You are on page 1of 12

Alelopati Interaksi antarpopulasi

By nandito106

diagram alelopati Alelopati merupakan interaksi antarpopulasi, bila populasi yang satu menghasilkan zat yang dapat menghalangi tumbuhnya populasi lain. Contohnya, di sekitar pohon walnut (juglans) jarang ditumbuhi tumbuhan lain karena tumbuhan ini menghasilkan zat yang bersifat toksik. Pada mikroorganisme istilah alelopati dikenal sebagai anabiosa atau antibiotisme. Contoh, jamur Penicillium sp. dapat menghasilkan antibiotika yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri tertentu. Mekanisme Alelopati Fenomena alelopati mencakup semua tipe interaksi kimia antartumbuhan, antarmikroorganisme, atau antara tumbuhan dan mikroorganisme (Einhellig, 1995a). Menurut Rice (1984) interaksi tersebut meliputi penghambatan dan pemacuan secara langsung atau tidak langsung suatu senyawa kimia yang dibentuk oleh suatu organisme (tumbuhan, hewan atau mikrobia) terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme lain. Senyawa kimia yang berperan dalam mekanisme itu disebut alelokimia. Pengaruh alelokimia bersifat selektif, yaitu berpengaruh terhadap jenis organisme tertentu namun tidak terhadap organisme lain (Weston, 1996). Alelokimia pada tumbuhan dibentuk di berbagai organ, mungkin di akar, batang, daun, bunga dan atau biji. Organ pembentuk dan jenis alelokimia bersifat spesifik pada setiap spesies. Pada umumnya alelokimia merupakan metabolit sekunder yang dikelompokkan menjadi 14 golongan, yaitu asam organik larut air, lakton, asam lemak rantai panjang, quinon, terpenoid, flavonoid, tanin, asam sinamat dan derivatnya, asam benzoat dan derivatnya, kumarin, fenol dan asam fenolat, asam amino nonprotein, sulfida serta nukleosida. (Rice,1984; Einhellig, 1995b). Pelepasan alelokimia pada umumnya terjadi pada stadium perkembangan tertentu, dan kadarnya dipengaruhi oleh stres biotik maupun abiotik (Einhellig, 1995b). Alelokimia pada tumbuhan dilepas ke lingkungan dan mencapai organisme sasaran melalui penguapan, eksudasi akar, pelindian, dan atau dekomposisi. Setiap jenis alelokimia dilepas dengan mekanisme tertentu tergantung pada organ pembentuknya dan bentuk atau sifat kimianya (Rice, 1984; Einhellig, 1995b). Mekanisme pengaruh alelokimia (khususnya yang menghambat) terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme (khususnya tumbuhan) sasaran melalui serangkaian proses yang cukup kompleks, namun menurut Einhellig (1995b) proses tersebut diawali di membran plasma dengan terjadinya kekacauan struktur, modifikasi saluran membran, atau hilangnya fungsi enzim ATP-ase. Hal ini akan berpengaruh terhadap

penyerapan dan konsentrasi ion dan air yang kemudian mempengaruhi pembukaan stomata dan proses fotosintesis. Hambatan berikutnya mungkin terjadi dalam proses sintesis protein, pigmen dan senyawa karbon lain, serta aktivitas beberapa fitohormon. Sebagian atau seluruh hambatan tersebut kemudian bermuara pada terganggunya pembelahan dan pembesaran sel yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sasaran. Alelopati tentunya menguntungkan bagi spesies yang menghasilkannya, namun merugikan bagi tumbuhan sasaran. Oleh karena itu, tumbuhan-tumbuhan yang menghasilkan alelokimia umumnya mendominasi daerah-daerah tertentu, sehingga populasi hunian umumnya adalah populasi jenis tumbuhan penghasil alelokimia. Dengan adanya proses interaksi ini, maka penyerapan nutrisi dan air dapat terkonsenterasi pada tumbuhan penghasil alelokimia dan tumbuhan tertentu yang toleran terhadap senyawa ini. Proses pembentukkan senyawa alelopati sungguh merupakan proses interaksi antarspesies atau antarpopulasi yang menunjukkan suatu kemampuan suatu organisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup dengan berkompetisi dengan organisme lainnya, baik dalam hal makanan, habitat, atau dalam hal lainnya. Daftar pustaka Einhellig FA. 1995a. Allelopathy: Current status and future goals. Dalam Inderjit, Dakhsini KMM, Einhellig FA (Eds). Allelopathy. Organism, Processes and Applications. Washington DC: American Chemical Society. Hal. 1 24. Rice EL. 1984. Allelopathy. Second Edition. Orlando FL: Academic Press.

