You are on page 1of 10

PERUBAHAN PADA LANSIA PADA SEMUA SISTEM DAN IMPLIKASI KLINIK

2.1. Perubahan pada Sistem Sensoris Persepsi sensoris mempengaruhi kemampuan seseorang untuk saling berhubungan dengan orang lain dan untuk memelihara atau membentuk hubungan baru, berespon terhadap bahaya, dan menginterprestasikan masukan sensoris dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.1 Pada lansia yang mengalami penurunan persepsi sensori akan terdapat keengganan untuk bersosialisasi karena kemunduran dari fungsi-fungsi sensoris yang dimiliki. Indra yang dimiliki seperti penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman dan perabaan merupakan kesatuan integrasi dari persepsi sensori. 2.1.1. Penglihatan

Perubahan penglihatan dan fungsi mata yang dianggap normal dalam proses penuaan termasuk penurunan kemampuan dalam melakukan akomodasi, konstriksi pupil, akibat penuan, dan perubahan warna serta kekeruhan lansa mata, yaitu katarak.1 Semakan bertambahnya usia, lemak akan berakumulasi di sekitar kornea dan membentuk lingkaran berwarna putih atau kekuningan di antara iris dan sklera. Kejadian ini disebut arkus sinilis, biasanya ditemukan pada lansia. Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada penglihatan akibat proses menua: 2.1.1.1. Terjadinya awitan presbiopi dengan kehilangan kemampuan akomodasi. Kerusakan ini terjadi karena otot-otot siliaris menjadi lebih lemah dan kendur, dan lensa kristalin mengalami sklerosis, dengan kehilangan elastisitas dan kemampuan untuk memusatkan penglihatan jarak dekat. Implikasi dari hal ini yaitu kesulitan dalam membaca huruf-huruf yang kecil dan kesukaran dalam melihat dengan jarak pandang dekat.1 2.1.1.2. Penurunan ukuran pupil atau miosis pupil terjadi karena sfingkter pupil mengalami sklerosis. Implikasi dari hal ini yaitu penyempitan lapang pandang dan mempengaruhi penglihatan perifer pada tingkat tertentu.1

2.1.1.3. Perubahan warna dan meningkatnya kekeruhan lensa kristal yang terakumulasi dapat menimbulkan katarak. Implikasi dari hal ini adalah penglihatan menjadi kabur yang mengakibatkan kesukaran dalam membaca dan memfokuskan penglihatan, peningkatan sensitivitas terhadap cahaya, berkurangnya penglihatan pada malam hari, gangguan dalam persepsi kedalaman atau stereopsis (masalah dalam penilaian ketinggian), perubahan dalam persepsi warna.1 2.1.1.4. Penurunan produksi air mata. Implikasi dari hal ini adalah mata berpotensi terjadi sindrom mata kering.2

Mata adalah organ sensorik yang mentransmisikan rangsang melalui jarak pada otak ke lobus oksipital dimana rasa penglihatan ini diterima. Sesuai dengan proses penuaan yang terjadi, tentunya banyak perubahan yang terjadi, diantaranya alis berubah kelabu, dapat menjadi kasar pada pria, dan menjadi tipis pada sisi temporalis baik pada pria maupun wanita. Konjungtiva menipis dan berwarna kekuningan,produksi air mata oleh kelenjar lakrimalis yang berfungsi untuk melembabkan dan melumasi konjungtiva akan menurun dan cenderung cepat menguap, sehingga mengakibatkan konjungtiva lebih kering. Pada mata bagian dalam, perubahan yang terjadi adalah ukuran pupil menurun dan reaksi terhadap cahaya berkurang dan juga terhadap akomodasi. Lensa menguning dan berangsur-angsur menjadi lebih buram mengakibatkan katarak, sehingga memengaruhi kemampuan untuk menerima dan membedakan warnawarna. Kadang warna gelap seperti coklat, hitam, dan marun tampak sama. Pandangan dalam area yang suram dan adaptasi terhadap kegelapan berkurang ( sulit melihat dalam cahaya gelap) menempatkan lansia pada risiko sedera. Sementara cahaya menyilaukan dapat menyebabkan nyeri dan membatasi kemampuan untuk membedakan objek-objek dengan jelas, semua hal itu dapat memengaruhi kemampuan fungsional para lansia. Perubahan normal pada system sensoris (penglihatan) akibat penuaan : Perubahan Normal yang b.d Penuaan Implikasi Klinis 1. Penurunan kemampuan akomodasi. 1. Kesukaran dalam membaca huruf2. Kontriksi pupil sinilis. huruf yang kecil. 3. Peningkatan kekeruhan lensa dengan 2. Penyempitan lapang pandang perubahan warna menjadi 3. Sensitivitas terhadap cahaya menguning. 4. Penurunan penglihatan pada malam hari 5. dengan persepsi kedalamam

