You are on page 1of 25

ANALISIS IMPLEMENTASI POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PPK-BLU) PADA RUMAH SAKIT STROKE NASIONAL BUKITTINGGI

MEIDYAWATI BP 0821221038

1.

Latar Belakang Sejak dua dekade terakhir, pelaksanaan reformasi administrasi publik makin

nyata di berbagai negara termasuk Indonesia. Dotrin New Public Management (NPM)/Reinventing Government yang di dasarkan atas pengalaman negara-negara Eropa, Amerika Serikat, Australia, dan Selandia Baru secara berangsur-angsur diadopsi ke dalam manajemen pemerintahan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Transformasi manajemen pemerintahan dalam New Public Management mulai dari penataan kelembagaan /Institutional Arrangement, reformasi kepegawaian /Civil Servant Reform, dan reformasi pengelolaan keuangan Negara /New Management Reform (Mahmudi, 2003). Di dalam dotrin NPM tersebut pemerintah dianjurkan untuk meninggalkan

paradigma administrasi tradisional yang cenderung mengutamakan sistem dan prosedur, birokratis yang tidak efisien, pemberian layanan yang lambat serta tidak efektif, dan menggantikannya dengan orientasi pada kinerja dan hasil. Pemerintah dianjurkan untuk melepaskan diri dari birokrasi klasik, dengan mendorong organisasi dan pegawai agar lebih fleksibel, dan menetapkan tujuan, serta target organisasi secara lebih jelas sehingga memungkinkan pengukuran hasil (D.Moynihan, Sanjai K Pandey, 2003). Melalui reformasi ini pemerintah diharapkan menerapkan praktek managemen strategik melalui sistem anggaran berbasis kinerja dan akuntansi berbasis accrual secara double entry. Negara Indonesia telah mengadopsi pemikiran NPM dengan melakukan reformasi keuangan negara yang mulai bergulir sejak akhir tahun 2003, dengan dikeluarkannya tiga paket peraturan keuangan negara yang baru, yaitu
1

UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No.15 Tahun 2005 tentang Pemeriksaan Keuangan Negara. Dengan ketiga paket peraturan keuangan negara tersebut telah merubah mindset atau pola pikir yang lebih efisien, profesionalitas, akuntabel, dan transparan, dengan melakukan perubahan dari penganggaran tradisional menjadi penganggaran berbasis kinerja, yang membuka koridor bagi penerapan basis kinerja di lingkungan pemerintah. Dengan basis kinerja ini, arah penggunaan dana pemerintah menjadi lebih jelas dari hanya membiayai input dan proses menjadi berorientasi pada output. Perubahan ini sangat berarti mengingat kebutuhan dana yang semakin tinggi, sedangkan sumber daya yang dimiliki pemerintah terbatas (Ahmad Hag, 2009). Berdasarkan Undang-Undang tersebut, instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberikan pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel, berupa keleluasaan untuk menerapkan praktekpraktek bisnis yang sehat dalam rangka memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat dengan tetap menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektifitas melalui Badan Layanan Umum. BLU pada dasarnya adalah alat untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik melalui penerapan manajemen keuangan yang berbasis pada hasil,

profesionalitas, akuntabilitas dan transparansi. Untuk dapat menjadi BLU, suatu instansi harus memenuhi tiga persyaratan pokok, yaitu persyaratan substantif, yang terkait dengan penyelanggaraan layanan umum, persyaratan teknis yang terkait dengan kinerja pelayanan dan kinerja keuangan, serta persyaratan administratif terkait dengan terpenuhinya dokumen seperti pola tata kelola, rencana strategis bisnis, standar layanan minimal, laporan keuangan pokok, dan laporan audit/bersedia untuk diaudit. Rumah sakit sebagai salah satu institusi pelayanan publik memegang peranan penting bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Rumah sakit dituntut untuk dapat melayani masyarakat, dapat berkembang dan mandiri serta harus mampu bersaing dan memberikan pelayanan yang bermutu dan terjangkau bagi masyarakat. Dengan semakin tingginya tuntutan bagi rumah sakit untuk meningkatkan pelayanannya, banyak permasalahan yang muncul terkait dengan terbatasnya anggaran yang tersedia bagi operasional rumah sakit, alur birokrasi yang terlalu panjang dalam proses pencairan dana, aturan pengelolaan keuangan yang menghambat kelancaran pelayanan dan
2

sulitnya untuk mengukur kinerja, sementara rumah sakit memerlukan dukungan SDM, teknologi, dan modal yang sangat besar. Melalui konsep pola pengelolaan keuangan BLU ini rumah sakit diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme, mendorong enterpreneureship, transparansi, dan akuntabilitas dalam rangka pelayanan publik, sesuai dengan tiga pilar yang diharapkan dari pelaksanaan PPK-BLU ini, yaitu mempromosikan peningkatan kinerja pelayanan publik, fleksibilitas pengelolaan keuangan dan tata kelola yang baik (Sri Mulyani, 2007). Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi sebagai salah satu sub sistem penyelenggaraan peningkatan kesehatan memiliki peran dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan melalui tenaga dokter yang profesional, peralatan medis, pelayanan laboratorium, farmasi, pelayanan perawatan, penelitian dan pendidikan tenaga dokter dan paramedis. Karena sangat pentingnya peranan rumah sakit ini dalam sistem kesehatan masyarakat, khususnya dalam menangulangi penyakit stroke yang cenderung meningkat, maka diperlukan pendekatan terpadu untuk melakukan kegiatan secara ekonomis, efisien, efektif. Sebagai lembaga yang padat modal, padat karya, dan padat ilmu serta teknologi, rumah sakit ini memerlukan profesionalisme yang handal dalam pengelolaan bisnis modern. Melalui Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum,(PPK-BLU), Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi diharapkan mampu

meningkatkan kinerja pelayanannya kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskaan kehidupan bangsa, dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan

produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat.

