You are on page 1of 38

Referat dan Presentasi Kasus

CONGESTIVE HEART FAILURE


Diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Bagian / SMF Ilmu Kedokteran Keluarga (Family Medicine) Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

Disusun Oleh :

Evi Syahrinawati 0707101010074

BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN KELUARGA ( FAMILY MEDICINE) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH 2013

KATA PENGANTAR

Puji Dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul CONGESTIVE HEART FAILURE yang akan diajukan penulis untuk melengkapi tugas-tugas dalam menjalankan kepaniteraan klinik senior (KKS) di bagian Kedokteran Keluarga (Family Medicine). Shalawat beserta salam marilah selalu kita sanjung sajikan kepada baginda nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam yang penuh dengan kegelapan kea lam yang terang benderang seperti saat ini. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pembimbing penulis yang telah memberikan waktu dan kesempatannya untuk membimbing dalam proses penulisan hingga

mempresentasikan kasus ini, sehingga dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian presentasi kasus ini. Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan itu, penulis mengaharapkan kritik dan saran demi perbaikan presentasi kasus ini. Semoga presentasi kasus ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Banda Aceh, Februari 2013

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

Gagal jantung atau Heart failure adalah Sindrom klinis yang terjadi pada pasien karena didapatkan suatu kelainan struktur atau fungsi jantung, sehingga menimbulkan gejala klinis (dispnea, kelelahan, edema & lainnya) yang mengakibatkan pasien sering rawat inap, kualitas hidup yang buruk, dan harapan hidup pendek.(2) Keadaan ini dapat timbul dengan atau tanpa penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian preload dan afterload. Keadaan ini dapat menyebabkan kematian pada pasien.(1) Gagal jantung dan respon kompensatoriknya mengakibatkan kelainan pada tiga penentu utama dari fungsi miokardium, yaitu beban awal (preload), kontraktilitas, dan beban akhir (afterload):(2) a. Beban awal (preload) Beban awal adalah derajat peregangan serabut miokardium pada akhir pengisian ventrikel atau diastolik. Meningkatnya beban awal sampai titik tertentu memperbanyak tumpang tindih antara filamen-filamen aktin dan miosin , sehingga kekuatan kontraksi dan curah jantung meningkat. Hubungan ini dinyatakan dengan Hukum Starling, yaitu peregangan serabut-serabut miokardium selama diastole akan meningkatkan kekuatan kontraksi pada sistole. Beban awal dapat meningkat dengan bertambahnya volume diastolik ventrikel, misalnya karena retensi cairan, sedangkan penurunan beban awal dapat terjadi pada diuresis. Secara fisiologis, peningkatan volume akan meningkatkan tekanan pada akhir diastole untuk menghasilkan perbaikan pada fungsi ventrikel dan curah jantung, namun pada ventrikel yang gagal, penambahan volume ventrikel tidak selalu disertai perbaikan fungsi ventrikel. Peningkatan tekanan yang berlebihan dapat mengakibatkan bendungan paru atau sistemik, edema akibat transudasi cairan, dan mengurangi peningkatan lebih lanjut dari volume dan tekanan. Perubahan dalam volume intrakardial dan perubahan akhir pada tekanan bergantung pada kelenturan daya regang ruang-ruang jantung. Ruang jantung

yang sangat besar, daya regangnya dapat menampung perubahan volume yang relatif besar tanpa peningkatan tekanan yang bermakna. Sebaliknya, pada ruang ventrikel yang gagal dan kurang lentur, penambahan volume yang kecil dapat mengakibatkan peningkatan tekanan yang bermakna dan dapat berlanjut menjadi pembendungan dan edem. b. Kontraktilitas Kontraktilitas menunjukkan perubahan-perubahan dalam kekuatan

kontraksi atau keadaan inotropik yang terjadi bukan karena perubahan-perubahan dalam panjang serabut. Pemberian obat-obat inotropik positif seperti katekolamin atau digoksin, akan meningkatkan kontraktilitas, sedangkan hipoksia dan asidosis akan menekan kontraktilitas. Pada gagal jantung terjadi depresi dari kontraktilitas miokardium. c. Beban akhir (afterload) Beban akhir adalah besarnya tegangan dinding ventrikel yang harus dicapai untuk mengejeksikan darah sewaktu sistolik. Menurut Hukum Laplace, ada tiga variabel yang mempengaruhi tegangan dinding yaitu ukuran atau radius intraventrikel, tekanan sistolik ventrikel dan tebal dinding. Vasokonstriksi arteri yang meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel dapat meningkatkan tekanan sistolik ventrikel, sedangkan retensi cairan dapat meningkatkan radius intraventrikel. Pemberian vasodilator dan hipertrofi ventrikel sebagai konsekuensi lain dari gagal jantung dapat mengurangi beban akhir. Dahulu gagal jantung dianggap merupakan akibat dari berkurangnya kontraktilitas dan daya pompa jantung, sehingga diperlukan inotropik untuk meningkatkan kontraktilitas, dan diuretik serta vasodilator untuk mengurangi beban jantung. Sekarang gagal jantung dianggap sebagai remodeling progresif akibat beban atau penyakit pada miokard sehingga pencegahan progresivitas dengan penghambat neurohumoral (neurohumoral blocker) seperti ACE-inhibitor, angiotensin reseptor blocker dan beta-blocker diutamakan disamping obat konvensional (diuretik dan digitalis), ditambah dengan terapi yang muncul belakangan ini seperti bedah rekonstruksi ventrikel kiri (LV reconstruction surgery) dan mioplasti.

Meningkatnya harapan hidup disertai makin tingginya angka yang selamat dari serangan infark jantung akut akibat kemajuan pengobatan dan

penatalaksanaannya, mengakibatkan semakin banyak orang yang hidup dalam keadaan disfungsi ventrikel kiri, yang selanjutnya masuk ke dalam gagal jantung kronis, dan semakin banyak yang dirawat akibat gagal jantung kronis.

BAB II ILUSTRASI KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN Nama Umur : Ny. S : 54 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan Alamat No. CM : swasta : Mibo : 02/133/13 : 20 Februari 2013

Tanggal Periksa

2.2 ANAMNESIS a. Keluhan Utama : Sesak nafas : Badan terasa lemas

b. Keluhan Tambahan

c. Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang dengan keluhan sesak nafas, sesak nafas ini sudah dirasakan sejak 6 tahun yang lalu dan sifatnya hilang timbul namun memberat dalam 1 minggu ini. Sesak nafas ini dirasakan pasien saat beraktivitas ringan seperti berjalan ke kamar mandi, dan serangan sesak nafas ini juga dirasakan pasien memberat pada malam hari. Pasien mengeluhkan tidak bisa tidur terlentang, sehingga lebih nyaman tidur memakai 2 -3 bantal atau tidur dengan posisi

setengah duduk. Pasien juga mengeluhkan kedua kakinya sering bengkak sehingga membuat pasien sulit untuk berjalan. Keluhan nyeri dada (-), mual (+), nafsu makan menurun . Sebelumnya pasien pernah dirawat beberapa kali dengan keluhan yang sama. Terakhir di rawat 3 bulan yang lalu. d. Riwayat Penyakit Dahulu Hipertensi sejak 10 tahun yang lalu Diabetes mellitus disangkal

e. Riwayat Penyakit Keluarga Ayah pasien menderita hipertensi f. Riwayat Pemakaian Obat Valsartan, digoxin g. Faktor Resiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi - Umur dan Jenis kelamin - Riwayat keluarga h. Faktor Resiko yang Dapat Dimodifikasi -Hipertensi + 10 tahun -Jarang berolahraga

