You are on page 1of 34

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

INVESTIGASI DAMPAK KENAIKAN AIR LAUT DI KOTA JAKARTA


Oleh :
DRA. SRI ASTUTI, MSA DRA. TITI UTAMI WAHYU YODHAKERSA, ST

I.PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG. Rencana Umum Tata Ruang DKI Jakarta tahun 1985 - 2005 telah menetapkan beberapa pusat pengembangan kawasan yang dinilai memiliki potensi dan nilai strategis. Kecederungan perkembangan terlihat terjadi di kawasan pantai utara karena memiliki posisi yang strategis. Sesuai dengan Keppres Nomor 17 tahun 1994, tentang REPELITA VI; menetapkan Kawasan Pantura sebagai kawasan andalan. Untuk pelaksanaannya selanjutnya diterbitkan Keppres no 52 tahun 1995 yang memberikan kewenangan dan tanggung jawab kepada Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk menyelenggarakan reklamasi kawasan Pantai Utara Jakarta. Reklamasi dilakukan di wilayah pantai utara meliputi wilayah Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priok, Koja dan Cilincing.

1.2. TUJUAN. Melakukan investigasi perkiraan dampak yang disebabkan adanya kenaikan muka air laut yang berpengaruh pada kenaikan muka air laut di kota Jakarta 1.3. LINGKUP PEMBAHASAN Melaksanakan survey untuk mendapatkan data yang mencakup: geomorphologi kawasan, tinggi muka air pasang dan banjir tata guna lahan, ketinggian lahan, tipe tipe bangunan yang ada di kawasan,

Investigasi Dampak Kenaikan Air Laut di Kota Jakarta

halaman - 309

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

aspek aspek yang berkaitan dengan perkiraan pada masa mendatang akibat peningkatan muka air sungai terhadap daerah perkotaan.

II.GAMBARAN UMUM KOTA JAKARTA UTARA

2.1. LETAK GEOGRAFIS Wilayah Jakarta Utara dengan luas daratan 154,01 Km2 dan luas Lautan 6,997,50 Km2 mempunyai batas batas geografis sebagai berikut : Utara pada titik koordinat 106-20o-00oBT sampai dengan 06-10o-00o LS Timur berbatasan dengan Kali Bloncong dan Kali Ketapang Jakarta Selatan, Pedongkelan, sungai Begog selokan Petukangan wilayah DKI, Kali Cakung Barat berbatasan dengan Jembatan Tiga, Kali Muara Karang dan Kali Muara Angke

GAMBAR : KONDISI EKISTING KAWASAN PANTURA JAKARTA UTARA (Sumber BP Pantura)

2.2. KEADAAN IKLIM Wilayah Kota Jakarta Utara sebagian besar terdiri dari rawa-rawa yang mempunyai ketinggian rata-rata 0 sampai dengan 1 meter diatas permukaan laut walaupun terdapat pula kawasan yang memiliki ketinggian rata-rata antara 1 4 meter diatas permukaan laut terutama untuk kawasan selatan.

Investigasi Dampak Kenaikan Air Laut di Kota Jakarta

halaman - 309

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

Iklim Jakarta Utara termasuk panas dengan suhu rata-rata 27 oC sepanjang tahun. Kawasan ini dipengaruhi oleh angin musim timur pada bulan Mei sampai Oktober dan angin barat pada bulan Nopember sampai April. Tinggi curah hujan rata-rata pertahun sebanyak 2.000 mm terjadi maksimal pada bulan Desember. 2.3. ADMINISTRATIF

2.3.1. Batas wilayah administrative Secara administrative, wilayah Jakarta Utara terdiri atas 7 Kecamatan, yaitu kecamatan Pulau Seribu, Kecamatan Penjaringan, Kecamatan Pademangan, Kecamatan Tanjung Priok, Kecamatan Koja, Kecamatan Kelapa Gading dan Kecamatan Cilincing.

Gambar : Batas Administratif : Kecamatan di Jakarta Utara. Sumber : Pemetaan Jakarta Utara TABEL 1 : PRESENTASI LUAS DAERAH, JUMLAH RT/RW NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. KECAMATAN LUAS (HA) 11,80 km2 35,49 km2 11,91 km2 24,80 km2 11,34 km2 42,55 km2 16,12 km2 154,01 km2 %TAS E 7,7 23,0 7,7 16,1 7,4 27,6 10,5 100 RT 748 410 1.223 816 830 RW 60 34 99 75 72 -

Pulau Seribu Penjaringan Pademangan Tanjung Priok Koja Cilincing Kelapa gading TOTAL Sumber : Bappeko , 1996

Investigasi Dampak Kenaikan Air Laut di Kota Jakarta

halaman - 309

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

2.3.2. Penduduk Berdasarkan data monografi, maka jumlah penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin adalah sebagai berikut :
TABEL 2: JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN UMUR DAN JENIS KELAMIN KELOMPOK UMUR LAKILAKI 0-4 83.134 5-9 60.905 10 - 14 54.916 15 - 19 53.252 20 - 24 53.848 25 - 29 52.174 30 - 34 45.889 35 - 39 44.615 40 - 44 34.836 45 - 49 28.179 50 - 54 22.361 55 - 59 16.966 60 - 64 10.408 65 - 69 8.715 70 - 74 6.287 75 keatas 3.045 579.530 Sumber ; Bappeko , 1996 PEREMPUAN 80.387 56.370 53.950 42.934 50.882 50.047 44.997 43.811 31.778 28.940 22.055 16.827 11.513 8.559 5.661 2.982 551.693 JUMLAH 163.521 117.275 108.866 96.186 104.730 102.221 90.886 88.426 66.614 57.119 44.416 33.793 21.921 17.274 11.948 6.027 1.131.223

TABEL 3 : JUMLAH PENDUDUK MENURUT KECAMATAN TAHUN 1995 NO 1 2 3 4 5 6 7 KECAMATAN Penjaringan Pademangan Tanjung Priok Koja Kelapa Gading Cilincing Kepulauan Seribu KK 43.298 26.241 70.544 57.498 22.385 44.557 3.476 267.999 LAKI 88.167 65.802 154.553 114.635 46.316 102.167 7.890 579.530 PEREMPUAN 81.039 53.513 149.903 112.831 45.597 101.276 7.534 551.693 KEPADATAN 4.768 10.018 12.276 20.059 5.702 4.781 1.307 7345

Sumber : Bappeko

Pada tahun 1996, tercatat jumlah penduduk di Kota Jakarta Utara sebesar 1.617.200 jiwa dengan rincian 795.500 laki-laki dan 821.700 wanita dengan kepadatan penduduk rata-rata sebesar 10.494 orang / km2. Kecamatan yang paling luas adalah Kecamatan Cilincing (4.256 Ha) dengan tingkat kepadatan penduduk 6.316 jiwa/km2 dan Kecamatan Penjaringan (3.548Ha) dengan tingkat kepadatan 8.961 jiwa/km2 berdasarkan data yang terrekam, maka jumlah penduduk menurut Kecamatan pada tahun 1996 tercantum dalam tabel 4:
TABEL 4 : JUMLAH PENDUDUK MENURUT KECAMATAN TAHUN 1996 KK LAKI PEREMPUAN KEPADATAN 42.685 156.400 161.551 8.961 26.826 68.478 70.734 11.689 72.625 195.912 202.365 15.995 57.052 172.039 177.705 30.842 46.766 132.219 136.574 6.316 245.954 667.755 680.275 49,76 Sumber: diolah dari Analisis Dampak Lingkungan Regional Reklamasi dan Revitalisasi Pantura-Jakarta NO 1 2 3 4 5 6 7 KECAMATAN Penjaringan Pademangan Tanjung Priok Koja Kelapa Gading Cilincing Kepulauan Seribu