2.

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dibahas pada bagian

sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1) Apakah implementasi Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPKBLU) pada Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi telah berjalan sesuai dengan konsep dan aturan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPKBLU)?
3

2)

Bagaimanakah kinerja Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi setelah mengimplementasikan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPKBLU)?

3)

Kendala-kendala apa yang dihadapi oleh Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi di dalam implementasi Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU)?

Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1).

Menggambarkan dan menjelaskan konsep Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU).

2).

Menggambarkan dan menganalisis implementasi Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) pada Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi.

3).

Menggambarkan dan menganalisis kinerja Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi sebelum dan setelah mengimplementasikan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU).

4).

Mengindentifikasi dan menjelaskan kendala yang dihadapi oleh Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi di dalam implementasi Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU).

4.

Kerangka Teoritis 4.1 Pengertian PPK-BLU

Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara pada Pasal 1 menyatakan bahwa Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/ atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Pengertian
4

ini diadopsi kembali dalam peraturan pelaksanaannya yaitu dalam Pasal 1 Angka 1 PP No.23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Yang termasuk dalam jenis BLU antara lain rumah sakit, lembaga pendidikan, pelayanan lisensi, dan penyiaran. Sedangkan pola pengelolaan keuangan (PPK-BLU) diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 Pasal 1 Ayat 1 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) dinyatakan bahwa PPK-BLU adalah pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktekpraktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya.

4.2

Tujuan dan Azaz Dibentuknya Badan Layanan Umum Dalam PP No.23 Tahun 2005 Pasal 68 ayat 1 disebutkan bahwa BLU bertujuan

untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan

produktifitas dan penerapan praktek bisnis yang sehat. Yang dimaksud dengan dengan praktek bisnis yang sehat adalah penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidahkaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan manajemen berkesinambungan. Sedangkan azaz Badan Layanan Umum adalah: 1. Menyelenggarakan pelayanan umum yang pengelolaannya berdasarkan

kewenangan yang didelegasikan, tidak terpisah secara hukum dari instansi induknya. 2. Pejabat BLU bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan layanan umum kepada pimpinan instansi induk. 3. 4. 5. BLU tidak mencari laba. Rencana kerja, anggaran dan laporan BLU dengan instansi induk tidak terpisah. Pengelolaan sejalan dengan praktek bisnis yang sehat.

4.3

Karakteristik Badan Layanan Umum BLU memiliki karakteristik tertentu yang membedakannya dengan instansi

pemerintah lainnya, yaitu (Sie Infokum-Ditama Binbangkum BPK, 2008): 1. Berkedudukan sebagai lembaga pemerintah yang tidak dipisahkan dari kekayaan negara. 2. 3. 4. 5. Menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan masyarakat. Tidak bertujuan untuk mencari laba. Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktifitas ala korporasi. Rencana kerja, anggaran, dan pertanggungjawabannya dikonsolidasikan pada instansi induk. 6. Penerimaan baik pendapatan maupun sumbangan dapat digunakan secara langsung. 7. 8. Pegawai dapat terdiri dari pegawai negeri sipil dan bukan pegawai negeri sipil. BLU bukan subyek pajak. Bentuk keistimewaan/privilese dalam hal fleksibilitas pengelolaan keuangan yang dimiliki BLU antara lain (Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan BLU, 2010): 1. Pendapatan operasional dapat digunakan langsung sesuai Rencana Bisnis dan Anggaran tanpa terlebih dahulu disetorkan ke rekening kas negara, namun seluruh pendapatan tersebut merupakan PNBP yang wajib dilaporkan dalam Laporan Realisasi Anggaran. 2. Anggaran belanja BLU merupakan anggaran fleksibel berdasarkan kesetaraan antara volume kegiatan pelayanan dengan jumlah pengeluaran, belanja dapat bertambah/berkurang dari yang dianggarkan sepanjang pendapatan terkait bertambah atau berkurang, setidaknya proporsional. 3. Dalam rangka pengelolaan kas BLU dapat merencanakan penerimaan dan pengeluaran kas, melakukan pemungutan/tagihan, menyimpan kas dan mengelola rekening bank, melakukan pembayaran, mendapatkan sumber dana untuk menutup defisit jangka pendek, dan memanfaatkan kas yang menganggur (idle cash) jangka pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan.
6

4.

BLU dapat mengelola piutang dan utang sepanjang dikelola dan diselesaikan secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggungjawab serta memberikan nilai tambah sesuai praktik bisnis yang sehat.

5. 6.

BLU dapat melakukan investasi jangka pendek maupun jangka panjang. Pengadaan barang dan jasa BLU yang sumber dananya berasal dari pendapatan operasional, hibah tidak terikat, hasil kerjasama dengan pihak lainnya dapat dilaksanakan berdasarkan ketentuan pengadaan barang/jasa yang ditetapkan pimpinan BLU.

7.

BLU dapat mengembangkan kebijakan, sistem, dan prosedur pengelolaan keuangan.

8. 9.

BLU dapat memperkerjakan tenaga profesional non PNS. Pejabat pengelola, dewan pengawas dan pegawai dapat diberikan remunerasi berdasarkan tingkat tanggungjawab dan tuntutan profesionalisme yang diperlukan.

