalu, kerja otonomi
daerah yang titik beratnya berada di kabupaten/kota dan dalam posisi hirarki pemerintahan
yang hampir terputus. Suasana tersebut masih terus berpengaruh dalam perkembangan
pelaksanaan otonomi daerah meskipun sudah dilakukan revisi terhadap UU Otda menjadi UU
Nomor 32 Tahun 2004 yang oleh beberapa pihak dirasakan sebagai upaya menarik kembali
sebagian kewenangan. Dalam perjalanan itu, pemerintah juga belum mengeluarkan berbagai
aturan pelaksanaan atas UU Otda sehingga pelaksanaan otonomi daerah dirasakan relatif sulit
dan bagi anggota DPD menjadi tidak mudah untuk ditahap awal memberikan bimbingan
ataupun penyaluran aspirasi dari daerah kepada pemerintah pusat.

DPD-RI meyakini bahwa melalui pemekaran, Kabupaten yang baru akan lebih terbuka
peluang bagi peran aktif masyarakat dan penyesuaian terhadap pelaksanaan beban tugas dan
volume kerja dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan
pelayanan pada masyarakat ke segenap cakupan wilayah Kabupaten baru tersebut DPD
juga meyakini bahwa dinamika aspirasi p e m e k a r a n w il a y a h m e r u p a k a n p r o s e s p o l i t i k
y a n g h a r u s dipertimbangkan dan diakomodasikan dengan sebaik-baiknya oleh D P D - RI .

Berdasarkan hasil kajian dan kunjungan kerja DPD-RI ke Daerah Pemekaran terkait, diyakini
bahwa calon kabupaten-kabupaten baru yang diajukan pada dasarnya telah layak untuk
dibentuk menjadi daerah otonom baru sebagai pemekaran dari Kabupaten yang telah ada.
Adapun RUU tentang Pembentukan Kabupaten baru telah selesai di bahas oleh DPR
bersama Pemerintah dan telah disahkan dalam Sidang Paripurna DPR tanggal 24 Juni
2008. Jumlah pemekaran daerah yang telah dilakukan pada periode 2005 sampai dengan
2008 sebanyak 65 unit pemerintahan daerah.

b. Otonomi Khusus dan Daerah Khatulistiwa

Otonomi Khusus yang menjadi bahasan di DPD meliputi otonomi khusus Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam, otonomi khusus Papua dan RUU DKI Jakarta sebagai ibukota negara serta terakhir
usulan RUU untuk otonomi khusus Provinsi DIY. Untuk itu DPD – RI telah mengeluarkan
Keputusan DPD – RI sehubungan hal tsb.

Perkembangan Pembahasan di DPR tentang Otonomi Khusus

1. RUU tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Daerah Istimewa Jogjakarta telah disampaikan kepada DPR pads tanggal 26 September 2007. DPR telah
mengundang DPD dalam rapat kerja dengan Komisi Ii untuk mendengarkan keterangan DPD terkait

49
dengan RUU tsb.
2. DPR bersama Pemerintah telah 'selesai membahas RUU Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Penggantj UU Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi
Khusus Bagi Propinsi Papua Menjadi UU dan telah mengesahkannya dalam Sidang Paripurna DPR 1 Juli 2008

c. Daerah perbatasan

DPD RI berpendapat bahwa pemerintah perlu melakukan reorientasi cara pandang atas wilayah
perbatasan antar negara dengan meletakkannya sebagai wilayah frontier, bukan wilayah
belakang. Dengan reorientasi itu, maka pembangunan wilayah perbatasan memerlukan
pembangunan yang signifikan. Hal ini mengandung konsekwensi perlunya peningkatan dana
alokasi khusus bag i daer ah- daer ah per bat a san u nt uk meng u r ang i t ing k at kesenjangan
dengan masyarakat di wilayah Negara tetangga.

d. Wilayah Pesisir
Undang-Undang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir merupakan undang-undang yang diperlukan saat
ini walaupun masih terdapat berbagai kekurangan yang perlu disempumakan. DPD RI menyetujui
Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir untuk dilanjutkan pembahasannya
dengan melakukan penyempurnaan sesuai dengan rekomendasi DPD dalam beberapa substansi.

3. Koordinasi dengan Pemerintah Daerah dan DPRD


Haruslah diakui bahwa keberadaan DPD RI belum diselaraskan dengan pelaksanaan prinsip otonomi
daerah (Kelompok DPD di MPR; 2007). Hal ini diindikasikan dari belum adanya pola, koordinasi antara
aparatur pemerintah di daerah dengan DPD RI. Padahal sebagai representasi kepentingan dan
aspirasi lokal yang akan diper uangan di tingkat pusat, DPD RI perlu memantapkan posisi dan pola
koordinasinya dengan pemerintah daerah dan DPRD. Untuk itu DPD RI menyelenggarakan
lokakarya nasional yang menghadirkan gubernur dan DPRD se Indoensia 29 April – 2 Mei 2005.
Lokakarya tsb menghadirkan kesepakatan untuk menyusun dan menyepakati mekanisme resmi
tentang konsultasi daerah. Namun kesepakatan tsb belum terukur dalam konteks implementasi
teknis.

