Professional Documents
Culture Documents
Al Chaidar
Dosen pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Malikussaleh
Lhokseumawe, Aceh
Latar Belakang
Gerakan Darul Islam (DI) atau dikenal dengan Negara Islam
Indonesia (NII) adalah sebuah gerakan politik bersenjata yang sangat
berpengaruh di Indonesia dari tahun 1949 hingga sekarang. DI muncul
pertama kalinya di Jawa Barat dan dalam perkembangannya kemudian
gerakan ini menjangkau berbagai daerah: Jawa Tengah (1950),
Kalimantan Selatan (1951), Sulawesi Selatan (1952) dan Aceh (1953).
Darul Islam, sebenarnya, sudah muncul semenjak tahun 1948 dan
belum benar-benar berakhir hingga saat sekarang ini. Bahkan, untuk
konteks kekinian, ada indikasi yang sangat kuat bahwa Darul Islam
muncul lagi dalam berbagai bentuk dan nama serta dalam berbagai
model dan metode pergerakan. Kemunculan kembali Darul Islam ini
menunjukkan adanya kelanjutan (continuity) dari sebuah gerakan
ideologi yang tak pernah mati. Kemunculan kembali DI atau NII ini
terutama karena banyaknya keinginan untuk melanjutkan perjuangan
menegakkan negara Islam di Indonesia, selain sebagai upaya untuk
memperebutkan posisi Imam atau kepala negara. Akibatnya, keinginan
ideal untuk menegakkan negara Islam berubah menjadi upaya praktis
memperebutkan posisi sebagai Imam di dalam struktur organisasi
gerakan ini sehingga beberapa tokoh yang memiliki konstituennya
sendiri mengklaim diri sebagai imam dengan segala justifikasinya
masing-masing.
Maka bermunculanlah berbagai faksi di dalam tubuh organisasi
pergerakan bawah tanah terbesar di Indonesia ini. Secara teoritis,
faksionalisme adalah bentuk pergerakan yang mempunyai tujuan dan
akar politik dan ideologi yang sama namun muncul banyak perbedaan
kecil yang sebenarnya tidak signifikan.1 Kebanyakan perbedaan ini
1
Tentang faksionalisme, lihat Tanh Ti Anh, Politik Faksionalisme di Viet Nam, (terj.),
Jakarta: Grafiti Pers, 1987.
1
berkaitan dengan masalah kepemimpinan internal dan tokoh-tokoh
pergerakan kemudian mengambil jalan lain yang dianggap lebih tepat
untuk melanjutkan misi dan visi organisasi atau pergerakan.
Sebagaimana akan dibahas di dalam tulisan ini, kelanjutan Negara
Islam Indonesia pasca S.M. Kartosoewirjo bertendensi kuat ke arah
sistem politik faksionalisme. Di dalam konteks DI, faksionalisme ini
terjadi karena adanya peristiwa-peristiwa penting yang
menggambarkan dinamika konflik internal pergerakan selain
kelanjutan resistensi politik umat Islam sebagai perjuangan untuk
mempertahankan eksistensi Negara Islam Indonesia pada generasi
penerusnya. Tetapi di sisi lain, pada periode pasca perang (1949-
1962), para tokoh utama pengikut S.M. Kartosoewirjo membuat
struktur NII yang kemudian mengalami perubahan dan perpecahan ke
dalam beberapa faksi dan perubahan pola pikir dan metode penafsiran
sejarah, ayat dan hadist. Banyaknya faksi-faksi dalam kalangan
internal pergerakan DI ini bersifat arbitrer dalam pengertian bahwa
satu sama lain saling mengklaim yang paling berhak mewarisi panji
kepemimpinan Negara Islam Indonesia pasca S.M. Kartosoewirjo.
Kelanjutan Negara Islam Indonesia pasca S.M. Kartosoewirjo
ditandai oleh dua fenomena menarik: perpecahan dan integrasi; ada
persatuan atau integrasi antar berbagai faksi dan terjadinya berbagai
perpecahan atau konflik suksesi keimaman atau karena efek dari
berbagai peristiwa kekerasan yang muncul dalam perjalanan NII.
Perpecahan bermula dari munculnya kelompok fillah dan kelompok
sabilillah. Fillah bermakna sipil setelah kekalahan perang yang dialami
oleh DI mulai tahun-tahun 1960-an, sedangkan sabilillah adalah
kelompok yang hendak melanjutkan perang bersenjata dengan cara
gerilya. Kelompok fillah mengambil metode dakwah dan tarbiyah
(pendidikan) sebagai jalan jihadnya. Sedangkan kelompok sabilillah
mengambil jalan perang sebagai jihadnya. Pada tahun-tahun awal
1970-an kedua kelompok ini berdebat tentang cara-cara melanjutkan
perjuangan NII sepeninggal S.M. Kartosoewirjo. Kelompok pertama
lebih banyak menyampaikan konsep-konsep, sementara kelompok
kedua menuntut pelaksanaan dari kata-kata. Kelompok pertama pada
tataran wacana dan lebih mengembangkan dakwah dan keilmuan yang
abstrak, sedangkan kelompok kedua lebih menekankan pada aksi fisik
yang nyata. Namun, perdebatan ini lebih sering kemudian diakhiri
dengan tarik-menarik klaim siapa yang paling sah dan konstitusional
dalam memagang tampuk kepemimpinan pergerakan.
Persoalan kepemimpinan adalah problem internal yang tidak
pernah selesai di dalam setiap pergerakan Islam di manapun di dunia
ini. Kepemimpinan adalah isu sentral yang sangat dominan dalam
menentukan apakah seseorang sudah berada pada tanzim (organisasi)
yang benar dan bagi pengikutnya (atau sering disebut dengan istilah
‘ummat’) menjadi persoalan pilihan jalan hidup. Bagi pemimpin tiap-
tiap faksi menjadi dasar yang tegas dalam menetapkan setiap
2
keputusan yang syar’i (sah secara hukum Islam). Untuk menganalisis
isu kepemimpinan ini, ada beberapa jejak untuk dijadikan rujukan
tentang estafet kepemimpinan perjuangan NII, yaitu rujukan kepada
klausal peraturan pemerintah (Maklumat Komandemen Tertinggi No.
11) di mana memuat azas Sapta Palagan2 dengan KPSI3 yang berlaku
secara otomatis garis kepemimpinan tersebut. MKT 11 ini juga memuat
tentang azas Purba Wisesa (kekuasaan otomatis), yang berarti bahwa
kepemimpinan akan diakui oleh orang-orang yang terdekat dengan
S.M. Kartosoewirjo. Tetapi azas yang menjadi acuan ini pada
prakteknya tidak begitu diketahui oleh sebagian pengikut NII karena
minimnya pemahaman para anggota jamaah (yang dalam diskursus
mereka disebut sebagai ‘warga’) maupun mas’ul (aparat) tentang
ketatanegaraan NII dan mekanismenya, sehingga tidak dapat dengan
cepat mengadakan konsolidasi pada tingkat KPSI khususnya dalam
pengaturan perumusan strategi.4
Perencanaan strategis pergerakan DI dimulai ketika terjadi
kontak antara Hasan Anwar5 dengan Abu Hasan6 di Sulawesi. Hasan
Anwar memulai dialog sensitif ini dengan mengambil pengandaian
bahwa shalat sendirian memang sah, namun lebih baik kalau dalam
sebuah jamaah, setiap jamaah shalat mestilah ada imamnya, dan
dalam doktrin politik Islam, setiap ada imam mestilah ada bai’at
(sumpah setia). Pertemuan di Sulawesi ini berkoinsidensi dengan
peristiwa penting lainnya yang bersifat rahasia, Forum Majlis Syuro NII
di Makassar. Dengan kehadiran Hasan Anwar ini bersamaan dengan
sedang berlangsungnya Forum Majelis Syura NII di Sulawesi
menjadikan pembicaraan isu kelanjutan kepemimpinan sebagai tema
yang sangat penting dan kontroversial. Segera saja seluruh peserta
memikirkan persoalan estafet kepemimpinan DI yang belum tuntas.
Ibarat kereta api, DI bagaikan gerbong tanpa lokomotif; bagaikan anak
ayam yang kehilangan induknya. Pembicaraan kepemimpinan ini
menjadi topik pembahasan utama dalam agenda elit politik untuk
perencanaan strategis kelanjutan perjuangan DI/TII.
Kehadiran Hasan Anwar dalam Forum Majelis Syura itu juga
menyampaikan amanah S.M. Kartosoewirjo sebagai Imam pada saat-
saat terakhir di penjara sebelum menjalani eksekusi tahun 1962.
Amanah itu berisikan ajakan kepada setiap mujahid7 untuk tetap
2
Sapta Palagan adalah Tujuh Wilayah Perang, sebuah struktur pemerintahan NII yang
lebih bersifat militeristik daripada sipil.
3
KPSI adalah singkatan dari Komandemen Perang Seluruh Indonesia.
4
Wawancara Bapak Toni dengan Abu Hasan di Jakarta, 18 Oktober 1999.
5
Hasan Anwar, seorang Petugas KUKT Sulawesi-Jawa Barat. Semasa DI/TII “turun
gunung” Hasan Anwar ditawan bersama Imam Kartosoewirjo, ia berhasil lolos.
6
Abu Hasan, seorang Petugas KUKT Aceh – Sulawesi.
7
Mujahid adalah orang yang ber-jihad di jalan Allah. Dalam konteks DI, setiap anggota,
aparat dan pemimpinnya adalah mujahid.
3
berpegang kepada peraturan pemerintah NII8 dan perjuangan harus
tetap dilanjutkan sesuai dengan Sapta Palagan. Dan juga mengenai
penggantian pimpinan perjuangan agar tetap dilanjutkan berdasarkan
KPSI dan medan jihad tidak boleh sampai terputus. 9 Sehingga dengan
ini terbukti bahwa jaringan DI di Sulawesi setelah tertawannya S.M.
Kartosoewirjo tidak pernah berhenti dan terus dilanjutkan, walau
Kahar Muzakar telah meninggal. Pada tataran ini, gerakan DI adalah
gerakan dengan jaringan nasional (atau setidaknya pada saat itu
bersifat interinsuler) yang melintasi batas-batas etnik, bahasa dan
budaya lokal.
Usaha lainnya adalah dengan dilanjutkannya kerja keras dalam
membuka hubungan interinsuler antara Jawa Barat-Aceh, yang mana
diutusnya wakil dari Aceh ke Jawa Barat, kemudian kunjungan dari
Aceh ini mendapatkan kunjungan balasan dari Jawa Barat.10 Gerakan
yang bersifat inter-cultural ini mampu menyambungkan keinginan
universal Islam tanpa sekat-sekat perbedaan kultural. Mereka diterima
oleh Teungku Muhammad Daud Beureueh11 di Beureueneun,12 Aceh
tahun 1967. Langkah-langkah ini adalah usaha awal penyusunan
kembali strategi jihad yang dipersiapkan untuk menyambut revolusi
Islam menuju Futuh Mekkah13di Indonesia.
Usaha-usaha ini kemudian dilanjutkan dengan Perencanaan
Program 1967-1973. Program ini juga mendapat sambutan dari tokoh-
tokoh Islam14 yang ada di tingkat elit politik Republik Indonesia. Tetapi
program ini mengalami kebocoran karena ketidakpercayaan dan
ketidakpahaman sebagian para mujahidin DI. Karena itu, pada tahun
1973 Atjeng Kurnia mengambil inisiatif berangkat untuk menjumpai
Teungku Muhammad Daud Beureueh untuk mendapatkan penjelasan
program yang dimaksud, tetapi Teungku Muhammad Daud Beureueh
tidak memberikan penjelasan yang memadai kepada Atjeng Kurnia.
Konsekuensinya, pertemuan ini membawa penilaian negatif Atjeng
Kurnia, sehingga isu ini dibawa ke forum di Jawa Barat bahwa ada hal-
hal yang sengaja ditutup-tutupi bagi sebagian anggota DI lainnya.
8
Lihat Maklumat Komandemen Tertinggi (MKT) No. 11 dalam Al Chaidar, Pengantar
Pemikiran Politik Proklamator Negara Islam Indonesia S.M. Kartosoewirjo, (Jakarta: Darul Falah, 2000).
9
Wawancara dengan Abu Hasan di Jakarta, 18 Oktober 1999.
10
Utusan dari Jawa Barat ini terdiri dari Pejabat NII (menteri keuangan), Djadja Sudja’i
(ADI/AKT), KSKW1, Wakil KPWB Kadar Solihat.
11
Teungku Muhammad Daud Beureueh pada waktu itu menjabat selaku KPWB Negara
Bagian Aceh – Negara Islam Indonesia (NBA-NII). Lihat Nazaruddin Sjamsuddin, Pemberontakan
Kaum Republik, Darul Islam Aceh (1953-1967), (terj.), Jakarta: Grafiti Pers, 1985.
12
Beureuneun adalah sebuah kota radikal di Kabupaten Pidie, 150 km dari ibukota
Banda Aceh.
13
Futuh Mekkah adalah sebuah istilah untuk revolusi yang mengawali kejatuhan kota
Mekkah ke bawah kekuasaan kaum Muslim di zaman nabi Muhammad. Istilah ini dipakai untuk
situasi kejatuhan Jakarta kepada kekuasaan kaum Darul Islam di Indonesia yang belum terwujud
hingga sekarang ini.
14
Antara lain Muhammad Natsir, Burhanuddin Harahap, Syafruddin Prawiranegara, dll.
4
Selanjutnya usaha-usaha program mengalami kebocoran yang tidak
pada tempatnya dengan mengikutsertakan beberapa tokoh DI yang
dianggap sudah indisipliner, yaitu Adah Djaelani.
Pada sisi lain, di kalangan ummat atau warga NII belum banyak
mengetahui dan memahami tentang perangkat-perangkat peraturan
kenegaraan di tingkat pusat, dan kurangnya kontak dan informasi pada
masa itu sehingga terjadi kesalahpahaman perjuangan. Seperti yang
dituturkan oleh Pak Ridwan dengan mengambil peristiwa yang terjadi
di Brebes, Jawa Tengah, mulai tahun 1962.15 Sewaktu ramai beredar
sejumlah selebaran (pamflet-pamflet) yang dibuat oleh TNI (Tentara
Nasional Indonesia) tertempel di batang-batang pohon yang berisikan
seruan dan ajakan agar pasukan TII16 untuk menghentikan tembak-
menembak (cease-fire) dengan pihak TNI sehubungan dengan kabar
bahwa Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo selaku Imam NII tengah
mengadakan perundingan dengan pihak RI. Karena kekurangan
informasi dan kontak, atas tersebarnya pamflet-pamflet ini membuat
kalangan pejuang DI/TII dilematis. Di satu sisi mereka harus terus
melanjutkan pertempuran sementara di sisi lain harus menghormati
pembicaraan damai yang sedang berlangsung.
Panglima Divisi II TII Jawa Timur, Haji Ismail Pranoto (populer
dengan nama singkatan Hispran) beserta satu kompi pasukan yang
mengiringinya, ia dan rombongan bermaksud hendak mengecek
kebenaran isi selebaran tersebut, untuk maksud tersebut dia
meninggalkan ribuan pasukannya di wilayah Jawa Tengah. Dalam
perjalanan Hispran mampir ke Brebes. Di Brebes ini, Hispran dijumpai
oleh lima orang prajurit yang mengatakan bahwa sejumlah pasukan di
bawah pimpinan Saiful, Digdo, Hispuri di Watugeni, pasukan yang
telah ditinggalkan Hispran mempercayai isi selebaran, mereka tengah
bergerak menuju Tegal. Masalah komunikasi yang kurang
menyebabkan disinformasi yang kemudian berakibat kalahnya TII di
Jawa Timur.
Sementara itu, situasi yang berkembang sangat cepat
sedemikian rupa, Hispran berpedoman atas wasiat Sekarmadji
Maridjan Kartosoewirjo bahwa: “(1) suatu ketika akan terjadi wahyu
anggening, yaitu kelak akan terjadi badai angin topan yang menyapu
seluruh para mujahid, yang membuat kondisi kawan menjadi lawan,
mujahid menjadi bukan mujahid, bukan mujahid menjadi mujahid,
panglima menjadi prajurit, prajurit menjadi panglima. Dan untuk ini,
jika Ridwan memerintahkan kalian untuk turun menghentikan jihad,
maka sejak itu anggap saja Ridwan iblis dan kalian langsung tembak
saja Ridwan, (2) harus diingat kalau mujahid ingkar dari jihad, maka ia
akan menjadi iblis, lebih jahat daripada TNI, (3) harus juga diingat
kalau kalian kehilangan kekuatan, kalian hanya tinggal mempunyai gigi
15
Wawancara dengan Bapak Ridwan di Jakarta, 8 Oktober 1999.
16
TII (Tentara Islam Indonesia), pasukan utama Darul Islam.
5
satu saja, selama Pancasila masih ada, berarti gigi satu itu gunakan
untuk menggigit musuh. Bila kalian berada di suatu wilayah atau di
mana saja kamu berada, di sanalah kamu berjihad. Tidak terbatas oleh
teritorial, (4) Kalau kalian berada ‘dalam kondisi jihad, maka rasa aman
adalah racun”. Begitu pesan imam yang disampaikan Hispran.
Dari wacana “pesan imam” tersebut, warga NII kemudian
mengembangkan suatu etos berjuang yang unik: (1) tidak pernah
berhenti berjihad; (2) TNI adalah musuh; (3) Pancasila adalah thagut
(berhala); (4) selalu awas. Namun, jika pesan itu dipersepsikan secara
berlebihan, maka akan muncul konsekuensi negatif dari etos bergerak:
(1) tidak mempercayai teman; (2) bisa memindahkan pergerakan ke
mana saja, di luar Indonesia sekalipun; (3) bisa saling membunuh
sesama pejuang atau teman seperjuangan; (4) berbiaya tinggi karena
harus berpindah tempat setiap waktu. Pesan ini jika salah ditafsirkan
pun bisa menjadi penyebab munculnya perpecahan (faksi-faksi) di
dalam tubuh DI.
Perpecahan juga disebabkan oleh munculnya faksi-faksi yang
dalam sejarahnya ada yang bersedia “turun gunung” (menyerah) dan
kelompok yang tidak bersedia turun gunung. Misalnya dalam kasus
pasukan di Brebes yang telah bersepakat tidak mau turun gunung
tidak mempercayai selebaran yang disebarkan oleh pihak TNI. Kyai
Maskur, seorang anak buah Hispran KW-2Jawa Tengah,17 mungkin ia di
bawah tekanan pihak TNI mengultimatum Hispran, “Bahwa kalau
kalian tidak mau turun, mereka akan kerahkan pasukan yang telah
turun bersama alat-alat negara RI yang telah ada.” Untuk ultimatum
ini Hispran menjawab, “Silahkan kalian kerahkan semua, bagi Ridwan
hanya Allah dan para malaikat-Nya saja. Kalau kalian hendak turun
silahkan.” Dari lima orang yang membawa berita bergabung kembali
dengan Hispran kecuali satu pimpinan pasukan, Rakum. Tak lama
kemudian pasukan TNI melakukan operasi-operasi penyisiran18, hingga
pasukan terpencar karena terdesak sampai ke lereng-lereng bukit
selama dua bulan.
Kasus ini terjadi, pada waktu S.M. Kartosoewirjo sebagai Imam
NII tertawan, karena konsolidasi dan koordinasi jihad tidak secara
langsung terselesaikan karena pada zaman itu sarana komunikasi yang
tidak memungkinkan terjadinya komunikasi antar pimpinan komando
militer sehingga tidak dengan cepat menyelesaikan situasi. Di banyak
kasus setelah tertawannya Imam S.M. Kartosoewirjo sumber daya
manusia pada tingkat komandan memahami sistem komandemen
yang berlaku hanya tinggal sedikit. Pemahaman ini sebenarnya sangat
penting untuk mencegah strategi desepsi dari pihak TNI yang memakai
cara-cara disinformasi untuk menyesatkan orientasi para pejuang DI.
17
KW (Komandemen Wilayah), setingkap pemerintahan provinsi.
18
Operasi ini bernama kode sandi “Pagar Betis” (human shield) yang menggunakan
rakyat sebagai tameng untuk menyisir daerah-daerah persembunyian orang-orang DI.
6
Hingga tahun 1963 pasukan yang telah terpencar ini bertemu
kembali. Mereka mengadakan pertemuan rahasia dengan para
komandan batalyon, komandan kompi dan para ajudannya. Pertemuan
rahasia ini dihadiri oleh delapan komandan di bawah pimpinan Hispran:
komandan batalyon Haji Annas, ajudannya Aspri (Salman Al Farisi),
komandan kompi Kastulani. Pertemuan rahasia ini dijaga ketat oleh
pasukan yang terdiri dari sejumlah 100 prajurit orang ini berpencar.
Hingga tahun 1967 mereka bertemu dengan jumlah 12 orang. Inilah
peristiwa reintegrasi pasukan DI pertama di bawah komando Hispran.
Komando inilah yang masih teguh dalam prinsip militernya hingga
kemudian berubah menjadi tanzim Jama’ah Islamiyyah sekarang ini.
Sementara itu, sejumlah pasukan lain yang belum turun
gunung19 masih bergerilya di tempat-tempat lain di Jawa tengah. Bagi
mereka, turun gunung dijemput lawan atau ditawan, sesuatu yang
berada di luar angan-angan mereka: mereka ingin pulang dijemput
sanak saudara dan orang-orang terkasih, menjadi pahlawan yang
membebaskan, bukan menjadi tawanan. Namun pada akhirnya ada
beberapa di antara mereka yang turun gunung karena koordinasi dan
kondisi perjuangan sudah mengalami kekalahan di berbagai lini
pertempuran. Beberapa dari mereka yang menyerah, ternyata
mengalami kurangnya kaderisasi setelah turun gunung, maka KW-2
Jawa Tengah kemudian menyusun usaha-usahanya dan turut serta
dalam usaha-usaha konsolidasi sampai tahun 1973. Menyerah diikuti
perubahan strategi perjuangan, dari jihad menjadi dakwah dan
tarbiyah.
Sementara itu tahun 1968-1969 di Jawa Barat, Atjeng Kurnia
menghimpun kembali bekas-bekas panglima, seperti Adah Djaelani,
Ateng Djaelani, Muhammad Hatam, itu direalisasikan dalam satu
wadah PRTI (Persiapan Resimen Tentara Islam) dengan 10 kader, yakni:
Tahmid (pimpinan PRTI), Maman Tsani SH, bawahan Tahmid (mewakili
generasi muda), Sambas Suryana, Ir. Atjeng Sutisna, Ubad, Budiarto,
Nanang, Ridwan, Ayep (adik istri Atjeng Kurnia). PRTI pertama
mempunyai tugas internal, yakni memperingatkan kembali eksponen-
eksponen TII termasuk anak-anaknya jangan sampai tidak tahu
perjuangan orang tuanya. Usaha selama satu tahun ini dievaluasi,
tidak ada penambahan kader yang signifikan. Hambatan-hambatan itu
di antaranya adalah lambatnya komunikasi pesan dan perintah dari
atas ke bawah: kalau mendatangi komandan regu, komandan regu
menjawab ia tidak diperintahkan oleh komandan peleton, kalau
mendatangi komandan peleton, ia menjawab ia tidak diperintahkan
oleh komandan kompi, kalau mendatangi komandan kompi, ia
menjawab ia tidak diperintahkan oleh komandan resimen, dst. Dari
jawaban-jawaban yang diterima, dapat disimpulkan bahwa yang
19
Turun gunung adalah istilah lain untuk menyerah.
7
menjadi inti masalah adalah orangtua.20 Lalu pihak generasi muda
mendatangi eksponen-eksponen panglima dengan mengajukan
pertanyaan, “sanggupkah orang tua untuk meneruskan perjuangan
atau tidak, bahkan mereka meminta jawaban di atas kertas agar jelas,
agar mereka dapat bergerak dengan leluasa dan tiada penghalang dari
orang tua.” Waktu itu seluruh orangtua menyatakan sanggup dengan
segala konsekwensinya.21
Diadakannya pertemuan dengan eksponen-eksponen angkatan
pertama pejuang DI dengan anak-anak DI/TII (generasi kedua) secara
internal dimungkinkan terjadi karena Danu Muhammad Hasan
mengusulkan agar pertemuan itu terbuka sifatnya, karena untuk
mengumpulkan sekian ribu para mujahid sangat sulit. Pada waktu itu
Pak Danu dinas pada Opsus dengan Ali Moetopo, mereka mengadakan
pertemuan reuni disarankan oleh Pak Danu untuk mengambil uang
untuk keperluan tersebut dari kantor Bakin di Matraman. Pertemuan
diselenggarakan atas sponsor Bakin.22 Maka pada 24 April 1971,
pertemuan diselenggarakan di rumah Danu Muhammad Hasan di Jalan
Madrasah 240 Bandung. Berlangsungnya acara pertemuan itu selama
tiga hari tiga malam. Pembicara di antarannya waktu itu adalah
Hispran, Jaja Sudjadi (eksponen Majelis Keuangan NII), Kadar Solihat
(eksponen komandan resimen, anak buah Agus Abdullah), istri Kadar
Solihat, Maman Tsani (mewakili anak-anak DI/TII). Namun dibalik
pertemuan reuni itu sisi lain yang dapat ditangkap, seluruh eksponen
NII mengadakan koordinasi kembali secara internal. Dari pertemuan itu
mulai adanya pembagian-pembagian tugas, khususnya yang bertugas
melakukan kontak komunikasi NII, seperti pengangkatan tugas-tugas
Kuasa Usaha. Siapa yang bertugas di Sukabumi, Tasikmalaya, Jawa
Timur, dll dibagi secara managerial. Selanjutnya diadakan pertemuan-
pertemuan rutin di rumah Pak Danu Muhammad Hasan. Tahun 1973
terbentuk susunan komando23 dengan mengakui pimpinan komando
20
Yang dimaksud dengan orang tua di sini adalah generasi awal yang hidup dan
berjuang bersama-sama dengan SM Kartosoewirjo atau ikut berjuang pada periode yang sama
namun tidak pernah bertemu SM Kartosoewirjo.
21
Wawancara dengan Bapak Ridwan di Jakarta, 8 Oktober 1999.
22
Sementara di pihak Badan Intelejen (Bakin) Ali Moertopo dengan program Opsusnya
mempunyai rencana sendiri terhadap mantan para pejuang Darul Islam dengan memakai istilah
Komando Jihad: (1) menghimpun mantan pejuang Darul Islam guna menangkal merebaknya
pengaruh faham komunisme semenjak Amerika dikalahkan oleh Khmer Merah di perang
Vietnam, (2) kepentingan pribadi Ali Moertopo, (3) menjaring pergerakan Darul Islam.
23
Terbentuk susunan komando ini dinilai kontroversial di kalangan intern Darul Islam
sendiri. Terbentuk susunan komando secara resmi sudah rampung jauh-jauh hari sebelumnya,
setelah adanya kontak antara DI/TII Jawa Barat dan Aceh di Beureueneun, Aceh tahun 1967.
tanpa sepengetahuan Danu Muhammad Hasan dan Adah Djaelani, karena Danu Muhammad
Hasan dan Adah Djaelani baru aktif kembali tahun 1973. Di mana hasil pertemuan di Aceh itu
menyusul terbentuknya struktur susunan komandemen dengan pimpinan tertuju kepada
Teungku Muhammad Daud Beureueh. Tahun 1975, susunan komandemen seluruh Jawa pun
rampung. Tetapi kemudian rencana-rencana yang disusun mengalami kebocoran kepada Bakin.
