You are on page 1of 10

Tugas Individu Mata Kuliah Farmakoterapi II

DIABETES MELLITUS

OLEH : NAMA NIM Kelas : RUDIARFIANSYAH : N111 10 261 :A

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

DIABETES MELLITUS

Pendahuluan Diabetes mellitus (DM) adalah suatu kelainan metabolik dimana ditemukan ketidakmampuan proses metabolisme tubuh untuk

mengoksidasi karbohidrat, akibat gangguan pada mekanisme insulin, hiperglikemia, poliuria, kelemahan dan lain-lain. Epidemiologi Ciri khas DM tipe 1 adalah penyakit autoimun berkembang di masa kanak-kanak atau dewasa. Sementara DM tipe 2 merupakan jenis penyakit yang disebabkan karena ketidakmampuan hormon insulin untuk menjalankan fungsinya secara normal. Beberapa faktor risiko untuk pengembangan DM tipe 2 telah diidentifikasi, termasuk riwayat keluarga (yaitu, orang tua atau saudara kandung dengan diabetes), obesitas, aktivitas fisik kebiasaan, ras atau etnis, hipertensi dan kolesterol. Klasifikasi Sebagian besar pasien diabetes diklasifikasikan ke dalam salah satu dari dua kategori berikut, yaitu : 1. DM tipe 1, yang disebabkan oleh defisiensi insulin absolut 2. DM tipe 2, yang disebabkan karena adanya resistensi insulin dengan memenuhi kompensasi peningkatan sekresi insulin. 3. DM gestasional, yaitu DM yang terjadi pada wanita karena stres kehamilan.

4. Tipe khusus dari DM, yaitu Dm yang terjadi akibat kelainan fungsi genetik dari sel yang ditandai oleh gangguan sekresi insulin dengan resistensi insulin yang minimal ataupun tidak ada. Biasanya pasien menunjukkan hiperglikemia ringan pada usia dini. DM tipe lain juga bisa terjadi sebagai akibat dari mengkonsumsi obatobatan tertentu, juga bisa terjadi sebagai akibat dari sindrom tertentu seperti Sindrom Anti-Insulin, Sindrom Down, Sindrom Klinefelter, Sindrom Wolfram, dan lain-lain. Skrining 1. Diabetes Mellitus Tipe I Prevalensi terjadinya DM tipe 1 masih rendah dalam populasi umum karena gejala akut yang banyak bersifat individual sehingga skrining untuk DM tipe 1 tidak dianjurkan. 2. Diabetes Mellitus Tipe II Berdasarkan pendapat para ahli, gejala DM tipe 2 orang mulai terjadi pada usia 45 tahun setiap 3 tahun sehingga dianjurkan tes skrining glukosa darah puasa (GDP). Uji glukosa darah 2 jam setelah makan (GD2PP) juga dapat dilakukan sebagai alternatif atau pelengkap di samping GDP. 3. Diabetes Mellitus Gestasional (DMG) Diabetes Mellitus Gestasional berisiko tinggi terjadi pada wanita yang memiliki riwayat keluarga DMG positif, yang menderita obesitas, atau

anggota kelompok dari etnis yang memiliki risiko tinggi terjadinya DMG. Patogenesis 1. Diabetes Mellitus Tipe I Ada empat hal utama yang harus diperhatikan yaitu dalam patogenesis DM tipe 1, yaitu : a. Masa pra-klinis yang panjang ditandai oleh adanya kekebalan tubuh ketika diperkirakan terjadi kerusakan sel b. Hiperglikemia, yaitu ketika kadar glukosa mencapai 80% - 90% sebagai akibat dari kerusakan sel-sel c. Transien remisi d. Ditetapkan penyakit-penyakit dengan risiko yang terkait sebagai komplikasi dari DM bahkan kematian 2. Diabetes Mellitus Tipe II Aksi insulin yang normal dalam keadaan puasa sebesar 75% dari total pembuangan glukosa tubuh. Dalam keadaan puasa sekitar 85% produksi glukosa berasal dari hati, dan sisanya jumlah glukosa diproduksi sebagai aktivitas glukagon yang diproduksi oleh pankreas sel , disekresikan dalam keadaan puasa untuk menentang tindakan insulin dan merangsang produksi glukosa hepatik.