Perubahan sistem indera pada penuaan : Perubahan Morfologis Penglihatan Penurunan jaringan lemak sekitar mata Penurunan elastisitas dan tonus jaringan Penurunan kekeuatan otot mata Penurunan ketajaman kornea Degenerasi pada sclera, pupil dan iris Peningkatan frekuensi proses terjadinya penyakit Peningkatan densitas dan rigiditas lensa Perlambatan proses informasi dari system saraf pusat Perubahan Fisiologis Penurunan penglihatan jarak dekat Penurunan koordinasi gerak bola mata Distorsi bayangan Pandangaan biru-merah Compromised night vision Penurunan ketajaman mengenali warna hijau, biru dan ungu Kesulitan mengenali benda yang bergerak

Jenis gangguan pada lansia dengan gangguan penglihatan

* Perubahan sistem lakrimalis Pada usia lanjut seringkali dijumpai keluhan nrocos. Kegagalan fungsi pompa pada system kanalis lakrimalis disebabkan oleh karena kelemahan palpebra, eversi punctum atau malposisi palpebra sehingga akan menimbulkan keluhan epifora. Namun sumbatan system kanalis lakrimalis yang sebenarnya atau dacryostenosis sering dijumpai pada usia lanjut, diman dikatakan bahwa dacryostenosis akuisita tersebut lebih banyak dijumpai pada wanita dibanding pria. Adapun patogenesia yang pasti terjadinya sumbatan ductus nasolakrimalis masih belum jelas, namun diduga oleh karena terjadi proses jaringan mukosa dan berakibat terjadinya sumbatan. Setelah usia 40 tahun khususnya wanita pasca menopause sekresi basal kelenjar lakrimal secara progesif berkurang. Sehingga seringkali pasien dengan sumbatan pada duktus nasolakrimalis tak menunjukkan gejala epifora oleh karena volume air matanya sedikit. Akan tetapi bilamana sumbatan sistim lakrimalis tak nyata akan memberi keluhan mata kering yaitu adanya rasa tidak enak seperti terdapat benda asing atau seperti ada pasir, mata tersa leleh dan kering bahkan kabur. Sedangkan gejala obyektif yang didapatkan diantaranya konjungtiva bulbi kusam dan menebal kadang hiperaemi, pada kornea didapatkan erosi dan filamen. Periksa yang perlu dilakukan adalah Schirmer, Rose Bengal, Tear film break up time * Perubahan refraksi

Pada orang muda, hipermetrop dapat diatasi dengan kontraksi muskulus silisris. Dengan bertambahnya usia hipermetrop laten menjadi lebih manifest karena hilangnya cadangan akomodasi. Namun bila terjadi sclerosis nucleus pada lensa, hipermetrop menjadi berkurang atau terjadi miopisasi karena proses kekeruhan di lensa dan lensa cenderung lebih cenbung. Perubahan astigmat mulai terlihat pada umur 10-20 tahun dengan astigmat with the rule 75,5% dan astigmat against the rule 6,8%. Pada umur 70-80 tahun didapatkan keadaan astigmat with the rule 37,2% dan against the rule 35%. Factor-faktor yang mempengaruhi perubahan astigmat antara lain kornea yang mengkerut oleh karena perubahan hidrasi pada kornea, proses penuaan pada kornea. Penurunan daya akomodasi dengan manifestasi presbiopia dimana seseorang akan kesulitan untuk melihat dekat dipengaruhi oleh berkurangnya elastisitas lensa dan perubahan pada muskulus silisris oleh karena proses penuaan. * Produksi humor aqueous Pada mata sehat dengan pemeriksaan Fluorofotometer diperkirkan produksi H.Aqueous 2.4 + 0,06 micro liter/menit. Beberapa factor berpengaruh pada produksi H.Aqueous. dengan pemeriksaan fluorofotometer menunjukkan bahwa dengan bertambahnya usia terjadi penurunan produksi H.Aqueous 2% (0,06 mikro liter/menit) tiap decade. Penurunan ini tidsak sebanyak yang diperkirakan, oleh karena dengan bertambahnya usia sebenarnya produksi H.Aqueous lebih stabil disbanding perubahan tekanan intra okuler atau volume COA. * Perubahan struktur kelopak mata Dengan bertambahnya usia akan menyebabkan kekendoran seluruh jaringan kelopak mata. Perubahan ini yang juga disebut dengan perubahan involusional terjadi pada : 1. 2. 3. 4. 5. 6. M.orbicular Retractor palpebra inferior Tartus Tendo kantus medial/lateral Aponeurosis muskulus levator palpebra Kulit