8
tertingginya, yaitu Teungku Muhammad Daud Beureueh24 menjabat
sebagai KPSI (Komando Perang Seluruh Indonesia).25
Tahun 1975 susunan komando —khususnya untuk seluruh Jawa26
— sudah rampung terbentuk. Aceng Kurnia diangkat sebagai panglima
wilayah Jawa Barat, yang pada waktu itu Jawa Barat terbagi menjadi 3
bagian; (1) Panglima Divisi I Aceng Kurnia, Panglima II Gubernurnya
Ulis Suja’i, (2) Panglima Periangan Bagian Timur, Mia Ibrahim dan
untuk Daerah Banten dan Bogor, Uci Nong. Dan, (3)Jawa Timur, Hasan
dan Idris. Jawa Tengah, Panglima I Saiful Imam untuk bagian selatan,
Panglima II Sutiko Abdurrahman untuk bagian Surakarta, Panglima III
Haji Paleh untuk bagian barat, Panglima IV Seno (alias Basyar atau
Abdul Hakim) untuk bagian Semarang. Tahuan 1975 hanya Blitar yang
belum ada calon bupatinya pada waktu itu.27
Tetapi di balik itu munculnya kecurigaan dalam susunan struktur
di Jawa Barat ini atas diaktifkannya Ateng Djaelani dan Zainal Abidin
dalam struktur Dewan Imamah, sehingga mereka berdua mempunyai
wewenang mengangkat serta mem-bai’at para panglima dan
komandan. Kecurigaan ini datang dari Jawa Tengah menyangkut
keberadaan Ateng Djaelani dan Zainal Abidin yang sudah dicurigai
sebagai pihak yang berkhianat.28 Sehingga penyusunan di Bandung
barisan terpecah, yaitu kelompok Sabilillah yang menyetujui
penyusunan kembali struktur, walau struktur itu disponsori Ali
Moertopo.29 Pada periode ini, perjuangan DI lebih banyak menghasilkan
pengkhianat daripada pahlawan.
Pembentukan struktur baru ini diprakarsai oleh kalangan yang
tergabung dalam wadah Sabilillah, di mana Adah Djaelani Tirtapraja
sebagai pimpinan tertinggi seluruh Jawa, Panglima Jawa-Madura adalah
Danu Muhammad Hasan, dan wakil panglima Hispran (Haji Ismail
Pranoto). Di sini, sangat besar kemungkinan terjadinya perpecahan.
Tahun-tahun 1970-an adalah tahun-tahun yang sulit bagi DI: banyak
yang bersatu, untuk kemudian berpecah-belah.
9
Dunia pergerakan, selain terlihat sebagai dunia yang penuh
dengan rapat-rapat rahasia, juga terbentuknya banyak forum. Forum
NII Jawa Barat misalnya, menunjukkan suatu dinamika tersendiri dari
kaum pergerakan. Forum sering diwarnai protes dari utusan-utusan
dari Jawa Timur, di mana protes tersebut mempertanyakan: (1)
Keberadaan Danu yang aktif dengan Ali Moertopo, dan (2) Keberadaan
Ateng Djaelani dan Zainal Abidin dalam struktur kepengurusan,
mengingt masa lampau mereka berdua telah mengkhianati Imam di
tahun 1960 dengan menyerahkan diri kepada musuh dari medan jihad.
Tetapi protes tersebut dapat ditanggapi oleh Danu Muhammad Hasan
yang mengatakan bahwa setiap orang mempunyai salah dan untuk
taubat melalui kesalahannya. Bagi orang yang pernah mengkhianti
jihad maka taubatnya adalah kembali jihad. Kalau tolak taubat
jihadnya, ke mana ia akan mendapatkan taubatnya. Sedangkan taubat
jihad ibarat lubang jarum. Sedangkan Allah Maha Pengampun dan
Penyayang. Kalau tutup pintu taubatnya, maka berarti menutup pintu
taubatnya. Setelah jawaban yang diberikan oleh Danu itu, tak ada
pertanyaan protes lagi. 30
Yang menarik adalah apa yang terjadi terhadap Danu
Muhammad Hasan. Ia adalah tokoh yang konsisten berjuang, namun
terjepit di antara paksaan untuk bekerja-sama dengan pihak RI dan
tudingan dari teman-teman seperjuangannya sebagai orang yang
berkhianat. Padahal ia adalah tokoh dengan setting sosial-politik yang
rumit dan terjepit. Ia masih tetap konsisten dengan perjuangan
menegakkan negara Islam, sampai kapan pun. Tentang keberadaan
dirinya, Danu Muhammad Hasan menyatakan, bahwa ia akan
membawa Ali Moertopo ke dalam Islam, sebenarnya ia sendiri
berkeberatan bersama Ali Moetopo, tetapi ia berpengharapan Ali
Moertopo dapat diajak bergabung jika dia mau, kalau tidak maka Ali
Moertopo akan saya bunuh dari dekat. Danu mempunyai anggapan
demikian terhadap Ali Moertopo, dengan latar belakang pernah di
tahun 1966 mempunyai jasa, ketika dari komandan-komandan
batalyon ke atas mau dilenyapkan oleh Soeharto. Ali Moertopo
mencegah, “Sebelum bekas DI/TII dihancurkan, saya lebih dulu
dihancurkan.” Danu ternyata tertipu dengan bahasa Ali Moertopo
dengan rencana “Pancing dan Jaring”31-nya sebagai upaya guna
menjaring anggota-anggota NII.32
Ketika itu tahun 1975, seperti yang disampaikan KSM (Komite
Solidaritas Muslim),33 Ali Moertopo memanfaatkan para eksponen
pejuang DI/TII ini bekerjasama dengan ABRI dalam mengantisipasi
30
Wawancara dengan Bapak Ridwan di Jakarta, 8 Oktober 1999.
31
Salah satu teori yang biasa dipraktekkan dalam dunia intelijen yang artinya mengajak
orang untuk ikut dalam sebuah proyek, tapi orang yang bersangkutan kelak akan dijerumuskan
dan dikorbankan.
32
Wawancara dengan Bapak Ridwan di Jakarta, 8 Oktober 1999.
33
Gatra, 11 Juli 1998, hlm. 10 dan 12.
10
adanya bahaya laten komunis dari Vietnam (karena saat itu Vietnam
menang perang melawan Amerika Serikat) dan kemungkinan
bangkitnya kekuatan komunis di Indonesia. Kerjasama itu adalah
memobilisasi massa Islam, menyusun kekuatan bersama-sama dengan
kekuatan ABRI untuk menghadapi munculnya bahaya komunisme.
Ternyata itu semua cuma isapan jempol, dan semata-mata merupakan
tipu daya dan jebakan Ali Moertopo karena sesungguhnya secara resmi
ABRI tak mempunyai kebijaksanaan seperti itu. Setelah penggalangan
massa Islam terbentuk, Hispran34 dan massanya ditangkap aparatur
keamanan atas informasi dan instruksi Ali Moertopo, dengan tuduhan
hendak membentuk dewan revolusi, yang bertujuan melakukan makar
terhadap pemerintahan yang sah, sekaligus bertujuan mendirikan
negara Islam. Kelompok ini kemudian dijuluki Komando Jihad oleh Ali
Moertopo. Padahal tidak satu pun tindakan kekerasan yang dilakukan
kelompok ini selain penggalangan massa, sebagaimana diminta Ali
Moertopo.
Dengan adanya penangkapan massal yang dilakukan di Jawa
Timur dan di Sumatera, di mana kejadian-kejadian penangkapan itu
mengarahkan massa dalam jumlah yang besar yang berinduk ke Jawa
Barat. Ateng Djaelani dan Zainal Abidin dipanggil Kodam Siliwangi35
untuk diinterogasi dan Ateng Djaelani dan Zainal Abidin membocorkan
rencana-rencana dan susunan struktural tersebut kepada Himawan
Sutanto. Himawan Sutanto pun mendapatkan banyak manfaat dari
informasi tersebut. Namun, leliku perjuangan politik itu lebih banyak
mendatangkan masalah ketimbang hasil perolehan rekruitmen
anggota baru. Perasaan untuk mengubah strategi pergerakan pun
muncul.
Perubahan strategi dari pergerakan bawah tanah ke sistem
terbuka baru sebatas wacana karena terhalang oleh banyaknya
penangkapan dan penghilangan paksa yang dilakukan oleh aparat TNI.
Dengan demikian maka terjadilah penangkapan besar-besaran. Danu
Muhammad Hasan dikenakan hukuman selama 10 tahun penjara. Dodo
Muhammad Darda 16 tahun.36 Pengaruh operasi ini membawa dampak
mengakibatkan sejumlah para tokoh Darul Islam non-struktural
bentukan Ali Moertopo juga ikut ditangkap dan dipenjarakan, yakni
di“hijrah”kan Teungku Daud Beureueh ke Jakarta37, Haji Saleh, Jubli,
Idris (di Jawa Tengah), Hasan (panglima Jawa Timur), Gaos Taufiq (di
34
Hispran tertangkap di Blitar, Jawa Timur tahun 1977. Selanjutnya, Hispran dan
seluruh anak-buahnya yang berjumlah ribuan orang, tersebar di Jawa dan Sumatera—
dijebloskan ke penjara. Hispran pun divonis seumur hidup, dan sempat menjalani hukuman
selama 18 tahun penjara, sebelum meninggal dunia di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang pada
tahun 1995. Wawancara dengan Pak Ridwan di Jakarta, 8 Oktober 1999. Lihat juga kabar di
mailing list Indonesia-L yang ditulis oleh Dolok, dolok@goplay.com, Rabu, 06 Oktober 1999,
15:24:46 –0800.
35
Panglima Kodam Siliwangi dijabat Himawan Sutanto pada waktu itu.
36
Wawancara dengan Bapak Toni di Jakarta, 19 Oktober 1999.
11
Sumatera), Bardan Kindarto (di Palembang), Timsar Zubil (di Medan),
Abdul Qadir Baradja (di Lampung), dll. Yang tertangkap ini pun saling
menyalahkan dan yang belum menemui jawaban mengapa sampai
tertangkap akhirnya mencoba mengira-ngira siapa yang telah
membocorkan rahasia.
Sementara Ateng Djaelani dan Zainal Abidin tidak dihukum. Yang
tidak dihukum ini kemudian menjadi sasaran tuduhan bahwa mereka
telah berbuat khianat. Sedangkan Adah Djaelani, Ules Suja’i, Aceng
Kurnia, Tahmid Basuki Rahmat, Toha Mahfudz, Sutiko Abdurrahman
Saiful Imam, Seno (alias Basyar atau Abdulhakim) lolos dari
penangkapan. Dalam masa ini, akibat banyaknya intelektual yang
berhijrah hasil perkembangan dakwah perjuangan NII dan untuk
mendukung program Adah Djaelani membentuk KW-IX tahun 1978,
sebagai pengembangan wilayah baru dan daerah modal. 38 KW-IX
adalah daerah utama (ummul quro’) NII yang senantiasa menjadi
wacana dalam pergerakan. Sebagai ummul quro’ KW-IX berada di ibu-
kota RI (Jakarta) dan daerah-daerah satelit di sekitarnya yang penuh
dengan pusat-pusat industri dan komersial lainnya. Diharapkan
kemudian ummul quro’ ini menjadi penopang ekonomi bagi
berjalannya mesin pergerakan di daerah-daerah.
12
awalnya telah menyadari betul mengenai adanya kemungkinan
naiknya pamor politik umat Islam. Berawal ketika jatuhnya kekuatan
PKI yang telah gagal dalam aksi kudetanya kemudian secara formal
diperkuat dengan keputusan politis yang dikeluarkan oleh pemerintah
tentang pembubaran partai PKI, secara tidak langsung telah
mengangkat citra politik Islam di pentas perjuangan nasional. Yang
mana kekita itu dari setiap partai politik Islam banyak mengecam dan
mengutuk terhadap perlakuan PKI dan mereka menuntut pemerintah
untuk segera menyelesaikan kasus PKI ini, sehingga dengan demikian
di dalam struktur peta kekuatan politik Indonesia saat itu terjadilah
ketidakseimbangan (imbalance). Gejala yang muncul dari adanya
kekalahan PKI membuat Politik Umat Islam sedang mendapat angin,
dan ditangkap gejala tersebut oleh pemerintah dengan satu prediksi
bahwa politik umat Islam memiliki kecenderungan hendak
memperkuat posisinya. Di mana kekuatan tersebut yang akan
menghancurkan cita-cita nasionalis sekuler yang telah menjadikan
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia. Dan hal itu
disadari betul oleh Angkatan Darat, bahwa di dalam kalangan umat
Islam masih terdapat bibit-bibit ekstrimisme yang amat potensial yang
suatu saat bisa muncul kepermukaan.39
Maka pada tanggal 21 Desember 1966 diumumkannya suatu
pernyataan politik oleh perwira-perwira tentara Angkatan Darat bahwa
mereka "akan mengambil tindakan tegas terhadap siapapun, dari
pihak mana pun, dan golongan apa pun yang akan menyimpang dari
Pancasila dan UUD 1945 seperti yang telah dilakukan oleh
Pemberontakan Partai Komunis di Madiun, Gestapu, Darul Islam ...dan
Masyumi-Partai Sosialis Indonesia...."40
Untuk hal tersebut di atas banyak sekali rekayasa politik yang
dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru melalui operasi badan
intelejennya terhadap umat Islam di segala segmen kehidupan. Selama
masih bertumbuhnya kekuatan-kekuatan politik umat Islam, selama itu
pula gerakan tersebut dapat mengganggu jalannya roda pemerintahan
Orde Baru yang sedang mencari jati dirinya, sehingga sangat
diperlukan sekali peredaman bahkan pemusnahannya.
Dimana dan sampai kapan pun, selama Islam diyakini oleh
ummatnya sebagai minhajul hayat41, satu-satunya jalan kehidupan
39
Pemerintahan Orde Baru melihat bahwa umat Islam merupakan suatu ancaman yang
dapat mengganggu stabilitas ekonomi dan politik yang sedang dijalankannya dalam
memodernisasikan Indonesia. Oleh karena itu mereka menamakannya dengan terminologi
ekstrimis kanan terhadap umat Islam, selain PKI sebagai ekstrimis kiri yang merupakan bahaya
laten yang dapat mengancam eksistensi pemerintahan Orde Baru.
40
Allan A. Samson, “Islam di Indonesian Politics”, dalam Asian Survey, Desember 1968,
sebagaimana dikutip oleh B.J. Boland, Pergumulan Islam di Indonesia, (terj.), Jakarta: Grifiti Pres,
hlm. 158.
41
Banyak ayat-ayat Qur’an yang mendasari sikap ini: “Sesungguhnya Dien (sistem
kehidupan) yang diridhoi Allah hanyalah Islam” ..(S.3:19), “Mencari selain Islam sebagai Dien,
tertolak disisi Allah” (S.3:85). “Islam harus dimenangkan di atas segala konsep hidup yang lain”
13
yang harus ditegakkan, selama itu pula kekuatan-kekuatan kaum kafir
dan musyrik akan menjalin kerjasama bahu membahu dalam menekan
laju Islam42. Dan kemungkinan yang terburuk yang akan didapat oleh
umat Islam dari adanya kerjasama tersebut adalah bagaimana mereka
membasmi para pejuang Islam dengan kekuatan senjata yang
didukung oleh pasukan militer.
Politik rekayasa di dalam tubuh pemerintah Orde baru telah
mewarnai corak kekuasaan rezim Suharto. Ditandai dengan pelarangan
rehabilatasi nama partai Masyumi, pengangkatan elit politik dari
golongan nasrani sampai kepada adanya penyederhanaan partai yang
bertujuan depolitisasi massa, yang dari program tersebut cukup efektif
memarjinalkan posisi politik Islam. Demikianlah mereka berdaya upaya
agar jangan sampai Islam memainkan peran dalam panggung politik
Indonesia.
Untuk mengantisipasi setiap kekuatan arus politik Islam ini,
pemerintah Orde Baru dan kaum misionaris menjalankan beberapa
pola aksi melalui badan intelejennya. Sasaran pertama yang mereka
goyang dengan jalan rekayasa politik adalah partai Parmusi (Partai
Muslimin Indonesia),43 Pemerintah melakukan rekayasanya terhadap
Parmusi karena melihat bahwa di dalam partai Masyumi masih banyak
bercokol para politikus Islam yang mempunyai militansi Islam sehingga
berpotensi untuk membangkitkan kembali misi Islam dalam ajang
pemilu dengan menjadikan umat Islam sebagai basis pendukungnya.
Oleh karena itu, Pemerintah Orde Baru mengambil satu kebijakan
terhadap partai ini. Pada tanggal 5 Februari 1968, Jenderal Suharto
memberitahukan bahwa Pemerintah menyetujui pembentukan Partai
Parmusi, namun Pemerintah tidak mengizinkan seorang pun kepada
pemimpin bekas partai Masyumi memegang peranan dalam
kepengurusan partai tersebut,44 Dan kepada mereka dihimbau untuk
menunggu sampai selesainya pemilihan umum. Begitu juga tentang
RUU Perkawinan, pada tanggal 31 Juli 1973, ketika pemerintah
mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkawinan kepada
DPR. Kemudian RUU tersebut mendapat reaksi keras dari umat Islam.
Puncaknya, lebih dari 300 mahasiswa muslim menyerbu ke DPR dan
membuat kerusakan ketika Menteri Agama Mukti Ali sedang
membacakan jawaban pemerintah dalam sidang pleno DPR.
(S.9:33, 40). “Kecuali apabila ummat Islam, bersikap lunak, meninggalkan jihad, maka barulah
merekapun akan bersikap lunak pada muslimin” (S.68:9).
42
Bagi kalangan DI, apa yang terjadi adalah sesuatu yang lumrah: “…dan mereka tidak
akan henti-hentinya memerangi kamu, selagi mereka mampu” …(S.2:217)
43
Partai Masyumi didirikan pada tanggal 7 April 1967. Ketika didirikannya,
dimaksudkan sebagai kelanjutan partai Masyumi namun dengan nama lain. Partai ini menjadi
wadah aspirasi politik golongan Islam modernis dengan basis massa dari bekas-bekas partai
Masjumi yang ketika itu sudah dibubarkan oleh rezim Soekarno.
44
Panji Masyarakat no. 35, November 1968, Prawoto Mangkusasmito menerangkan
pertemuan dengan Soeharto yang berlangsung pada tanggal 5 Februari 1968.
14
Di samping itu pemerintah Orde Baru melakukan manuver
politiknya terhadap Islam tradisional seperti organisasi NU—yang nota
bene memiliki banyak pengikutnya, badan intelejen yang diwakili oleh
Opsus melakukan intrik politiknya dengan menciptakan organisasi
massa GUPPI45 (Gabungan Usaha Pembaharuan Pendidikan Islam),—
dengan pimpinannya yang bernama Ramadi46,—dalam penggalangan
rakyat. Mereka berharap dengan melalui organisasi yang dibentuk,
kekuatan umat Islam dapat ditekan. Selanjutnya, setelah
bergabungnya umat Islam dalam mesin giling GUPPI ini, dengan
sistematis badan intelejen menggarap massa Islam tradisional tersebut
untuk ditariknya sebagai penyokong dan pembela Golkar. Demikianlah
pemerintah Orde Baru menerapkan strategi kebijakannya, yang intinya
adalah bagaimana mengendalikan umat Islam.47
Begitu juga badan intelejen dengan program Opsusnya
melakukan hal yang sama terhadap mantan para pejuang Darul Islam,
mereka membuat rekayasa-rekayasa yang canggih terhadap para
pejuang Darul Islam dengan pola "Pancing dan Jaring", para pejuang
itu dikumpulkan dalam satu wadah dan kemudian dikorbankan dengan
melalui berbagai peristiwa berdarah. Seolah-olah bahwa para pejuang
Islam selalu ingin mengadakan konfrontasi dengan pihak ABRI dan
penguasa, dengan tindakan pengacauan, pemberontakan dan lain
sebagainya. Dengan terciptanya suasana persinggungan itu maka apa
yang menjadi keinginan para penguasa dzalim terkabul, ya'ni
membuat umat Islam merasa alergi terhadap Negara Islam dan selalu
menutup diri bila diceritakannya. Sungguh perbuatan yang sangat keji,
seperti kekejian yang dilakukan oleh raja Fir'aun ketika pada masa Nabi
Musa a.s.48
45
GUPPI (Gabungan Usaha Perbaikan Pendidikan Islam) merupakan sebuah organisasi
kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan Islam yang didirikan oleh sekelompok
ulama NU di Sukabumi pada tahun 1950. Tapi di zaman Nasakom organisasi ini boleh dikatakan
nyaris mati karena masalah kesulitan dana dan mendapat tekanan dari PKI. Setelah G-30-S/PKI,
GUPPI mulai didekati Soedjono dan Ali untuk ditarik ke dalam Golkar. Lihat Heru Cahyono,
Pangkokamtib Jenderal Soemitro dan Peristiwa 15 Januari 1974, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1998).
46
Ramadi adalah seorang bekas kolonel di bidang hukum militer. Ia dikenal dekat
dengan Soedjono Hoemardani. Saat menganggur, Ramadi ditarik Soedjono untuk menjadi
pimpinan Gabungan Usaha Perbaikan Pendidikan Islam (GUPPI). Organisasi ini akan dijadikan
mesin politik guna menyedot massa Islam tradisional bergabung dengan Golkar. Heru Cahyono,
Pangkokamtib.....,Ibid.
47
Heru Cahyono, Pangkokamtib.....,Ibid.
48
Untuk melihat bagaimana kekejian yang dilakukan oleh Fir'aun terhadap rakyatnya
Q.S : 28:4 "Sesungguhnya Fir'aun telah berlaku sewenang-wenang di muka bumi: (1) Dia
menjalankan politik de vide et impera terhadap penduduknya, dengan menjadikan mereka
beberapa golongan/kelompok; (2) Setelah terjadinya beberapa kelompok, dia mengadakan
tindakan represif kepada kelompok yang anti kebijakannya; (3) Dan terhadap kelompok yang
kontra itu, dia mengadakan aksi pembegalan; (4) Akan tetapi terhadap kelompok yang pro status
quo, dia membiarkan tumbuh subur bak cendawan bahkan mendukungnya dengan memberikan
15
Kejadian rekayasa ini merupakan gambaran yang terang dari
pemerintah Orde Baru, bahwa mereka tidak ingin sama sekali
resistensi politik Islam yang diperjuangkan oleh umat Islam pada
umumnya dan para pejuang Darul Islam khususnya untuk
mengembangkan ideologi Islam di percaturan politik. Yang mereka
kehendaki adalah bahwa Islam hanya sebatas ritualitas belaka tanpa
ikut campur dalam urusan negara. Demikianlah rencana makar yang
sedang diperjuangkan oleh thagut, untuk memberdayakan umat Islam
sebagai alat komoditas politik bagi manusia-manusia yang jahil
(bodoh).
Yang paling giat dan menonjol dalam usahanya untuk
melaksanakan devide et impera nya terhadap umat Islam` di dalam
perjuangan suci Darul Islam adalah Ali Moertopo.49 Menurut hemat dia,
siapa dan darimana orang tidak menjadi masalah, bila mau diajak
bekerjasama maka akan dirangkulnya untuk bersama-sama
melaksanakan program setan Opsus. Salah satu modus operasi Ali
Moertopo adalah dengan mengumpulkan para advonturir yang rakus
kekayaan untuk dilibatkan dalam setiap aksi Opsus. Dengan
keahliannya50 dalam merangkul massa, dia banyak sekali
memanfaatkan kekuatan-kekuatan Islam bukan hanya terhadap para
pejuang Darul Islam tetapi juga terhadap kekuatan-kekuatan bekas
Permesta, Masyumi. Berbagai cara pendekatan dia tempuh termasuk
juga menginsentifkan material kemudian setelah mereka terbujuk lalu
dimasukkannya ke dalam "kandang" yang telah mereka siapkan.
Dengan teori 'penggalangan' —dimana dalam teori itu menggariskan
bahwa tidak adanya kawan dan lawan,—Ali Murtopo menjalankan
taktik dan strateginya dalam memupuk kekuatan-kekuatan tersebut
demi kepentingan politiknya.
Sudah sejak awal tahun 1970-an, Ali Moertopo mengadakan
jalinan kerjasama dengan sejumlah pejuang DI/TII. Ketika itu Ali
Moertopo giat pergi ke Jawa Barat untuk menarik mereka ke Jakarta,—
yang sebelumnya para pejuang tersebut masih di bawah binaan
Kodam Siliwangi Bandung—antara lain yaitu Dodo Kartosuwiryo,
baik materi maupun fasilitas. Sesungguhnya tindakan Fir'aun itu terbilang tindakan orang
perusak". Wawancara dengan Rahmat Gumilar, Bandung, 8 Agustus 2003.
49
Pada waktu itu Ali Moertopo menjabat sebagai Asisten Pribadi Presiden. Dia memiliki
watak berani dan suka nekad, serta arogan. Dalam setiap melakukan aksinya ia selalu memakai
jabatannya sebagai alat untuk melumpuhkan kekuatan politik Islam, disamping itu dia masih
memiliki alat sendiri yang diberinya nama Operasi Khusus (Opsus). Posisi Ali Moertopo yang
punya dua topi sebagai Opsus dan Aspri membuat ia tidak bisa diserang dari mana-mana,
walaupun dari tubuh militer Republik sendiri. Heru Cahyono, Pangkokamtib...,Ibid, hlm.
50
Ali Moertopo sangat dikenal oleh anak buahnya sebagai tokoh yang lihai dalam
bidang penggalangan. Berkat kepiawaiannya Ali Moertopo disebut-sebut sebagai tokoh intelijen
paling canggih setelah Zulkifli Lubis, bapak intelijen RI. Ali Moertopo punya "murid", yakni Beni
Moerdani, yang sama hebatnya dengan sang guru. Hanya saja karena Beny beragama Kristen
maka geraknya menjadi terbatas. Banyak orang percaya, hingga sekarang belum ada yang bisa
menandingi ketiga orang tersebut. Heru Cahyono, Pangkokamtib...,Ibid, hlm.
16
sebagian lagi adalah seperti Adah Jaelani, Danu Muhammad Hasan.
Namun garis kebijakan yang telah dibuat oleh Ali Moertopo untuk
mendekati para pejuang DI/TII itu menimbulkan permasalahan di
dalam tubuh Bakin. Sesungguhnya, biar bagaimanapun yang namanya
perjuangan Islam itu seharusnya tidak membutuhkan jalinan
kerjasama dengan penguasa yang dzalim. Bahkan seharusnya ada
yang tampil dari orang pemberani menyatakan kebenaran di depan
penguasa tiran. Sebagaimana sabda Rasulullah. "Afdhalu Jihad Kulil
haq 'inda sulthonin jair" (Seutama-utama Jihad adalah Katakanlah
kebeneran itu kepada penguasa yang lalim). Dengan digelarnya Opsus
oleh pemerintah, dikalangan petinggi militer sendiri banyak yang
merasa heran dan kaget, kenapa berani-beraninya Ali Moertopo
merangkul para pejuang Darul Islam tersebut. Menurut pengakuan
Ketua Bakin Sutopo Juwono, ia sudah beberapa kali memperingatkan
Ali agar jangan main-main dengan para pejuang Darul Islam. Sebab
katanya, bisa jadi para pejuang Darul Islam nantinya suka macam-
macam, karena merasa punya jasa ikut menghancurkan PKI segala
macam, nanti mereka bisa menagih janji. Maka lebih baik jangan.
Adanya peringatan tersebut pada dasarnya memberikan isyarat
kepada Ali bahwa satu di antara dua kemungkinan pasti terjadi tentang
para pejuang Darul Islam: satu kemungkinan bahwa para pejuang
Darul Islam itu akan memperalat Opsus; atau sebaliknya, Opsus
memperalat mereka.
Dengan adanya peristiwa perselisihan didalam tubuh militer
Republik Indonesia kelihatannya bahwa kekuasaan Orde Baru bersatu,
secara lahiriyah terlihat kompak dengan kerjasamanya untuk menekan
resistensi politik Islam, tetapi sesungguhnya di dalam tubuh mereka
sendiri terdapat permusuhan dan pertentangan intern yang sangat
hebat. Hati mereka terpecah belah tidak dalam persatuan dan
kesaatuan, jiwa para militer mereka kosong dari aqidah Islamiah,
bahkan nyaris seperti yang digambarkan oleh Kartosoewirjo dahulu.
