You are on page 1of 13

BIMBINGAN BAGI ANAK BERPERILAKU MASALAH (TUNA LARAS/PERILAKU ASOSIAL)

BIMBINGAN DAN KONSELING DI SD

DOSEN PENGAMPU:

RIRIANTI RACHMAYANIE, S.PSI, M.PD

DISUSUN OLEH: 1. 2. 3. 4. 5. Rahmi Kamilah Murtafiah Listiana Faizati Zulfa Muhammad Rijali Disna Ariyanti Ernie Selviyanie SEMESTER 5 KELAS A Kelompok: 9 A1E310012 A1E310208 A1E310219 A1E310236 A1E310241

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARMASIN 2012

BIMBINGAN BAGI MURID BERPERILAKU MASALAH (TUNA LARAS/PERILAKU ASOSIAL)


A. Pengertian dan Karakteristik Anak Berperilaku Masalah (Tunalaras/Perilaku Asosial)
Pada dasarnya setiap peserta didik memiliki masalah-masalah emosional dan penyesuaian emosional walaupun masalah itu tidak selamanya menimbulkan perilaku bermasalah yang kronis. Maka, peserta didik bermasalah ialah seseorang yang memiliki masalah lebih banyak atau lebih mendalam yang menjadikan dia menderita karenanya. Menurut Hallahan & Kauffman (Dalam Mohammad Efendi, 2006 : 142) Sebutan anak berkelainan perilaku (Tunalaras) didasarkan pada realitanya bahwa penderita kelainan perilaku mengalami problema intrapersonal dan/atau

interpersonal secara ekstrem. Menurut ketentuan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Pokok Pendidikan No.12 Tahun 1952, anak tunalaras adalah individu yang mempunyai tingkah laku menyimpang/berkelainan, tidak memiliki sikap, melakukan

pelanggaran terhadap peraturan dan norma-norma sosial dengan frekuensi yang cukup besar, tidak/kurang mempunyai toleransi terhadap kelompok dan orang lain, serta mudah terpengaruh oleh suasana, sehingga membuat kesulitan bagi diri sendiri maupun orang lain. Dalam Dokumen Kurikulum SLB Bagian E Tahun 1977, yang disebut Tuna laras adalah : 1. Anak yang mengalami gangguan/hambatan emosi dari tingkah laku sehingga tidak/kurang menyesuaikan diri dengan baik, baik terhadap lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat 2. Anak yang mempunyai kebiasaan melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat 3. Anak yang melakukan kejahatan.

B. Penyebab Anak Berperilaku Masalah


Dipandang secara teoritik, penyebab anak berperilaku masalah yaitu, Teori biofisika Teori ini timbul berdasarkan asumsi bahwa gangguan emosi (emosional disturbance) disebabkan factor factor biofisika atau kelainan kimia tubuh. Factor ini dapat terjadi sebelum anak lahir. Teori Psikodinamika Teori psikologi Freud didasarkan atas keyakinan dalam diri manusia terdapat dorongan yang kuat yang mempengaruhi tingkah laku manusia dan merupakan energi psikis yang dinamik. Teori Behavior Tokoh Behaviorisme yang mempelajari tingkah laku percaya bahwa tingkah laku manusia baik dalam keadaan normal maupun menyimpang dapat dipelajari dan dimodifikasi dan penyimpangan terjadi karena hasil belajar. Teori Tingkah Kognitip (cognitive Behavioral) Para psikolog mempergunakan istilah kognitif kegiatan mental misalnya penggunaan bahasa, untuk menerangkan berpikir, menalarkan,

memecahkan masalah, membuat konsep mempelajari materi yang rumit dan mengingat. Teori Sosiologi Teori ini memberikan pengertian yang bernilai tentang bagaimana factorfaktor social mempengaruhi cara berpikir tentang individu yang sesungguhnya berbeda-beda. Model-model secara sosiologi yang berfokus pada penyimpangan tingkah laku seseorang dirasakan dalam suatu konteks social khusus. Teori Ekologi Berfokus pada interaksi antara individu-individu dan lingkungannya. Individu diterima secara normal jika mereka dengan elemen-eelemen social dari ekosistem mereka bekerjasama didalam suatu cara yang seimbang, lalu cocok antara tingkahlaku seseorang individu dengan tuntutan dari lingkungan. Jika keseimbangan tidak terrcapai, suatu hasil yang tidak cocok, maka seorang individu dinamakan tingkah laku menyimpang.