Berikut penjelasan dari uraian diatas : 1. 1. M.orbicular

Perubahan pada m.orbicularis bias menyebabkan perubahan kedudukan palpebra yaitu terjadi entropion atau ektropion. Entropion/ektropion yang terjadi pada usia lanjut disebut entropion/ekropion senilis/ involusional. Adapun proses terjadinya mirip, namun yang membedakan adalah perubahan pada m.orbicularis preseptal dimana enteropion muskulus tersebut relative stabil. Pada ektropion, bila margo palpebra mulai eversi, konjungtiva tarsalis menjadi terpapar (ekspose), ini menyebabkan inflamasi sekunder dan tartus akan menebal sehingga secara mekanik akan memperberat ektropionnya. 1. 2. Retractor palpebra inferior

Kekendoran retractor palpebra inferior mengakibatkan tepi bawah tarsus rotasi/ berputar kearah luar sehingga memperberat terjadinya entropion. 1. 3. Tartus

Bilaman tartus kurang kaku oleh karena proses atropi akan menyebabkan tepi atas lebih melengkung ke dalam sehingga entropion lebih nyata. 1. 4. Tendo kantus medial/lateral

Perubahan involusional pada usia lanjut juga mengenai tendon kartus medial/ lateral sehingga secar horizontal kekencangan palpebra berkurang. Perubahan-perubahan pada jaringan palpebra juga diperberat dengan keadaan dimana bola mata pada usia lanjut lebih enoftalmus karena proses atropi lemak orbita. Akibatnya kekencangan palpebra secara horizontal relative lebih nyata. Jadi apakah proses involusional tersebut menyebabkan margo palpebra menjadi inverse atau eversi tergantung perubahan-perubahan yang terjadi pada m.orbikularis oculi, retractor palpebra inferior dan tarsus. 1. 5. Aponeurosis muskulus levator palpebra

Dengan bertambahnya usia maka aponeurosis m.levator palpebra mengalami disinsersi dan terjadi penipisan, akibatnya terjadi blefaroptosis akuisita. Meskipun terjadi perubahan pada aponeurosis m.levator palpebra namun m.levatornya sendiri relative stabil sepanjang usia. Bial blefaroptosis tersebut mengganggu penglihatan atau secara kosmetik menjadi keluhan bias diatasi dengan tindakan operasi. 1. 6. Kulit

Pada usia lanjut kulit palpebra mengalami atropi dan kehilangan elastisitasnya sehingga menimbulkan kerutan dan lipatan-lipatan kulit yang berlebihan. Keadaan ini biasanya diperberat dengan terjadinya peregangan septum orbita dan migrasi

lemak preaponeurotik ke arterior. Keadaan ini bisa terjadi pada palpebra superior maupun inferior dan disebut sebagai dermatokalis.

