You are on page 1of 36

TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PEDAGANG BAKSO TERHADAP BORAKS DISEKITAR WILAYAH WIROBRAJAN YOGYAKARTA Oleh: HARRY

SETIADI 20030310010 ABSTRAK Makanan yang mengandung Bahan Tambahan Pangan dan bahan kimia berbahaya adalah makanan yang didalamnya ditambahkan bahan-bahan pangan dan bahan kimia. Hal ini bertujuan untuk membuat cita rasa, warna, tekstur dari makanan menjadi lebih baik. Penggunaan BTP secara berlebihan dan bahan kimia pada makanan akan sangat membahayakan kesehatan orang yang akan mengkonsumsinya. Metode penelitian ini adalah survey yang bersifat deskriptif. Sampel penelitian ini sebanyak 35 responden yang meupakan total populasi. Data dikumpulkan melalui kuisioner dan wawancara kemudian disajikan dalam bentuk table distribusi frekuensi. Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui tingakat pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya pada masyarakat disekitar daerah Wirobrajan Yogyakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 65,72% responden memiliki pengetahuan dalam kategori baik, 60% responden memiliki sikap dalam kategori baik dan 51,42% responden memiliki tindakan dalam kategori sedang terhadap makanan yang mengandung BTP dan Bahan Kimia Berbahaya. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap responden sudah baik, tetapi tindakan responden pada umumnya berada pada kategori sedang. Oleh karena itu peneliti menyarankan kepada pihak masyarakat wiayah disekitar Wirobrajan Yogyakarta lebih teliti lagi dalam memilih makanan yang akan dikonsumsi teruama makanan yang mengandung BTP. Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, Perilaku, BTP, Bahan Kimia Berbahaya, Makanan.

LEVEL OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOUR OF MEATBALL PADDLER IN WIROBRAJAN AREA OF YOGYAKARTA TOWARDS BORAX Oleh : HARRY SETIADI 20030310010 ABSTRACT Food additive and chemical agent in food that contains chemicals and food material. Its aim to made a taste, colour, texture better. Use of food additive and chemicals agent would be health for many people. The methodology of research was descriptive survey. Research sample as much 35 respondent representing total population, the data collected quisioner and interview. A result of research that is the tables of frequency distribution. This research aim to know of knowledge, attitude, action from people whose stay in Kelurahan Wirobrajan in Yogyakarta. The result of this research that 65,72% respondent had knowledge in good category, 60% respondent had attitude in good category and 51,42% respondent had action in medium category in food that contain food additive and chemicals agent. Based on the research that attitude and knowledge had been good, but action respondent in middle category. Therefore researcher suggest to people in Kelurahan Wirobrajan in Yogyakarta so that theirs choose food which will be consumed for theirs. Keywords : Knowledge, Behavior, Attitude, Food Additive, Chemicals Agent, Food.

Pendahuluan
Pada umumnya hampir semua orang Indonesia tahu dan pernah

mengkonsumsi produk olahan daging yang berbentuk bulat-bulat yang biasa disebut dengan bakso. Bahkan, produk ini salah satu produk yang banyak disukai orang, mulai dari anak-anak hingga lanjut usia. Rasanya lezat, bergizi tinggi, dapat disantap sebagai lauk pauk dan dihidangan pada suatu kesempatan tak terbatas, misalnya menu pesta, menu arisan dan menu rapat.Secara teknis. pengolahan bakso sangat mudah dan dapat dilakukan oleh siapa saja. Dilihat dari peluang usahanya, pengolahan bakso tampil sebagai sosok bisnis yang menarik. Dilihat dari upaya pemenuhan gizi masyarakat, bakso dapat dijadikan sarana pendukung kecukupan gizi yang tepat mengingat produk ini mengandung protein yang cukup tinggi. Kualitas bakso ditentukan oleh bahan baku, berbagai macam tepung yang digunakan dan perbandingannya didalam adonan. Sedangkan faktor lain yang mempengaruhi kualitas bakso diantaranya adalah bahan-bahan tambahan yang digunakan serta cara memasaknya. Melihat daging yang digunakan sebagai bahan baku mahal, maka

penganekaragaman bahan dasar pembuatan bakso perlu diupayakan agar bakso tetap berkualitas dan hargapun dapat terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Salah satu cara untuk mengurangi ketergantungan terhadap daging adalah mencari bahan pengganti dengan memanfaatkan bahan makanan lain untuk pembuatan bakso.

Dengan semakin meningkatnya taraf hidup manusia dewasa ini, maka kebutuhan akan berbagai hal juga mengalami peningkatan seperti kebutuhan akan sandang, kesehatan, papan, pangan, pendididikan dan lain sebagainya. Berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Misalnya dengan menambahkan bahan tambahan makanan dalam makanan dengan maksud untuk meningkatkan kualitas dari makanan tersebut. Yang dimaksud dengan bahan tambahan makanan atau Food Additives menurut FAO/WHO dalam konggresnya di Roma pada tahun 1965 adalah bahan-bahan yang dapat ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dan biasanya dalam jumlah sedikit dengan maksud untuk memperbaiki warna, tekstur atau memperpanjang masa simpan (Murdiati, 1988). Bahan tambahan sintetik lebih banyak digunakan karena bahan tambahan sintetik