4.4

Persyaratan Badan Layanan Umum Tidak semua instansi pemerintah mendapatkan peluang untuk menjadi BLU,

karena kesempatan tersebut secara khusus hanya disediakan bagi satuan kerja pemerintah yang melaksanakan tugas operasional pelayanan publik dibidang penyediaan barang dan jasa seperti rumah sakit, lembaga pendidikan, pelayanan lisensi, instansi yang mengelola wilayah atau suatu kawasan seperti kawasan ekonomi terpadu, dan instansi yang mengelola dana khusus seperti dana UKM dan dana bergulir. Kesempatan menjadi BLU dapat diberikan kepada instansi di lingkungan pemerintah yang telah memenuhi tiga persyaratan yang diwajibkan, yaitu (PP No. 23 Tahun 2005): 1. Persyaratan Substantif, apabila menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan : penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum, pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum, dan pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat. 2. Persyaratan Teknis, yaitu kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU
7

sebagaimana direkomendasikan oleh Menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya, dan kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU. 3. Persyaratan Administratif Persyaratan administratif ini terdiri dari (Dirjen Perbendaharaan Depkeu, 2008): 1) Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat. 2) Pola tata kelola (yang baik) ; merupakan peraturan internal satker yang menetapkan organisasi dan tata laksana, akuntabilitas, dan transparansi. 3) Rencana Strategis Bisnis (RSB) ; merupakan suatu proses perencanaan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 1 (satu) sampai 5 (lima) tahun, yang disusun secara sistematis dan berkesinambungan dengan memperhitungkan potensi, peluang, dan kendala yang ada atau yang mungkin timbul dan memuat visi, misi, tujuan, sasaran, indikator sasaran, strategi (kebijakan dan program) serta ukuran keberhasilan dan kegagalan dalam pelaksanaan. 4) Laporan keuangan pokok ; terdiri atas laporan realisasi anggaran, neraca dan catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan disusun berdasarkan SAP Untuk Satker yang sebelumnya telah memiliki DIPA sendiri, menyusun laporan keuangan berdasarkan SAP yang dihasilkan dari sistem akuntansi instansi (SAI). Sedangkan untuk satker yang baru dibentuk dan belum beroperasi sebelumnya, maka laporan keuangan pokok dapat berupa prognosa laporan keuangan tahun berjalan. 5) Standar pelayanan minimum ; merupakan ukuran pelayanan yang harus dipenuhi oleh satker, yang ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga dalam rangka penyelenggaraan kegiatan pelayanan kepada masyarakat yang harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan, dan kesetaraan layanan, serta kemudahan memperoleh layanan. 6) Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.
8

Instansi pemerintah yang telah memenuhi ketiga persyaratan diatas ditetapkan sebagai BLU oleh Menteri Keuangan/Gubernur/Walikota/Bupati. Penetapan yang diberikan dapat berupa status BLU secara penuh apabila ketiga persyaratan diatas (substantif, teknis, dan administratif) telah dipenuhi dengan memuaskan, sedangkan status BLU bertahap diberikan apabila persyaratan subtantif dan teknis telah terpenuhi tetapi persyaratan administratif belum terpenuhi secara memuaskan. 4.5 Akuntansi, Pelaporan, dan Pertanggungjawaban Keuangan Akuntansi dan laporan keuangan BLU diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), sesuai dengan jenis layanannya. Dalam hal tidak terdapat standar akuntansi keuangan, BLU dapat menerapkan standar akuntansi industri yang spesifik setelah mendapat persetujuan dari menteri keuangan. Dalam rangka pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan dan kegiatan pelayanannya BLU menyusun dan menyajikan laporan keuangan dan laporan kinerja. Laporan keuangan yang disusun meliputi laporan realisasi anggaran/laporan operasional (dapat dalam bentuk laporan aktivitas/laporan surplus defisit), neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan, disertai laporan mengenai kinerja. Laporan keuangan BLU merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan pertanggungjawaban keuangan kementrian negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah. Penggabungan laporan keuangan BLU pada laporan keuangan kementrian negara/ lembaga/SKPD/pemerintah daerah dilakukan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.

4.6

Perbandingan Satuan kerja Non BLU dengan Satuan kerja BLU Untuk melihat perbandingan satuan kerja Non BLU dengan satuan kerja BLU

dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Uraian Pengelola Tarif Layanan Dokumen Perencanaan Jangka Menengah Dokumen Penganggaran Pengeluaran Anggaran Keuangan Pendapatan Surplus Kas Piutang/Utang Laporan Keuangan Laporan Keuangan Investasi Jangka Panjang Pengadaan Barang /Jasa

Satker Non BLU PNS Atas dasar adil dan patut RPJM Rencana Kerja Anggaran (RKA) Setelah DIPA disyahkan Tidak memiliki rekening bank Setor langsung ke kas negara Disetor ke kas negara Tidak Diperbolehkan melakukan piutang/utang SAP Diaudit oleh BPK selaku entitas Tidak diperbolehkan Keppres

Satker BLU PNS dan Non PNS Atas dasar biaya per unit layanan RSB Rencana Bisnis Anggaran (RBA) Dapat dikeluarkan jika DIPA belum disahkan Memiliki rekening bank Digunakan langsung Dapat digunakan langsung Diperbolehkan melakukan piutang/utang SAK Diaudit oleh Auditor Independen Diperbolehkan Dapat menyusun pedoman sendiri

4.7

Pengertian Kinerja Pengukuran kinerja merupakan salah satu elemen penting sistem pengendalian

manajemen suatu organisasi, yang dapat digunakan untuk mengendalikan aktivitasaktivitas. Setiap aktivitas harus terukur kinerjanya agar dapat diketahui tingkat efisiensi dan efektifitasnya. Suatu aktivitas yang tidak memiliki ukuran kinerja akan sulit bagi organisasi untuk menentukan apakah aktivitas tersebut sukses atau gagal (Mahmudi, 2005). D Stout (2003) menyatakan bahwa pengukuran kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi (mission accomplish) melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa atau pun proses. Proses pengukuran kinerja dimaksudkan untuk menilai pencapaian setiap indikator kinerja guna memberikan gambaran tentang keberhasilan dan pencapaian tujuan dan sasaran. Proses pengukuran kinerja suatu organisasi sebaiknya

mempergunakan indikator-indikator kinerja yang komprehensif yang mengandung baik indikator-indikator keuangan maupun non keuangan, sehingga diperlukan suatu sistem pengukuran kinerja yang dapat mengakomodasi indikator-indikator yang komprehensif tersebut.