Investigasi Dampak Kenaikan Air Laut di Kota Jakarta

halaman - 309

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

2.3.3. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Jakarta Utara Sesuai dengan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRWP) DKI Tahun 1995-2010, maka Kota Jakarta Utara sebagai bagian terintergrasi dari hirarki perencanaan yang merupakan pedoman dan arahan pelaksanaan pembangunan secara spasial. Hal ini akan memperjelas arahan arahan yang perlu dikembangkan di dalam rencana tata ruang yang lebih rinci. Sesuai dengan arahan tersebut diatas maka rencana pemanfaatan ruang diarahkan pada hal hal berikut : a. Rencana peruntukan tanah : Rencana peruntukan tanah di kecamatan Cilincing lebih didominasi oleh sector Karya Industri / pergudangan dengan fasilitasnya seluas 1.664,93Ha (ditambah tanah reklamasi seluas 535,45 Ha) dan sector wisma dengan fasilitasnya seluas 953,22Ha. b. Rencana peruntukan tanah di wilayah kecamatan Cilincing pada tahun 2005 adalah diarahkan untuk dikembangkan sebagai: i. Kawasan Lindung mencakup Kecamatan Penjaringan dengan luas 327,70 Ha sebagai kawasan hutan dan Kecamatan Penjaringan diarahkan sebagai kawasan penghijauan dengan luas 200,000 Ha. Kecamatan kepulauan Seribu dengan luas100,91 Ha diarahkan sebagai Cagar alam dan pulau pulau termasuk zone inti dan lindung yang diarahkan sebagai Taman Nasional Laut. ii. Kawasan Budidaya di wilayah Jakarta Utara terdiri dari : a. Kawasan Perumahan di wilayah Jakarta Utara terutama diarahkan pada kecamatan Penjaringan, Koja, Tanjung Priok, Pademangan dan Kecamatan Kelapa Gading, sedangkan untuk wilayah reklamasi pantai kawasan perumahan diarahkan pada kecamatan Penjaringan dan Pademangan. b. Kawasan Perdagangan / Jasa dan Perkantoran mendukung pencanangan Kota Jakarta sebagai service city. Kawasan perdagangan / jasa di wilayah Jakarta Utara diarahkan pada lokasi berikut : Kawasan Pasar Pagi Mangga Dua di Kel. Ancol Kecamatan Pademangan, Pelabuhan Tanjung Priok di kelurahan Tanjung Priok Kecamatan Tanjung Priok dan Kawasan Pantai Utara Jakarta (waterfront city) di Kecamatan Penjaringan dan Kecamatan Pademangan. Sedangkan kawasan jasa perkantoran di wilayah Jakarta Utara pada lokasi Koridor jalan Laksamana Yos Sudarso di Kecamatan Koja dan Kecamatan Tanjung Priok serta Koridor Jalan RE Martadinata di Kecamatan Pademangan. c. Kawasan Industri dan Pergudangan di Jakarta Utara diarahkan pada lokasi sebagai berikut :

Investigasi Dampak Kenaikan Air Laut di Kota Jakarta

halaman - 309

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

i). Kawasan industri di kelurahan Kamal Muara dan Kelurahan Penjaringan, kecamatan Penjaringan ii). Kawasan Pelabuhan Nusantara di Kecamatan Tanjung Priok iii). Kawasan Berikat Nusantara di kelurahan Sukapura, Kawasan PPL Marunda di kelurahan Kali Baru Kecamatan Cilincing iv). Kawasan industri dan pergudangan di wilayah pantai Jakarta Utara di Kecamatan Cilincing dan Koja. v). Kawasan industri sepanjang jalan Pegangsaan Dua di Kecamatan Kelapa Gading.

GAMBAR : PETA RENCANA PERUNTUKAN TANAH DI JAKARTA UTARA Sumber : Perpetaan Kota Jakarta Utara

III. GEOMORPHOLOGI

3.1. TOPOGRAFI

3.2. MORFOLOGI DAN GEOLOGI

3.2.1. Morfologi Berdasarkan bentuk bentang alam (Landscape) yang tercermin dalam citra satelit dan kenampakan topografi, serta ditunjang oleh data-data geologi yang memberikan informasi batuan penyusunan, maka wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya dapat dikelompokan dalam 4 satuan geomorfologi (modifikasi Suwiyanto, 1977), yaitu : a. Dataran Alluvial

Investigasi Dampak Kenaikan Air Laut di Kota Jakarta

halaman - 309

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

Satuan ini terletak di bagian utara, menempati 20,20 % dengan penyebaran relatif memanjang barat-timur sepanjang pantai utara, mencakup hilir S. Cisadane, S. Angke, S. Bekasi dan S. Citarum. Secara umum satuan ini memiliki kemiringan lereng datar hingga miring landai (0 15 %), dengan ketinggian berkisar antara 0 16 m di atas permukaan laut (Gambar 4.14). Disamping itu dalam satuan ini juga dijumpai pula bentuk darat (landform) dalam skala yang lebih lokal yaitu berupa dataran rawa, pematang pantai, dan delta, dengan batuan penyusun utama berupa endapan aluvial terdiri dari fragmen lempung hingga pasir kasar (kadang-kadang kerkilan) yang umumnya bersifat lepas mengandung pecahan-pecahan cangkang serta sisa-sisa tumbuhan. b. Kipas Gunungapi Bogor Satuan ini terletak di bagian tengah daerah studi (di sebelah selatan dataran aluvial), menempati 37,75%, dengan penyebaran dimulai dari Kota Bogor di selatan dan melebar ke Cibinong, bagian hulu S. Cisadane, S. Angke, S. Ciliwung, dan S. Bekasi. Secara umum satuan ini memiliki kemiringan lereng 0,5 15 %, dengan ketinggian berkisar antara 16 195 m di atas permukaan laut. Akan tetapi pada beberapa tempat dijumpai adanya kemiringan lereng yang lebih terjal, terutama pada bagian selatan kipas gunungapi tersebut (Gambar 4.15.). Kipas ini umumnya disusun oleh batuan hasil rombakan vulkanik gunungapi dan tufa halus yang memiliki struktur perlapisan, sedangkan pada lembah sungainya dapat dijumpai adanya endapan aluvial dengan fragmen penyusun utama berukuran pasir halus hingga bongkah-bongkah yang bersifat andesitis dan basaltis. c. Perbukitan Bergelombang Satuan ini terletak di bagian selatan barat-timur daerah studi, menempati 16,80 %, dengan penyebaran antara lain di sekitar wilayah timur G. Karang dan wilayah barat G. Endut serta bukit-bukit intrusi seperti G. Dago, bukit 354, dan G. Putri, umumnya memiliki kemiringan lereng 14 40%, dengan ketinggian berkisar antara 195 1225 m di atas permukaan laut. Batuan penyusun utama pada satuan ini berupa batuan sedimen meliputi batupasir, batulempeng, batugamping, intrusi andesit, dan breksi tufa. d. Gunungapi Muda. Satuan ini terletak di bagian Selatan daerah studi, menempati 25,25 %, dengan penyebaran antara lain di sekitar G. Masigit, G. Salak, dan Cipanas, umumnya memiliki kemiringan lereng 15 % hingga lebih dari 70 %, dengan ketinggian berkisar antara 1225 2500 m di atas permukaan laut. Batuan penyusun pada satuan ini umumnya berupa endapan vulkanik gunungapi, breksi, lava, dan lahar.

Investigasi Dampak Kenaikan Air Laut di Kota Jakarta

halaman - 309

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

Investigasi Dampak Kenaikan Air Laut di Kota Jakarta

halaman - 309

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

Wilayah Pantai Utara (Pantura) Jakarta berada pada satuan geomorfologi dataran aluvial. Bentuk wilayah pantai seperti yang terlihat saat ini merupakan hasil keseimbangan dinamis antara unsurunsur proses yang bersumber darat, laut, dan udara. Kondisi alam wilayah pantai terdiri dari beberapa tipe ekosistem yang memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain dan umumnya sangat peka terhadap berbagai perubahan .Aspek fisik wilayah, organisme, dan aktifitas manusia akan saling berinteraksi sehingga dapat menimbulkan berbagai pengaruh, baik yang positif maupun negatif. Wilayah Pantura Jakarta terutama tersusun atas endapan aluvial lempung hingga lanauan, yang ebagian besar berupa lempung rawa yang banyak mengandung sisa-sisa tumbuhan, lembab, plastisitas rendah, dan kedap air. Ketebalan lapisan ini berkisar antara 1 hingga 5 m. Pada bagian bawah endapan ini terdapat lapisan pasir yang memiliki daya dukung relatif lebih baik. Ongkosono (1981) melaporkan bahwa bentang alam pantai jakarta sekarang ini lebih didominasi oleh perubahan yang disebabkan oleh aktivitas manusia, perubahan-perubahan yang terjadi dapat berakibat positif maupun negatif terhadap lingkungan sekitarnya. Berdasarkan pada morfologi, Ongkosono, menggolongkan pantai Jakarta dalam 3 tipe pantai, yaitu : a. Pantai landai, terdapat di Muara Angke dan kamal. Pantai ini masih tertutup oleh vegetasi, sehingga proses pengendapan sedimen dapat berlangsung dengan sempurna. b. Pantai miring, terdapat di sekitar Ancol, Pluit, Muara Karang, pantai ini terbentuk akibat habisnya hutan pantai, sehingga pantai memperoleh pengaruh langsung dari gelombang laut. c. Pantai terjal, terdapat di Kali Baru, Cilincing, Marunda dan tepi barat Kali Blencong, terbentuk akibat pengerukan pasir dan lumpur di muka pantainya, menyebabkan pengikisan pantai menyusup relatif jauh ke arah darat. 3.2.2. Geologi 1. Geologi Daratan Berdasarkan Peta Geologi Lembar jakarta dan Kepulauan Seribu (Turkandi dkk, 1992), Lembar Bogor (Effendi dkk, 1986), Lembar Serang (Rusmana dkk, 1991) dan Lembar Karawang (Achdan dkk, 1992), batuan di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya digolongkan dalam 4 kelompok, yaitu : 2. Kelompok Batuan Sedimen Kelompok batuan ini meliputi : Formasi Rengganis (Tmrs), disusun oleh batupasir halus kasar konglomeratan dan batulempung. Formasi Klapanunggal (Tmk), disusun oleh batugamping koral, sisipan batugamping pasiran, napal, dan batupasir kuarsa glaukonitan.