mempunyai beberapa kelebihan, yaitu dapat diproduksi secara besar-besaran, harganya murah, dalam konsentrasi, lebih stabil, penggunannya mudah, sehingga dapat dipergunakan dengan lebih effisien. Namun dalam pembuatan senyawa tersebut sering terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga memungkinkan terdapatnya senyawa-senyawa yang berbahaya bagi kesehatan dan kadang-kadang bersifat karsinogenik yang dapat merangsang terjadinya kanker pada hewan maupun manusia (Murdiati, 1988). Boraks merupakan bahan industri yang banyak digunakan untuk antiseptic atau zat pembersih (Dreisbach, 1980). Meskipun telah disebutkan dalam PERMENKES RI No 235/MENKES/VI/84 tentang bahan tambahan makanan, bahwa Natrium Tetraborate yang lebih dikenal dengan nama Boraks digolongkan dalam bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan, tetapi pada kenyatannya masih banyak bentuk penyalahgunaan dari zat tersebut. Hasil penelitian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), menunjukkan bahwa Boraks banyak digunakan dalam pembuatan bakso, empek-empek, pangsit, mie ayam, batagor dan bakso celup (Subiyakto, 1991). Nevrianto (1991) menyebutkan bahwa Boraks dinyatakan dapat mengganggu kesehatan bila digunakan dalam makanan, misalnya mie, bakso dan kerupuk. Efek negatif yang ditimbulakan dapat berjalan lama meskipun yang digunakan dalam jumlah sedikit. Sekarang ini banyak sekali bahan kimia dan berbagai campuran-campuran lain dibuat dan diciptakan untuk membuat pekerjaan manusia dalam membuat makanan lebih efektif dan efisien. Tetapi di samping untuk makanan dibuat juga bahan kimia untuk pembuatan kebutuhan lain. Di mana bahan kimia tersebut tidak boleh dipergunakan dalam pembuatan makanan dan dapat berakibat fatal. Hal ini sangat penting dan juga memprihatinkan. Fenomena ini merupakan salah satu masalah dan kebobrokan bangsa yang harus diperbaiki. Janganlah sampai membiarkan hal ini terus berlarut dan akhirnya akibat menumpuk di masa depan. Oleh karena itu, Saya berusaha merangkum sedemikian rupa dan mencoba membedah apa saja yang seharusnya dilakukan dan mengapa hal ini menjadi hal yang sangat penting. Boraks berasal dari bahasa Arab yaitu Bouraq. Merupakan kristal lunak lunak yang mengandung unsur boron, berwarna dan mudah larut dalam air. Boraks sejak lama telah digunakan masyarakat untuk pembuatan gendar nasi, kerupuk gendar, atau kerupuk puli yang secara tradisional di Jawa disebut Karak atau Lempeng.

Disamping itu boraks digunakan untuk industri makanan seperti dalam pembuatan mie basah, lontong, ketupat, bakso bahkan dalam pembuatan kecap. Mengkonsumsi boraks dalam makanan tidak secara langsung berakibat buruk, namun sifatnya terakumulasi (tertimbun) sedikit-demi sedikit dalam organ hati, otak dan testis. Boraks yang dikonsumsi cukup tinggi dapat menyebabkan gejala pusing, muntah, mencret, kejang perut, kerusakan ginjal, hilang nafsu makan. Boraks adalah bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu, antiseptik kayu, dan pengontrol kecoak. Sinonimnya natrium biborat, natrium piroborat, natrium tetraborat. Sifatnya berwarna putih dan sedikit larut dalam air. Sering mengonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan gangguan otak, hati, lemak, dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria (tidak terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan, bahkan kematian. Boraks tidak hanya diserap melalui pencernaan namun juga dapat diserap melalui kulit. Boraks yang terserap dalam tubuh dalam jumlah kecil akan dikeluarkan melalui air kemih dan tinja, serta sangat sedikit melalui keringat. Boraks bukan hanya menganggu enzim-enzim metabolisme tetapi juga menganggu alat reproduksi pria. Boraks merupakan bahan kimia yang ditinjau dari sumber bahan yang terdiri dari bahan sintesis yang bermasalah dari segi kesehatan. Karakteristik boraks berbentuk kristal putih, tidak berbau, sedikit larut dalam air, stabil pada suhu serta tekanan normal. Boraks dipasaran terkenal dengan nama pijer, bleng, dan gendar. Boraks seringkali disalah gunakan dalam proses pembuatan bahan makanan, seperti digunakan sebagai bahan tambahan untuk pembuatan bakso, nuget, tahu, ketupat/lontong serta kerupuk. Ciri-ciri dari dari makanan yang mengandung boraks adalah sifatnya yang kenyal. Kandungan boraks pada makanan ini tentunya sangat berbahaya bagi kesehatan, karena boraks tidak boleh digunakan untuk bahan makanan maupun minuman. Metode a) Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian diskriptif, kuantitatif non eksperimen yang bersifat korelasional dengan pendekatan cross sectional yaitu rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran dan pengamatan pada saat bersamaan (notoatmodjo,

2005). Varibael-variabelnya diukur hanya 1 kali pada suatu saat.

b) Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian (Arikunto, 2002). Populasi dalam penelitian ini adalah pedagang bakso yang terdapat di wilayah Wirobrajan dan sekitar. 2. Sampel Sample adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (arikunto, 2002). Sample dalam penelitian ini adalah pedagang bakso yang berada di wilayah Wirobrajan dan sekitarnya daerah Yogyakarta. Pengambilan sample menggunakan teknik purposive sampling yaitu penentuan sample tidak berdasarkan kriteria tertentu. Berdasarkan criteria inklusi, maka sample diambil sejumlah 40 responden. 3. Kriteria Subyek yang Diteliti a. Kriteria Inklusi 1) Pedagang bakso disekitar wilayah Wirobrajan

b. Kriteria Eksklusi 1) Tidak bersedia menjadi responden c) Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah Wirobrajan dan sekitarnya dikota Yogyakarta. 2. Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2010.

d) Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel Penelitian Variabel adalah karakteristik subyek penelitian yang berubah dari satu subyek ke subyek yang lain (Sastroasmoro, 2002). a. Variabel bebas : Penggunaan boraks pada pedagang bakso didaerah

wirobrajan dan sekitarnya. Variabel bebas adalah variabel yang bila ia berubah akan independent, predictor, resiko atau kausa (Sastroasmoro, 2002). b. Variabel terikat : Sikap, perilaku dan pengetahuan pedagang bakso perubahan variabel bebas. Variabel terikat ini mengakibatkan

perubahan variabel lain. Variabel bebas sering disebut dengan variabel

Variabel yang berubah akibat

sering disebut dengan variabel dependen, efek, hasil, outcome, reaspons, event (Sastroasmoro0, 2002). Variable terikat dalam penelitian ini tidak diteliti c. Variabel pengganggu (perancu) : Lingkungan, pola hidup keluarga, peran

aktif petugas kesehatan, diagnosis dini. Variabel perancu (confounding) adalah jenis variabel yang berhubungan dengan variabel bebas dan variabel tergantung, tetapi bukan merupakan antara. Variabel pengganggu dalam penelitian ini tidak diteliti.