Alelopati
Januari 23, 2008 IqbalAli Tinggalkan komentar Go to comments Alelopati merupakan sebuah fenomena yang berupa bentuk interaksi antara makhluk hidup yang satu dengan makhluk hidup lainnya melalui senyawa kimia (Rohman, 2001). Sedangkan menurut Odum (1971) dalam Rohman (2001) alelopati merupakan suatu peristiwa dimana suatu individu tumbuhan yang menghasilkan zat kimia dan dapat menghambat pertumbuhan jenis yang lain yang tumbuh bersaing dengan tumbuhan tersebut. Istilah ini mulai digunakan oleh Molisch pada tahun 1937 yang diartikan sebagai pengaruh negatif dari suatu jenis tumbuhan tingkat tinggi terhadap perkecambahan, pertumbuhan, dan pembuahan jenis-jenis lainnya. Kemampuan untuk menghambat pertumbuhan tumbuhan lain merupakan akibat adanya suatu senyawa kimia tertentu yang terdapat pada suatu jenis tumbuhan. Dalam Rohman (2001) disebutkan bahwa senyawa-senyawa kimia tersebut dapat ditemukan pada jaringan tumbuhan (daun, batang, akar, rhizoma, bunga, buah, dan biji). Lebih lanjut dijelaskan bahwa senyawa-

senyawa tersebut dapat terlepas dari jaringan tumbuhan melalui berbagai cara yaitu melalui penguapan, eksudat akar, pencucian, dan pembusukan bagian-bagian organ yang mati. Anonim a (Tanpa Tahun) menjelaskan lebih lanjut proses-proses tersebut melalui penjelasan berikut ini.

Penguapan

Senyawa alelopati ada yang dilepaskan melalui penguapan. Beberapa genus tumbuhan yang melepaskan senyawa alelopati melalui penguapan adalah Artemisia, Eucalyptus, dan Salvia. Senyawa kimianya termasuk ke dalam golongan terpenoid. Senyawa ini dapat diserap oleh tumbuhan di sekitarnya dalam bentuk uap, bentuk embun, dan dapat pula masuk ke dalam tanah yang akan diserap akar.

Eksudat akar

Banyak terdapat senyawa kimia yang dapat dilepaskan oleh akar tumbuhan (eksudat akar), yang kebanyakan berasal dari asam-asam benzoat, sinamat, dan fenolat.

Pencucian

Sejumlah senyawa kimia dapat tercuci dari bagian-bagian tumbuhan yang berada di atas permukaan tanah oleh air hujan atau tetesan embun. Hasil cucian daun tumbuhan Crysanthemum sangat beracun, sehingga tidak ada jenis tumbuhan lain yang dapat hidup di bawah naungan tumbuhan ini.

