You are on page 1of 18

Judul Buku Penulis Buku Penerbit Cetakan Tebal

: Sepatu Dahlan : Khrisna Pabichara : Noura Books : Mei 2012 : 369 halaman

Hidup, bagi orang miskin, harus dijalani apa adanya. Begitu tulisan Dahlan Iskan di awal lembaran Sepatu Dahlan. Pengisahan di dalam buku ini terbagi menjadi 34 Bab. Diawali Prolog, lanjut Tanah Tebu, Muslihat Gagal, Masa orientasi, Batik Tegal Arum, Berhenti Merawat Luka, Riwayat Sumur Tua, Senyum Ibu, Lolos Tanpa Mantra, Gitar Kadir, Miskin Harta Kaya Iman, Sepeda Muryati, SuaraSuara Tak Terkatakan, Teguran Juragan Buah, Pemberontakan Para Domba, Ojo Kepingin Sugih, Kelapa Gading, Luka di Mata Zain, Logika Berdoa untuk Aisha, Kupatan, Jangan Terlalu Bahagia, Smash!, Si Kumbang dan Pesta Opor, Tragedi Sepatu Bekas, Patriot Sejati, Misteri Purwodadi, Kesaksian Kadir, Perseteruan Murid Zen, Geletar Asing di Jalan Takeran, Akhirnya Punya Sepatu, Di Bawah Rindang Trembesi, Surat Penting, Stasiun Madiun, dan yang terakhir Epilog. Pada intinya, kisah utamanya ialah kisah dalam prolog dan epilog. Sementara itu, bab-bab lainnya hanyalah pendukung kedua kisah tadi. Seluruh bab diramu dengan kepedihan yang sangat mendalam. Saya katakan mendalam sebab unsur kesedihannya muncul dari awal hingga akhir kisah. Kepedihan berawal sejak operasi liver hingga usai operasi liver tersebut. Bahkan, variasi kepedihannya, yang muncul di antara prolog dan epilog, yaitu keinginan sekolah, keinginan memiliki sepatu, permasalahan sepeda, olok-olokan yang diterima Dahlan, meninggalnya sang ibu, kepergian sang kakak, hingga keinginan kuliah di dalam kondisi ekonomi yang tidak mencukupi. Saya akan menceritakan secara ringkas dari apa yang telah saya baca dari novel inspirasi ini.

PROLOG 18 Jam Kematian Awal kisah saya menghadapi sebuah Prolog. Prolog yang menghimpun seluruh kisah, dan akhir kisah pun ditutup dengan sebuah epilog. Prologepilog di dalam Sepatu Dahlan ini menandakan bahwa ada kisah di dalam kisah. Dalam prolog dikisahkan bahwa seorang lelaki sedang mengalami sakit, liver. Sebuah penyakit yang membawanya ke dalam proses pencangkokan. Pada hari pencangkokan itulah, tokoh utamanya, Dahlan, tentunya yang dimaksudkan ialah Dahlan Iskan, merasa sesuatu romantisme kehidupan akibat nadur liver yang mengidap di tubuhnya. Ini adalah kutipan kata-kata Dahlan Iskan yang ia ucapkan sebelum menjalani operasi Sekarang, hari ini, di kamar operasi, segera kumasuki gerbang kelahiran baru, jauh dari tanah kelahiran pertama, Kebon Dalem. Dari bagian prolog ini saja sudah sangat menarik bagi saya untuk terus melanjutkan kisah apa yang akan terjadi selanjutnya. Dalam prolog ini yang sangat membuat saya tersentuh yaitu ketika Pak Dahlan Iskan akan menjalani sebuah operasi liver, yang kemungkinan akan berhasil atau tidaknya beliau pun tak tau. Dan juga ketika salah seorang sahabat beliau yang menderita sakit jantung mengirimkan pesan sebelum Pak Dahlan Iskan menjalani operasinya dengan katakatanya yang sangat menggugah hati saya Ya Allah, selamatkanlah nyawa rekan saya ini. Jika perlu, tukarlah dengan kematian saya Apa yang bisa dikatakan Pak Dahlan pada saat itu hanyalah berdoa kepada Tuhan Tuhan, terserah Engkau sajalah Doa yang beliau panjatkan begitu singkat dan pasrah, dimana mungkin saya tidak sanggup mengatakan hal seperti itu ketika menghadapi hal yang sama. Begitu beliau menghadapi operasi, banyak sekali dukungan yang didapat dari istri, anak, saudara dan sahabat-sahabat beliau yang senantiasa menemani disamping Pak Dahlan. Ketika sedang menjalani operasi, Pak Dahlan merasa doanya sedang dikabulkan oleh Tuhan, yaitu seakan-akan beliau berada dihalaman

rumahnya:masa lalu. Ini adalah awal kisah yang akan di bahas dalam cerita selanjutnya.