e) Pengumpulan Data dan Jenis Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data untuk mengetahui apakah ada tingkat pengetahuan sikap, perilaku dan prevelensi penggunaan boraks pada pedagang bakso di wilayah Wirobrajan dan sekitarnya. f) Uji Validitas dan Reabilitas Data yang digunakan dalam penilitian ini merupakan data sekunder standard mutu yang berlaku, sehingga instrumen tersebut rehabilitasnya. tidak perlu diuji hasil validitas dan

pemeriksaan sebelumnya, serta instrumen menggunakan instrumen yang sudah baku dengan

Hasil Penelitian
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1. Keadaan Geografi Kecamatan wirobrajan Kecamatan Wirobrajan merupakan salah satu Kecamatan yang dimana luas areanya 1,78 km2, beriklim tropis dengan dengan pembagian 3 kelurahan : 1. Kelurahan Pakuncen 2. Kelurahan Wirobrajan 3. Kelurahan Patangpuluhan

4.1.2. Keadaan Demografi Kelurahan Wirobrajan 1. Jumlah Penduduk

Berdasarkan data monografi. Jumlah penduduk kelurahan Wirobrajan adalah 13.865 jiwa, yang terdiri dari 6.916 laki-laki dan 6946 perempuan yang terbagi dalam 2619 kepala keluarga (KK). Jumlah penduduk kelurahan Wirobrajan secara terperinci dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel IV.1

Tabel Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin No Jenis Kelamin Frekuen si 6.919 6949 13.856 Prosentase (%) 49,90 50,10 100

1 2

Laki-laki Perempuan

Jumlah

Sumber : Data monografi Kelurahan Wirobrajan Dan dari jumlah penduduk tersebut terdapat 3 laki-laki dan 41 perempuan yang berkewarganegaraan asing (WNA), sedang yang lain adalah warga negara Indonesia. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel IV.2 Tabel Jumlah Penduduk Menurut Kewarganegaraan No Kewarganegara Jenis Kelamin an WNI WNA Laki-lai Perempuan Laki-laki Perempuan Jumlah Frekuensi Prosentase (%) 49,88 49,80 0,02 0,29 100

1 2

6.916 6.905 3 41 13.865

Sumber : Data monografi Kelurahan Wirobrajan 2.2. Jumlah Penduduk Menurut Agama

Untuk mendapat gambaran yang jelas mengenai jumlah penduduk menurut agama dapat dilihat melalui tabel berikut :

Tabel IV.3 Tabel Jumlah Penduduk Menurut Agama No Agama Frekuensi Prosentase (%) 76,04 7,94 14,59 0,39 1,01 -

1 2 3 4 5 6

Islam Kristen Katholik Hindu Budha Penganut terhadapTYME

10.544 1.102 2.023 55 141 kepercayaan -

Jumlah

13.865

100

Sumber : Data monografi Kelurahan Wirobrajan Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk kelurahan Wirobrajan memeluk agama islam, yaitu 10.544 jiwa atau 76,04%, sedaang untuk agama kristen sebanyak 1.102 jiwa atau 7,94%, agama katholik sebanyak 2.023 jiwa atau 14,59%, agama hindu sebanyak 55 jiwa atau 0,39% daan agama budha sebanyak 141 jiwa atau 1,01%. 1.

1. Jumlah Penduduk Menurut Usia 1. Kelompok Pendidikan Secara terperinci mengenai jumlah penduduk menurut usia dilihat dari kelompok pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel IV.4 Tabel Jumlah Penduduk Menurut Usia Kelompok Pendidikan No Kelompok Umur (th) Frekuensi Prosentase (%) 2,75 3,37 7,16 2,94 3,49 79,94 100

1 2 3 4 5 6

00-03 04-06 07-12 13-15 16-18 19-ke atas

382 468 994 408 485 11.085 13.865

Jumlah

Sumber : Data monografi Kelurahan Wirobrajan Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata usia kelompok pendidikan di kelurahan Wirobrajan adalah 00-18 th. Dan angka terbanyak yang sudah mendapatkan pendidikan adalah pada usia 19 th- ke atas, yaitu 11.085 jiwa. 1. 1.

1. Kelompok Tenaga kerja Untuk mengetahui jumlah penduduk di kelurahan Wirobrajan menurut usia kelompok tenaga kerja dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel IV.5 Tabel Jumlah Penduduk Menurut Usia Kelompok Tenaga Kerja No Kelompok Umur (th) Frekuensi Prosentase (%) 5,61 6,02 11,82 29,01 24,46 12,41 100

1 2 3 4 5 6

10-14 15-19 20-26 27-40 41-56 57-ke atas

778 836 1.639 4.023 3.392 1.721 13.865

Jumlah

Sumber : Data monografi Kelurahan Wirobrajan Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa di kelurahan Wirobrajan jumlah usia tenaga kerja terbanyak terdapat pada usia 27-40 th, yaitu 4.023 jiwa. 1. 1. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Untuk mengetahui bagaiman tingkat pendidikan di kelurahan Wirobrajan dapat dilihat pada tabel berikut : 1. 1. 1. Lulusan Pendidikan Umum Tabel IV.6 Tabel Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Umum No Tingkat Pendidikan Frekuensi Prosentase (%) 5,97 21,65 15,31 19,76 23,88 6,96 100

1 2 3 4 5 6

TK SD SMP/ SLTP SMA/ SLTA Akademi/ D1-D3 Sarjana (S1-S3)