Pengobatan DM 1. Hasil yang Diinginkan Tujuan dari pengobatan DM adalah untuk mengurangi resiko terjadinya kelainan mikrovaskuler dan komplikasi penyakit

makrovaskuler, untuk memperbaiki gejala, untuk mengurangi angka kematian, dan meningkatkan kualitas hidup. Untuk mengurangi faktor risiko kardiovaskular, hal-hal seperti berhenti merokok, pengobatan dislipidemia, kontrol tekanan darah secara intensif, dan terapi antiplatelet juga harus diperhatikan. 2. Pendekatan Umum untuk Perawatan Perawatan membutuhkan pengaturan yang baik untuk pengontrolan kadar glikemia, tekanan darah, dan kadar lipid, pemantauan rutin untuk komplikasi, diet dan modifikasi latihan, obat-obatan, memantau kadar gula darah sendiri, dan penilaian laboratorium untuk mengontrol parameter tersebut. 3. Monitoring Komplikasi Pengujian kemungkinan terjadinya penyakit-penyakit komplikasi dapat dilakukan setiap 2 sampai 3 tahun yang dapat diimplementasikan atas saran dari seorang spesialis perawatan mata (contoh). Pemeriksaan tekanan darah yang dapat dilakukan pada setiap kunjungan, juga tes urin untuk pemeriksaan kadar mikroalbumin.

4. Self-Monitoring Kadar Gula Darah Self-Monitoring Kadar Gula Darah sering diperlukan untuk mencapai konsentrasi gula darah mendekati kadar gula darah normal dan untuk menilai hipoglikemia, terutama pada pasien dengan DM tipe 1. Semakin intens regimen farmakologis, maka semakin intens SelfMonitoring Kadar Gula Darah yang diperlukan (4 kali atau lebih sehari pada pasien dengan suntikan insulin atau terapi insulin lain yang berupa pompa). Frekuensi monitoring pada DM tipe 2 juga harus cukup untuk memfasilitasi tujuan pencapaian glukosa. Terapi Non Farmakologi 1. Diet Bagi individu dengan DM tipe 1, terpai non farmakologi yang dapat dilakukan berupa pengaturan pemberian insulin dengan diet seimbang untuk mencapai dan mempertahankan berat badan yang sehat. Makanan yang seimbang, rendah karbohidrat dan rendah lemak jenuh juga dapat dijadikan sebagai solusi. 2. Aktivitas Latihan aerobik untuk mengurangi faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskular, memberikan kontribusi untuk penurunan berat badan atau pemeliharaan, dan meningkatkan kesejahteraan.

Terapi Farmakologi 1. Insulin Farmakologi Insulin adalah hormon anabolik dan antikatabolik. Berperan utama dalam metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak. Selain itu, insulin dapat dicirikan sebagai analog, yang didefinisikan sebagai insulin yang memiliki asam amino dalam molekul insulin dimodifikasi untuk mendapatkan keuntunga fisikokimia dan farmakokinetik tertentu. Farmakokinetik Depot penyerapan insulin dari injeksi subkutan tergantung pada beberapa faktor, termasuk sumber insulin, konsentrasi insulin, persiapan aditif terhadap insulin (misalnya, zink, protamin, dll), aliran darah ke daerah tempat injeksi yang penyerapannya dapat

ditingkatkan dengan menggosok daerah injeksi, peningkatan suhu kulit, dan olahraga di otot dekat tempat suntikan, dan tempat suntikan. Dosis Pada DM tipe 1, rata-rata kebutuhan insulin harian adalah 0,5-0,6 unit/kg, dengan kadar sekitar 50%. Pada DM tipe 2 dosis tinggi diperlukan bagi mereka pasien dengan resistensi insulin yang signifikan.