2.3 PEMERIKSAAN FISIK Status Present Keadaan Umum Kesadaran Tekanan Darah Frekuensi Jantung Frekuensi Nafas Temperatur Status General Kulit Warna Turgor Ikterus Anemia Sianosis Oedema : Sawo matang : Kembali cepat : (-) : (-) : (-) : (+) pada kedua ekstremitas inferior : Sedang : Compos Mentis : 100/70 mmHg : 90 x/menit : 26 x/menit : 37,2 oC

Kepala Bentuk Rambut Mata : Kesan Normocephali : Berwarna hitam, sukar dicabut : Cekung (-),

refleks cahaya (+/+), sklera ikterik (-/-) Telinga Hidung : Sekret (-/-), perdarahan (-/-) : Sekret (-/-), perdarahan (-/-), NCH (-/-)

Mulut Bibir Gigi geligi Lidah Mukosa Tenggorokan Faring : Pucat (-), Sianosis (-) : Karies (-) : Beslag (-), Tremor (-) : Basah (+) : Tonsil dalam batas normal : Hiperemis (-)

Leher Bentuk Kel. Getah Bening Peningkatan TVJ : Kesan simetris : Kesan simetris, Pembesaran KGB (-) : (+) R+3cmH20

Thorax 1. Thoraks depan Inspeksi Bentuk dan Gerak Tipe pernafasan Retraksi : Kesan simetris : Abdomino-Thorakal : (-)

Palpasi Stem premitus Lap. Paru atas Lap. Paru tengah Lap.Paru bawah Perkusi Paru kanan Paru kiri Paru kanan Normal Normal Normal Paru kiri Normal Normal Normal

Lap. Paru atas Lap. Paru tengah Lap.Paru bawah Auskultasi Suara pokok Lap. Paru atas Lap.Paru tengah Lap.Paru bawah

Sonor Sonor Sonor

Sonor Sonor Sonor

Paru kanan Vesikuler Vesikuler Vesikuler

Paru kiri Vesikuler Vesikuler Vesikuler

Suara tambahan Lap. Paru atas Lap. Paru tengah Lap. Paru bawah

Paru kanan Rh(-) , Wh(-) Rh(-) , Wh(-) Rh(+) , Wh(-)

Paru kiri Rh(-) , Wh(-) Rh(-), Wh(-) Rh(+), Wh(-)

2. Thoraks Belakang Inspeksi Bentuk dan Gerak Tipe pernafasan Retraksi Palpasi Stem premitus Lap. Paru atas Lap. Parutengah Lap.Paru bawah Perkusi Paru kanan Lap. Paru atas Lap. Parutengah Lap.Paru bawah Auskultasi Suara pokok Paru kanan Paru kiri Sonor Sonor Sonor Paru kiri Sonor Sonor Sonor Paru kanan Normal Normal Normal Paru kiri Normal Normal Normal : Kesan simetris : Abdomino - Thorakal : (-)

10

Lap. Paru atas Lap.Paru tengah Lap.Paru bawah

Vesikuler Vesikuler Vesikuler

Vesikuler Vesikuler Vesikuler

Suara tambahan Lap. Paru atas Lap. Paru tengah Lap. Paru bawah

Paru kanan Rh(-) , Wh(-) Rh(-) , Wh(-) Rh(+) , Wh(-)

Paru kiri Rh(-),Wh(-) Rh(-), Wh(-) Rh(+), Wh(-)

Jantung Inspeksi Palpasi : Ictus cordis tidak terlihat : Ictus cordis teraba ICS V Linea

midclavicula sinistra 3 jari ke lateral Perkusi : Batas atas : ICS III sinistra Batas kanan : ICS IV Linea parasternal Dekstra Batas kiri : ICS V linea midclavicula sinistra 3 jari ke Auskultasi lateral

: BJ I > BJ II, irreguler, S3 (+), bising (-)

Abdomen Inspeksi Palpasi : Kesan simetris, distensi (-) : Distensi abdomen (-), Nyeri tekan (-), Lien tidak teraba, hepar teraba 3 jari bawah arcus costa Perkusi Auskultasi : Tympani usus (+), pekak hati (+), asites (-) : peristaltik usus (N) : Perempuan , kelainan kongenital (-) : tidak ada kelainan

Genetalia Anus Ekstremitas Ekstrimitas

Superior Kanan Kiri Kanan

Inferior Kiri

11

Sianotik Edema Ikterik Gerakan Tonus otot Sensibilitas Atrofi otot

Aktif Normotonus N -

Aktif Normotonus N -

+ Aktif Normotonus N -

Aktif Normotonus N -

RESUME Pasien datang dengan keluhan sesak nafas, sesak nafas ini sudah dirasakan sejak 6 tahun yang lalu dan sifatnya hilang timbul namun memberat dalam 1 minggu sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Sesak nafas ini dirasakan pasien saat beraktivitas ringan seperti berjalan ke kamar mandi, dan serangan sesak nafas ini juga dirasakan pasien

memberat pada malam hari. Pasien mengeluhkan tidak bisa tidur terlentang karena bisa sesak hebat, sehingga lebih nyaman tidur memakai 2 -3 bantal atau tidur dengan posisi setengah duduk. Pasien juga mengeluhkan kedua kakinya sering bengkak sehingga membuat pasien sulit untuk berjalan. Keluhan nyeri dada (-), mual (+), nafsu makan menurun . Sebelumnya pasien pernah dirawat beberapa kali dengan keluhan yang sama. Terakhir di rawat 3 bulan yang lalu. Pasien telah menderita hipertensi sejak 10 tahun yang lalu, dan Ayah pasien juga menderita penyakit yang sama seperti pasien. Dari pemeriksaan vital sign didapatkan keadaan Umum: sedang, Kesadaran: CM, TD: 100/70 mmHg, HR: 90x/ menit, RR: 26x/menit, T: 37,2 0C.