828 3.003 2.124 2.741 3.311 966 13.865

Jumlah

Sumber : Data monografi Kelurahan Wirobrajan 1. 1. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Secara terperinci jumlah penduduk kelurahan Wirobrajan menurut mata pencaharian dapat dilihat melalui tabel berikut : Tabel IV.7

Tabel Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian No Mata Pencaharian Frekuensi Prosentase (%) 5,45 2,51 31,30 18,70 0,74 4,64 0,80 100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

PNS TNI/ Polri Pegawai Swasta Wiraswasta/ pedagang Tani Pertukangan Buruh Tani Pensiunan Nelayan Pemulung Jasa

757 349 4.340 2.594 103 644 112 13.865

Jumlah

Sumber : Data monografi Kelurahan Wirobrajan Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa angka besar mata pencaharian penduduk adalah pada profesi pegawai swasta dan wiraswasta/ pedagang, yaitu sebanyak 4.340 jiwa dan 2.594 jiwa.

3. Sarana dan Prasarana

3.1. Sarana dan Prasarana Agama 3.1.1. Sarana Peribadatan Sarana peribadatan yang terdapat di kelurahan Wirobrajan adalah sebagai berikut :

Tabel IV.8 Tabel Sarana Peribadatan di Kelurahan Wirobrajan No 1 2 3 4 5 Jenis sarana Peribadatan Masjid Mushola Gereja Vihara Pura Frekuensi 15 9 4 2 30

Jumlah

Sumber : Data monografi Kelurahan Wirobrajan

Tabel II.9

Tabel Sarana dan Prasarana Kesehatan di Kelurahan Wirobrajan No Jenis Sarana dan Prasarana Frekuensi Kesehatan Balai Pengobatan Masyarakat Apotik/ Depot obat Pos/ klinik KB Posyandu Puskesmas Pembantu Poliklinik 2 5 69 15 1 1 93

1 2 3 4 5 6

Jumlah

Sumber : Data monografi Kelurahan Wirobrajan

4.5.

Sumber Informasi Pertanyaan tentang sumber informasi mengenai makanan yang mengandung

BTP dan bahan kimia berbahaya meliputi dari mana saja responden mendengar informasi tentang BTP dan bahan kimia berbahaya serta bagaimana tanggapan responden terhadap informasi yang diterima. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Informasi tentang Makanan Yang Mengandung BTP dan Bahan Kimia Berbahaya di Kelurahan wirobrajan

No. 1.

Sumber Informasi Media elektronik TV Radio Internet

Jumlah

Persentase (%)

26 2 1

74,28 5,71 2,86

2.

Media massa Suratkabar Majalah Buku 10 11 16 28,57 31,42 45,71 22,85 17,14 2,86

3. 4. 5.

Petugas kesehatan Tetangga Lain-lain

8 6 1

Berdasarkan tabel 4.6 di atas diketahui bahwa sumber informasi yang diperoleh terhadap makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya pada umumnya berasal dari televisi yaitu sebesar 74,28% dan hanya 2,86% yang mendapatkan informasi dari internet dan sumber lain (seminar). Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Tanggapan Terhadap Sumber Informasi yang Diperoleh tentang Makanan yang Mengandung BTP dan Bahan Kimia Berbahaya di Kelurahan Wirobrajan

No. 1.

Tanggapan Yakin dan percaya

Jumlah 21

Persentase (%) 60

2. 3. Total

Ragu-ragu Tidak percaya

9 5 35

25,71 14,29 100,00

Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat dilihat pada umumnya responden menyatakan yakin dan percaya terhadap informasi yang diperoleh yaitu sebanyak 21 orang (60%) dimana informasi tersebut diperoleh dari berbagai sumber tentang makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya dan terdapat sebanyak 5 orang (14,29%) yang menyatakan tidak percaya terhadap informasi yang diterimanya.

4.6.

Pengetahuan Pengetahuan responden yang diukur meliputi pengertian BTP, manfaat BTP,

syarat penggunaan BTP, efek/dampak penggunaan BTP terhadap kesehatan, penyalahgunaan BTP dan ciri-ciri makanan yang mengandung BTP. Gambaran pengetahuan responden dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.8. Gambaran Pengetahuan Responden terhadap Makanan yang Mengandung BTP dan Bahan Kimia Berbahaya di Kelurahan Wirobrajan

No .

Pertanyaan

Jawaban Responden Skor 2 N % 80,0 0 Skor 1 N 7 % 20,0 0 Skor 0 N 0 % 0

1.

Pengertian BTP

28

2. 3. 4.

Manfaat BTP Syarat penggunaan BTP Ada penggunaan BTP yang dilarang karena dapat menimbulkan penyakit seperti kanker. Penggunaan BTP baik apabila sesuai stan-dar yang diharapkan. Efek/dampak mengkonsumsi makanan yang mengandung pewarna yang tidak diizinkan dapat dirasakan setelah 10-20 tahun kemudian. Alasan pedagang menggunakan bahan kimia berbahaya. Ciri-ciri makanan pengawet yang bebas yang yang yang yang

27 23 25

77,1 5 65,7 1 71,4 2

6 9 7

17,1 4 25,7 1 20

2 3 3

5,71 8,58 8,58

5. 6.

26 24

74,2 9 68,5 7

7 5

20 14,2 8

2 6

5,71 17,14

7. 8. 9.

33 31 22

94,2 9 88,5 8 88,5 8 62,8 6 80 57,1 4

2 4 2

5,71 11,4 2 5,71

0 0 2

0 0 5,71

Ciri-ciri makanan menggunakan pewarna berlebihan. Ciri-ciri mie basah menggunakan formalin. Ciri-ciri makanan menggunakan boraks.

10 . 11 . 12 .

22 28 20

9 6 11

25,7 1 17,1 4 31,4 3

4 1 4

11,43 2,86 11,43

Ciri-ciri sayuran dan buah-buahan yang bebas bahan kimia (asam salisilat).