Sebagaimana yang dituturkan oleh Ramadi,51 bahwa banyak para
pejuang Darul Islam yang hilir-mudik di rumahnya, di antaranya Danu,
Dodo M. Darda Kartosoewirjo. Ada pula nama-nama dengan panggilan
khas, seperti Ki Acun atau Ki Mansyur. Menurut penuturan dari salah
seorang anak buah Ali Moertopo di Opsus, dukungan yang
diperlihatkan para pejuang Darul Islam terhadap Opsus sangat kuat.
51
Ramadi kelahiran Pontianak 12 Maret 1912. Waktu dalam pemeriksaan dia sudah
berusia ia berumur 61 tahun, ketika berdomisili di Jakarta dia tinggal di Jalan Timor no. 14,
Jakarta. Dalam kaitannya dengan gerakan Opsus, ia banyak berhubungan dengan Soedjono
Hoemardani. Ia waktu diperika masih menjabat sebagai komisaris PT Ravitex dari tahun 1972
dan anggota MPR dari Golkar sedari tahun 1971. Disebutkan lagi, di tahun 1973 ia diberi
instruksi oleh Soedjono Hoemardani untuk menetralisasi UU Perkawinan. Tahun 1974 Soedjono
memerintahkan Ramadi untuk menyelidiki bekas-bekas tokoh PSI dan Masjumi yang punya
itikad tidak baik terhadap pemerintah. Heru Cahyono, Pangkokamtib...,Ibid, hlm. 296.
17
Saking kuatnya mereka lalai akan tugas dan fungsi yang diamanahkan
oleh pendahulu mereka.
Kehadiran Opsus dengan segala programnya, rupanya telah dan
selalu menjebak para pejuang Darul Islam, dengan iming-iming bahwa
mereka akan siap membantu dalam pendirian kembali Negara Islam.
Para pejuang Darul Islam percaya betul atas "ucapan" Ali Moertopo
tersebut. Di mata mereka, apabila Ali Moertopo menang maka ia akan
mendirikan negara Islam. Sungguh satu dusta telah dilakukan oleh
orang kafir untuk menutup-nutupi tujuannya, biar siapapun orangnya
kalau tetap menjalankan roda pemerintahan jahiliyah, maka hukum-
hukum Islam tidak akan pernah diberlakukan. Tipu daya orang kafir
telah masuk ke dalam jiwa para pejuang, sehingga mereka lebih
mempercayakan orang kafir sebagai teman setianya untuk bersama-
sama berkoalisi menegekkan kembali Negara Islam.
Pada sekitar tahun 1978, berdasarkan cerita seorang pejuang
Darul Islam, bahwa Ali Moertopo sangat berambisi untuk menjadi wakil
presiden. andai saja Ali Moertopo berhasil menjadi wapres maka yang
menjadi sasaran berikutnya adalah Presiden Soeharto,
ditambahkannya, Ali Moertopo selanjutnya akan menetralisasi keadaan
dengan cara apa pun sehingga Ali Moertopo bisa duduk dikursi
kepresidenan.
Program Opsus yang diketuai oleh Ali Moertopo ini, pada
permulaan Orde Baru memang sangat berfungsi dalam reformasi
politik (political reform), guna memperkuat poros Pancasila dan UUD
45, juga menetralisasi kekuatan politik umat Islam melalui usaha
rekayasa politiknya terhadap semua orsospol dan organisasi
kemasyarakatan dan profesi.52
Yang menjadi target politik dari Ali Moertopo dengan
menciptakan gagasan tersebut adalah bagaimana menguasai badan
intelijen Negara untuk menjalankan roda pemerintahan Orde Baru
yang sedang dalam perkembangannya. Namun karena adanya kendala
didalam tubuh Opsus yang disebabkan banyak berkumpul segala aliran
disana, sehingga pada akhirnya Ali mempunyai kesimpulan bahwa
Opsus tidaklah efektif. Memang disatu sisi bisa berkumpulnya segala
aliran di Opsus menandakan akan kapasitas Ali Moertopo. Tetapi dari
sisi organisasi, keberadaan Opsus sangat rentan terhadap timbulnya
pertikaian yang dibawa oleh setiap aliran yang ada. Masing-masing
interest itu kemudian saling berhadapan di dalam tubuh Opsus sendiri
(intemal fighting).
Untuk memperlihatkan kelemahan dari strategi Ali Moertopo
perlu dikutip sebuah peribahasa, Sepandai-pandai tupai melompat
akhirnya jatuh juga. Ia melakukan kekeliruan ketika tidak mendasarkan
operasi intelijennya pada anggota organik, tapi acap kali justru lebih
mempercayai anggota jaring seperti Aulia Rahman, Leo Tomasoa,
52
Heru Cahyono, Pangkokamtib..., Ibid,
18
Bambang Trisulo. Atau lebih percaya pada Liem Bian Khoen, maupun
para pejuang Darul Islam.
Dalam dunia intelijen, membina jaringan merupakan salah satu
hal yang penting, sehingga selain memiliki anggota organisasi yang
resmi, intelijen juga mengembangkan anggota jaringan (yang tak
resmi) di mana-mana. Tergantung pada sasaran apa yang hendak
dicapai. Namun, rahasia-rahasia operasi Ali agaknya lebih banyak
diketahui oleh anggota jaring daripada anggota organik. Akibatnya
permainan Ali dibongkar oleh anggota-anggota jaringnya sendiri. Di
dalam hal ini Ali Moertopo dikritik kurang mematuhi hukum-hukum
manajemen intelijen yang menyebutkan: tidak boleh terlalu percaya
pada anggota jaring! Mungkin ia mau berimprovisasi, atau bermaksud
nyleneh.
Di samping itu Anggota jaring dikenal pula memiliki disiplin yang
rendah sehingga biasanya mereka gampang buka kartu, membuka
belang intelijen yang mestinya dirahasiakan. Jadi tidaklah
mengherankan bila rahasia keterlibatan Ali dibongkar sendiri oleh
bekas-bekas anak buah jaringnya di dalam tahanan. Ramadi cs,
mungkin lantaran tidak tahan tekanan hidup di tahanan, maka mereka
mengungkap semua permainan Ali Moertopo. Mereka ramai-ramai
"bernyanyi". Sebaliknya, anggota organisasi umumnya lebih terdidik,
lebih disiplin dan teguh dalam memegang rahasia. Anggota organik
juga dapat berlindung di balik suatu peraturan yang tidak mengizinkan
mereka membuka rahasia. Perbedaannya yang lain antara anggota
organik dengan anggota jaring ialah anggota organik mengetahui
tugasnya secara menyeluruh, sementara anggota jaring biasanya
hanya tahu per sektor. Misalnya, seseorang anggota jaring ditugaskan
membina ulama, maka ia tahunya hanya soal ulama. Lain itu tidak.
Menjelang akhir 1970-an banyak yang ditangkapi dari sejumlah
pejuang DI/TII binaan Ali Moertopo seperti, Adah Djaelani Tirtapradja,
Danu Mohammad Hassan, serta dua putra Kartosoewiryo Dodo
Muhammad Darda dan Tahmid Rahmat Basuki. Ketika pengadilan para
mantan tokoh DI/TII itu digelar pada tahun 1980, maka terungkaplah
apa yang sebenarnya target dari digelarnya aksi lapangan tersebut.
Dan dengan adanya hal itu dicurigai sebagai upaya untuk memojokkan
posisi umat Islam. Sebagai salah satu bukti adalah dalam kasus
persidangan Danu Mohammad Hassan. Pada saat dia dalam
persidangan dia mengaku sebagai orang Bakin. Mungkin inilah akibat
yang harus dialami oleh para pejuang Darul Islam setelah mengadakan
kerjasamanya dengan organisasi Opsus.
Peristiwa pahit yang dialami oleh para mujahid NII sejak tahun
1970-an, penyebab utamanya yaitu telah kehilangan rujukan, sehingga
telah menyimpang dari hukum / perundang-undangan, sehingga pula
mengangkat kepemimpinan diluar jalur Konstitusi NII. Sebab, jika
pengangkatan Imam NII tidak berdasarkan undang-undangnya, maka
bisa saja terkendalikan oleh intelijen kuffar, dan pasti didalamnya
19
terjadi kekacauan. Dalam keadaan Darurat Perang dimana wilayah NII
dikuasai oleh musuh, maka musuh pun bisa membuat rekayasa
pemimpin NII palsu. Karena tanpa undang-undang itu secara hukum
tidak ada perbedaan mengenai figur seseorang dengan yang lainnya,
sehingga tidak ada perbedaan pula antara nilai yang tidak menyerah
dengan yang sudah menyerah kepada musuh. Tanpa undang-undang
itu orang tidak bisa membedakan mana pemimipin NII yang
sebenarnya dan mana pemimpin NII sempalan.
Sesungguhnya perjuangan NII dari mulai diproklamasikan tahun
1949 hingga tahun 1962 tidak ada kelompok-kelompok dalam
perjuangan menggalang Negara Karunia Allah ini. Tetapi apa yang
kemudian lahir sesudahnya adalah terjadinya perselisihan pendapat
dan faham tentang siapakah yang berhak dan pantas untuk
melanjutkan tugas suci sebagai pemimpin. Munculnya bibit
perselisihan sekitar tahun 1974 –1979, dimana ketika mujahidin NII
pecah kedalam tiga kelompok. Hal demikian diakui oleh Adah Djaelani
dalam kesaksiannya dalam sidang pengadilan.”Menurut saksi,
organisasi NII di Indonesia ada tiga kelompok yaitu; Kelompok yang
Imam-nya Daud Beureuh, wakilnya saksi, kelompok yang Imam-nya
Djadja Sudjadi (Garut Timur) dan kelompok Imam-nya H.Sobari
(Rajapolah , Tasik Malaya). Sebab-sebab terjadinya pengelompokkan
karena masing-masing ingin memisahkan diri dengan alasan seperti
dikatakan oleh saksi: “H. Sobari menganggap kami yang menyerah
tahun 1962 sebagai pengkhianat sehingga ia membentuk NII sendiri,
sedangkan kelompok Djadja Sudjadi menyayangkan kami mengangkat
Imam orang Sumatera sehingga ia membentuk NII sendiri”.53 Kelompok
Djadja Sujadi dikenal dalam wadah Fillah. Sedangkan yang lainnya
dikenal dalam wadah Sabilillah.
Pada sekitar tahun 90-an, kembali muncul perselisihan faham
dalam pergerakan Darul Islam, setelah Adah Jaelani melimpahkan
kekuasaan kepada Abu Toto (Toto As-Salam) sebagai Warasatul Mafasid
(pewaris orang-orang yang membuat kerusakan). Sebenarnya Toto As-
Salam ini tidak pernah terdaftar sebagai anggota DI, namun
menggunakan nama NII. Dengan segala kemampuan "intelektual jahili"
yang dimilikinya, dia melanjutkan warisan kepemimpinan
mengatasnamakan NII dan membawahi jama’ah sekitar 50.000 orang
untuk menghambur-hamburkan harta umat demi kepentingan dirinya
dan orang yang turut sepaham dengannya. dengan penuh semangat
pengabdian jahiliyahnya menghambur-hamburkan harta umat demi
kepentingan dirinya dan orang yang turut sepaham dengannya.
Maka apa yang dikenal dan diyakini oleh sementara orang hari
ini tentang Negara Islam Indonesia yang diproduk oleh kaki tangan
Pemerintah RI, hanyalah merupakan rekayasa sesat dan menyesatkan
(dhoollun wa mudhillun) dari tingkah polah oknum-oknum fasikun yang
53
Pikiran Rakyat 8 April 1982
20
tidak bertanggung jawab terhadap nilai-nilai suci yang terkandung
dalam Alquran, Al Hadist dan Qanun Asasi Negara Islam Indonesia.
Prosedur syari'ah dan manhaj harakah yang telah digariskan pun
banyak yang dilanggar dan diacuhkan, sehingga timbullah tajassus
(saling mencari kesalahan ) diantara kalangan penerus perjuangan
Darul Islam untuk menganggap bahwa pihaknyalah yang paling benar
menurut ukuran masing-masing pemimpinnya serta para pengikutnya,
dan bukan berdasarkan Qur’an dan Sunnah Nabi s.a.w. bukan pula
menurut Undang-Undang NII.
Sebagai sunnatullah yang berlaku sepanjang sejarah kehidupan
manusia di muka bumi, perburuan harta dan kekuasaan, hari ini
mewarnai juga dalam perjuangan kaum fasikun dalam melanjutkan
estafeta tugas suci yang telah Allah amanahkan untuk umat Islam
Indonesia. Bahkan sudah terjadi rekayasa dengan 'kaum kuffar' untuk
mengaburkan harakah Darul Islam yang nantinya dari usaha-usaha
tersebut, akan mencemarkan nama baik perjuangan NII hingga umat
Islam "kembali menjadi kafir" dengan mengikuti langkah-langkah yang
telah dirancang oleh Setan. Sebagian pejuang Darul Islam sudah lari
dari garis-garis dasar perjuangan yang telah ditetapkan oleh Negara
Islam Kartosoewirjo yaitu: " tegaknya li'ilai kalimatillah fil ardhi".
Kemudian ditambahkan tentang penjelasan maksud tersebut
oleh Kartosoewirjo, dengan satu penjelasan yang sangat rinci yang
antara lain berbunyi:
"Selain dari pada itoe, dari pada isi dan djiwa Firman Allah
terloekis diatas, bolehlah kiranja ditarik dan dipetik peladjaran
daripadanja, jang menoendjoekkan akan pentingnja kedoedoekan,
peranan dan foengsi Pimpinan dimasa Perang, dimasa Revolusi.
Tegasnja: Pimpinan jang djoedjoer dan ichlas, benar dan ‘adil serta
tegas, tapi bidjaksana. Ialah Pemimpin jang sanggoep hidoep dan
berdjoeang bersama-sama ra’iat, sehidoep semati, senasib-
sepenanggoengan, dan timboel-tenggelam bersama-sama bawahan
dan ra’iat, jang mendjadi tanggoeng-djawabnja, didoenia hingga
diachirat".54
Peristiwa pahit yang dialami oleh kaum Nabi Musa AS,55 yaitu
dengan dipusingkan oleh Allah karena tidak maunya mereka masuk ke
Baitul Maqdis, padahal Allah telah menjanjikan hal tersebut untuk
kaum Nabi Musa, ternyata dialami juga oleh pejuang NII sekarang ini,
Mungkin sebagai sunnatullah pula, bahwa hal tersebut diturunkan
kepada mereka semua sebagai bahan tadabbur dan tafakkur untuk
tetap istiqomah dan hanif melaksanakan tugas menegakkan
kalimatullah. Tidak seperti mereka yang pada tahun 1962
menyerahkan diri kepada musuh. Jangan diulangi agar diri tidak dicatat
dalam sejarah sebagai orang-orang yang menyerah kepada musuh.
54
Penjelasan no. 4, Op.cit.
55
Tentang peristiwa Nabi Musa AS dengan kaumnya lihat Q.S. 5:23-26.
21
Jalan keluar dari perpecahan adalah kembali kepada Konstitusi /
perundang-undangan NII. apapun yang sudah menimpa warga NII,
persatuan pada akhirnya akan terwujud, jika sudah menemukan
kembali alat pemersatunya, yakni merujuk kepada M.K.T. No.11 tahun
1959 mengenai estapeta Imam dalam Darurat Perang, yang
merupakan peninggalan Dewan Imamah NII. Sebagai embriyonya,
yaitu setelah Abdul Fattah Wirananggapati keluar dari penjara musuh
tahun 1982, mengadakan penggalangan terhadap para mujahid untuk
merujuk kepada perundang-undangan NII. Hasil dari penggalangan itu
terjalinlah kepemimpinan NII dengan rujukan hukum yang jelas.
Solusi kembali kepada undang undang ini membuat kader kader
mujahid bersikap demikian ketat dalam memelihara nilai hukum.
Ketika Abdul Fattah Wirananggapati ditawan tahun 1991-1996, dan
pada saat itu kepemimpinan atas perintah Abdul Fattah
Wirananggapati beralih pada mujahid yang bebas di luar.
Kepemimpinan ini atas kesepakatan Dewan Imamah dikembalikan
padanya setelah Abdul Fattah bebas. Namun ketika belakangan
terbukti bahwa dirinya yang telah diangkat sebagai Imam itu
memberikan pernyataan pernyataan bernada negatif saat
diwawancarai oleh wartawan dari Majalah Ummat . Dewan imamah
56
56
Lihat Majalah Ummat no.12 Tahun II 12 Rajab 1417 H/9Desember 1996 M
22
Masjid Istiqlal, Jakarta. Sampai sekarang, ledakan bom dengan bahan
peledak TNT itu tetap jadi misterius.
Empat tahun kemudian pada 4 Oktober 1984, terjadi peristiwa
ledakan bom di BCA, Jalan Pecenongan, Jakarta Barat. Diketahui
pelakunya adalah Muhammad Jayadi, anggota Gerakan Pemuda Ka'bah
(anak organisasi Partai Persatuan Pembangunan) lantaran protes
terhadap peristiwa Tanjungpriok 1983. Jayadi yang tidak dikenal
sebagai anggota Gerakan Pemuda Ka'bah kemudian dijatuhi hukuman
penjara 15 tahun setelah mengaku menjadi pelaku peledakan.
Saat bersamaan, juga terjadi ledakan di BCA dan Kompleks
Pertokoan Glodok, Jakarta dengan pelaku Chairul Yunus alias Melta
Halim, Tasrif Tuasikal, Hasnul Arifin yang juga merupakan anggota
Gerakan Pemuda Ka'bah. Mereka dijatuhi hukuman penjara dan dipecat
dari keanggotaan Gerakan Pemuda Ka'bah.
Selain itu, ledakan juga terjadi di BCA Jalan Gajah Mada, Jakarta
Pusat dengan pelaku Edi Ramli, juga anggota Gerakan Pemuda Ka'bah.
Siapa dalang pemboman, sebenarnya masih misterius, tapi Edi dijatuhi
hukuman penjara. Rentetan kasus peledakan beberapa kantor BCA itu
menyeret tokoh-tokoh Petisi 50, seperti H.M. Sanusi, A.M. Fatwa
(keduanya dipenjara, saksi-saksi mengaku disiksa), dan H.R. Dharsono.
Setelah BCA menjadi sasaran pada 24 Desember 1984, terjadi
ledakan bom di Gedung Seminari Alkitab Asia Tenggara (SAAT), Jalan
Margono, Malang, Jawa Timur. Namun tidak diketahui siapa pelakunya.
Pada 20 Januari 1985, Candi Borobudur di Jawa Tengah tak luput
dari sasaran ledakan bom. Pelakunya adalah seorang mubalig, Husein
Ali Alhabsy yang juga dilatar-belakangi motif protes terhadap peristiwa
Tanjungpriok 1983. Husein menolak tuduhan atas keterlibatannya
dalam peledakan Borobudur dan menuding Mohammad Jawad, yang
tidak tertangkap, sebagai dalangnya. Pada awalnya, Husein mendapat
ganjaran penjara seumur hidup. Tapi kemudian mendapatkan grasi dari
pemerintahan Habibie pada 23 Maret 1999.
Pada 16 Maret 1985, ledakan bom terjadi di Bus Pemudi Ekspress
di Banyuwangi, Jawa Timur. Pelakunya adalah Abdulkadir Alhasby,
anggota majelis taklim. Kasus ini juga dikaitkan dengan peledakan
Candi Borobudur yang juga memprotes peristiwa Tanjungpriok 1983.
Bahan peledak yang digunakan adalah TNT batangan PE 808/tipe
Dahana. Kemudian terjadi rentetan ”bom natal” di tahun 2000 hingga
terjadi peristiwa Bom Bali 12 Oktober 2002.
Dari pengakuan para tersangka tindak pidana terorisme Bom Bali
12 Oktober 2002,57 jelas terlihat sebuah ekspresi emosi keagamaan. Ali
Gufron, salah seorang tersangka teror Bom Bali, bahkan menyatakan
sikapnya dengan tegas dan sederhana: “... membalas kezaliman dan
kesewenangan AS dan sekutunya terhadap kaum Muslim dengan
57
Misalnya, pengakuan Imam Samudra, “…Memerangi AS dan sekutunya adalah
perintah Allah dan Rasul-Nya baik secara langsung ataupun tidak langsung.” Lihat, “Tabel Motif
& Tujuan Peledakan Bom Bali 12 Oktober 2002”, Dokumen Polri, 2003, hlm. 1-3.
23
maksud agar mereka menghentikan kezaliman-nya.”58 Ada suatu nilai
yang bekerja dan mendikte jalan pikiran mereka. Ali Ghufron misalnya,
menyatakan bahwa pemboman itu adalah “aksi pengabdian kepada
Tuhan.” Maka Ali Ghufron, Imam Samudra, Amrozi, dan kelompoknya
merasakan suatu delusion of grandeur, perasaan mempunyai atau
mewakili atau mendapatkan titah dan menjadi bagian dari unsur
kebesaran yang berkeyakin-an dirinya mengemban misi khusus dari
Tuhan.59
Kaum teroris senantiasa merasa diri sebagai “pejuang Tuhan”
yang ter-panggil untuk bertindak atas nama Tuhan dan agama,
menjadi “tangan Tuhan” di muka bumi untuk merealisasikan
“kemurkaan-Nya” dalam sebentuk resis-tensi, pemboman.60 Akibat dari
interpretasi dan ekspresi emosi keagamaan yang delusif ini, maka
tragedi pun terjadi dan sejumlah besar spekulasi pun muncul di
tengah-tengah publik.
Tragedi serangkaian serangan bom kaum teroris di Bali,
Makassar, Jakarta dan lain tempat di Indonesia telah memunculkan
serangkaian spekulasi dari yang apologis hingga yang a-priori.61
Spekulasi pertama adalah tentang siapa pelaku serangan teror yang
sangat terencana dan dilakukan oleh orang-orang yang memiliki
pengetahuan teknikal yang canggih. Pelakunya diidentifikasi secara
arbitrer sebagai anti-AS, anti-Israel, anti-demokrasi, anti kekuatan
ekonomi kapitalis, dan militer global. Spekulasi kedua adalah tentang
motif kaum teroris dalam melakukan tindakan penghancuran
berlebihan terhadap tempat-tempat di mana kekuatan ekonomi,
politik, dan militer AS berada. Spekulasi ketiga adalah tentang sasaran-
sasaran apa lagi yang akan dituju terhadap AS dan Israel. Pelakunya
secara allegedly diidentifikasikan sebagai kaum funda-mentalis Islam
yang saat ini menjadi musuh bebuyutan AS, Osama bin Laden yang
saat ini bersembunyi di Afghanistan.62 Kalaupun bukan Osama,
masyarakat dunia berasumsi bahwa pelakunya adalah orang-orang lain
dari kalangan fundamentalis Islam yang memiliki hubungan doktrinal
dengan jaringan Al Qaedah.
Sebenarnya, kaum teroris bukanlah kelompok baru dalam dunia
pergerakan radikal dan fundamentalis Indonesia. Kaum teroris adalah
gabungan dari inti ajaran fundamentalis dan radikal yang bertemu
58
Ibid., hlm. 4.
59
Lihat Nova Riyanti Yusuf, “Delusion of grandeur”, Gatra, 18 Oktober 2003, hlm. 37.
60
Bagi Imam Samudra, membom adalah melaksanakan perintah Allah dalam Qur’an
surah An-Nisaa ayat 74-76. Lihat “Tabel Motif & Tujuan Peledakan Bom Bali 12 Oktober 2002”.
Dokumen Polri, op.cit., 2003, hlm. 3.
61
Lihat Kompas, Media Indonesia, Republika, Rakyat Merdeka, Pos Kota, 28 Desember 2000.
62
Osama bin Laden pada bulan Februari 1998 pernah mengeluarkan fatwa untuk
melawan kaum Yahudi dan Nasrani dan menjadi tokoh panutan bagi hampir semua tersangka
teroris. Lihat Osama Bin Laden: Teroris atau Mujahid, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001, hlm.
52-56.
24
dalam satu titik perencanaan perang melawan kezaliman. Di Indonesia,
kelompok teroris ini berjumlah kecil: (1) Jamaah Islamiyyah, dan (2)
Darul Islam (terbatas pada faksi tertentu).
1. Syuro Mahoni
25
dan Adah Djailani. Dalam pertemuan ini, membuahkan beberapa
keputusan antara lain, pertama, mengangkat Daud Beureu'eh sebagai
imam, kedua, mengobarkan kembali Jihad fi Sabilillah, ketiga,
menuntut pencabutan perintah fillah, keempat, menyusun
pemerintahan baru NII, kelima, mengangkat Ali di sebagai Menteri
Luar Negeri, Adah Djailani sebagai Menteri Dalam Negeri, dan Gaos
Taufik sebagai Koordinator Militer.
Setelah pertemuan ini, memunculkan Peristiwa Komji (Komando
Jihad).
Bagan 1
Integrasi
26
juga dengan keputusan Syuro Mahoni lainnya yakni penyusunan
pemerintahan baru NII dengan kata lain anti pemerintah RI maka
gerakan Komji ini diduga mempunyai kaitan sebagai pelaku Peristiwa
Pemboman Gereja Santa, kasus pembunuhan, dan perampokan.
Sebagaimana bagan 2 di bawah ini menggambarkan pada waktu
itu Pemerintah RI masih dikuasai Orde Baru yang cenderung anti
gerakan Islam melakukan operasi besar-besaran untuk menumpas
gerakan ini antara tahun 1971 hingga 1980. Operasi penumpasan
tersebut dinamakan “operasi Sapu Jagat” yang menghasilkan hampir
seluruh pimpinan faksi-faksi DI ditahan oleh Pemerintah RI.
Bagan 2
Disintegrasi
3. Misi Islam
Misi Islam muncul sebagai sebuah gerakan orang-orang DI dalam
merambah jalan baru dakwah. Misi Islam mencoba memulai menyusun
kembali puing-puing semangat dakwah dalam tekanan penguasa Orde
Baru yang begitu ketat memantau aktivitas orang-orang DI. Oleh
karena itu, Misi Islam dibentuk tidak berhaluan politik kekerasan, tetapi
berhaluan perjuangan melalui sistem pendidikan terbuka.
Gagasan gerakan ini diprakarsai oleh Abdullah Hanafi yang
berasal dari Fraksi Aceng Kurnia. Abdullah Hanafi berlatar belakang
pendidikan pesantren yang pernah ditempuhnya semasa di Madura.
27
Gerakan Misi Islam ini menyelenggarakan pendidikan pesantren
gratis bagi kalangan bawah dan para pedagang kecil. Pendidikan
pesantren gratis ini masih tetap terselenggara hingga kini.
Berdasarkan bagan 4 di bawah ini gerakan Misi Islam
digambarkan bahwa seorang ahli nahwu sharaf dalam berdakwah tidak
menggunakan pakaian muslim seperti biasanya, namun dengan
menggunakan celana jeans Ustadz Yusuf seorang ulama dari kalangan
DI memberikan pelajaran-pelajaran agama kepada jamaah DI. Selain
Gerakan Misi Islam juga menggaungkan tentang negara Islam
sehingga Bapak Irsyad dan Ustadz Abdul Qadir Baradja di tangkap
penguasa Orde Baru.
Bagan 4
Disintegrasi
4. Sabilillah II
28
5. Gerakan Usroh
Helmy Danu Muhammad Hasan, anak dari Danu Muhammad
Hasan melanjutkan pendidikan ke Mesir. Di Mesir, Helmy mengadopsi
gerakan Ikhwanul Muslimin yang menjadi tren di sana ke Indonesia. Di
Indonesia gerakan ini dapat diterima dan berkembang sangat pesat di
kalangan pelajar menengah umum. Oleh kalangan umum gerakan
disebut dengan nama Gerakan Usroh. Gerakan ini melakukan dakwah
melalui pengajian di masjid-masjid kecil. Tidak terlalu lama, gerakan ini
berganti nama dengan istilah Gerakan Tarbiyah. Kini, gerakan ini telah
berkembang menjadi partai politik, yakni Partai Keadilan Sejahtera
(PKS).
