You are on page 1of 14

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bells Palsy diambil dari nama Sir Charles Bell, seorang dokter dari abad 19 yang pertama menggambarkan kondisi ini dan menghubungkan dengan kelainan pada syaraf wajah. Bells Palsy adalah penyakit yang dapat menggangu aktivitas wajah dalam berekspresi maupun berfungsi. Penyakit ini sering terjadi pada orang berusia 21-30 tahun, namun tidak menutup kemungkinan dapat menyerang semua umur, termasuk anak-anak, laki-laki, dan perempuan. Bell's Palsy (Facial Palsy) adalah kelainan di mana syaraf wajah (dikenal dengan sebutan Syaraf Ke-7 atau Cranial Nerve, yaitu syaraf yang mengontrol pergerakan wajah. Posisinya berada sekitar 1 jari di depan telinga kiri/kanan Anda) tidak berfungsi dengan baik/kaku/paralize. Akibatnya salah satu bagian wajah seperti tertarik/mencong. Penyakit ini biasa terjadi di kota atau negara bersuhu dingin. Selain itu, kelainan ini dapat menyerang pada orang-orang yang : 1. Terlalu lama berada di dalam ruang ber-AC. 2. Terkena semburan AC / kipas angin langsung ke wajah. 3. Mengendarai motor tanpa helm yang menutup wajah dengan rapat. 4. Mandi air dingin di malam hari.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini antara lain untuk : 1. mengetahui gambaran penyakit bells palsy dan penatalaksanaan fisioterapi yang diberikan. 2. memenuhi penilaian mata kuliah LFC (Low Frequency Current)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Terapan

Nervus Facialis adalah saraf gabungan antara neuron motorik, yang menginervasai otot ekspresi wajah ( kelenjar air mata dan kelenjar salvia ), dan neuron sensorik, yang membawa informasi dari reseptor pengecap pada 2/3 bagian anterior lidah. Nervus Facialis muncul sebagai dua akar dari permukaan anterior otak belakang diantara pons medulla oblongata, berjalan ke lateral dalam Fossa Cranii Pasterior bersama N. Vestibulo cochlearis dan masuk ke meatus internus dalam pars

petrosa asis temporalis. Pada dasar meatus saraf ini masuk ke dalam Canidis Facialis, berjalan ke lateral melewati telinga dalam. N.Facialis menempel di telinga tengah dan aditus adantrum thympanicum dan ke luar dari canalis melalui foramen stylomastoideum, kemudian berjalan ke depan melalui glandula paratidea kea rah distribusinya. Nervus Facialis mendapat pendarah dari 3 arteri yaitu: a. Cabang anterior inferior cerebellum. b. Petrosal bagian tengah meningeal. c. Stylomastoideus dari arteri posterior auricularis. Sedangkan untuk otot-otot wajah mendapat vaskularis dari arteri dan vena facialis.

B. Etiologi
Etiologi kelumpuhan n. fasialis perifer sampai sekarang belum diketahui secara pasti. tetapi beberapa penelitian mendukung adanya infeksi sebagai penyebab Bells Palsy terutama HSV (Herpes simplex virus). Umumnya penyebab Bells Palsy dapat dikelompokkan menjadi : I. Kongenital 1.anomali kongenital (sindroma Moebius) 2.trauma lahir (fraktur tengkorak, perdarahan intrakranial .dll.) II. Didapat 1. trauma 2. penyakit tulang tengkorak (osteomielitis) 3. proses intrakranial (tumor, radang, perdarahan dll.) 4. proses di leher yang menekan daerah prosesus stilomastoideus 5. infeksi tempat lain (otitis media, herpes zoster dll.) 6. sindroma paralisis n. fasialis familial Faktor-faktor penyebab 1. Sesudah bepergian jauh dengan kendaraan 2. Tidur di tempat terbuka dan tidur di lantai 3. Hipertensi, stres, hiperkolesterolemi, diabetes mellitus, penyakit vaskuler,