Pembusukan organ tumbuhan

Setelah tumbuhan atau bagian-bagian organnya mati, senyawa-senyawa kimia yang mudah larut dapat tercuci dengan cepat. Sel-sel pada bagian-bagian organ yang mati akan kehilangan permeabilitas membrannya dan dengan mudah senyawa-senyawa kimia yang ada didalamnya dilepaskan. Beberapa jenis mulsa dapat meracuni tanaman budidaya atau jenis-jenis tanaman yang ditanam pada musim berikutnya. Selain melalui cara-cara di atas, pada tumbuhan yang masih hidup dapat mengeluarkan senyawa alelopati lewat organ yang berada di atas tanah maupun yang di bawah tanah. Demikian juga tumbuhan yang sudah matipun dapat melepaskan senyawa alelopati lewat organ yang berada di atas tanah maupun yang di bawah tanah (Anonim a, Tanpa Tahun). Rohman (2001) menyebutkan bahwa senyawa-senyawa kimia tersebut dapat mempengaruhi tumbuhan yang lain melalui penyerapan unsur hara, penghambatan pembelahan sel,pertumbuhan, proses fotosintesis, proses respirasi, sintesis protein, dan proses-proses metabolisme yang lain. Lebih lanjut, Anonim a (Tanpa Tahun) menjelaskan tentang pengaruh alelopati terhadap pertumbuhan tanaman adalah sebagai berikut.

Senyawa alelopati dapat menghambat penyerapan hara yaitu dengan menurunkan kecepatan penyerapan ion-ion oleh tumbuhan. Beberapa alelopat menghambat pembelahan sel-sel akar tumbuhan.

Beberapa alelopat dapat menghambat pertumbuhan yaitu dengan mempengaruhi pembesaran sel tumbuhan. Beberapa senyawa alelopati memberikan pengaruh menghambat respirasi akar. Senyawa alelopati memberikan pengaruh menghambat sintesis protein. Beberapa senyawa alelopati dapat menurunkan daya permeabilitas membran pada sel tumbuhan. Senyawa alelopati dapat menghambat aktivitas enzim.

Rice (1974) dalam Salempessy (1998) dalam Tetelay (2003) juga menjelaskan bahwa senyawa alelopat dapat menyebabkan gangguan atau hambatan pada perbanyakan dan perpanjangan sel, aktifitas giberalin dan Indole Acetid Acid ( IAA ), penyerapan hara, laju fotosintesis, respirasi, pembukaan mulut daun, sintesa protein, aktivitas enzim tertentu dan lain-lain. Selain itu Patrick (1971) dalam Salampessy (1998) dalam Tetelay (2003) menyatakan bahwa hambatan allelopathy dapat pula berbentuk pengurangan dan kelambatan perkecambahan biji, penahanan pertumbuhan tanaman, gangguan sistem perakaran, klorosis, layu, bahkan kematian tanaman. Tumbuhan yang bersifat sebagai alelopat mempunyai kemampuan bersaing yang lebih hebat sehingga pertumbuhan tanaman pokok lebih terhambat, dan hasilnya semakin menurun (Anonim a, Tanpa Tahun). Namun kuantitas dan kualitas senyawa alelopati yang dikeluarkan oleh tumbuhan dapat dipengaruhi oleh kerapatan tumbuhan alelopat, macam tumbuhan alelopat, saat kemunculan tumbuhan alelopat, lama keberadaan tumbuhan alelopat, habitus tumbuhan alelopat, kecepatan tumbuh tumbuhan alelopat, dan jalur fotosintesis tumbuhan alelopat (C3 atau C4). Rujukan: Anonim a. Tanpa Tahun. Alelopati. (Online) (http://io.ppi-jepang.org/download.php? file=files/inovasi diakses tanggal 5 Desember 2007). Tetelay, Febian. 2003. Pengaruh Allelopathy Acacia mangium wild terhadap Perkecambahan Benih Kacang Hijau (Phaseolus radiatus) dan Jagung (Zea mays). (Online) (http://www.geocities.com/irwantoshut/allelopathy_acacia.doc. diakses pada tanggal 21 November 2007). Rohman, Fatchur. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. Malang: Universitas Negeri Malang.