Dahlan ialah tokoh utama. Tokoh utama di sini adalah tokoh yang jadi sorotan, dan sangat berpengaruh terhadap keutuhan kisah. Meskipun keutuhan itu tidak akan ditemui sebagai keutuhan yang kuat dalam elemen per elemen ceritanya. Selain Dahlan, tokoh kisahnya ialah istri, anak sulung, dan Robert Lai (sahabat Dahlan). Mereka bertiga lah sahabat setia yang menemani sosok Dahlan Iskan ketika menghadi operasi pencangkokan liver baru yang akan diterimanya. Di dalam buku ini juga terdapat tokoh bayang-bayang, yakni orang tua Dahlan (Ayah dan Ibu), Zain (adik Dahlan). Kenapa saya menyebutnya tokoh bayang-bayang? Karena ceritanya bukanlah satu pengisahan yang sebenarnya, melainkan hanya dalam masa kenangan. Ibaratnya, bila kita bercermin mungkin kita akan teringat atau terkenang seseorang. Proses pencerminan itulah titik utamanya, sedang kenangan/ingatan hanyalah bayang-bayang. 1 Tanah Tebu Namanya Dahlan, lengkapnya Muhammad Dahlan. Seorang anak lelaki yang tinggal di sebuah desa bernama Kebon Dalem, Magetan. Hari itu adalah hari pembagian ijazah di SR Bukur, sekolah tempat Dahlan bersekolah. Di ijazahnya ada dua nilai merah yaitu untuk nilai pelajaran Berhitung dan Bahasa Daerah, sedangkan pelajaran lainnya ada yang bernilai enam, tujuh, delapan, dan sembilan. Sayangnya, nilai dua nilai merah tetap saja membuat bapaknya memarahinya. Kemudian ibunya pun bertanya ke mana dia hendak melanjutkan sekolah. Dahlan pun menyampaikan keinginannya untuk melanjutkan sekolah ke SMP Magetan. Sayangnya, bapaknya menentang. Dia menyuruh Dahlan untuk sekolah di Tsanawiyah Takeran. Satu keputusan yang tak bisa ditawar, kecuali dengan satu cara. Dan Dahlan berencana menggunakan cara itu. 2 Muslihat Gagal Pagi hari, setelah bangun tidur, dia menjalankan rencananya. Aku mimpi bertemu Kiai Mursjid, katanya. Demi mendengar nama seseorang yang sangat dihormatinya, Bapak pun langsung duduk bersila memandang Dahlan. Apa

pesan Kiai Mursjid, Le? tanyanya. Dahlan pun menjawab bahwa kiai itu berpesan agar dia tidak berhenti sekolah. Lalu kamu jawab apa? tanya Bapak lagi. Dahlan yang semula berencana menyalahgunakan nama Kiai Mursjid untuk membuat Bapak mengijinkan dia sekolah di SMP Magetan justru merasa bersalah. Dia tidak tega membohongi bapaknya. Pada akhirnya dia justru mengatakan bahwa dia akan sekolah di Pesantren Takeran karena Kiai Mursjid berpesan bahwa kewajiban utama keluarga mereka adalah menjaga kelangsungan Pesantren Takeran. 3 Masa Orientasi kemiskinan bukan halangan untuk mereguk ilmu sebanyak mungkinTuhan selalu mengabulkan doa orang-orang yang memiliki keyakinan dan kemauan yang kuat untuk mewujudkan harapan. ( Petuah Ustaz Ilham,hlm. 37 )

Dahlan dan Bapak pun pergi mendaftar ke Pesantren Takeran. Bapak pun membacakan kaligrafi yang ada di dinding salah satu bangunan pesantren. Tulisannya menggunakan huruf Arab tapi bahasanya menggunakan Bahasa Jawa. Yang pertama, Ojo kepengin sugih, lan ojo wedi mlarat. Jangan berharap kaya, dan jangan takut miskin. Nasihat ini rupanya memiliki makna yang tidak seharfiah itu. Kelak, ketika Dahlan mendapat suatu amanah, Bapak menjelaskan bahwa kalimat Ojo kepengin sugih bukan hanya nasihat agar tidak terlalu memburu harta tapi juga juga berarti jangan meminta-minta jabatan. Yang kedua, Sumber bening ora bakal nggolek timbo. Sumur jernih tidak akan mencari timba. Kelak, ketika ada pemilihan pengurus santri bahwa itu adalah nasihat agar tidak menghabiskan waktu mencari jabatan, tetapi ketika mendapatkan amanah harus dilaksanakan. Yang ketiga, Pilih ngendi, sugih tanpo iman opo mlarat ananging iman. Pilih mana, kaya tapi tidak beriman, atau miskin tapi beriman.