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang mendapatkan skor 2 pada pertanyaan mengenai alasan pedagang menggunakan bahan kimia berbahaya dan ciri-ciri makanan yang bebas pengawet dan menggunakan pewarna berlebihan, yaitu masing-masing sebanyak 33 orang (94,28%) menjawab bahwa alasan pedagang menggunakan bahan kimia berbahaya adalah relatif murah dan

dapat memberikan tampilan fisik yang memikat dan sebanyak 31 orang (88,58%) menjawab bahwa ciri-ciri makanan bebas pengawet adalah makanan tidak tahan lama, sedangkan makanan yang menggunakan pewarna berlebihan warnanya lebih pekat, mencolok dan tidak larut dalam air. Berdasarkan tabel tersebut juga dapat dilihat bahwa responden kurang mengetahui tentang ciri-ciri sayuran dan buah-buahan yang bebas bahan kimia seperti asam salisilat dan syarat penggunaan BTP, dimana dari 35 responden yang mendapat skor 2 hanya 20 orang (57,14%) yang mengetahui bahwa ciri-ciri sayuran dan buah-buahan yang bebas bahan kimia seperti asam salisilat adalah terdapat gigitan hama dan hanya 25 orang (65,71%) responden yang mengetahui syarat penggunaan BTP adalah tidak membahayakan kesehatan konsumen. Pada pertanyaan mengenai efek/dampak mengkonsumsi makanan yang mengandung pewarna yang tidak diijinkan terdapat 6 orang (17,14%) yang tidak mendapatkan skor (skor 0), sedangkan pada pertanyaan tentang ciri-ciri mie basah yang menggunakan formalin, ciri-ciri sayuran dan buah-buahan yang bebas bahan kimia (asam salisilat) terdapat masing-masing 4 orang (11,42%) tidak mendapatkan skor (skor 0). Berdasarkan hasil scoring dari jawaban responden, maka pengetahuan dikategorikan ke dalam 3 kategori yakni pengetahuan baik, sedang dan kurang. Hasil pengukurannya dapat diliaht pada tabel berikut ini. Tabel 4.9. Distribusi Kategori Pengetahuan Responden terhadap Makanan yang Mengandung BTP dan Bahan Kimia Berbahaya di Kelurahan Wirobrajan

No.

Kategori Pengetahuan

Jumlah

1. 2. 3. Total

Baik Sedang Kurang

23 12 0 34

65,72 34,28 0 100,00

Berdasarkan tabel 4.9 di atas dapat dilihat bahwa pada umumnya pengetahuan terhadap makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia

berbahaya di Kelurahan Wirobrajan sudah baik, terlihat dari hasil penelitian dimana dari 35 orang sebagian besar yaitu 23 orang (65,72%) memiliki pengetahuan yang baik terhadap makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya dan tidak ada yang memiliki pengetahuan kurang.

4.7.

Sikap Sikap responden merupakan respons tertutupnya terhadap penggunaan BTP

dan bahan kimia berbahaya pada makanan serta peraturan tentang penggunaan BTP dan bahan kimia berbahaya. Gambaran sikap responden dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.10. Gambaran Sikap Responden Terhadap Makanan yang Mengandung BTP dan Bahan Kimia Berbahaya di Kelurahan Wirobrajan

No .

Pertanyaan

Jawaban Responden Tidak setuju N % Kurang setuju N % Setuju N %

1.

Makanan diberi pewarna dan pemanis buatan yang berlebihan agar terlihat lebih menarik dan rasanya enak. Membeli makanan menggunakan boraks pengawet makanan pedagang makanan. yang sebagai oleh

28

80,0 0

20,0 0

2.

33

94,2 9

5,71

3.

Makanan harus diberi penyedap rasa yang berlebihan untuk memperbaiki citarasanya. Pemeriksaan terhadap makanan yang dijual di lingkungan sekolah tidak perlu dilaku-kan. Anak-anak boleh membeli makanan di lingkungan sekolah yang mungkin mengandung BTP. Makanan mengandung formalin bukan merupakan suatu masalah. Penjual makanan yang menggunakan bahan kimia berbahaya tidak perlu dilapor-kan ke pihak berwajib. Kalau diberi pengawet agar tahan lama dan tidak mudah hancur. Boraks digunakan mengenyalkan bakso. untuk

29

82,8 6 68,5 8 74,2 9 68,5 7 60,0 0

14,2 8 25,7 1 20

2,86

4.

24

5,71

5.

26

5,71

6. 7.

24 21

10 12

28,5 7 34,2 9

1 2

2,86 5,71

8. 9. 10 .

22 25 16

62,8 6 71,4 3 45,7 1

9 8 17

25,7 1 22,8 6 48,5 8

4 2 2

11,43 5,71 5,71

Sayuran dan buah-buahan sebaiknya disemprotkan asam salisilat untuk menjaga keawetannya. Antibiotik digunakan pada makanan untuk menambah kualitasnya. Peraturan tentang BTP tidak perlu. penggunaan

11 . 12 .

18

51,4 2 57,1 4

14

40

8,58

20

10

28,5 7

14,29

Tabel 4.10 menunjukkan bahwa sebanyak 31 orang responen (94,29%) menyatakan tidak setuju apabila boraks digunakan sebagai pengawet makanan dan terdapat 17 orang (48,58%) menyatakan kurang setuju apabila asam salisilat digunakan untuk menjaga keawetan sayuran dan buah-buahan serta terdapat 5 orang (14,29%) yang menyatakan setuju bahwa peraturan tentang penggunaan BTP tidak perlu. Berdasarkan hasil scoring dari jawaban responden maka sikap responden dikategorikan dalam 3 kategori, yakni : sikap dengan kategori baik, sedang dan kurang. Hasil pengkategorian disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 4.11. Distribusi Kategori Sikap Responden Terhadap Makanan yang Mengandung BTP dan Bahan Kimia Berbahaya di Kelurahan Wirobrajan

No. 1. 2. 3. Total

Kategori Sikap Baik Sedang Kurang

Jumlah 21 14 0 34

% 60,00 40,00 0 100,00

Berdasarkan tabel 4.11 di atas dapat dilihat bahwa pada umumnya sikap terhadap makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya di Kelurahan Wirobrajan sudah baik, terlihat dari hasil penelitian dimana dari 35 orang responden sebagian besar yaitu 21 orang (60%) memiliki sikap yang baik terhadap makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya dan tidak ada yang memiliki sikap yang kurang.