Investigasi Dampak Kenaikan Air Laut di Kota Jakarta

halaman - 309

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

Formasi Jatiluhur (Tmj), disusun oleh napal dan batulempung dengan sisipan batupasir gampingan. Formasi Bojongmanik (Tmb), disusun oleh perselingan batupasir dan batulempung dengan sisipan batugamping, di sekitar Cilampea leuwiliang dijumpai adanya lensa batugamping.

Formasi Genteng (Tpg), disusun oleh tufa batuapung, batupasir, breksi andesit dan konglomerat dengan sisipan batulempung. Satuan Batugamping Koral (Q1), disusun oleh koloni koral, hancuran koral dan cangkang moluska, umumnya hanya terdapat di kepulauan Teluk Jakarta.

3. Kelompok Endapan Permukaan Kelompok batuan ini meliputi : Satuan Aluvial Tua (Qoa), disusun oleh batipasir konglomeratan dan batulanau, hanya terdapat di selatan Cikarang (Bekasi) sebagai endapan teras S. Cibeet dan Citarum. Satuan Kipas Aluvial Bogor (Qva), disusun oleh tufa halus berlapis, tufa pasiran berselingan dengan tufa konglomeratan, merupakan rombakan endapan volkanik G. Salak dan Pangrango. Satuan Endapan Pematang Pantai (Qbr), disusun oleh batupasir halus-kasar dengan cangkang moluska, terdapat menyebar di bagian Utara yang hampir sejajar garis pantai mulai tangerang hingga Bekasi. Satuan Aluvial (Qa), disusun oleh lempung-pasir, kerikil, kerakal, dan bongkah, fraksi kasar umumnya menempati alur-alur sungai (Selatan) sedangkan fraksi halus di daerah dataran Jakarta dengan tambahan adanya sisa-sisa tumbuhan pada kedalaman tertentu. e. Kelompok Batuan Gunungapi Kelompok batuan ini meliputi : Satuan tufa Banten (Qtvb), disusun oleh tufa, tufa batuapung, dan batupasir. Satuan Volkanik Tak Teruraikan (Qvu/b), disusun oleh breksi, lava yang bersifat andesit hingga basalt, dan intrusi andesit porfiritik dari G. Sudamanik (Barat Bogor). Satuan Volkanik G. Kencana (Qvk), disusun oleh breksi dengan bongkah andesit dan basalt. Satuan Volkanik G. Salak (Qvsb), disusun oleh lahar, breksi, dan tufa berbatu apung, fragmen bongkah umumnya bersifat andesit. Satuan Volkanik G. Salak (Qvsl), disusun oleh aliran lava bersifat andesit dan basalt.

Investigasi Dampak Kenaikan Air Laut di Kota Jakarta

halaman - 309

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

Satuan Volkanik G. Pangrango (Qvpo), disusun oleh lahar dan lava dengan mineral utama plagioklas dan mineral mafik. Satuan Volkanik G. Pangrango (Qvpy), disusun oleh lahar dengan bongkah bersifat andesit.

f.

Kelompok Batuan Intrusi. Satuan Intrusi (ba/a) disusun oleh batuan terobosan G. Dago (ba) bersifat basalt yang terkekarkan dan andesit porfiritik G. Pancar (a)

Peta Geologi Umum, Turkandi, 1992

3.2.3. Struktur Geologi Secara regional, struktur geologi yang berkembang memperlihatkan adanya 3 arah dominan yaitu arah barat laut Tenggara timur laut barat daya, dan barat - timur (Suwijanto, 1978). Sedangkan dari peta Geologi tampak bahwa struktur geologi yang berkembang berupa struktur patahan dan lipatan yang umumnya hanya berkembang baik pada batuan sedimen Tersier. Struktur lipatan berupa sinklin dan antiklin, berarah relatif barat timur, sedangkan struktur patahan berarah relatif utara selatan dan timur laut barat daya. Adanya struktur sesar di wilayah Jakarta juga diprediksi berdasarkan penafsiran landsat dan penampang seismik yaitu berupa sesar turun yang berarah barat timur dan timur laut barat daya. Struktur sesar mendatar memanjang melalui daerah Kebayoran hingga Petamburan pada bagian barat dan pada bagian timur terdiri atas tiga sistem sesar mendatar yaitu melalui daerah Pasar rebo Halim Perdana Kusumah- Klender, daerah Cijantung-Lubang Buaya, dan daerah Cibubur sebelah timur TMII. Struktur sesar turun Barat-Timur juga terdiri atas tiga sistim sesar yaitu sesar turun yang melalui daerah Lebak Bulus dengan blok bagian Utara bergerak relatif turun terhadap blok bagian selatan, melalui daerah Lenteng Agung dengan blok bagian utara

Investigasi Dampak Kenaikan Air Laut di Kota Jakarta

halaman - 309

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

yang juga bergerak relatif turun terhadap blok bagian selatan, dan sesar turun yang melalui daerah Pasar Rebo dengan blok bagian selatan bergerak relatif turun terhadap blok bagian utara. Sedangkan sesar turun yang berarah timur laut-barat daya melalui tenggara Cilangkap dan Cibubur dengan blok bagian barat laut bergerak relatif turun terhadap blok bagian tenggara. a. Geologi Pantai. Secara garis besar sebaran sedimen di perairan teluk Jakarta dapat dibagi menjadi 3 satuan endapan (PPGL, 1995) yaitu endapan lumpur dan endapan lumpur pasiran, serta endapan pasir lumpuran. 1) Endapan pasir Lumpuran Endapan pasir lumpuran didapatkan pada kedalaman lebih dari 15 meter dan umumnya terdiri dari material volkanik, berwarna abu-abu kehitaman hingga kehijauan, mengandung cangkang kerang dan terdapat hanya di daerah barat laut Teluk Jakarta. Besar butir umumnya berupa pasir berukuran sedang hingga halus. Pada beberapa tempat endapan ini mengandung campuran kerikil yang terdiri dari fragmen batulempung yang telah teroksidasi, konkresi besi maupun terdiri atas cangkang kerang. Endapan pasir yang mengandung kerikil dijumpai terutama di sekitar Pulau Lunang, P. Bokor, dan sebelah utara P. dapur. Material volkanik yang terdapat di dalam endapan ini ditafsirkan berasal dari pegunungan di sebelah selatan kota Jakarta atau diperkirakan merupakan hasil erupsi G. Krakatau. Jika dilihat berdasarkan lokasi endapan pasir tersebut yaitu di dekat muara S. Cisadane maka diduga sungai tersebutlah yang memiliki peranan penting dalam mekanisme pengendapan pasir ini. 2). Endapan Lumpur Pasiran Endapan ini dijumpai pada 4 lokasi di daerah Teluk Jakarta, terutama berdekatan dengan lokasi tanjung Priok. Endapan ini diduga merupakan endapan transisi antara endapan lumpur yang mendominasi perairan Teluk Jakarta dan endapan pasir lumpuran. Dengan mempertimbangkan lokasi keterdapatannya, endapan ini boleh jadi merupakan endapan lumpur yang terbentuk terlebih dahulu yang bercampur dengan unsur pasir yang berasal dari garis pantai atau bahkan mungkin berasal dari muara sungai di sekitarnya. Umumnya endapan ini terdapat pada kedalaman yang cukup dangkal yaitu kurang dari 5 m. 3). Endapan Lumpur Satuan endapan lumpur sangat mendiminasi dan tersebar hampir merata sepanjang garis pantai, yaitu menempati sekitar 80 % perairan Teluk Jakarta. Makin ke arah timur, endapan makin dominan dan diperkirakan bahwa muara S.Citarum merupakan sungai utama yang membawa material lumpur tersebut. Endapan lumpur ini umumnya ditandai dengan berubahnya warna air laut dari biru menjadi kecoklatan,

Investigasi Dampak Kenaikan Air Laut di Kota Jakarta

halaman - 309

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

dengan banyaknya kandungan sedimen suspensi yang belum terendapkan. Perubahan air laut ini terlihat lebih sering terjadi pada hulu S. Citarum dengan banyaknya kandungan lumpur pada aliran sungainya dan umumnya terendapkan di sekitar ujung Timur Teluk Jakarta. 3.2.4. Data Unsur Geologi Pantai/Laut Teluk Jakarta 3.2.4.1. Suhu Suhu musiman air di daerah Teluk Jakarta seperti tabel berikut ;
TABEL. 5. KISARAN SUHU MUSIMAN AIR TELUK JAKARTA DAN KEPULAUAN SERIBU SUHU C TELUK JAKARTA KEPULAUAN SERIBU MUSIM KISARAN RATA-RATA PERMUKAAN DASAR Barat 25,5 29,0 28,0 28,2 28,8 28,1 28,6 Peralihan I 29,1 30,6 29,8 29,0 30,2 28,4 29,6 Timur 28,7 30,2 29,3 28,1 28,6 28,1 28,6 Peralihan II 29,4 30,4 29,6 29,1 29,4 29,1 29,3 Sumber : Draft Laporan ANDAL Regional Reklamasi Pantura Jakarta, LPM ITB, 1999