4. Sumber Daya Alam

Sumberdaya Alam (SDA) adalah segala sesuatu yang berasal dari slam yang berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan manusia, demikian pula dengan SDA di Indonesia, dimana daerah yang terbentang di
wilayah NKRI merupakan Sumberdaya Alam. DPD-RI memandang pemaknaan daerah sebagai suatu
yang unik sebagai basis pengembangan wilayah maka terdapat 3 (tiga) bidang rujukan yang dianggap
strategis untuk dikembangkan yaitu bidang pertanian, perikanan clan kehutanan.

50
Dua alasan perlu dikembangkannya 3 bidang pertanian, perikanan clan kehutanan adalah: (a) historik
sosiologis, dimana menjadi suatu kenyataan bahwa pola bentukan budaya di Indonesia adalah pola
masyarakat agraris dan pola masyarakat pesisir dan pola ini telah mengakar di masyarakat Indonesia; (b)
alasan ekonomis, dimana ketiga bidang tersebut menyerap tenaga kerja paling besar.

Setelah dilakukan pembahasan dan pengkajian RUU tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan
dan Kehutanan baik judul, pasal-pasal maupun penjelasannya maka dapat disimpulkan bahwa RUU ini
tidak memenuhi norma, kaidah yang dapat dirumuskan sebagai muatan perundang-undangan. Selain itu
RUU ini hanya mengatur tata cara pelaksanaan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan.
Berdasarkan uraian tersebut DPD RI merekomenclasikan RUU tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan untuk diatur dengan Peraturan Presiden saja.

5. Pertambangan dan Energi


DPD RI juga melaksanakan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang Nomor 11 Tahun 1967
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan di 3 (tiga) propinsi dan terdapat beberapa
Permasalahan Pertambangan yang berkaitan dengan issue-issue Pokok seperti permasalahan yang borkaitan
dengan Peraturan Pertambangan. misalnya Penyebab macetnya usaha penambangan karena terdapat
beberapa peraturan sektoral yang tak sesuai dengan peraturan daerah.

6. Ekonomi dan Perdagangan


DPD berpandangan perlu adanya satu lembaga keuangan otonom dan fokus serta mampu
menyediakan pembiayaan, penjaminan, asuransi dan jasa-jasa lainnya dalam rangka
meningkatkan daya saing pel aku bisnis nasional dan meningk atk an l aju per tumbuhan
perdagangan luar negeri Indonesia, dalam arti meningkatkan ekspor barang dan jasa nasional untuk
menambah pendapatan devisa negara.

Langkah-langkah DPD secara lebih konkret dalam mendorong daya tarik investasi masuk ke
daerah dilakukan melalui Indonesian Regional Investment Forum yang untuk pertama kali
dilaksanakan tahun 2006 dan yang kedua dilakukan tahun 2008. Intinya melalui forum
tersebut diharapkan terjadi ruang komunikasi langsung antara daerah dan investor dalam dan luar
negeri, dimana dialog berlangsung dalam aturan main yang sama-sama dipahami, artinya dengan
pola, promosi dan persepsi yang senada antara investor dan para pengambil kebijakan di daerah.
Forum IRIF kemudian diiringi dengan langkah untuk mengangkat motivasi kepemimpinan daerah
dengan memberican penghargaan kepada daerah yang memiliki motivasi dan mengambil posisi
leading dalam aspek perdagangan, pariwisata dan investasL yaitu melalui agenda Regional Trade,
Tourism and Investment Award. Untuk pertama kali beberapa daerah yang unggul dalam kegiatan
ini ialah Gorontalo, Sulawesi Utara, DIY, Riau, Kalimantan Tengah. Lamongan, Sragen,
Bengkulu Utara dan Kolaka serta Kota Sawah Lunto, Kota Banjar dan Kota Bogor.