http://iqbalali.com/2008/01/23/alelopati/

3. ALLELOPATI Tumbuh-tumbuhan juga dapat bersaing antar sesamanya secara interaksi biokimiawi, yaitu salah satu tumbuhan mengeluarkan senyawa beracun ke

lingkungan sekitarnya dan dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan tumbuhan yang ada di dekatnya. Interaksi biokimiawi antara gulma dan pertanamanan antara lain menyebabkan gangguan perkecambahan biji, kecambah jadi abnormal, pertumbuhan memanjang akar terhambat, perubahan susunan sel-sel akar dan lain sebagainya. Beberapa species gulma menyaingi pertanaman dengan mengeluarkan senyawa beracun dari akarnya (root exudates atau lechates) atau dari pembusukan bagian vegetatifnya. Persaingan yang timbul akibat dikeluarkannya zat yang meracuni tumbuhan lain disebut alelopati dan zat kimianya disebut alelopat. Umumnya senyawa yang dikeluarkan adalah dari golongan fenol. Tidak semua gulma mengeluarkan senyawa beracun. Spesies gulma yang diketahui mengeluarkan senyawa racun adalah alang-alang (Imperata cylinarica), grinting (Cynodon dactylon), teki (Cyperus rotundus), Agropyron intermedium, Salvia lenocophyela dan lain-lain. Eussen (1972) menyatakan, bahwa apabila gulma mengeluarkan senyawa beracun maka nilai persaingan totalnya dirumuskan sebagai berikut : TCV = CVN + CVW + CVL + AV dimana TCV = total competition value, CVN = competition value of nutrient, CVW = competition value of water, CVL = competition value of light, dan AV = allelopathic value. Nilai persaingan total yang disebabkan oleh gulma yang mengeluarkan alelopat terhadap tanaman pokok merupakan penggabungan dari nilai persaingan untuk hara + nilai persaingan untuk air + nilai persaingan untuk cahaya + nilai alelopatik. Secara umum alelopati selalu dikaitkan dengan maslah gangguan yang ditimbulkan gulma yang tumbuh bersama-sama dengan tanaman pangan, dengan keracunan yang ditimbulkan akibat penggunaan mulsa pada beberapa jenis pertanaman, dengan beberapa jenis rotasi tanaman, dan pada regenarasi hutan. Kuantitas dan kualitas senyawa alelopati yang dikeluarkan oleh gulma antara lain dipengaruhi kerapatan gulma, macam gulma, saat kemunculan gulma, lama keberadaan gulma, habitus gulma, kecepatan tumbuh gulma, dan jalur fotosintesis gulma (C3 atau C4). 1. Sumber Senyawa Alelopati

Senyawa-senyawa kimia yang mempunyai potensi alelopati dapat ditemukan di semua jaringan tumbuhan termasuk daun, batang, akar, rizoma, umbi, bunga, buah, dan biji. Senyawa-senyawa alelopati dapat dilepaskan dari jaringan-jaringan tumbuhan dalam berbagai cara termasuk melalui : a. Penguapan Senyawa alelopati ada yang dilepaskan melalui penguapan. Beberapa genus tumbuhan yang melepaskan senyawa alelopati melalui penguapan adalah Artemisia, Eucalyptus, dan Salvia. Senyawa kimianya termasuk ke dalam golongan terpenoid. Senyawa ini dapat diserap oleh tumbuhan di sekitarnya dalam bentuk uap, bentuk embun, dan dapat pula masuk ke dalam tanah yang akan diserap akar. b. Eksudat akar Banyak terdapat senyawa kimia yang dapat dilepaskan oleh akar tumbuhan (eksudat akar), yang kebanyakan berasal dari asam-asam benzoat, sinamat, dan fenolat. c. Pencucian Sejumlah senyawa kimia dapat tercuci dari bagian-bagian tumbuhan yang berada di atas permukaan tanah oleh air hujan atau tetesan embun. Hasil cucian daun tumbuhan Crysanthemum sangat beracun, sehingga tidak ada jenis tumbuhan lain yang dapat hidup di bawah naungan tumbuhan ini. d. Pembusukan organ tumbuhan Setelah tumbuhan atau bagian-bagian organnya mati, senyawa-senyawa kimia yang mudah larut dapat tercuci dengan cepat. Sel-sel pada bagianbagian organ yang mati akan kehilangan permeabilitas membrannya dan dengan mudah senyawa-senyawa kimia yang ada didalamnya dilepaskan. Beberapa jenis mulsa dapat meracuni tanaman budidaya atau jenis-jenis tanaman yang ditanam pada musim berikutnya. Tumbuhan yang masih hidup dapat mengeluarkan senyawa alelopati lewat organ yang berada di atas tanah maupun yang di bawah tanah. Demikian juga tumbuhan yang sudah matipun dapat melepaskan senyawa