4 Batik Tegal Arum

Begitulah. Sejak itu Dahlan harus berjalan kaki sejauh enam kilometer, pergi dan pulang sekolah. Andai dia punya sepatu, perjalanan enam kilometer itu mungkin tidak akan membuat kakinya melepuh atau lecet-lecet, begitu lebih kurang yang ada di pikirannya. Dahlan harus berjalan puluhan kilometer untuk bersekolah tanpa alas kaki. Sepulang sekolah, dengan perut yang masih kelaparan ia masih harus bekerja sebagai nguli nyeset, nguli nandur dan ngangon domba. Begitu banyak beban hidup yang harus ditanggung oleh anak seusia Dahlan. Namun meski mereka hidup susah, Bapaknya selalu mengajar Dahlan dan saudara-saudaranya untuk bekerja keras. Ibu Dahlan adalah seorang wanita yang bekerja sebagai pembatik dan juga mengajari ibu-ibu lain membatik di Kebon Dalem. Upahnya lumayan untuk membeli kebutuhan rumah tangga, seperti beras, gula, minyak, bawang, dan kebutuhan dapur lainnya. Didalam kisah ini juga ada yang membuat saya penasaran, yaitu ketika ibu Dahlan menyebutkan tentang Laskar Merah yang telah membawa Kiai Mursjid dan paman-paman Dahlan di Pesantren Takeran. Semakin membuat saya ingin terus membaca kisah selanjutnya untuk menemukan titik terang. 5 Berhenti Merawat Luka Selain menceritakan perjuangan Dahlan mengejar mimpinya memiliki sepatu, pahitnya kehidupan yang dihadapinya, dan juga persahabatannya dengan teman-temannya, novel ini juga mengungkap sejarah pembantaian masal di sumur-sumur tua di Soco, Cigrok, dan Dusun Dadapan, Magetan terhadap anggota atau simpatisan PKI. Rasa penasaran saya pun semakin bertambah ketika sahabat Dahlan, si Kadir selalu terdiam dan matanya berkaca-kaca setiap mendengar cerita Laskar Merah. Apakah ada hubungan antara Kadir dan Laskar Merah?

6 Riwayat Sumur Tua Laskar Merah, begirulah orang-orang tua di kampung Kebon Dalem menamai pasukan bentukan sayap kiri Front Demokrasi Rakyat. Pada September 1948, di Madiun berdirilah sebuah negara, Republik Soviet Indonesia dan siapa saja yang menentang mereka pada saat itu akan diamankan. Mereka akan benar-benar dibersihkan (tawanan-tawanan) dengan disemayamkan di sumur tua Soco, sebuah sumur tua di tengah tegalan ketela di Cigrok. 7 Senyum Ibu Bagiku, menulis tak ada bedanya dengan obat, menyembuhkan luka akibat sayatan kepedihan.(hlm.80)

Hari berlalu. Pagi itu, Dahlan mencari-cari ibunya dan menemukan ibunya sedang terbatuk-batuk lalu muntah darah. Bapak pun membawa Ibu ke rumah sakit. Dahlan ditinggal berdua dengan Zain, adiknya. Lalu adiknya menangis, Dahlan mengira adiknya menangis karena melihat ibunya sakit, tapi ternyata ia menangis karena mengeluh lapar. Disini saya benar-benar tersentuh, air mata pun sampai keluar ketika seorang Dahlan kecil yang harus dihadapkan dalam kerasnya kehidupan, ibu yang sakit, Bapaknya pun pergi menemani ibunya, dan dia harus bertanggung jawab mengurus adik kecilnya. 8 Lolos Tanpa Mantra Tak tahan terus mendengar keluhan adiknya, Dahlan memutuskan mencuri tebu. Ia tahu apa yang harus ia tanggung jika ia ketahuan oleh para mandor sangar yang sedang menjaga kebun tebu itu. Disini saya mengalami rasa tegang, karena takut kalau-kalau Dahlan kecil akan ketahuan oleh para mandor, dan ayangnya, ia benar-benar ketahuan. Ia pun dihukum mondok (kerja sukarela) minggu depan. Lalu Dahlan pun pulang membawa sebatang tebu untuk dia dan Zain. Sorenya, ketika mereka bingung mencari makanan untuk mengganjal perut mereka,

