You are on page 1of 17

ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU KALAM

I. PENDAHULUAN
Sebagai salah satu ilmu keIslaman, Ilmu kalam sangat lah penting untuk di ketahui oleh seorang muslim yang mana
pembahasan dalam ilmu kalam ini adalah pembahasan tentang aqidah dalam Islam yang merupakan inti dasar agama,
karena persolaan aqidah Islam ini memiliki konsekwensi yang berpengarah pada keyakinan yang berkaitan dengan
bagaimana seseorang harus meng interpretasikan tuhan itu sebagai sembahannya hingga terhindar dari jurang kesesatan
dan dosa yang tak terampunkan (syirik).
Memang, Pembahasan pokok dalam Agama Islam adalah aqidah, namun dalam kenyataanya masalah pertama yang
muncul di kalangan umat Islam bukanlah masalah teologi, melainkan persolaan di bidang politik, hal ini di dasari dengan
fakta sejarah yang menunjukkan bahwa, titik awal munculnya persolan pertama ini di tandai dengan lahirnya kelompok-
kelompok dari kaum muslimin yang telah terpecah yang kesemuanya itu di awAli dengan persoalan politik yang kemudian
memunculkan kelompok-kelompok dengan berbagai Aliran teologi dan berbagai pendapat-pendapat yang berbeda-beda.
Dalam pembahasan Ilmu Kalam, kita dihadapkan pada barbagai macam gerakan pemikiran-pemikiran besar yang
kesemuanya itu dapat dijadikan sebagai gambaran bahwa agama Islam telah hadir sebagai pelopor munculnya pemikiran-
pemikiran yang hingga sekarang semuanya itu dapat kita jumpai hampir di seluruh dunia. Hal ini juga dapat dijadikan alasan
bahwa Islam sebagi mana di jumpai dalam sejarah, bukanlah sesempit yang dipahami pada umumnya, karena Islam
dengan bersumber pada alQuran dan As-Sunnah dapat berhubungan dengan pertumbuhan masyarakat luas.
II. ALIRAN-ALIRAN ILMU KALAM
Problematika teologis di kalangan umat Islam baru muncul pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib (656-661M)
yang ditandai dengan munculnya kelompok dari pendukung Ali yang memisahkan diri mereka karena tidak setuju dengan
sikap Ali yang menerima Tahkim dalam menyelesaikan konfliknya dengan muawiyah bin abi Sofyan, gubernur syam, pada
waktu perang siffin. Kelompok ini selanjutnya dikenal dengan Kelompok Khawarij.
Lahirnya Kelompok Khawarij ini dengan berbagai pendapatnya selanjutnya, menjadi dasar kemunculan kelompok baru
yang dikenal dengan nama Murjiah. lahirnya Aliran teologi inipun mengawali kemunculan berbagai Aliran-Aliran teologi
lainnya. Dan dalam perkembangannya telah banyak melahirkan berbagai Aliran teologi yang masing-masing mempunyai
latar belakang dan sejarah perkembangan yang berbeda-beda.Berikut ini akan dibahas tentang pertumbuhan dan
perkembangan Aliran tersebut berikut pokok-pokok pikiran nya masing-masing.
1. Aliran Khawarij.
1. Pengertian dan latar belakang timbulnya Aliran khawarij
Aliran Khawarij merupakan Aliran teologi tertua yang merupakn Aliran pertama yang muncul dalam teologi Islam. Menurut
ibnu Abi Bakar Ahmad Al-Syahrastani, bahwa yang disebut Khawarij adalah setiap orang yang keluar dari imam yang hak
dan telah di sepakati para jemaah, baik ia keluar pada masa sahabat khulafaur rasyidin, atau pada masa tabiin secara
baik-baik. Menurut bahasa nama khawarij ini berasal dari kata kharaja yang berarti keluar. Nama itu diberikan kepada
mereka yang keluar dari barisan Ali.[1] Kelompok ini juga kadang kadang menyebut dirinya Syurah yang berarti golongan
yang mengorbankan dirinya untuk allahdi samping itu nama lain dari khawarij ini adalah Haruriyah, istilah ini berasal dari
kata harura, nama suatu tempat dekat kufah, yang merupakan tempat mereka menumpahakn rasa penyesalannya kapada
Ali bin abi Thalib yang mau berdamai dengan Muawiyah.[2]
Kelompok khawarij ini merupakan bagian dari kelompok pendukung Ali yang memisahkan diri, dengan beralasan ketidak
setujuan mereka terhadap sikap Ali bin abi Thalib yang menerima tahkim (arbitrase) dalam upaya untuk menyelesaikan
persilisihan dan konfliknya dengan muawiyah bin abi sofyan, gubernur syam, pada waktu perang siffin.
Latar belakang ketidak setujuan mereka itu, beralasan bahwa tahkim itu merupakan penyelesaian masalah yang tidak di
dasarkan pada ajaran Al-Quran, tapi ditentukan oleh manusia sendiri, dan orang yang tidak Memutuskan hukum dengan
al-quran adalah kafir. Dengan demikian, orang yang melakukan tahkim dan merimanya adalah kafir.[3]
Atas dasar ini, kemudian golongan yang semula mendukung Ali ini selanjutnya berbalik menentang dan memusuhi Ali
beserta tiga orang tokoh pelaku tahkim lainnya yaitu Abu Musa Al-Asyari, Muawiyah bin Abi Sofyan dan Amr Bin Ash.Untuk
itu mereka berusaha keras agar dapat membunuh ke empat tokoh ini, dan menurut fakta sejarah, hanya Ali yang berhasil
terbunuh ditangan mereka.
1. Tokoh-tokoh Khawarij
Diantara tokoh-tokoh khawarij yang terpenting adalah :
1. Abdullah bin Wahab al-Rasyidi, pimpinan rombongan sewaktu mereka berkumpul di Harura (pimpinan Khawarij
pertama)
2. Urwah bin Hudair
3. Mustarid bin saad
4. Hausarah al-Asadi
5. Quraib bin Maruah
6. Nafi bin al-azraq (pimpinan al-Azariqah)
7. Abdullah bin Basyir
8. Zubair bin Ali
9. Qathari bin Fujaah
10. Abd al-Rabih
11. Abd al Karim bin ajrad
12. Zaid bin Asfar
13. Abdullah bin ibad[4]
C. Sekte-sekte dan ajaran pokok Khawarij
Terpecahnya Khawarij ini menjadi beberapa sekte, mengawali dan mempercepat kehancurannya dan sehingga Aliran ini
hanya tinggal dalam catatan sejarah. Sekte-Sekte tersebut adalah: [5]
1. Al-Muhakkimah
2. Al-Azariqah
3. Al-Najdat
4. Al-baihasyiah
5. Al-Ajaridah
6. Al-SaAlibah
7. Al-Ibadiah
8. Al Sufriyah
Secara umum ajaran-ajaran pokok Khawarij adalah:
1. Orang Islam yang melakukan Dosa besar adalah kafir; dan harus di bunuh.
2. Orang-orang yang terlibat dalam perang jamal (perang antara Aisyah, Talhah, dan zubair, dengan Ali bin abi
tahAlib) dan para pelaku tahkimtermasuk yang menerima dan mambenarkannya di hukum kafir;
3. Khalifah harus dipilih langsung oleh rakyat. [6]
4. Khalifah tidak harus keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi Khalifah apabila suda
memenuhi syarat-syarat.
5. Khalifah di pilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syariat islam, dan di
jatuhi hukuman bunuh bila zhalim.
6. Khalifah sebelum Ali adalah sah, tetapi setelah tahun ke tujuh dari masa kekhalifahannya Usman r.a dianggap
telah menyeleweng,
7. Khalifah Ali dianggap menyelewang setelah terjadi Tahkim (Arbitrase).[7]
1. 2. Aliran Murjiah
1. Pengertian dan latar belakang timbulnya aliran Murjiah
Aliran Murjiah ini muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat dalam upaya kafir mengkafirkan terhadap
orang yang melakukan dosa besar, sebagai mana hal itu dilakukan oleh aliran khawarij. Mereka menangguhkan penilaian
terhadap orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim itu di hadapan tuhan, karena hanya tuhanlah yang mengetahui
keadaan iman seseorang. Demikian pula orang mukmin yang melukan dosa besar masih di anggap mukmin di hadapan
mereka. Orang mukmin yang melakukan dosa besar itu dianggap tetap mengakui bahwa tiada tuhansealin allah dan Nabi
Muhammad sebagai Rasulnya. Dengan kata lain bahwa orang mukmin sekalipun melakukan dosa besar masih tetap
mangucapkan dua kalimat syahadat yang menjadi dasar utama dari iman. Oleh karena itu orang tersebut masih tetap
mukmin, bukan kafir.[8]
Pandangan mereka itu terlihat pada kata murjiah yang barasal dari kata arja-a yang berarti menangguhkan, mengakhirkan
dan memberi pengharapan.
Hal-hal yang melatarbelakangi kehadiran murjiah antara lain adalah : [9]
1. adanya perbedaan pendapat antara Syiah dan Khawarij; mengkafirkan pihak-pihak yang ingin merebut kekuasaan
ali dan mengakfirkan orang- yang terlihat dan menyetujui tahkim dalam perang siffin.
2. adanya pendapat yang menyalahkan aisyah dan kawan-kawan yang menyebabkan terjadinya perang jamal.
3. adanya pendapat yang menyalahkan orang yang ingin merebut kekuasaan Usman bin Affan. [10]
1. Ajaran-ajaran Murjiah
1. Ajaran-ajaran pokok murjiah dapat disimpulan sebagai berikut: .
2. Iman Hanya membenarkan (pengakuan) di dalam Hati
3. Orang islam yang melakukan dosa besar tidak dihukumkan kafir. Muslim tersebut tetap mukmin selama ia
mengakui dua kalimat syahadt.
4. Hukum terhadap perbuatan manusia di tangguhkan hingga hari kiamat[11]
1. Tokoh dan sekte dalam murjiah
Dalam perkembangannya, Murjiah mengalami berbagai perbedaan pendapat dikalangan pengikutnya yang mendasari
lahirnya aliran-aliran,