C. Klasifikasi Anak Berperilaku Masalah (Tuna Laras)


Secara garis besar anak tunalaras dapat diklasifikasikan sebagai anak yang mengalami kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, dan yang mengalami gangguan emosi. Tiap jenis anak tersebut dapat dibagi lagi sesuai dengan besar dan ringannya kelainan yang dialaminya. Sehubungan dengan itu, William M. Cruickshank (1975 : 567) mengemukakan bahwa mereka yang mengalami hambatan sosial dapat

diklasifikasikan kedalam kategori sebagai berikut : The semi-socialize child Anak yang termasuk kelompok ini dapat mengadakan hubungan sosial, tetapi terbatas pada lingungan tertentu, misalnya : keluarga dan kelompoknya. Keadaan ini terjadi pada anak yang datang dari lingkungan yang menganut norma-norma tersendiri, yang mana norma tersebut bertentangan dengan normanorma yang berlaku di masyarakat. Children arrested at a primitive level or socialization Anak pada kelompok ini dalam perkembangan sosialnya berhenti pada level atau lingkaran yang rendah. Mereka adalah anak yang tidak pernah mendapat bimbingan ke arah sikap sosial dan terlantar dari pendidikan, sehingga ia melakukan apa saja yang dikehendakinya. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya perhatian dari orang tua yang berakibat dari perilaku anak kelompok ini cenderung dikuasai oleh dorongan nafsu saja. Children with minimum socialization capacity Anak kelompok ini tidak mempunyai kemampuan sama sekali untuk belajar sikap-sikap sosial. Ini disebabkan oleh pembawaan kelainan atau anak tidak pernah mengenal hubungan kasih sayang sehingga anak pada golongan ini banyak bersifat apatis dan egois. Demikian pula anak yang mengalami gangguan emosi dapat diklasifikasikan menurut berat/ringannya masalah atau gangguan yang dialaminya. Anak ini mengalami kesulitan dalam menyesuaikan tingkah laku dengan lingkungan sosialnya karena ada tekanan-tekanan dari dalam dirinya, adapun anak yang mengalami gangguan emosi diklasifikasikan sebagai berikut :

Neorotic behaviour (perilaku neurotik) Anak pada kelompok ini masih bisa bergaul dengan orang lain akan tetapi mereka mempunyai permasalahan pribadi yang tidak mampu

diselesaikannya. Mereka sering dan mudah sekali dihinggapi perasaan sakit hati, perasaan marah, cemas dan agresif, serta rasa besalah. Keadaan neurotik ini biasanya disebabkan oleh keadaan atau sikap keluarga yang menolak atau sebaliknya, terlalu memanjakan anak serta pengaruh pendidikan yaitu karena kesalahan pengajaran atau juga adanya kesulitan belajar yang besar. Children with psychotic processes Anak pada kelompok ini mengalami gangguan yang paling berat sehingga memerlukan penanganan yang lebih khusus. Mereka sudah menyimpang dari kehidupan yang nyata, sudah tidak memiliki kesadaran diri serta tidak memiliki identitas diri. Adanya ketidaksadaran ini disebabkan oleh gangguan pada sistem syaraf sebagai akibat dari keracunan, misalnya minuman keras dan obat-obatan. Sedangkan, bentuk umum dari perilaku bermasalah dapat diuraikan antara lain : Rasionalisasi Ditunjukkan dalam bentuk memberikan penjelasan atas perilaku yang dilakukan oleh individu; penjelasanyang tampak biasanya cukup logis dan rasional tetapi pada dasarnya apa yang dijelaskan itu bukan merupakan penyebab nyata karena dengan penjelasan tersebut sebenarnya idividu bermaksud menyembunyikan latar belakang perilakunya. Sikap bermusuhan yang berwujud dalam perilaku agresif, menyerang, mengganggu, dan mengecam lingkungan. Menghukum diri sendiri, berwujud mencela diri sebagai penyebab utama kesalahan atau kegagalan. Perilaku menghukum diri ini terjadi karena individu cemas bahwa orang lain tidak akan menyukai dia sekiranya dia mengkritik orang lain. Orang seperti inni memiliki kebutuhan untuk diakui dan disukai yang amat kuat. Represi, ditunjukkan dalam bentuk menyembunyikan dan menekan penyebab yang sebenarnya keluar batas kesadaran. Individu berupaya melupakan hal-hal yang menimbulkan penderitaan hidupnya.