51
7. Lingkungan Hidup dan Tata Ruang

Anggota-Anggota DPD telah melakukan kegiatan di daerah dan telah menemukan berbagai aspirasi
fenomena Hukum Lingkungan mengenai pencemaran serta kerusakan lingkungan hidup. Sehubunga
dengan itu maka dilaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-undang Nomor 23
Tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan
hidup yang meliputi: kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan,
pemulihan pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup. Untuk menjamin pelestarian fungsi
lingkungan hidup setiap usaha dan atau kegiatan dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam berbagai pasal Undang-undang No-21 Tahun
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang selanjutnya di jabarkan dalam berbagai
Peraturan Pemerintah dan Surat Keputusan. Yang menjadi fokus dalam kegiatan pengawasan ini
adalah ketentuan dalam BAB VI Undang-Undang No.23 Tahun 1997 yaitu berkaitan dengan
Persyaratan Penataan Lingkungan Hidup. Saran yang dapat disampaikan antara lain:
1) Perlunya peningkatan pengawasan disamping pengenaan sanksi yang tegas atas setiap
pelanggaran norma-norma pengelolaan lingkungan hidup;
2) Perlunya penyelarasan Undang-Undang No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup yang bersifat sentralistik dengan Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah;
3) Perlunya pengawasan yang ketat serta sanksi yang tegas atas pelanggaran limbah B3;
4) Perlu segera dicari solusi sehingga tersedia cukup anggaran untuk pengendalian pencemaran
lingkungan hidup agar tidak lebih parah.
Dewan Perwakilan Daerah RI (DPD RI) sebagai penyalur aspirasi masyarakat dan daerah yang memiliki
fungsi advokasi politik kepentingan daerah, maka DPD RI melalui Rapat Paripuma pada tanggal 7 Januari
2008 menyepakati membentuk Panitia Khusus (Pansus) Perubahan Iklim yang memiliki tugas:
1) Menyusun rekomendasi DPD RI dalam rangka tinclaklanjut Konferensi PBB mengenai perubahan
iklim;
2) Menyusun panduan bagi anggota DPD RI dalam rangka memaknai clan mengkaji tentang lingkungan hidup clan
perubahan iklim;
3) Mendorong clan melakukan sosialisasi bagi elemen daerah terkait dengan perubahan iklim.

Melalui brainstorming yang telah dilakukan oleh Pansus Perubahan lklim, maka realisasi dari pelaksanaan
ketiga tugas yang diamanahkan kepada Pansus tersebut adalah dengan dikeluarkannya beberapa produk
Pansus berupa:

52
a. Mengoptimalkan peran DPD RI untuk memberikan kontribusi kepada Pemerintah terkait dengan
permasalahan perubahan iklim dengan menyusun Catatan Kritis DPD RI terhadap Rencana Aksi Program
Nasional untuk Mitigasi clan Adaptasi terhadap Perubahan lklim (RANMAPI) yang disusun oleh
Pemerintah.

b. Mengoptimalkan peran DPD RI untuk memberikan kontribusi kepada Pemerintah terkait


dengan permasalahan perubahan Win khususnya permasalahan kehutanan dengan menyusun
Catatan Kritis DPD RI terhadap Reduksi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi (REDD) yang
disusun oleh Pemerintah.
c. Mengoptimalkan peran DPD RI dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat khususnya di
daerah terkait dengan perubahan iklim dengan menyusun buku panduan tentang perubahan iklim
serta glosarium (kamus) perubahan iklim.

7. Perhubungan
DPD RI juga memberikan pandangannya yang dituangkan ke dalam Keputusan DPD mengenai
mengenai RUU yang terkait perhubungan yaitu pelabuhan, pelayaran, perkereta-apian, penerbangan,
jalan, lalu lintas dan angkutan darat.

8. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)

Pertimbangan DPD RI atas Rencana Pembangunan Jangka Panjang difokuskan pada pokok pikiran RPJP
Nasional yang tercantum dalam Lampiran Rancangan Undang-Undang tentang RPJP Nasional. Kondisi
umum memuat 9 aspek pembangunan, yaitu (1) sosial-budaya dan kehidupan beragama, (2) ekonomi, (3)
IPTEK, (4) sarana dan prasarana, (5) politik, (6) pertahanan keamanan, (7) hukum dan aparatur, (8)
wilayah dan tata ruang, dan (9) sumber daya alam serta keterbatasan sektoral dalam pembangunan
jangka panjang. Keterbatasan tersebut telah dituangkan dengan baik sebagai tantangan yang harus diatasi
dalam RPJP nasional 20 tahun mendatang bermodalkan modal dasar yang dimiliki sembilan
tantangan yang disampa&an dalam RPJP nasional diharapkan dapat diatasi dengan berbagai cara dan
berbagai program yang jelas.
Dalam upaya mewujudkan daya saing bangsa, diharapkan dapat dikembangkan perekonomian daerah clan
lokal untuk mempertajam pengembangan perekonomian domestik. Ketahanan ekonomi dibangun melalui
pengernbangan keanekaragarnan usaha dengan membangun keunggulan komparatif pada setiap daerah
menjadi keunggulan kompetitif nasional.

03. Peningkatan efektivitas upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.

Sesuai dengan tugas konstitusionalnya, DPD-RI memiliki peran yang besar dalam kegiatan
pengawasan dalam kaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan keuangan negara. DPD

53
bersama BPK telah melakukan kerjasama yang erat melalui agenda-agenda konsultasi formal pads
sidang-sidang paripurna penyampaian hasil-hasil pengawasan BPK, selain kegiatan teknis tingkat
sekretariat jenderal. DPD juga memberikan catatan-catatan ketika UU tentang BPK disusun
dengan berbagai pandangan. Sebagai Lembaga Negara, BPK harus ditempatkan sebagai supreme
auditory body sehingga sebagai state function, BPK melakukan pemeriksaan terhadap hal-hal
yang strategik. Dengan demikian, organisasi BPK sebagai lembaga negara seharusnya mengikuti
kedudukan dan fungsi tersebut.