10

4.8

Aspek-Aspek Pengukuran Kinerja Bastian (2002) mengemukakan bahwa setiap organisasi terlepas dari besar,

jenis, sektor atau spesialisasinya memerlukan pengukuran kinerja pada aspek-aspek: 1. 2. Finansial, yang meliputi anggaran rutin dan pembangunan. Kepuasan Pelanggan, dimana pelanggan mempunyai peran dan posisi yang sangat krusial dalam penentuan strategi organisasi. 3. Operasi bisnis internal, dimana informasi operasi bisnis internal diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh kegiatan instansi pemerintah sudah seirama untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi. 4. Kepuasan pegawai, dimana dalam setiap organisasi pegawai merupakan asset yang harus dikelola dengan baik. 5. Kepuasan komunitas dan stakeholders, dimana instansi pemerintah di dalam menjalankan kegiatannya berinteraksi dengan berbagai pihak yang menaruh kepentingan terhadap keberadaannya. 6. Waktu, dimana ukuran waktu merupakan variabel yang perlu diperhatikan agar informasi dapat digunakan tepat waktu dan tidak kadaluarsa. 4.9 Sistem Penilaian Kinerja Rumah Sakit Sistem penilaian kinerja melalui indikator merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menilai suatu proses kegiatan BLU Rumah Sakit secara terus menerus. Sebagai rumah sakit milik Negara, BLU rumah sakit harus mampu memberikan informasi yang menggambarkan kemajuan rumah sakit pada suatu periode tertentu. Indikator kinerja rumah sakit BLU mengacu pada Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN No. KEP215/M.BUMN/1999 tanggal 27 September 1999 dan disempurnakan melalui Keputusan Menteri BUMN No. 100/MBU/2002 tanggal 4 Juni 2002 tentang penilaian tingkat kesehatan Badan Usaha Milik Negara, yang kemudian disesuaikan dengan jenis dan sifat kegiatan rumah sakit melalui Kepmenkes N0. 550/Menkes/SK/VII/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) Badan Layanan Umum Rumah Sakit. Jenis indikator yang dinilai untuk BLU rumah sakit sesuai Kepmenkes No. 550/Menkes/SK/VII/2009 meliputi tiga aspek, yaitu: Indikator Kinerja Keuangan, dengan bobot 20, Indikator Kinerja Operasional

11

dengan bobot 40, Indikator kinerja mutu pelayanan dan manfaat bagi masyarakat dengan bobot 40. 5. 5.1 Hasil Penelitian Analisis Implementasi Pola Tata Kelola Berdasarkan hasil analisis, implementasi pola tata kelola Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi telah berjalan cukup baik. Namun masih terdapat kelemahankelemahan yang terkait dengan: 1) Organisasi dan tata laksana yang dibangun belum sepenuhnya memperhatikan kebutuhan organisasi, perkembangan misi dan strategi, serta belum merubah paradigma budaya kerja unit-unit organisasi yang ada di lingkungan Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi. Organisasi rumah sakit secara keseluruhan belum siap merubah paradigma dari PNS menjadi wirausahawan

(enterpreneurship). 2) Fungsi Dewan Pengawas dan Satuan Pemeriksaan Internal (SPI) belum berjalan optimal. Dewan Pengawas yang berperan sangat penting ini baru dibentuk pada bulan April 2011, sehingga belum menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal. Satuan Pemeriksaan Intern (SPI) juga belum didukung dengan kompetensi SDM yang memadai untuk melaksanakan tugas dengan ruang lingkup yang sangat luas, sehingga keberadaannya belum memberikan hasil yang optimal dalam mengawasi perbaikan kinerja BLU Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi. 3) Dalam pelaksanaan akuntabilitas tidak semua usulan dari unit kerja dapat dipenuhi sehingga pelaksanaan tupoksi dari unit kerja tersebut belum maksimal mencapai sasaran. Selanjutnya masih terdapat program-program titipan/susulan dari Kementrian Kesehatan yang harus dijalankan oleh rumah sakit yang memerlukan koordinasi dalam pelaksanaannya dan membutuhkan waktu untuk merealisasikannya. Kemudian atas program-program yang belum mencapai target yang direncanakan belum dilakukan evaluasi atas penyebab dan kendalanya. 4) Dalam pelaksanaan transparansi, penyebaran informasi bagi kebutuhan intern rumah sakit masih memerlukan perbaikan dalam hal komunikasi, koordinasi dan
12