Komariyah, kawan akrab Dahlan, datang membawa tiwul, ikan teri, dan sambal terasi. 9 Gitar Kadir Janganlah aku dirayu, janganlah aku digoda, tak sanggup kumenahan beban kasih asmara (lirik lagu beban asmara) Keesokan harinya, ketika pelajaran kosong, Dahlan bernyanyi dengan diiringi petikan gitar Kadir. Kadir duduk di bangku bambu panjang, yang setiap ujungnya diapit dua batang cemara, dan Dahlan duduk disampingnya. Mereka bernyanyi lagu dangdut berjudul Beban Asmara. Banyak teman-teman mereka yang menonton, salah satunya gadis bernama Aisha, yang kemudian memuji bahwa suara Dahlan bagus. Gadis inilah yang membuat Dahlan jatuh cinta. Sayangnya, Dahlan kemudian justru dihukum karena mengganggu pelajaran kelas lain. Dia dan Kadir dihukum untuk membersihkan sekolah esok harinya. Disiplin itu lahir dari kemauan dan kesungguhan kalian sendiri, bukan dari peraturan atau ketegasan guru-guru dalam menegakkannya. ( Ustad Ilham,hlm.105 ) 10 Miskin Harta Kaya Iman Ojo wedi mlarat. Yang penting tetap jujur! Kita boleh miskin harta tapi ndak boleh miskin iman ( Mbak Sofwati,hlm.109) Dalam kisah ini mbak Sofwati menasehati Dahlan untuk tidak mencuri walaupun mereka dilanda rasa lapar yang tak tertahankan. Mbak Sofwati menyuruh mereka untuk mencari ikan di sungai atau meminta pekerjaan kepada Mandor Komar dan digaji dengan sebatang-dua batang tebu ketika mereka sedang merasa lapar. Lapar ndak berarti harus maling, Dik. Bukan karena nama baik keluarga, tapi Mbak takut itu jadi kebiasaan. Setiap perut kalian lapar, nyuri jadi pilihan Demikianlah, Dahlan sesudah itu tidak lagi mencuri tebu. Setiap ia lapar, sarung memiliki fungsi, yaitu menahan rasa lapar tersebut dengan cara mengikatkan sarung sekencang-kencangnya di perut.

Kita boleh miskin harta, Dik, tapi ndak boleh miskin iman. Ingat semiskin apa pun kita, Bapak dan Ibu ndak rela kalau kita meminta-minta belas kasihan tetangga, keluarga atau siapa saja. Betapa saya tersentak dengan kalimat di atas. Betapa dalam, dan sungguh kemiskinan tidak bisa kita jadikan alasan untuk mengemis. Kita diperlengkapi oleh Yang Maha Kuasa dua tangan, dua kaki, mulut untuk berbicara, otak untuk berpikir, sehingga ketika kita miskin kita sebenarnya tidak layak untuk memiskinkan hati kita, memiskinkan iman kita dengan menjadi peminta-minta dan meminta belas kasihan orang lain. 11 Sepeda Maryati Apa pun itu, aku suka matamu (catatan harian Dahlan hal 121) Dalam perjalanan menuju sekolah, Dahlan bertemu dengan Maryati. Maryati mengajak Dahlan untuk mencoba mengendarai sepedanya. Ketika sedang mencoba bersepeda tiba-tiba saja Maryati naik dan membuat Dahlan kehilangan keseimbangan. Akibatnya Dahlan tidak jadi berangkat sekolah karena insiden sepeda bersama Maryati. Dia yang sudah setengah jalan pun memutuskan pulang ke rumah. 12 Suara-Suara Tak Terkatakan Ketika Dahlan ingin pulang ke rumah, ia merasakan ada hal yang berbeda dari rumahnya. Ternyata di rumahnya sudah banyak orang dan melantunkan ayatayat Al-Quran. Ibunya sudah dibawa pulang dari rumah sakit, tapi bukannya sudah sembuh, melainkan sudah meninggal. Kisah ini benar-benar membuat saya tersentuh dan tak tahan menahan air mata, ketika Dahlan harus kehilangan sosok wanita yang sangat ia cintai, ibu satusatunya harus pergi meninggalkan ia dan keluarga selama-lamanya.

13 Teguran Juragan Buah Dalam episode ini juragan buah sang ayah Maryati meminta tanggung jawab Dahlan yang telah merusak sepeda anaknya. Ayah Dahlan pun menawaarkan untuk menukarkan tiga ekor domba milik Dahlan dan menukarkannya dengan sepeda ringsek milik Maryati. Ia merasa sangat bersalah dan lagi-lagi membuat ayahnya kecewa dengan sikapnya 14 Pemberontakan Para Domba Kemiskinan bukan untuk ditangisi. Hidup bagi orang miskin sepertiku harus dijalani apa adanya (hal 147) Sejak pertukaran tiga ekor domba milik Dahlan dengan sepeda Maryati, hari-hari Dahlan seperti dipenuhi perasaan nelangsa. Sejak kejadian itu, bapak Dahlan jarang menegurnya, ketika ditegur, bapak hanya memberikan senyuman tanpa sepatah kata. Saat siang hari di langgar, ayah Dahlan bercerita kepada anak-anak kebon Dalem tentang seorang laki-laki miskin dari kaum Anshar yang mendatangi Rasulullah untuk meminta sedekah agar keluarganya bisa makan pada hari itu. Bapak pun menceritakan kisah itu dengan hikmat dan di simak baik-baik oleh para anak-anak. Setelah mendengar kisah itu, membuat Dahlan ingin menjadi sosok laki-laki itu, yang tidak akan meminta belas kasihan orang lain. 15 Ojo Kepingin Sugih Pada bab ini menceritakan Dahlan diangkat sebagai Pengurus Ikatan Santri. Tak heran , walau dalam belitan kemiskinan prestasi tetap dapat ditorehkan. Walau tanpa sepatu, posisi kapten tim bola voli dipegang. Pengurus ikatan santri pun disandang. Dua syarat kepemimpinan dipenuhinya. Pertama, santri tu harus tawaduk,harus rendah hati. Terpilih menjadi pemimpin bukan berarti menjadi penguasa yang berhak memerintah sekehendak hati, melainkan menjadi pelayan bagi orang-orang yang dpimpinnya. Kedua, harus tawakal. Dunia ini persinggahan semata. Jabatan adalah amanat yang