2.4 DIAGNOSA SEMENTARA CHF ec. HHD + Atrium Fibrilasi - Hari pertama setelah gejala - NYHA - ACC/AHA :3 : Stadium C

12

- Killip - stevenson - RF

: II : Kelas IV : Hipertensi

2.4 PENATALAKSAAN Rujuk ke RS Meuraxa

2.5 PROGNOSIS Quo ad Vitam Quo ad Functionam : Dubia ad Bonam : Dubia ad Malam

Quo ad Sanactionam : dubia ad Malam

13

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Anatomi Jantung (2) Sistem kardiovaskuler merupakan sistem yang memberi fasilitas proses pengangkutan berbagai substansi dari dan ke sel-sel tubuh. Sistem ini terdiri dari organ penggerak yang disebut jantung dan sistem saluran yang terdiri dari arteri yang mengalirkan darah dari jantung, dan vena yang mengalirkan darah menuju jantung. Jantung manusia merupakan jantung berongga yang memiliki 2 atrium dan 2 ventrikel. Jantung merupakan organ berotot yang mampu mendorong darah ke berbagai bagian tubuh. Jantung manusia berbentuk seperti kerucut dan berukuran sebesar kepalan tangan, terletak di rongga dada sebalah kiri. Jantung dibungkus oleh suatu selaput yang disebut perikardium. Jantung bertanggung jawab untuk mempertahankan aliran darah dengan bantuan sejumlah klep yang melengkapinya. Untuk mejamin kelangsungan sirkulasi, jantung berkontraksi secara periodik. Otot jantung berkontraksi terus menerus tanpa mengalami kelelahan. Kontraksi jantung manusia merupakan kontraksi miogenik, yaitu kontaksi yang diawali kekuatan rangsang dari otot jantung itu sendiri dan bukan dari saraf. Terdapat beberapa bagian jantung (secara anatomis) akan kita bahas dalam referat ini, diantaranya yaitu : a. Bentuk dan ukuran jantung Jantung merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskuler. Jantung dibentuk oleh organ-organ muskular, apex, basis cordis, atrium kanan dan kiri, serta ventrikel kanan dan kiri. Ukuran jantung panjangnya kira-kira 12 cm, lebar 8-9 cm serta tebal kira-kira 6 cm. Berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200 sampai 425 gram dan sedikit lebih besar dari kepalan tangan. Setiap harinya jantung berdetak 100.000 kali dan dalam masa periode itu jantung memompa 2000 galon darah atau setara dengan 7.571 liter darah. Posisi jantung terletak di antara kedua paru dan berada di tengah tengah dada, bertumpu pada diafragma thoracis dan berada kira-kira 5 cm diatas processus xiphoideus. Pada tepi kanan cranial jantung berada pada tepi cranialis pars

14

cartilaginis costa III dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Pada tepi kanan caudal jantung berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa VI dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Tepi kiri cranial jantung berada pada tepi caudal pars cartilaginis costa II sinistra di tepi lateral sternum, tepi kiri caudal berada pada ruang intercostalis 5, kira-kira 9 cm di kiri linea medioclavicularis. Selaput yang membungkus jantung disebut perikardium dimana terdiri antara lapisan fibrosa dan serosa. Dalam cavum pericardium ini berisi 50 cc cairan yang berfungsi sebagai pelumas agar tidak ada gesekan antara perikardium dan epikardium. Epikardium adalah lapisan paling luar dari jantung, lapisan berikutnya adalah lapisan miokardium dimana lapisan ini adalah lapisan yang paling tebal. Lapisan terakhir adalah lapisan endokardium. b. Ruang dalam jantung Ada 4 ruangan dalam jantung yaitu 2 atrium dan 2 ventrikel. Kedua atrium merupakan ruang dengan dinding otot yang tipis karena rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium. Sebaliknya ventrikel mempunyai dinding otot yang tebal terutama ventrikel kiri yang mempunyai lapisan tiga kali lebih tebal dari ventrikel kanan. Kedua atrium dipisahkan oleh sekat antar atrium (septum interatriorum), sementara kedua ventrikel dipisahkan oleh sekat antar ventrikel (septum inter-ventrikulorum). Atrium dan ventrikel pada masingmasing sisi jantung berhubungan satu sama lain melalui suatu penghubung yang disebut orifisium atrioventrikuler. Orifisium ini dapat terbuka atau tertutup oleh suatu katup atrioventrikuler (katup AV). Katup AV sebelah kiri disebut katup bikuspid (katup mitral) sedangkan katup AV sebelah kanan disebut katup trikuspid. c. Katup-katup jantung Katup trikuspid

15

Katup trikuspid berada diantara atrium kanan dan ventrikel kanan. Bila katup ini terbuka, maka darah akan mengalir dari atrium kanan menuju ventrikel kanan. Katup trikuspid berfungsi mencegah kembalinya aliran darah menuju atrium kanan dengan cara menutup pada saat kontraksi ventrikel. Sesuai dengan namanya, katup trikuspid terdiri dari tiga daun katup Katup pulmonal

Setelah katup trikuspid tertutup, darah akan mengalir dari dalam ventrikel kanan melalui trunkus pulmonalis. Trunkus pulmonalis bercabang menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang akan berhubungan dengan jaringan paru kanan dan kiri. Pada pangkal trunkus pulmonalis terdapat katup pulmonalis yang terdiri dari 3 daun katup yang terbuka bila ventrikel kanan berkontraksi dan menutup bila ventrikel kanan relaksasi, sehingga memungkinkan darah mengalir dari ventrikel kanan menuju arteri pulmonalis. Katup bikuspid

Katup bikuspid atau katup mitral mengatur aliran darah dari atrium kiri menuju ventrikel kiri. Seperti katup trikuspid, katup bikuspid menutup pada saat kontraksi ventrikel. Katup bikuspid terdiri dari dua daun katup.

16

Katup aorta

Katup aorta terdiri dari tiga daun katup yang terdapat pada pangkal aorta. Katup ini akan membuka pada saat ventrikel kiri berkontraksi sehingga darah akan mengalir ke seluruh tubuh. Sebaliknya katup akan menutup pada saat ventrikel kiri relaksasi, sehingga mencegah darah masuk kembali kedalam ventrikel kiri. d. Komponen sistem induksi jantung 1. Sinoatrial 2. Atrioventrikular 3. RA, LA, RV, LV 4. Pace maker (pusat picu jantung)

Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke seluruh tubuh dimana pada saat memompa jantung otot-otot jantung (miokardium) yang bergerak. Untuk fungsi tersebut, otot jantung mempunyai kemampuan untuk menimbulkan rangsangan listrik. Aktifitas kontraksi jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh selalu didahului oleh aktifitas listrik. Aktifitas listrik ini dimulai pada nodus sinoatrial (nodus SA) yang terletak pada celah antara vena cava superior dan atrium kanan. Pada nodus SA mengawali gelombang depolarisasi secara spontan sehingga menyebabkan timbulnya potensial aksi yang disebarkan melalui sel-sel otot atrium, nodus atrioventrikuler (nodus AV), berkas His, serabut Purkinje, dan akhirnya ke seluruh otot ventrikel.