2. Sulfonilurea Farmakologi Mekanisme utama aksi dari sulfonilurea adalah berikatan dengan reseptor spesifik dari sel pankreas yang selanjutnya dapat memberikan efek berupa peningkatan sekresi hormon insulin. Klasifikasi Sulfonilurea diklasifikasikan menjadi dua, yaitu sulfonilurea generasi pertama dan generasi kedua. Klasifikasi didasarkan pada perbedaan potensi relatif, yang meliputi efek samping, dan kemampuan untuk berikatan dengan protein serum. Contoh obat sulfonilurea generasi pertama, seperti asetoheksamid, klorpropamid, tolazamid, dan

tolbutamid. Sementara generasi kedua seperti glimepirid, glipizid, dan gliburid. Farmakokinetik Semua obat golongan sulfoniurea dimetabolisme di hati oleh enzim sitokrom P450 2C9, beberapa akan menjadi aktif dan ada juga yang menjadi metabolit tidak aktif. Waktu paruh dari sulfonilurea

berhubugan langsung dengan risiko terjadinya hipoglikemia. Efek Samping Efek samping yang paling umum dari sulfonilurea adalah hipoglikemia. Dosis Dosis harus dititrasi setiap 1 sampai 2 minggu (menggunakan interval lebih lama dengan klorpropamid) untuk mencapai tujuan glikemik.

3. Biguanid Farmakologi Metformin merupakan satu-satunya contoh obat dari golongan biguanid. Metformin meningkatkan sensitivitas insulin, baik hati maupun jaringan perifer seperti otot. Hal ini memungkinkan untuk absorpsi peningkatan glukosa ke dalam jaringan sensitif terhadap insulin. Mekanisme kerja yang pasti dari metformin sementara terus diinvestigasi, seperti melalui pengaktifan adenosin-5-monofosfat pada aktivitas protein kinase, peingkatan aktivitas protein kinase, dan aktivitas dari GLUT-4. Farmakokinetik Metformin menunjukkan bioavailabilitas oral sebesar 50-60% dan kelarutan dalam lemak yang rendah. Metformin tidak dimetabolisme dan tidak terikat dengan protein plasma. Metformin diekskresi melalui ginjal melalui proses filtrasi glomerulus. Komplikasi Makrovaskuler Metformin mengurangi komplikasi makrovaskuler pada subjek

obesitas. Metformin secara signifikan mengurangi angka kematian semua penyebab dan risiko stroke. Metformin juga mengurangi kematian terkait diabetes dan infark miokard. Efek Samping Efek samping yang biasa terjadi adalah sakit perut, diare, anoreksia, dan perut kenyang.

Dosis Metformin dapat diberikan sebanayak dua kali sehari 500 mg dengan makanan berat untuk meminimalkan efek samping GI. Metformin dapat ditingkatkan dengan 500 mg/minggu hingga tujuan glikemik, atau 2.000 mg/hari. 4. Tiazolidindion Farmakologi Pioglitazon dan rosiglitazon merupakan contoh obat golongan tiazolidindion. Tiazolidindion bekerja dengan berikatan dengan

aktivator reseptor peroksisom, yang terletak pada sel lemak dan sel vaskuler. Tiazolidindion meningkatkan sensitivitas insulin pada otot, hati, dan jaringan lemak secara tidak langsung. Farmakokinetik Pioglitazon dan rosiglitazon diserap dengan baik dengan maupun tanpa makanan. Dua-duanya terikat dengan protein albumin sebesar 99%. Pioglitazon dimetabolisme oleh CYP2C8 dan sedikit oleh CYP3A$. Sementara rosiglitazon dimetabolisme oleh CYP2C8 da sedikit oleh CYP2C9. Waktu paruh dari keduanya sebesar 3-7 jam. Keduanya juga memiliki durasi aksi antihiperglikemik lebih dari 24 jam. Dosis Dosis awal dari pioglitazon adalah 1 x sehari 15-30 mg dan rosiglitazon sebesar 1 x sehari 2-4 mg. Dosis dapat ditingkatkan perlahan-lahan didasarkan pada tujuan terapi dan efek samping.

You might also like