Bagan 5
29
Disintegrasi
6. Syuro Lampung
Bagan 6
Integrasi
30
7. Jamaah Islamiyah
Muncul perpecahan baru di tubuh Darul Islam. Perpecahan itu
terjadi di faksi Ajengan Masduki. Pada awalnya Abdullah Sungkar
berselisih paham dengan Ajengan Masduki, sehingga Abdulah Sungkar
bersama beberapa anggota lainnya membentuk Jamaah Islamiyyah
yang didirikan pada tahun 1991.
Bagan 7
Disintegrasi
31
8. Khalifatul Muslimin
Pendirian Khalifatul Muslimin diprakarsai oleh Abdul Qadir Baraja,
dari Faksi Haji Ismail Pranoto (Hispran). Gagasan ini muncul mengingat
kekosongan kekhalifahan kaum Muslimin sejak berakhirnya
kekhalifahan terakhir di Turki beberapa waktu silam.
Bagan 8
Disintegrasi
9. Syuro Cisarua
32
Pertemuan beberapa tokoh DI dari Fraksi Tahmid, Ajengan
Masduki, Gaos Taufik, Dodo, dan Adah Djailani dalam pertemuan yang
dikenal dengan nama Syuro Cisarua tahun pada tahun 1998
menghasilkan kesepakatan untuk kembali kepada keputusan Syuro
1979. Adah Djailani terpilih sebagai imam dalam pertemuan itu,
sedangkan Tahmid selaku Kepala Staf Umum.
Bagan 9
Integrasi
10. KW-IX
Tahun 1990-an, terjadi lagi perselisihan paham dalam tubuh
Darul Islam. Ketika itu, Adah Jaelani melimpahkan kekuasaannya
kepada Abu Toto atau Toto Salam.
Menurut beberapa sumber, Toto Salam tidak pernah terdaftar
sebagai anggota DI, tetapi selalu memakai nama NII. Dengan segala
kemampuannya, ia melanjutkan pewarisan kepemimpinan Darul Islam
yang membawahi jamaah sekitar 50.000 orang. Di bawah
pengaruhnya, Abu Toto mendirikan Al-Zaytun, sebuah mega proyek
Pondok Pesantren, di Desa Mekar Jaya, Haurgeulis, Indramayu, Jawa
Barat. Mega proyek yang menempati "ribuan" hektare tanah ini,
membuat iri beberapa tokoh Darul Islam lainnya.
33
Bagan 10
Disintegrasi
34
12. Jamaah Asharullah
Jamaah Ansharullah ada kaitannya dengan Jamaah Islamiyyah.
Berasal dari Fraksi Abdullah Sungkar, dari garis Haji Iskandar Pranoto
(Hispran).
Bagan 12
Disintegrasi
35
Faksi-Faksi Darul Islam
36
a. Berjuang menegakkan negara Islam Indonesia.
b. Mempertahakan berdirinya Negara Islam Indonesia yang sudah
diproklamasikan oleh SM Kartosoewirjo.
c. Memperluas jangkauan dakwah ke seluruh Indonesia dan kepada
orang-orang Indonesia yang berada di luar negeri.
d. Melakukan diplomasi ke berbagai kalangan pergerakan di luar-
negeri.
e. Mempersiapkan warga negara supaya cocok menjadi warga Negara
Islam Indonesia (perbaikan tingkah-laku personal).
f. Membuka sebanyak mungkin lokasi-lokasi yang dikuasai oleh warga
negara NII.
Kepemimpinan faksi ini sejak Abdul Fatah Wirananggapati (1968
– 1998) masih belum diketahui. Dan tidak berafiliasi dengan kelompok
mana pun. Wilayah operasi, tokoh tua yang bernama Abdul Fatah
Wirananggapati ini, juga punya pengikut yang cukup banyak dan
tersebar di berbagai daerah. Wirananggapati bukan hanya seorang
tokoh tua, dialah pembuka simpul tersebarnya Darul Islam hingga ke
tanah rencong, Aceh, pada masa Kartosoewirjo masih ada.
2. Abdul Jabbar
Darul Islam Abdul Jabbar’s Faksi. (Darul Islam, Faksi Abdul
Jabbar). Faksi ini membentuk TII (Tentara Islam Indonesia) dan Laskar
Mujahidin dengan memiliki lambang Bendera Merah Putih Berbulan
Bintang. Lokasi berdiri di Maluku, Ambon. Faksi Abdul Jabbar memiliki
tujuan untuk menegakkan kembali NII di Indonesia dengan cara-cara
jihad/violence dan mengembalikan kedaulatan NII di setiap wilayah
operasi.
Faksi Abdul Jabbar beroperasi di Maluku dan Ternate. Faksi ini
berdiri sejak konflik di Maluku pada tahun 1999. Pada tahun 2000,
melakukan perluasan wilayah operasi sampai ke Ternate. Faksi ini
berasal dari Banten. Anggotanya banyak berasal dari daerah Jawa
Barat/Sunda. Terakhir, diperkirakan sebanyak 150 orang mujahidin dari
Maluku dan Ternate (rata-rata orang Ambon) bergabung dengan faksi
ini.
Faksi Abdul Jabbar berafiliasi dengan kelompok-kelompok antara
lain, DDII, Mer-C, MMI, Muhammadiyah (wilayah Ambon), Nahdlatul
Ulama (wilayah Ambon dan Ternate). Faksi ini berafiliasi juga dengan
partai politik besar, seperti PBB, PKS, PKB, PDI-P, dan Partai Golkar.
Faksi ini eksis selama 5 tahun terutama ketika konflik Maluku
terjadi. Namun pada tahun 2004, Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat memvonis Abdul Jabar bin Ahmad Kandai 20 tahun
penjara. Abdul Jabar telah terbukti bersalah, melakukan tindak pidana
secara bersama-sama dengan Faturrahman Al-Ghozi dan Edi Setiono
37
alias Usman, meledakkan bom di rumah Duta Besar Filipina di
Jakarta.63
Selain itu, Abdul Jabar dinyatakan terbukti bersalah turut serta
melakukan aksi pengeboman di sejumlah Gereja di Jakarta, yaitu
Gereja Anglikan Menteng Jakarta Pusat dan Oikumene di Jalan Angkasa
Halim Perdana Kusumah, Jakarta Timur.
Dalam putusannya majelis hakim mengatakan peledakkan bom
pada 1 Agustus itu telah menewaskan dua orang dan menghancurkan
mobil duta besar serta gedung-gudung disekitarnya termasuk gedung
Komisi Pemilihan Umum dan rumah Dubes Bulgaria.
Atas perbuatannya itu, Abdul Jabar menerima bayaran Rp 300
ribu sebelum peledakkan dan Rp 500 ribu setelahnya, dari Usman.
Terdakwa pada 24 Desember 2000 kembali terlibat dalam aksi
peledakkan bom malam Natal di dua gereja dan menerima bayaran Rp
300 ribu.
Berikut adalah kronologi kasus pemboman yang melibatkan
Abdul Jabar bin Ahmad Kandai.
Kasus-kasus pemboman yang melibatkan Abdul Jabar adalah
peristiwa ledakan bom yang terjadi pada 1 Agustus 2000, dengan
indikasi bahwa Bom ditaruh di dalam mobil jenis Carry berwarna merah
meledak di tengah hari bolong. Peristiwa tersebut menimbulkan
beberapa korban. Selanjutnya selang 4 bulan kemudian pada 24
Desember 2000, peristiwa ledakan bom di Gereja Anglikan Menteng,
Jakarta Pusat, dan Oikumene di Jalan Angkasa, Halim Perdanakusuma,
Jakarta Timur.
Kasus-kasus tersebut diselidiki polisi yang menduga bahwa
Abdul Jabbar telah terlibat didalamnya hingga pada 23 Januari 2003,
Abdul Jabar, tersangka pelaku peledakan rumah Duta Besar Filipina,
menyerahkan diri ke Markas Polda Nusa Tenggara Barat. Menurut Wakil
Divisi Humas Polda Metro Jaya Brigjen Polisi Edward Aritonang, Jabar
yang masuk dalam daftar pencarian orang Polda Metro Jaya
menyerahkan diri dengan diantar saudaranya, Sahrul. Jabar juga
menjadi tersangka peledakan bom malam Natal 2000. Jabar dijemput
dibawa ke Jakarta.
Proses berikutnya adalah pemeriksaan dilakukan terhadap
Jabar yang mulai dilakukan pada 27 Januari 2003 di Polda Metro Jaya.
Menurut Juru Bicara Polda Metro Jaya Kombes Polisi Prasetyo, dalam
pemeriksaan, Jabar mengakui terlibat peledakan bom di rumah Duta
Besar Filipina keterangan tersebut dinyatakan Jabar pada 30 Januari
2003.
Setelah proses pemeriksaan, dilakukan proses persidangan
perkara Abdul Jabbar yang dimulai pada 23 Juni 2003, di Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat. Proses pengadilan berikutnya dilaksanakan pada
1 September 2003 yang mendatangkan Amrozi, terdakwa kasus bom
63
Tempo, 20 Mei 2004.
38
Bali, sebagai saksi dalam kasus Abdul Jabar. Dalam kesaksiannya
Amrozi mengatakan peledakan di depan rumah duta besar Filipina
melibatkan Hambali dan Fathur Rohman al-Ghozi.
Selang 16 hari kemudian, 17 September 2003, Jaksa Penuntut
Umum menuntut Abdul Jabar agar diberikan hukuman seumur hidup.
Namun pada- 29 September 2003, Tim pembela Abdul Jabar
mengajukan pembelaan atas tuntutan seumur hidup, dengan
menyatakan, kliennya hanya sebagai pembantu dan bukan pelaku
utama peledakan. Keputusan akhir dari pengadilan yang dilaksanakan
pada 13 Oktober 2003, Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
menjatuhkan vonis 20 tahun penjara terhadap Abdul Jabar.
Faksi Abdul Jabbar memiliki wilayah operasi di Kepulauan Maluku,
Ternate, dan Seram, untuk biaya operasional mengambil dari sumber
pengadaan dana antara lain berasal dari infaq, shadaqah, fa’i, zakat,
dan shadaqah khos. Faksi Abdul Jabbar mendapat dukungan luar
berasal dari MILF (Filipina), Qaidatul Jihad (former JI), dan Al Qaeda.
Secara faktual, faksi Abdul Jabbar memiliki kemampuan militer
yang terlatih. Pelatihan-pelatihan yang dilaksnakan oleh faksi Abdul
Jabbar antara lain, pelatihan militer umum, pelatihan merakit dan
membongkar senjata ringan, pelatihan membuat bom, pelatihan
jurnalistik, dan pelatihan kader dakwah. Faksi ini mempunyai 12
instruktur militer dengan pangkat perwira menengah64 dan pasukan
laskar mujahidin berkisar 2.000 orang.
Faksi ini memakai dua strategi selain berdakwah, mereka juga
berjihad. Hal itu dapat dilihat dalam mempraktekkan strategi ini, di
mana mereka berusaha menguasai daerah-daerah di mana Muslim
minoritas, mengembangkan dakwah di daerah-daerah konflik,
menjadikan wilayah konflik sebagai daerah jihad. Taktik yang
digunakan pun beragam antara lain, sabotase, pencurian, penculikan,
penyanderaan, dan pencurian dengan kekerasan
Faksi yang berideologi Islam aliran ahlussunnah wal jama’ah ini
sangat anti dengan Syi’ah, khususnya Syi’ah Imamiyah. Faksi yang
mempunyai komunitas pendukung dari kalangan pedagang (sekitar
50%), mahasiswa, birokrat sipil, birokrat kepolisian, pemuda dan
pengangguran ini terkadang menyebut diri sebagai Salafi atau gerakan
Salafussholeh yang pahamnya dekat ke wahhabism.
Kegiatan-kegiatan yang direncanakan oleh faksi Abdul Jabbar
adalah memberikan pendidikan kader dakwah se-Maluku (2007) dan
pendidikan latihan militer tahunan di Maluku (2006).
64
Wawancara dengan Usep Fathoni, Cibinong, 16 Maret 2006.
39
bermula dari Indonesia. Abdul Qadir Hasan Baraja lahir pada tanggal
10 Agustus 1944 di Taliwang, Sumbawa. Pendiri Darul Islam di
Lampung pada tahun 1970, pendiri Pondok Pesantren Ngruki. Abdul
Qadir Hasan Baraja telah mengalami 2 kali penahanan, pertama pada
Januari 1979 berhubungan dengan Teror Warman, ditahan selama 3
tahun. Kemudian ditangkap dan ditahan kembali selama 13 tahun,
berhubungan dengan kasus bom di Jawa Timur dan Borobudur pada
awal tahun 1985. Abdul Qadir Hasan Baraja mendirikan Khilafatul
Muslimin, sebuah organisasi yang bertujuan untuk melanjutkan
kekhalifahan Islam pada tahun 1997. Ia ikut ambil bagian dalam
mendirikan Majelis Mujahidin Indonesia pada bulan Agustus 2000,
tetapi tidak aktif menjadi anggota MMI (Majelis Mujahidin Indonesia).
Sejarah perkembangan: Tahun 1979 setelah kasus Komji terlibat
dengan Habib Husein, Abdul Qodir terlibat dalam peledakan Candi
Borobudur, sehinga ditahan sampai masa Reformasi. Dalam penjara
itulah ia menyatakan telah menerima bai’at (sumpah setia) dari
saudara Irfan dan Jaka untuk menjadi Khalifah. Dalam literatur dalil
Islam Abdul Qodir berpendapat tidak ada rumusan yang qoth’ie
(paripurna) untuk mengangkat Khalifah, sehingga walau dengan 2
orang saja sudah cukup, maka sosialisasi Khalifah mulai
dikumandangkan termasuk dalam pertemuan MMI tahun 2000 hingga
sekarang.
Wilayah operasional Faksi Abdul Qadir Baradja adalah Jakarta,
Lampung, NTB, Jawa Tengah, Depok, Bogor, Tangerang, Bekasi,
Sukabumi, Purwakarta, Cirebon, Yogyakarta, Semarang, Solo,
Surakarta, Madura, Banjarmasin, Samarinda, dan Balikpapan.
Sementara sumber pengadaan dana faksi ini adalah infaq, shadaqah,
dan amal jama’i. Faksi ini mendapat dukungan luar ummat yang ada di
Amerika Serikat,65 Kanada, Singapura, Malaysia, Brunai Darussalam,
Arab Saudi, Bahrain, Mesir, Hongkong/Shenzen, Filipina, Jerman,
Inggris, dan Perancis.
Kemampuan militer diperhitungkan mencapai angka 1 resimen.
Kamp latihan berlokasi Gudang Angin, Lampung. Strategi yang
dilakukan oleh faksi ini dipakai adalah syariah tanzhim (gerakan
dakwah terbuka). Sementara taktik yang digunakan adalah askariah
bertahan dan sosialisasi dakwah. Pelatihan-pelatihan yang sering
dilakukan di daerah konflik dan gunung-gunung. Sementara menjadi
sasaran dari pelatihan adalah training kekhalifahan di setiap
kecamatan (sub-district), perekrutan massa di setiap propinsi, dan
pendataan kekuatan RI dari aspek militer.
Faksi Abdul Qadir Baradja menganut ideologi, Islam, Suni,
fundamentalis, anti-teroris dan berafiliasi dengan partai politik, tidak
punya hubungan kerjasama dengan partai politik. Komunitas
65
Interview dengan Ustadz Abdul Qadir Baraja, Bandar Lampung, December 2005.
40
pendukung faksi ini mempunyai 300.000 anggota di seluruh Indonesia
dan sekitarnya, basis pesantren, petani, buruh, dan mahasiswa.
Sementara tanggapan negara RI terhadap faksi ini belum
dianggap berbahaya karena dalam pendekatan politik lebih
akomodatif. Sering juga berhubungan dengan aparat keamanan, polisi,
dalam hampir setiap acara dakwah sosialisasinya.
Kejadian-kejadian yang berkaitan dengan kelompok ini adalah
gerakan Komando Jihad (1976), Teror Warman (1978), Kasus Peledakan
Candi Borobudur, Jawa Tengah (1985), dan Kasus Talangsari, Lampung
(1989).
Kegiatan yang hingga sekarang dilakukan adalah hanya
pembinaan rutin di setiap sekretariat wilayah, ummul quro’ (district
dan sub district) serta di tingkat pengurus Mas’ul Ummah dan
Sosialisasi kekhalifahan di berbagai tempat, hampir setiap minggu.
Kegiatan-kegiatan yang direncanakan faksi ini adalah mewujudkan
kembali cita-cita NII sampai terwujud kekhalifahan, Seminar Khilafah di
setiap propinsi dan kota-kota besar, dan lain-lain.
Anggaran pertahun untuk kegiatan-kegiatan yang dilakukan faksi
ini tidak ada catatan resmi; namun diperkirakan berkisar 500 juta.
4. Abdullah Said
Faksi ini sering disebut faksi Abdullah Said, atau Faksi
Hidayatullah. Yang berlokasi di dalam negara Indonesia, serta memiliki
lambang bendera Merah Putih berbulan bintang. Faksi ini memiliki
tujuan, mempersiapkan kader Islam secara terbuka sebagai persiapan
menyogsong izul islam wal muslim dibumi Indonesia sebagai realisasi
agenda NII no 1, mempersiapkan umat islam akan kesadaran
bernegara.
Sementara kepemimpinan, dipegang oleh Abdulah Said, dibantu
Manan, dan kawan-kawan. Faksi ini tidak berfiliasi dengan kelompok
lainnya dikarenakan karena peran faksi ini cenderung sebagai lembaga
pendidikan formil dan netral.
Pada tahun 1972 sebelum kasus Komji, Abdulah Said berguru
kepada Jaja Sujadi dan Aceng Kurnia selama 4 tahun setelah selesai
kembali ke Sulawesi, dan mulai membangun basis pendidikan yang
lebih baik dibanding sistym pendidikan tradisional. Selama kurun
waktu 30 tahun hidayatulah telah tersebar diseluruh propinsi di
Indonesia.
Pada 24 Desember 2002, ideolog JI, Abdul Wahid Kadungga,
seorang tokoh anggota faksi ini ditangkap Kepolisian Resor Balikpapan.
Dirinya ditangkap di Bandara Temindung, Balikpapan, Kalimantan
Timur, setelah turun pesawat Merpati dari Tarakan. Kadungga adalah
menantu pemimpin Darul Islam/Tentara Islam Indonesia Sulawesi
Selatan Kahar Muzakkar. Ia keluar dari Indonesia sekitar akhir 1960
dan belajar di Koln, Jerman. Ia ikut mendirikan dan menjadi ketua
41
umum pertama Persatuan Pemuda Muslim Se-Eropa (PPME), pada
1971.66
Wilayah operasional dari faksi Abdullah Said meliputi seluruh
Indonesia. Sementara Sumber pengadaan dana berasal dari infaq,
shadaqah, zakat, dan amal jama’i. Dukungan dari luar faksi adalah
bantuan pemerintah RI, Depag RI, dan negara-negara Timur Tengah
melalui Depag RI.
Karena sifatnya pendidikan dan anti-kekerasan (non-violence),
kemampuan sumber daya manusia hanya mencapai 20. 000 orang dan
tidak pelatihan militer. Strategi yang dipakai, izharul tarbiyah
sementara taktik yang digunakan adalah persuasif. Pelatihan-pelatihan
yang dilakukan adalah pendidikan dan pelatihan kepemimpinan
dengan sasaran-sasaran: menyiapkan basis massa Islam di wilayah RI
mana kala izharul islam wal muslimin.
Faksi ini berideologikan Islam sunny tradisional. Faksi ini tidak
berafiliasi dengan partai politik atau non partisan hal ini dikarenakan
kebijakan pemimpin. Faksi mendapat komunitas pendukung dari
kalangan Islam tradisional, nelayan, dan petani.
Tanggapan negara RI terhadap faksi ini dianggap nonviolence
tidak membahayakan kepentingan RI. Faksi ini tidak pernah terlibat
dengan peristiwa-peristiwa kekerasan yang terjadi di negara ini.
Kegiatan atau aktivitas terakhir yang terlihat adalah pengembangan
daerah daerah berbasis minus pendidikan Islam. Faksi ini memiliki
kegiatan yang direncanakan yakni pengembangan sistem pendidikan
modern islam di basis komunitas islam dan daerah minus. Sementara
menurut catatan yang didapat anggaran pertahun faksi ini
diperkirakan mencapai 10 miliar/tahun.
66
Tempo, 19 April 2004.
42
tak dapat dicegah. Darul Islam terpecah menjadi beberapa faksi67
dengan ketuanya masing-masing. Konflik kepemimpinan dalam tubuh
DI demikian dahsyat, pimpinan kelompok yang satu dengan lainnya
saling membatalkan dan saling tidak mengakuinya.
Di antara perpecahan itu, ada satu kelompok yang dipimpin oleh
Abdullah Sungkar dan mempunyai pengaruh luas. Basis kekuasaannya
meliputi Jawa Tengah, terutama Solo dan Yogyakarta. Kelompok ini
menjadikan Pondok Pesantren Ngruki di Solo sebagai basis
pengkaderan. jamaahnya, Kemudian ditebar ke berbagai wilayah bila
dianggap telah mampu. Banyak kadernya yang sudah tersebar di
berbagai wilayah dan berusaha menghidupkan kembali gerakan Darul
Islam. Salah satunya ialah yang bergabung dengan Warsidi di
Talangsari, Cihideung, Lampung.
Faksi ini pertama kali dipimpin oleh Ustadz Abdullah Sungkar,
dan dulunya disebut Faksi Abdullah Sungkar. Sejarah
kepemimpinannya ini mempunyai ciri khas yang hingga kini masih
melekat di ubun-ubun bekas para santri dan pengikutnya. la tegas
mengatakan benar, bila apa yang dilihatnya salah. Pemerintahan
Soeharto, acap kali dibuat kalang kabut dengan pernyataan-
pernyataannya yang dinilai banyak kalangan, terlalu keras dan
ekstrem.
Faksi ini sebelumnya juga memakai nama NII (hingga tahun
1991), kemudian DI (hingga tahun 1991). Faksi ini didirikan memiliki
tujuan antara lain: Pertama, ingin mendirikan negara Islam yang tidak
hanya mencakup Indonesia, melainkan juga seluruh Asia Tenggara di
mana masyarakat Muslim terdapat. Kedua, membantu jihad di seluruh
dunia di mana umat Islam sedang tertindas oleh kekuatan yang zhalim,
Ketiga, Melakukan dakwah yang bertujuan untuk penegakan syari’at
Islam.
Suatu hari, subuh. Di mesjid kecil, sisi Timur kompleks
Kusumoyudan, kampus Universitas Tjokroaminoto, Jl. Asrama No.22,
Surakarta, seorang ustad berapi-api, menghangatkan suasana subuh
yang hanya dihadiri tak lebih 8 orang. "Memang dimulai dari sedikit,
lama-lama akan menjadi banyak," kata sang ustad, menggembirakan
pengurus mesjid yang berkali-kali minta maaf atas sepinya peserta
kuliah subuh itu. Pada kali yang lain, bersama istri dan anaknya, sang
ustad pagi-pagi sudah sampai di panti anak-anak tuna netra. Ke sana,
sang ustad membawa lontong untuk dimakan bersama-sama dengan
penderita tuna netra itu, sambil mendengarkan ceramah yang juga
disampaikannya dengan berapi-api. Entah sudah berapa kali, ustad ini
67
Faksi yang diambil dari bahasa Belanda, factie dan awalnya dari bahasa Latin, artinya adalah
"bahagian". Yang dimaksud terutama adalah sebuah bagian atau kelompok politik entah di
dalam parlemen atau di luar parlemen. Pengertian politik dari faksi di parlemen berbeda dengan
fraksi politik di parlemen. Fraksi politik biasanya adalah suatu partai yang menduduki kursi di
parlemen. Misalkan fraksi Golkar menduduki 137 kursi dari 500 kursi DPR. Kubu-kubu dalam
suatu perang saudara atau perang sipil, bisa pula disebut faksi.
43
tetap menyalakan api khotbahnya pada keadaan apa pun, sepi atau
ramai, dilihat orang atau tidak.
Dialah K.H. Abdullah Sungkar, tokoh NII yang mempunyai
perawakan tegap, berkulit putih, bersih. Kata-katanya selalu
memompakan semangat yang tak mengenal aroma basa-basi dalam
setiap hujah ceramahnya. Ceramah-ceramah Abdullah Sungkar dinilai
banyak kalangan bernada keras dan membahayakan. la tak pernah
ragu mengkritik pemerintah di saat banyak orang tak lagi berani
bersuara. Bagi Sungkar, berkata benar adalah keniscayaan, sekalipun
harus dibayarnya dengan sering keluar masuk tahanan. Itu sebabnya
setiap berkhotbah, tak hanya pengikutnya yang hadir tetapi para intel
gelap juga tak pernah ketinggalan.
Karena itu, nama Abdullah Sungkar senantiasa tercatat paling
atas sebagai tokoh ekstrem kanan yang harus diberangus dan
diringkus. Tak aneh bila ia tiba-tiba menghilang dan berkucing-
kucingan dengan aparat. Bersama Abu Bakar Ba'syir, ia mendirikan
Pesantren Al-Mukmin di Solo Selatan, pada awal 1973. Pesantren ini
dilengkapi dengan pendidikan sekolah umum dan sebuah studio Radio
Dakwah Islam (Radis). Pesantrennya maju pesat, begitu juga dengan
radionya. Inilah pesantren Ngruki yang pernah berjaya di tengah
sempitnya Abdullah Sungkar memperjuangkan keyakinannya.
Pada suatu hari, ketika rencana penangkapan Abdullah Sungkar
dilakukan di Pesantren Ngruki. Sejumlah petugas sudah berjaga-jaga di
sekeliling pondok. Sebagian lain memasuki pondok untuk
menggerebek dan menangkap Kiai Sungkar. Konon, dengan
mengenakan kain.sarung dan dibonceng sepeda motor, Abdullah
Sungkar keluar melalui pintu gerbang pondok yang dijaga ketat
petugas keamanan. la keluar Pondok Ngruki, kemudian dengan naik
bus langsung ke Jakarta.
Itulah hari terakhimya di Surakarta, hari terakhir di Pondok
Pesantren Al-Mukmin Ngruki yang dibangunnya. Suatu pelarian yang
fantastis. Di sebuah tempat di Malaysia, ia bercerita kepada penulis
bahwa di saku kemejanya hanya ada uang Rp 10.000,00. Dengan bekal
Rp 10.000,00 itulah ia berangkat ke Jakarta, kemudian ke Pakanbaru
(Riau) dan menyeberang hingga ke Malaysia.
Ada juga versi cerita yang lain. Sebelum ke Malaysia, Abdullah
Sungkar disembunyikan oleh "Kelompok Condet", yaitu kelompok
pengajian yang dibinanya atau yang berada di bawah pengaruhnya.
Mereka adalah kader-kader muda pelanjut estafet perjuangan Negara
Islam Indonesia. Tokoh-tokohnya, antara lain Aus Hidayat, Ibnu
Thoyyib, Haryono, Dodi Achmad Busubul, Mukhliansyah, dan
Nurhidayat. Nama terakhir ini pada tahun 1988 disetujui sebagai
"Imam Musafir" yang berencana membangun poros Jakarta-Cihideung,
Talangsari. Teman-teman Imam Musafir itu, antara lain Sudarsono,
Fauzi Isnan, Sukardi, Maulana Latif, Alex, dan Joko yang kesemuanya
berhubungan kerja untuk membangun "basis perjuangan" di atas
44
konsep "perkampungan Islam" Warsidi di Cihideung, Talangsari,
Lampung.