Konformitas yang ditunjukkan dalam bentuk menyelamatkan diri dengan atau terhadap harapan-harapan orang lain. Dengan memenuhi harapan orang lain, maka dirinya akan terhindar dari kecemasan. Orang seperti ini memilki harapan sosial dan ketergantungan yang tinggi.

Sinis Perilaku sinis muncul dari ketidakberdayaan individu untuk berbuat atau berbicara dalam kelompok.

D. Bimbingan Bagi Murid Berperilaku Masalah (Tuna Laras/Perilaku Asosial)


Secara formal kedudukan bimbingan dalam sistem pendidikan di Indonesia telah digariskan dalam UU No.2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional beseta perangkat Peraturan Pemerintahannya. Hal-hal yang berkenaan dengan pendidikan dasar dibicarakan secara khusus dalam PP No. 28/1989. Pada pasal 25 dalam PP tersebut dikatakan bahwa: (1) Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan; (2) Bimbingan dilakukan oleh guru pembimbing. Pengakuan secara formal ini berarti bahwa layanan bimbingan di Sekolah Dasar perlu dilaksanakan secara terprogram dan ditangani oleh orang yang memiliki kemampuan untuk itu. Oleh karena itu, guru Sekolah Dasar dikehendaki memiliki pemahaman dan kemampuan untuk menyelenggarakan layanan bimbingan. Serta, kebutuhan memberikan bimbingan ini pula diperlukan atas dasar kebutuhan dan masalah perkembangan siswa Sekolah Dasar yang menyangkut aspek

perkembangan fisik, kognitif, pribadi, dan sosial. Bagi guru sekolah dasar yang berperan sebagai guru kelas sekaligus sebagai guru pembimbing, penanganan dan pencegahan perilaku bermasalah dapat ditempuh dengan mengembangkan kondisi pembelajaran yang dapat memperbaiki kesehatan mental peserta didik. Dalam jenis-jenis layanan/bimbingan ini akan dikemukakan beberapa hal, seperti berikut. 1. Mengurangi atau Menghilangkan Kondisi yang Tidak Menguntungkan yang Menimbulkan atau Menambah Adanya Gangguan Perilaku

Adapun kondisi yang tidak menguntungkan itu adalah sebagai berikut. Lingkungan fisik yang kurang memenuhi persyaratan Disiplin sekolah yang kaku dan tidak konsisten Guru yang tidak simpatik sehingga situasi belajar tidak menarik Kurikulum yang digunakan tidak berdasarkan kebutuhan anak Metode dan teknik mengajar yang kurang mengaktifkan anak dapat mengakibatkan anak bosan dan merasa lelah. 2. Menentukan model-model dan teknik pendekatan a. Model pendekatan 1) Model biogenetik 2) Model behavioral (tingkah laku) 3) Model psikodinamika 4) Model ekologis b. Teknik 1) Membimbing kedisiplinan 2) Memberikan kesibukan sebagai pemanfaatan waktu luang 3) Membantu pengembangan kesadaran dan konsep diri yang positif 4) Menghindarkan ketidakberdayaan 5) Memanfaatkan pengajaran kelas sebagai wahana untuk bimbingan kelompok. 6) Memanfaatkan pendekatan-pendekatan kelompok dalam melakukan bimbingan. Misalnya dengan guru menggunakan metode yang bervariasi yang memungkinkan peserta didik mengembangkan keterampilan mereka dari ketergantungan dan penguatan