3.2.4.2. Salinitas Salinitas perairan laut dan muara-muara sungai di Teluk Jakarta disajikan dalam tabel berikut;
TABEL 5. RATA-RATA SALINITAS (PERMIL) TELUK JAKARTA, 1996 BULAN JAN. 96 MARET. 96 SEPT. 96 Permukaan laut 29,02 26,90 30,65 Dasar laut 31,51 31,58 32,20 Sumber : Draft Laporan ANDAL Regional Reklamasi Pantura Jakarta, LPM ITB, 1999 KPPL, 1996. LOKASI DES. 96 30,63 32,53

3.2.4.3. Pasang Surut. Keadaan pasang surut yang terjadi di sekitar perairan Teluk Jakarta adalah diurnal, di sana terjadi satu kali pasang rendah dalam satu hari, untuk lebih jelasnya keadaan pasang surut di sekitar perairan teluk Jakarta dapat dilihat pada tabel berikut ;
TABEL 6 : KEADAAN PASANG SURUT DI PERAIRAN TELUK JAKARTA, 1993 BULAN JAN PEB MARET APRIL MEI JUNI JULI AGUST OKT Maksimum 147,0 144,0 136,0 155,0 154,0 145,0 160,0 147,0 136,0 Rata-rata 85,3 87,2 90,9 - 102,0 92,1 81,3 87,9 Minimum 36,0 40,0 42,0 40,0 40,0 28,0 38,0 32,0 27,0 Sumber : Draft Laporan ANDAL Regional Reklamasi Pantura Jakarta, LPM ITB, 1999 KEADAAN

3.2.4.4. Pola Arus Arus permukaan laut daerah Teluk Jakarta dipengaruhi musim maupun pulau-pulau di daerah teluk dan sekitarnya, disamping juga arus yang ditimbulkan oleh pasang surut. Kecepatan arus di daerah tersebut berkisar antara 0,25 0,38 m/dt selama terjadi Musim Barat, sedang selama musim Timur kecepatan arus berkisar 0,12 0,25 m/dt.

Investigasi Dampak Kenaikan Air Laut di Kota Jakarta

halaman - 309

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

Sedangkan selama musim peralihan, arah arus bervariasi, dengan kecepatan yang umumnya lemah. Sedang pola arus di Teluk Jakarta serta pesisirnya amat kompleks, tergantung kondisi lokal, di sini banyak terjadi proses atau campuran antara arus lepas pantai arus yang berasal dari sungai, arus balik dari pantai dan arus pasang surut. 3.2.4.5. Gelombang. Pada umumnya tinggi gelombang di Teluk Jakarta berkisar antara 0,1 1 m, dengan periode 1 sampai 8 detik, memiliki panjang gelombang 1 12 m. Penyebab gelombang tinggi umumnya adalah kekuatan angin, apabila angin bertiup kuat, maka tinggi gelombang juga bertambah.

II. LINGKUNGAN.

2.1. BANJIR/GENANGAN AIR Morfologi wilayah DKI Jakarta merupakan dataran rendah, yang di bagian utaranya berhubungan langsung dengan laut Jawa. Beberapa sungai utama mengalir melalui wilayah ini, sehingga secara alami mempunyai potensi untuk terjadinya banjir. Secara alami, faktor penyebab terjadinya banjir selain keadaan morfologinya yang berupa dataran rendah, juga disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di bagian belakangnya (hinterland), aliran permukaan (run off) yang besar, gradien sungai atau drainase yang sangat landai, pengaruh pasang surut, dan pendangkalan sungai disekitar muaranya. Penggunaan lahan yang kurang tepat di daerah belakang (hinterland) dapat memperbesar aliran permukaan yang membawa material rombakan, sehingga dalam kondisi tertentu akan terjadi proses sedimentasi di beberapa dasar sungai pada gradien sungai yang landai. Kemudian ditunjang dengan pembangunan fisik disekitar kawasan DKI Jakarta yang semakin pesat, sehingga lahan terbuka untuk resapan air hujan menjadi terbatas dansempit. Keadaan menyebabkan aliran permukaan menjadi bertambah besar, sehingga daya dukung aliran permukaan menjadi bertambah besar, sehingga daya dukung permukaan menjadi terbatas dan menyebabkan terjadinya banjir di beberapa tempat. Dapat didentifikasikan dari data yang ada bahwa sebagian besar banjir yang terjadi di wilayah DKI Jakarta meliputi wilayah Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Jakarta Pusat yang berhubungan dengan drainase, sedangkan terjadinya banjir di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan berhubungan dengan meluapnya air sungai. Dibeberapa muara sungai, meluapnya air sungai dipengaruhi oleh pasang air laut yang biasanya bertepatan dengan musim hujan antara bulan November-Desember (Ongkosono, 1981). Pada waktu itu kondisi air laut masuk ke arah daratan sampai beberapa kilometer, seperti yang terjadi di sekitar lokasi Gudang Sunda Kelapa dan Sungai Cideng, yang dipengaruhi air pasang hingga

Investigasi Dampak Kenaikan Air Laut di Kota Jakarta

halaman - 309

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

sejauh 3,22 km ke arah darat, sedangkan saluran dari kali Ciliwung-Gunungsari dan seluruh sungai yang menuju waduk Pluit tidak terpengaruh oleh air pasang surut. 2.2. SEDIMENTASI Berdasarkan pengamatan foto udara Pantura Jakarta tahun 1990 dan tahun 1994, dapat diketahui bahwa sungai atau saluran yang dominan memberikan kontribusi sedimen ke pantai utara DKI adalah sebagai berikut Cengkareng Drain Kali Angke Kali Sunter (masuk ke kolam Pelabuhan Tanjung Priok) Cakung Drain Kali Blencong Kali tawar

Dari sungai atau saluran di atas, berdasarkan pengamatan foto udara, sungai/saluran yang paling banyak memberikankontribusi sedimen ke panyai utara DKI Jakarta adalah Cengkareng Drain. Laporan Bapedalda DKI Jakarta mengenai pemantauan pola sedimen transport air sungai menunjukan bahwa laju angkutan sedimen suspensi di muara Cengkareng Drain adalah sebesar 4,68 m3/hari. 2.3. ABRASI DAN AKRASI Dalam kurun waktu antara tahun 1918 hingga 1980 telah terjadi perubahan pantai Jakarta yang cukup nyata (Ongkosongo, 1981). Pengikisan pantai merupakan perubahan bersifat negatif, berarti ada pengurangan\pemunduran pantai.. Kondisi teluk Jakarta mengalami perubahan garis pantai dengan laju mencapai 12,31m\tahun kearah laut. Pantai sebelah timur mengalami pengikisan pantai meliputi daerah Binaria, Sanggar, Bahari, dan Cilincing, dengan laju pengikisan di setiap tempat tidak sama berkisar antara 0,15 m hingga 1,69 m setahun (Dir. GTL, 1994). Beberapa faktor penyebab abrasi pantai antara lain, yaitu : Pencemaran air laut oleh genangan minyak dan limbah industri. Penggalian pasir pantai, sehingga mengakibatkan pengikisan pantai. Penggundulan hutan bakau yang mengakibatkan arus dan gelombang laut lebih aktif menggerus pantai, seperti misalnya di Kalibaru. Pembangunan tanggul pantai dan penimbunan pantai secara setempat dapat merubah pola arus. Pergerakan sedimen sehingga menimbulkan abrasi pantai lainnya.