Sebagai wujud konkret upaya DPD Ri dalam pengawasan, maka telah dilakukan rekomendasi kepada
BPK RI untuk melakukan audit invstigatif kepada beberapa daerah yaitu : propinsi Papua, Bengkulu
dan Kabupaten Kulon Progo. Juga telah dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi indikasi
penyimpangan dan korupsi pads beberapa daerah seperti kasus dugaan korupsi di Propinsi Bengkullu, Provinsi
Papua, Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Gorontalo, Provinsi Banten,Maluku
dan Jawa Timur. DPD RI telah melakukan kerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi
berdasarkan Nota Kesepahaman yang ditandatangani pads tanggal 15 Agustus 2006. Langkah-langkah
konkret kerjasama itu telah ditindaklanjuti dengan pembentukan Tim Penanggulangan Pemberantasan
Korupsi.

04. Pertimbangan dalam Usulan RAPBN


a. RAPBN yang dibahas oleh DPR dan pemerintah secara konstitusional menurut pasal 22 D UUD 1945
wajib mendapatkan pertimbangan dari DPD-RI. Untuk itu DPD melakukan pembahasan atas
RAPBN tiap – tiap tahun, mulai tahun anggaran 2005 – 2009.
b. DPD RI juga memberikan pertimbangan terhadap RUU mengenai perpajakan terutama terkait
dengan regulasi bidang perpajakan terutama terkait pajak penghasilan dan retribusi daerah.

Strategi T – W
Rekomendasi anggaran kepada DPR – RI demi perwujudan hak – hak rakyat di daerah atas pelayanan
sosial dasar dalam bidang pendidikan dan kesehatan.

01. Rekomendasi anggaran kepada DPR – RI demi perwujudan hak – hak rakyat di
daerah atas pelayanan sosial dasar dalam bidang pendidikan dan kesehatan.

a. Pendidikan
Dalam melakukan pembahasan serta kajian secara mendalam dan komprehensif terhadap hasil
pengawasan atas pelaksanaan Undang- ndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, DPD-RI merekomendasi beberapa hal meliputi : Pemerintah dan
Pemerintah Daerah harus menunjukkan komitmen politiknya dalam merealisasi anggaran
pendidikan sebesar 20% dari APBN dan APBD sebagaimana diamanatkan oleh Undang-

54
Undang Dasar Negara Republik Indonesia, dengan memprioritaskan sekurangkurangnya 60% untuk
kepentingan operasional yang berbasis proses pembelajaran; Menuntaskan RUU tentang Guru paling
lama tanggal 25 November 2005 dan mempercepat terbitnya Peraturan Pemerintah sebagai acuan
pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional; Disamping itu dirasa perlu ada sinkronisasi amanat Undang-Undang Rerpublik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan
pendidikan umum dan pendidikan agama.

DPD-RI melakukan pengawasan berkaitan dengan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan
Bakar Minyak (PKPS BBM) bidang Pendidikan yang terdiri dari dua bagian, yaitu program
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan program Bantuan Kegiatan Murid (BKM) selama tahun
2005.

b. Kesehatan
1. Hasil pengawasan DPD RI atas pelaksanaan UU nomor 40 tahun 2004 tentang sistem
jaminan sosial yang berkaitan kompensasi pengurangan subsidi bahan bakar minyak
bidang kesehatan
2. Hasil pengawasan Terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional Berkenaan Penyelenggaraan Program Asuransi Kesehatan
Masyarakat Miskin (Askeskin).

Strategi T – S

01. Pengawasan pelaksanaan APBN.


a. Pelaksanaan APBN perlu lebih transparan dan taat asas.
b. Penerimaan negara yang berasal dari hutang luar negeri harus ditekan jumlahnya dan yang
perlu diutamakan adalah hibah, CDM, hutang tanpa bungs, atau dalam bentuk pertukaran hutang
dengan program untuk pembangunan di dalam negeri (debt swap).
c. U nt uk men ing k atk an mu tu l apo r an per t ang g u ng jaw ab an pemerintah atas APBN
diperlukan berbagai upaya yang konsisten dari pemerintah.

02. Perlindungan dan pemajuan hak – hak adat dan budaya lokal.

Hasil pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia atas pelaksanaan undang-undang
nomor 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan memberikan beberapa pandangan dan pendapat
DPDRI berkaitan dengan pengawasan terhadap pelaksanaan UU Nomor 9 Tahun 1990 tentang
Kepariwisataan yang diiakukan di 3 (tiga) Provinsi ant ar a l ain: (1 ) P er lu dibu at zo na
par iw isat a dal am r ang k a mengembangkan potensi pariwisata yang ada; (2)

55
sinkronisasi kebijakan sektoral dikaitkan dengan dukungan dana; (3) Adanya regulasi
yang mengatur tentang pembagian kewenangan pusat dan daerah khususnya di bidang obyek dan
daya tarik wisata alam.