gangguan imunologik dan faktor genetik 4. Terpaan angin yang terus menerus menampar bagian wajahnya ketika mengendarai motor. C. Fisiologi Angin yang masuk ke dalam tengkorak atau foramen stilomastoideum. Angin dingin ini membuat syaraf di sekitar wajah sembab lalu membesar. Pembengkakan syaraf nomor tujuh atau nervous fascialis ini mengakibatkan pasokan darah ke syaraf tersebut terhenti. Hal itu menyebabkan kematian sel sehingga fungsi menghantar impuls atau rangsangnya terganggu. Akibatnya, perintah otak untuk menggerakkan otot-otot wajah tidak dapat diteruskan.

D. Patologi
Hingga kini belum ada pesesuaian pendapat. akan tetapi ada beberapa teori yang memiliki hubungan antara lain : a) Teori Ischemia Vaskuler Menurut teori ini terjadi gangguan regulasi sirkulasi darah ke Nervus Facialis, sehinnga terjadi Ischemia. Kemudian di ikuti dilatasi kapiler dan premibilitas kapiler meningkat akibatnya terjadi transudasi. Cairan transudat yang keluar akan menekan dinding kapiler limfe hingga menutup. Selanjutnya, menyebabkan keluar cairan yang lebih banyak dan menekan kapiler dan venula dalam canalis facialis sehingga terjadi ischemia. Jika dibiarkan terus akan menjadi sirkulus vitiosus. b) Teori Infeksi Virus Virus yang paling banyak menjadi penyebab adalah Herpes Simplex Virus (HSV). Dikatakan Bells Palsy karena terjadi proses reaktivitasi dari virus HSV tipe 1 sesudah terjadi akut primer, dalam jangka waktu cukup lama dapat diam di dalam ganglion sensoris reaktivasi ini terjadi jika daya tahan tubuh menurun sehingga terjadi neutris dengan proses lebih lanjut di N.VII perifer.

c)

Teori Immuniologi Bells Palsy terjadi akibat reaksi immunology terhadap infeksi virus yang timbul sebelum pemberian imunisasi. Berdasarkan teori ini maka Bells Palsy diberikan pengobatan kortikosteroid dengan tujuan untuk mengurangi inflamasi dan odema di dalam kanallis fallopi dan juga sampai immunosuperessor. Teori yang dianut saat ini yaitu teori vaskuler. Pada bells palsy terjadi iskemi primer n. fasialis yang disebabkan oleh vasodilatasi pembuluh darah yang terletak antara n. fasialis dan dinding kanalis fasialis. Sebab vasodilatasi ini bermacammacam, antara lain : infeksi virus, proses imunologik dll. Iskemi primer yang terjadi menyebabkan gangguan mikrosirkulasi intraneural yang menimbulkan iskemi sekunder dengan akibat gangguan fungsi n. fasialis. Terjepitnya n. fasialis di daerah foramen stilomastoideus pada bells palsy bersifat akut oleh karena foramen stilomastoideus merupakan Neuron Lesion bangunan tulang keras. Perubahan patologik yang ditemukan pada n. Fasialis antara lain : 1. Tidak ditemukan perubahan patologik kecuali udem 2. Terdapat demielinisasi atau degenerasi mielin. 3. Terdapat degenerasi akson 4. Seluruh jaringan saraf dan jaringan penunjang rusak Perubahan patologik ini bergantung kepada beratnya kompresi atau strangulasi terhadap n. Fasialis.

D. Gejala Klinik
Manifestasi klinik balls palsy khas dengan memperhatikan riwayat penyakit dan gejala kelumpuhan yang timbul. Pada anak didahului infeksi saluran napas bagian atas yang erat hubungannya dengan cuaca dingin. Perasaan nyeri, pegal, linu dan rasa tidak enak pada telinga atau sekitamya sering merupakan gejala awal yang segera diikuti oleh gejala kelumpuhan otot wajah berupa : 1. Dahi tidak dapat dikerutkan atau lipat dahi hanya terlihat pada sisi yang sehat. 2. Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata pada sisi yang lumpuh.

3. Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bola mata berputar ke atas bila memejamkan mata. 4. Sudut mulut tidak dapat diangkat, lipat nasolabialis mendatar pada sisi yang lumpuh dan mencong ke sisi yang sehat.

D. Permasalahan
Permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana caranya agar fisioterapis bisa memulihkan bagian wajah yang lesi supaya menjadi normal kembali dengan beberapa modalitas yang tersedia.

BAB III PEMERIKSAAN DAN PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI A.


1. a)

PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Fisioterapi Anamnesis : identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, : keluhan utama pasien Bells Palsy adalah mulut agama, alamat, pekerjaan). 2. Anamnesis khusus mencong ke sisi yang sehat, kelopak mata yg lesi tidak mampu menutup rapat, adanya kelemahan otot wajah pada bagian yang lesi, terdapat sedikit bengkak pada wajah yang lesi. b) Pemeriksaan khusus 1. Inspeksi inspeksi statis : wajah tampak asimetris, mulut merot ke sisi yang sehat, tinggi kedua alis tidak sama. inspeksi dinamis yang lesi lebih rendah. 2. Palpasi Suhu wajah kanan dan kiri sama dan otot kanan cendrung lembek. c) Pemeriksaan gerak mengerutkan dahi tidak maksimal, menutup mata tidak rapat, mengangkat alis asimetris, mengembangkan cuping hidung asimetris, senyum berdeviasi ke sisi yang sehat d) Beberapa pemeriksaan penunjang yang penting untuk menentukan letak lesi dan derajat kerusakan n. Fasialis : : mata tidak dapat menutup rapat, kedipan mata yang lesi lebih lambat dari kedipan mata yang sehat, kerutan dahi 1. Anamnesis umum

Uji kepekaan saraf Pemeriksaan ini membandingkan kontraksi otot-otot wajah kiri dan kanan setelah diberi rangsang listrik. Perbedaan rangsang lebih 3,5 mA menunjukkan keadaan patologik dan jika lebih 20 mA menunjukkan kerusakan n. fasialis ireversibel. Uji konduksi saraf Pemeriksaan untuk menentukan derajat denervasi dengan cara mengukur kecepatan hantaran listrik pada n. fasialis kiri dan kanan. Elektromiografi Pemeriksaan yang menggambarkan masih berfungsi atau tidaknya otototot wajah. Uji fungsi pengecap 2/3 bagian depan lidah Gilroy dan Meyer menganjurkan pemeriksaan fungsi pengecap dengan cara sederhana yaitu rasa manis (gula), rasa asam dan rasa pahit. Elektrogustometri membandingkan reaksi antara sisi yang sehat dan yang sakit dengan stimulasi listrik pada 2/3 bagian depan lidah terhadap rasa kecap pahit atau metalik. Gangguan rasa kecap pada bells palsy menunjukkan letak lesi n. fasialis setinggi khorda timpani atau proksimalnya. Uji Schirmer Pemeriksaan ini menggunakan kertas filter khusus yang diletakkan di belakang kelopak mata bagian bawah kiri dan kanan. Penilaian berdasarkan atas rembesan air mata pada kertas filter berkurang atau mengeringnya air mata menunjukkan lesi n. fasialis setinggi ggl. genikulatum

DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya. Bell's palsy selalu mengenai satu sisi wajah, kelemahannya terjadi tiba - tiba dan dapat melibatkan baik bagian atas

atau bagian bawah wajah. Penyakit lainnya yang juga bisa menyebabkan kelumpuhan saraf wajah adalah: Tumor otak yang menekan saraf Kerusakan saraf wajah karena infeksi virus (misalnya sindroma Ramsay Hunt) Infeksi telinga tengah atau sinus mastoideus Penyakit Lyme Patah tulang di dasar tengkorak. Untuk membedakan Bell's palsy dengan penyakit tersebut, bisa dilihat dari riwayat penyakit, hasil pemeriksaan rontgen, CT scan atau MRI. Pada penyakit Lyme perlu dilakukan pemeriksaan darah. Tidak ada pemeriksaan khusus untuk Bell's palsy.