alelopati lewat organ yang berada di atas tanah maupun yang di bawah tanah. Alang-alang (Imperata cyndrica) dan teki (Cyperus rotundus) yang masih hidup mengeluarkan senyawa alelopati lewat organ di bawah tanah, jika sudah mati baik organ yang berada di atas tanah maupun yang di bawah tanah sama-sama dapat melepaskan senyawa alelopati. 2. Gulma Yang Berpotensi Alelopati Alelopati dapat meningkatkan agresivitas gulma di dalam hubungan interaksi antara gulma dan tanaman melalui eksudat yang dikeluarkannya, yang tercuci, yang teruapkan, atau melalui hasil pembusukan bagian-bagian organnya yang telah mati. Beberapa jenis gulma yang telah diketahui mempunyai potensi mengeluarkan senyawa alelopati dapat dilihat pada tabel berikut ini. Jenis gulma yang mempunyai aktivitas alelopati Jenis gulma Abutilon theoprasti Agropyron repens Agrostemma githago Allium vineale Amaranthus spinosus Ambrosia artemisifolia A. trifida Artemisia vulgaris Asclepias syriaca Avena fatua Celosia argentea Chenopodium album Cynodon dactylon Cyperus esculentus C. rotundus Euporbia esula Holcus mollis Imperata cylindrica Poa spp. Polygonum persicaria Rumex crisparus Jenis tanaman pertanian yang peka beberapa jenis berbagai jenis gandum oat kopi berbagai jenis kacang pea, gandum mentimun sorgum berbagai jenis bajra mentimun, oat, jagung kopi jagung sorgum, kedelai kacang pea, gandum barli berbagai jenis tomat kentang jagung, sorgum

Setaria faberii Stellaria media (Sumber : Putnam, 1995)

jagung barli

Telah banyak bukti yang dikumpulkan menunjukkan bahwa beberapa jenis gulma menahun yang sangat agresif termasuk Agropyron repens, Cirsium arvense, Sorgum halepense, Cyperus rotundus dan Imperata cylindrica mempunyai pengaruh alelopati, khususnya melalui senyawa beracun yang dikeluarkan dari bagian-bagian yang organnya telah mati. 3. Pengaruh Alelopati Beberapa pengaruh alelopati terhadap aktivitas tumbuhan antara lain : Senyawa alelopati dapat menghambat penyerapan hara yaitu dengan menurunkan kecepatan penyerapan ion-ion oleh tumbuhan. Beberapa alelopat menghambat pembelahan sel-sel akar tumbuhan. Beberapa alelopat dapat menghambat pertumbuhan yaitu dengan mempengaruhi pembesaran sel tumbuhan. Beberapa senyawa alelopati memberikan pengaruh menghambat respirasi akar. Senyawa alelopati memberikan pengaruh menghambat sintesis protein. Beberapa senyawa alelopati dapat menurunkan daya permeabilitas membran pada sel tumbuhan. Senyawa alelopati dapat menghambat aktivitas enzim. 4. Pengaruh Alelopati terhadap Pertumbuhan Telah banyak dapat menghambat diketahui mengenai Agropyron repens, terhambat. bukti yang menunjukkan bahwa senyawa alelopati pertumbuhan tanaman. Laporan yang paling awal hal ini ialah bahwa pada tanah-tanah bekas ditumbuhi pertumbuhan gandum, oat, alfalfa, dan barli sangat