Di Malaysia, Abdullah Sungkar mula-mula memilih tempat
persembunyian yang jauh dari kota besar. Nyaris di pedalaman dan
tidak banyak yang tahu. Ia kemudian disusul oleh 'sahabatnya' pendiri
Pondok Pesantren Al-Mukmin, yaitu Abu Bakar Ba'asyir, sama-sama
menyembunyikan diri di antara petani di pedalaman Malaysia itu.
Tidaklah gampang mencari jejak para pelarian politik yang
bersembunyi di negara asing. Di negara itu, mereka mendapat
perlindungan penuh dari pemerintah setempat. Begitu juga dengan
Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba'asyir. Tetapi, melalui jasa-jasa baik
A. Halim Abbas dan Helmi Al-Mascaty dari Jamaah Al-Arqam Malaysia,
kedua orang Islam yang bersembunyi itu berhasil ditemukan penulis.
Kami berangkat dengan sebuah mobil mewah berwarna hitam, dari
Kuala Lumpur menuju ke Negeri. Sembilan. Melewati hutan lebat dan
sejumlah perkampungan, sampailah kami di sebuah gubuk di tepi jalan
kecil. Menjelang magrib ketika itu ada dua orang lelaki dengan jenggot
dan kumis serta cambang yang sudah memutih, mendorong gerobak
kecil berisi sejumlah alat pertanian ada dalam gerobak itu. Tak salah
lagi, merekalah dua tokoh 'Ngruki' yang kami cari-cari itu.
Abdullah Sungkar langsung menyampaikan kritiknya dengan
menunjukkan ayat-ayat Alquran yang siap dibukanya seketika itu juga.
"Saya hanya minta satu kepada pemerintah. Tolong berikan saya
tempat, satu pulau kecil saja. Saya akan membina pemukiman Islam
dan insya Allah akan menjadi contoh seperti apa Islam yang benar itu,"
katanya. Ia masih belum percaya ketika dikatakan bahwa pemerintah
sudah 'berubah'. Semua tahanan ekstrem kiri dan kanan sudah
dibebaskan oleh Pemerintah Habibie. Ia tetap tidak percaya. Beberapa
hari setelah pertemuan itu, kedua orang tersebut bergegas ke Airport.
Masing-masing dengan kopornya. Mereka menyempatkan diri berfoto
bersama sebelum terbang menuju Arab Saudi. Sejak itulah nama
Abdullah Sungkar tak lagi banyak disebut orang. Pada awal tahun
2000, Abdullah Sungkar diam-diam kembali ke Indonesia. Baru
beberapa bulan tinggal di Bogor, Jawa Barat, ia menderita sakit dan
meninggal dunia. Kepemimpinan selanjutnya dipegang oleh Ustadz
Abu Bakar Ba’asyir
Wilayah operasi: Yogyakarta, Solo (Jawa Tengah), Surakarta (Jawa
Tengah), Surabaya (Jawa Timur), Jakarta, Medan (Sumatera Utara),
Samarinda (Kalimantan Timur), Balikpapan (Kalimantan Timur),
Pontianak (Kalimantan Barat), Palembang (Sumatera Selatan), Riau
(Riau), dan Batam (Kepulauan Riau).
Sumber pengadaan dana: infaq, shadaqah, zakat, shadaqah
khos, fa’i, dan ghanimah.
Selaku Bendahara Mantiki I, Faiz Abu Bakar Bafana, mengatakan,
untuk operasional JI, ada dua bentuk dana yang dipungut dari jamaah,
yaitu (1) dana infak pribadi sebesar 5 persen dari pendapatan dan (2)
45
infak sabilillah yang digunakan untuk operasi-operasi khusus, seperti
untuk pembiayaan kamp JI di selatan Filipina yang khusus untuk
melatih militer anggota JI, operasi-operasi peledakan bom, dan
keperluan lain.68
68
Kompas, 27 June 2003.
69
Nasir Abbas, Membongkar Jamaah Islamiyyah, Jakarta: Grasindo Pustaka Ilmu, 2005, Bab III.
70
Nasir Abbas, ibid., Bab III.
46
Tanggapan negara RI: Jaringan JI, Strengthen Anti-Terrorism
Laws, Review the prison system, Heighten security di domestic conflict
zones, Enforcing a long-term approach to counter JI’s ideology.
c. Santo Yosef Church, Jl Matraman Raya No.129. Bomb went off di 8:55
pm. It gave off white smoke that then turned into very thick black
smoke. The explosive contained bits of metal that wounded many of
the victims. Four were killed, eighteen wounded, dan there was
substantial material damage: fourteen cars, one foodstall, one cart
selling tahu, dan one bus stop shelter. The bomb went off under a
tree near the back gate about 20 metres dari the Marsudirini
convent. The type of bomb was never identified.
47
e. Koinonia Church, Jatinegara. Bomb went off between 7:15 dan 7:45
pm. Two men dari Polres, one named Sgt. Cipto, were guarding
church. Area was fairly deserted save for a few vendors, a parked car
dan two cigarette sellers di front of the church. The bomb was placed
di a Microlet dengan license plate B2955W, that had been emptied of
passengers. The driver died, dan a woman named Sumiati
Tampubolon was wounded. The type of bomb was never identified,
tapi it left thick grey smoke dan a crater about 70 cm across.
2. Bekasi
Protestant church, Jl Gunung Gede Raya. Bomb went off around
9:05 p.m. Two others bombs were disabled by the Gegana team of the
Bekas policei. All three were buried di the ground di a yard that
functioned as a parking lot. The bomb containing pellets was placed di
a box dan wrapped dengan a black plastic bag, then placed di a hole
about 30 cm deep dan 50 cm across. The hole was then covered
dengan stones dan trash. A pager was used as a timer. The pellets
wounded three bystanders.
3. Bandung
Bomb went off di a ruko (dwelling over a shop) on Jl. Terusan
Jakarta, Cicadas, Antapani about 3:00 p.m. killing three of the would-be
bombers.
4. Sukabumi
a. Sidang Kristus Church, Jl. Alun-Alun Utara. Bomb went off
about 9:10 pm.
b. Huria Kristen Batak Protestan Church on Jl. Otista
5. Ciamis
Jl Pantai Pengandaran di front of Hotel Surya Kencana, Dusun
Banuasin RT 09/04 Kec. Pangandaran, Kab. Ciamis. Exploded
prematurely about 6:20 p.m.
6. Pekanbaru
a. HKBP Church on Jl. Hang Tuah
b. Church on Jl. Sidomulyo
c. Third church, on Jl. Ahmand Dahlan, Gg Horas, Kel. Kedungsari,
Sukajadi, targeted not on Christmas Eve tapi on 28 December 2002.
7. Batam
a. Protestant Church, Simalungun (GKPS) Sei Panas
b. Bethel Indonesia Church (GBI) Bethany, My Mart Carnival Mall
48
c. Pentecostal Church of Indonesia, on Jl. Pelita
d. Santo Beato Church, Damian, Bengkong
8. Medan
a. Protestant Church of Indonesia, Jl. Sriwijaya
b. GKPS Stadion Teladan
c. Kemenangan Iman Indonesia Church (GKII) Hasanudin
d. GKII Sisingmanagaraja
e. HKBPChurch Sudirman
f Santo Paulus Church, Jl HM Joni
g. Cathedral Church, Jl. Pemuda
h. Kristus Raja Church, Jl. MT Haryono
i. Home of Pastor James Hood, Jl. Merapi
j. Home of Pastor Oloan Pasaribu, Jl. Sriwijaya
k. Catholic vicarage, Jl. Hayam Wuruk
9. Pematang siantar
a. Home of pastor Elisman Sibayak, Jl. Kasuari
b. Gereja HKBP Damai, Jl. Asahan
c. Home of a pastor di the Kalam Kudus Church, Jl. Supomo
d. Unidentified building on Jl. Merdeka
10. Mojokerto
a. Santo Yoseph Church, Jl. Pemuda. The bombs went off di 8:30.
b. Kristen Allah Baik Church, Jl. Cokroaminoto. The explosion took place
around 8:30 pm
c. Kristen Ebinezer Church, Jl. Kartini, Gg I
d. Bethany Church, Jl Pemuda
11. Mataram
a. Protestant Church of Western Indonesia (GPIB) Imanuel, Jl Bung
Karno. Bomb went off about 10:05. It had been placed di front of the
pastor's house, di the back of the church on the eastern side near an
empty lot. A second bomb was defused by police. The first gave off a
smell of gunpowder dan black smoke for about 30 minutes. It left a
hole about fifteen cm across.
b. Pentecostal Church Pusat Surabaya (GPPS) Betlehem, Jl. Pemuda No
one was around when the bombs went off. The first bomb went off
near the front corner of the church; the second was near an empty
lot di the eastern part of the church complex.
3. Christian cemetery, Kapiten, Ampenan. Bomb went off about
10:05 p.m.
IV. Bombing of Gereja HKBP dan Gereja Santa Ana, Jakarta, 22 July
2001
V. Atrium Mall bombing, Jakarta, 1 August 2001.
49
- (Second Atrium Mall bombing 23 September 2001, not attributed to JI,
should be
re-examined)
- (Hand grenade thrown into Australian International School di Pejaten,
South Jakarta, 6 November 2001, not attributed to JI di the time,
should be re-examined)
VII. Gereja Petra, North Jakarta, 9 November 2001
VIII. Grenade Explosion near U.S. Embassy Warehouse, Jakarta, 23
September 2002.
VIII. Sari Club dan Paddy's Café, Bali, 12 October 2002.
Aktivitas-aktivitas terakhir:
- Bom Natal 2000.
- Bom Atrium, Senen, Jakarta.
- Bom Bali I.
- Bom Kuningan (Kedutaan Besar Australia).
- Bom Hotel JW Marriot.
- Bom Bali II.
Nama faksi: Faksi Abu Fatih a.k.a Hamzah, alias Faksi Al Anshar El
Muslimin.
Lokasi di dalam negara: belum diketahui, di Indonesia
Lambang: Logo Anshar El Muslimin
Wilayah operasi: Seluruh Indonesia.
Sumber pengadaan dana: infaq, shadaqah, dan zakat
Dukungan luar: Al Qaeda Yaman dan Al Qaeda Arab Saudi
50
2. Map Reading, yaitu kemahiran seputar membaca peta dan
navigasi khususnya di daerah-daerah yang sudah dijadikan target
seperti Afghanistan, Indonesia (khusnys daerah Jawa, Maluku dan
Sulawesi Selatan, Poso), Chechnya, Tajikistan, Mindanao (Filipina),
Thailand Selatan (Pattani), Arakan (Rohingya, Myanmar), Dagestan,
dan lain-lain.
3. Weapon Training, yaitu kemahiran seputar berbagai macam
senjata infantri dan artileri.
4. Field Engineering, yaitu kemahiran seputar ranjau standar
buatan pabrik, bahan peledak, penempatan bom, dan penggunaannya
sebagai alat penghancur. Termasuk pengetahuan peracikan bahan
kimia dan juga bahan dapur yang dapat diolah menjadi bahan peledak.
5. Mine dan destruction. 71
7. Abu Kholish
Nama faksi: Faksi Darul Islam Faksi Abu Kholish, alias Faksi NII.
Lokasi di dalam negara: Riau, Palembang, Jakarta.
Lambang: Bendera Merah Putih Bulan Bintang
Tujuan: Faksi Abu Kholish berjuang mendirikan negara Islam di
Indonesia. Seperti faksi-faksi DI lainnya, Faksi Abu Kholish mempunyai
banyak anggota di seluruh Indonesia dan Malaysia. Faksi DI ini
mengutamakan perhatian mendidik para anggota. Banyak anggotanya
dikirim untuk melanjutkan belajar tentang Islam ke luar negeri,
khususnya ke Mesir dan Libya.
Kepemimpinan: Abu Kholish was a member of another DI faksi
under the leadership of Tahmid Kartosuwiryo, tapi he later fell out
dengan anggota of that faksi. He went on to establish his own faksi dan
severed all contact atau coordination dengan Tahmid’s faksi
Afiliasi dengan kelompok: Faksi ini is independent dan has no ties
dengan other radical movements di Southeast Asia
Sejarah perkembangan: di 1985, Abu Kholish joined the Tahmid
faksi of DI. Later, he went to Malaysia dan stayed there dari 1995 till
2000. It was di Malaysia that he established his own faksi dengan
several of his friends there. The faksi subsequently expanded. di year
2000, he returned to Jakarta dan established educational institutions di
several places di Riau.
71
Nasir Abbas, ibid., Bab III.
72
Nasir Abbas, ibid., Bab III.
51
Wilayah operasi: Formerly, it has a broad area of operations
particularly when Abu Kholish was still Malaysia. Riau (Dumai, Duri dan
Batam), Aceh (possibly because he is of Acehnese descent), Medan
(North Sumatra), Jakarta (Ciputat), Tangerang (Banten Province),
Bengkulu, Lampung, Pontianak (West Kalimantan).
52
processes are going on as scheduled. Usually di one month they would
recruit around 3 atau 4 people to be a member of Darul Islam, (4)
There is a proposal for cross-faksis gathering which will be held di Riau,
tapi there has been no further news on this.
8. Abu Toto
Nama faksi: DI Faksi Abu Toto, alias Faksi Al-Zaytun, KW-IX,
YPI(Yayasan Pendidikan Islam).
Lokasi di dalam negara: KW-IX
Lambang: Bendera Merah Putih Bulan Bintang
Tujuan: Melanjutkan perjuangan DI dengan menciptakan
pendidikan yang lebih modern.
Kepemimpinan: Toto Salam, Nurdin, Ali Aseng, Abdul Rouf.
Afiliasi dengan kelompok: Kelompok ini berafiliasi dengan basis
basis pendidikan.
Sejarah perkembangan: Tahun 1990-an, terjadi lagi perselisihan
paham dalam tubuh Darul Islam. Ketika itu, Adah Jaelani melimpahkan
kekuasaannya kepada Abu Toto atau Toto Salam. Menurut beberapa
sumber, Toto Salam tidak pernah terdaftar sebagai anggota DI, tetapi
selalu memakai nama NII. Dengan segala kemampuannya, ia
melanjutkan pewarisan kepemimpinan Darul Islam yang membawahi
jamaah sekitar 50.000 orang. Di bawah pengaruhnya, Abu Toto
mendirikan Al-Zaytun, sebuah mega proyek Pondok Pesantren, di Desa
Mekar Jaya, Haurgeulis, Indramayu, Jawa Barat. Mega proyek yang
menempati "ribuan" hektare tanah ini, membuat iri beberapa tokoh
Darul Islam lainnya. Sejak itu, sesungguhnya sendi-sendi moral
perjuangan Darul Islam sudah terpuruk dan meringkuk. Kesatuan
perjuangannya tidak lagi mengental, tetapi buyar bersama ambisi
pribadi-pribadi. Karena itu, apa yang dikenal rakyat Indonesia tentang
Darul Islam di kemudian hari, sesungguhnya ialah Darul Islam produk
dari manusia-manusia yang kurang berkualitas. Darul Islam masa kini
ialah Darul Islam produk sempalan-sempalan NII yang senantiasa
mengklaim dirinya sebagai "pewaris tunggal" penerus Kartosoewirjo.
Wilayah operasi: Jakarta, Banten, Depok, Bekasi, Tangerang,
Bandung, Garut, Tasik Malaya, Semarang, Yogyakarta, Lombok, NTB,
Bali, NTT, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian Jaya, dan lain-lain
(meliputi seluruh Indonesia).
Sumber pengadaan dana: infaq, shadaqah, fa’i, zakat, shadaqah
khos, tathawuk, shadaqah khos, harakah qurban, harakah qiradh,
zakat mal, shadaqah isti’jan, dan shadaqah munakahat.
Dukungan luar: Sumbangan dari kalangan majelis ta’lim,
kedutaan-kedutaan besar, artis, mantan pejabat, dan orang tua santri.
Kemampuan militer: Garda Ma’had. Berjumlah 500 orang dan
Tibmara, berjumlah 100 orang.
Strategi yang dipakai: Penipuan, dakwah (tilawah), dan
pencurian.
53
Taktik yang digunakan: Rekruitmen (musyahadah hijrah) dan
dakwah (tilawah)
Ideologi: Islam dengan ajaran yang menyimpang jauh.
Afiliasi dengan partai politik: Partai Golkar dan Partai PKPB.
Komunitas pendukung: Buruh, mahasiswa, pengangguran,
pekerja profesional, dan pembantu rumah tangga.
Tanggapan negara RI: KW-IX pimpinan Abu Toto ini adalah buatan
pemerintah RI. Negara melindungi praktek dakwah yang
mengatasnamakan NII ini dengan dua tujuan: (1) membuat para
pengikutnya kapok atau jera; (2) memeras habis hartanya hingga
ludes.
Kejadian-kejadian yang berkaitan dengan kelompok ini: Banyak
sekali kejadian penipuan dan pencurian yang berkaitan dengan
kelompok NII Al Zaytun Abu Toto ini.
Aktivitas-aktivitas terakhir: Mengadakan lomba Porseni (Pekan
Olah-raga, Seni dan Budaya) bagi santri-santri pesantren di seluruh
Indonesia.
9. Abu Wardan
Nama faksi: Faksi Abu Wardan, alias Faksi.
Lokasi di dalam negara: Riau, Indonesia.
Lambang: Bendera Merah Putih Bulan Bintang.
73
Wawancara dengan Adi SMK, 23 Maret 2006.
74
Wawancara dengan Irwan, Kastaf Daulah Islamiyyah Nusantara, 23 Maret 2006.
54
dan seluruh dunia, (2) Memperjuangkan dan mempertahankan
Kedaulatan tanah air-tanah air Darul Islam.
Membebaskan dan membela kehormatan Dienul Islam, Kaum
Muslimin (Izzatul Islam wal Muslimin) dan Ummat Manusia dari tatanan
Tirani Jahiliyyah menuju ke tatanan Islami di bawah naungan Daulah
Islamiyyah yang merdeka.75
Kepemimpinan: Di masa perintisan perjuangannya, AMDI
dipimpin oleh seorang Ulama Muda Revolusioner Darul Islam Al Ustadz
Adi SMK, yang didaulat sebagai Panglima dengan pangkat Kolonel
AMDI.76
Sekarang, seiring perkembangan perjuangan DI yang mulai
merintis pada penyempurnaasn strukrtur kenegaraan Daulah
Islamiyyah Berjuang, jabatan Panglima AMDI di pegang oleh Jenderal
AMDI. Yana Suryana.
Karakter kepemimpinan dilingkungan AMDI adalah pola
kepemimpinan Hirarke Militer ketentaraan Islam.
Afiliasi dengan kelompok: Pada dasarnya, AMDI tidaklah dapat
dikatakan sebagai kelompok/Jama’ah/Aliran/harakah. Sebab dia adalah
organisasi yang profesional secara progressive Revolusioner sebagai
organisasi resmi ketentaraan Negara Islam Daulah Islamiyyah di
Nusantara.
Sejarah perkembangan: Proses perkembangan perjuangan AMDI
diawali dari lahirnya ide/gasasan pembebasan Revolusioner yang
dicetuskan pada tangal 23 juli 2000 oleh Al Ustadz Adi SMK yang pada
saat itu sebagai Panglima Laskar Fatahillah di Jakarta.
Gagasan perjuangan revolusioner itu dikenal dengan Konsepsi
DILF (Darul Islam Liberation Front) atau Front Pembebasan Darul Islam.
Konsepsi ini banyak diilhami dari kebijakan-kebijak politis-militer
perjuangan Imam NKA-NII/Darul Islam Jenderal Besar APNII SM
Kartosuwiryo di dalam dokumen Pedoman Dharma Bhakti NII, di
antaranya ialah upaya melanjutkan corak kepemimpinan perjuangan
dalam bentuk Sapta Palagan (MKT 11) atau Angkatan Perang.77
Namun, perbedaan dasar dari konsepsi ini dengan format
perjuangan faksi-faksi NII yang ada, adalah pada kekuatan Spirit
Ideologis Tauhid yang sangat jelas dan klaim wilayah Darul Islam yang
universal yang cenderung kepada upaya pengembalian kedaulatan
Khilafah Islamiyyah ‘ala Minhaj Nubuwwah. Hal itu dapat dilihat bahwa
Darul Islam yang menjadi objek misi pembebasan mereka dibagi dalam
3 tahapan :
Pembebasan Darul Islam regional, yaitu wilayah-wilayah Islam
terjajah yang pernah secara de facto menjadi wilayah Darul Islam/NKA-
75
Wawancara dengan Adi SMK, 23 Maret 2006.
76
( Catatan: data dan pengakuan tanda kepangkatan ini secara sadar atau tidak telah diakui oleh
jajaran Kepolisian Republik Indonesia terutama Polres Garut ).
77
Lihat Al Chaidar, Pengantar Pemikiran Politik Proklamator Negara Islam Indonesia, SM
Kartosoewirjo, (Jakarta: Darul Falah, 1999), bagian lampiran.
55
NII.
Pembebasan Darul Islam Nasional
Yaitu Wilayah-wilayah Islam terjajah yang pernah secara de facto
menjadi wilayah Darul Islam Kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara.
Pembebasan Darul Islam Internasional
Yaitu Wilayah-wilayah Islam terjajah yang pernah secara de facto
menjadi wilayah Darul Islam dimasa ke-khilafahan Islam dunia, dan
akan mengembalikan pusat komandonya di Madinah Al Munawwarh
sebagaimana Nabi Muhammad SAW pernah melakukannya.78
Selanjutnya, Konsepsi DILF ini dikawal dan disosialisasikan oleh
Laskar Fatahillah yang kemudian membentuk Dewan Persiapan
Pembebasan Darul Islam ( DPP-DI tahun 2000-2002) dengan tahapan
perjuangannya di masa itu ialah membangun basis-basis pendukung
sebagai wujud dari adanya :
- Dukungan Rakyat Darul Islam berjuang dalam bentuk BARIS
(Barisan Rakyat Islam)
- Klaim wilayah.
Selanjutnya, pada tanggal 26 Ramadhan 1423 H/01 Desember
2002 di Kawah Galunggung, Angkatan Muda ummat Islam Jawa bagian
Barat yang merupakan kumpulan dari Basis-basis Rakyat Darul Islam
dan para perwakilan DPP-DI mendeklarasikan Angkatan Mujahidin
Daulah Islamiyyah (Asykarul al-Mujahidin lid-Daulah al-Islamiyyah-
AMDI) sebagai organisasi Bangsa Berjuang (Bellegerent) yang
mempersiapkan kelahiran kepemerintahan Daulah Islamiyyah (Al
Khilafah ad-Daulah al-Islamiyyah).
Seiring proses keberjalanan waktu, AMDI banyak mengalami
kemajuan-kemajuan ide atau perkembangan pemikiran perjuangan
yang berjalan secara cepat hingga mampu menemukan dan
memperkenalkan gagasan-gagasan kenegaraan Daulah Islamiyyah
yang orisinil, sebagai temuan baru dari penggalian-pengalian
mendalam para pimpinan perjuangannya terhadap pola ajaran dan
nilai-nilai luhur peradaban Tauhid yang dibangun oleh Rasulullah SAW.
Proses ini tidak lepas dari adanya semacam ‘Ilham’ atau yang mereka
yakini sebagai bimbingan langsung dari Allah kepada Hamba-hamba
pilihan-Nya (Kaum Muqarrabin). Hal ini dapat dilihat dari adanya
sebuah peristiwa yang dialami oleh Konseptor perjuangan ini Al Ustadz
Adi SMK dan beberapa pejuang utamanya yang mengalami semacam
‘pencerahan’ dalam bentuk sebuah perjalan spiritual yang
menakjubkan.
AMDI bergerak dan berkembang membangun kekuatan-kekuatan
dasar kemiliterannya yang justru berasal dari kaum pinggiran dan
cenderung ‘dipinggirkan’ baik dikalangan faksi-faksi NII atau
organisasi-organisasi Islam lainnya. Para pendukunbg gagasan
Kemerdekaan Hakiki dan proyek Pembebasan Darul Islam yang dibawa
78
Wawancara dengan Adi SMK, 23 Maret 2006.
56
oleh AMDI justru muncul dari kalangan rakyat dan pemuda-pemuda
pregressive yang memiliki status sosial sebagai kaum Mustad’afien
yang miskin,lemah dan bodoh.
Kekuatan ‘Tink tank’ AMDI bermuara pada Majelis Tinggi Militer
(MTM) mereka yang secara berkala dilaksanakan per 6 bulan sekali.
Yang kemudian pada Sidang Majelis Tinggi Militer AMDI ke-II pada
tanggal 1 Muharram 1425 H di Cicalengka, Bandung Jawa Barat
dihasilkan sebuah keputusan untuk meningkatnkan derajat perjuangan
mereka ke arah penyelenggaraan sistem Kenegaraan Islam Daulah
Islamiyyah secara Progressive Revolusioner di Nusantara, sehingga
dikeluarkan beberapa keputusan politik sbb :
57
mendukung gerakan mewujudkan “daulah Islam”, mempersatukan dan
menghimpun kembali jamaah faksi-faksi DI atau NII, dan
mengembalikan kedaulatan NII (target 2009)
Ideologi: Islam, ahlussunah wal jama’ah, Sunny, dengan
memakai konsep khusus yaitu “ideologi tauhid.” 79
Afiliasi dengan partai politik: Dengan Partai Bintang Reformasi
PBR atas rujukan orang tuanya yang menjadi fungsionaris PBR.80
58
pencurian darta/dokumen-dokumen AMDI. Hal ini sebagaimana diakui
oleh sdr. Yusuf , (e) 2 Ramadhan 1426 H/sebuah Forum Silaturrahmi
Alim Ulama dan Tokoh Masyarakat (FSAUTM) Cibiuk-Garut Jawa Barat,
atas prakarsa dan informasi dari pihak Kepolisian Cibiuk mengeluarkan
fatwa sesat terhadap Daulah Islamiyyah dan disiarkan/dipunblikasikan
ke Media Massa Jawa Barat ( Radar, Garoet Pos, Priangan dll), (f)
Dampak dari Isu Sesat yang kemudian dibantah secara terbuka dari
Daulah Islamiyyah dalam bentuk : Hak Jawab, penyebaran pamflet,
VCD bantahan & Fakta fitnah FSAUTM, surat-surat resmi bantahan
kepada Kodam Garut, Kodim, Polres Garut, Polsek, Kecamatan,
Kelurahan, dan MUI Garut. Pimpinan AMDI (Waktu itu masih Letjen)
Jenderal AMDI Yana Suryana di Interogasi selama 4 jam di Markas
Polres Garut. (lihat hasil interogasi), (g) Interogasi dan sikap-sikap
pihak Kepolisian RI di Jawa Barat, tidak mengarah kepada isu sesat,
tetapi kepada muatan-muatan politik perjuangan DI Merdeka dan
status kewarganegaraan.
Aktivitas-aktivitas terakhir: (1) Ramadhan – Syawal 1426 H,
Imam/Pgl Tertinggi Jenderal Besar Adi SMK menjadi Juru runding Teroris
dalam Tim Negoisasi Teroris yang diketuai oleh Al Chaidar, dan (2)
Mendirikan Daulah Islamiyyah News Agency (DNA) , Maret 2006.
59
Ideologi: Islam radikal.
Komunitas pendukung: kaum petani dan buruh kota.
Tanggapan negara RI: Kelompok ini dianggap berbahaya dalam
stabilitas keamanan dalam negeri RI.
Kejadian-kejadian yang berkaitan dengan kelompok ini: Kasus
Perampokan di daerah Lampung, perdagangan senjata, dan
pengiriman bahan peledak.
Aktivitas-aktivitas terakhir: belum diketahui.
Kegiatan-kegiatan yang direncanakan: Rencana yang
dipersiapkan kedepan tetap melakukan konsolidasi militer.
Anggaran pertahun: Mengunakan sistym defisit anggaran,tidak
ada catatan khusus, berkisar 500 juta /tahun.