C.
1. 2. 3. Persiapan alat

PENATALAKSANAAN

1. Pemberian stimulasi elektrik Stimulator yang menghasikan arus diadynamis Dua kabel elektroda Karet busa Air hangat, handuk, dan kain bersih Persiapan pasien Pasien dalam posisi rileks dan senyaman mungkin Daerah yang akan diterapi harus cukup terbuka Lakukan pemeriksaan sensasi Bersihkan daerah yang akan diterapi Jelaskan kepada pasien tentang tujuan dan prosedur terapi Pemilihan elektrode Pemilihan elektroda disesuaikan dengan luas jaringan yang akan diterapi, untuk bells palsy digunakan elektroda motor point 4. Penempatan elektroda Anoda diletakkan pada regio n.thrunk Katoda diletakkan pada titik motor point yang akan dirangsang

5. Rencana terapi dan pemilihan pulsa Nyeri ringan dimulai dengan DF, bila sudah berkurang dapat diganti dengan LP 6. Intensitas Pasien harus sampai measakan rangsangan dengan jelas tapi masih di bawah ambang rasa nyari 7. Lama terapi Terapi dihentikan bila sensasi arus sudah hilang atau berkurang. Durasi terapi maksimal 10 menit. 8. Frekuensi terapi Terapi dilakukan tiap hari, bila kondisi suah membaik dilakukan 2-3x seminggu Tujuan terapi : Mengurang relaksasi otot Melatih fungsi otot Digunakan arus diadynamis untuk pengurangan nyeri berdasarkan teori gate control, dan untuk pembuangan bahan kimiawi stimulator nyeri. 2. Teknik Pemberian Massage Stroking Effluarage Slapping Tapping

Pemberian massage diberikan pada seluruh wajah, tetapi lebih mengutamakan posisi yang sakit. Tujuan pemberian massage untuk rileksasi otot dan menjaga kelenturan otot wajah. 3. Terapi Latihan

Terapi latihan yang digunakan penderita Bells Palsy yaitu Mirror Exercise. Terapi latihan otot-otot wajah di depan cermin dengan tujuan melatih gerak otototot volunteer agar wajah dapat kembali seperti semula. Gerakan yang di lakukan yaitu: Menutup mata dan mengangkat alais Tersenyum Bersiul Menutup mulut rapat-rapat Menarik sudut mulut ke samping Mengembang kempiskan cuping hidung Mengucapkan kata labial dan konsonan P, M, B Latihan dapat di lakukan 2-3 kali sehari selama 10-15 menit.

PROGNOSIS
Sangat bergantung kepada derajat kerusakan n. fasialis. Pada anak prognosis umumnya baik oleh karena jarang terjadi denervasi total. Penyembuhan spontan terlihat beberapa hari setelah onset penyakit dan pada anak 90% akan mengalami penyembuhan tanpa gejala sisa. Jika dengan prednison dan fisioterapi selama 3 minggu belum mengalami penyembuhan, besar kemungkinan akan terjadi gejala sisa berupa kontraktur otot-otot wajah, sinkinesis, tikfasialis dan sindrom air mata buaya.

DAFTAR PUSTAKA
www.kalbefarma.com/v3//index.php? mn=med&tipe=cdk&detail=printed&cat=det&det_id=168 www.litbang.depkes.go.id/aktual/kliping/bellspalsy270307.htm www.medicastore.com/cybermed/detail_pyk.php?idktg=4&iddtl=333 www.pediatrik.com Parjoto, Slamet. 2006. Terapi Listrik Untuk Modulasi Nyeri. Ikatan Fisioterapi Indonesia Cabang Semarang : Semarang.

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA BELLS PALSY

Disusun Oleh :
Dea Ambar Mulyantika Ida Hartianingsih Binuko Amarseto Florentina Natalia P. J110060006 J110060007 J110060017 J110020022

PROGDI FISIOTERAPI DIV FAKULTAS ILMU KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2007

You might also like