4.8.

Tindakan Tindakan responden yang diukur meliputi tindakan memilih dan membeli

makanan yang mengandung BTP serta penggunaan BTP dalam kehidupan seharihari. Pilihan jawaban atas pertanyaan tindakan adalah ya dan tidak. Gambaran tindakan responden dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.12. Gambaran Tindakan Responden terhadap Makanan yang Mengandung BTP dan Bahan Kimia Berbahaya di Kelurahan Wirobrajan

No.

Pertanyaan

Jawaban Responden Tidak N % 74,2 9 88,5 7 71,4 2 77,1 4 71,4 2 51,4 2 74,2 9 71,4 2 71,4 Ya N 9 4 10 8 10 17 9 10 10 % 25,7 1 11,4 3 28,5 8 22,8 6 28,5 8 48,5 8 25,7 1 28,5 8 28,5

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Membeli makanan lingkungan sekolah. Membeli makanan penyedap rasa.

yang yang

ada

di 26

dicampur 31

Membiarkan anak-anak murid membeli 25 jajajan di lingkungan sekolah. Memakan kue dengan warna mencolok Menambahkan buatan pemanis dan 27

pewarna 25 18

Menambahkan saos pada bakso

Memilih sayuran yang mulus daripada 26 yang ber-lubang bekas gigitan hama. Lebih memilih membeli makanan yang 25 kenyal seperti bakso atau mie basah. Membeli makanan di pinggir jalan 25

2 10. Menambahkan penyedap rasa ajinomoto, royco, masako masakan. seperti 22 dalam 26 62,8 6 74,2 9 68,5 8 13

8 37,1 4 25,7 1 51,4 2

11. 12.

Membeli tahu yang keras dan tahan lama Membiarkan pedagang BTP pada makanan.

9 11

menggunakan 24

Tabel 4.12 di atas menunjukkan bahwa sebanyak 31 orang (74,29%) menyatakan tidak mau membeli makanan yang dicampur penyedap rasa dan hanya 4 orang (11,43%) yang mau membeli makanan yang dicampur penyedap rasa. Tabel di atas juga menunjuk-kan bahwa terdapat 17 orang (48,58%) yang suka menambahkan saos jika membeli bakso. Berdasarkan hasil scoring dari jawaban responden maka tindakan responden dikategorikan menjadi 3 kategori, yakni : tindakan baik, sedang, dan kurang. Kategori tindakan responden dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.13. Distribusi Kategori Sikap Responden Terhadap Makanan yang Mengandung BTP dan Bahan Kimia Berbahaya di Kelurahan Wirobrajan

No. 1. 2. 3.

Kategori Tindakan Baik Sedang Kurang

Jumlah 12 18 5

% 34,38 51,42 14,20

Total

34

100,00

Berdasarkan tabel 4.13 di atas dapat dilihat bahwa pada umumnya tindakan terhadap makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya di Kelurahan Wirobrajan pada umumnya termasuk dalam kategori sedang, yaitu sebanyak 18 orang (65,72%) dan sebanyak 5 orang (14,20%) memiliki tindakan yang kurang.

Pembahasan
5.1. Pengetahuan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner terhadap responden, maka dapat dikatakan bahwa tingkat pengetahuan responden terhadap makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya sudah tergolong baik, dimana hasil pengukuran yang dilakukan terhadap tingkat pengetahuan responden tersebut sebagian besar atau mayoritas dengan kategori penilaian baik yaitu sebanyak 33 responden (65,72%), sedangkan responden dengan kategori penilaian kurang tidak ada. Hasil pengukuran terhadap pengetahuan menunjukkan bahwa secara umum responden sebanyak 33 responden (94,29%) mengetahui bahwa yang menjadi alasan para pedagang menggunakan bahan kimia berbahaya pada makanan yang dijualnya adalah harganya relatif murah dan dapat memberikan tampilan fisik yang memikat. Menurut Budharja, Wakil Kepala Dinas Kesehatan Jawa Tengah, para penjual makanan jajanan tidak memperhatikan bahan tambahan makanan yang digunakan. Mereka berorientasi keuntungan dengan memberi produk makanan dan minumannya dengan zat pewarna tekstil agar kelihatan mencolok dan dapat menarik minat pembeli. Pernyataan tersebut diperkuat oleh hasil survey yang

dilakukan Balai POM Semarang yang membukti-kan bahwa dari 89 sampel jajanan yang diambil, 85 diantaranya tidak memenuhi syarat kesehatan karena

mengandung pewarna tekstil, boraks, pemanis buatan dan penyedap rasa secara berlebihan serta bahan yang tidak hygienis. Responden yang paling sedikit menjawab dengan benar adalah mengenai ciri-ciri sayuran dan buah-buahan yang bebas bahan kimia (asam salisilat) yaitu sebanyak 20 orang (57,14%). Menurut Eddy (2005) ada beberapa kasus yang pernah ditemukan yakni penggunaan asam salisilat pada produksi buah dan sayur. Asam salisilat bukan pestisida melainkan sejenis antiseptic yang salah satu fungsinya untuk memperpanjang daya keawetan. Biasanya sayuran yang disemprot asam salisilat berpenampilan sangat mulus, tidak ada lubang bekas hama. Sedangkan petani suka mencoba-coba menggunakan bahan kimia untuk mengusir hama. Salah satu bahan yang digunakan untuk itu adalah asam salisilat. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak ada responden yang memiliki tingkat pengetahuan kurang. Hal tersebut karena sudah banyaknya sumber informasi mengenai makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya yang mereka terima, diantaranya dari TV, radio, internet, suratkabar, majalah, buku-buku, petugas kesehatan dan tetangga. Sebanyak 26 responden (74,28%) pernah mendengar informasi tentang makanna yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya dari televisi. Hasil penelitian Sitorus (2008) juga menentukan bahwa sumber informasi pada masyarakat daerah Wirobrajan tentang makanan dan minuman jajanan yang mengandung bahan tambahan makanan pada umumnya berasal dari televisi. Demikian pula dengan hasil penelitian Daniaty (2009) yang menemukan sebanyak 80,49% pada masyarakan daerah Wirobrajan mendengar informasi tentang makanan yang mengandung bahan tambahan

