You are on page 1of 5

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki begitu banyak kekayaan budaya dan bahasa, karena Indonesia negara yang terdiri dari pulau-pulau yang tersebar dari Sabang hingga Merouke dan setiap pulau memiliki suku yang berbeda dan juga beragam. Salah satu bukti bahwa Indonesia adalah negara yang begitu kaya, adalah dari bahasa daerah yang beranekaragam, dan memiliki ciri khas beragam walaupun mereka satu suku yang sama. Tidak hanya itu bahasa daerah yang ada di indonesia memiliki aksara sendiri. Aksara di Indonesia jumlanya cukup banyak. Namun demikian penggunaanya telah lama ditinggalkan. Kehadiran huruf latin membawa perubahan pada penggunaan aksara dan bahasa lokal karena huruf latin yang di bawa oleh Kolonial Belanda pada zaman penjajahan telah menggeser pula cara-cara berkomunikasi di Indonesia. Kondisi ini menyebakan aksara-aksara menjadi terpinggirkan, bahkan terlupakan. Trend untuk memunculkan seni-seni tradisional, mendorong

tumbuhnya keinginan untuk mengolah produk-produk lokal masa lalu. Salah satu yang berhasil adalah batik. Diikuti oleh kain tenun. Bila ditelusurilagi lagi, produk-produk tradisional ini masih banyak yang belum tergali, salah satunya adalah aksara. Sejauh ini aksara lokal yang telah dikukuhkan dan dibuat Unicode adalah aksara sunda. Kondisi ini memungkinkan adanya peluang-peluang perkembangan aksara lainnya. Pada penelitian ini yang akan diangkat adalah aksara Lontara Bugis.

Menurut laman Ensikopedia Bebas Berbahasa Indonesia Wikipedia (2009), Suku Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku Deutero-Melayu, atau Melayu muda. Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan. Kata 'Bugis' berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan "ugi" merujuk pada raja pertama kerajaan Cina (bukan negara Tiongkok, tapi yang terdapat di jazirah Sulawesi Selatan tepatnya Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo saat ini). Menurut laman Ensikopedia Bebas Berbahasa Indonesia Wikipedia (2009), dalam tradisi bertutur dan tulis-menulis kebudayaan Bugis memiliki peninggalan berupa bahasa dan aksara yang disebut

dengan bahasa to ugi atau bahasa orang Bugis sedangkan aksaranya sendiri adalah aksara Lontara. Aksara Lontara adalah aksara

tradisional masyarakat Bugis. Bentuk aksara lontara menurut budayawan Mattulada (alm) berasal dari "sulapa eppa wala suji". Wala suji berasal dari kata wala yang artinya pemisah/pagar/penjaga dan suji yang berarti putri. Wala Suji adalah sejenis pagar bambu dalam acara ritual yang berbentuk belah ketupat. Sulapa eppa (empat sisi) adalah bentuk mistis kepercayaan Bugis klasik yang menyimbolkan susunan semesta, api-air-angin-tanah. Huruf Lontara ini pada umumnya dipakai untuk menulis tata aturan pemerintahan dan kemasyarakatan. Naskah ditulis pada daun lontar menggunakan lidi atau kalam yang terbuat dari ijuk kasar (kira-kira sebesar lidi). Bahasa dan aksara itu merupakan identitas sebuah suku untuk membedakan dan memperlihatkan betapa negara ini begitu kaya akan budaya dan bahasa.

1.2

Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, aksara Lontara saat ini telah mulai dilupakan yang menjadikan aksara

Lontara lambat laun ditinggalkan oleh kaum muda, khususnya kaum muda Suku Bugis sendiri. Aksara Lontara memiliki karakter unik dari bentuk dan sejarahnya. Apabila hal ini terus menerus terjadi salah satu kebudayaan Indonesia bisa punah dan lambat laun bangsa Indonesia bisa melupakn kebudayaan dan bahasanya sendiri.

I.3

Fokus Masalah Dari identifikasi masalah diatas maka penulis memfokuskan

permasalahan

pada, bagaimana ikut melestarikan aksara Lontara

terutama karakternya yang unik agar tetap eksis dan dapat digunakan oleh generasi penerus dengan menggabungkan antara grid aksara Lontara dengan grid modern (latin) yang banyak digunakan generasi muda sehingga menciptakan huruf yang baru.

I.4

Maksud dan Tujuan Maksud Mengambil karakter dan keunikan yang terdapat pada aksara Lontara dan mengaplikasikan kehuruf latin. Menggabungkan grid Lontara dengan grid latin sehingga tercipta bentuk huruf baru yang dapat di apresiasi khalayak. Tujuan Sebagai upaya mempertahankan eksistensi aksara Lontara melalui huruf latin. Di harapkan upaya ini bisa mengingatkan generasi muda bahwa aksara Lontara adalah salah satu aksara nusantara yang dapat dikembangkan.

Diharapkan huruf ini bisa menambah referensi bagi industri kreatif dan dapat diapresiasi oleh khalayak.

I.5

Kata Kunci Indonesia adalah negara yang memiliki banyak kebudayaan salah satu kekayaan budaya Indonesia adalah bahasa dan aksara nusantaranya yang begitu beranekaragam, tapi seiring berjalanya waktu aksara tersebut tidak lagi digunakan karena adanya huruf latin dan dalam huruf latin hampir semua huruf yang digunakan di Indonesia adalah huruf latin yang berkarakter dari luar padahal aksara yang ada di Indonesia memiliki karakteristik dan keunikan yang tidak kalah apabila di lestarikan dengan cara dikembangkan dengan huruf latin.

Menurut laman Ensikopedia Bebas Berbahasa Indonesia Wikipedia (2009), aksara adalah sebuah sistem penulisan suatu bahasa dengan menggunakan tanda-tanda simbol

Menurut laman Ensikopedia Bebas Berbahasa Indonesia Wikipedia (2009), huruf latin adalah huruf yang pertama kali dipakai orang Romawi untuk menuliskan bahasa Latin yang diterapkan sejak abad pertengahan dan digunakan sebagai alfhabet dalam bahasa Inggris kontemporer. Pada saat ini huruf tersebut merupakan huruf yang

paling banyak dipakai di dunia untuk menuliskan berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia.

Menurut laman Ensikopedia Bebas Berbahasa Indonesia Wikipedia (2009), tipografi merupakan suatu ilmu dalam memilih dan menata huruf dengan pengaturan penyebarannya pada ruang-ruang yang tersedia, untuk menciptakan kesan tertentu, sehingga dapat menolong pembaca untuk mendapatkan kenyamanan membaca semaksimal mungkin. 4

You might also like