selanjutnya, aliran murjiah ini
terpecah menjadi beberapa macam sekte, ada yang moderat, ada pula yang ekstrem.
Tokoh murjiah Moderat antara lain adalah hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusufdan
beberapa ahli hadits[12], yang berpendapat, bagaimanapun besarnya dosa seseorang, kemungkinan mendapat ampunan
dari tuhan masih ada. Sedangkan yang ekstrem antara lain ialah kelompok Jahmiyah, pengikut Jaham bin Shafwan.
Kelompok ini berpendapat, sekalipun seseorang menyatakan dirinya musyrik, orang itu tidak dihukum kafir.[13]
1. 3. Aliran Qadariyah
1. Pengertian dan latar belakang timbulnya aliran Qadariyah
Qadariyah berakar pada qadara yang dapat berarti memutuskan dan memiliki kekuatan atau kemampuan.Sedangkan
sebagai suatu aliran dalam ilmu kalam, qadariyah adalah nama yang dipakai untuk suatu aliran yang memberikan
penekanan terhadap kebebasan dan kekuatan manusia dalam menghasilkan perbuatan-perbuatannya. Dalam paham
qadariyah manusia di pandang mempunyai qudrat atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal
dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk kepada qadar dan qada Tuhan[14]
Mazhab qadariyah muncul sekitar tahun 70 H(689 M). Ajaran-ajaran tentang Mazhab ini banyak memiliki persamaan
dengan ajaran Mutazilah sehingga Aliran Qadariyah ini sering juga disebut dengan aliran Mutazilah, kesamaan keduanya
terletak pada kepercayaan kedunya yang menyatakan bahwa manusia mampu mewujudkan tindakan dan perbuatannya,
dan tuhan tidak campur tangan dalam perbuatan manusia ini, dan mereka menolak segala sesuatu terjadi karena qada dan
qadar Allah SWT.[15]
Aliran ini merupakan aliran yang suka mendahulukan akal dan pikiran dari pada prinsip ajaran Al -Quran dan hadits sendiri.
Al-Quran dan Hadits mereka tafsirkan berdasarkan logika semata-mata. Padahal kita tahu bahwa logika itu tidak bisa
menjamin seluruh kebenaran, sebab logika itu hanya jalan pikiran yang menyerap hasil tangkapan panca indera yang serba
terbatas kemampuannya. Jadi seharusnya logika dan akal pikiranlah yang harus tunduk kepada Al-Quran dan Hadits,
bukan sebaliknya.[16]
Tokoh utama Qadariyah ialah Mabad Al-Juhani dan Ghailan al Dimasyqi. Kedua tokoh ini yang mempersoalkan tentang
Qadar.
1. Pokok-pokok ajaran Qadariyah
Menurut Dr. Ahmad Amin dalam kitabnya Fajrul Islam halaman 297/298, pokok-pokok ajaran qadariyah adalah :
1. Orang yang berdosa besar itu bukanlah kafir, dan bukanlahmukmin, tapi fasik dan orang fasikk itu masuk neraka
secara kekal.
2. Allah SWT. Tidak menciptakan amal perbuatan manusia, melainkan manusia lah yang menciptakannyadan karena
itulah maka manusia akan menerima pembalasan baik (surga) atas segala amal baiknya, dan menerima balasan
buruk (siksa Neraka) atas segala amal perbuatannya yang salah dan dosakarena itu pula, maka Allah berhak
disebut adil.
3. Kaum Qadariyah mengatakan bahwa Allah itu maha esa atau satu dalam ati bahwa Allah tidak memiliki sifat-sifat
azali, seprti ilmu, Kudrat, hayat, mendengar dan melihat yang bukan dengan zat nya sendiri. Menurut mereka
Allah SWT, itu mengetahui, berkuasa, hidup, mendengar, dan meilahat dengan zatnya sendiri.
4. Kaum Qadariyah berpendapat bahwa akal manusia mampu mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk,
walaupun Allah tidak menurunkan agama. Sebab, katanya segala sesuatu ada yang memiliki sifat yang
menyebabkan baik atau buruk. [17]
Selanjutnya terlepas apakah paham qadariyah itu di pengaruhi oleh paham luar atau tidak, yang jelas di dalam Al -Quran
dapat di jumpai ayat-ayat yang dapat menimbulkan paham qadariyah .
Dalam surat Al Raad Ayat 11, di jelaskan
c ( #$! w i t $ tB BQqs)/ 4Lym (#r i t $ tB kRr'/ 3
Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan diri mereka sendiri
Dalam Surat Al-Kahfi ayat 29, allah menegaskan
@%ur , ys9$# `B O3n/ ` ) yJs u!$x `Bs =s tBur u!$x 3u =s
Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa
yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir.
Dengan demikian paham qadariyah memilki dasar yang kuat dalam islam, dan tidaklah beralasan jika ada sebagian orang
menilai paham ini sesat atau kelaur dari islam
1. 4. Aliran Jabariyah
1. Pengerian, dan latar belakang Kemunculan jabariyah.
Nama jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa. Sedangkan menurut al-Syahrastani bahwa
Jabariyah berarti menghilangkan perbuatan dari hamba secara hakikat dan menyandarkan perbuatan tersebutkepada
Allah.[18] Dan dalam bahasa inggris disebut dengan fatalism atau predestination, yaitu paham yang menyatakan bahwa
perbuatan manusia di tentukan sejak semula oleh qada dan qadar tuhan.
Menurut catatan sejarah, paham jabariyah ini di duga telah ada sejak sebalum agama Islam datangke masyarakat arab.
Kehidupan bangsa arab yang diliputi oleh gurun pasir sahara telah
memberi
kan pengaruh besar terhadap hidup mereka, dengan keadaan yang sangat tidak
bersahabat dengan mereka pada waktu itu. Hal ini kemudian mendasari mereka untuk tidak bisa berbuat apa-apa, dan
menyebankan mereka semata-mata tunduk dan patuh kepada kehendak tuhan.[19]
Munculnya mazhab ini berkaitan dengan munculnya Qadariyah. Daerah kelahirannya pun berdekatan. Qadariyah muncul di
irak, jabariyah di khurasan. Aliran ini pada mulanya di pelopori oleh al-jaad bin dirham. Namun, dalam perkembangannya.
Aliran ini di sebarluaskan oleh jahm bin Shafwan. Karena itu aliran ini terkadang disebut juga dengan Jahmiah.
1. Pokok-pokok paham jabariyah.
Selanjutnya, yang menjadi dasar yang sejajar dengan pemahaman pada aliran jabariyah ini dijelaskan Al -Quran
diantaranya :
Dalam surat al-saffat ayat 96 :
!$#ur /3s)n=s $ } tBur tbq=yJs?
Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.
Dalam surat al Insan ayat 30, dinyatakan
$ tBur tbr!$tn@ Hw) br& u!$to !$# 4 .
Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah.
Jaham bin Shafwan mempunyai pendirian bahwa manusia itu terpaksa, tidak mempunyai pilihan dan kekuasaan. Manusia
tidak bisa berbuat lain dari apa yang telah di lakukannya. Allah SWT, telah mentakdirkan ats dirinya segala amal perbuatan
yang mesti di kerjakannya, dan segala perbuatan itu adalah ciptaan allah, sama seperti apa yang dia ciptakan pada benda-
benda yang tidak bernyawa. Oleh karena itu, jaham menginterpretasikan bahwa pahala dan siksa merupakan paksaan
dalam arti bahwa allah telah mentakdirkan seseorang itu baik sekaligus memberi pahala dan allah telah mentakdirkan
seseorang itu berdosa sekaligus juga menyiksanya.
Sehingga, dalam realisasinya, orang yang termakan paham ini bisa menjadi apatis dan beku hidupnya, tidak bisa berbuat
apa-apa, selain berpangku tangan, menunggu takdir Allah semata-mata dan berusahapun tidak. Karena mereka telah
berkeyakinan bahwa allah telah mentakdirkan segala sesuatu, dan manusia tidak bisa mengusahakan sesuatu itu.