17

B.Fisiologi jantung (1) a. Sistem pengaturan jantung 1. Nodus sinoatrial (nodus SA) adalah suatu masa jaringan otot jantung khusus yang terletak di dinding posterior atrium kanan tepat di bawah pembukaan vena cava superior. Nodus SA mengatur frekuensi kontraksi irama, sehingga disebut pemacu jantung. 2. Nodus atrioventrikular (nodus AV) berfungsi untuk menunda impuls seperatusan detik, sampai ejeksi darah atrium selesai sebelum terjadi kontraksi ventricular. Berkas AV berfungsi membawa impuls di sepanjang septum interventrikular menuju ventrikel. 3. Serabut purkinje adalah serabut otot jantung khusus yang mampu menghantar impuls dengan kecepatan lima kali lipat kecepatan hantaran serabut otot jantung. b. Siklus jantung Siklus jantung mencakup periode dari akhir kontraksi (sistole) dan relaksasi (diastole) jantung sampai akhir sistole dan diastole berikutnya. Kontraksi jantung mengakibatkan perubahan tekanan dan volume darah dalam jantung dan pembuluh utama yang mengatur pembukaan dan penutupan katup jantung serta aliran darah yang melalui ruang-ruang dan masuk ke arteri. Peristiwa mekanik dalam siklus jantung : 1) Selama masa diastole (relaksasi) Tekanan dalam atrium dan ventrikel sama-sama rendah, tetapi tekanan atrium lebih besar dari tekanan ventrikel. Atrium secara pasif terus menerus menerima darah dari vena (vena cava superior dan inferior, vena pulmonar). Darah mengalir dari atrium menuju ventrikel melalui katup A-V yang terbuka. Tekanan ventrikular mulai meningkat saat ventrikel mengembang untuk menerima darah yang masuk. Katup semilunar aorta dan pulmonar menutup karena tekanan dalam pembuluh-pembuluh lebih besar daripada tekanan dalam ventrikel. Sekitar 70% pengisian ventrikular berlangsung sebelum sistole atrial.

18

2) Akhir diastole ventricular Nodus SA melepas impuls, atrium berkontraksi dan peningkatan tekanan dalam atrium mendorong tambahan darah sebanyak 30% ke dalam ventrikel. 3) Sistole ventrikular Aktivitas listrik menjalar ke ventrikel yang mulai

berkontraksi. Tekanan dalam ventrikel meningkat dengan cepat dan mendorong katup A-V untuk segera menutup. 4) Ejeksi darah ventrikular ke dalam arteri Tidak semua darah ventrikular dikeluarkan saat kontraksi. Volume sistolik akhir darah yang tersisa pada akhir sistole adalah sekitar 50 ml. Isi sekuncup (70 ml) adalah perbedaan volume diastole akhir (120 ml) dan volume sistole akhir (50 ml). 5) Diastole ventrikular Ventrikel berepolarisasi dan berhenti berkontraksi. Tekanan dalam ventrikel menurun tiba-tiba sampai di bawah tekanan aorta dan trunkus pulmonarius, sehingga katup semilunar menutup (bunyi jantung kedua). Adanya peningkatan tekanan aorta singkat akibat penutupan katup semilunar aorta. Ventrikel kembali menjadi rongga tertutup dalam periode relaksasi isovolumetrik karena katup masuk dan katup keluar menutup. Jika tekanan dalam ventrikel menurun tajam dari 100 mmHg sampai mendekati nol, jauh di bawah tekanan atrium, katup A-V membuka, dan siklus jantung dimulai kembali. c. Bunyi jantung Bunyi jantung secara tradisional digambarkan sebagai lup-dup dan dapat didengar melalui stetoskop. Lup mengacu pada saat katup A-V menutup dan dup mengacu pada saat katup semilunar menutup. Bunyi ketiga atau keempat disebabkan vibrasi yang terjadi pada dinding jantung saat darah mengalir dengan cepat ke dalam ventrikel, dan dapat didengar jika bunyi jantung diperkuat melalui mikrofon.

19

Murmur adalah kelainan bunyi jantung atau bunyi jantung tidak wajar yang berkaitan dengan turbulensi aliran darah. Bunyi ini muncul karena defek pada katup seperti penyempitan (stenosis) yang menghambat aliran darah ke depan, atau katup yang tidak sesuai yang memungkinkan aliran balik darah. d. Frekuensi jantung Frekuensi jantung normal berkisar antara 60 sampai 100 denyut per menit, dengan rata-rata denyutan 75 kali per menit. Dengan kecepatan seperti itu, siklus jantung berlangsung selama 0,8 detik: sistole 0,5 detik, dan diastole 0,3 detik. Takikardia adalah peningkatan frekuensi jantung sampai melebihi 100 denyut per menit. Bradikardia ditujukan untuk frekuensi jantung yang kurang dari 60 denyut per menit. e. Pengaturan frekuensi jantung 1) Impuls eferen (motorik) menjalar ke jantung melalui saraf simpatis dan parasimpatis susunan saraf otonom. Frekuensi jantung dalam kurun waktu tertentu ditentukan melalui keseimbangan impuls akselerator dan inhibitor dari saraf simpatis dan parasimpatis. Pusat refleks kardioakselerator adalah sekelompok neuron dalam medulla oblongata.Efek impuls neuron ini adalah untuk meningkatkan frekuensi jantung. Impuls ini menjalar melalui serabut simpatis dalam saraf jantung menuju jantung. Ujung serabut saraf mensekresi nerepineprin, yang meningkatkan frekuensi pengeluaran impuls dari nodus SA, mengurangi waktu hantaran melalui nodus A-V dan sistem Purkinje, dan meningkatkan eksitabilitas

keseluruhan jantung. Pusat refleks kardioinhibitor juga terdapat dalam medulla oblongata. Efek impuls dari neuron ini adalah untuk mengurangi frekuensi jantung. Impuls ini menjalar melalui serabut parasimpatis dalam saraf vagus. Ujung serabut saraf

20

mensekresi

asetilkolin,

yang

mengurangi

frekuensi

pengeluaran impuls dari nodus SA dan memperpanjang waktu hantaran melalui nodus V-A. 2) Impuls aferen (sensorik) yang menuju pusat kendali jantung berasal dari reseptor, yang terletak di berbagai bagian dalam sistem kardiovaskular. Prereseptor dalam arteri karotis dan aorta sensitif terhadap perubahan tekanan darah. (a) peningkatan tekanan darah akan mengakibatkan suatu refleks yang memperlambat frekuensi jantung. (b) penurunan tekanan darah akan mengakibatkan suatu refleks yang menstimulasi frekuensi jantung yang menjalar melalui pusat medular. Proreseptor dalam vena cava sensitif terhadap penurunan tekanan darah. Jika tekanan darah menurun, akan terjadi suatu refleks peningkatan frekuensi jantung untuk

mempertahankan tekanan darah. 3) Pengaruh lain pada frekuensi jantung Frekuensi jantung dipengaruhi oleh stimulasi pada hampir semua saraf pada kulit, seperti reseptor untuk nyeri, panas, dingin, dan sentuhan, atau oleh input emosional dari sistem saraf pusat. Fungsi jantung normal bergantung pada keseimbangan elektrolit seperti kalsium, kalium, dan natrium yang mempengaruhi frekuensi jantung jika kadarnya meningkat atau berkurang. f. Curah Jantung Curah jantung adalah volume darah yang dikeluarkan oleh kedua ventrikel per menit. Curah jantung terkadang disebut volume jantung per menit. Volumenya kurang lebih 5 L per menit pada laki-laki berukuran rata-rata dan kurang 20 % pada perempuan. Perhitungan curah jantung yaitu curah jantung = frekuensi jantung x isi sekuncup.