Investigasi Dampak Kenaikan Air Laut di Kota Jakarta

halaman - 309

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

Pengikisan di sepanjang Teluk Jakarta tidak sama satu tempat dengan tempat lainnya. Hal ini disebabkan oleh faktor setempat, diantaranya akibat sedimentasi di muara sungai dan berbagai bentuk bangunan fisik yang pembangunannya tidak memperhatikan tingkah laku arus di sepenjang pantai TelukJakarta. Di samping data tersebut di atas, perubahan garis pantai juga diamati berdasarkan serial foto udara Pantai Utara Jakarta yang diperoleh dari DPPT DKI Jakarta dari tahun 1972 s.d 1994. Skala foto udara yang digunakan adalah skala 1 : 5000 dan skala 1 : 15000. Dari pengamatan serial foto udara dapat diketahui bahwa perubahan pantai yang dominan di Pantura Jakarta sejak tahun 1972 s.d 1994, meliputi : Akresi di sekitar muara Cengkareng Drain yang berasal dari sedimen Cengkareng Drain, Akresi di sekitar muara Kali Angke yang berasal dari sedimen Kali Angke, Penimbunan pantai oleh reklamasi Pantai Mutiara Pembuatan bangunan pantai seperti groin, revetment di Pantai Ancol Pembuatan Jetty di daerah Pantai Indah Kapuk, Muara Karang dan Muara Tawar Erosi pantai di daerah Cilincing/Marunda

Dengan adanya reklamasi Pantura Jakarta, akan menyebabkan majunya garis pantai sehingga kemiringan dasar (slope) pantai akan semakin curam serta akan relatif meluruskan garis pantai Teluk Jakarta yang semulaberupa cekungan. 2.4. PEROSOKAN TANAH. Di daerah DKI Jakarta perosokan/penurunan tanah dapat terjadi pada tanah yang mempunyai komporesibilitas tinggi. Masalah ini sering terjadi akibat sifat material alluvium yang belum terkonsolidasi dengan baik, sehingga pendirian bangunan di atasnya akan menyebabkan perosokan tanah apabila tidak memperhitungkan daya dukung tanah tersebut. Perosokan umumnya terjadi di daerah bekas rawa yang mempunyai material berbutir halus dan lunak, seperti lampung organik, lanau, dan lempung. Di daerah penyelidikan kemungkinan besar terjadi perosokan tanah berada pada satuan lempung lanauan-lempung organik dan satuan lempung pasiran-lanau lempungan.

Investigasi Dampak Kenaikan Air Laut di Kota Jakarta

halaman - 309

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

III. KAWASAN

3.1. KAWASAN OBSERVASI

Analisa dilakukan berdasarkan data peta, dengan criteria homogenitas, dimana di kawasan Kecamatan terdapat beragam tipologi fungsi (perumahan, pertanian, industri, pergudangan, pelabuhan), jenis hunian beragam (rumah susun, rumah tunggal, bertingkat bahkan terdapat kelompok nelayan pendatang dari bugis yang tinggal di perahu). Dari analisa berdasarkan peta dari kota Jakarta Utara, ditetapkan kecamatan Cilincing sebagai kawasan observasi.

Investigasi Dampak Kenaikan Air Laut di Kota Jakarta

halaman - 309

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

3.1.1. Tipologi Kawasan Tipologi kawasan dalam hal ini adalah penggolongan satuan satuan kawasan menurut jenis tipe tertentu dalam suatu wilayah kecamatan, dimana satuan kawasan tersebut merupakan satu manajemen kawasan terpadu yang melibatkan banyak sector atau komponen penting yang beroperasi dalam kawasan tersebut (integrated management area), dimana criteria

Investigasi Dampak Kenaikan Air Laut di Kota Jakarta

halaman - 309

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

penggolongan dikelompokkan ke dalam criteria kawasan mantap, kawasan peralihan menuju mantap, kawasan peralihan menuju Dinamis dan kawasan dinamis.
TIPOLOGI KAWASAN KECAMATAN CILINCING. NO. KELURAHAN LOKASI KAWASAN CIRI DOMINAN Industri konveksi, elektronik, alat berat, rotan dan pergudangan Kawasan perumahan teratur, fasos/fasum baik, sanitasi baik Kondisi perumahan teratur, fasos/fasum baik, sanitasi baik Banyak tanah kosong Kawasan perumahan padat, industri (sepeda), perbengkelan Banyak tanah kosong Kawasan Perumahan dengan kepadatan tinggi, rawan banjir, lalu lintas macet, sanitasi buruk, fasos/fasum kurang Perumahan dengan kepadatan sedang, sanitasi baik, infrastruktur baik, tidak banjir. Kawasan kantor dan pergudangan, sarana prasarana bagus, tidak banjir Areal pertanian (sawah) Permukiman (kampung), sanitasi buruk, sarana transportasi kurang Banyak lahan kosong, areal pertanian, dipo container Perumahan teratur Kepadatan sedang, sanitasi baik, infrastruktur baik, fasos/fasum cukup Banyak lahan kosong, areal pertanian, Dipo container Banyak lahan kosong Banyak lahan kosong Banyak lahan kosong, rawan banjir Banyak lahan kosong, perumahan Nelayan, situs budaya (si Pitung) Banyak lahan kosong, rawan banjir Kawasan pemakaman Kawasan Industri (perkayuan, high tech), Dipo container Banyak lahan kosong, banyak perumahan liar, fasos/fasum kurang, sanitasi buruk, air bersih kurang. Banyak lahan kosong, rawan banjir, pertanian (sawah) Kawasan perumahan dengan kepadatan tinggi, lalu lintas macet, Mantap Peralihan menuju mantap Peralihan menuju dinamis Dinamis Peralihan menuju mantap Peralihan menuju dinamis TIPE KAWASAN

Kawasan Berikat Nusantara Kompleks Gading Griya Lestari Kawasan Kompleks Walikota dan Komp. Bea Cukai Sekitar Jl. Sukapura Barat 6 dan tepi kali Cakung 1. Sukapura Perumahan sekitar Jl Tipar Cakung Kawasan yg berbatasan dengan komp. Walikota dan komp. Bea cukai serta berbatasan dengan kali Cakung Kawasan PT Mugi, PT Multi Guna Agung Kawasan Real Estate Green Garden di kelurahan Rorotan, perbatasan dengan Kel. Sukapura Perbatasan dengan Kecamatan Cakung Berbatasan dengan Kab. Bekasi Berbatasan dengan Kab. Bekasi 2. Rorotan Tepi sisi Jl. Cacing Tepi sisi Jl Cacing berbatasan dengan Komp. Green Garden Berbatasan dengan Jl. Cacing dan Kel Cilincing dan Marunda, berbatasan dengan komp. Green garden, kawasan rorotan Mas Perbatasan dengan Kecamatan Cakung Perbatasan dengan Kab. Bekasi dan Kel Rorotan Perbatasan dengan Kec. Cilincing dan Pantai Utara Sebelah Utara Kel. Marunda berbatasan dengan pantai dan Kab. Bekasi Perbatasan dengan Kel. Rorotan dan Kel. Cilincing Kawasan Pemakaman Umum Semper Kawasan PPL Marunda Kawasan Rumah Susun Cilincing Perbatasan dgn Kel. Marunda dan Banjir Kanal, Perbatasan Cakung Drain, lahan PT Nusa Kirana Sekitar Jl. Cilincing Landak, Jl. Kesatriaan

Mantap

Peralihan menuju mantap

Mantap

Peralihan menuju mantap

Peralihan menuju dinamis Dinamis Mantap

3.

Marunda

4.

Cilincing

Investigasi Dampak Kenaikan Air Laut di Kota Jakarta

halaman - 309

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

sanitasi buruk, fasos/fasum kurang Kawasan Komp. Kebersihan & DPK Semper Baru, Komp Per Gran Angraini Semper Barat Jl. Kramat Jaya, Jl. Cilincing, Jl. Tugu Tepi Cakung Drain dan berbatasan dengan Kel. Cilincing Perbatasan Jl. Semper Barat, Jl. Cacing dan Tol Harbour Road Kawasan PT Bud Dharma, Kawasan PT Caravan Container Depot Peta Aneka Gas, PT Kokoh Senada 6. Semper Timur Perbatasan Jln. Cilincing Raya, Jl. Kabantenan dan Jl. Cacing terdapat komp AIRUD dan Kompl TNI AL Dewa Kembar Kawasan PT Polikonlindo Nusa, PT FMC Petroleum Indonesia, PT SPS Container Depot Kawasan PT. Sanggar Bahari, PT Bogasari, Depot Silo, Kompleks Pelita Bahari, PT. Sarfindo Sekitar Perbatasan Jl. Kalibaru Barat, Jl. Cilincing Raya, sampai Cakung Drain Kawasan industri kimia, Dipo container, lokasi parker truk, pergudangan Kawasan perumahan dengan kepadatan tinggi, rawan banjir, fasos/fasum kurang, sanitasi buruk Banyak lahan kosong, sebagian kecil kawasan perumahan dengan kepadatan tinggi pada bagian selatan, rawan banjir Kawasan industri kimia, dipo container, lokasi parker truk, pergudangan Kawasan industri (baja, battery dsb) sanitasi buruk, dipo container, lahan kosong, perumahan liar, rawan banjir Kawasan industri (baja, battery dsb) sanitasi buruk, dipo container, lahan kosong, perumahan liar, rawan banjir Kawasan perumahan dengan kepadatan tinggi, rawan banjir, lalu lintas macet, fasos/fasum kurang, sanitasi buruk Banyak lahan kosong, Dipo container sebagian perumahan kumuh, industri (seng, drum, pengolahan minyak) rawan banjir, sanitasi buruk Merpakan kawasan industri, kondisi air cukup Kawasan perumahan dengan kepadatan tinggi, rawan banjir, fasos/fasum kurang, sanitasi buruk Mantap

5.

Peralihan menuju mantap

Dinamis

Mantap

Peralihan menuju dinamis Dinamis

Mantap Peralihan menuju mantap

7.