Disisi lain, aliran ini tetap berpendapat bahwa manusia tetap mendapat pahala atau siksa karena perbuatan baik atau jahat
yang dilakukannya. Paham bahwa perbuatan yang dilakukan manusia adalah sebenarnya perbuatan tuhan tidak menafikan
adanya pahala dan siksa.
Berkenaan dengan itu perlu dipertegas bahwa Jabariyah yang di kemukakan Jaham bin Shafwan adalah paham yang
ekstrem. Sementara itu terdapat pula paham jabariyah yang moderat, seperti yang diajarkan oleh Husain Bin Muhammad
al.Najjar dan Dirar Ibn Amr.
Menurut Najjar dan Dirar, bahwa Tuhanlah yang menciptakan perbuatan Manusia baik perbuatan itu positif maupun negatif
Tetapi dalam melakukan perbuatan itu manusia mempunyai bagian daya yang diciptakan dalam diri manusia oleh tuhan,
mempunyai efek, sehingga manusia mampu melakukan perbuatanitu.Daya yang diperoleh untuk mewujudkan perbuatan-
perbuatan inilah yang kemudian disebut Kasb atau acquisition.[20]
Menurut paham ini manusia tidak hanya bagaikan wayang di gerakkan oleh dalang, tetapi manusia dan Tuhan terdapat
kerja sama dalam mewujudkan suatu perbuatan, dan manusia tidak semata-mata di paksa dalam melaksanakan
perbuatannya.
1. 5. Aliran Mutazilah
1. Pengertian dan latar belakang munculnya Mutazilah
Perkataan Mutazilah berasal dari kata tizal yang artinya memisahkan diri, pada mulanya nama ini di berikan oleh orang
dari luar mutazilah karena pendirinya, Washil bin Atha, tidak sependapat dan memisahkan diri dari gurunya, Hasan al -
Bashri. Dalam perkembangan selanjutnya, nama ini kemudian di setujui oleh pengikut Mutazilah dan di gunakan sebagai
nama dari bagi aliran teologi mereka.
Aliran mutazilah lahir kurang lebih 120 H, pada abad permulaan kedua hijrah di kota basyrah dan mampu bertahan sampai
sekarang, namun sebenarnya, aliran ini telah muncul pada pertengahan abad pertama hijrah yakni diisitilahkan pada para
sahabat yang memisahkan diri atau besikap netral dalam peristiwa-peristiwa politik. Yakni pada peristiwa meletusnya
perang jamal dan perang siffin, yang kemudian mendasari sejumlah sahabat yang tidak mau terlibat dalam konflik tersebut
dan memilih untuk menjauhkan diri mereka dan memilih jalan tengah.
Disisi lain, yang melatarbelakangi munculnya kedua Mutazilah diatas tidaklah sama dan tidak ada hubungannya karena
yang pertama lahir akibat kemelut politik, sedangkan yang kedua muncul karena didorong oleh persoalan aqidah.[21]
Dalam perkembangannya, Mutazilah pimpinan Washil bin Atha lah yang menjadi salah satu aliran teologi dalam islam.
1. Pokok-pokok ajaran Mutazilah
Ada lima prinsip pokok ajaran Mutazilah yang mengharuskan bagi pemeluk ajaran ini untuk memegangnya, yan dirumuskan
oleh Abu Huzail al-Allaf :
1. al Tauhid (keesaan Allah)
2. al Adl (keadlilan tuhan)
3. al Wad wa al waid (janji dan ancaman)
4. al Manzilah bain al Manzilatain (posisi diantara posisi)
5. amar mauruf dan Nahi mungkar.[22]
1. Tokoh-tokoh Mutazilah
Diantara para tokoh-tokoh yang berpengaruh pada Mutazilah yaitu:
1.
1. Washil bin Atha
2. Abu Huzail al-Allaf
3. Al Nazzam
4. Al-Jubbai[23]
1. 6. Ahlussunah Wal- Jamaah
1. Pengertian dan para tokoh serta pemikiran-pemikiran mereka.
Ahlussunnah berarti penganut atau pengikut sunnah Nabi Muhammad SAW, dan jemaah berarti sahabat nabi. Jadi
Ahlussunnah wal jamaah mengandung arti penganut Sunnah (ittikad) nabi dan para sahabat beliau.[24]
Ahlussunnah sering juga disebut dengan Sunni dapat di bedakan menjadi 2 pengertian, yaitu khusus dan umum, Sunni
dalam pengertian umum adalah lawan kelompok Syiah, Dalam pengertian ini, Mutazilah sebagai mana juga Asyariyah
masuk dalam barisan Sunni. Sunni dalam pengertian khusus adalah mazhab yang berada dalambarisan Asyariyah dan
merupakan lawan Mutazilah.[25]
Aliran ini, muncul sebagai reaksi setelah munculnya aliran Asyariyah dan maturidiyah,dua aliran yang menentang ajaran-
ajaran Mutazilah.
Tokoh utama yang juga merupakan pendiri mazhab ini adalah Abu al hasan al Asyari dan Abu Mansur al Maturidi.
a. Abu al Hasan al Asyari
1. Pokok-pokok pemikirannya
Sifat-sifat Tuhan. Menurutnya, Tuhan memiliki sifat sebagaiman di sebut di dalam Alquran, yang di sebut sebagai
sifat-sifat yang azali, Qadim, dan berdiri diatas zat tuhan. Sifat-sifat itu bukanlah zat tuhan dan bukan pula lain dari
zatnya.
Al-Quran, Manurutnya, al-Quran adalah qadim dan bukan makhluk diciptakan.
Melihat Tuhan, menurutnya, Tuhan dapat dilihat dengan mata oleh manusia di akhirat nanti.
Perbuatan Manusia. Menurutnya, perbuatan manusia di ciptakan tuhan, bukan di ciptakan oleh manusia itu
sendiri.
Antrophomorphisme
Keadlian Tuhan, Menurutnya, tuhan tidak mempunyai kewajiban apapun untuk menentukan tempat manusia di
akhirat. Sebab semua itu marupakan kehendak mutlak tuhan sebab tuhan maha kuasa atas segalanya.
Muslim yang berbuat dosa. Menurutnya, yang berbuat dosa dan tidak sempat bertobat diakhir hidupnya tidaklah
kafir dan tetap mukmin.[26]
1. Abu manshur Al-Maturidi
1.Pokok-pokok pemikirannya :
Sifat Tuhan. Pendapatnya sejalan dengan al Asyari
Perbuatan Manusia. Menurtnya, Perbuatan manusia sebenarnya di wujudkan oleh manusia itu sendiri, dan bukan
merupakan perbuatan tuhan.
Al Quran. Pendapatnya sejalan dengan al Asyari
Kewajiban tuhan. Menurutnya, tuhan memiliki kewajiban-kewajiban tertentu.
Muslim yang berbuat dosa. Pendapatnya sejalan dengan al Asyari
Janji tuhan. Menurutnya, janji pahala dan siksa mesti terjadi, dan itu merupakan janji tuhan yang tidak mungkin di
pungkirinya.
Antrophomorphisme. [27]
1. 7. Aliran Syiah
1. Pengertian dan kemunculannya Syiah
Secara bahasa Syiah berarti pengikut. Yang dimaksud dengan pengikut disini ialah para pendukung Ali bin Abi Thalib.
Secara istilah Syiah sering di maksudkan pada kaum muslimin yang dalam bidang spritual dan keagamaannya selalu
merujuk pada keturuan Nabi Muhammad SAW, atau yang sebut sebagai ahl al-bait.selanjutnya, istilah yiah ini untuk
pertama kalinya di tujukan pada para pengikut ali (syiah ali), pemimpin pertama ahl- al bait pada masa Nabi Muhammad
SAW.
Para pengikut ali yang disebut syiah ini diantaranya adalah Abu Dzar al Ghiffari, Miqad bin Al aswad dan Ammar bin
Yasir.[28]
Mengenai latar belakng munculnya aliran ini, terdapat dua pendapat, pertama menurut Abu Zahrah, Syiah mulai muncul
pada akhir dari masa jabatan Usman bin Affankemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi
Thalib, Adapun menurut Watt, Syiah bener-bener muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali dan Muawiyah yang
dikenal denganPerang siffin. Dalam peperangan ini, sebagai respon atas penerimaan ali terhadap arbitrase yang diatwarkan
Muawiyah, pasukan Ali di ceritakan terpecah menjadi dua, satu kelompok mendukung sikap Ali kelak di sebut Syiah dan
kelompok lain menolak sikap Ali, kelak di sebut Khawarij.[29]
1. Pokok-Pokok Pikiran Syiah[30]