21

3.2 Congestive Heart Failure Gagal jantung adalah sindroma yang umum muncul dengan tingkat kejadian dan sebaran yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Hampir 5 juta orang di AS mengalami gagal jantung, dan hampir 500.000 kasus baru yang muncul tiap tahun.(2) Penyakit ini berkaitan dengan usia, 75% kasus mengenai orang dengan usia lebih dari 65 tahun. Tingkat kejadian gagal jantung meningkat 1% pada usia dibawah 60 tahun dan hampir 10% pada usia diatas 80 tahun. Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung. Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 3,7 perseribu penderita pertahun. Kejadian gagal jantung akan semakin meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya usia harapan hidup dan berkembangnya terapi penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan harapan hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung. Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0.4 2% dan meningkat pada usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Seperdua dari pasien gagal jantung akan meninggal dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan pada keadaan gagal jantung berat, lebih dari 50% akan meninggal dalam tahun pertama.(1) Prevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan makin meningkat. Oleh karena itu gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang utama. Setengah dari pasien yang terdiagnosis gagal jantung masih punya harapan hidup 5 tahun. Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42% wanita. A. Etiologi (1) Penyebab gagal jantung digolongkan menurut apakah gagal jantung tersebut menimbulkan gagal yang dominan sisi kiri atau dominan sisi kanan. Dominan sisi kiri: penyakit jantung iskemik, penyakit jantung hipertensif, penyakit katup aorta, penyakit katup mitral, miokarditis, kardiomiopati, amiloidosis jantung, keadaan curah tinggi (tirotoksikosis, anemia, fistula arteriovenosa). Dominan sisi kanan: gagal jantung kiri, penyakit paru kronis, stenosis katup pulmonal, penyakit katup

22

trikuspid, penyakit jantung kongenital (VSD, PDA), hipertensi pulmonal, emboli pulmonal masif. 1. Gangguan mekanis a. Peningkatan beban tekanan b. Peningkatan beban volume c. Hambatan pengisian ventrikel d. Retriksi endokardial atau miokardial e. Aneurisma ventrikular 2. Kelainan miokardial a. Primer b. Sekunder 3. Gangguan irama jantung Ventrikular standstill Ventrikular fibrilasi Takhikardi atau bradikardi Gangguan konduksi B. Klasifikasi (2) a. Gagal jantung sistolik dan diastolik Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan fisik, kemampuan aktivitas fisik menurun, dan gejala hipoperfusi lainnya. Sedangkan gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%. Kedua jenis ini tumpang tindih dan tidak dapat dibedakan dari pemeriksaan jasmani, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan doppler-ekokardiografi b. Gagal jantung high output dan low output Gagal jantung curah tinggi disebabkan oleh penurunan resistensi vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A-V, beri-beri dan pagets disease. Gagal jantung curah rendah ditemukan pada hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan katup, dan perikardium.

23

c. Gagal jantung kanan dan kiri Gagal jantung kiri terjadi akibat kelemahan ventrikel kiri, ventrikel kiri gagal untuk memompa darah, maka akan terbendung kemudian terjadi peningkatan tekanan di atrium kiri serta vena-vena di belakangnya (vena pulmonalis), menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea. Gagal jantung kanan terjadi bila terdapat kelainan yang melemahkan ventikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/ sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti pada vena-vena sistemik yang menyebabkan oedem perifer, hepatomegali dan distensi vena jugularis. d. Gagal jantung akut dan kronik Gagal jantung akut terjadi bila pasien yang secara awal sehat secara keseluruhannya, lalu mendadak mengalami penurunan curah jantung, terjadi penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer. Contohnya terjadi robekan daun katup secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma atau infark miokard luas. Gagal jantung akut biasanya adalah sistolik. Gagal jantung kronik secara khas diamati pada pasien dengan kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvuler yanhg berkembang secara lambat. Kongesti perifer sangat mencolok, tapi tekanan darah kadang masih terpelihara dengan baik. 4. Patofisiologi Pompa yang tidak adekuat dari jantung merupakan dasar terjadinya gagal jantung(4). Pompa yang lemah tidak dapat memenuhi keperluan terus-menerus dari tubuh akan oksigen dan zat nutrisi. Sebagai reaksi dari hal tersebut, awalnya dinding jantung merentang untuk menahan lebih banyak darah karena hal ini, maka otot jantung menebal untuk memompa lebih kuat. Sementara itu ginjal menyebabkan tubuh menahan cairan dan sodium. Ini menambah jumlah darah yang beredar melalui jantung dan pembuluh darah. Hal ini menyebabkan kenaikkan yang progresif pada tekanan pengisian sistemik rata-rata dimana tekanan atrium kanan meningkat sampai akhirnya jantung mengalami peregangan yang berlebihan atau menjadi sangat edema sehingga tidak mampu memompa darah yang sedang sekalipun. Tubuh kemudian mencoba untuk berkompensasi dengan melepaskan hormon yang membuat jantung bekerja lebih keras. Dengan

24

berlalunya waktu, mekanisme pengganti ini gagal dan gejala-gejala gagal jantung mulai timbul. Seperti gelang karet yang direntang berlebihan, maka kemampuan jantung untuk merentang dan mengerut kembali akan berkurang. Otot jantung menjadi terentang secara berlebihan dan tidak dapat memompa darah secara efisien. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir, atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel, sedangkan stenosis aorta dan hipertensi sistemik akan meningkatkan beban akhir. Kontraktilitas miokardium dapat menurun karena infark miokardium dan kardiomiopati. Selain dari ketiga mekanisme fisiologis tersebut, ada faktor-faktor fisiologis lain yang dapat juga mengakibatkan jantung gagal bekerja sebagai pompa, seperti stenosis katup atrioventrikularis dapat mengganggu pengisian ventrikel, perikarditis konstriktif dan tamponade jantung dapat mengganggu pengisian ventrikel dan ejeksi ventrikel, sehingga menyebabkan gagal jantung. Diperkirakan bahwa abnormalitas penghantaran kalsium di dalam sarkomer atau dalam sintesisnya atau fungsi dari protein kontraktil merupakan penyebab gangguan kontraktilitas miokardium yang dapat mengakibatkan gagal jantung. Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme primer terjadi yaitu(3): meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada awal perjalanan gagal jantung. Namun, dengan berlanjutnya gagal jantung kompensasi menjadi kurang efektif. Sekresi neurohormonal sebagai respon terhadap gagal jantung antara lain (2) : 1. Norepinephrine menyebabkan vasokontriksi, meningkatkan denyut

jantung, dan toksisitas miosit 2. Angiotensin II menyebabkan vasokontriksi, stimulasi aldosteron, dan mengaktifkan saraf simpatis 3. Aldosteron menyebabkan retensi air dan sodium