dilimpahkan kepada kita, kelak akan dimintai tanggung jawab. Menjadi pemimpin bukan untuk gagah-gagahan atau cari pamor. Siapa pun yang terpilih harus siap bekerja. ( Kiai Irsjad,hlm.158 )

16 Kelapa Gading Pak, ndak ada tiwul? Bapak tersenyum lembut, Puasa dulu Le. Aku mengangguk mendengar jawaban Bapak sambil memegang perut yang mulai terasa perih. Sebenarnya ingin sekali mengatakan betapa laparnya perutku, tapi jawaban Bapak sudah menerangkan segalanya, tak ada lagi yang patut dipertanyakan. Bagi orang miskin, rasa lapar adalah hal sehari-hari yang harus dijalani. Namun sering untuk mengatasinya berbeda antara satu dengan yang lainnya. Pada episode ini Dahlan dan teman-teman mengambil buah kelapa untuk mengganjal perut mereka yang kelaparan. Saat Zain sang adik ingin meminta, Dahlan menyuruhnya untuk mengambil kelapa sendiri. Alhasil sang adik terjatuh di dalam parit dan tak sadarkan diri.

17 Luka di Mata Zain Setelah kejadian yang menimpa Zain, Zain lebih banyak diam dan tak merespon setiap sang kakak Dahlan menyapa atau bertanya kepadanya. Sepertinya Zain masih merasa kesal dengan Dahlan. 18 Logika Berdoa untuk Aisha Pada saat Dahlan dan teman-temannya menginap di langgar bersama Zain, tiba-tiba saja Zain sakit, wajahnya pucat pasi. Saat Kadir sedang merapikan kain sarung, dia mendapati ada sebuah sarung yang dililitkan sangat ketat di perut Zain. Itu adalah cara termudah bagi mereka untuk menahan lapar.

10

Saat di sekolah Dahlan sibuk memikirkan sang gadis, yang berambut panjang, Aisha. Dia menulis sebuah catatan dan itu diketahui oleh Ustad Hamim dan meminta Dahlan untuk membacakan logika berdoa yang ia tulis tentang Aisha. 19 Kupatan Saat lebaran tiba, inilah saat yang mereka tunggu, yaitu tradisi kupatan, begitulah orang jawa biasa menyebuutnya. Begitulah tradisi, yang mereka bilang pemborosan yang terjadi satu tahun sekali. Masyarakat pedalaman meyakini kupatan adalah tradisi peninggalan Wali Songo yang kerap mengajarkan nilainilai Islam dengan menyerap simbol-simbol kejawaan. 20 Jangan Terlalu Merasa Bahagia Episode ini juga membuat aku tersentuh dan tahan menahan rasa sedih. Rasa sedih yang dialami Dahlan ketika sang kakak Mbak Atun akan pergi ke Kalimantan, tepatnya di Samarinda bersama sang paman. Semua yang ada menangis dan merasa sangat sedih dengan kepergian sang kakak sulung ke Samarinda dan meninggalkan mereka. 21 Smash! Dalam episode ini sekolah Dahlan akan bertanding voli dengan sekolah negara. Sebelum pertandingan, tepatnya ketika mereka sedang menyusun strategi Maryati memberikan mereka sebuah kardus, yang ternyata isinya adalah baju seragam.Maryati mendapatkannya dari hasil sumbangan para santri dan para orang tua murid. Dengan bangga sekolah Dahlan memenangkan pertandingan dendan skor pada set pertama 15-3 dan 15-0 pada set kedua. Penonton yang didominasi oleh warga Takeran punbergemuruh menyambut kemenangan mereka.