pangan dari televisi. Siaran TV pada umumnya bersifat informatif, edukatif dan hiburan. Dengan TV masyarakat dapat mengetahui perkembangan informasi di seluruh penjuru dunia. Berdasarkan hasil penelitian juga diketahui bahwa selain TV, sumber informasi yang tidak kalah penting adalah media massa seperti suratkabar, majalah dan buku. Hal tersebut didukung dengan pernyataan responden bahwa mereka pernah mendengar informasi tentang makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya tidak hanya dari televisi tetapi juga dari ketiga sumber tersebut (suratkabar, majalah dan buku) masing-masing sebanyak 28,57%, 31,42% dan 45.71% responden. Dari hasil wawancara dengan responden, mereka mengatakan bahwa di sekolah juga terdapat suatu pelajaran yang membahas tentang makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya, diantaranya mata pelajaran IPA, Bahasa Indonesia, Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) dan Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Penjaskes).

5.2.

Sikap Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui wawancara dengan

menggunakn kuesioner terhadap responden maka dapat dikatakan bahwa sikap responden yaitu masyarakat Wirobrajan terhadap makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya sudah tergolong baik, dimana hasil pengukuran yang dilakukan terhadap sikap responden pada umumnya yaitu 21 responden (60%) adalah baik. Dimana dari 12 pertanyaan mengenai sikap guru terhadap makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya secara umum responden memiliki sikap yang positif dimana salah satunya yaitu sebanyak 94,29% responden

menyatakan tidak mau membeli makanan yang menggunakan boraks sebagai pengawet makanan. Hal ini sesuai dengan penelitian Eddy (2005) yang menyatakan bahwa setelah digemparkan dengan penggunaan formalin dan boraks sebagai bahan pengawet makanan, banyak masyarakat yang mulai ragu-ragu menyantap makanan boraks, seperti : mie, tahu, ayam dan bakso. Berdasarkan hasil penelitian yang diketahui banyak responden yang paling banyak memiliki

pengetahuan dalam kategori baik dengan sikap juga dalam kategori baik yaitu sebanyak 37,14%. Dapat dikatakan bahwa pengetahuan guru yang baik dapat membentuk sikap yang baik pula, dalam hal ini mengenai makanan yang mengandung bahan tambahan pangan dan bahan kimia berbahaya. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Purwanto (1998) bahwa sikap dapat merupakan suatu pengetahuan, tetapi pengetahuan yang disertai kesediaan kecenderungan bertindak sesuai dengan pengetabuan itu. Hal tersebut juga diperkuat dengan teori yang dikemukakan oleh Alport (1954) dikutip dari Notoatmodjo (2003) bahwa sikap mempunyai 3 komponen pokok, yaitu : 1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave) Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).

5.3.

Tindakan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui wawancara dengan

menggunakan kuesioner maka dapat dikatakan bahwa tindakan responden

terhadap makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya tergolong dalam kategori sedang. Hal tersebut diketahui dari hasil pengukuran yang dilakukan terhadap tindakan responden tersebut, dimana sebagian besar yaitu sebanyak 18 responden (51,42%) memiliki tindakan dalam kategori sedang. Seseorang bisa berperilaku negatif meskipun pengetahuan dan sikapnya positif. Pernyataan ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa dari 23 responden (65,71%) yang memiliki pengetahuan baik terdapat 11 responden (31,42%) dengan tindakan dalam kategori sedang dan masih ada responden yang penge-tahuannya baik namun memiliki tindakan dalam kategori kurang yaitu sebanyak 8,58%. Tindakan yang kurang ini kemungkinan disebabkan karena makanan yang dijual di lokasi sekolah maupun di pasaran banyak menggunakan bahan tambahan pangan seperti pemanis, pengawet, penyedap rasa dan pewarna buatan, dengan BTP tentunya makanan akan memiliki tampilan yang menarik baik dari segi bentuk, rasa dan warna sehingga semakin menarik untuk dikonsumsi dan dari hasil wawancara terhadap responden terdapat beberapa responden yang menyata-kan bahwa mengkonsumsi makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya tidak menjadi masalah jika mengkonsumsi makanan tersebut hanya sesekali saja. Hal tersebut dapat terbukti dari hasil penelitian bahwa sebanyak 48,58% responden suka menambahkan saos pada bakso yang dibelinya dan sebanyak 37,14% responden suka menambahkan penyedap rasa pada masakannya. Menurut Notoatmodjo (2003) secara logis sikap akan ditunjukkan dalam bentuk tindakan, namun tidak dapat dikatakan bahwa sikap dan tindakan mempunyai hubungan yang sistematis. Artinya status pengetahuan atau sikap yang baik belum tentu terwujud dalam tindakan yang baik pula (overt behavior). Untuk

terwujudnya sikap menjadi suatu tindakan diperlukan suatu faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan seseorang itu dapat menerapkan apa yang mereka ketahui. 6.1. Kesimpulan Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian dengan cara wawancara menggunakan kuesioner mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat daerah kelurahan Wirobrajan terhadap makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Pengetahuan masyarakat daerah kelurahan Wirobrajan terhadap makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya lebih banyak berada dalam kategori baik, yaitu sebesar 65,72%. 2. Sikap masyarakat daerah kelurahan Wiirobrajan terhadap makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya lebih banyak berada dalam kategori baik, yaitu sebesar 60%. 3. Tindakan masyarakat daerah kelurahan Wirobrajan terhadap makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya lebih banyak berada dalam kategori sedang, yaitu sebesar 51,42%. 4. Respoden pada penelitian ini lebih banyak berada pada kelompok umur muda yaitu pada kelompok umur 31-35. 5. Responden pada penelitian ini lebih banyak perempuan dari pada laki-laki. 6. Tingkat pendidikan responden paling banyak adalah sarjana yaitu sebesar 40%. 7. Responden paling banyak adalah responden masa kerja 5-10 tahun.