03. Penghayatan dan pengamalan nilai – nilai agama yang mampu menjawab persoalan
bangsa.
. a. Penyelenggaraan Haji
DPD-RI merekomendasikan beberapa hal terhadap hasil pengawasan atas pelaksanaan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan ibadah haji
meliputi:
a. Peningkatan penyelenggaraan ibadah haji secara efektif dan efisien, dengan menekan biaya
Penyelenggaraan lbadah Haji (BPIH);
b. Menciptakan manajemen terbuka dan akuntabel dalam melakukan pembinaan,
pelayanan, dan perlindungan dengan menyediakan fasilitas yang diperlukan.
Disamping itu Pengawasan harus dilakukan oleh lembaga independent yang terdiri dari DPR,
DPD MUI, LSM Profesional, ormas Islam dan Pers.

V. EVALUASI
Dari awal masa tugasnya sampai sekarang ( April 2009 ), banyak hal yang sudah dicapai oleh DPD –
RI seperti yang sudah diuraikan secara garis besar di atas, namun masih banyak pula kendala –

kendala yang dihadapi DPD dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, yang dapat dipetakan ke
dalam beberapa isu penting. Pertama adalah kendala di bidang pengajuan RUU tertentu kepada
DPR. Kedua, pembahasan RUU tertentu. Ketiga, kendala dalam fungsi pengawasan. Keempat,
kendala harmonisasi hubungan antara DPR dengan DPD RI. Untuk menyederhanakan
penyajian, ada baiknya membagi setiap kendala-kendala tersebut dalam bentuk kendala
umum dan khusus walaupun tidak semua kendala-kendala yang disajikan tersebut dibagi ke
dalam bentuk kendala umum dan khusus.

A. Kendala Bidang Pengajuan Rancangan Undang-Undang Usul Inisiatif DPD RI


Kendala Umum
Secara umum kendala bidang legislasi antara lain disebabkan oleh beberapa hal. :
1. Inkonsistensi peraturan perundangundangan tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan.
2. Lemahnya political will DPR untuk melibatkan DPD RI dalam menyusun, membahas, dan
memutuskan suatu RUU.

a. Inkonsistensi Peraturan Perundang-Undangan tentang Pembentukan Peraturan

56
Perundang-Undangan

Secara faktual yuridis, keterlibatan DPD RI dalam penyusunan sebuah RUU yang menjadi
kewenangannya mengalami paradoks dan kegamangan. Hal ini karena UndangUndang Nomor 10
Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan tidak menyebutkan DPD Rl sebagai
subjek dalam proses perencanaan dan penyusunan Program Legislasi Nasional (prolegnas), bahkan
unsur keterlibatan DPD RI pun tidak disebutkan dalam UndangUndang tersebut.

Di lain hal, DPD RI khusunya PAH ( Panitia Ad Hoc ) juga seringkali mengalami kendala dalam
menyusun dan mengajukan sebuah RUU yang memang dibutuhkan oleh masyarakat di daerah.
Kerapkali penyerapan aspirasi yang diselenggarakan menuntut lahirnya sebuah peraturan perundang-
undangan tertentu. Namun impian untuk mengajukan RUU tersebut akan mustahil terwujud jika RUU
yang diinginkan bukan menjadi bagian dari Prolegnas.

b. Lemahnya Political Will DPR untuk Melibatkan DPD dalam setiap


Penyusunan dan Pembahasan suatu RUU
Efektifitas kinerja bidang legislasi DPD RI sebagaimana disampaikan sebelumnya amat bergantung
pada-lembaga DPR, Ketergantungan itu antara lain didasari aturan yang terdapat di dalam konstitusi
dan UU Susduk. Sebagaimana disampaikan Wakil Ketua DPD, Laode Ida dalam satu kesempatan
bahwa kinerja DPD amat bergantung pada niat baik DPR untuk melibatkan DPD dalam setiap
pembahasan suatu RUU.
Sebenarnya sikap DPR untuk tidak melibatkan DPD RI secara lebih massif dalam melakukan
kinerja keparlemenan berdasarkan pada ketentuan dalam peraturan perundangundangan
serta Tatib DPR itu sendiri. UU Susduk misalnya, tidak menyebutkan dan memberikan pengaturan
tentang kewajiban pertemuan DPR dengan DPD RI. Barangkali itulah yang mendasari kenapa
begitu lemahnya political will DPR untuk melibatkan DPD RI dalam setiap penyusunan dan
pembahasan suatu RUU.

Kendala Khusus
1. Kendala realitas bahwa daerah-daerah sendiri memiliki kepentingan yang berbeda satu sama lain
sehingga sulit untuk disinergikan ke dalam satu konsep RUU yang akan dibawa oleh DPD RI ke DPR,
padahal keberadaan Anggota-anggota DPD RI dimaksudkan untuk memperjuangkan aspirasi
yang bersifat kedaerahan.
2. Proses pembahasan dan materi RUU yang akan diajukan ke DPR kurang ter-ekspose, sehingga
sulit diakses oleh publik.
3. Harus diakui bahwa terkadang dalam kasus-kasus tertentu persoalan anggaran dalam
setiap pembahasan dan penyusunan RUU ikut memberikan kontribusi munculnya kendala
yang kadang dapat mempengaruhi kinerja.