25

4. Endothelin menyebabkan vasokontriksi dan toksisitas miosit 5. Vasopresin menyebabkan vasokontriktor dan resorbsi air 6. TNF merupakan toksisitas langsung miosit 7. ANP menyebabkan vasodilatasi, ekresi sodium, dan efek antiproliferatif pada miosit 8. Interleukin-1 dan interleukin-6 bersifat toksis terhadap miosit. Gangguan kontraktilitas miokardium ventrikel kiri yang menurun pada gagal jantung akan mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel, sehingga volume residu ventrikel menjadi meningkat akibat berkurangnya stroke volume yang diejeksikan oleh ventrikel kiri tersebut. Dengan meningkatnya EDV (End Diastolic Volume), maka terjadi pula peningkatan LVEDP (Left Ventricle End Diastolic Pressure), yang mana derajat peningkatannya bergantung pada kelenturan ventrikel. Oleh karena selama diastole atrium dan ventrikel

berhubungan langsung, maka peningkatan LVEDP akan meningkatkan LAP (Left Atrium Pressure), sehingga tekanan kapiler dan vena paru-paru juga akan meningkat. Jika tekanan hidrostatik di kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vaskular, maka akan terjadi transudasi cairan ke interstitial dan bila cairan tersebut merembes ke dalam alveoli, terjadilah edema paru-paru. Peningkatan tekanan vena paru yang kronis dapat meningkatkan tekanan arteri paru yang disebut dengan hipertensi pulmoner, yang mana hipertensi pulmoner akan meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Bila proses yang terjadi pada jantung kiri juga terjadi pada jantung kanan, akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema. 5. Gambaran klinis Gambaran klinis gagal jantung secara umum (2): Dispnea, atau perasaan sulit bernafas adalah manifestasi yang paling umum dari gagal jantung. Dispnea disebabkan oleh peningkatan kerja pernafasan akibat kongesti vaskular paru-paru yang mengurangi kelenturan paru-paru. Meningkatnya tahanan aliran udara juga

menimbulkan dispnea. Dispnea saat beraktivitas menunjukkan gejala awal dari gagal jantung kiri.

26

Ortopnea, atau dispnea pada posisi berbaring, terutama disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang di bawah ke arah sirkulasi sentral. Reabsorpsi dari cairan interstitial dari ekstremitas bawah juga akan menyebabkan kongesti vaskular paru-paru lebih lanjut.

Dispnea nokturnal paroksismal (PND) atau mendadak terbangun karena dispnea, dipicu oleh perkembangan edema paru-paru interstitial. PND merupakan manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri daripada dispnea atau ortopnea.

Asma kardial adalah mengi akibat bronkospasme dan terjadi pada waktu malam atau karena aktivitas fisik. Batuk non produktif juga dapat terjadi sekunder dari kongesti paru-paru, terutama pada posisi berbaring. Terjadinya ronki akibat transudasi cairan paru-paru adalah ciri khas dari gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru sesuai pengaruh gaya gravitasi.

Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial sekunder dari distensi vena. Distensi atrium atau vena pulmonalis dapat menyebabkan kompresi esophagus dan disfagia atau kesulitan menelan.

Klasifikasi fungsional dari The New York Heart Association ( NYHA ) umum dipakai untuk menyatakan hubungan antara awitan gejala dan derajat latihan fisik, yang mana klasifikasinya sebagai berikut (3) : 1. Kelas I : tidak terbatas, aktivitas fisik sehari-hari tidak menyebabkan lelah, sesak nafas atau palpitasi 2. Kelas II : sedikit terbatas pada altifitas fisik, aktivitas fisik sehari-hari menyebabkan lelah, palpitasi, sesak nafas atau angina 3. Kelas III : aktivitas fisik sangat terbatas, saat istirahat tanpa keluhan, namun aktivitas kurang dari sehari-hari menimbulkan gejala 4. Kelas IV : tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun, gejala gagal jantung timbul bahkan saat istirahat dan bertambah berat bila melakukan aktivitas.

27

ACC/AHA Heart Failure Practice Guidelines 2001 STAGE Stage A: At high risk for HF but without structural heart disease or symptoms of HF Stage B: Structural heart disease but without symptoms of HF Stage C: Structural heart disease with prior or current symptoms of HF Stage D: Refractory HF requiring specialized interventions Marked symptoms at rest despite maximal medical therapy Previous MI, LV systolic dysfunction, asymptomatic valvular disease EXAMPLES HTN, CAD, DM, cardiotoxins, FHx of CM

Known structural heart disease, SOB and fatigue, reduced exercise tolerance

5. diagnosis Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala dan penilaian klinis, didukung oleh pemeriksaan penunjang seperti EKG, foto toraks, biomarker, dan ekokardiografi Doppler.(2) Pasien segera diklasifikasikan apakah disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik dan karakteristik forward or backward, left or right heart failure. A. Kriteria diagnosis gagal jantung
(3)

Kriteria diagnosis gagal jantung menurut Framingham Heart Study : Kriteria mayor : a. Paroksismal nokturnal dispneu b. Ronki paru c. Edema akut paru d. Kardiomegali e. Gallop S3 f. Distensi vena leher g. Refluks hepatojugular h. Peningkatan tekanan vena jugularis

28

Kriteria minor : a. Edema ekstremitas b. Batuk malam hari c. Hepatomegali d. Dispnea deffort e. Efusi pleura f. Takikardi (120x/menit) g. Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal Kriteria mayor dan minor : Penurunan berat badan 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan. Diagnosis gagal jantung ditegakkan dengan dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan 2 kriteria minor. B. Pemeriksaan Penunjang Dalam membantu penegakan diagnosis gagal jantung dapat dilakukan pemeriksaan berikut ini(2): 1. EKG EKG sangat penting dalam menentukan irama jantung, tetapi EKG tidak dapat digunakan untuk mengukur anatomi LVH tetapi hanya merefleksikan perubahan elektrik (atrial dan ventrikular aritmia) sebagai faktor sekunder dalam mengamati perubahan anatomi. Hasil pemeriksaan EKG tidak spesifik menunjukkan adanya gagal jantung.

2. Foto thorax Foto thorax dapat membantu dalam mendiagnosis gagal jantung. Kardiomegali biasanya ditunjukkan dengan adanya peningkatan

cardiothoracic ratio / CTR (lebih besar dari 0,5) pada tampilan posterior anterior. Pada pemeriksaan ini tidak dapat menentukan gagal jantung pada disfungsi sistolik karena ukuran biasa terlihat normal. Selain itu, pada pemeriksaan foto toraks didapatkan adanya kongesti vena paru-paru, berkembang menjadi edema interstitial atau alveolar pada gagal jantung yang lebih berat, redistribusi vaskular pada lobus atas paru-paru, dan kardiomegali. Pada gagal jantung akut sering tidak terdapat kardiomegali.

29

3. Pemeriksaan laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan perubahan yang khas pada kimia darah, seperti adanya hiponatremia, sedangkan kadar kalium dapat normal atau menurun sekunder terhadap terapi diuretik.