Kalibaru

Sumber : Rencana RT/RW Kecamatan Cilincing Keterangan : Kawasan rawan banjir Cilincing

berada disekitar kelurahan

Berdasarkan tipologi tersebut diatas, ditetapkan kawasan kelurahan Cilincing sebagai kasus karena merupakan kawasan rawan banjir, walaupun dalam kenyataan saat ini, telah banyak upaya teknologi dilakukan untuk mengatasi banjir. Kawasan yang menjadi lokasi observasi adalah kelurahan Cilincing, ditetapkan berdasarkan criteria kawasan rawan banjir. 3.1.2. Prasarana yang ada a. Jalan lingkungan b. Jaringan listrik c. Air bersih d. Drainase e. Mck

Investigasi Dampak Kenaikan Air Laut di Kota Jakarta

halaman - 309

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

3.2. TIPE-TIPE ADAPTASI TERHADAP KENAIKAN MUKA AIR LAUT Adaptasi terhadap naiknya muka air laut telah diantisipasi oleh masyarakat maupun pemerintah. Antisipasi pemerintah sebagai suatu bentuk adaptasi terhadap naiknya muka air laut dikukuhkan melalui Kepres No.5 tahun 1995 dan Perda No. 6/1999 yaitu dengan penanganan melalui reklamasi pantai. 3.2.1. Kemampuan Adaptasi Fisik oleh masyarakat Kemampuan adaptasi fisik oleh masyarakat di kawasan ini adalah dengan adanya pembangunan rumah-rumah sedikit banyak sudah mengantisipasi kemungkinan banjir karena dari sejak awal mereka sudah menyadari bahwa kawasan ini mudah digenangi air. Bentuk bangunan rumah tinggal terbagi menjadi 3 jenis yaitu bangunan permanen, semi permanen dan sementara. Berdasarkan data tahun 1999 terdapat kenaikkan jumlah rumah permanen menjadi 11.467, sedangkan jumlah rumah sementara turun dari 8.157 berkurang sebanyak 347 bangunan dan rumah semi permanen berkurang sebanyak 512 bangunan. Kondisi ini disebabkan karena adaptasi penduduk dengan lingkungan relatif baik dan mereka berupaya menata lingkungannya dengan cara melakukan reklamasi pantai. Walaupun demikian proses penyesuaian dengan lingkungan fisik tetap tergantung pada kondisi perekonomian mereka karena tidak semua pemilik rumah mampu meninggikan lantai bangunan atau membuat tanggul untuk menghalangi limpahan banjir. Sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh penduduk Cilincing, rata rata berpenghasilan antara Rp 100.000 Rp 400.000,- dengan jumlah pengeluaran yang relatif besar untuk barang-barang konsumsi dengan kisaran antara 60% sampai 90% sedangkan untuk pendidikan hanya dianggarkan antara 10% sampai 30% dari penghasilan dan kurang dari 10% dianggarkan untuk kesehatan. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari dipenuhi melalui pasar terdekat. 3.2.2. Kemampuan adaptasi non-fisik. Masyarakat sudah mampu mengadaptasi lingkungan terutama untuk para nelayan, walaupun secara umum mereka sudah menerima risiko yang berkaitan dengan kegiatan hidup mereka, termasuk kehidupan sebagai nelayan. Masyarakat Cilincing menyadari risiko tinggal dikawasan pantai dengan pasang surut yang realtif tinggi, mereka menjalani semua risiko pekerjaan dan dianggap bukan rintangan lagi untuk melakukan aktivitas. Kegiatan semua strata dikalangan penduduk ini sudah mulai diperkenalkan dari sejak masa kanak-kanak sampai dewasa bahkan sampai dianggap tidak mampu untuk melaut kembali. Berbagai jenis mata pencaharian dilakukan sesuai dengan kondisi lingkungan, umumnya berkaitan erat dengan perikanan dan budidaya kerang hijau karena hanya kemampuan ini yang dirasakan sesuai dan dapat mereka lakukan. Pekerjaan lain yang dilakukan menjadi buruh, berdagang, bekerja di industri. Secara

Investigasi Dampak Kenaikan Air Laut di Kota Jakarta

halaman - 309

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

perekonomian mereka mampu menyesuaikan diri tetapi sebenarnya secara perilaku terhadap lingkungan, kesadaran pemeliharaan lingkungan relatif sedikit. Penduduk Cilincing memiliki rata-rata 5 anggota dalam satu keluarga dengan lokasi kerja masih dalam lingkungan Kecamatan, baik itu pekerjaan yang dilakukan oleh Kelapa Keluarga maupun oleh anggota keluarga yang lain. 3.2.3. Penanganan reklamasi, adaptasi yang dilakukan oleh pemerintah Adaptasi dalam skala besar untuk mengatasi kenaikan muka air laut dilakukan dengan penanganan reklamasi yang diperkuat melalui ketentuan kepres sebagai berikuat. Kepres no 52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantura Jakarta, dan Perda no 8 tahun 1995, perihal yang sama, maka melalui Kep. Gubernur DKI Jakarta no. 982 tahun 1995 dibentuk Badan Pelaksana Reklamasi (BPR) Pantura Jakarta. Pelaksanaan Reklamasi Pantura (Proyek Pantura) bertujuan antara lain untuk mengalihkan arah perkembangan kota Jakarta yang pada saat ini condong ke selatan. Pelaksanaan reklamasi yang pada akhirnya merupakan pengembangan kota pantai adalah batu-sendi bagi modernisasi dari Jakarta sebagai kota metropolitan, sambil membantu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi Jakarta saat ini seperti banjir, drainase, transportasi dan meningkatnya permintaan akan perumahan dan fasilitas lainnya. Dengan latar belakng ini, maka pengembangan berbagai sektor dan unsur proyek Pantura harus diarahkan dan diselaraskan sebagai bagian terpadu dari Kota Jakarta secara keseluruhan. Wilayah proyek Pantura memiliki garis pantai kurang lebih 32 km, sepanjang pantai dari batas Barat hingga batas Timur wilayah DKI. Lebar daerah reklamasi menjangkau dari garis pantai yang ada sekarang hingga garis kedalaman laut 8,00 m yang berjarak antara 1 s.d 2,0 Km dari garis pantai. Luas daerah reklamasi seluruhnya kurang lebih 2700 Ha. Wilayah proyek Pantura dibagi dalam 3 seksi, yaitu ; 1) Seksi Barat, termasuk daerah proyek Pantai Mutiara dan proyek Pantai Hijau di daerah Pluit serta wilayah Pelabuhan Perikanan Muara Angke dan daerah proyek Pantai Indah kapuk dimana yang merupakan daerah reklamasi adalah daerah laut seluas kira-kira 1000 ha (kira-kira 6,5 km x 1,5 km) 2) Seksi Tengah, meliputi wilayah Muara Baru dan wilayah Sunda Kelapa, begitu pula daerah Kota, Ancol Barat dan Ancol Timur hingga pada batas daerah Pelabuhan Tanjung Priok, dimana yang merupakan daerah reklamasi adalah daerah laut seluas kira-kira 1400 ha (kira-kira 8 km x 1,7 km) 3) Seksi Timur, yang meliputi wilayah Pelabuhan Tanjung Priok ke Timur termasuk daerah Marunda dengan luas daerah laut yang akan direklamasi kurang lebih 300 ha (kira-kira 3 km x 1 km).

Investigasi Dampak Kenaikan Air Laut di Kota Jakarta

halaman - 309

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

Bagian di daratan meliputi daerah-daerah administratif Kecamatan Penjaringan, Taman Sari, Pademangan, Tanjung Priok, Koja dan Kec Cilincing.

PETA RENCANA REKLAMASI PANTAI UTARA JAKARTA (Sumber BP Pantura)

Pokok-pokok permasalahan yang harus diperhatikan didalam pengusulan proyek pantura kepada Badan pelaksana antara lain, Banjir; pengaruh banjir pada daerah yang ada dan daratan disebelah hulu. Saluran; pada daerah reklamasi dan yang berhubungan dengan hidrolik daerah yang telah ada. Elevasi; syarat untuk menjamin keamanan terhadap banjir, menjamin saluran yang baik, memperhatikan subsidence, memperhatikan kenaikan muka air laut (Sea Level Rise/SLR), elevasi tanah pada tahap penyelesaian, elevasi formasi (elevasi reklamasi) Reklamasi; Garis besar dari metode yang akan digunakan, sumber dari bahan timbunan, kualitas bahan, bahan lainnya untuk perbaikan tanah, persyaratan untuk penyerahan. Perlindungan pantai; konstruksi breakwater, tanggul laut dan turap, elevasi puncak, jenis armour dan kaki konstruksi. Gelombang limpasan baik untuk periode jangka pendek dan jangka panjang, pasang, stabilitas dan gempa. Masalah lingkungan, kualitas air, penurunan muka air tanah, kerusakan bakau, kerusakan karang lepas pantai, dan pulau-pulau. Dalam pelaksanaan reklamasi, maka pemerintah mengharapkan keikut sertaan masyarakat, dalam hal ini investor. Untuk itu kepada mereka yang ingin turut melaksanakan reklamasi, diberikan suatu pedoman untuk perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan reklamasi untuk proyek pantura, agar dapat searah dan sesuai dengan maksud dan tujuan semula.