rekonsiliasi data. Untuk penggunaan Media Informasi seperti website, pamflet dan leaflet sebagai sarana pengenalan/promosi Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi belum optima, padahal Sakit Stroke Nasional Bukittinggi sebagai satu-satunya rumah sakit yang khusus menangani stroke di Indonesia perlu memperkenalkan keberadaannya secara luas. 5.2 Analisis Implementasi Rencana Strategis Bisnis (RSB) Hasil analisis atas dokumen Rencana Strategis Bisnis Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi menunjukkan belum semua unsur-unsurnya disusun sesuai dengan pedoman yang dikeluarkan oleh Departemen Keuangan dan Kementrian Kesehatan yang terlihat dari: 1) Analisis lingkungan internal dan eksternal dengan menggunakan analisis SWOT belum didasarkan pada data-data kinerja riil yang dicapai selama 1 3 tahun terakhir, sehingga identifikasi atas faktor-faktor kunci yang menjadi kekuatan dan kelemahan rumah sakit belum dapat dilakukan secara akurat. 2) Sasaran, kebijakan, program, dan kegiatan yang disusun belum semuanya mendukung pencapaian visi dan misi. 3) Tujuan, sasaran, kebijakan dan program yang disusun belum semuanya mendukung pencapaian indikator standar pelayanan minimal dan indikator

kinerja rumah sakit. 4). Perumusan sasaran tidak sejalan dengan perumusan kebijakan, ini terlihat pada kebijakan sistem manajemen rumah sakit telah bertitik tolak pada empat perspektif balance score card (keuangan, pelanggan, bisni internal, dan

pembelanjaran dan pertumbuhan), sedangkan pada sasaran belum. 5). Matriks keterkaitan misi, tujuan, sasaran, kebijakan, dan program belum menggambarkan peta strategi yang akan dijalankan rumah sakit, terutama untuk strategi dibidang pendidikan dan penelitian. 6). Rencana Strategis Bisnis (RSB) hanya dijadikan sebagai dokumen perencanaan yang disusun dalam rangka memenuhi persyaratan administratif rumah sakit untuk menjadi BLU, belum sepenuhnya dijadikan pedoman dalam penyusunan RBA setiap tahunnya. RSB ini juga belum dievaluasi dan direvisi sesuai dengan perkembangan dan perubahan yang terjadi tahun berikutnya.
13

5.3

Analisis Implementasi Rencana Bisnis Anggaran (RBA) Hasil analisis atas RBA yang disusun oleh Rumah Sakit Stroke Nasional

Bukittinggi masih mengandung beberapa kelemahan sebagai berikut: 1) Analisa SWOT yang dilakukan belum mencerminkan situasi lingkungan internal dan eksternal yang dihadapi rumah sakit, yang berpengaruh terhadap program dan strategi yang harus disusun. 2) RBA yang disusun belum mengacu kepada Rencana Strategis Bisnis (RSB) lima tahunan rumah sakit dan Renstra Kementrian/Lembaga. 3) Di Dalam pelaksanaannya rumah sakit terlebih dahulu menyusun RKA-KL, setelah disetujui baru diikuti dengan menyusun RBA defenitif. Seharusnya RBA rumah sakit disusun terlebih dahulu berdasarkan RBA unit-unit yang telah dibahas dalam rapat direksi dan struktural, baru diikuti dengan penyusunan RKA. 4) Target kinerja di dalam RBA yang meliputi sasaran, strategi, kebijakan program kerja dan kegiatan disusun secara global, tidak per unit kerja yang terdiri atas unit pelayanan, unit keuangan, unit organisasi dan sumber daya manusia, dan unit sarana dan prasarana, serta belum dilengkapi dengan waktu

pelaksanaannya. 5) RBA yang disusun belum didasarkan kepada analisis dan perkiraan biaya per output dan agregat, serta belum dilengkapi dengan rencana pendapatan dan biaya operasional per unit kerja. 6) Format penyusunan RBA sering mengalami revisi, yang menyulitkan rumah sakit didalam melakukan penyesuaian-penyesuaian. 5.4 Analisis Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Berdasarkan analisis yang penulis lakukan atas implementasi SPM yang disusun oleh Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi menunjukkan: 1) SPM yang disusun lebih difokuskan pada SPM penanganan stroke, padahal rumah sakit ini juga melayani pasien non stroke (umum).

14

2)

Belum adanya monitoring dan evaluasi atas implementasi SPM dan pencapaiannya, baik oleh pihak internal rumah sakit maupun oleh pihak eksternal.

5.5

Analisis Implementasi Laporan Keuangan Pokok Sistem Akuntansi dan laporan keuangan BLU diselenggarakan sesuai dengan

Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi. Apabila tidak terdapat standar akuntansi maka BLU dapat menerapkan standar akuntansi industri yang spesifik setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan BLU diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 76/PMK.05/2008 dan Pedoman Akuntansi BLU Rumah Sakit yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan. Untuk pengintegrasian Laporan Keuangan BLU dengan Laporan Keuangan Kementrian Negara/Lembaga, BLU harus mengembangkan sub sistem akuntansi keuangan yang menghasilkan laporan keuangan sesuai SAP setiap semester dan tahun. Untuk penggabungan (konsolidasi) laporan keuangan BLU dengan laporan keuangan kementrian/lembaga dilakukan sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), dengan dilampiri laporan keuangan sesuai dengan SAK. Laporan keuangan tahunan BLU diaudit oleh auditor eksternal. Laporan keuangan BLU meliputi laporan realisasi anggaran/laporan operasional (laporan aktivitas), neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan serta laporan kinerja. Laporan keuangan Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi telah diaudit setiap tahunnya oleh auditor independen dan sejak menjadi BLU dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2009 memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian. Analisis atas laporan keuangan yang disusun oleh Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi telah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan dan Pedoman Akuntansi BLU Rumah Sakit. Namun masih terdapat beberapa hal yang menjadi

keterbatasan/kendala dalam penyusunan laporan keuangan tersebut, yaitu: 1) BLU diwajibkan untuk menyusun laporan keuangan dengan SAK yang accrual basis dan SAP yang cash basis untuk kepentingan konsolidasi, dimana keduanya mempunyai sistem akuntansi dan perkiraan yang berbeda yang menyulitkan rumah sakit dalam melakukan penyesuaian-penyesuaian untuk
15