Alang-alang menghambat pertumbuhan tanaman jagung dan ini telah dibuktikan dengan menggunakan percobaan pot-pot bertingkat di rumah kaca di Bogor. Mengingat unsur hara, air dan cahaya bukan merupakan pembatas utama, maka diduga bahwa alang-alang merupakan senyawa beracun yang dapat mempengaruhi pertumbuhan jagung. Tumbuhan yang telah mati dan sisa-sisa tumbuhan yang dibenamkan ke dalam tanah juga dapat menghambat pertumbuhan jagung. Lamid dkk. (1994) memperlihatkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstraks organ tubuh alang-alang, semakin besar pengaruh negatifnya terhadap pertumbuhan kecambah padi gogo. Penelitian semacam ini juga telah banyak dilakukan misalnya pada teki (Cyperus rotundus). Pengaruh teki terhadap pertumbuhan jagung, kedelai dan kacang tanah juga telah dipelajari dengan metode tidak langsung. Ekstrak umbi dari teki dalam berbagai konsentrasi telah digunakan dalam percobaan. Sutarto (1990) memperlihatkan bahwa tekanan ekstrak teki segar 200 dan 300 g/250 ml air menyebabkan pertumbuhan tanaman kacang tanah menjadi kerdil dan kurus, serta potensi hasilnya menurun. RANGKUMAN Beberapa species gulma menyaingi pertanaman dengan mengeluarkan senyawa beracun. Tidak semua gulma mengeluarkan senyawa beracun. Apabila gulmanya mengeluarkan senyawa beracun maka rumusan nilai persaingan totalnya adalah TCV = CVN + CVW + CVL + AV. Di mana TCV = total competition value, CVN = competition value of nutrient, CVW = competition value of water, CVL = competition value of light, dan AV = allelopathic value. Kuantitas dan kualitas senyawa alelopati yang dikeluarkan oleh gulma dipengaruhi oleh kerapatan gulma, macam gulma, saat kemunculan gulma, lama keberadaan gulma, habitus gulma, kecepatan tumbuh gulma dan jalur fotosintesis gulma (C3 atau C4). Senyawa-senyawa kimia yang mempunyai potensi alelopati dapat ditemukan di semua jaringan tumbuhan termasuk daun, batang, akar rizoma, umbi, bunga, buah dan biji. Senyawa-senyawa alelopati dapat dilepaskan dari jaringan-jaringan tumbuhan dalam berbagai cara termasuk melalui penguapan, eksudat akar, pencucian dan pembusukan organ

tumbuhan. Beberapa gulma yang berpotensi alelopati baik yang masih hidup atau yang sudah mati sama-sama dapat melepaskan senyawa alelopati melalui organ yang berada dia atas tanah maupun yang di bawah tanah. Beberapa jenis gulma yang berpotensi mengeluarkan senyawa alelopati ialah Abutilon theoprasti, Agropyron repens, Agrostemma githago, Allium vineale, Amaranthus spinosus, Ambrosia artemisifolia, A. trifidia, Artemisia vulgaris, Asclepias syriaca, Avena fatua, Celosia argentea, Chenopodium album, Cynodon dactylon, Cyperus esculentus, C. rotundus, Euphorbia esula, Holcus mollis, Imperata cylindrica, Poa spp. , Polygonum persicaria, Rumex crispus, Setaria faberii, Stellaria media. Senyawa alelopati dapat menghambat penyerapan hara, pembelahan sel-sel akar, pertumbuhan tanaman, fotosintesis, respirasi, sitesis protein, menurunkan daya permeabilitas membran sel dan menghambat aktivitas enzim. Alelopati menghambat pertumbuhan tanaman. Agropyron repens menghambat pertumbuhan gandum, oat, alfalfa dan barli. Alang-alang dan teki baik yang masih hidup maupun yang sudah mati menghambat pertumbuhan dan menurunkan hasil tanaman budidaya.
http://74.125.153.132/search? q=cache:VjauE0G5jKIJ:fp.uns.ac.id/~hamasains/dasarperlintan4.htm+alelopati+antar+spesies&cd=4&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a