Investigasi Dampak Kenaikan Air Laut di Kota Jakarta

halaman - 309

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

IV. LINGKUNGAN

4.1. KAWASAN KECAMATAN CILINCING Kecamatan Cilincing merupakan salah satu kecamatan di wilayah Kotamadya Jakarta Utara. Sesuai dengan SK Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor : 1251 tahun

1986, luas wilayah kecamatan keseluruhan 42,54 Km2 terdiri dari 74 RW dan 837 RT dengan 7 kelurahan. Kelurahan Semper Timur dan Semper Barat merupakan hasil pemekaran dari kelurahan Semper, rincian sebagai berikut :
TABEL 7 : PEMBAGIAN KELURAHAN DI KECAMATAN CILINCING NO 1 2 3 4 5 6 7 KELURAHAN Sukapura Rorotan Marunda Cilincing Semper Timur Semper Barat Kali Baru LUAS 5,61 10,64 7,92 8,31 3,16 4,44 2,47 42,54 RW 10 9 4 10 9 17 15 74 RT 94 92 42 117 94 236 162 837 KK 6315 4309 2852 8827 6784 12410 9997 51314 POPULASI 25.016 19.025 11.698 31.330 27.691 61.033 47.477 223.470

4.2. JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN USIA


RW 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 LUAS RT 14 15 15 11 14 11 6 11 10 10 KK 109 4 119 9 126 5 939 106 4 101 9 667 707 785 504 924 3 PRIA 1711 1812 2234 1520 2049 1945 1329 1559 1224 700 WANITA 1645 1742 2140 1444 1976 1867 1267 1949 1163 672 JUMLAH 3356 4553 4374 2964 4025 3812 2596 3053 2387 1372

11 7

1608 3

15410

31493

4.3. POLA PENGELOMPOKKAN BANGUNAN


TABEL 8. TEMPAT TINGGAL Darat V LOKASI Laut Apung v BENTUK Panggung Tingkat v v STRUKTUR BANGUNAN Beton Baja Kayu v v KONSTRUKSI BANGUNAN Permanen Semi Non perm v perm v v

Investigasi Dampak Kenaikan Air Laut di Kota Jakarta

halaman - 309

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

4.4. JENIS BANGUNAN :


DARAT v LOKASI LAUT APUNG BENTUK PANGGUNG TKT v STRUKTUR BANGUNAN BETON BAJA KAYU v v v KONSTRUKSI BANGUNAN PERMANEN SEMI NON PERM PERM V v v

4.5. KONDISI LINGKUNGAN KECAMATAN CILINCING Batas wilayah Kecamatan Cilincing adalah sebagai berikut : Utara dengan batas pada 60,6 LS dan 106,2 BT dan berbatasan dengan Laut Jawa Timur berbatasan dengan Kecamatan Teruna Jaya Kabupaten Bekasi Barat berbatasan dengan Kelurahan Lagoa, Tugu Utara dan Tugu Selatan dan Kecamatan Koja Selatan berbatasan dengan Kelurahan Kelapa Gading Timur dan Kecamatan kelapa Gading Kondisi geografis Kecamatan Cilincing rata-rata 50 cm diatas permukaan laut, semua adalah tanah empang atau rawa yang cukup dalam. Perubahan yang terjadi di kawasan ini karena adanya pengurugan untuk permukiman penduduk, pembangunan sarana umum, sarana sosial dan sebagainya sehingga kawasan ini menjadi tertata, tetapi dampak lain yang ditimbulkan yaitu banjir yang sering terjadi karena hujan yang terus menerus dan air pasang naik terlebih karena kurangnya daerah resapan air atau hilangnya empang-empang / rawa sebagai tempat penampungan air. Sebagian besar kawasan merupakan daerah panas, dipengaruhi oleh iklim laut tropis. Suhu udara rata-rata maksimum 30o C dan minimum 20oC 4.6. KONDISI FISIK TATA GUNA LAHAN, SARANA DAN PRASARANA Luas lahan 42,54 Km 2 berdasarkan data tahun 1999 penggunaan lahan sebagai berikut :
NO 1 1 2 3 4 5 6 7 KELURAHAN 2 Sukapura Rorotan Marunda Cilincing Semper Timur Semper Barat Kali Baru RUMAH 3 39,25 37,59 21,03 40,51 53,83 27,65 21,41 34,47 INDUSTRI 4 26,73 4,69 10,03 34,12 32,62 22,92 58,15 27,18 KANTOR 5 3,81 0,01 1,12 0,05 8,03 7,23 13,04 4,76 TAMAN 6 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LAHAN TIDUR 7 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LAINNYA 8 30,21 57,71 67,82 25,32 5,52 41,20 7,40 33,60 JUMLAH 9 100 100 100 100 100 100 100 100

Status tanah di Cilincing 64,86% tanpa sertifikat , 9,05% Hak Pakai , 11,26% HGB dan Hak Milik hanya 14,83%

Investigasi Dampak Kenaikan Air Laut di Kota Jakarta

halaman - 309

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

4.7. KONDISI BANGUNAN


RUMAH NO 1 2 3 4 5 6 7 KELURAHAN Sukapura Rorotan Marunda Cilincing Semper Timur Semper Barat Kali Baru PERMANEN 39,25 37,59 21,03 40,51 53,83 27,65 21,41 34,47 SEMI 26,73 4,69 10,03 34,12 32,62 22,92 58,15 27,18 SEMENTARA 3,81 0,01 1,12 0,05 8,03 7,23 13,04 4,76 SUSUN 62 0,00 0,00 138 0,00 0,00 0,00 200 BANTARAN SUNGAI 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 351 0,00 REL KA 0 0 0 0 0 0 197 33,60

4.5. SARANA PRASARANA Sarana prasarana di kecamatan Cilincing, secara umum masih belum tersedia secara lengkap.

Sarana terdapat di kecamatan Cilincing : Mushola, rumah sakit dan pusat perbelanjaan. 4.5.1. Kondisi sarana dan prasarana
NO 1 2 3 4 5 6 7 KELURAHAN Sukapura Rorotan Marunda Cilincing Semper Timur Semper Barat RS 1 0 0 0 0 0 0 BERSALIN 3 0 0 0 10 0 0 KESEHATAN POLI BKIA PUSKESMAS 11 0 0 1 3 0 0 0 0 0 0 2 4 1 4 7 0 3 6 0 1 APOTIK 1 0 0 1 0 2 0

yang

Investigasi Dampak Kenaikan Air Laut di Kota Jakarta

halaman - 309

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

Kali Baru 1 13 29 4 10 4

4.5.2. Kondisi sarana sosial


NO 1 1 2 3 4 5 6 7 KELURAHAN 2 Sukapura Rorotan Marunda Cilincing Semper Timur Semperbarat Kali Baru MESJID 3 10 14 7 11 12 21 19 94 TEMPAT IBADAH LANGGAR GEREJA 4 5 30 2 25 0 12 0 16 4 23 2 43 9 54 2 203 19 PURA 6 0 0 0 0 0 1 0 1 KUIL 7 0 0 0 1 0 0 0 1

4.5.3. Kondisi sarana olahraga


NO 1 1 2 3 4 5 6 7 KELURAHAN 2 Sukapura Rorotan Marunda Cilincing Semper Timur Semper Barat Kali Baru SEPAKBOLA 3 7 1 1 1 1 2 1 14 LAPANGAN BL. TANGKIS VOLLEY 4 5 4 9 10 4 4 3 10 5 12 11 4 8 2 2 46 42 LAINNYA 6 3 0 0 0 1 4 2 10 KOLAM RENANG 7 0 0 0 0 0 0 0 0

4.5.4. Kondisi sarana pendidikan


NO 1 1 2 3 4 5 6 7 KELURAHAN 2 Sukapura Rorotan Marunda Cilincing Semper Timur Semper Barat Kali Baru TK 3 5 5 1 7 7 10 7 42 UMUM SD SLP 4 5 6/2 0/6 2/4 1/6 1/3 2/2 12/3 4/3 7/7 0/3 15/9 1/7 18/9 1/4 61/37 9/31 SLA 6 2/2 2/1 1/5 3/3 0/0 10/15

4.5.5. Kondisi sarana dan prasarana


NO 1 2 3 4 5 6 7 KELURAHAN Sukapura Rorotan Marunda Cilincing Semper Timur Semper Barat Kali Baru LIMBAH MCK SALURAN UMUM LIMBAH RT 11 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 11 7 AIR BERSIH PAM 3.107 0 0 2.532 1.362 5.146 2.014 14.161 BELI PAM 3.028 4.309 2.852 6.295 5.422 7.264 7.983 37.153 SUMUR 1 1 1 1 1 1 1 7