60
Wilayah operasi: Jawa Barat, East Kalimantan, Central Java, East
Java, dan lain-lain.
Sumber pengadaan dana: infaq dari anggota, shadaqah dari
anggota, dan fa’i (war booty).
Dukungan luar: It was reported that this group received a
moderate amount of money dari Al Qaeda.
Kemampuan militer: They have an estimate of 1500 paramilitary
cadres, 50 Afghan alumni, about 130 Moro alumni dan 400
Ambon/Maluku alumni. The faksi is also known to have considerable
amount of weapons smuggled dari Thailand dan Filipina dan those
bought dari the black market.
Strategi yang dipakai: Their main strategy is armed struggle.
Taktik yang digunakan: Ajengan Masduki membangun
kejamaahan di Jakarta dan Lampung. Pembinaan terhadap jamaahnya
bukan hanya dalam aqidah, syari 'ah, dan siyasah, melainkan juga
dalam bidang militer. Sebagai instruktur diambil dari mereka yang
sudah pernah terjun di dalam Perang Mujahidin Afghanistan.
Pelatihan-pelatihan: Pelatihan militers dan Martial-art training
(silat).
61
Tujuan: Mendirikan negara Islam di Indonesia.
Kepemimpinan: Ali di is the highest command dan also a spiritual
leader.
Afiliasi dengan kelompok: PAN (Partai Amanat Nasional) dan JI
(jamaah islamiyah).
Sejarah perkembangan: (a) di 1952, there is a rebellion di the
banner of Darul Islam di South Sulawesi lead by Abdul Kahar Muzakkar,
(b) Kahar was shot-death di 1959. Subsequently, the leadership was
inherited to Ali AT. He is still di charge until today
Wilayah operasi: Makassar, Maluku, Ternate, Palu, Poso,
Donggala, Manado, Samarinda, Tawaw, Nunukan, Surabaya, Davao
(Mindanao).
Sumber pengadaan dana: infaq, shadaqah, dan sumber dari
perkebunan Sulawesi (cokelat, cengkeh, karet.
Dukungan luar: (1) Some of the leaders of faksi ini have their
own business. Their lucrative income sometimes resulted dari a strong
collution dengan the political cronies. JPS (Jaring Pengaman Sosial atau
Social Security net) was a policy introduced by The Habibie
Administration. Habibie is a Makasarese who unconsciously has a firm
connection dengan some of Makasarese DI, (2) There is also a source
dari Al Qaeda, tapi the definite number of fund remitted is masih
belum diketahui. Agus Dwikarna’s bank account has ever been freezed
up by the authority dan he is now di the custody di Manila sentenced
for 14 years.
Kemampuan militer: Laskar Jundullah.
Strategi yang dipakai: militer, dakwah (prosetylizing), dan politik(
KPPSI).
Taktik yang digunakan: pelatihan militer, bawah tanah/gerilya,
kidnappings dan pembunuhan, dan pemboman, dan fa’i (robberies)
Pelatihan-pelatihan: pelatihan keagamaan dan militer.
Sasaran-sasaran: daerah konflik di Indonesia: Maluku, Ambon,
Ternate, Poso, Palu, Donggala.
Ideologi: Islam.
Afiliasi dengan partai politik: PAN (Partai Amanat Nasional)
Komunitas pendukung: Traders dan businessmen, common
people, fishermen, small dan medium boat-owners, dan some of them
also civil servants.
Tanggapan negara RI: (1) The detainment of Agus Dwikarna, the
Filipina, (2) penangkapan Tamsil Linrung, (3) ditahannya Salman
Balfast, dan (4) KPPSI masih aktif hingga kini.
Kejadian-kejadian yang berkaitan dengan kelompok ini: (1) 1999,
the big gathering on the demand of Syariat Islam di Makassar
organized by KPPSI, (2) 2000, another one big gathering di Makassar
demanded an urgent measures to be taken by the government for
Shari’a application di the law, dan (3) 2005, di Bulukumba, Makassar,
62
there is another gathering demanding the implementation of Islamic
Shari’a law denganin the state.
Aktivitas-aktivitas terakhir: Sulawesi camp di Mindanao still
organizing pelatihan militers di Southern parts of the Filipina, 2005.
Kegiatan-kegiatan yang direncanakan: (1) Camps for pelatihan
militer di Ambon, Poso dan Donggala as well as di Palu, (2) Labs
somewhere di Sulawesi (masih belum diketahui), (3) di March 2006,
there will be another pelatihan militer di Mindanao, Southern Filipina.
Some 30 mujahidin have been prepared for a secretive departure, dan
(4) Public speech (dakwah) di Makassar, every year.
63
dan (3) menjadikan NII sebagai sebuah negara Islam yang modern,
adil, beradab dan tidak berbau kearab-araban.
Kepemimpinan: Kelompok ini dipimpin oleh Buya Royyanuddin
selaku Mursyid ‘Am, pada tingkat Majelis Syuro. Pada tingkat eksekutif,
dipimpin oleh MH Budi Santoso. Pengurus LMI Pusat antara lain Mursyid
‘Am Buya Royanudin (Pimpinan Pesantren Istiqomah Gunung Guruh
Sukabumi/Tokoh NII Sukabumi/Wkl. Ketua LPW Majelis Mujahidin Jawa
Barat), dipimpin ole seorang Presiden, Budi Santoso (biasa juga
dipanggil Muhands Haroki/Insinyur Pergerakan) dan Sekjen Ahmad
Purnama (asal Karawang). Moh. Royanuddin as, (kh, drs) @ abu
royanudin @ abu syarief. Alamat : Kampung Cimahi RT.02/01 Ds. Sela
Jambe, Kec. Cisaat, Sukabumi, Jabar. Telepon : 0266-238505 dan HP :
0815-6006521. Jabatan : (1) Ketua Presidium (Mama) NII. (2) Ketua
Liga Muslimin Indonesia (LMI). Antecedent : Ybs. memiliki yayasan
Ponpes Istiqomah Indonesia yang beralamat di Ds. Sinar Resmi, Kec.
Gunung Buruh, Kab. Sukabumi (telepon : 0266-321050). Ybs aktif di
Pusat Kajian Islam Sukabumi (Puskis) yang beralamat di Jl. Raya Cisaat,
Sukabumi, Jabar (telepon 0266-213418). Di kantor tersebut juga
berkantor organisasi-organisasi Islam lainnya yaitu MMI, IC, Hammas,
KAHMI dan DKM (Dewan Kemakmuran Masjid) Kab. Sukabumi.
Afiliasi dengan kelompok: (a) PUI (Partai Umat Islam), (b) Pusat
Kajian Islam Sukabumi (Puskis) yang beralamat di Jl. Raya Cisaat,
Sukabumi, Jabar (telepon 0266-213418), Pesantren Istiqamah, Gunung
Guruh, Sukabumi, (c) Pesantren At-Tijarah, Kadudampit, Cisaat,
Sukabumi, (d) Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Jawa Barat, dan (e)
Pesantren Mujahirin, Cipatat, Kabupaten Bandung.
Sejarah perkembangan: LMI merupakan organisasi yg
memfokuskan diri pada pembinaan dan pengkaderan generasi muda
Islam dengan menitikberatkan pada penanaman tauhid, akidah dan
jihad. Dideklarasikan pada tahun 2002 di Sukabumi. Pengurus LMI
Pusat antara lain Mursyid ‘Am Buya Royanudin (Pimpinan Pesantren
Istiqomah Gunung Guruh Sukabumi/Tokoh NII Sukabumi/Wkl. Ketua
LPW Majelis Mujahidin Jawa Barat), dipimpin ole seorang Presiden, Budi
Santoso (biasa juga dipanggil Muhands Haroki/Insinyur Pergerakan)
dan Sekjen Ahmad Purnama (asal Karawang). Basis gerakan selain di
Sukabumi, juga ada di Cicadas dan Cibiru Bandung (mayoritas
mahasiswa IAIN Bandung), Cipatat Kab. Bandung (Pesantren Mujahirin
Pimpinan Wawan Karmudin), Cikampek, Bekasi (Ust. Abu Hamzah
alumnus Pesantren Ngruki Solo), Kampung Rambutan Jakarta
(Mukarom –rumahnya sering digunakan untuk acara pembai’atan dan
doktrin bagi anggota baru), Lampung dan Padang. Kegiatan LMI al :
ta’lim, tabligh akbar, Latihan Kader Muslim, Latihan Kelaskaran. Proses
rekrutmen anggota dilakukan melalui proses bai’at haroki (sumpah
setia kepada manhaj/aturan dan pimpinan gerakan). Pada 13-16 Juli
2005 di Islamic Centre Cisaat Sukabumi dilaksanakan Latihan Kader
Muslim Nasional dengan menghadirkan beberapa pembicara dari luar
64
al : FAUZAN AL-ANSHORI (Ketua LPW Majelis Mujahidin
Jakarta/Departemen Data & Info LT MM), ANDI SUKMARA (Jenderal
Besar Angkatan Mujahidin Darul Islam/AMDI), KH. DADUN KOHAR
(Pimpinan Pesantren Ad-Da’wah/tokoh NII Sukabumi-non struktural).
LMI merupakan cover untuk gerakan sesungguhnya, yakni NII dimana
BUYA ROYANUDIN sebagai Imamnya. Oleh karenanya, direncanakan
pada 12 Syawal 1426/15 Nopember 2005 akan dilaksanakan acara
Muhasabah Haroki (evaluasi pergerakan) sekaligus peringatan
Proklamasi NII (12 Syawal 1346/7 Agustus 1949), alternatif tempat di
pesantren Istiqomah Gunung Guruh Sukabuni, Pesantren At-Tijaroh
Kadudampit Cisaat Sukabumi, atau Bandung (tempatnya belum
ditentukan).
Wilayah operasi: Sukabumi, Depok, Jakarta Selatan (Pasar
Minggu), Cianjur, Palembang (Sumatera Selatan), Cicadas, Cibiru,
Bandung (mayoritas mahasiswa IAIN Bandung), Cipatat, Kab. Bandung
(Pesantren Mujahirin Pimpinan Wawan Karmudin), Cikampek, Bekasi
(Ust. Abu Hamzah alumnus Pesantren Ngruki Solo), Kampung
Rambutan Jakarta (Mukarom –rumahnya sering digunakan untuk acara
pembai’atan dan doktrin bagi anggota baru), Lampung, Padang, dan
Medan.
Sumber pengadaan dana: infaq, shadaqah, fa’i, zakat, dan
shadaqah khos,
Pelatihan-pelatihan: Muhasabah Haroki (evaluasi pergerakan)
sekaligus peringatan Proklamasi NII (12 Syawal 1346/7 Agustus 1949),
alternatif tempat di pesantren Istiqomah Gunung Guruh Sukabuni,
Pesantren At-Tijaroh Kadudampit Cisaat Sukabumi, atau Bandung
(tempatnya belum ditentukan).
Ta’lim, smal-group discussion for deepening dan enhancing
anggota’ understanding of Islam.
Tabligh Akbar, Public speaking atau public gathering for
prosetelyzing.
Latihan Kader Muslim,
Latihan Kelaskaran. Para military training.
Bai’at Haroki (sumpah setia kepada manhaj/aturan dan pimpinan
gerakan). Proses rekrutmen anggota dilakukan melalui proses ini.
Sasaran-sasaran:
Ideologi: Islam.
Afiliasi dengan partai politik: PUI (Partai Umat Islam) dan PI
(Partai Islam)
Komunitas pendukung: mahasiswa, petani, buruh, dan
masyarakat biasa.
Tanggapan negara RI: Negara RI terus memantau pergerakan ini.
Kegiatannya yang terbuka menjadikan kelompok ini sebagai sasaran
intelejen yang sangat terbuka. Tapi, banyak kalangan intelejen yang
tidak mengerti bagaimana kerumitan organisasional pergerakan LMI
ini. Pemerintah tidak bisa memahami sacara lebih komprehensif
65
tentang organisasi ini. Banyak informasi yang salah dari pihak
intelejen.
Kejadian-kejadian yang berkaitan dengan kelompok ini: (a)
pembunuhan Abu Jihad (Fauzi Hasbi) di Ambon, 2003, (b) kasus
persidangan Anto (yang mengaku anggota LMI) di Ambon, 2004, dan
(c) kasus dukungan terhadap Badrul Kamal, calon Walikota Depok yang
tidak jadi, 2006.
Aktivitas-aktivitas terakhir: Peringatan Proklamasi NII, 2004.
Kegiatan-kegiatan yang direncanakan: (a) Latihan Kader
Mahasiswa, Depok. (2006), (b) Latihan Kader Buruh Tingkat Nasional,
Bandung. (2007), (c) Latihan Kader Tani, Dauwan, Cikampek, Jawa
Barat (2006).
66
Kepemimpinan: dipimpin oleh Fahruroji, dibantu Bayit, Jagur,
Ramlan, dan kawan-kawan.
Afiliasi dengan kelompok: Kelompok tradisional NU dan kaum
urban kota.
Sejarah perkembangan: Setelah kasus komji kekuatan ini
membentuk PRESIDIUM dalam NII, tahun 1996 kelompok muda dalam
Presidium memisahkan menjadi LMI, sehinga kelompok ini merobah
format menjadi HNI (Harokah Negar Islam).
Wilayah operasi: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung,
Padang.
Sumber pengadaan dana: infaq, shadaqah, dan amal usaha
jamai,
Kemampuan militer: Kemampuan mencapai setingkat divisi.
Strategi yang dipakai: Siryah tanjhim.
Taktik yang digunakan: gerilya kota.
Pelatihan-pelatihan: trainning dan pelatihan askariyah di daerah
konflik.
Sasaran-sasaran: melakukat perekrutan rakyat RI dan melakukan
pendataan terhadap kekuatan RI.
Ideologi: Islam tradisional fundamentalis.
Afiliasi dengan partai politik: Partai Masyumi, PKB, PUI, dan PAN
Komunitas pendukung: kaum tradisisonal Islam dan kaum urban
kota.
Tanggapan negara RI: Kelompok ini dianggap sebagai bahaya
laten NII dalam kaum tradisionaldan urban kota RI.
Kejadian-kejadian yang berkaitan dengan kelompok ini: Kasus
Komji dan bom Natal yang melibatkan orangnya di daerah Bandung.
Anggaran pertahun: Menurut kalkulasi mencapai 5 miliar.
67
Intelligence Agency)
Sejarah perkembangan: Menurut Laporan ICG 8 Agustus 200285,
Gaos Taufik adalah pejuang Darul Islam dari Jawa Barat yang kemudian
menetap di Medan; kemudian terkait gerakan Komando Jihad, menurut
laporan dialah yang melantik Abdullah Umar dan Timsar Zubil. Kini,
Gaos Taufik berdomisili di Tangerang. Di antara serpihan-serpihan Darul
Islam itu, ada seorang tokoh bernama Gaos Taufik yang membangun
pengaruhnya di Sumatera. Pengikut Gaos dipersiapkan menjadi
jundullah atau tentara Allah di daerah pedalaman Sumatera, kalau-
kalau suatu waktu terjadi revolusi di Indonesía. Kelompok ini disebut-
sebut mempunyai hubungan erat dengan mujahidin Moro di Filipina
dan mujahidin Pattani di Thailand.
Wilayah operasi: Medan, North Sumatra, Aceh, Jakarta, Bekasi,
Tangerang, Lampung
Sumber pengadaan dana: infaq dan shadaqah dari anggota,
Kemampuan militer: Faksi ini formerly had a well-organized
paramilitary unit (laskar atau muaskar) named Cakrabuana.
Strategi yang dipakai: militer, memotori konflik horizontal antara
Muslims dan Christians dan dakwah.
Taktik yang digunakan: pemboman, perampokan bank, dan
dakwah di masjid-masjid.
Pelatihan-pelatihan: Physical/military trainings dan Martial Art
trainings (silat).
Sasaran-sasaran: bank-bank, mall-mall, dan masjid-masjid.
Ideologi: Islam.
Afiliasi dengan partai politik: They have ever had a preliminary
contacts dengan PAN (National Trust Party) di year 2002. tapi there is
no further follow-up action for cooperation.
Komunitas pendukung: Small-scale businessmen, traditional
traders dan para petani, unemployed people.
Tanggapan negara RI: There has not been any reported
responses dari the government.
Kejadian-kejadian yang berkaitan dengan kelompok ini: Istiqlal
mosque bombing, Jakarta, 2000 dan BCA bank robbery di Hayam
Wuruk, Jakarta, 1999.
Aktivitas-aktivitas terakhir: Pondok Gede public speech on issues
of Islamic State dan terrorism, Bekasi, 2005.
85
Laporan ICG 8 Agustus 2002.
68
Tujuan: Menjadikan masyrakat Indonesia menjadi masyarakat
Islam sehingga terwujud Negara Islam
Kepemimpinan: Helmy Danu Muhamad Hasan, Asep Danu, Ustad
Abu Ridlo, Rahmat Abdulah, Hidayat Nur Wahid.
Afiliasi dengan kelompok:
Sejarah perkembangan:
Dalam perkembangan pergerakan Helmy setelah menjadi
tahanan tahun 1981 berangkat ke Mesir untuk tugas belajar dibawah
jaminan keamanan BAKIN Ali murtofo selama 2 tahun.
Selanjutnya Helmi Aminuddin menyatakan keluar dari struktur
maupun ajaran NII komando Adah Djaelani, kemudian ditampung dan
dipelihara oleh mantan tokoh Bakin (Soeripto). Soeripto menjadi
sponsor sekaligus promotor dan bertindak sebagai pemberi tugas
kepada Helmi Aminuddin antara lain untuk mengadopsi ajaran dan
manhaj serta berhubungan langsung secara organisasional dengan
gerakan Ikhwanul Muslimin faksi Qiyadah Syaikh Sa’id Hawwa di Timur
Tengah sekitar tahun 1985. Maka pergilah Helmi Aminuddin ke Timur
Tengah untuk mengadopsi gerakan Ikhwan tsb sekalipun alasan
kepergiannya kesana Helmi mengatakan untuk menyelesaikan
studinya yang belum rampung.
Sepulangnya dari Timur Tengah Helmi Aminuddin mulai
mengibarkanbendera gerakan IM-Ikhwanul Muslimin di Indonesia
seraya melakukan klaim sebagai representasi gerakan Islam kaffah,
universal dan menafikan seluruh gerakan Islam lain yg bersifat lokal di
Indonesia dengan gerakan USROH. Pada tahun 1991 Helmi Aminuddin
diangkat sebagai Mursyid atau elite komando organisasi gerakan
Ikhwanul Muslimin untuk kawasan Asia Tenggara. Eksistensi gerakan ini
cepat berkembang secara signifikan khususnya di kawasan Ibu kota
DKI Jakarta. Tetapi awal awal tahun 1998 nama Helmi Aminuddin tiba-
tiba raib dari blantika gerakan Tarbiyah Ikhwanul Muslimin yang
bermarkas di Yayasan Al-Hikmah di kawasan Jl.Bangka Jakarta Selatan,
juga di Yayasan Iqra’ di kawasan Pondok Gede Jakarta Timur sebagai
basis sentral pemukiman elite mereka, serta Yayasan Nurul Fikri di
kawasan Depok. Bahkan Helmi sempat diisukan dipecat atau
dima’zulkan kehabitat lamanya (NII), ada juga isu yang menyebut
Helmi telah bergabung ke kelompok Syi’ah.
Akan tetapi, pada kenyataanya Helmi Aminuddin bin Danu
Muhammad Hasan sebenarnya tetap menjadi orang nomor satu dan
terpenting dalam kelompok gerakan Tarbiyah Ikhwanul Muslimin ini,
hanya mungkin di masa kini keberadaan namanya dirasa perlu untuk
sementara waktu secara resmi ditarik dari peredaran gerakan Ikwan,
bahkan nama Helmi Aminuddin tidak diakui keberadaanya oleh para
elite dan komunitas PKS (Partai Keadilan Sejahtera) yang ada sekarang.
Mungkin inilah cara mereka menyembunyikan struktur (Siriyyatu
Tandzhim) pergerakan Ikhwanul Muslimin di Indonesia.
69
Kini Helmi Aminuddin mengkonsentrasikan diri secara khusus
mengelola pesantren dan Islamic village di kawasan Cinangka Banten
atas kucuran dana diantaranya sebagaian dari Bimantara, dari Timur
Tengah serta dari Soeripto sebagai akses dana Orde Baru Cendana.
Helmi Aminuddin memanage / mengendalikan gerakan Ikhwanul
Muslimin Indonesia dari balik layer. Pada tahun 1998 berkat dibidani
tangan dingin Soeripto mantan Bakin tsb gerakan Tarbiyyah Ikhwanul
Muslimin Indonesia berhasil ikut partisipasi merayakan pesta
demokrasi dengan menjadi salah satu kontestan. Saat itu gerakan
Tarbiyah Ikhwanul Muslimin Indonesia merubah manhajnya dan
berubah bentuk menjadi Partai Keadilan (PK) dan kemudian
bermetamorfosis lagi menjadi PKS (Partai Keadlian Sejahtera).
Meskipun terbentuknya PKS ini menuai pro dan kontra ditubuh gerakan
Ikhwan, tetapi melalui Musyawarah Syuro mereka perubahan menjadi
partai PK saat itu mendapat mayoritas suara, sehingga secara resmi
gerakan Ikwan telah berubah menjadi partai (Partai Keadilan).
Di tahun 1987 – 1988 aparat intelejen memang sedang getol
menggarap dengan serius dengan memberi peluang bagi lahirnya dua
kubu kekuatan dakwah yang mengatasnamakan Islam namun secara
subtansi saling bertentangan, yang pertama adalah kekuatan dakwah
Islam Ikhwanul Muslimin Mesir di bawah sponsor dan control tokoh
Bakin Soeripto. Sedang yang kedua adalah kekuatan dakwah beraliran
NII KW IX Abu Toto yang sesat dan bermisi merusak Islam umumnya
dan khususnya melemahkan NII yang sebenarnya, yaitu yg menjadi
musuh nomor wahid NKRI.
PKS sebagai metamorfosis dari gerakan Ikhwanul Muslimin
Indonesia secara resmi berdasarkan konstitusi Pancasila dan UUD ’45
walaupun asas partainya Islam.
Dalam hal ini Soeripto tetap tidak bersedia menjawab soal
hubungan dan kedekatannya dengan Danu Muhammad Hasan di awal
Orde Baru maupun dengan sang putra Danu, yaitu Helmi Aminuddin
yang disebutnya sebagai ustadz muda (mursyid Ikhwanul Muslimin
Asia Tenggara) yang dimulai tahun 1984 selama beberapa tahun di
rumah Mas Ton ( Hartono Mardjono) hingga akhirnya berubahn menjadi
Partai Keadilan di tahun 1999 dan pada tahun 2003 menjadi Partai
Keadilan Sejahtera. Soeripta sebagai kader BAKIN oleh komunitas
Ikhwanul Muslimin Indonesia sangat diyakini telah bersih / tobat dan
berasil dibina dan dimanfaatkan oleh elite Ikhwan. Padahal siapa yang
dimanfaatkan dan siapa yang memanfaatkan menjadi tidak jelas.
Harap diingat bahwa dunia intelejen tidak mengenal apa yang
diistilahkan dengan pension, demikian halnya Soeripto, masih belum
terbukti pemihakannya terhadap Islam sebagai sebuah kontra RI.
Berita diatas pernah diklarifikasi oleh para tokoh dan pengurus
PKS secara apologi diplomatis yg dialamatkan ke Majalah Dewan
Rakyat melalui Majalah SAKSI. Padahal akurasi data dan informasi
tentang berita diatas sebenarnya bias dikonfirmasikan kepada sekitar
70
15 tokoh yg salah satu diantaranya sudah almarhum, yaitu Bung
Hartono Mardjono.
71
1967 – 1970 dan secara struktur komando berada dibawah Yoga
Sugama yang saat itu dikomandani Sutopo Yuwono. Sebagai kader
intel Soeripto berada stu level dengan Agum Gumelar (Satu-satunya
jenderal TNI yang pernah menyatakan diri akan bergabung dgn Partai
Keadilan, namun sehari kemudian pernyataan tsb diralatnya sendiri
bahwa yg dimaksudnya partai Keadilan adalah Pertai Keadilan dan
Persatuan / PKP dibawah pimpinan Edy Sudrajat). Soeripto dalam
berbagai media menceritakan riwayat hidupnya dalam dunia intelejen
dengan gambling, sekalipun sudah mengaku menjadi mantan sejak
tahun 1970 akan tetapi beberapa sumber menerangkan bahwa
Soeripto tetap mangkal di kantor BAKIN yang lama karena mengikut
dan tetap bersama Roedjito. Menurut beberapa teman dekatnya
Soeripto juga tak segan-segan nekad mengklaim mewakili KADIN
ketika berkunjung ke China agar dapat sambutan dan fasilitas istimewa
dari pemerintah China.
Kejadian-kejadian yang berkaitan dengan kelompok ini: Setelah
kasus Komji dan kasus Usroh.
Aktivitas-aktivitas terakhir: Lebih banyak berurusan dengan
demo.
Kegiatan-kegiatan yang direncanakan: memperbanyak jumlah
dukungan dalam pemilihan umum.
Anggaran pertahun: Kalkulasi angaran diperkirakan dalam
setahun mencapai 10 miliar.
72
muncul dengan berbagai nama. Terakhir memakai nama
Kepemimpinan Islam (KI) sebagai tandhim atau organisasinya.
Wilayah operasi: Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung, Riau,
Maluku, dan Maluku Utara.
Sumber pengadaan dana: infaq, shadaqah, fa’i, zakat, hadiah,
dan pemalsuan uang,
Dukungan luar: Jama’ah yang ada di Malaysia, Jepang,
Singapura, Hongkong, dan Australia
Kemampuan militer: 6.000 laskar di seluruh Indonesia.
Strategi yang dipakai: Military —Gerilya kota (city guerilla) dan
persuasif.
Taktik yang digunakan: Perang gerilya, Perampokan, Penculikan,
Penyanderaan, Pencurian, Pembunuhan, Dakwah/Pengajian, Publikasi
barang cetakan, Sabotase, Pemalsuan uang, dan Bomb attack.
Pelatihan-pelatihan: Belum diketahui jenis-jenis pelatihan yang
dilakukan oleh kelompok ini
Sasaran-sasaran: Westerners, Christian/Chatolic,
Japanese/Korean, Chinese, Police, dan TNI/Indonesian Military Troops.
Ideologi: Islam, Ahlussunnah wal Jama’ah, Salafi.
Afiliasi dengan partai politik: PBB (Partai Bulan Bintang) dan PUI
(Partai Umat Islam).
73
25. Faksi Lukman
Nama faksi: Faksi Lukman, alias Faksi Ridwan , Cakrabuana, atau
DILF (Darul Islam Liberation Front).
Lokasi di dalam negara: NII dan DI.
Lambang: Bendera Merah Putih Berbulan Bintang.
Tujuan: Melakukan mobilisasi kekuatan Militer untuk melakukan
aksi tentara atas nama perjuangan menegakkan NII di bumi Indonesia.
Kepemimpinan: Lukman dibantu Amar.
Afiliasi dengan kelompok: LMI (Liga Muslim Indonesia), PUI (Partai
Umat Islam), MMI (Majelis Mujahidin Indonesia), Alumnus Afghan,
Alumnus Moro, Faksi Gaos Taufik, dan JDI (Jamaah Darul Islam).
Sejarah perkembangan: Setelah keluar dari tahan RI tahun 1984
mulai melakukan penyusunan kembali sehinga tahun 1987 terjadi
Syuro Lampung dimana terpilih Ajengan Masduki sebagai Imam. Maka
mulailah Pak Luqman minta restu membuat sayap Militer dengan
bantuan Alumnus Afghan dan Moro. Ternyata, dalam
perkembangannya kemudian, sayap militer ini berkembang menjadi
kelompok mandiri yang terpisah dari induknya (Faksi Ajengan
Masduki).