Kaum Syiah memiliki lima prinsip utama yang wajib di percayai oleh penganutnya. Kelima prinsip itu adalah :
1. al Tauhid
Kaum Syiah mengimani sepenuhnya bahwa allah itu ada, Maha esa, tunggal, tempat bergantung, segala makhluk, tidak
beranak, tidak diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang menyamainya. Dan juga mereka mempercayai adanya sifat-
sifat Allah.
1. al adl
Kaum Syiah mempunyai keyakinan bahwa Allah Maha Adil. Allah tidak melakukan perbuatan zhalim dan perbuatan buruk,
ia tidak melakukan perbuatan buruk karena ia melarang keburukan, mencela kezaliman dan orang yang berbuat zalim.
1. al Nubuwwah
Kepercayaan Syiah terhadap para Nabi-nabi juga tidak berbeda dengan keyakinan umat muslim yang lain. Menurut
mereka, Allah mengutussejumlah nabi dan rasul ke muka bumi untnk membimbing umat manusia.
1. al imamah
Menurut Syiah, Imamah berarti kepemimpinan dalam urusan agama dan dunia sekaligus, ia pengganti rasul dalam
memelihara Syariat, melaksanakan Hudud, dan mewujudkan kebaikan dan ketentraman umat.
1. al maad
Maad berarti tempat kembali (hari akhirat), kaum Syiah sangat percaya sepenuhnya akan adanya hari akhirat, bahwa hari
akhirat itu pasti terjadi.
1. 8. Aliran Salafiyah
1. Pengertian dan latar belakang munculnya Salafiyah
Secara bahasa salafiyah berasal dari kata salaf yang berarti terdahulu, yang dimaksud terdahulu disini adalah orang-orang
terdahulu yang semasa Rasul SAW, para sahabat, para tabiin, dan tabitt tabiin. sedangakan salafiyah berarti orang-orang
yang mengikuti salaf.[31]
Istilah salaf mulai dikenal dan muncul beberapa abad abad sesudah Rasul SAW wafat, yaitu sejak ada orang atau golongan
yang tidak puas memahami al Quran dan hadits tanpa tawil, terutama untuk menjelaskan maksud-maksud tersirat dari
ayat-ayat al-Quran sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang tidak layak bagi Allah SWT.[32]
Orang yang termasuk dalam kategori salaf adalah orang yang hidup sebelum tahun 300 hijriah, orang yang hidup sesudah
tahun 300 H termasuk dalam kategori khalaf.
1. Tokoh-tokoh ulama salaf dan perkembangan Aliran salafiyah.
Tokoh terkenal ulama salaf adalah Ahmad bin Hambal. Nama lengkapnya, Ahmad, bin Muhammad bin Hambal, beliau juga
di kenal sebgai pendiri dan tokoh mazhab Hambali. .
Tokoh salafiyah yang terkenal lainnya adalah Taqiyuddin Abu al Abbas Ahmad bin Abdul Halim bin Abd al salam bin
Abdullah bin Muhammad bin Taimiyah al Hambali, atau yang lebih di kenal dengan nama Ibnu Taimiyah. Beliau merupakan
seorang teolog dan ahli Hukum yang banyak menghasilkan karya tulis.beliau juga ahli di bidang tafsir dan hadist.
Dalam perkembangannya, ajaran yang bermula pada Imam Ahmad bin Hanbal ini, selanjutnya di kembangkan oleh Ibnu
Taimiyah, kemudian di suburkan oleh Imam Muhammad bin Abdul Wahab.dan akhirnya berkembang di dunia Islam secara
Spodaris.
Pada abad ke 20 M gerakan ini muncul dengan dimensi baru. Tokoh-tokohnya adalah Jamaluddin al Afgani, Muhammad
Abduh dan Rasyid Ridha.
Salafiyah baru al afgani ini terdiri dari 3 komponen pokok yakni :
1. Keyakinan bahwa kemajuan dan kejayaan umat Islam hanya mungkin di wujudkan jika mereka kembali kepada
ajaran Islam yang masih murni dan kembali pada ajaran Islam yang masih murni, dan meneladani pokok hidup
sahabat Nabi. Komponen pertama ini merupakan satu unsur yang di miliki oleh salfiyah sebelumnya.
2. perlwanan terhadap kolonialisme dan mominasi barat, baik politik, ekonomi, maupun kebudayaan.
3. pengakuan terhadap keunggulan barat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Al Afgani dapat di katakan sebagai penganut salafiyah modern karena dalam rumusan pahamnya yang banyak meletakkan
unsur-unsur moderenismesebagai mana terlihat pada komponen 2 dan 3 diatas.
Syekh Muhammad Abduh adalah murid Al afgani dan Muhammad Rasyid Ridaha adalah murid dari Muhammad Abduh,
meskipun dalam beberapa hal antara dengan guru berbeda dalam banyak hal mereka sama.
III. PENUTUP
Dari uraian diatas, dapat kita pahami bahwa Islam telah hadir sebagai pelopor lahirnya pemikiran-pemikiran yang hingga
sekarang semuanya itu dapat kita jumpai hampir di seluruh dunia. Hal ini juga dapat dijadikan alasan bahwa Islam sebagi
mana di jumpai dalam sejarah, bukanlah sesempit yang dipahami pada umumnya, karena Islam dengan bersumber pada
alQuran dan As-Sunnah dapat berhubungan dengan pertumbuhan masyarakat luas.
Sekarang, bagaimana kita menaggapi pemikiran-pemikiran tersebut yang kesemuanya memiliki titik pertentangan dan
persamaan masing-masing dan tentunya pendapat-pendapat mereka memiliki argumentasi-argumentasi yang bersumber
pada al-Quran dan Hadits. Namun pendapat mana diantara pendapat-pendapat tersebut yang paling baik, tidaklah bisa kita
nilai sekarang. Kerana penilaian sesungguhnya ada pada sisi Allah yang akan diberikanNya di akhirat nanti.
Penilaiaan baik tidaknya suatu pendapat dalam pandangan manusia mungkin di lakukan dengan mencoba menghubungkan
pendapat tersebut dengan peristiwa-peristiwa yang berkembang dalam sejarah. Disisi lain, kita juga bisa menilai baik
tidaknya suatu pendapat atau paham dengan mengaitkannya pada kenyataan yang berlaku dimasyarakat dan dapat
bertahan dalam kehidupan manusia, dan juga pendapat tersebut banyak di ikuti oleh Manusia.
MAKALAH
ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU KALAM
Diajukan untuk Memenuhi Tugas
dalam Mata Pelajaran Ilmu Kalam
Disusun Oleh :
MUFDIL TUHRI
FIRMANSYAH
RIZKIAWAN HASRA PUTRA
RISKA TRIA WULANDARI
DINA EPRIANA
Guru Bidang Studi :
YESI NOFIA, S.PdI
MADRASAH ALIYAH NEGERI 1
(MAN) 1 SUNGAI PENUH
TAHUN 2007
KATA PENGANTAR
Pertama tama penulis panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang dengan rahmat, hidayah serta inayahNya yang
telah dilimpahkan kepada penulis sehingga makalah ini dapat di selesaikan, selanjutnya, Sholawat dan salam penulis
haturkan kepada junjungan alam Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing manusia menuju jalan
kebenaran, Rahmatan lil Alamin.
Makalah yang berjudul ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU KALAM ini disusun untuk melengkapi tugas dalam mata pelajaran
Ilmu Kalam dan disampaikan pada diskusi dalam pembahasan Ilmu Kalam.
Selanjutnya, dalam penyusunannya makalah ini tentunya tidaklah luput dari kekurangan-kekurangan maka dari itu, Penulis
sangat mengharapkan saran dan kritikan dari yang sehat dari pembaca sekalian untuk lebih kesempurnaan makalah ini.
Sungai Penuh, Agustus 2007
PENULIS
DAFTAR PUSTAKA
Asmuni, Yusran, Ilmu Tauhid, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 1996
Nata, Abuddin, Ilmu kalam, Filsafat, dan tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1995
Rozak, Abdul, dkk . Ilmu kalam. Bandung:CV. Pustaka setia,2006.
Zainuddin, H, Ilmu Tauhid, Jakarta:PT Rineka Cipta, 1992
DAFTAR PUSTAKA