kehidupan kelompok. Seperti sosiometri, diskusi, dan bermain peran yang sekaligus memungkinkan peserta didik terlatih dalam kegiatan

psikomotorik. 7) Mengadakan konferensi kasus dengan melibatkan para guru dan/atau orang tua murid. 8) Menjadikan segi kesehatan mental sebagai salah satu segi evaluasi yang tidak hanya menekan pada segi hasil belajar tapi juga perlu memperhatikan perkembangan kepribadian peserta didik.

9) Memasukkan aspek-aspek hubungan insaniah ke dalam kurikulum sebagai bagian terpadu dari bahan ajaran yang harus disajikan guru. 10) Menaruh kepedulian khusus terhadap faktor-faktor psikologis yang perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan strategi pembelajaran 3. Tempat Layanan a. Tempat integrasi (terpadu) Dari banyak jenis anak tunalaras, ada 3 jenis, yaitu hyperactive, distraktibilitas, dan impulsitas yang kemungkinan banyak dijumpai di sekolah biasa (umum), di mana mereka belajar bersama-sama dengan anak normal. Oleh sebab itu, pada uraian berikut akan dikemukakan hal-hal yang berkaitan dengan layanan terhadap anak-anak tersebut. 1) Hiperaktif Berdasarkan klasifikasi dan karakteristik yang dikemukakan oleh Quay (Hallahan & Kauffman, 1986), hiperaktif termasuk dalam dimensi anak yang bertingkah laku kacau (conduct disorder). Berdasarkan faktor-faktor penyebab tersebut maka dapat

diasumsikan beberapa cara/teknik dalam mengadakan layanan, antara lain medikasi/ penggunaan obat, diet, modifikasi tingkah laku, lingkungan biofeedback. yang terstruktur, pengendalian dari diri, modeling dan

Adapun

pelaksanaan

teknik-teknik

tersebut

diadaptasikan dari Kauffman (1985) sebagai berikut. Medikasi sering dipakai adalah obat-obat perangsang saraf terutama yang ada kaitannya dengan penenangan. Diet yang dianjurkan adalah pantangan berbagai macam makanan, termasuk makanan yang mengandung zat pewarna atau penyedap rasa tiruan yang dapat menyebabkan hiperaktif. Modifikasi tingkah laku, dengan teknik yang perlu diperhatikan berbagai prinsip antara lain: menentukan kapan harus memberi hadiah, kapan harus memberi hukuman, serta jenis penguat apa yang pantas dipakai. Lingkungan yang terstruktur menekankan pengaturan lingkungan belajar anak sehingga tidak menjadi penyebab munculnya perilaku hiperaktif, misalnya dengan mengurangi objek/benda/warna/suara di