Wilayah operasi: Jawa Barat, Jawa Tengah , Lampung,
Palembang, Medan.
Sumber pengadaan dana: infaq, shadaqah, dan amal jama’i.
Dukungan luar:
Kemampuan militer: Setingkat RESIMEN.
Strategi yang dipakai: Urban Syriah Tanjhim (Pergerakan Bawah
Tanah Perkotaan).
Taktik yang digunakan: Gerilya dan hit dan run.
Pelatihan-pelatihan: Di gunung-gunung, di daerah konflik di
Indonesia.
Sasaran-sasaran: Fasilitas pendukung RI baik Sipil atau Militer
dan Kantor-kantor pemerintah.
Ideologi: Tanjhim Islam Fundamentalis.
Komunitas pendukung: petani, buruh, dan kaum urban.
Tanggapan negara RI: Pemerintah sepertinya sudah mengetahui
keberadaan kelompok ini. Faksi Luqman ini dapat menjadi kekuatan
laten dari NII yang dapat menimbulkan konflik horisontal di dalam
negara RI.
Kejadian-kejadian yang berkaitan dengan kelompok ini: Bom
Hotel JW Mariot, Jakarta dan Bom Kuningan – Kedutaan Australia,
Jakarta.
Aktivitas-aktivitas terakhir: tak ada.
Kegiatan-kegiatan yang direncanakan: Karena tidak adanya
skedul sehingga pekerjaan dilaksanakan dengan sistem koordinasi
teritorial tanpa harus melewati jalur komando yang intinya akan
melakukan gerakan Darul Islam Liberation Front (DILF).
Anggaran pertahun: Mencapai sekitar 1 miliar rupiah.
74
26. Faksi Mamin
Nama faksi: Faksi Mamin, alias Faksi Abdul Haq dan Panglima 2
KW-IX
Lokasi di dalam negara: Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
Lambang: Bendera Merah Putih Berbulan Bintang.
Tujuan: Mempersiapkan kondisi NII paska tertawanya Asyahid
Imam Kartosuwiryo, pada bidang diplomatik luar negeri, perlu
pembenahan dan kerja keras.
Kepemimpinan: Mamin alias Abdul Haq.
Sejarah perkembangan: Perkembangan dengan faksi ini berawal
dari Panglima 2 dari KW-IX, setelah kasus Komji Abdul Haq berangkat
ke Malaysia th 1980, dengan basis persiapan yang cukup matang
selama 5 tahun mulailah terjadi gelombang migrasi para pelarian
politik era rejim orde barutermasuk yang ditampung al Toto Salam,
Mursalin Dahlan, Abdulah Sungkar,Abu Bakar Basyr.Setelah tahun 1987
terjadi Syuro Lampung, Abdul Haq terangkat menjadi Segneg dan
Abdulah Sungkar menjadi KUKT, pengiriman Kader Mujahidin ke
Afghanistan resmi atas nama NII sesuai permintaan Asyhid Ustad
Abdulah Azam.Pengiriman kader Mujahidin,dihentikan setelah Futuh
Kabul dan terjadi konflik antara Tanjhim diAfghan. Tahun 1993 setelah
kader militer yang mendapat pangkat di Afghanistan kenbali terjadi
konflik internal antar Abdul Haq dengan Abdulah Sungkar sehinga
keluar pernyataan, Abdulah Sungkar keluar dari kepemimpinan Imam
Ajengan Masduki. Ternyata friksi ini berkembang sampai ke Indonesia
dan sampai meningalnya Ajengan Masduki, kini Abdul Haq secara
hirarqi kepemimpinan tampuk tertingi pada faksi ini.
Wilayah operasi: Malaysia dan Indonesia.
Sumber pengadaan dana: infaq, shadaqah, dan amal jamai.
Dukungan luar: Mujahidin Afghanistan dan kaum pekerja yang
ada di luar negeri.
Kemampuan militer: setingkat divisi.
Strategi yang dipakai: difensi persuasif.
Taktik yang digunakan: gerilya urban.
Pelatihan-pelatihan: Afghanistan, Moro, dan Patani
Sasaran-sasaran: Menargetkan kepada seluruh kepentingan
militer dan sipil pemerintahan RI.
Ideologi: fundamentalis Islam Suni.
Afiliasi dengan partai politik:
Komunitas pendukung: kaum imigran, kaum buruh, kaum
nelayan, dan kaum pekerja.
Tanggapan negara RI: Keberadaan Faksi ini dianggap sebagai
ancaman dimasa depan dalam peta politik luar negeri NKRI.
Kejadian-kejadian yang berkaitan dengan kelompok ini:
pengiriman kader mujahidin Afghanistan, pengiriman kader mujahidin
Moro, dan pengiriman kader mujahidin Patani.
75
Aktivitas-aktivitas terakhir: Tidak ada catatan atas faksi ini
karena sangat tertutup.
Kegiatan-kegiatan yang direncanakan: Tidak ada catatan pada
kegiatan yang yang direncanakan pada faksi ini.
Anggaran pertahun: Diperkirakan mencapai 5 miliar/th.
76
time, some of faksi ini’s anggota were captured dan sentenced for
several years di relation to Komji case di 1976 dan 1978. Among them
are Mawardi Noer dan Abdullah Hehamahua.
Kejadian-kejadian yang berkaitan dengan kelompok ini: (a)
Berkaitan dengan pemboman Hotel JW Marriot, (b) kasus Bom Ambon,
(c) kasus Bom Poso.
Aktivitas-aktivitas terakhir: (a) pelatihan kursus bahasa Arab di
Walang, Tanjung Priok, Jakarta, 2006, dan (b) pelatihan nahu sharaf
(logika tata bahasa Arab), Tanjung Lengkong, Cawang, Jakarta, 2006.
86
Wawancara dengan Usep Fathoni, Bogor, 26 Februari 2006.
77
Ideologi: Islam.
Afiliasi dengan partai politik: tidak ada.
Komunitas pendukung: Masyarakat kelas bawah di Jawa Barat.
Tanggapan negara RI: Pemerintah sudah tahu keberadaan
kelompok Faksi DI yang satu ini ketika kunjungan Panglima TNI Faisal
Tanjung ke Jawa Barat.
Kejadian-kejadian yang berkaitan dengan kelompok ini:
Kelompok ini pernah terlibat kasus Komji.
Aktivitas-aktivitas terakhir: Faksi ini lebih berorientasi kepada
pembinaan Politik DI.
Kegiatan-kegiatan yang direncanakan: Persiapan kader muda NII
pada bidang politik.
78
fikih ibadah mahdhah (pendidikan syariat Islam umum), (f) kepimpinan
islami (manajemen jihad), (g) fiqih jihad (hukum perang). 87
Ideologi: Islam
87
Nasir Abbas, ibid., Bab III.
79
Negara Islam Indonesia tahun 1949, maka selama itu perjuangan Darul
Islam masih dalam status jihad fardhu ‘ain.
Mujadid Abu Qital adalah seorang kader muda militan yang didik
langsung oleh Abdul Karim Hasan. Abdul Karim Hasan atau akrab
dipanggil Abi Karim adalah Panglima Komandemen Wilayah IX (KW-IX)
dalam masa pemerintahan Negara Islam Indonesia di bawah Imam /
Panglima Tertinggi Adah Jaelani Tirtapraja pada tahun 1974-1991.
Setelah keluar dari Kepemimpinan KW-IX di masa Abdul Salam Panji
Gumilang pada 1997, kemudian memasuki faksi Abu Tachmid pada
1997 hingga Desember 1999. Mujadid Abu Qital kemudian memasuki
faksi Konstitusi di bawah komando Abdul Fatah Wirananggapati.
Setelah kepemimpinan dalam faksi konstitusi beralih kepada Ali
Machfud, kemudian Mujadid Abu Qital memisahkan diri dari
kepemimpinan Ali Machfud setelah memberikan Taushiyah Rakyat
kepada para pemimpin untuk kembali pada jalur perjuangan sesuai
pedoman perjuangan untuk tegaknya Negara Islam Indonesia, yaitu
Qanun Azasi atau konstitusi Darul Islam secara murni dan konsekuen.
80
Faksi FTR dalam hal keuangan perjuangan mengacu pada prinsip
“nahnu nuharribu bi ma’unatil musyrik_ kita kaum yang sedang
berjuang pantang mendapatkan bantuan dari pihak musyrikin_ luar
negeri)”. Dengan acuan prinsip ini, maka financial faksi FTR lebih
bersifat mandiri dengan mengandalkan kesanggupan pengorbanan
anggota-anggotanya dalam bentuk ZIS (Zakat, Infaq dan Shadaqah).
Dan, bila terjadi pertempuran (peperangan secara terbuka) maka
Ghanimah dan Fa’i merupakan sumber financial perjuangannya.
Hingga diadakannya penelitian, faksi FTR belum memiliki akses
dukungan Luar Negeri baik dari organisasi yang berlatarbelakang
pergerakan Islam ataupun pergerakan lainnya. Akan tetapi dengan
orientasi perjuangan ingin tegaknya khilafah dipermukaan bumi, faksi
FTR sedang berusaha mendapatkan dukungan dari berbagai pihak
yang ada di Indonesia, khususnya dari kalangan pergerakan untuk
tegaknya syari’at islam di Indonesia. Ataupun dukungan dari Luar
Negeri, khususnya negara-negara di Asia dan Afrika.
81
Sesuai sistem yang dipakai, faksi FTR potensi militernya sangat
potensial, karena seluruh rakyat dan para pemimpinnya adalah
tentara. Akan tetapi potensi yang ada saat ini, belum memiliki
kemampuan untuk beraksi, karena sistim yang dipakai lebih bersifat
universal dan menyeluruh. Dan kemiliteran dalam faksi ini masih
dalam kategori I’dad (persiapan).
Faksi FTR dalam operasionalnya lebih mengacu kepada
terjadinya suatu revolusi Islam di Indonesia dan dunia umum. Untuk itu
motto yang mereka pakai, “Sekali Tampil Prima”. Karena itu, strategi
faksi ini tertuang dalam konsep general yang mereka namakan
“Marhalah Jihad”. Dalam konsep ini, tahapan perjuangannya
terklasifikasi kepada lima tahapan, yaitu: I’dad, Irbath, Qital, Futuh,
dan Khilafah.
Kalau dianalogikan, taktik perjuangan faksi FTR seperti
permainan sepak bola “total football”. Di mana seluruh potensi SDM
baik dari elemen terendah hingga tingkat elite berposisi sebagai
tentara yang siap siaga untuk maju medan laga. Sesuai jalur komando
yang telah ditetapkan. Secara serempak irama perjuangan terkendali
oleh satu komando tertinggi.
Sistim pendidikan / pelatihan untuk kaderisasi dalam faksi FTR
mengacu pada sistim pembinaan umat (Manhaj Binayatil Ummat)
yang telah mereka miliki. Secara umum format pembinaannya, yaitu:
Tilawah (Dakwah), _ Pembinaan awal kader; Tazkiyah (Tarbiyah), _
pembinaan dan pengayoman kader; Ta’lim, _ pembinaan dan
pengayoman aparatur negara dan tentara; Tarqiyah, _ pembinaan
untuk peningkatan SDM aparatur negara dalam bidang tertentu yang
dibutuhkan oleh negara; Bianayatul Khas (Takhasus). _ pembinaan
khusus / pendidikan spesialisasi untuk aparatur negara, tentara dan
umat yang dikhususkan spesialisasi tertentu.
Sasaran perjuangan faksi FTR dalam jangka pendek adalah
rekonsiliasi atas seluruh elemen perjuangan untuk tegaknya Negara
Islam di Indonesia dengan mengacu pada prinsip konstitusi NII dengan
musrni dan konsekwen. Dan dalam jangka panjang, sasaran
perjuangan FTR adalah terwujudnya eksistensi Negara Islam Indonesia
dengan melalui revolusi dan melibatkan seluruh elemen pendukung
untuk tegaknya Darul Islam.
82
Faksi yang beraliran ideologi Islam Sunni ini tidak berafiliasi
dengan partai politik secara legal formal. Pendukung perjuangan faksi
FTR secara umum adalah umat Islam bangsa Indonesia, juga umat
Islam di beberapa negara yang tergabung dalam pergerakan-
pergerakan islam radikal di Asia dan Afrika.
83
32. Qaidatul Jihad
84
Selatan, Poso), Chechnya, Tajikistan, Mindanao (Filipina), Thailand
Selatan (Pattani), Arakan (Rohingya, Myanmar), Dagestan, dan lain-
lain, (3) Weapon Training, yaitu kemahiran seputar berbagai macam
senjata infantri dan artileri, (4) Field Engineering, yaitu kemahiran
seputar ranjau standar buatan pabrik, bahan peledak, penempatan
bom, dan penggunaannya sebagai alat penghancur. Termasuk
pengetahuan peracikan bahan kimia dan juga bahan dapur yang dapat
diolah menjadi bahan peledak, (5) Mine dan destruction. 89
Selain materi pelajaran militer yang sudah disebutkan di atas,
terdapat juga materi pelajaran agama Islam, seperti: (a) Tafsir Alquran,
(b) Ilmu Mustalahah hadits Nabi SAW, (c) Fiqih sirah (Hukum Sejarah),
(d) Fiqih haraki (Hukum Pergerakan), (e) Fikih ibadah mahdhoh
(Pendidikan syari’at Islam umum), (f) Kepimpinan islami (Manajemen
Jihad), (g) Fiqih jihad (Hukum Perang). 90
85
inspiring them to continue their mission to make Indonesia an Islamic
state. One of Aceng's students was Abdullah Said, an admirer of Kahar
Muzzakar who founded the Hidayatullah pesantren (madrasah) outside
Balikpapan, East Kalimantan, which would di more recent times be
used to support dan shelter jihadist fighting Christians di Ambon dan
Sulawesi.91
10 of Aceng's students di the Bandung area led by Tahmid
formed the Penggerakan Rumah Tangga Islam (PRTI) di the failed hope
of consolidating Darul-Islam under their control. When that failed,
Aceng began working dengan PRTI to form a committee to reunite
former NII commanders. Danu Mohammad Hassan, who was Aceng's
contact di the Indonesian intelligence coordinating agency BAKIN
(Badan Koordinasi Intelijen Negara), was then contacted by Aceng to
use BAKIN to support a reunion of the old NII leadership. Dengan the
1971 elections drawing near, BAKIN saw the possibility of drawing
former rebels into Suharto's Golkar ruling party dan gave Aceng's
committee $600 (R.p. 250,000) to finance their activities.
Sepeninggal Karim Hasan, ketika kepemimpinan dipegang oleh
H. Rais, yang kemudian ditangkap dan dipenjarakan oleh aparat
keamanan RI. Pasca bebas penuhnya Adah Djaelani, Dewan fatwa
kemudian menyerahkan pimpinan kepada Adah Jailani. Keputusan ini
kemudian melahirkan konflik dari kelompok lain, yang akhirnya
menyatakan batalnya kepemimpinan Adah Djaelani.Tahmid was
initially as a ‘Kepala Staff Umum’ under Adah Jailani. tapi then, setelah
a long period of unsolved conflict between elite of DI, Tahmid became a
leader on its own faksi di 1987.
Wilayah operasi: Bandung, Garut, Tasik Malaya, Jakarta, Banten,
dan Medan.
Sumber pengadaan dana: infaq, shadaqah, fa’i, dan zakat.
Dukungan luar: There are some anggota of DI faksi Tahmid who
are living abroad dan remit some cash as their compulsory alms. No
clear amounted has ever been reported publicly.
Kemampuan militer: The faksi has a paramilitary wing, dikenal
dengan TII (Tentara Islam Indonesia, Indonesian Islamic Troops) dengan
almost 3000 foot-soldiers.
Strategi yang dipakai: Arm struggle, the use of force dan
violence, propaganda, recruitment by using religious class.
Taktik yang digunakan: ceramah atau khutbah di masjid-masjid,
pengajaran keagamaan eksklusif dari rumah ke rumah (usrah), dan
penggunaan senjata.
Pelatihan-pelatihan: pelatihan militer, martial art training, dan
religious training
Sasaran-sasaran: It is not clear which target they will focus
primarily at
91
Summary of ICG report on the implications of Dar ul-Islam, Part 1.
86
Ideologi: Islam.
Afiliasi dengan partai politik: It before had a strong ties dengan
Golkar (Golongan Karya) selama the period of Pemerintahan Orde Baru
Soeharto
Komunitas pendukung: Umumnya ralyat kelas kecil atau para
petani atau para pedagang kecil di Jawa Barat (Bandung, Garut, Tasik
Malaya, Cianjur, Sukabumi, Banten, Ciamis).
Tanggapan negara RI: Pemerintah Republik Indonesiat telah
beberapa kali melakukan penyerbuan ke malja (kantor sekretariat)
faksi ini. Pada tahun 1995 raid is the biggest dan tremendous response
dari pemerintah RI. No one killed atau injured, tapi about 900 anggota
pergerakan had been detained dan then released setelah 2 atau 3
months
Kejadian-kejadian yang berkaitan dengan kelompok ini adalah
pelatihan militer diwadahi oleh personil TII di Mindanao pada bulan
Maret 2006.
34. Tawaw
Pada awal bulan Juni 2006, muncul berita di suratkabar tentang
tertangkapnya 12 anggota Islam radikal Darul Islam di Malaysia.
Departemen Luar Negeri (Deplu) memastikan tiga di antara 12 orang
yang ditangkap di Sabah, Malaysia, karena kasus terorisme adalah
warga negara Indonesia (WNI). Di antara 12 anggota Islam radikal
Darul Islam yang ditangkap Polisi Diraja Malaysia itu, 10 orang
ditenggarai warga Indonesia. Dua yang lain warga Malaysia. Mereka
ditangkap di Sabah karena diduga merencanakan aksi terorisme di
beberapa negara Asia Tenggara. Mereka juga diduga membantu
pelarian Dul Matin dan Umar Patek, dua tersangka Bom Bali I pada
2002, dari Indonesia ke Filipina Selatan. Ini berlangsung antara 2003
hingga Maret 2006. Tak ada keterangan identitas mereka. Hanya,
disebutkan dua warga Malaysia yang ditangkap adalah guru agama.
Satu lulusan sebuah universitas Sains di Penang, Malaysia.
Belakangan, diketahui bahwa enam di antara mereka warga Malaysia
dan tiga WNI. Tiga lainnya diperkirakan warga Filipina. Dari Sekretaris
Bidang Penerangan KBRI Kuala Lumpur Eka Aryanto Suripto, identitas
tiga WNI tersebut adalah Aboud Ghafar Shahril, 38, guru agama;
Zainuddin Suharno, 28, asal Jawa Tengah; dan Jaki Hamid, 28.
Sementara itu, Kapolri Jenderal Pol Sutanto mengakui penangkapan
WNI yang menjadi tersangka terorisme di Malaysia, dua di antaranya
kedapatan menguasai dua senjata api dan 100 butir peluru. Keduanya
dijerat dengan UU Keamanan Dalam Negeri atau Internal Security Act
(Isa) di Malaysia. Kini mereka ditahan di Penjara Kamunting yang
dikenal sebagai tahanan bagi tersangka kasus pelanggaran ISA (UU
87
Keamanan Dalam Negeri). Dengan UU itu, tersangka bisa ditahan
tanpa harus diadili untuk jangka waktu yang tidak ditentukan. 92
Kelompok ini, mungkin dari kelompok Darul Islam atau Negara
Islam Indonesia dari Faksi Tawaw. Faksi ini yang beroperasi di titik
strategis (Tawaw dan Nunukan) wilayah perbatasan Negara Bagian
Sarawak, Malaysia. Wilayah operasinya meliputi Sabah (Malaysia),
Sarawak (Malaysia), Jolo (Filipina), Samarinda (Indonesia), dan
Banjarmasin (Indonesia). Seberapa besar jumlah keanggotaannya dan
pemimpin faksi ini masih belum diketahui.
Faksi yang bertujuan mendirikan negara Islam di Indonesia ini,
dalam awal sejarah perkembangannya berada di bawah kepemimpinan
Ajengan Masduki. Di tahun 1998, faksi ini muncul dari hasil perpecahan
antara Ajengan Masduki dan Abdullah Sungkar. Faksi ini mempunyai
hubungan baik dengan MILF di Filipina.
Faksi ini juga memakai lambang Bendera Merah Putih Berbulan
Bintang ini
36. Yasir
Nama faksi: Faksi Yasir, alias Faksi Garda Zaytun.
Lokasi di dalam negara: Indonesia.
Lambang: Bendera Merah Putih Berbulan Bintang.
Tujuan: Mengembalikan eksistensi cita cita luhur NII yang telah di
Proklamasikan oleh Asyhid Imam Kartosuwiryo yang telah
diselewengkan dan merapatkan kembali shaff yang telah keluar dari
KW-IX Toto Salam.
Kepemimpinan: Yasir.
Sejarah perkembangan: Setelah kekuar dari Zaytun kelompok ini
menjadi sahff baru dengan nama Garda Zaytun, sekarang berkembang
dengan eks Zaytun yang keluar dan bergabung menjadi satu
konsolidasi.
Wilayah operasi: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DKI.
Sumber pengadaan dana: infaq, shadaqah, dan zakat.
92
Indo Pos, “Kepala Dulmatin Dihargai Rp93 M”, 2 Juni 2006.
88
37. Yunus
Faksi ini lebih dikenal dengan nama Faksi Yunus.
Lokasi di dalam negara: Indonesia
Lambang: Bendera Merah Putih Berbulan Bintang.
Tujuan: Mendirikan negara Islam di Indonesia.
Kepemimpinan faksi ini dipegang oleh Ustadz Yunus, alias Yunos,
atau Andi. Setelah memisahkan diri dari Faksi Gaos Taufik, group ini
berkembang dibawah bimbingan Ustadz Yunus.
Sejarah perkembangan, Ustadz Yunus bergabung ke dalam Darul
Islam sejak 1986, di Jawa Barat. Di tahun 1987, dia pindah ke Malaysia
dan bekerja sebagai pengiriman barang-barang dagangan di Klang. Di
tahun 1988, di masuk ke dalam kamp pelatihan militer di Kandahar
dan Jalalabad (Afghanistan) selama tiga tahun. Di tahun 1991 dia
kembali ke Malaysia dan menjalankan bisnis miliknya di Klang. Dia
mengembangkan bisnisnya dan merekrut banyak orang-orang
Indonesia yang datang ke Malaysia untuk bekerja menjalankan
bisnisnya. Di tahun 1992, dia memberitahukan bahwa ia telah
bersumpah setia dalam bai’at di hadapan Abdullah Sungkar, tokoh
yang mendirikan Jama’ah Islamiyyah (JI) tapi dia tolak. Dia tetap di
dalam Darul Islam, karena istri keduanya adalah putri Gaos Taufik
(pemimpin senior DI) walaupun dia tidak setuju dengan pandangan
Gaos Taufik untuk berjuang mendirikan Negara Islam Indonesia di
masa depan.
Setelah tahun 2001, dia telah ditekan untuk meninggalkan
Malaysia dan kembali ke Indonesia dengan keluarga. Anggota faksinya
telah mencapai 600 di Jawa Barat, Lampung, dan Bengkulu. Sumber
pengadaan dana diperoleh dari infaq, shadaqah, fa’i, dan zakat
anggota.
89
dukungan dari luar, yakni dari kalangan militer dan perusahaan minyak
dan gas yang beroperasi dekat dengan lokasi pesantren.
Strategi yang dipakai adalah transformasi menuju sufi. Taktik
yang digunakan adalah shalat malam, renungan malam, dan
mengunakan tren sufisme ke dalam masyarakat. Pelatihan-pelatihan
dilakukan melalui latihan pembahasan Quran dan Hadist, serta
pelatihan pembudidayaan perikanan.
Sasaran-sasarannya adalah mengoreksi praktik-praktik
kekeliruan kaum Muslim atas ajaran Islam dan menyiapkan aspek
spiritualitas sebelum melaksanakan jihad.
Saat ini faksi ini belum berafiliasi dengan partai politik di
Indonesia
Komunitas pendukung: para pelajar sekolah menengah,
pengangguran, ibu-ibu rumah tangga, orang-orang pinggiran di
wilayah perkotaan maupun pedesaan.
Negara menanggapi macam kegiatan dan gerakan kelompok ini
dengan sangat senang hati. negara RI.
Kejadian-kejadian yang berkaitan dengan kelompok ini dapat
ditemui dan menjadi agenda tahunan, yaitu kegiatan: (a) itikaf
Ramadhan (b) pertemuan dari tanggal 20 hingga 30 di setiasp akhir
bulan, (b) berkolaborasi dengan Pesantren Darut Tauhid milik Aa Gym
(Kiyai Abdullah Gymnastiar) dalam perayaan tahun baru.
90
anggotanya. Sementara faksi-faksi dengan jumlah anggota terkecil
adalah faksi Adi SMK, Yunus dan Broto. Setiap faksi rata-rata memiliki
jumlah anggota yang berkisar antara 5000 hingga 10.000 orang.
Jumlah ini belum termasuk keluarga (istri dan anak) mereka. Tabel 1
hanya menggambarkan jumlah anggota dari pihak anggota laki-laki
saja yang juga banyak di antara mereka belum menikah. Namun tidak
diketahui berapa jumlah mereka yang menikah dan belum menikah.
Jumlah keseluruhan anggota Darul Islam adalah 376,000. Jumlah
anggota terbanyak dimiliki oleh faksi Abu Toto dengan 50,000 anggota.
Disusul oleh faksi Abdul Qadir Baraja dengan 30,000 anggota. Dan
faksi Abdullah Said, Ajengan Masduki, Ali AT, Helmi Danu Muhammad
Hasan, dan Tahmid Rahmat Kartosuwiryo; masing-masing 20,000
anggota. Sedangkan jumlah anggota terkecil dimiliki oleh faksi Adi SMK
dan Broto masing-masing dengan 1,000 anggota. Rata-rata jumlah
keseluruhan anggota Darul Islam adalah 9,894 anggota.
Tabel 1
Jumlah Anggota Darul Islam Menurut Faksi
Jumlah
No Nama Faksi Anggota
1 Abdul Fatah Wirananggapati 5,000
2 Abdul Jabbar 2,000
3 Abdul Qadir Baraja 30,000
4 Abdullah Said 20,000
5 Abu Bakar Ba’asyir 10,000
6 Abu Fatih atau Hamzah 5,000
7 Abu Kholish 5,000
8 Abu Toto 50,000
9 Abu Wardan 3,000
10 Abubakar Misbah 10,000
11 Aceng Kurnia 10,000
12 Adi SMK 1,000
13 Aef Saifulloh 5,000
14 Ajengan Masduki 20,000
15 Ali AT 20,000
16 Bahrum 5,000
17 Banjarmasin 5,000
18 Broto 1,000
19 Budi Santoso 10,000
20 Emeng Abdurrahman 10,000
21 Fahru 10,000
22 Gaos Taufik 10,000
23 Helmi Danu Muhammad Hasan 20,000
24 Karsidi 1,500
91
25 Lukman 5,000
26 Mamin 10,000
27 Misi Islam 10,000
28 Munir Fatah 10,000
29 Mursalin Dahlan 10,000
30 Musodiq 10,000
31 Omo 5,000
32 Qaidatul Jihad 9,000
33 Tahmid Rahmat Kartosuwiryo 20,000
34 Tawaw 5,000
35 Ules Suja'i 5,000
36 Yasir 2,500
37 Yunus 1,000
38 Yusuf Kamil Hanafi 5,000
Total 376,000
92
Dari 38 faksi Darul Islam yang ada sekarang, sebanyak 13 faksi
adalah faksi fillah (yang lebih berorientasi pada pola perjuangan sipil),
sedangkan jumlah faksi yang berorientasi sabilillah adalah sebanyak
25 faksi. Dibandingkan dengan jumlah faksi fillah tahun 2000 yang
terdiri dari 7 faksi fillah dan 7 faksi sabilillah, maka perpecahan atau
aglomerasi pergerakan Darul Islam lebih banyak terjadi pada kelompok
faksi sabilillah. Artinya, kelompok faksi militer dan cenderung pada
kekerasan lebih terbuka untuk terpecah, sedangkan kelompok faksi
sipil (non-militer) lebih sedikit terpecah. Kelompok faksi fillah
bertambah 6 faksi dalam 6 tahun, sedangkan kelompok faksi sabilillah
bertambah 18 faksi dalam 6 tahun terakhir ini.