[1] Drs. Abuddin Nata, M.A, Ilmu kalam, Filsafat, dan tasawuf,. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995. Hal. 29
[2] Drs. H. M Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 1996. Hal.
[3] Ibid. Hal. XV
[4] Ibid, Hal. 104
[5] Drs. Abuddin Nata, op. cit. Hal. 30
[6] Drs. H. M. Yusran asmuni, op.cit. Hal. 105.
[7] DR. Abdul Rozak,M.Ag. dkk . Ilmu kalam. Bandung:CV. Pustaka setia,2006. Hal. 51et.seq
[8] Drs. Abuddin Nata. Op.cit . Hal. 33
[9] Drs. H.M Yusran Asmuni, op.cit. Hal. 106
[10] Ibid, Hal. 34
[11] Ibid, Hal. 106
[12] Drs. Abuddin Nata. Op.cit . Hal. 34
[13] Drs. H.M Yusran Asmuni, op.cit. Hal. 108
[14] Drs. Abuddin Nata, op.cit.Hal 36
[15] Drs. H.M. Yusran Asmuni, po.cit. Hal. 109
[16] Drs. H. Zainuddin, Ilmu Tauhid, Jakarta:PT Rineka Cipta, 1992. Hal. 45
[17] Ibid. hal. 47
[18] Drs. Abuddin Nata. Op.cit . Hal. 39
[19] Ibid. hal. 40
[20] Ibid. Hal. 42
[21] Drs. H. M. Yusran Asmuni. Op.cit.Hal 114
[22] Ibid, Hal. 115
[23] Ibid, Hal. 117 et seq
[24] Ibid. Hal. 121.
[25] DR. Abdul Rozak, M.Ag. Dkk, Op.Cit.Hal. 119.
[26] Drs. H.M. Yusran Asmuni, op. cit. Hal. 122 et seq.
[27] Ibid. Hal. 128 et seq
[28] DR. Abdul Rozak, M.Ag. Dkk, Op.Cit.Hal. 89
[29] Ibid, Hal. 90
[30] Drs. H.M. Yusran Asmuni, op. cit. Hal. 135 et seq.
[31] Ibid, Hal. 147
[32] Ibid, Hal. 147
BAB I
PENDAHULUAN