57
4. Sikap kurang bijak dari mitra-mitra DPD RI selain DPR yang cenderung mengabaikan undangan
DPD RI. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan hak yang dimiliki DPD RI secara umum karena DPD RI
hanya memiliki hak mengundang bukan hak memanggil seperti yang diberikan kepada DPR dalam
Pasal 30 UU No. 22 Tahun 2003. Padahal dalam setiap pembahasan dan penyusunan
suatu RUU, kerap kali kehadiran pejabat negara atau instansi terkait amatlah dibutuhkan
dalam rangka menerima masukan, pandangan dan pendapat.
5. Kendala keterbatasan sumber daya kesekretariatan dalam mempersiapkan kebutuhan
penyusunan bahan clan konsep pengajuan RUU usul inisiatif DPD RI.

B. Kendala Bidang Penyampaian, Pandangan dan Pendapat

Kendala Umum

1. Pasal 43 ayat (4) UU Susduk misalnya hanya menyebutkan bahwa pandangan, pendapat, dan
tanggapan dari DPD RI dijadikan sebagai masukan untuk pembahasan lebih
l a n j u t a n t a r a D P R d a n p e m e r i n t a h . Konsideran dalam Pasal tersebut secara tersirat
bisa dikatakan bahwa keberadaan DPD RI tidak ada bedanya sama sekali dengan LSM atau
akademisi yang secara konstitusional juga berhak mengajukan pandangan dan pendapat kepada
DPR dalam setiap penyusunan RUU. Bahkan peran LSM, akademisi atau orangperorangan
memiliki peran lebih luas ketimbang DPD RI sebab DPD RI hanya berhak mengajukan pertimbangan,
pandangan dan pendapat terbatas pada RUU tertentu.
2. Hingga saat ini masih belum terdapat kesepakatan tentang ruang lingkup tugas-tugas DPD
Rl khususnya PAH secara rigid. Kewenangan untuk menjabarkan secara lebih lanjut
bidang-bidang dalam masing – masing PAH hingga saat ini masih belum jelas. Hal ini
sangat mempengaruhi kinerja DPD-RI.

Kendala Khusus
Dalam tataran teknis pelaksanaan penyampaian pertimbangan, pandangan dan pendapat oleh PAH,
DPR mengirimkan undangan untuk hadir dalam forum rapat kelembagaan. Selama ini PAH
menghadapi kendala keterbatasan waktu dalam penyusunan pertimbangan, pandangan dan pendapat
terhadap suatu RUU dimana DPD RI hanya diberikan tenggat waktu beberapa hari saja
untuk merumuskan pandangan dan pendapat tersebut. Dalam setiap proses perumusan pandangan
dan pendapat, PAH II dihadapkan pada kebutuhan untuk mengadakan beberapa tahapan penting
antara lain Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU). Di samping itu, PAH juga mengalami kendala
komunikasi dengan Pemerintah Daerah dalam kaitannya untuk menyisipkan aspirasi kedaerahan
yang akan dijadikan bahan dalam memberikan pandangan dan pendapat kepada DPR.

58
C. Kendala Bidang Pengawasan
Kendala Umum
Salah satu peran parlemen adalah peran pengawasan. Meskipun konstitusi melalui Pasal 22D ayat (3)
memberikan kewenangan kepada DPD RI untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU
terkait bidang otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
perimbangan keuangan pusat dan daerah dan menyampaikan hasil pengawasannya kepada DPR
sebagai bahan pertimbangan untuk d i t i n d a k l a n j u t i , D P D R I t et a p d a l a m p o s i s i y a n g
t i d a k menguntungkan dalam hal pelaksanaan fungsi pengawasan. Hal ini disebabkan karena DPD RI
secara faktual hanya sebatas memberi masukan kepada DPR sebagai bahan pertimbangan.

Kendala Khusus
Dalam setiap pengawasan atas pelaksanaan UU tertentu, PAH II DPD RI juga menemui banyak
kendala khusus baik yang bersifat eksternal maupun internal. Kendala khusus yang bersifat eksternal
antara lain terlihat ketika dilakukan pengawasan pelaksanaan UU di daerah tertentu. Beberapa
Pemerintah Daerah baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota acap kali memandang sebelah
mata terhadap proses pengawasan yang hendak dilakukan oleh PAH langsung di lapangan sehingga
dukungan dari Pemerintah Daerah tertentu tidak maksimal. Kendala khusus yang bersifat internal
bisa disebabkan oleh keterbatasan staf pendukung lain seperti kebutuhan staf ahli dalam rangka
mendukung setiap kiner a pengawasan yang dilakukan PAH II

D. Kendala Harmonisasi Hubungan Antara DPR dan DPD RI Dalam Usaha membangun
Parlemen yang Sehat di Indonesia

Derajat penerimaan DPD RI sebagai lembaga politik baru amat jauh dari harapan yang seharusnya
diterimanya. Hasil kajian Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR yang disampaikan oleh Wakil
Ketua DPR RI Soetardjo Soerjogoeritno melalui Surat Nomor: KD.02/6439/ DPR RI/2005, yang
dikirimkan kepada Pimpinan DPD RI secara tegas menyebutkan bahwa "menghindari keikutsertaan
DPD dalam forum-forum parlemen internasional karma dianggap tidak relevan dengan bidang
tugas dan kewenangannya, dan DPD bukan lembaga Parlemen, bukan pula badan legislasi. " Hasil
kajian BKSAP DPR tersebut secara nyata telah menggodam DPD RI secara kelembagaan dan
bertentangan dengan semangat harmonisasi hubungan sesama lembaga perwakilan. Selain itu bisa
jadi DPD Ri sebagai lembaga baru belum optimal mengadakan pendekatan dengan DPR RI.