konsolidasi dengan laporan keuangan dengan Kementrian/Lembaga, sehingga konsolidasi hanya baru bisa dilakukan atas perkiraan neraca, sedangkan untuk laporan aktivitas (pendapatan dan biaya) belum dilakukan konsolidasi. 2) Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi belum mengembangkan Sistem Akuntansi Biaya untuk menghasilkan informasi tentang harga pokok produksi, biaya satuan (unit cost) per unit layanan, dan evaluasi varians, yang sangat penting bagi perencanaan dan pengendalian, pengambilan keputusan,

perhitungan tarif layanan dan remunerasi. 3) Reviu atas laporan keuangan yang dilakukan oleh Satuan Pemeriksaan Intern (SPI) masih belum optimal karena SPI belum sepenuhnya didukung oleh SDM yang memenuhi kualifikasi kompetensi untuk melakukan reviu atas laporan keuangan. 5.6 Analisis Kinerja Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Secara keseluruhan skor nilai kinerja yang diperoleh Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi adalah sebagai berikut: No 1 2 3 Indikator Kinerja Keuangan Operasional Peningkatan Mutu Layanan dan Manfaat bagi Masyarakat Jumlah Sebelum BLU 18,50 24,00 31,75 74,25 Setelah BLU 18,00 26,40 31,50 75,90 18,30 29,30 31,50 79,10 18,90 29,55 30,75 79,20

Dari tabel diatas terlihat bahwa setelah menjadi BLU terjadi kenaikan nilai kinerja yang diperoleh pada tahun tahun pertama sebesar 1,65 poin, tahun kedua 3,20 poin dan tahun ketiga 0,10 poin. Walaupun belum terjadi kenaikan yang cukup signifikan, rumah sakit tetap berada pada tingkat kesehatan SEHAT dengan nilai A. Implementasi PPK-BLU pada Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi baru berjalan hampir 3 tahun, menjadi BLU Bertahap pada bulan Juli 2008 dan BLU Penuh bulan Juli 2009. Status BLU rumah sakit telah diperoleh tanpa didahului oleh kesiapan semua pihak rumah sakit dalam melakukan berbagai perubahan sesuai dengan tujuan pemerintah menjadikan rumah sakit sebagai BLU, sehingga perubahan-perubahan dan penyesuaian yang perlu dilakukan berjalan lambat dan bertahap. Perbaikan atas sistem
16

pengumpulan data kinerja perlu dilakukan, terutama untuk menghasilkan nilai kinerja yang akurat dan dapat dihandalkan bagi pengambilan keputusan. Peningkatan nilai kinerja keuangan, pelayanan, mutu pelayanan dan manfaat kepada masyarakat tidak dapat berjalan dengan sendirinya, karena sangat terkait dengan aspek-aspek lainnya seperti adanya peningkatan transparansi dan akuntabilitas, pelaksanaan tata kelola yang berjalan baik, peningkatan kualitas sumber daya manusia, penempatan pegawai sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan, pengelolaan sumber daya yang baik dan tertib serta keandalan sumber data kinerja. Selanjutnya sangat diperlukan dukungan manajemen yang profesional, yang mempunyai komitmen untuk senantiasa fokus pada perbaikan kinerja. Walaupun belum terlihat perubahan yang berarti pada nilai-nilai indikator kinerja rumah sakit, PPK-BLU telah memberikan manfaat bagi kelancaran pemberian layanan kepada pasien, antara lain: 1). PPK-BLU memberikan fleksibilitas penggunaan dana, dimana rumah sakit dapat menggunakan dana yang diperoleh dari operasionalnya tanpa harus disetor dulu ke kas negara dan melalui prosedur birokrasi pencairan yang panjang dan memakan waktu cukup lama, yang pada akhirnya menggangu operasional rumah sakit karena kehabisan dana. 2). PPK-BLU mempermudah proses pengadaan barang dan jasa, terutama obatobatan dan bahan habis pakai yang secara rutin harus tersedia dengan cepat karena rumah sakit dapat melakukan pembelian secara langsung ke distributor, sehingga bisa mendapatkan harga yang lebih murah serta adanya diskon secara resmi di faktur (discount on factur) menyebabkan harga jual obat yang dibebankan kepada pasien menjadi lebih murah. 3). PPK-BLU memberikan fleksibilitas rumah sakit untuk melakukan kerjasama dalam bentuk KSO (kerja sama operasi) atau MOU dengan pihak ketiga. Dengan KSO/MOU proses mendapatkan alat menjadi lebih mudah, tidak membutuhkan birokrasi yang panjang dan apabila terjadi kerusakan/gangguan pada alat yang di-KSO kan pihak perusahaan akan segera

memperbaiki/menggantinya sehingga tidak menganggu kelancaran pelayanan kepada pasien.


17

5.7

Kendala dalam Implementasi PPK-BLU Ada beberapa hal yang menjadi kendala sehingga implementasi PPK-BLU pada

Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi belum memberikan hasil yang optimal bagi perbaikan dan peningkatan kinerja rumah sakit, yaitu: 1. Aspek Peraturan Perundang-Undangan Peraturan yang terkait dengan pengelolaan BLU Rumah Sakit belum semuanya didukung dengan peraturan pelaksanaannya, seperti untuk pelaksanaan pengadaan barang dan jasa, investasi dan remunerasi, sehingga pihak rumah sakit masih ragu untuk menjalankan fleksibilitas yang sudah dimilikinya. 2. Aspek Sistem Pengendalian Internal 1). Belum adanya komitmen dari jajaran manajemen dan pelaksana untuk melaksanakan PPK-BLU dengan menjunjung tinggi nilai integritas dan nilai etika serta menerapkan pola manajemen enterpreneur. 2). 3). 4). 3. 4. Sistem pengumpulan data kinerja belum berjalan dengan baik. Sosialisasi mengenai PPK-BLU belum dilakukan menyeluruh Kebijakan pengelolaan sumber daya manusia belum berjalan efisien.