Islam sebagaimana dijumpai dalam sejarah, ternyata tidak sesempit yang dipahami pada umumnya. Dalam sejarah
pemikiran Islam, terdapat lebih dari satu aliran yang berkembang. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan pendapat
dikalangan ulama-ulama kalam dalam memahami ayat-ayat al-Quran.

Ada ayat-ayat yang menunjukkan bahwa manusia bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri dan ada pula ayat
yang menunjukkan bahwa segala yang terjadi itu ditentukan oleh Allah, bukan kewenangan manusia . Dari perbedaan
pendapat inilah lahir aliran Qadaryiah dan Jabariyah. Aliran Qadariyah berpendapat bahwa manusia mempunyai
kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dengan kata lain manusia mempunya
qudrah (kekuatan atas perbuatannya). Sedangkan Jabariyah berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai
kebebasan dan kehendak dalam menentukan perbuatannya. Kalaupun ada kehendak dan kebebasan yang dimiliki
manusia, kehendak dan kebebasan tersebut tidak memiliki pengaruh apapun, karena yang menentukannya adalah
kehendak Allah semata .

Kedua aliran ini masing-masing bersandar kepada ayat-ayat al-Quran. Qadariyah antara lain bersandar pada surat al-
Mudatsir ayat 38 yang artinya: tiap-tiap diri bertanggung jawab terhadap apa yang telah diperbuatnya. Sedangkan
Jabariyah bersandar pada surat al-Hadid ayat 22 yang artinya: tidak ada bencana yang menimpa bumi dan diri kamu,
kecuali telah ditentukan didalam buku sebelum kami wujudkan .
Dalam sejarah teologi Islam, paham Qadariyah selanjutnya dianut oleh kaum Mutazilah, sedangkan paham
Jabariyah terdapat dalam aliran Asyariah.


BAB II
PEMBAHASAN
A. QADARIYAH
1. Latar Belakang dan Sejarah Perkembangan Aliran Qadariyah
Qadariyah berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata yang artinya kemampuan dan kekuatan. Secara terminologi,
qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan . Aliran ini
berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau
meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Berdasarkan pengertian diatas, dapat dipahami bahwa qadariyah
dipakai untuk nama suatu aliran yang memberi penekanan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam
mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Harun Nasution menegaskan bahwa kaum qadariyah berasal dari pengertian
bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari
pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan .

Seharusnya, sebutan Qadariyah diberikan kepada aliran yang berpendapat bahwa qadar menentukan segala tingkah
laku manusia, baik yang bagus maupun yang jahat. Namun sebutan tersebut telah melekat pada kaum sunni, yang
percaya bahwa manusia mempunyai kebebasan berkehendak . Menurut Ahmad Amin dalam Rosihon Anwar, sebutan
ini diberikan kepada para pengikut faham qadar oleh lawan mereka dengan merujuk hadits yang menimbulkan kesan
negatif bagi nama Qadariyah . Hadits tersebut berbunyi:

artinya: Kaum Qadariyah adalah


majusinya umat ini.

Tentang kapan munculnya faham Qadariyah dalam Islam, tidak dapat diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa
ahli teologi Islam yang menghubungkan faham qadariyah ini dengan kaum Khawarij. Pemahaman mereka (kaum
khawarij) tentang konsep iman, pengakuan hati dan amal dapat menimbulkan kesadaran bahwa manusia mampu
sepenuhnya memilih dan menentukan tindakannya sendiri. Menurut Ahmad Amin seperti dikutip Abuddin Nata,
berpendapat bahwa faham qadariyah pertama sekali dimunculkan oleh Mabad Al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqy
. Sementara itu Ibnu Nabatah dalam kitabnya Syarh Al-Uyun, memberi informasi lain bahwa yang pertama sekali
memunculkan faham qadariyah adalah orang Irak yang semula beragama Kristen kemudian masuk Islam dan balik
lagi ke agama Kristen. Dari orang inilah Mabad dan Ghailan mengambil faham ini . Orang Irak yang dimaksud,
sebagaimana dikatan Muhammad Ibnu Syuib yang memperoleh informasi dari Al-Auzai, adalah Susan.

Berkaitan dengan persoalan pertama kalinya qadariyah muncul, ada banyak kesulitan untuk menentukannya. Para
peneliti sebelumnya pun belum sepakat mengenai hal ini karena penganut qadariyah ketika itu banyak sekali.
Sebagian terdapat di Irak dengan bukti bahwa gerakan ini terjadi pada pengajian Hasan Al-Basri. Sebagian lain
berpendapat bahwa faham ini muncul di Damaskus, diduga disebabkan oleh pengaruh orang-orang Kristen yang
banyak dipekerjakan di istana-istana khalifah.
Faham ini mendapat tantangan keras dari umat Islam ketika itu. Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya
reaksi keras ini, pertama, seperti pendapat Harun Nasution, karena masyarakat Arab sebelum Islam kelihatannya
dipengaruhi oleh faham fatalis. Kehidupan bangsa Arab ketika itu serba sederhana dan jauh dari pengetahuan,
mereka merasa diri mereka lemah dan tidak mampu menghadapi kesukaran hidup yang ditimbulkan oleh alam
sekelilingnya. Sehingga ketika faham qadariyah dikembangkan, mereka tidak dapat menerimanya karena dianggap
bertentangan dengan Islam. Kedua, tantangan dari pemerintah, karena para pejabat pemerintahan menganut faham
jabariyah. Pemerintah menganggap faham qadariyah sebagai suatu usaha menyebarkan faham dinamis dan daya
kritis rakyat, yang pada gilirannya mampu mengkritik kebijakan-kebijakan mereka yang dianggap tidak sesuai dan
bahkan dapat menggulingkan mereka dari tahta kerajaan.

2. Tokoh dan Ajaran dalam Aliran Qadariyah
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tokoh yang pertama kali memunculkan faham qadariyah dalam
Islam adalah Mabad Al-Jauhani dan temannya Ghailan Al-Dimasyqy.
1. Mabad Al-Jauhani
Menurut Al-Zahabi dalam kitabnya Mizan al-Itidal, yang dikutip Ahmad Amin dalam Sirajuddin Zar, menerangkan
bahwa ia adalah tabiin yang dapat dipercaya, tetapi ia memberikan contoh yang tidak baik dan mengatakan tentang
qadar. Lalu ia dibunuh oleh al-Hajjaj karena ia memberontak bersama Ibnu al-Asyas. Tampaknya disini ia dibunuh
karena soal politik, meskipun kebanyakan mengatakan bahwa terbunuhnya karena soal zindik. Mabad Al-Jauhani
pernah belajar kepada Hasan Al-Bashri, dan banyak penduduk Basrah yang mengikuti alirannya .