11

22 Si Kumbang dan Pesta Opor Dalam episode ini Nanang yang terkenal mahir menunggang kerbau akan bertanding dalam balapan kerbau. Kerbaunya bernama Si Kumbang, akan melawan milik Bejo Si Petir. Tapi ketika pertandingan, Nang sempat tak

sadarkan diri karena ia terlempar ke pematang dan badannya dipenuhi oleh lumpur. Walaupun begitu mereka sangat menikmati suasanan saat-saat seperti itu. Mereka juga senang karena selama seminggu pertama Syawal, opor ayam , ketupat, dan sayur lodeh tak berhentihenti memasuki perut mereka.

23 Tragedi Sepatu Bekas Upaya mencuri yang sia-sia (hal 263) Dahlan pun masuk tim bola voli di sekolahnya. Tim mereka berhasil masuk ke babak final pertanding bola voli tingkat kabupaten. Sayangnya, untuk bertanding di final, semua pemain harus memakai sepatu. Dahlan tidak punya sepatu. Begitu juga Fadli, salah satu anggota tim mereka. Dahlan berniat untuk mengambil uang yang ada dalam celengan milik bapaknya yang ada dalam kotak terlarang, begitulah ia menyebutnya. Ia hanya mempunyai uang 7.500 yang ia dapatkan dari hasil mencuri uang simpanan bapak. Bersama Arif, Dahlan ingin membeli sepatu di pasar Madiun, tapi sayang, uang yang ia miliki tidak cukup untuk membeli sepatu, walaupun itu hanya sepatu bekas.

24 Patriot Sejati Dahlan beserta kawan-kawan sangat khawatir, karena Dahlan dan Fadli masih tidak mempunyai sepatu. Namun, ternyata kawan-kawan mereka sudah mengumpulkan dana untuk membeli sebuah sepatu bekas untuk mereka pakai. Mereka pun bisa bertanding. Sayangnya, sepatu itu kekecilan di kaki Dahlan maupun Fadli. Namun, semangat mereka tetap bisa membuat mereka

12

memenangkan

pertandingan.

Dahlan

pun

melepaskan

sepatu

itu

lalu

mengalungkannya di lehernya. Setelah mereka menerima piala, Pak Camat menghampiri Dahlan dan berkata, Bisa kamu pakai le sepatumu? Bapak ingin merasakan lagi semangat juangmu. Dahlan pun menurutinya. Dia memakai sepatu itu dan ternyata jempolnya melesak keluar. Teman-temannya tertawa. Tapi, Pak Camat sama sekali tidak tertawa. Dia menjabat tangan Dahlan dengan mata berkaca-kaca. Katanya, Bapak dengar kamu pertama kali pakai sepatu? 25 Misteri Purwodadi Episode ini menceritakan Kadir yang sangat merasa kehilangan karena sang ibu entah dibawa kemana oleh para tentara. Akhirnya ia memutuskan untyuk mencari sang ibu, dia meminta Dahlan untuk menyampaikan kepada wali kelas bahwa ia tidak akan mengikuti pelajaran seperti biasa. Kadir akan menyusul sang ibu ke Purwodadi. Menurut orang-orang, banyak orang yang dibunuh tentara. Mereka dituduh membela PKI. 26 Kesaksian Kadir Pertemanan barangkali, memang harus diuji dengan perbedaan (hal 300) Kadir menceritakan kepada teman-temannya mengenai kisah ayahnya yang pernah dituduh sebagai anggota Laskar Merah. Setelah mendengar semua cerita dan kesaksian Kadir, tiba-tiba saja Imran marah terhadap Kadir, karena Imran merasa ia selama ini telah berteman dengan keluarga pembunuh yang telah membunuh keluarga Imran. 27 Perseteruan Murid Zen Dahlan yang bingung dengan apa yang harus ia lakukan terhadap Imran yang masih marah dengan Kadir. Ia pun menceritakan masalah yang sedang ia hadapi kepada sang bapak. Kemudian Bapak meminta Dahlan untuk mengumpulkan anak-anak di langgar. Seperti biasa, sang bapak dengan bijak