Hiperkalemia dapat terjadi pada tahap lanjut dari gagal jantung karena gangguan ginjal. Kadar nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin dapat meningkat sekunder terhadap perubahan laju filtrasi glomerulus. Urin menjadi lebih pekat dengan berat jenis yang tinggi dan kadar natriumnya berkurang. Kelainan pada fungsi hati dapat mengakibatkan pemanjangan masa protrombin yang ringan. Dapat pula terjadi peningkatan bilirubin dan enzim-enzim hati, aspartat aminotransferase (AST) dan fosfatase alkali serum, terutama pada gagal jantung yang akut. Kadar kalium dan natrium merupakan prediktor mortalitas. Pada saat ini terdapat metoda baru yang mempu menentukan gagal jantung yaitu pemeriksaan laboratorium BNP ( Brain Natriuretic Peptide) dan NT-pro BNP (N Terminal protein BNP. Kegunaan pemeriksaan BNP adalah untuk skrining penyakit jantung, stratifikasi pasien dengan gagal jantung, deteksi left ventricular systolic dan atau diastolic dysfunction serta untuk membedakan dengan dispnea. Berbagai studi menunjukkan konsentrasi BPN lebih akurat mendignosis gagal jantung. 4. Ekokardiografi Pemeriksaan ini direkomendasikan untuk semua pasien gagal jantung. Tes ini membantu menetapkan ukuran ventrikel kiri, massa, dan fungsi. Doppler echocardiography dua dimensi dapat digunakan untuk menentukan penampilan LV sistolik dan diastolik, cardiac output

(ejection fraction), serta tekanan pengisian ventrikel dan arteri pulmoner (pulmonary artery and ventricular filling pressures). Harus dilakukan secara rutin untuk diagnosis optimal gagal jantung dalam menilai fungsi sistolik dan diastolik ventrikel kiri, katup, ukuran ruang jantung, hipertrofi, dan abnormalitas gerakan.

5. Tes fungsi paru

30

6. Uji latih beban jantung 7. Kardiologi nuklir.

8. komplikasi Komplikasi gagal jantung meliputi: (4) 1. Cachexia jantung Jika pasien gagal jantung dengan kelebihan berat badan, kondisi mereka cenderung lebih parah. Indikator penting dari kondisi memburuk adalah terjadinya cachexia jantung, yang ditandai dengan berat badan yang cepat menurun (kehilangan sedikitnya 7,5% dari berat normal dalam waktu 6 bulan). 2. Gangguan fungsi ginjal Gagal jantung melemahkan kemampuan jantung untuk memompa darah, hal ini dapat mempengaruhi bagian lain dari tubuh termasuk ginjal. Penurunan fungsi ginjal umumnya terjadi pada pasien dengan gagal jantung, baik sebagai komplikasi gagal jantung dan sebagai komplikasi berbagai penyakit lainnya yang berhubungan dengan gagal jantung (seperti diabetes). Studi menunjukkan bahwa pada pasien dengan gagal jantung dan gangguan fungsi ginjal meningkatkan risiko komplikasi jantung termasuk rawat inap dan kematian. 3. Aritmia Fibrilasi atrium adalah mengalahkan cepat bergetar di ruang atas jantung. Ini adalah penyebab utama stroke dan sangat berbahaya pada penderita gagal jantung. Takikardia ventrikel dan fibrilasi ventrikel adalah aritmia serius yang dapat terjadi pada pasien ketika fungsi jantung secara signifikan terganggu. 4. Depresi Studi menunjukkan bahwa depresi mungkin memiliki efek biologis yang merugikan pada sistem kekebalan tubuh dan saraf, pembekuan darah, tekanan darah, pembuluh darah, dan irama jantung. Orang yang depresi

31

mungkin gagal untuk mengikuti petunjuk medis dan tidak dapat menjaga diri mereka sendiri. 5. Angina dan serangan jantung Penyakit jantung koroner merupakan penyebab utama gagal jantung, pasien dengan gagal jantung memiliki risiko lanjutan untuk angina dan serangan jantung. 6. Kongesti paru 7. Cardiac arrest 8. Sudden death. 9. Tatalaksana Tindakan dan pengobatan pada gagal jantung secara umum ditujukan pada lima aspek yaitu mengurangi beban kerja, memperkuat kontraktilitas miokard, mengurangi kelebihan cairan dan garam, melakukan tindakan terhadap penyebab, faktor pencetus dan penyakit yang mendasari.(4) Dasar pengobatan dekompensasi kordis dapat dibagi menjadi : a. Non medikamentosa (1) Umumnya semua penderita gagal jantung dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan. Dalam pengobatan non medikamentosa yang ditekankan adalah istirahat, dimana kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus dikurangi benar benar dengan tirah baring mengingat konsumsi oksigen yang relatif meningkat. Sering tampak gejala gejala jantung jauh berkurang hanya dengan istirahat saja. Diet umumnya berupa makanan lunak dengan rendah garam. Jumlah kalori sesuai dengan kebutuhan. Penderita dengan gizi kurang diberi makanan tinggi kalori dan tinggi protein. Cairan diberikan sebanyak 80 100 ml/kgbb/hari dengan maksimal 1500 ml/hari. Program penatalaksanaan non medikamentosa ini dapat berupa: Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab, bagaimana upaya jika timbul keluhan Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari, edukasi aktivitas sosial, serta rehabilitasi

32

Edukasi pola diet, control asupan garam, air, dan kebiasaan alkohol Monitor berat badan, berhati-hati dengan kenaikan berat badan tiba-tiba Mengurangi berat badan pada pasien obesitas Berhenti merokok Perlu perhatian khusus jika akan melakukan perjalanan jauh dengan pesawat, ketinggian, udara panas dan humiditas Konseling mengenai obat, efek samping, dan perlunya menghindari obat-obat tertentu seperti NSAID, antiaritmia kelas I, verapamil, diltiazem, antidepresan trisiklik, steroid, dihidropiridin efek cepat.

b. Medikamentosa (4) Tujuan utama pengobatan gagal jantung adalah mengurangi gejala akibat bendungan sirkulasi, memperbaiki kapasitas kerja dan kualitas hidup serta memperpanjang harapan hidup. Untuk itu, pendekatan awal adalah memperbaiki berbagai gangguan yang mampu untuk

menghilangkan beban kardiovaskular yang berlebihan, seperti mengobati hipertensi, mengobati anemia, mengurangi berat badan atau memperbaiki stenosis aorta. Gagal jantung yang tetap bergejala walaupun penyakit yang mendasarinya telah diobati, memerlukan pembatasan aktivitas fisik, pembatasan asupan garam dan obat . Pengobatan dengan cara medikamentosa masih digunakan diuretik oral maupun parenteral yang masih merupakan ujung tombak pengobatan gagal jantung sampai edema atau asites hilang (tercapai euvolemik). Digitalis semula merupakan obat yang selalu diberikan pada klien gagal jantung, tetapi ternyata efektivitas diuretik pada gagal jantung sama dengan digitalis, terutama pada klien dengan edema sebagai gejala utama gagal jantung, sehingga pada strategi pengobatan gagal jantung pilihan pertama adalah pemberian diuretic. Diuretic yang digunakan adalah grup II, Loop diuretic yaitu furosemid. Furosemid menghambat