2. Ghailan Ibnu Muslim Al-Damasyqy
Sepeninggal Mabad, Ghailan Ibnu Muslim al-dimasyqy yang dikenal juga dengan Abu Marwan. Menurut Khairuddin
al-Zarkali dalam Sirajuddin Zar menjelaskan bahwa Ghailan adalah seorang penulis yang pada masa mudanya
pernah menjadi pengikut Al-Haris Ibnu Said yang dikenal sebagai pendusta. Ia pernah taubat terhadap pengertian
faham qadariyahnya dihadapan Umar Ibnu Abdul Aziz, namun setelah Umar wafat ia kembali lagi dengan
mazhabnya . Ia akhirnya mati dihukum bunuh oleh Hisyam Abd al-Malik (724-743). Sebelum dijatuhi hukuman
bunuh diadakan perdebatan antara Ghailan dan al-Awzai yang dihadiri oleh Hisyam sendiri .

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, menurut Harun Nasution, nama qadariyah adalah sebutan bagi kaum yang
mengingkari qadar, yang mendustakan bahwa segala sesuatu sudah ditakdirkan oleh Allah. Nama qadariyah bukan
berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan .

Dalam ajarannya, aliran qadariyah sangat menekankan posisi manusia yang amat menentukan dalam gerak laku dan
perbuatannya. Manusia dinilai mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya sendiri atau untuk tidak
melaksanakan kehendaknya itu. Dalam menentukan keputusan yang menyangkut perbuatannya sendiri, manusialah
yang menentukan, tanpa ada campur tangan Tuhan.

Penjelasan yang menyatakan bahwa manusia mempunyai qudrah lebih lanjut dijelaskan oleh Ali Musthafha al-
Ghurabi antara lain menyatakan bahwa sesungguhnya Allah telah menciptakan manusia dan menjadikan baginya
kekuatan agar dapat melaksanakan apa yang dibebankan oleh Tuhan kepadanya, karena jika Allah memberi beban
kepada manusia, namun Ia tidak memberikan kekuatan, maka beban itu adalah sia-sia, sedangkan kesia-siaan itu
bagi Allah adalah suatu hal yang tidak boleh terjadi . Dengan demikin dapat disimpulkan bahwa faham qadariyah
telah meletakkan manusia pada posisi merdeka dalam menentukan tingkah laku dan kehendaknya. Jika manusia
berbuat baik maka hal itu adalah atas kehendak dan kemauannya sendiri serta berdasarkan kemerdekaan dan
kebebasan memilih yang ia miliki. Oleh karena itu jika seseorang diberi ganjaran yang baik berupa surga di akhirat,
atau diberi siksaan di neraka, maka semua itu adalah atas pilihannya sendiri.

Selanjutnya, terlepas apakah faham qadariyah itu dipengaruhi oleh faham dari luar atau tidak, yang jelas di dalam Al-
Quran dapat dijumpai ayat-ayat yang dapat menimbulkan faham qadariyah sebagaimana disebutkan diatas ,
diantaranya adalah:
Dalam surat al-Rad ayat 11, Allah berfirman:
Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaanyang ada pada diri
mereka sendiri.

Dalam surat Fushshilat ayat 40, Allah berfirman:
Perbuatlah apa yang kamu kehendaki; Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan.

Dalam surat al-Kahfi ayat 29, Allah berfirman:
Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia
beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir.

Dengan demikian faham qadariyah memiliki dasar yang kuat dalam Islam, dan tidaklah beralasan jika ada sebagian
orang menilai faham ini sesat atau keluar dari Islam.

B. JABARIYAH
1. Latar Belakang dan Sejarah Perkembangan Aliran Jabariyah
Secara bahasa jabariyah berasal dari kata yang mengandung pengertian memaksa. Di dalam kamus Al-Munjid
dijelaskan bahwa nama jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya
melakukan sesuatu. Sedangkan secara istilah, jabariyah adalah menolak adanya perbuatan dari manusia dan
menyandarkan semua perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain adalah manusia mengerjakan perbuatan dalam
keadaan terpaksa (majbur) . Menurut Harun Nasution jabariyah adalah faham yang menyebutkan bahwa segala
perbuatan manusia telah ditentukan oleh qadha dan qadar Allah. Maksudnya adalah bahwa setiap perbuatan yang
dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak manusia, namun diciptakan oleh Tuhan dan dengan kehendak-Nya.
Di sini manusia tidak mempunyai kebebasan dalam berbuat karena tidak memiliki kemampuan. Ada yang
mengistilahkan bahwa jabariyah adalah aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya .

Adapun mengenai latar belakang lahirnya aliran jabariyah tidak ada penjelasan yang jelas. Abu Zahra menuturkan
bahwa faham ini muncul sejak zaman sahabat dan masa bani Umayyah. Ketika itu para ulama membicarakan tentang
masalah qadar dan kekuasaan manusia ketika berhadapan dengan kekuasaan mutlak Tuhan .

Pendapat lain mengatakan bahwa paham ini diduga telah muncul sejak sebelum agama Islam datang ke masyarakat
Arab. Kehidupan bangsa Arab yang diliputi oleh gurun pasir sahara telah memberikan pengaruh besar dalam cara
hidup mereka. Di tengah bumi yang disinari terik matahari dengan air yang sangat sedikit dan udara yang panas
ternyata tidak dapat memberikan kesempatan bagi tumbuhnya pepohonan dan suburnya tanaman, tapi yang tumbuh
hanya rumput yang kering dan beberapa pohon kuat untuk menghadapi panasnya musim serta keringnya udara.

Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian masyarakat Arab tidak melihat jalan untuk mengubah
keadaan di sekeliling mereka sesuai dengan kehidupan yang diinginkan. Mereka merasa lemah dalam menghadapi
kesukaran-kesukaran hidup. Artinya mereka banyak bergantung pada alam, sehingga menyebabkan mereka
menganut faham fanatisme . Faham ini pertama kali diperkenalkan oleh Jad bin Dirham kemudian disebarkan oleh
Jahm bin Shafwan dari Khurasan. Dalam sejarah teologi Islam, Jahm tercatat sebagai tokoh yang mendirikan aliran
jahmiyah dalam kalangan Murjiah. Ia adalah sekretaris Suraih bin Al-Haris dan selalu menemaninya dalam gerakan
melawan Bani Umayah. Sebenarnya benih-benih faham jabariyah juga dapat dilihat dalam beberapa peristiwa
sejarah diantaranya:
1. Suatu ketika Nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam masalah takdir Tuhan, Nabi melarang
mereka untuk memperdebatkan persoalan tersebut, agar terhindar dari kekeliruan penafsiran tentang ayat-ayat
Tuhan mengenai takdir.

2. Khalifah Umar bin al-Khattab pernah menangkap seorang pencuri. Ketika diinterogasi pencuri itu berkata Tuhan
telah menentukan aku mencuri mendengar itu Umar memberikan dua jenis hukuman kepada orang itu yaitu
hukuman potong tangan dan hukuman dera karena menggunakan dalil takdir Tuhan.

3. Ketika Ali bin Abu Thalib ditanya tentang qadar Tuhan dalam kaitannya dengan siksa dan pahala. Orang itu
bertanya apabila (perjalanan menuju perang Siffin) itu terjadi dengan qadha dan qadar Tuhan, tidak ada pahala
sebagai balasannya. Kemudian Ali menjelaskannya bahwa qadha dan qadar Tuhan bukanlah sebuah paksaan.
Sekiranya qadha dan qadar itu merupakan paksaan, maka tidak ada pahala dengan siksa, gugur pula janji dan dan
ancaman Allah, dan tidak ada pujian bagi orang yang baik dan tidak ada celaan bagi orang berbuat dosa.