kelas yang dapat mengganggu perhatian anak, penjelasan secara terperinci jenis perilaku yang dapat/tidak dapat dilakukan anak di kelas, pemberian konsekuensi (hadiah, hukuman) yang sangat konsisten, dan sistem pembelajaran yang sangat terstruktur. Modeling. Prosedur yang dipakai adalah dengan menyuruh anak normal di kelas untuk memberi contoh perilaku yang baik. Biofeedback yang pelaksanaannya, antara lain anak dilatih untuk mengendalikan aktivitas otot-ototnya dengan memantau sendiri tekanan ototnya 2) Distrakbilitas Distrakbilitas merupakan gangguan dalam perhatian pada stimulus yang relevan secara efisien. Ada beberapa cara yang digunakan dalam memberi layanan kepada anak-anak tersebut, diantaranya adalah sebagai berikut. Lingkungan yang terstruktur dan stimulus yang terkendali, yakni (1) Dinding dan langit-langit yang kedap suara; (2) Pemasangan karpet di lantai; (3) Jendela ditutup dengan kain atau kaca baru; (4) Lemari dan rak buku ditata sehingga isinya tidak tampak; (5) Tidak ada dekorasi pada papan tulis atau majalah dinding, kecuali pada saat-saat tertentu; (6) Disediakan meja tulis yang tertutup di depan dan sampingnya sehingga anak dapat bekerja sendiri tanpa gangguan; (7) Kegiatan sehari-hari berjalan secara rutin dengan hanya sedikit variasi; (8) Tetapkanlah apa yang diharapkan dari anak dan jelaskan hal itu; (9) Pemberian konsekuensi (hadiah, hukuman) secara konsisten. Modifikasi materi dan strategi pembelajaran Modifikasi materi yang disarankan adalah pada pengaturan materi pembelajaran, misalnya dengan memisahkan gambar dengan bacaan. Dalam hal ini dianjurkan menggunakan model pembelajaran langsung atau terarah (direct instruction) yang ditandai dengan fokus pada guru, pengarahan dan harapan yang jelas dan eksplisit, serta

pemantauan dan evaluasi dilakukan secara rutin. Selain itu perlu penggunaan label verbal sebagai stimulus dan pengulangan secara verbal materi yang telah diajarkan, seperti yang sudah dijelaskan di depan. Modifikasi tingkah laku, seperti yang sudah dijelaskan di depan.

3) Impulsivitas Seseorang dikatakan impulsif jika cenderung mengikuti kemauan hatinya dan terbiasa bereaksi cepat tanpa berpikir panjang dalam situasi sosial maupun tugas-tugas akademik. Anak impulsif lebih berhati-hati dan lebih teliti pada waktu menghadapi soal akademik daripada menghadapi gambar. Adapun beberapa metode untuk mengendalikan impulsif, diantaranya: Melatih verbalisasi aktivitasnya untuk mengendalikan perilakunya; Modifikasi tingkah laku; Mengajarkan seperangkat keterampilan kepada anak, antara lain keterampilan memusatkan perhatian, menghindari gangguan/

stimulan pengganggu, mengembangkan keterampilan mengingat, menghargai perasaan; Mendiskusikan perilaku anak antara guru dengan anak itu sendiri untuk memperoleh pemahaman akan masalah perilaku anak itu; Wawancara dengan anak segera setelah perilaku terjadi untuk melihat apa yang telah terjadi, mengapa terjadi, dan apa yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya masalah. b. Tempat khusus Tempat ini dikenal dengan Sekolah Luar Biasa Anak Tunalaras (SLB-E). Sama halnya dengan sekolah luar biasa yang lain SLB-E memiliki kurikulum dan struktur pelaksanaannya yang disesuaikan dengan keadaan anak tunalaras. Anak yang diterima pada lembaga khusus ini biasanya anak yang mengalami gangguan perilaku yang sedang dan berat. Maksudnya perilaku anak telah mengarah pada tindakan kriminal dan sangat mengganggu lingkungannya. Pelaksanaan pendidikan anak tunalaras dapat Anda baca pada pelaksanaan pendidikan anak luar biasa jenis lain karena pada prinsipnya adalah sama.