Investigasi Dampak Kenaikan Air Laut di Kota Jakarta

halaman - 309

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

4.6. KONDISI KESEHATAN LINGKUNGAN Lingkungan mereka terlihat tidak terpelihara, menunjukkan rendahnya kesadaran mereka memelihara kualitas. Sungai-sungai dan saluran pembuangan yang terdapat dilingkungan digunakan sebagai tempat pembuangan sampah dan WC penduduk, sehingga air menjadi berwarna hitam dan tidak bergerak selain mengganggu keindahan lingkungan Pola penyakit yang diderita umumnya berupa infeksi saluran pernafasan , diare , penyakit kulit infeksi dan alergi, bronkhitis dengan penanganan melalui pengobatan di Pusat Kesehatan Masyarakat. Pengadaan sarana kesehatan diarahkan pada pelayanan mudah, merata dan murah kepada masyarakat dengan bentuk pelayanan meliputi rumah sakit, rumah bersalin, poliklinik, BKIA, Puskesmas, Pos KB dan Posyandu. Jenis penyakit yang pernah berjangkit adalah penyakit kolera, campak dan penyakit lain yang disebabkan oleh kuman air atau kurang baiknya sanitasi lingkungan sehingga sejak tahun 1999 pemerintah giat melakukan pencegahan penyakit campak, BCG, Kolera, penyakit karena nyamuk, tetanus, polio juga penerangan tentang Keluarga Berencana dan sebagainya.

VI. PARIWISATA Sampai saat ini sudah diupayakan perbaikan-perbaikan yang berkaitan dengan tujuan wisata , beberapa wilayah ditata untuk dijadikan obyek wisata antara lain berupa penataan kawasan bahari meliputi pelestarian kawasan pelabuhan lama , kompleks rumah tradisional , lokasi pembakaran jenazah di Cilincing yang menjadi kawasan wsata religi, peningkatan potensi wisata dengna objek peninggalan sejarah.

VII. TIPE BANGUNAN PERKOTAAN Kelurahan Cilincing memiliki luas 881,225 Ha tetapi hanya 29,537 Ha yang dihuni sedangkan kawasan lainnya terbagi menjadi kawasan industri, fasilits umum, jalan, sungai, saluran dan lainnya. Batas kawasan kelurahan yaitu : Utara berbatasan dengan Kali Banglio-Laut Jawa Selatan berbatasan dengan Kali Gubug Genteng, Jalan Raya Barat berbatasan dengan Jalan Baru, Jalan Pedongkelan, Saluran Kali Dadap Timur berbatasan dengan Patok Pilar Tapal Batas, Kali Blencong dan Jalan KBN

Investigasi Dampak Kenaikan Air Laut di Kota Jakarta

halaman - 309

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

Investigasi Dampak Kenaikan Air Laut di Kota Jakarta

halaman - 309

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

NELAYAN, PENDUDUK PENDATANG, TINGGAL DI ATAS PERAHU, MEMENUHI CAKUNG DRAIN.

RUMAH SUSUN CILINCING

PANTAI TELUK JAKARTA, DENGAN LIMBAH / SAMPAH

PENUH

LORONG DENGAN PERKERASAN, SELEBAR 2.00M

Perumahan liar disekitar Cakung drain, berfungsi sebagai penyedia kebutuhan bagi nelayan, seperti misalnya warung makan, took kelontong, tempat pelelangan ikan dan sebagainya.

Cakung drain digunakan sebagai tempat tinggal nelayan. Air sungai Kali Malang tampak menghitam dan tercemar oleh industri.

Adanya pelabuhan bongkar muat, mengakibatkan di kawasan ini terdapat gudang container.

Investigasi Dampak Kenaikan Air Laut di Kota Jakarta

halaman - 309

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

Pengelompokkan bangunan, pada umumnya tertata dengan grid system yang teratur. Bangunan sample diambil di RW 5.

Lokasi Rumah contoh

Investigasi Dampak Kenaikan Air Laut di Kota Jakarta

halaman - 309

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

Rumah contoh terletak di RW 05, merupakan rumah yang sering terkena banjir, walaupun tetangga di sekitarnya tidak mengalami kebanjiran. Hal ini disebabkan karena penduduk disekitar kawasan tersebut telah mengatasi banjir, dengan cara menaikkan tinggi lantai. Sebagian besar penduduk RW 5 telah mengantisipasi datangnya banjir pasang, hanya tinggal sekitar 5-10 keluarga yang belum mampu mengantisipasi hunian mereka terhadap datangnya banjir pasang. Pekerjaan utama penghuni rumah adalah berdagang. Rumah ini dihuni oleh 4 keluarga terdiri dari nenek, 4 orang ibu dan 12 cucu, sehingga berjumlah 17 orang. Ukuran lahan seluas 15M x 8 M dibangun pada tahun 1990. Ketidak mampuan meninggikan bangunan mengakibatkan setiap kali banjir rumahnya akan tergenang setinggi 30 cm. Upaya mengatasi banjir dilakukan dengan menimbun lantai belakang dengan tanah brangkal yang diperoleh secara gratis dari tetangga tetangga yang sedang merenovasi / membangun rumah. Kondisi bangunan rumah tinggal sudah setengah rusak, terletak di darat, tidak bertingkat, dinding bangunan bata dan panel tripleks. Banjir yang disebabkan oleh pasang air laut merupakan hal yang rutin dan sudah mereka ketahui bila banjir akan tiba. Hal ini disebabkan karena salah satu keluarga mereka adalah nelayan, yang mengenal betul sifat sifat pasang laut. Pasang yang tertinggi biasanya akan menyebabkan banjir selama 2 malam. Air pasang setinggi 20 cm mulai dating sekitar pukul 11.00 malam dan surut pada pagi hari. Penyesuaian dilakukan terhadap perabot rumah tangga, yaitu dengan ketinggian tempat tidur dari lantai sekitar 50 cm, sehingga ketika air datang, mereka cukup naik keatas tempat tidur, dan meletakkan barang barang pada tempat tempat yang tinggi (meja).

Investigasi Dampak Kenaikan Air Laut di Kota Jakarta

halaman - 309

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

Investigasi Dampak Kenaikan Air Laut di Kota Jakarta

halaman - 309

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

VIII. KESIMPULAN Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulan bahwa pada dasarnya pengaruh kenaikan muka air laut, telah diantisipasi oleh pemerintah maupun oleh masyarakat. Namun demikian, masih sulit dideteksi apakah kerusakan yang terjadi pada kawasan maupun bangunan semata-mata disebabkan oleh kenaikan muka air laut atau oleh sebab sebab lain. Hal tersebut menjadikan suatu kesulitan dalam memilah milah mana kerusakan yang disebabkan oleh pasang laut maupun oleh factor lain. Dengan kondisi tersebut, maka korelasi antara ktnaikan tinggi muka air laut dengan besarnya kerugian harus diawali dengan pemilahan secara jelas, mana kerusakan akibat naiknya air laut, dan mana kerugian akibat hal lain. Tipe bangunan tepi laut, di perkotaat, ternyata tidak selalu berbentuk panggung. Bentuk panggung secara tradisional, ditemukan pada beragam lokasi, seperti di tepi laut, di daerah perbukitan. Munculnya bentuk bentuk rumah tradisional berbentuk panggung, secara umum merupakan antisipasi terhadap alam, baik di dataran tinggi maupun di perairan dan merupakan suatu bentuk permukiman yang tersebut merupakan antiisipasi terhadap alam. Penanganan bentuk inipun cenderung merupakan adaptasi yang dilakukan secara sendiri-sendiri. Bentuk penanganan yang cukup banyak ditemui di daerah tepi air, justru adalah dengan menaikkan lantai / tanah. Di era modern maka penanganan lebih bersifat menyeluruh atau dalam skala besar, misalnya dengan reklamasi sekaligus membangun tanggul yang akan mengantisipasi naiknya muka air laut.

IX. DAFTAR PUSTAKA. 1. BPS, Kecamatan Cilincing adalam angka, 1999 2. Pedoman untuk Perencanaan dalam pelaksanaan pekerjaan reklamasi untuk proyek Pantura (Jakarta kota Pantai) 3. Pemda Jakarta Utara, Rencana Rinci Tata Ruang wilayah Kecamatan Cilincing, tahun 2005. 4. Badan Pelaksana Reklamasi Pantura, Bidang Lingkungan Kelautan ITB, Analisis mengenai dampak Lingkungan regional reklamasi dan revitalisasi Pantura Jakarta, 2000 5. Badan pengelola kawasan wisata Bahari, Revitalisasi kawasan wisata bahari sunda kelapa, 1999. 6. Colin Rees, Buku Pedoman untuk pengembangan daerah perkotaan dan daerah pantai, 1992.

Investigasi Dampak Kenaikan Air Laut di Kota Jakarta

halaman - 309

You might also like