8. Sumber

informasi

yang

diperoleh

responden

tentang

makanan

yang

mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya, paling banyak adalah berasal dari televise yaitu sebesar 74,28%.

6.2

Saran

1. Diharapkan kepada pihak masyarakat khususnya para penjual bakso agar menambah wawasan dengan banyak melihat, mendengar dan membaca banyak hal yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan terutama tentang makanan yang mengandung bahan tambahan pangan (BTP) dan bahan kimia berbahaya lainnya. 2. Kepada Balai POM dapat memeriksa dan memperhatikan makanan yang dijual umum. 3. Kita berharap tindakan pemerintah untuk mengatasi kasus formalin dan boraks ini bisa tepat sasaran, karena yang menjadi kekawatiran adalah, seperti kasus lainnya di Indonesia, kasus formalin dan boraks ini dapat merupakan sebuah fenomena gunung es. Semoga pihak yang berwenang dalam hal ini mampu mengatasi permasalahan formalin dan boraks ini sampai tuntas dan jangan ada lagi kasus penemuan formalin dan boraks dalam makanan dikemudian hari. formalin dan boraks hanya sebagian kecil dari kasus penambanan bahan non food grade pada makanan, bagaimana dengan penggunaan rhodamin sebagai pewarna, boraks dan penggunaan bahan lainnya yang non food grade juga Menjadi PR yang harus diselesaikan. Sangat tidak bijak jika kita membiarkan anak-cucu kita menjadi korban akibat dampak negatif PR yang belum terselesaikan tersebut.

Daftar Pustaka Cahyadi, W.2008. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Edisi Kedua Bumi Aksara. Jakarta Depkes RI, 2004. Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman (HSMM). Buku Pedoman Akademik Pemilik Kesehatan. Jakarta , 1999. Peraturan Mentri Kesehatan perubahan Republik atas Indonesia Permenkes No. No.

1186/Menkes/Per/X/1999

tentang

722/Menkes/Per/X/1988 tentang Bahan Tambahan Pangan. Jakarta. , 2005. Rencana Strategi Lingkungan Sehat. Jakarta. , 2004. Sistem Kemananan Pangan Terpadu, Bahan Tambahan Ilegal Boraks, Formalin dan Rhodamin B. Badan POM RI. Jakarta. , 2003. Undang-undang Kesehatan. Departemen Kesehatan RI Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Pusdiknas. Jakarta. Eddy, S.M.2005, Diakes: 12 April 2009. Waspadai Bahan Kimia Lain Dalam Makanan. (Kompas Cyber Media). Departemen Gizi Masyarakat Dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian IPB. http://www.google.com. Bogor. FAO Special Programme For Food Security: Asia-Indonesia, 2005. Keamanan Pangan Untuk Meningkatkan Kesehatan Petani SPSF. Food and Agriculture Organization Of The United Nations. Jakarta. Gunawan, A. 2006, Diakes: 10 Agustus 2009. Mengusir Formalin Dalam Tubuh. (Lampung Post). Departemen Gizi Masyarakan dan Sumber Daya Keluarga. Fakultas Pertanian IPB. http://www.google.com. Bogor. Joomla, 2008. Diakes: 24 April 2009. Bahan Berbahaya Ynag Dilarang Untuk Pangan. http://www.indonesia.go.id/id - REPUBLIK INDONESIA. Jakarta. Marat, 1981. Sikap Manusia, Perubahan Serta Pengukurannya. Ghalic Indo. Bandung. Notoatmodjo, Soekidjo, 2003. Ilmu Kesehatah Masyarakat (Prinsip-prinsip Dasar). PT Rineka Cipta. Jakarta.

, 2003. Pendidikan Kesehatan dan Ilmu-ilmu Perilaku. Edisi Revisi PT Rineka Cipta. Jakarta

Nama No Mahasiswa

: HARRY SETIADI : 20030310010

Tema

: TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PEDAGANG BAKSO TERHADAP BORAKS DISEKITAR WILAYAH YOGYAKARTA

Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian dengan cara wawancara menggunakan kuesioner mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat daerah kelurahan Wirobrajan terhadap makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya, maka dapat disimpulkan bahwa : 9. Pengetahuan masyarakat daerah kelurahan Wirobrajan terhadap makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya lebih banyak berada dalam kategori baik, yaitu sebesar 65,72%. 10.Sikap masyarakat daerah kelurahan Wiirobrajan terhadap makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya lebih banyak berada dalam kategori baik, yaitu sebesar 60%. 11.Tindakan masyarakat daerah kelurahan Wirobrajan terhadap makanan yang mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya lebih banyak berada dalam kategori sedang, yaitu sebesar 51,42%. 12.Respoden pada penelitian ini lebih banyak berada pada kelompok umur muda yaitu pada kelompok umur 31-35. 13.Responden pada penelitian ini lebih banyak perempuan dari pada laki-laki. 14.Tingkat pendidikan responden paling banyak adalah sarjana yaitu sebesar 40%. 15.Responden paling banyak adalah responden masa kerja 5-10 tahun.

16.Sumber

informasi

yang

diperoleh

responden

tentang

makanan

yang

mengandung BTP dan bahan kimia berbahaya, paling banyak adalah berasal dari televise yaitu sebesar 74,28%.

You might also like