Gejala dan tanda : 1. Kesulitan menggangkat palpebra superior 2. Rasa tidak enak di daerah perorbita akibat penggunaan otot ocipitofrontalis dan otot orbicularis oculi dalam mengatasi kesulitan mengangkat palpebra. 3. Terbatasnya lapangan pandang superior 4. Keluhan kosmetik. Penanganan : Dilakukan blefaroplasti untuk mengatasi gejala dan memperbaiki penampilan. Dengan terjadinya perubahan struktur pada kelopak mata tersebut akibat proses penuaan, maka secar klinis manifestasi yang sering dijumpai adalah : 1. 2. 3. 4. Entropion involusional Ektropion involusional Blefaroptosis Dermatokalasis

Aspek Klinis Entropion dan Ekstropion pada Usia Lanjut 1. Entropion Senilis / Involusional Yaitu suatu keadaan dimana margo palpebra mengalami inverse yang terjadi pada lanjut usia. Gejala dan tanda : 1. Mata merah 2. Berair 3. Rasa gatal Hal ini disebabkan oleh karena iritasi dan abrasi cornea. Bila berlanjut bias menyebabkan ulkus cornea. Penanganan :

Koreksi entropion yaitu dengan cara : 1. Jahitan eversi 2. Prosedur Weis (splitting palpebra transversa + jahitan eversi) dengan / tanpa pemendekan horizontal 3. Plikasi retractor palpebra inferior

1. Ektropion Senilis / Involusional Yaitu suatu keadaan diman margo palpebra mengalami eversi yang terjadi pada usia lanjut. Gejala dan tanda : 1. Epifora 2. Konjungtiva palpebra hipewremi dan hipertrofi 3. Konjungtiva bulbi hiperemi Penanganan : Koreksi ektropion dengan cara : 1. Lazy T 2. Eksisi diamond tarsokonjungtiva 3. Pemendekan palpebra horizontal

Perubahan Dari segi aspek klinik

1.Glaukoma Merupakan sekumpulan gangguan, glaukoma ditandai dengan tekanan intraokuler yang tinggi yang merusak saraf optikus. Glaukoma dapat terjadi sebagai penyakit primer atau kongenital atau sebagai akibat sekunder dari penyakit atau kondisi lain. 2.Ada 2 bentuk glaukoma, yaitu: 1. Glaukoma primer a.Glaukoma sudut terbuka ( juga dikenal dengan glaukoma kronis, sederhana, dan sudut lebar). Glaukoma sudut terbuka adalah tipe yang paling umum terjadi pada lansia dan akibat dari perubahan degeneratif di jalinan trabekular. Perubahan ini

menghambat aliran humor aqueosa dari mata, yang menyebabkan tekanan intraokuler meningkat. Akibat dari hal tersebut adalah kerusakan saraf optikus.glaukoma sudut terbuka terhitung sekitar 90% dari semua kasus glaukoma dan umumnya terjadi di keluarga. b.Glaukoma sudut tertutup( dikenal dengan glaukoma akut atau sudut sempit) Glaukoma sudut tertutup akibat dari penurunan aliran balik humor aqueosa yang disebabkan oleh sudut yang menyempit secara anatomis di antara iris dan kornea.hal ini menyebabkan tekanan intraokuler meeningkat dengan tiba-tiba. Serangan glaukoma sudut tertutup dapat dipicu oleh trauma, dilatasi pupil,stres atau perubahan mendorong iris ke arah depan( misalnya, hemoragi atau pembengkakan lensa.glaukoma yang tidak diobati dapat memburuk menjadi kebutaan total. 2.Glaukoma sekunder Glaukoma sekunder dapat terjadi akibat kondisi-kondisi seperti infeksi, uveitis, cedera, pembedahan, penggunaan obat-obatan yang berkepanjangan(seperti kortikosteroid), oklusi vena, dan diabetes. Kadang kala, pembuluh darah baru dapat terbentuk (vaskularisasi baru) dan menghambat drainase humor aqueosa.

Tanda dan gejala: Sakit kepala tumpul di pagi hari Rasa sakit yang ringan pada mata Kehilangan perifer (penglihatan menyempit) Melihat lingkaran cahaya di sekitar cahaya Penurunan ketajaman penglihatan (khususnya pada malam hari) yang tidak dapat dikoreksi dengan kacamata. Inflamasi mata unilateral Kornea berkabut Pupil berdilatasi sedang yang tidak bereaksi terhadap cahaya Peningkatan tekanan intraokuler diketahui dengan cara membuat tekanan yang lembut pada kelopak mata pasien yang tertutup menggunakan ujung jari, bola mata menahan tekanan tersebut. Pemeriksaan diagnostik