4. Adanya bibit pengaruh faham jabariyah yang telah muncul dari pemahaman terhadap ajaran Islam itu sendiri. Ada
sebuah pandangan mengatakan bahwa aliran jabariyah muncul karena ada pengaruh dari pemikiran asing yaitu
pengaruh agama Yahudi bermazhab qurra dan dar agama Kristen bermazhab yacobit.
Paparan diatas menjelaskan bahwa, bibit faham jabariyah telah muncul sejak awal periode Islam. Namun, jabariyah
sebagai suatu pola pikir atau aliran yang dianut, dipelajari dan dikembangkan, baru terjadi pada masa pemerintahan
Daulah Bani Umayah, yakni oleh kedua tokoh yang telah disebutkan diatas.

2. Tokoh dan Ajaran dalam Aliran Jabariyah
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, bahwa yang pertama kali memperkenalkan faham jabariyah adalah Jad
bin Dirham dan Jahm bin Shafwan.
1. Al-Jad bin Dirham
Jad adalah seorang Maulana Bani Hakim, tinggal di Damaskus. Ia dibesarkan di dalam lingkungan orang Kristen
yang senang membicarakan teologi. Semula ia dipercaya untuk mengajar di lingkungan Bani Umayah, tetapi setelah
tampak pikiran-pikirannya yang kontroversial, Bani Umayah menolaknya. Kemudia Al-Jad lari ke Kufah dan disana
ia bertemu dengan Jahm untuk dikembangkan dan disebarluaskan .

2. Jahm Ibnu Shafwan
Nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jaham bin Shafwan. Ia termasuk Maulana Bani Rasib, juga seorang tabiin
berasal dari Khurasan, dan bertempat tinggal di Khuffah, ia seorang dai yang fasih dan lincah (orator). Ia menjabat
sebagai sekretaris Harits bin Surais seorang mawali yang menentang pemerintahan Bani Umayah di Khurasan. Ia
ditawan dalam pemberontakan dan dibunuh pada tahun 128H. Ia dibunuh karena masalah politik dan tidak ada
kaiatannya dengan agama .

Jabariyah dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu ekstrim dan moderat. Di antara ajaran jabariyah ekstrim
adalah pendapatnya bahwa segala perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya
sendiri, tetapi perbuatannya yang dipaksakan atas dirinya.

Sebagai penganut dan penyebar faham jabariyah, banyak usaha yang dilakukan Jahm yang tersebar keberbagai
tempat, seperti ke Tirmidz dan Balk . Pendapatnya mengenai persoalan teologi adalah sebagai berikut:
a. Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa, ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri dan
tidak mempunyai pilihan.
b. Surge dan neraka tidak kekal. Tidak ada yang kekal selain Tuhan.
c. Iman adalah marifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini, pendapatnya dengan konsep Iman yang
dimajukan kaum Murjiah.
d. Kalam Tuhan adalah makhluk Allah mahasuci dari segala sifat dan keserupaan dengan manusia seperti berbicara,
mendengar dan melihat. Begitu pula Tuhan tidak dapat dilihat dengan indera mata di akhirat kelak.

Ajaran pokok Jad bin Dirham secara umum sama dengan pikiran Jahm. Al-Ghuraby menjelaskannya sebagai
berikut:
a. Al-Quran itu adalah makhluk. Oleh karena itu, dia baru. Sesuatu yang baru itu tidak dapat disifatkan Allah
b. Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk seperti berbicara, melihat, mendengar
c. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya .
Berbeda dengan jabariyah ekstrim, jabariyah moderat mengatakan bahwa Tuhan memang menciptakan perbuatan
manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik. Tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga
yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Inilah yang dimaksud
dengan kasab . Menurut faham kasab, manusia tidaklah majbur (dipaksa oleh Tuhan), tidak seperti wayang yang
dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia memperoleh perbuatan yang
diciptakan Tuhan . Yang termasuk tokoh jabariyah moderat adalah sebagai berikut:
1) An-Najjar
Nama lengkapnya adalah Husain bin Muhammad An-Najjar. Di antara pendapat-pendapatnya adalah:
1. Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau peran dalam mewujudkan
perbuatan-perbuatan itu. Itulah yang disebut kasab.
2. Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi an-Najjar mengatakan bahwa Tuhan dapat saja memindahkan
potensi hati (marifat) pada mata, sehingga manusia dapat melihat Tuhan

2) Adh-Dhirar
Dhirar mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat di akhirat melalui indera ke enam. Ia juga berpendapat bahwa hujjah
yang dapat diterima setelah Nabi adalah Ijtihad. Hadits ahad tidak dapat dijadikan sumber dalam menetapkan
hukum.
Adapun golongan jabariyah mengatakan bahwa tidak ada ikhtiar bagi manusia, sebab Tuhan telah lebih dahulu
menentukan segala-galanya. Sementara Ahlussunnah menetapkan usaha dan ikhtiar bagi manusia dan Allah yang
menentukan. Jadi, orang akan mendapat pahala dengan usaha dan ikhtiarnya, juga sebaliknya ia akan mendapat
dosa oleh sebab usaha dan ikhtiarnya.
Terlepas dari perbedaan pendapat tentang awal lahirnya aliran ini, dalam al-Quran sendiri banyak terdapat ayat-ayat
yang melatar belakangi lahirnya faham jabariyah di antaranya:
Dalam surat Ash-Shaffat ayat 96, Allah berfirman:
Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.

Dalam surat Al-Anam ayat 111, Allah berfirman:
Mereka tidak akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki.

Dalam surat Al-Anfal ayat 17, Allah berfirman:
Dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar.

Ayat-ayat diatas terkesan membawa seseorang pada alam pikiran jabariyah. Mungkin inilah yang menyebabkan pola
pikir jabariyah masih tetap ada di kalangan umat Islam hingga kini walaupun anjurannya telah tiada. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa, manusia dalam paham jabariyah adalah sangat lemah, tak berdaya, terikat
dengan kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Seluruh tindakan dan perbuatan manusia tidak boleh lepas dari
aturan dan skenario serta kehendak Tuhan.


BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa, baik aliran qadariyah maupun jabariyah nampaknya
memperlihatkan faham yang saling bertentangan sekalipun mereka sama-sama berpegang pada al-Quran. Hal ini
memperlihatkan betapa terbukanya kemungkinan terjadinya perbedaan pendapat dalam Islam. Namun pendapat
mana yang lebih baik tidaklah bisa dinilai sekarang. Penilaian yang sesungguhnya akan diberikan oleh Tuhan di
akhirat nanti. Penilaian baik atau tidaknya suatu pendapat dalam pandangan manusia mungkin bisa dilakukan
dengan mencoba menghubungkan pendapat tersebut dengan peristiwa-peristiwa yang berkembang dalam sejarah.
Pendapat yang baik adalah apabila ia berlaku di masyarakat dan dapat bertahan dalam kehidupan manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, 1995, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Harun Nasution, 1986, Teologi Islam: aliran-aliran, sejarah, analisa dan perbandingan, Jakarta: UI Press.
Rosihon Anwar, dkk, 2006, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia.
Sirajuddin Zar, 2003, Teologi Islam: aliran dan ajarannya, Padang: IAIN Press.

You might also like