Sistem Manajemen Pelayanan Kesehatan belum terpadu Evaluasi atas implementasi PPK-BLU oleh instansi pengelola teknis dan instansi pengelola keuangan belum berjalan optimal.

5. 6.

Keterbatasan Sumber Daya dan Birokrasi Pemerintahan Belum berjalannya sistem informasi manajemen yang terintegrasi, dalam rangka menghasilkan berbagai informasi yang diperlukan bagi kegiatan pengendalian, pengawasan, dan pengambilan keputusan.

6. 1.

Kesimpulan Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi telah menyusun dan

mengimplementasikan semua persyaratan administratif PPK-BLU yang meliputi Pola Tata Kelola, Rencana Strategis Bisnis, Rencana Bisnis Anggaran, Standar Pelayanan Minimal, dan Laporan Keuangan. Implementasi pola tata kelola diwujudkan dalam bentuk organisasi dan tata laksana, akuntabilitas, serta transparansi.
18

2.

Untuk memenuhi persyaratan BLU, Rumah sakit Stroke Nasional Bukittinggi telah melakukan penilaian kinerja atas tiga aspek, yaitu keuangan, operasional, dan peningkatan mutu layanan dan manfaat bagi masyarakat, dengan memperoleh nilai kinerja A dengan skor 79,20, dengan tingkat kesehatan SEHAT.

3.

Implementasi

PPK-BLU

telah

memberikan

peningkatan

nilai

kinerja,

peningkatan pertumbuhan pendapatan, dan peningkatan kemandirian rumah sakit, serta memberikan manfaat langsung dalam mempermudah proses pengadaan obat-obatan, bahan habis pakai, dan peralatan dalam rangka peningkatan layanan kesehatan kepada masyarakat. 4. Rumah sakit Stroke Nasional Bukittinggi masih menghadapi kendala dalam implementasi PPK-BLU diantaranya aturan pelaksanaan untuk beberapa kegiatan yang belum ada, kelemahan sistem pengendalian internal, sistem manajemen pelayanan kesehatan yang belum terpadu, belum dilakukannya evaluasi secara berkala oleh instansi pengelola teknis dan keuangan, dan keterbatasan sumber daya yang dimiliki rumah sakit serta birokrasi pemerintahan. 5. Konsep PPK-BLU yang baik untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan publik memerlukan pengawasan dan pengendalian dalam

implementasinya, dimulai dari proses perencanaan sampai pelaksanaannya, agar tidak terjadi penyimpangan dengan memanfaatkan berbagai fleksibilitas yang diberikan oleh pemerintah kepada rumah sakit sebagai BLU. 7. 1. Saran Menyempurnakan organisasi dan tata laksana yang mendukung pencapaian strategi dan pengembangan budaya enterpreneur. 2. Mengintegrasikan sistem informasi manajemen dari semua unit-unit organisasi yang ada. 3. 4. Melakukan revisi dan evaluasi secara berkala atas RSB, RBA, dan SPM. Mengembangkan sistem akuntansi biaya dalam rangka perencanaan dan pengendalian, pengambilan keputusan, perhitungan tarif layanan dan remunerasi yang tepat.
19

5.

Departemen Kesehatan dan Departemen Keuangan agar secara berkala melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap implementasi PPK-BLU.

6.

Departemen Kesehatan agar menciptakan sistem manajemen pelayanan yang terpadu untuk mendukung implementasi PPK-BLU.

20

DAFTAR PUSTAKA Abdul, Ahmad Hag, 2009, Ensiklopedia Perbendaharaan Badan Layanan Umum, Diakses 21 Juli 2010 Jam 8.50 PM < http://www.ensiklopedia .multiply.com/journal/BLU. Aditama, Tjandra Yoga, 2007, Manajemen Administrasi Rumah Sakit, Edisi Kedua, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Ahmad, Hardiyansyah, 2009, Pelaksanaan Prinsip-Prinsip good Governance dan Reinventing Government, Diakses 19 Januari 2011 Jam 12.00, < http://hardiyansyah-ahmad, blogspot.com/2009. Bastian, Indra, 2001, Akuntansi Sektor Publik, BPFE, Yogyakarta. Bastian, Indra, 2008, Akuntansi Kesehatan, Penerbit Erlangga, Jakarta. Direktorat Pembinaan PK BLU Direktorat Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan RI, 2008, Modul Bimbingan Teknis Penyusunan Persyaratan Adminstratif untuk Menerapkan PPK-BLU. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik, Kementrian Kesehatan RI, 2010, Pedoman Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) Badan Layanan Umum Rumah Sakit. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik, Kementrian Kesehatan RI, 2010, Pedoman Akuntansi BLU Rumah Sakit. Dwiyanto, Agus, 2010, Manajemen Pelayanan Publik: Peduli, inklusif dan Kolaboratif, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Dwinugroho, Priyono, 2008, Workshop Badan Layanan Umum, Jakarta. Fernandes, HA, Pengaruh Komitmen Manajemen pada Budaya Organisasi, Komitmen Individu, dan Kinerja Rumah Sakit Nirlaba, Diakses 10 Agustus 2010 Jam 9.50 PM < http://www.skripsi-teso/kinerja-rumah-sakitumum-daerah-rsud. Haidir, Iman, 2010, Tesis Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan dengan Menggunakan Analisis Rasio pada RSUPN Dr. Cipto Mangun Kusumo dan RS Kanker Darmais sebelum dan sesudah Penerapan PPK-BLU.