33

reabsorpsi Na, Cl, pada ascending limbloop of Henle, sedikit efek pada tubulus proksimalis. ACE-inhibitor atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB) dosis kecil dapat dimulai setelah euvolemik sampai dosis optimal. Penyekat beta dosis kecil sampai optimal dapat dimulai setelah diuretik dan ACE-inhibitor tersebut diberikan. Digitalis diberikan bila ada aritmia supraventikuler (fibrilasi atrium atau SVT lainnya) atau bila ketiga obat diatas belum memberikan hasil yang memuaskan. Intoksikasi digitalis sangat mudah terjadi apabila fungsi ginjal menurun atau kadar kalium rendah. Aldosteron antagonis dipakai untuk memperkuat efek diuretik atau pada pasien dengan hipokalemia, dan ada beberapa studi yang menunjukkan penurunan mortalitas dengan pemberian jenis obat ini. c. Operatif (4) Penatalaksanaan dari dekompensasi kordis pada dasarnya diberikan hanya untuk menunggu saat terbaik untuk melakukan tindakan bedah pada penderita yang potentially curable. Pemakaian alat dan tindakan bedah antara lain : Revaskularisasi (perkutan, bedah) Operasi katup mitral Aneurismektomi Kardiomioplasti External cardiac support Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jantung biventricular Implantable cardioverter defibrillators (ICD) Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart Ultrafiltrasi, hemodialisis.

10. Prognosis Prognosis gagal jantung yang tidak mendapat terapi tidak diketahui. Sedangkan prognosis pada penderita gagal jantung yang mendapat terapi yaitu: (2) Kelas NYHA I : mortalitas 5 tahun 10-20%

34

Kelas NYHA II Kelas NYHA III Kelas NYHA IV

: mortalitas 5 tahun 10-20% : mortalitas 5 tahun 50-70% : mortalitas 5 tahun 70-90%

Ada beberapa faktor yang menentukan prognosis, yaitu : (2)


Waktu timbulnya gagal jantung Timbul serangan akut atau menahun Derajat beratnya gagal jantung Penyebab primer Kelainan atau besarnya jantung yang menetap Keadaan paru Cepatnya pertolongan pertama Respons dan lamanya pemberian digitalisasi Seringnya gagal jantung kambuh. Gagal jantung akut atau gagal jantung kronis sering merupakan kombinasi

kelainan jantung dan organ sistem lain terutama penyakit metabolik. Pasien dengan gagal jantung akut memiliki prognosis yang sangat buruk. Pencegahan (1) Pencegahan gagal jantung, harus selalu menjadi hal yang diutamakan, terutama pada kelompok dengan risiko tinggi.

Obati penyebab potensial dari kerusakan miokard Pengobatan infark jantung segera di triase, serta pencegahan infark ulangan

Pengobatan hipertensi yang agresif Koreksi kelainan kongenital serta penyakit katup jantung Memerlukan pembahasan khusus Bila sudah ada disfungsi miokard, upayakan eliminasi penyebab yang mendasari.

35

BAB IV KESIMPULAN

Gagal jantung adalah sindroma yang umum muncul dengan tingkat kejadian dan sebaran yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Hampir 500.000 kasus baru yang muncul tiap tahun. Penyakit ini berkaitan dengan usia, 75% kasus mengenai orang dengan usia lebih dari 65 tahun. Tingkat kejadian gagal jantung meningkat 1% pada usia dibawah 60 tahun dan hampir 10% pada usia diatas 80 tahun. Congestive heart failure adalah ketidakmampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan pada saat istirahat atau kerja ringan. Klasifikasi gagal jantung dapat dibedakan menjadi gagal jantung sistolik dan diastolik, gagal jantung high output dan low output, gagal jantung kanan dan kiri, serta gagal jantung akut dan kronik. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaankeadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir, atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme primer terjadi yaitu: meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada awal perjalanan gagal jantung. Namun, dengan berlanjutnya gagal jantung kompensasi menjadi kurang efektif. Gambaran klinis gagal jantung secara umum yaitu dispnea, orthopnea, asma kardial, paroksismal nokturnal dispnoe, batuk non produktif, hemoptisis, dan disfagia. Gagal jantung pada sisi kanan jantung menimbulkan tanda dan gejala bendungan vena sistemik. Gagal jantung ke depan pada ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda berkurangnya perfusi ke organ-organ, karena darah dialihkan dari organ-organ non vital demi mempertahankan perfusi ke jantung dan otak, maka manifestasi paling dini dari gagal jantung kiri adalah berkurangnya perfusi organ-organ seperti kulit dan otot rangka.

36

Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala dan penilaian klinis, didukung oleh pemeriksaan penunjang seperti EKG, foto toraks, biomarker, dan ekokardiografi Doppler. Kriteria diagnosis gagal jantung yang dipakai adalah menurut Framingham Heart Study. Tindakan dan pengobatan pada gagal jantung secara umum ditujukan pada lima aspek yaitu mengurangi beban kerja, memperkuat kontraktilitas miokard, mengurangi kelebihan cairan dan garam, melakukan tindakan terhadap penyebab, faktor pencetus dan penyakit yang mendasari. Dasar pengobatan dekompensasi kordis dapat dibagi menjadi non medikamentosa dan medikamentosa. Pengobatan dengan cara medikamentosa masih digunakan diuretik oral maupun parenteral yang masih merupakan ujung tombak pengobatan gagal jantung sampai edema atau asites hilang (tercapai euvolemik). Digitalis semula merupakan obat yang selalu diberikan pada klien gagal jantung, tetapi ternyata efektivitas diuretik pada gagal jantung sama dengan digitalis, terutama pada klien dengan edema sebagai gejala utama gagal jantung, sehingga pada strategi pengobatan gagal jantung pilihan pertama adalah pemberian diuretic. Tindakan bedah dapat dilakukan pada penderita yang potentially curable. Komplikasi yang ditimbulkan gagal jantung yaitu cachexia jantung, gangguan fungsi ginjal, aritmia, depresi, angina dan serangan jantung, kongesti paru, cardiac arrest, bahkan sudden death. Prognosis gagal jantung yang tidak mendapat terapi tidak diketahui, sedangkan prognosis pada penderita gagal jantung yang mendapat terapi berdasarkan kelas NYHA. Pasien dengan gagal jantung akut memiliki prognosis yang sangat buruk. Pencegahan gagal jantung, harus selalu menjadi hal yang diutamakan, terutama pada kelompok dengan risiko tinggi.

37

DAFTAR PUSTAKA
1. Nurdjanah S. Buku ajar ilmu penyakit dalam FK UI. 2006; ed IV 2. Hauser K, Longo B, Jameson F. Harrisons principle of internal medicine.2005; ed XVI 3. Batrum C. Real Time Ultrasound A Manual for Physicians and Technical Personell. Ed II. W.B. Saunders Co. 1987 4. Grady KL, Dracus K, Kennedy G, at al. Team management of patients with heart failure. A statement for healthcare professionals from The Cardiovascular Nursing Councils of The American Heart Assiciation Circulation 2000

38

You might also like