Tabel 2
Faksi-Faksi Darul Islam Menurut Kelompok Orientasi (Sipil dan Militer)
93
29 Mursalin Dahlan Fillah
30 Musodiq Sabililah
31 Omo Fillah
32 Qaidatul Jihad Fillah
33 Tahmid Rahmat Kartosuwiryo Sabililah
34 Tawaw Sabililah
35 Ules Suja'i Sabililah
36 Yasir Fillah
37 Yunus Sabililah
38 Yusuf Kamil Hanafi Sabililah
Total 13 25
Tabel 3
Faksi-Faksi Darul Islam yang Mempraktekkan Kekerasan dan Non-
Kekerasan
Non-
No. Faksi Violence
Violence
1 Abdul Fatah Wirananggapati NV
94
2 Abdul Jabbar V
3 Abdul Qadir Baraja NV
4 Abdullah Said NV
5 Abu Bakar Ba’asyir V
6 Abu Fatih atau Hamzah V
7 Abu Kholish V
8 Abu Toto NV
9 Abu Wardan V
10 Abubakar Misbah NV
11 Aceng Kurnia NV
12 Adi SMK V
13 Aef Saifulloh V
14 Ajengan Masduki NV
15 Ali AT V
16 Bahrum V
17 Banjarmasin V
18 Broto V
19 Budi Santoso NV
20 Emeng Abdurrahman NV
21 Fahru V
22 Gaos Taufik V
23 Helmi Danu Muhammad Hasan NV
24 Karsidi V
25 Lukman V
26 Mamin V
27 Misi Islam NV
28 Munir Fatah NV
29 Mursalin Dahlan NV
30 Musodiq V
31 Omo V
32 Qaidatul Jihad V
33 Tahmid Rahmat Kartosuwiryo NV
34 Tawaw V
35 Ules Suja'i V
36 Yasir V
37 Yunus V
38 Yusuf Kamil Hanafi NV
Total 23 15
95
faksi fillah yang menyetujui kekerasan tersebut adalah faksi Mamin,
Omo, Qaidatul Jihad dan Yasir. Faksi-faksi yang bersifat fillah di dalam
pergerakan Darul Islam sekarang ini menjadi kabur, karena tidak
semuanya berkecenderungan non-kekerasan. Bahkan dari tabel 4 kita
bisa melihat bahwa banyak juga faksi-faksi sabilillah yang menyetujui
atau bersifat non-kekerasan. Sebanyak 6 faksi lebih memilih metode
non-kekerasan dalam menjalankan roda organisasinya. Keenam faksi
tersebut adalah: faksi Abdul Qadir Baraja. Faksi Abu Toto, faksi Emeng
Abdurrahman, faksi Munir Fatah, faksi tahmid Rahmad Basuki
Kartosoewirjo dan faksi Yusuf Kamil Hanafi.
96
Tabel 4
Faksi-Faksi Darul Islam Menurut Kelompok Cluster dan Kecenderungan
pada Kekerasan
Non-
No. Faksi Fillah Sabililah Violence
Violence
1 Abdul Fatah Wirananggapati Fillah NV
2 Abdul Jabbar Sabililah V
3 Abdul Qadir Baraja Sabililah NV
4 Abdullah Said Fillah NV
5 Abu Bakar Ba’asyir Sabililah V
6 Abu Fatih atau Hamzah Sabililah V
7 Abu Kholish Sabililah V
8 Abu Toto Sabililah NV
9 Abu Wardan Sabililah V
10 Abubakar Misbah Fillah NV
11 Aceng Kurnia Fillah NV
12 Adi SMK Sabililah V
13 Aef Saifulloh Sabililah V
14 Ajengan Masduki Fillah NV
15 Ali AT Sabililah V
16 Bahrum Sabililah V
17 Banjarmasin Sabililah V
18 Broto Sabililah V
19 Budi Santoso Fillah NV
20 Emeng Abdurrahman Sabililah NV
21 Fahru Sabililah V
22 Gaos Taufik Sabililah V
23 Helmi Danu Muhammad Hasan Fillah NV
24 Karsidi Sabililah V
25 Lukman Sabililah V
26 Mamin Fillah V
27 Misi Islam Fillah NV
28 Munir Fatah Sabililah NV
29 Mursalin Dahlan Fillah NV
30 Musodiq Sabililah V
31 Omo Fillah V
32 Qaidatul Jihad Fillah V
33 Tahmid Rahmat Kartosuwiryo Sabililah NV
34 Tawaw Sabililah V
35 Ules Suja'i Sabililah V
36 Yasir Fillah V
37 Yunus Sabililah V
38 Yusuf Kamil Hanafi Sabililah NV
Total 13 25 23 15
97
Organisasi Darul Islam adalah organisasi dengan konsep dan
pergerakan yang universal. Gerakan ini cenderung untuk menjalin
komunikasi dan membangun jaringan yang permanen di luar
Indonesia. Sebanyak 20 faksi, yang merupakan mayoritas, memiliki
hubungan luar negeri. Artinya, hanya 18 faksi saja yang belum
memiliki jaringan di luar Indonesia. Daya jangkau mereka pada
pergerakan-pergerakan Islam di luar sangat tinggi. Dibandingkan pada
tahun 1980-an, hanya dua faksi saja yang memiliki hubungan jaringan
ke luar, yaitu faksi Ajengan Masduki dan faksi Abullah Sungkar (atau
sekarang bernama faksi Abu Bakar Ba’asyir). Faksi Mamin dan Yunus
serta Karsidi misalnya, meskipun pernah berada di Malaysia cukup
lama, namun tidak membangun jaringan hubungan luar negeri selama
berada di luar Indonesia. Artinya, anggota NII yang berada di luar
negeri (kebanyakan di Malaysia) bisa juga bermakna bahwa mereka
lari ke luar negeri dan tidak lagi berjihad atau hanya sekedar
mengasingkan diri dan kemudian berdiam tidak menjalin hubungan
apapun dengan pergerakan Islam internasional manapun. Tabel 5 di
bawah ini memperlihatkan beberapa faksi yang tidak membangun
hubungan atau jaringan regional atau internasional.
98
Tabel 5
Hubungan Luar Negeri dari Faksi-Faksi Darul Islam
Hubungan Luar
No Nama Faksi
(Nilai 1=Ada; 0=Tidak
Ada)
1 Abdul Fatah Wirananggapati 1
2 Abdul Jabbar 1
3 Abdul Qadir Baraja 1
4 Abdullah Said 1
5 Abu Bakar Ba’asyir 1
6 Abu Fatih atau Hamzah 1
7 Abu Kholish 1
8 Abu Toto 1
9 Abu Wardan 0
10 Abubakar Misbah 0
11 Aceng Kurnia 0
12 Adi SMK 0
13 Aef Saifulloh 0
14 Ajengan Masduki 1
15 Ali AT 1
16 Bahrum 0
17 Banjarmasin 0
18 Broto 1
19 Budi Santoso 0
20 Emeng Abdurrahman 1
21 Fahru 0
22 Gaos Taufik 1
23 Helmi Danu Muhammad Hasan 1
24 Karsidi 0
25 Lukman 1
26 Mamin 0
27 Misi Islam 0
28 Munir Fatah 1
29 Mursalin Dahlan 0
30 Musodiq 1
31 Omo 1
32 Qaidatul Jihad 0
33 Tahmid Rahmat Kartosuwiryo 1
34 Tawaw 1
35 Ules Suja'i 0
36 Yasir 0
37 Yunus 0
38 Yusuf Kamil Hanafi 0
Total 20 Ada ; 18 Tidak Ada
99
Dari tabel 6 di bawah ini, setahunnya Darul Islam dari berbagai
faksi mengadakan latihan militer sebanyak 258 kali yang mungkin
tersebar di Indonesia atau wilayah lainnya di Asia Tenggara. Rata-rata
setiap faksi mengadakan latihan militer sebanyak sekali sebulan. Dan
semua faksi Darul Islam, baik sabilillah atau fillah, baik yang
berorientasi kekerasan maupun non-kekerasan, semuanya memiliki
latihan kemiliteran bagi anggotanya. Yang menarik adalah bahwa faksi
Adi SMK mengadakan latihan militer sekali dalam setahun, padahal
faksi ini adalah satu-satunya faksi yang hadir secara publik dengan
segala atribut kemiliterannya, lengkap dengan segala tanda pangkat.
100
Tabel 6
Frekuensi Latihan Militer
Frekuensi Latihan
No Nama Faksi
Militer (per tahun)
1 Abdul Fatah Wirananggapati 2x 1 th
2 Abdul Jabbar 12x 1 th
3 Abdul Qadir Baraja 2x 1 th
4 Abdullah Said 12x 1 th
5 Abu Bakar Ba’asyir 12x 1 th
6 Abu Fatih atau Hamzah 12x 1 th
7 Abu Kholish 12x 1 th
8 Abu Toto 12x 1 th
9 Abu Wardan 12x 1 th
10 Abubakar Misbah 2x 1 th
11 Aceng Kurnia 6x 1 th
12 Adi SMK 1x 1 th
13 Aef Saifulloh 6x 1 th
14 Ajengan Masduki 6x 1 th
15 Ali AT 12x 1 th
16 Bahrum 3x 1 th
17 Banjarmasin 6x 1 th
18 Broto 6x 1 th
19 Budi Santoso 3x 1 th
20 Emeng Abdurrahman 3x 1 th
21 Fahru 6x 1 th
22 Gaos Taufik 12x 1 th
23 Helmi Danu Muhammad Hasan 12x 1 th
24 Karsidi 6x 1 th
25 Lukman 12x 1 th
26 Mamin 6x 1 th
27 Misi Islam 3x 1 th
28 Munir Fatah 6x 1 th
29 Mursalin Dahlan 6x 1 th
30 Musodiq 12x 1 th
31 Omo 6x 1 th
32 Qaidatul Jihad 12x 1 th
33 Tahmid Rahmat Kartosuwiryo 6x 1 th
34 Tawaw 6x 1 th
35 Ules Suja'i 6x 1 th
36 Yasir 3x 1 th
37 Yunus 4x 1 th
38 Yusuf Kamil Hanafi 3x 1 th
Total 258x 1 th
101
Sebanyak 17 faksi Darul Islam terlibat dalam terorisme, baik
bersifat kelembagaan maupun perseorangan. Dan, dari tabel 7 di
bawah ini, 21 Faksi DI tidak pernah terlibat dalam pelanggaran tindak
pidana terorisme. Yang menarik adalah faksi Abdullah Said yang tidak
pernah terlibat dalam terorisme. Mungkin anngota-anggota mereka
yang terlibat langsung dipecat atau dikeluarkan atau tidak diakui lagi
sebagai umat atau dianggap tidak patuh terhadap pimpinan.
Sebagaimana diketahui bahwa faksi Abdullah Said-lah yang
memperkenalkan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir dan Abdullah Sungkar ke
Taliban di Afghanistan. Selain itu, faksi Ajengan Masduki tidak
mengakui terlibat dalam terorisme. Hal ini bisa bermakna bahwa faksi
ini sepeninggal Ajengan Masduki tidak lagi berhubungan dengan
pelaku-pelaku terorisme atau tidak mengakui kepemimpinan yang
sebelumnya yang telah membuka jalan bagi hubungan gerakan Darul
Islam dengan MILF di Filipina Selatan.
Tabel 7
Faksi-Faksi Darul Islam yang Terlibat dan Tak Terlibat Terorisme
Terlibat
No Nama Faksi
Terorisme
1 Abdul Fatah Wirananggapati Ya
2 Abdul Jabbar Ya
3 Abdul Qadir Baraja Tidak
4 Abdullah Said Tidak
5 Abu Bakar Ba’asyir Tidak
6 Abu Fatih atau Hamzah Ya
7 Abu Kholish Ya
8 Abu Toto Ya
9 Abu Wardan Ya
10 Abubakar Misbah Tidak
11 Aceng Kurnia Ya
12 Adi SMK Tidak
13 Aef Saifulloh Ya
14 Ajengan Masduki Tidak
15 Ali AT Ya
16 Bahrum Tidak
17 Banjarmasin Tidak
18 Broto Tidak
19 Budi Santoso Ya
20 Emeng Abdurrahman Tidak
21 Fahru Tidak
22 Gaos Taufik Ya
23 Helmi Danu Muhammad Hasan Ya
24 Karsidi Ya
102
25 Lukman Ya
26 Mamin Tidak
27 Misi Islam Tidak
28 Munir Fatah Tidak
29 Mursalin Dahlan Tidak
30 Musodiq Ya
31 Omo Tidak
32 Qaidatul Jihad Ya
33 Tahmid Rahmat Kartosuwiryo Tidak
34 Tawaw Ya
35 Ules Suja'i Tidak
36 Yasir Tidak
37 Yunus Tidak
38 Yusuf Kamil Hanafi Tidak
Total Ya=17;
Tidak=21
103
Tabel 8
Faksi-Faksi DI dilihat dari Orientasi Kekerasan dan Non-Kekerasan
dan Hubungannya dengan Keterlibatan Mereka dalam Terorisme
Violence/ Terlibat
No. Faksi
Non-Violence Terorisme
1 Abdul Fatah Wirananggapati NV Ya
2 Abdul Jabbar V Ya
3 Abdul Qadir Baraja NV Tidak
4 Abdullah Said NV Tidak
5 Abu Bakar Ba’asyir V Tidak
6 Abu Fatih atau Hamzah V Ya
7 Abu Kholish V Ya
8 Abu Toto NV Ya
9 Abu Wardan V Ya
10 Abubakar Misbah NV Tidak
11 Aceng Kurnia NV Tidak
12 Adi SMK V Tidak
13 Aef Saifulloh V Ya
14 Ajengan Masduki NV Tidak
15 Ali AT V Ya
16 Bahrum V Tidak
17 Banjarmasin V Tidak
18 Broto V Ya
19 Budi Santoso NV Tidak
20 Emeng Abdurrahman NV Ya
21 Fahru V Tidak
22 Gaos Taufik V Ya
23 Helmi Danu Muhammad Hasan NV Ya
24 Karsidi V Ya
25 Lukman V Ya
26 Mamin V Tidak
27 Misi Islam NV Tidak
28 Munir Fatah NV Tidak
29 Mursalin Dahlan NV Tidak
30 Musodiq V Ya
31 Omo V Tidak
32 Qaidatul Jihad V Ya
33 Tahmid Rahmat Kartosuwiryo NV Ya
34 Tawaw V Tidak
35 Ules Suja'i V Tidak
36 Yasir V Tidak
37 Yunus V Tidak
38 Yusuf Kamil Hanafi NV Tidak
104
Ya=17;
Total V=23; NV=15
Tidak=21
105
Tabel 9
106
Tabel 10
Kemampuan Persenjataan Faksi-Faksi Darul Islam
Memiliki Persenjataan
No. Faksi Ringan
Ya Tidak
1 Abdul Fatah Wirananggapati Ya
2 Abdul Jabbar Ya
3 Abdul Qadir Baraja Tidak
4 Abdullah Said Tidak
5 Abu Bakar Ba’asyir Ya
6 Abu Fatih atau Hamzah Ya
7 Abu Kholish Ya
8 Abu Toto Ya
9 Abu Wardan Ya
10 Abubakar Misbah Tidak
11 Aceng Kurnia Ya
12 Adi SMK Tidak
13 Aef Saifulloh Ya
14 Ajengan Masduki Tidak
15 Ali AT Ya
16 Bahrum Ya
17 Banjarmasin Ya
18 Broto Ya
19 Budi Santoso Tidak
20 Emeng Abdurrahman Ya
21 Fahru Tidak
22 Gaos Taufik Ya
23 Helmi Danu Muhammad Hasan Tidak
24 Karsidi Tidak
25 Lukman Ya
26 Mamin Tidak
27 Misi Islam Tidak
28 Munir Fatah Tidak
29 Mursalin Dahlan Tidak
30 Musodiq Ya
31 Omo Tidak
32 Qaidatul Jihad Ya
33 Tahmid Rahmat Kartosuwiryo Tidak
34 Tawaw Ya
35 Ules Suja'i Ya
36 Yasir Ya
37 Yunus Ya
38 Yusuf Kamil Hanafi Tidak
Total 22 16
107
Tabel 11
Kemampuan Merakit dan Meledakkan Bom Faksi-Faksi Darul Islam
Memiliki Bom
No. Faksi
Ya Tidak
1 Abdul Fatah Wirananggapati Tidak
2 Abdul Jabbar Ya
3 Abdul Qadir Baraja Tidak
4 Abdullah Said Tidak
5 Abu Bakar Ba’asyir Ya
6 Abu Fatih atau Hamzah Ya
7 Abu Kholish Ya
8 Abu Toto Tidak
9 Abu Wardan Ya
10 Abubakar Misbah Tidak
11 Aceng Kurnia Tidak
12 Adi SMK Tidak
13 Aef Saifulloh Ya
14 Ajengan Masduki Tidak
15 Ali AT Ya
16 Bahrum Ya
17 Banjarmasin Ya
18 Broto Ya
19 Budi Santoso Tidak
20 Emeng Abdurrahman Tidak
21 Fahru Tidak
22 Gaos Taufik Ya
23 Helmi Danu Muhammad Hasan Tidak
24 Karsidi Ya
25 Lukman Ya
26 Mamin Tidak
27 Misi Islam Tidak
28 Munir Fatah Tidak
29 Mursalin Dahlan Tidak
30 Musodiq Ya
31 Omo Tidak
32 Qaidatul Jihad Ya
33 Tahmid Rahmat Kartosuwiryo Tidak
34 Tawaw Tidak
35 Ules Suja'i Tidak
36 Yasir Ya
37 Yunus Ya
38 Yusuf Kamil Hanafi Tidak
Total 17 21
108
Tabel 12
Pasukan/Laskar Faksi-Faksi Darul Islam
Pasukan
No Nama Faksi
Istisyad
1 Abdul Fatah Wirananggapati Jundullah
2 Abdul Jabbar Jundullah
3 Abdul Qadir Baraja Jasadiyah
4 Abdullah Said -
5 Abu Bakar Ba’asyir Laskar Mujahiddin
6 Abu Fatih atau Hamzah Thaifah Mansyurah
7 Abu Kholish -
8 Abu Toto Garda Zaytun
9 Abu Wardan Komji
10 Abubakar Misbah -
11 Aceng Kurnia Komji
12 Adi SMK Amdi
13 Aef Saifulloh Jundullah
14 Ajengan Masduki Jundullah
15 Ali AT Komji
16 Bahrum Komji
17 Banjarmasin Jundullah
18 Broto Front Islam
19 Budi Santoso Garda Liga
20 Emeng Abdurrahman Jundullah
21 Fahru -
22 Gaos Taufik Komji
23 Helmi Danu Muhammad Hasan Garda PKS
24 Karsidi Sabilillah
25 Lukman Cakrabuana
26 Mamin Khos
27 Misi Islam -
28 Munir Fatah -
29 Mursalin Dahlan -
30 Musodiq Tanjim Qiyatul Islam
31 Omo FTR
32 Qaidatul Jihad Shaurah Jihad
33 Tahmid Rahmat Kartosuwiryo Komji
34 Tawaw Jundullah
35 Ules Suja'i Komji
36 Yasir Takpur
37 Yunus Thaifah Mansyurah
38 Yusuf Kamil Hanafi Sabilillah
Total 28
109
Tabel 13
Afiliasi Darul Islam ke Partai-Partai Politik
Afiliasi
No Nama Faksi
Partai Politik
1 Abdul Fatah Wirananggapati PPP
2 Abdul Jabbar -
3 Abdul Qadir Baraja -
4 Abdullah Said Golkar
5 Abu Bakar Ba’asyir -
6 Abu Fatih atau Hamzah -
7 Abu Kholish -
8 Abu Toto PKPB
9 Abu Wardan -
10 Abubakar Misbah Non-Partai
11 Aceng Kurnia Golkar
12 Adi SMK PBR
13 Aef Saifulloh PPP
14 Ajengan Masduki -
15 Ali AT -
16 Bahrum -
17 Banjarmasin -
18 Broto PAN
19 Budi Santoso PUI- PKPB
20 Emeng Abdurrahman PAN
21 Fahru PAN
22 Gaos Taufik PDIP
23 Helmi Danu Muhammad Hasan PKS
24 Karsidi -
25 Lukman PDIP
26 Mamin -
27 Misi Islam PPP
28 Munir Fatah PPP
29 Mursalin Dahlan PUI
30 Musodiq -
31 Omo PPP
32 Qaidatul Jihad -
33 Tahmid Rahmat Kartosuwiryo Golkar
34 Tawaw -
35 Ules Suja'i Golkar-PKPB
36 Yasir -
37 Yunus PKPB
38 Yusuf Kamil Hanafi Golkar
Total 22
110
Tabel 14
Terdapat atau Tidaknya Generasi Pertama dalam Faksi-Faksi Darul
Islam
111
Total 36 2
112
Tabel 15
Epigon atau Onderbouw Faksi-Faksi Darul Islam
Epigon/ Jumlah
No Nama Faksi
Onderbouw Anggota
1 Abdul Fatah Wirananggapati GPI 5,000
2 Abdul Jabbar - 2,000
3 Abdul Qadir Baraja Khilafah 30,000
4 Abdullah Said Hidayatullah 20,000
5 Abu Bakar Ba’asyir Al Mukmin 10,000
6 Abu Fatih atau Hamzah Thaifah Tanjim 5,000
7 Abu Kholish Ansharullah 5,000
8 Abu Toto KW-IX 50,000
9 Abu Wardan - 3,000
10 Abubakar Misbah Fillah 10,000
11 Aceng Kurnia Komji 10,000
12 Adi SMK Amdi 1,000
13 Aef Saifulloh Khos 5,000
14 Ajengan Masduki Ansharullah 20,000
15 Ali AT KPPSI 20,000
16 Bahrum Jundullah 5,000
17 Banjarmasin Sabilillah 5,000
18 Broto Batalion 1,000
19 Budi Santoso LMI 10,000
20 Emeng Abdurrahman Sabilillah 10,000
21 Fahru HNI 10,000
22 Gaos Taufik JDI 10,000
23 Helmi Danu Muhammad Hasan Usroh 20,000
24 Karsidi Zunud 1,500
25 Lukman Cakrabuana 5,000
26 Mamin Khos 10,000
27 Misi Islam Misi Islam 10,000
28 Munir Fatah Fillah 10,000
29 Mursalin Dahlan Fillah 10,000
30 Musodiq GIS 10,000
31 Omo FTR 5,000
32 Qaidatul Jihad Jundullah 9,000
33 Tahmid Rahmat Kartosuwiryo - 20,000
34 Tawaw Tanjim Jihad 5,000
35 Ules Suja'i Korpus 5,000
36 Yasir Komji 2,500
37 Yunus - 1,000
38 Yusuf Kamil Hanafi Fillah 5,000
Total 34 376,000
113
Tabel 16
Neraca Pendapatan dan Pengeluaran Faksi-Faksi Darul Islam
114
Tabel 17
Anggaran Paramiliter Faksi-Faksi Darul Islam
115
38 Yusuf Kamil Hanafi 1 miliar
Total 49,2 miliar
116
Tabel 18
Jumlah Anggota
No. Faksi
Laki-Laki Perempuan
1 Abdul Fatah Wirananggapati 5,000 2,000
2 Abdul Jabbar 2,000 1,000
3 Abdul Qadir Baraja 30,000 10,000
4 Abdullah Said 20,000 10,000
5 Abu Bakar Ba’asyir 10,000 5,000
6 Abu Fatih atau Hamzah 5,000 2,000
7 Abu Kholish 5,000 5,000
8 Abu Toto 50,000 20,000
9 Abu Wardan 3,000 1,000
10 Abubakar Misbah 10,000 4,000
11 Aceng Kurnia 10,000 5,000
12 Adi SMK 1,000 2,200
13 Aef Saifulloh 5,000 1,000
14 Ajengan Masduki 20,000 8,000
15 Ali AT 20,000 5,000
16 Bahrum 5,000 2,000
17 Banjarmasin 5,000 2,000
18 Broto 1,000 300
19 Budi Santoso 10,000 3,000
20 Emeng Abdurrahman 10,000 5,000
21 Fahru 10,000 4,000
22 Gaos Taufik 10,000 4,000
23 Helmi Danu Muhammad Hasan 20,000 10,000
24 Karsidi 1,500 500
25 Lukman 5,000 2,000
26 Mamin 10,000 5,000
27 Misi Islam 10,000 4,000
28 Munir Fatah 10,000 6,000
29 Mursalin Dahlan 10,000 5,000
30 Musodiq 10,000 3,000
31 Omo 5,000 2,000
32 Qaidatul Jihad 9,000 2,000
33 Tahmid Rahmat Kartosuwiryo 20,000 7,000
34 Tawaw 5,000 2,000
35 Ules Suja'i 5,000 3,000
36 Yasir 2,500 500
37 Yunus 1,000 300
38 Yusuf Kamil Hanafi 5,000 2,000
Total 376,000 155,800
117
Tabel 19
Epigon/ Jumlah
No Nama Faksi
Onderbouw Anggota
1 Abdul Fatah Wirananggapati Asrotomo 1
2 Abdul Jabbar - -
3 Abdul Qadir Baraja Ukhuwah Islamiyah 5
4 Abdullah Said Hidayah 30
5 Abu Bakar Ba’asyir Al Mukmin 12
6 Abu Fatih atau Hamzah Thaifah 3
7 Abu Kholish - -
8 Abu Toto Al Zaytun 2
9 Abu Wardan - -
10 Abubakar Misbah Suffah -
11 Aceng Kurnia - -
12 Adi SMK Amdi 1
13 Aef Saifulloh Anshar 1
14 Ajengan Masduki Al Ikhlas 5
15 Ali AT Al Jamal 10
16 Bahrum Anshar 3
17 Banjarmasin Al Ulum 1
18 Broto Al Amin 2
19 Budi Santoso Istikomah 5
20 Emeng Abdurrahman Sabil 3
21 Fahru Bahrul Ulum 5
22 Gaos Taufik - -
23 Helmi Danu Muhammad Hasan Pesantren PKS 3
24 Karsidi - -
25 Lukman - -
26 Mamin - -
27 Misi Islam Misi Islam 2
28 Munir Fatah Fillah 5
29 Mursalin Dahlan Ali 1
30 Musodiq Jundullah 2
31 Omo At Tibyan 1
32 Qaidatul Jihad Salafi 2
33 Tahmid Rahmat Kartosuwiryo Suffah 5
34 Tawaw Salafi 2
35 Ules Suja'i Kudang 1
36 Yasir - -
37 Yunus - -
38 Yusuf Kamil Hanafi Gunung Tembang 1
Total 114
118
Tabel 20
119
Penutup
Pemetaan gerakan Islam Radikal dan Islam Fundamentalis ini
barulah pada tahap permulaan. Artinya, untuk mengikuti dinamika
pergerakan dan organisasi serta tokoh-tokohnya, diperlukan suatu
penelitian khusus dan updating watch terus-menerus agar
perkembangannya dapat dipahami dengan baik. Perlu juga dilakukan
upaya serius melacak akar sejarah perpecahan faksi-faksi dalam Darul
Islam maupun di luar Darul Islam serta gerakan-gerakan baru yang
lahir dan berkembang di Indonesia mestilah diikuti dengan seksama
agar karakteristiknya dikenal dan dimengerti. Dengan pemahaman
yang cukup, maka para pengambil keputusan akan mengerti apa yang
esensial dan mana yang merupakan plasma pergerakan dari aliran-
aliran dan paham-paham yang berkembang di Indonesia.
120