APLIKASI BIOMASSA TUMBUHAN PIONIR PADA LAHAN KRITIS: PENGARUH ALELOPATI, PERUBAHAN SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAH TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN KARET DAN MAHONI. (Prita Puspita Sari, di bawah bimbingan Priyono Prawito dan Bambang Gonggo M. 2008. 52 halaman)

Pendahuluan Penurunan kualitas tanah dan produktivitas lahan menyebabkan terus meningkatnya luas lahan kritis di Indonesia. Berbagai cara telah dikembangkan untuk menemukan metode rehabilitasi lahan yang tepat. Salah satu cara yang terus dikembangkan pada beberapa tahun terakhir ini adalah dengan memanfaatkan tumbuhan pionir lokal. Metode ini dianggap cukup menjanjikan karena murah, dikenal masyarakat secara luas, dan aman secara lingkungan. Selain hal tersebut, tumbuhan pionir juga dikenal dengan berbagai sifat unggulnya seperti, mampu tumbuh dalam kondisi lingkungan yang mencekam, meningkatkan bahan organik tanah, mempercepat pertumbuhan akar, meningkatkan penutupan lahan, melindungi erosi dan pukulan air hujan, serta mampu meningkatkan daya simpan lengas tanah. Selain memiliki sifat positif, tumbuhan pionir juga memiliki sifat negatif berupa alelopati yang dapat mengganggu pertumbuan tanaman yang lain. Sebagai contoh tumbuhan W. trilobata dapat menurunkan hasil padi sampai 45,45%. Namun demikian, kajian tentang pengaruh tumbuhan pionir pada pertumbuhan tanaman berkayu belum banyak dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) Mengidentifikasi pengaruh biomassa dan alelopati W. trilobata, M. micrantha, dan Merremia peltata terhadap perubahan sifat fisik dan kimia tanah serta pertumbuhan bibit tanaman karet dan mahoni, (2) Mempelajari keterkaitan antara alelopati dari tumbuhan pionir terhadap pertumbuhan bibit tanaman karet dan mahoni.

Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Maret sampai bulan Juni 2007 di rumah kawat Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor. Faktor pertama sumber bahan organik yang terdiri atas empat perlakuan yaitu tanpa bahan organik, biomasa W. trilobata, biomasa M. micrantha dan biomasa M. peltata. Faktor kedua jenis tanaman yang terdiri atas dua perlakuan yaitu tanaman karet dan mahoni.

Hasil
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian biomassa tumbuhan pionir secara nyata dapat meningkatkan stabilitas agregat tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya agregat tanah yang berdiameter 1,7 mm. Persen agregat tanah tertinggi sebesar 7,57% ditunjukkan oleh pemberian bahan organik W. trilobata dan yang terendah sebesar 3,49% ditunjukkan oleh pemberian bahan organik M. peltata. Tumbuhan pionir W. trilobata meningkatkan stabilitas agregat tanah lebih tinggi dibandingkan dengan M. micrantha dan M. peltata. Terdapat perbedaan respon C-organik, P tersedia dan K tersedia antara tanaman karet dan mahoni pada ketiga jenis bahan organik. Alelopati dari biomassa tumbuhan pionir W. trilobata, M. micrantha dan M. peltata tidak berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan bibit tanaman karet dan

http://bdpunib.org/bdp/abstrak/2008/prita.htm

alamat pdf http://www.scribd.com/suggested_users?from=download&next_url=http %3A%2F%2Fwww.scribd.com%2Fdocument_downloads%2F13094865%3Fextension %3Dpdf%26skip_interstitial%3Dtrue

You might also like