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

a) Tonometri (dengan schitz pneumatic atau tonometer aplanasi) mengukur tekanan intraokuler dan memberikan nilai dasar untuk perujukan. Rentang tekanan intraokuler normal berkisar dari 8 sampai 21mmHg. Akan tetapi, pasien yang IOPnya menurun dari rentang normal dapat mengalami tanda dan gejala glaucoma

dan pasien yang mempunyai tekanan tinggi mungkin tidak menunjukkan efek klinis. b) Pemeriksaan slit lamp memperlihatkan efek glaucoma pada stuktur mata anterior, meliputi kornea, iris dan lensa. c) Gonioskopi menentukan sudut ruang anterior mata, yang memungkinkan pemeriksa untuk membedakan glaucoma sudut terbuka dengan glaucoma sudut tertutup. Sudut mata normal pada glaucoma sudut terbuka sedangkan pada glaucoma sudut tertutup tampak tidak normal. Akan tetapi, pada pasien lansia penutupan sebagian dapat terjadi yang memungkinkan dua bentuk glaucoma terjadi bersamaan. d) Oftalmoskopi mempermudah visualisasi fundus. Pada glaucoma sudut terbuka,pelengkungan discus optikus dapat terlihat lebih awal dibandingkan pada glaucoma sudut tertutup e) Perimetrik atau pemeriksaan lapang pandang menentukan keluasaan kehilangan penglihatan perifer, yang membantu mengevaluasi pemburukan pada glaucoma sudut terbuka. f) Fotografi fundus memantau dan mencatat perubahan pada discus optikus.

Penanganan

1.Glaukoma sudut terbuka Untuk glaukoma sudut terbuka, terapi obat-obatan awal bertujuan untuk mengurangi tekanan karena penurunan produksi humor aqueosa. Obat-obatan tersebut meliputi penyekat beta, seperti timolol (digunakan secara hati-hati pada pasien yang menderita asma dan menderita bradikardia) serta betaksolol; epineprin untuk mendilatasi pupil (dikontraindikasikan pada glaucoma sudut tertutup); dan obat tetes mata miotik, seperti pilokarpin, untuk meningkatkan aliran balik humor aqueosa. Pasien yang tidak berespons terhadap terapi obat-obatan dapat memanfaatkan trabekuloplasti laser argon; yaitu ahli oftalmologi memfokuskan sinar laser argon pada jalinan trabekular pada sudut terbuka. Prosedur ini menghasilkan pembakaran termal yang mengubah permukaan meshwork tersebut dan mudah aliran balik humor aqueosa. Untuk melakukan trabekulektomi, ahli bedah mendiseksi lipatan sclera untuk membuka jalinan trabekular. Ahli bedah menghilangkan blok jaringan kecil dan melakukan iridektomi perifer, yang menciptakan lubang untuk aliran balik humor

aqueosa dibawah konjungtiva dan menghasilkan filtering bleb. Pada pascaoperatif, injeksi subkonjungtivafluororasil dapat diberikan untuk mempertahankan tekanan fistula. Iridektomi mengurangi tekanan dengan cara mengeksisi sebagian iris untuk mengembalikan aliran balik humor aqueosa. Beberapa hari kemudian, ahli bedah melakukan iridektomi profilaktik pada mata lainnya (yang normal) untuk mencegah episode glaukoma akut pada mata tersebut.

2.Glukoma sudut tertutup Glaukoma sudut tertutup (glaukoma akut) adalah kedaruratan yang membutuhkan terapi segera untuk mengurangi tekanan intraokuler yang tinggi. Terapi obatobatan praoperatif awal menurunkan tekanan intraokuler dengan asetazolamid, pilokarpin (yang mengontriksikan pupil, mendorong iris jauh dari trabekula dan memungkinkan cairan terbebas) dan manitol lewat I.V. atau gliserin aoal (yang mendorong cairan dari mata dengan menjadikan hipertonik). Jika pengobatan ini gagal untuk menurunkan tekanan, iridotomi laser atau iridektomiperifer dengan pembedahan harus dilakukan dengan cepat untuk menyelamatkan penglihatan pasien. Analgetik narkotik dapat digunakan jika pasien mengalami nyeri berat. Setelah iridektomi perifer, tetes mata sikloplegik dapat diberikan untuk merilekskan otototot siliaris dan mengurangi inflamasi, sehingga mencegah perlekatan.

You might also like