13

bercerita tentang perseteruan murid Zen. Setelah mendengar kisah yang telah diceritakan oleh bapak Dahlan, Imran pun meminta maaf kepada Kadir. 28 Geletar Asing di Jalan Takeran Ketika Dahlan, Kadir dan teman-temannya sedang memancing, mereka memperhatikan ada geletar asing, yaitu obor-obor yang menyala yang menuju rumah Kadir. Tiba-tiba Kadir langsung berlari menuju arah obor itu berada, dan n benar yang ia perkirakan sang ibu telah pulang, tapi dalam keadaan yang parah, dengan luka memar dimana-mana. Mereka akhirnya memutuskan untuk membawa bu Sulastri, ibu Kadir kerumah sakit dengan biaya dari membuka celengan bersama mereka yang mereka tabung selama ini. 29 Akhirnya punya sepatu Dan Senin, lusa, aku ke sekolah dengan sepatu baru(hal 334) Ini adalah sesuatu yang sangat ditunggu oleh Dahlan, yaitu saat-saat memiliki sepasang sepatu. Tanpa terasa selama tiga bulan dia telah melatih putraputri di PG. Gorang Gareng dan berhasil menyabet gelar terbaik dalam pertandingan. Walaupun dalam melatih ia dihadapkan dengan beberapa masalah, yaitu Fauzan, sosok yang tidak mau dinasehati dan hanya ingin menang sendiri. Akhirnya Fauzan pun dengan tegas dikeluarkan oleh Dahlan dari tim karena dianggap sebagai penghalang. Dengan upah Rp.30.000, dan Rp.12.000 akan ia bayarkan kepada Arif untuk membayar sepeda. Dahlan pun meminta izin dari Bapak akan membeli sepatu ke Pasar Madiun. Tiba-tiba saja sang ayah mengambil setumpuk uang yang ada dalam kotak perkakas, jumlahnya Rp.12.000 untuk memambahkan Dahlan membeli sepatu. Akhirnya Dahlan membeli sepatu, tidak hanya sepasang, tapi dua pasang, yang satu untuk sang adik, Zain. 30 Di Bawah Rindang Trembesi Aku tak tahu apakah sepatu dan sepeda itu termasuk cita-cita atau hanya mimpi remaja semata, sepertiku (hal 337)

14

Hari kelulusan pun telah tiba, di bawah rindang trembesi di halaman gedung berbentuk U, Dahlan membayangkan nasib baru yang akan digariskan Tuhan untuknya. Bayangan perpisahan pun memaksa Dahlan dan teman-teman untuk membisu. Walaupun perpisahan yang harus mereka hadapi, tapi ada kabar bahagia dari Arif, yaitu ia akan menikah dengan sahabatnya, Komariyah. 31 Surat penting Satu hal yang menarik dari novel ini, adalah diselipkannya beberapa catatan dalam buku harian Dahlan kecil. Terlepas dari catatan itu memang benar ada atau tidak, disitu sangat terlihat bahwa Dahlan merupakan sosok yang mahir menulis sejak duduk dibangku Madrasah Tsanawiyah. Ada satu catatan yang sangat saya suka, catatan ini ditulis saat Dahlan ingin membalas surat dari Aisha, namun karena dipikirnya surat ini terlalu berkelok dan berbunga-bunga, maka dibatalkannya untuk mengirimkan surat tersebut, Barangkali harapan ini hanya semacam doa yang memeluk kehampaan sebagai kamu. Tapi, biarlah. Sesekali perlu mengajariku cara tercepat meninggalkan masa silam meski aku tak yakin kamu akan hilang begitu saja di masa depanku. Kadang, setiap merindumu aku menegarkan hati dengan merapal mantera semoga, dan berharap mantera itu mustajab untuk mengembalikan yang pergi dan memulangkan yang lupa. Walaupun setiap mataku membuka kamu tetap pergi dan tetap lupa kembali. Itu adalah petikan surat yang tak jadi Dahlan balas untuk Aisha, ia benarbenar bingung harus menjawab apa. Karena syarat yang diajukan Aisha baginya sangat berat, yaitu harus menjadi sarjana mudda tiga tahun kedepan.

32 Stasiun Madiun Di jantung Rinduku kamu adalah keabadian Yang mengenalkan dan mengekalkan kehilangan Kita bertemu di Stasiun Madiun, besok pagi pukul 09.00

15

Tiga tahun terlalu lama untuk sebuah penantian (surat Dahlan untuk Aisha hal.363) Tahun demi tahun telah Dahlan dan Zain lewati, menjalani hidup tekun dengan mengembala, nguli nandur, atau nyeset, mengumpulkan ranting kering, dll. Baginya jika ia terus menjalani hidupnya di Kebon Dalem akan tetap sama dan tak ada perubahan. Dahlan pun membujuk bapaknya untuk membolehkan ia pergi merantau ke Samarinda, pertama bapak dan Zain tidak memberikan izin untuk Dahlan pergi kuliah ke Samarinda. Tapi akhirnya bapak ingat akan wejangan Kiai Mursjid agar tidak mengekang santrinya yang ingin maju dan menuntut ilmu. Restu pun ia dapatkan dari sang ayah untuk pergi ke Samarinda. Tak lupa ia membalas surat Aisha, sehari sebelum keberangkatan Aisha ke Yogya. Rasanya saya sangat penasaran dengan akhir kisah cinta Pak Dahlan Iskan dengan Aisha, apakah mereka bertemu di stasiun Madiun dan saling menunggu satu sama lain? Epilog Mimpi Baru Dalam epilog ini menceritakan tentang akhir dari operasi liver yang dijalani Dahlan. Hal yang membuat saya tersenyum yaitu ketika ia ingin memastikan apakah ia masih hidup atau tidak dengan bertanya jam, karena saat membuka mata ia melihat angka sebelas. Akhir yang bahagia dari operasi yang ia jalani, semua orang turut berbahagia karena Dahlan masih bisa bertahan hidup. Di akhir kisah pada jam 12.00, 2007, Dahlan tertidur lagi dan memasuki mimpi memeluk sepatu dengan ujung yang bolong dan tumit yang berserabut.