Secara umum, jenis bimbingan pula diuraiakan sebagai berikut: (1) Bimbingan Fisik Hal ini semakin dirasakan pentingnya bila kita semua ingat satu prinsip yang mengatakan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara gangguan dalam segi pisik dengan yang bersifat psihis. Dengan bantuan pembimbing, dokter, dan petugas kesehatan, anak berkebutuhan khusus hendaknya diberi bimbingan sekitar: (2) Bimbingan Belajar Bimbingan belajar di berikan kepada anak berkebutuhan khusus pada umumnya, khususnya kepada siswa yang pada suatu saat membutuhakan bantuan untuk memecahkan masalah atau kesulitan yang berhubungan dengan kegiatan belajar, baik itu disekolah, di asrama, di luar sekolah ataupun di luar asrama. Pembimbing berkewajiban membantu siswa dalam memecahkan masalah pengajaran diatas dengan berbagai bentuk bimbingan. Usaha pembimbing diarahkan kepada siswa untuk membantu siswa agar dapat menyesuaikan diri secara memadai dalam situasi belajar. Upaya yang dapat dilakukan misalnya dengan jalan mempekuat motif positif yang sudah ada pada diri siswa, memperjelas tujuan belajar, merumuskan tujuan-tujuan sementara yang segera dapat dicapai, membina situasi persaingan yang sehat dan kalau perlu membeikan rangsangan baik dengan kata-kata pujian atau sesekali dalam bentuk hadiah berupa benda. Pemberian informasi sebagai salah satu teknik dalam bimbingan belajar akan sangat membantu siswa. Informasi tentang cara belajar yang efektif, bagaimana cara melakukan diskusi yang baik, cara-cara mengembangkan kebiasaan belajar yang baik dan cara menghilangkan kebiasaan belajar yang buruk. (3) Bimbingan Penyesuaian Diri Siswa dituntut untuk dapat menyesuaikan dirinya, baik dengan dirinya sendiri, dengan keluarga, dengan lingkungan sekolah, dengan teman sebaya dan dengan masyarakat luas. (4) Bimbingan Vokasional Bimbingan Vokasional atau lebih khusus lagi bimbingan kerja untuk anak berkebutuhan khusus mempunyai peranan yang sangat penting. Bimbingan Vokasional/kerja terutama ditunjukan untuk:

Membantu anak berekebutuhan khusus dalam menialai kemampuan dasar yang dimilkinya, minatnya, sikap serta kecakapan khusus yang mereka miliki.

Mengarahkan anak berkebutuhan khusus kepada kemungkinan-kemungkinan pekerjaan yang sesuai dengan keterbatasan yang ditimbulkan karena kecacatan yang disandangnya.

Memberikan bimbungan khusus bagi anak luar biasa yang mendapat kesulitan dalam menentukan kariernya dimasa yang akan datang. Memberikan bantuan dan petunjuk bagi anak berkebutuhan khusus tentang kemungkinan-kemungkinan lapangan kerja yang dapat dimasuki dan dimana mereka dapat menyalurkan keinginan bila telah selesai mengikuti latihan kerja tertentu.

DAFTAR PUSTAKA
Delphie, Bandi. 2007. Pembelajaran Untuk anak Dengan Kebutuhan Khusus. Bandung: Depdiknas Dirjen Dikti Direktorat ketenagaan. Kartadinata, Sunaryo. 1999. Bimbingan Di Sekolah Dasar. Bandung: Depdikbud Dirjen Dikti Proyek PGSD. Suparno, dkk. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Program Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Subdin Bina Pendidikan Dasar Dinas

Pendidikan Propinsi Kalimantan Selatan. Tim Penulis. 1995. Etiologi dan Terapi Anak Tunalaras. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti Proyek Pendidikan Tenaga Guru. Dieza. Januari 2011. Anak Tunalaras, (online),

http://www.dieza.web.id/2011/01/anak-tunalaras.html, diakses pada 18 September 2012. Achmad Shidiq Permana. 02 Maret 2012. Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus, (online), http://achmadblue.blogspot.com/2011/03/bimbingan-anak-berkebutuhan-

khusus.html, diakses pada 18 September 2012. Kelompok 10. 2009. Bimbingan Konseling, (online), diakses

http://ml.scribd.com/doc/45663555/Bimbingan-Bagi-Murid-Berkelainan, pada 18 Sepetember 2012.

You might also like