E. Wajah DPD RI Pasca Putusan Mahkamah Agung

MK mengabulkan sebagian gugatan judicial review DPD Ri terkait dengan ditiadakannya syarat domisili

59
serta syarat tidak menjadi pengurus partai bagi calon Anggota DPD RI dalam UU no 10 tahun 2008 tentang
Pemilu DPR, DPD dan DPRD. MK beranggapan bahwa ketiadaan syarat domisili dalam UndangUndang
Pemilu bertentangan dengan konstitusi. Sedangkan ketiadaan syarat tidak menjadi pengurus partai
dianggap sesuai dengan konstitusi. Dengan begitu, peluang pengurus dan anggota partai politik untuk
mengikuti pencalonan Anggota DPD RI pada Pemilu 2009 semakin terbuka lebar sepanjang yang
bersangkutan berdomisili di provinsi yang hendak diwakili. (Kompas, Rabu, 2 Juli 2008).

Pasca putusan MK tersebut, beberapa kalangan menilai bahwa ke depan DPD RI akan sedikit berubah
sebab DPD RI bisa diisi oleh orang-orang yang notabene aktivis sekaligus tokoh-tokoh dari partai politik.
Keberadaan orang-orang partai politik tersebut di DPD RI sedikit banyak akan menggenjot popularitas
serta pamor DPD RI di mass mendatang. Sebaliknya, tak sedikit pula yang khawatir dengan keberadaan
orang-orang parpol di lembaga baru tersebut. Hal tersebut dapat dimaklumi sebab keberadaan wakil-
wakil parpol itu akan mendistorsi prinsip perwakilan daerah yang menjadi esensi dari keberadaan
DPD RI.

VI. REKOMENDASI ( UMPAN BALIK )

A. Mengubah Paradigma Keberadaan DPD-RI : Dari ZSebatas Ada Menuju Ada dengan
Kesejatian

Untuk terciptanya Kesejatian DPD RI perlu dilakukan langkah – langkah strategis :


a. Membekali DPD RI dengan kewenangan legislasi yang efektif.
Merujuk pada terminologi legislative maka salah satu tugas terpenting dari parlemen adalah
membuat UU. Maka jika DPD RI disebut sebagai parlemen, selayaknya tugas penting membuat UU
itu menjadi salah satu kerja inti DPD RI. Untuk itulah ke depan, DPD RI harus diposisikan sebagai
salah satu bagian dalam Badan Kekuasaan Legislatif yang berhak dan berwenang merancang,
membahas, dan mengesahkan suatu rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan
kepentingan dan aspirasi yang bersifat kedaerahan dengan memperhatikan penolakan dari DPR atau
Presiden. Terhadap RUU yang diajukan Pemerintah dan DPR, DPD RI juga berhak dan berwenang
menolak rancangan dan usul amandemen atas suatu Undang-Undang dan Rancangan Undang-
Undang tertentu.

Untuk itu sejak akhir tahun 2006 Kelompok DPD di MPR telah mengupayakan pemberdayaan DPD –
RI melalui Proses Amandemen UUD 1945, namun pada kenyataannyab gagal karena pada batas akhir
penyampaian dukungan 31 July 2007, dengan ditariknya dukungan 9 orang fraksi PAN, dukungan
tidak meemnugi kuorum dengan hanya 216 orang. Namun demikian perjuangan menuju amandemen
UUD 45 tetap dilanjutkan, terutama dengan melakukan lobi lobi politik dengan DPR sebagai mitra
strategis DPD RI. Selain itu harus dilakukan perubahan UU Susduk sebagai awal perbaikan menuju

60
lembaga parlemen yang efektif.

b. Rekomendasi Pola Hubungan dan distribusi kewenangan lembaga Parlemen antara


DPD RI dan DPR

Paling tidak ada tiga hal penting yang semestinya harus ditentukan untuk dijadikan ukuran suatu
konstitusi yang ideal.
1. Jaminan ditegakkannya prinsip pembatasan kekuasaan yang disertai perincian kekuasaan yang
dimiliki penyelenggara Negara. secara konsisten dan proporsional.
2. Terakomodirnya demokratis dalam konstitusi dan praktik keparlemenan .
3. Orientasi akhir pembatasan kekuasaan tersebut haruslah pada terwujudnya kesejahteraan bersama
serta terjaminnya konstitusional warga negara.
Dengan begitu maka keseimbangan dan harmonisasisehat antara DPD RI dan DPR secara otomatis dapat
secara nyata dan bertanggung jawab.