Itu adalah separuh ringkasan cerita Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara. Menurut saya novel ini sederhana tapi maknanya dalam dan menyentuh. Sebuah kisah tentang seorang anak dengan cita-cita sederhana: sepatu dan sepeda. Bagi orang lain, mungkin itu hal remeh, tapi bagi Dahlan, itu sangat mewah. Novel ini juga mengajarkan tentang kemiskinan. Bahwa kemiskinan bukan alasan untuk mencuri atau melakukan hal tercela lainnya. Boleh miskin

16

harta asal jangan miskin iman. Novel ini juga mengajarkan tentang kerja keras. Tokoh Dahlan ini bisa dibilang prigel. Rajin bekerja, meskipun usianya masih muda. Mulai dari angon domba, nguli nyeset, pokoknya apa saja. . Kehidupan Dahlan kecil yang serba kekurangan terkisahkan dengan sangat baik sehingga menyentuh nurani kita yang mungkin lebih beruntung dibanding Dahlan kecil. Novel ini juga menyadarkan kita bahwa kemiskinan bukanlah akhir dari segala-galanya malahan dalam sebuah petuahnya, ayah Dahlan berkata bahwa Kemiskinan yang dijalani dengan tepat akan mematangkan jiwa. Sejarah hidup Dahlan telah membuktikan petuah ayahnya ini, Dahlan kecil memang terlihat lebih matang dibanding anak seusianya dan kematangan jiwanya itulah yang juga menghantarnya hingga bisa menjadi seorang menteri yang disgani. Masa kanak-kanaknya harus dilalui dengan keras, ketika anak-anak lain beria-ria bermain atau beristirahat sepulang sekolah, Dahlan harus menyabit rumput, mengangon domba, menjadi kuli seset di kebun tebu, dll untuk membantu keluarganya. Walau hidupnya sulit Dahlan tak lantas kehilangan keceriaannya, novel ini menceritakan dengan jelas bagaimana anak-anak miskin seperti Dahlan tetap memiliki keceriaan masa kanak-kanak dengan caranya sendiri. Seluruh kisah Dahlan dan mimpinya dalam novel ini memang patut untuk diapresiasi dengan baik. Penulis mampu merangkai sebuah kisah yang menarik dari awal hingga akhir dengan nuansa sastrawi yang menarik sehinga novel yang diawali saat Dahlan Iskan hendak dioperasi cangkok liver di tahun 2007 lalu flash back ke masa kecil Dahlan ini tak hanya enak dibaca melainkan mampu melibatkan emosi pembacanya dan menginpirasi pembacanya untuk tidak menyerah oleh keterbatasan. Bersyukur walau yang dikisahkan dalam novel ini adalah sosok seorang tokoh terkenal namun penulis tak terjebak dalam menulis hal-hal yang baiknya saja. Dahlan dalam novel ini tidak digambarkan sebagai sosok yang sempurna, sama seperti anak-anak lainnya Dahlan juga dikisahkan melakukan kenakalan seperti anak-anak lainnya seperti mencuri tebu, mencoba membongkar lemari

17

ayahnya agar bisa mendapat uang untuk membeli sepatu, memiliki nilai merah di raportnya, dan sebagainya. Sepatu yang menjadi impian Dahlan kecil mengikat keseluruhan kisah dalam novel ini sehingga pembaca dibuat ikut merasakan bagaimana besarnya keinginan Dahlan untuk memiliki sepatu. Tentunya ada banyak sisi-sisi menarik yang bisa digali dan dikisahkan saat Dahlan untuk pertama kalinya memiliki sepatunya hasil dari jerih upayanya sendiri. Terlepas dari hal di atas dengan segala kelebihan dan kelemahannya novel ini sepatutnya dibaca oleh siapa saja dengan range usia yang cukup panjang, mulai dari anak remaja hingga para orang tua. Ada banyak nilai-nilai kekeluargaan, kedisiplinan, ketekunan, perjuangan, persahabatan, plus romansa remaja yang tercemin dalam kisah Dahlan dan sepatunya ini. Selain itu melalui novel ini pula kita bisa memahami apa yang melatari sosok Dahlan Iskan seperti yang kini dikenal dengan kenyentrikan,

kesederhanaan, dan kerja kerasnya. mata berkunang-kunang, keringat bercucuran, lutut gemetaran, telinga berdenging..siksaan akibat rasa lapar ini memang tak asingsungguh aku butuh tidursejenak pun bolehlah..supaya lapar ini terlupakan [kutipan dari belakang cover]

18

You might also like