21

Hamka

dkk, 2009, Kualitas Pelayanan Publik, Implikasi Reorganisasi Kelembagaan Pemerintah Kabupaten/Kota Diakses 10 Februari 2010 Jam 9.50 PM.

Indrawati, Srimulyani, Keynote Speech pada Diskusi Panel Pengelolaan Keuangan BLU dan Peningkatan Kinerja Rumah Sakit : Kondisi, Ekspektasi, dan Tata Kelola, Oktober 2007. Ingram, W Robert, J Peterson, Russel, W Martin, Susan, 2001, Accounting and Financial Reporting for Govermental and Non Profit Organization Basic Concepts, New York, Mc Graw-Hill Inc. Kaplan, Robert S, Norton, David P, 2000, Menerapkan Strategi Menjadi Aksi, Balance Score Card, Penerbit Erlangga, Jakarta. Keputusan Presiden Nomor 38 tahun 1991 tentang Lembaga Unit Swadana . Keputusan Menteri BUMN No. 100/MBU/2002 tanggal 4 Juni 2002 tentang Penilaian Tingkat kesehatan BUMN. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tanggal 6 Februari 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 231/Menkes/SK/II/2007 tanggal 26 Februari 2007 tentang Standar Pelayan Minimal Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi. Kurniawan, Teguh, Pergeseran Paradigma Administrasi Publik: dari Prilaku model Klasik dan NPM ke Good Governance , Diakses 20 Juli 2010 Jam 10.55, < http://teguhkurniawan.multiply.com . Laking, Rob, 2003, Agencies; Their Benefit and Risk, OECD Journal on Budgeting, Number 4, Volume 4. Mardiasmo, 2006, Akuntansi Sektor Publik, Penerbit Andi, Yogyakarta. Marsono, 2009, Upaya Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik: Melalui Kebijakan Badan Layanan Umum, Diakses 21 Juli 2010 Jam 9.55, < http;//marsono64.blogspot.com. Mahmudi, 2005, Manajemen Kinerja Sektor Publik, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.

22

Mahmudi, 2003, New Public Management (NPM): Pendekatan Baru Manajemen Sektor Publik, Diakses 10 Februari 20110 Jam 09.00, http://journal.vii.ac.id/index.php/sinerji/artikel. M.Nazir, 2003, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta. Maynihan, Donald dan Sanjay K Pandey, 2003, Testing a Model of Public Sector Performance : How Does Management Matter ?, Diakses 15 Agustus 2010 Jam 10.55, http://www.resources.bnet.com. Muhammad, Fadel, Rayendra L, 2008, Reinventing Local Government : Pengalaman dari Daerah, Diakses 30 Juli 2010 Jam 10.55, < http://books.google.co.id. Muluk, MR.Khairul, Budaya Organisasi Pelayanan Publik (Kasus pada Rumah Sakit X di Malang) Diakses 20 Januari 2011 Jam 10.55, < http://www.muluk.blogspot.com. Nagi, Hessel S Tangkilisan, 2005, Manajemen Publik, Gramedia, Jakarta. Neuman, 2003, Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches, Fifth Edition, Allyn and Bacon Peason Education, Inc. Boston, USA. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2000 tentang Perusahaan Jawatan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2005 tentang Standar Pelayan Minimal. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66.PMK.02/2006 tentang Tata Cara Penyusunan, Pengajuan, Penetapan dan Perubahan RBA serta DPA BLU. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Badan Layanan Umum. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.05/2009 tentang Rencana Bisnis Anggaran dan Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
23

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Sie Infokum-Ditama Binbangkum, 2009, Badan Layanan Umum, Diakses tanggal 25 Juli 2010 Jam 9.15, http//:www.jdih.bpk.go.id. Sri Wahyuni, 2010, Tesis Manajemen Konflik dalam Merespon Perubahan Kebijakan (Studi Kasus Penerapan Pengelolaan Keuangan BLU Universitas Sebelas Maret Surakarta. Suharto, Edi, Penerapan Kebijakan Pelayanan Publik bagi Masyarakat dengan Kebutuhan Khusus Disampaikan pada Focused Group Discussion Kajian Penerapan Pelayanan Khusus pada Sektor Publik, Lembaga Administrasi Negara di Bogor tanggal 9-10 Oktober 2008, Diakses tanggal 5 Januari 2011jam 10.00, http//:www.edisuharto, multiply.com. Supriatna, Dadan, 2007, Tesis Analisis Kesiapan RSUD Kota Bandung dalam Rangka Menuju BLUD, Universitas Padjajaran Bandung. Supriyanto, Joko dan Suparjo, 2005, Badan Layanan Umum: Sebuah Pola Pemikiran Baru atas Unit Pelayanan Masyarakat, Diakses 10 Januari 2010 Jam 11.00, > http://www.perbendaharaan.go.id. Sutedi, Adrian, 2010, Hukum Keuangan Negara, Sinar Grafika, Jakarta. Stout, Lary D, 2003, Performance Measurement, Asisstant Commission Federal Finance. Wahyudiharto, 2009, Mengenal Teori Keagenan, Diakses 30 Januari 2010 Jam 11.55 > http://s2.wahyudiharto.com/2009/opini-teori-keagenan-agency-theory. Wikipedia, Principle Agent Problem Diakses 22 Februari 2010 Jam 14.30 http://wikipedia.org/wiki/principle/agent-problem >

24

Wiranto, Tommy, Permasalahan Badan Layanan Umum (BLU) di Indonesia, Diakses 30 Agustus 2010 Jam 10.55 > http://tommywiranto.blogspot.com.

25

You might also like