c. Memperkuat dan Meningkatkan Pamor DPD RI


Dalam rangka memperkuat pamor dan popularitas DPD RI itu perlu dilakukan langkah-langkah
sistematis. Langkah-langkah itu dapat dilakukan dengan memaksimalkan kekuatan opini, kualitas
argumentasi di ranch publik lewat media. Sebab medialah yang menjadi corong penting yang akan
menjembatani komunikasi antara DPD RI dengan pihak luar termasuk konstituennya sendiri.
P en g u at an p am o r dan po pu l ar it a s DPD RI b is a juga dimaksimalkan dengan
memberdayakan potensi anggota-anggota yang secara individual memiliki kelebihan pengalaman
berpolitik, tingkat pendidikan dan komitmen kelembagaan. Potensi-potensi individual tersebut
kemudian akan menjadi kekuatan besar bila dibarengi dengan semangat kolektifitas kelembagaan
yang akan mempersatukan semua anggota dalam satu suara bersama.

d. Mengefektifkan koordinasi DPD RI dengan Pemerintah Daerah


Memantapkan kesepakatan antara DPD Ri dan Gubernur serta DPRD yang pernah dibuat tahun
2005 dalam sebuah lokakarya nasional. Agar aspirasi kedaerahan DPD dapat diintegrasikan dengan
perjuangan DPD RI di tingakt internal parlemen.

Rekomendasi Khusus
Belum efektifnya advokasi politik DPD RI bis ajadi disebabkan karena adanya keraguan soal tingkat

sesnse of crisis anggota DPD RI sendiri. Berangkat dari problematika tersebut maka perlu
disusun langkah-langkah sistematis dalam rangka mengefektifkan peran advokasi politik
DPD RI. Langkah tersebut antara lain melakukan pendekatan dengan media-media cetak,
media elektronik nasional dan daerah untuk lebih massive mempublikasikan setiap gebrakan-

61
gebrakan anggota DPD RI dalam melakukan pembelaan-pembelaan kepentingan masyarakat.
Publikasi itu menjadi penting maknanya mengingat kebutuhan DPD RI secara kelembagaan
untuk meraih dukungan publik ditingkat daerah dan nasional.
Perlu pengaturan dan konsepsi khusus yang mengatur bagaimana aspirasi daerah yang berbeda
disatukan dalam kebulatan sikap lembaga untuk diperjuangkan di parlemen. Di samping itu,
ketidakjelasan hubungan struktural antara DPD RI dengan Pemda perlu juga dipikirkan
rumusannya untuk di atur dalam peraturan perundang-undangan.

Dalam hal proses penyusunan dan pengajuan RUU inisiatif DPD RI, maka dapat direkomendasikan
beberapa poin berikut. Pertama, meningkatkan sosialisasi tentang mekanisme dan proses penyusunan
Undang-Undang kepada masyarakat. Kedua, membuka peluang partisipasi publik secara lugs dalam
proses penyusunan UndangUndang yang berkaitan dengan bidang kerja PAH 11. Ketiga, pentingnya
perumusan format mekanisme, bentuk, dan tats cara penyerapan/penyaluran aspirasi masyarakat agar
aspirasi yang hendak disalurkan lewat RUU dapat tercapai. Keempat, perlunya peningkatan kualitas clan
profesionalisme staf pendukung misalnya pemberdayaan staf ahli secara lebih professional.

Peningkatan kualitas sumber daya kesekretariatan sesungguhnya meliputi sumber daya manusia dalam
kesekretariatan PAH itu sendiri dan sumber daya perangkat pendukung kesekretariatan yang perlu
terus ditingkatkan

VII. DAFTAR PUSTAKA

1. Maulana, Agus, DR, MSM, Slide Presentasi Bahan Kuliah Manajemen Strategik Sektor Publik
( Identifikasi Mandat )
2. DPD-RI, 2008. Kerja Politik Untuk Kesejahteraan Masyarakat dan Daerah – Rencana Kerja
Strategis Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia 2004 – 2009.
3. Rangkuti, Freddy, Oktober 1997. Analisis SWOT : Teknis Membedah Kasus Bisnis. Jakarta,
PT. Gramedia Pustaka Utama.
4. Sekretariat Jendral DPD – RI, Agustus 2008. Hasil – Hasil pelaksanaan Tugas
Konstitusional Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia.
5. Sekretariat Jendral DPD – RI, Desember 2006. Sekilas Mengenal dan Memahami Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia.
6. Sekretariat Jendral DPD – RI, 2008. Jejak Langkah PAH II – Jalan Panjang Menyuarakan
Aspirasi Daerah.
7. Kelompok DPD di MPR RI, Pebruari 2006, Untuk apa DPD RI.

62
8. Kelompok DPD di MPR RI, Desember 2006, Bikameral Bukan Federal.
9. Kelompok DPD di MPR RI , Pebruari 2009. Jalan Berliku Amandemen Komprehensif.
10. Kelompok DPD di MPR RI, Agustus 2007, Dinamika Politik Amandemen.

63

You might also like