You are on page 1of 16

Otitis Media Akut

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..2 OTITIS MEDIA AKUT: I. II. III. IV. V. VI. VII. VIII. Pendahuluan3 Penyebab OMA...4 Mekanisme......5 Stadium OMA..6-7 Gejala Klinis OMA..8 Terapi...9-10 Komplikasi..11 Gambar-Gambar..12-15

DAFTAR PUSTAKA..16

PENDAHULUAN
Otitis Media Akut Telinga terdiri dari bebapa bagian yaitu 1. telinga bagian luar 2. Telinga bagian tengah 3 telinga bagian dalam Pada pembahasan kali ini akan dibahas tentang telinga bagian tengah yang memiliki bagian bagian seperti 1. Membran timpani 2. Kavum timpani 3. Tuba eustachius 4. Processus Mastoideus Otitis Media Akut (OMA) adalah merupakan peradangan / inflamasi di telinga bagian tengah. Penybabnya dapat berupa bakteri, virus, alergi atau malfungsi dari tuba eustachius. Pada OMA bisa terjadi penumpukan cairan di telinga bagian tengah. Penumpukan cairan ini bisa menybabkan gerakan dari membran timpani tertahan dan juga struktur dari telinga bagian tengah sehingga menyebabkan pendengaran berkurang. Sakit juga bisa dirasakan penderita apabila ada tekanan yang berlebih di bagian gendang telinga dan demam timbul jika telah terjadi infeksi. OMA terjadi biasanya karena faktor pertahanan tubuh yang terganggu. sumbatan tuba eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi tuba eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman kedalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi pendarahan. Pencetus OMA lainnya adalah ISPA OMA sering diderita anak-anak karena anak-anak sering terserang infeksi saluran nafas. Sedangkan pada bayi, OMA sering terjadi karena tuba eustachiusnya pendek, lebar dan letaknya horizontal. Telinga bagian tengah biasanya steril, meski terdapat mikroba di nasofaring, dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga bagian tengah oleh silia mukosa tuba eustachius, enzim dan antibody.
3

PENYEBAB OMA
Kuman penyebab utama OMA adalah bakteri piogenik seperti Streptokokus hemolitikus, Staphylococcus aureus, Pneumokokus. Terkadang bisa juga ditemukan Hemophylius influenza, Eschericia coli, Streptococcus anhemolitikus, Proteus vulgaris dan Pseudomonas aurugenosa. Hemofilius influenza banyak ditemuka di anak anak berusia dibawah 5 tahun.

MEKANISME OMA
4

Mekanisme Terjadinya OMA OMA sering diawali dengan infeksi saluran nfas atas seperti radang tenggorokan, influenza. Bakteri dari radang - radang ini pada suatu saat jika mencapai titik maksimum kerjanya, akan dapat memasuki daerah dari saluran tuba eustachius. Saat mereka melalui saluran tuba eustachius, bakteri-bakteri tersebut dapat menyebabkan infeksi serta menyebabkan inflamasi pada daerah sekitar saluran yang selanjutnya menyebabkan tersumbatnya saluran dan terbentuknya nanah di dalam gendang telinga. Disaat lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat berkurang atau terganggu karena gendang telinga, dan tulang tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas akibat tekanan dari cairan didalam gendang telinga. Selain pendengaran yang berkurang, penderita OMA dapat juga merasakan sakit/ nyeri pada telinga. Hal paling berat yang dapat terjadi adalah robeknya membran timpani akibat cairan yang terlalu banyak.

STADIUM OMA
5

Stadium OMA 1. Stadium oklusi tuba eustachius (1-3hari) 2. Stadium hiperemis (hiperemis+oedem) 3. Stadium supuratif 4. Stadium perforasi 5. Stadium resolusi Ad.1 Pada stadium ini, terjadi retraksi membran timpani akibat adanya tekanan ne gatif di dalam telinga bagian tengah akibat absorbsi udara. Kadang membran timpani masih bisa tampak normal atau berwarna kuh pucat. Efusi sudah mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus / alergi karena itu digunakan tes garpu tala. Ad.2 Dapat ditemukan pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani nampak hiperemis serta oedem. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat exudat yang serosa, sehingga sukar terlihat. Biasanya telinga akan terasa sakit dan gatal. Ad.3 Pada stadium ini, terlihat adanya bulding dari membran timpani akibat dari edema karena exudat yang terbentuk di kavum timpani bersifat purulen. Pada keaadan ini, pasien merasakan sangat sakit serta disertai demam dan pols meningkat. Seiring suhu meningkat, maka sakit yang dirasakan juga meningkat. Jika tekanan dalam kavum timpani tidak berkurang, maka dapat terjadi ischemia akibat tekana pada kapiler kapiler, serta timbul trombophlebitis pada vena vena kecil serta nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Bila tidak dilakukan insisi membran timpani(miringotomi) pada stadium ini, maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur serta nanah keluar. Keuntungan melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup kembali, tetapi bila terjadi ruptur, maka lubang ruptur tidak mudah menutup kembali. Ad.4 Disebabkan beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau karena virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur dari membran
6

timpani yang menyebabkan nanah untuk keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar. Anak yang tadinya gelisah, sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat tidur nyenyak. Keadaan ini disebut stadium perforasi. Jika membran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret (nanah) tetap berlangsung selama lebih 3 minggu maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih 1,5-2 bulan maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik (OMSK). Ad.5 Bila membran timpani teteap utuh, maka keaadan membran timpani dapat perlahan-lahan kembali normal. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.

GEJALA KLINIS OMA


Gejala klinik OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, keluhan di sampign suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA adalah suhu tubuh yang tinggi dan dapat sampai 39.50C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadangkadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang teling, suhu tubuh turun naik dan anak tertidur tenang.

TERAPI
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Terapi OMA tergantung stadium penyakit, yaitu : Oklusi tuba Eustachius. Terapinya : obat tetes hidung & antibiotik. Hiperemis (pre supurasi). Terapinya : antibiotik, obat tetes hidung, analgetik & miringotomi. Supurasi. Terapinya : antibiotik & miringotomi. Perforasi. Terapinya : antibiotik & obat cuci telinga. Resolusi. Terapinya : antibiotik.

Aturan pemberian obat tetes hidung :

Bahan: HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis untuk anak berusia dibawah 12 tahun. HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologis untuk anak berusia diatas 12 tahun dan orang dewasa. Tujuan: Untuk membuka kembali tuba Eustachius yg tersumbat sehingga tekanan negatif dalam telinga tengah akan hilang.
Aturan pemberian obat antibiotik :

Stadium oklusi. Diberikan pada otitis media yg disebabkan kuman bukan otitis media yg disebabkan virus dan alergi (otitis media serosa). Stadium hiperemis (pre supurasi). Diberikan golongan penisilin atau ampisilin selama minimal 7 hari. Golongan eritromisin dapat digunakan jika terjadi alergi penisilin. Penisilin intramuskuler (IM) sebagai terapi awal untuk mencapai konsentrasi adekuat dalam darah. Hal ini untuk mencegah terjadinya mastoiditis, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Diberikan
9

ampisilin 50-100 mg/kgbb/hr yg terbagi dalam 4 dosis, amoksisilin atau eritromisin masing-masing 50 mg/kgbb/hr yg terbagi dalam 3 dosis. Stadium resolusi. Berlanjut pemberiannya sampai 3 minggu bila tidak terjadi resolusi. Tidak terjadinya resolusi dapat disebabkan berlanjutnya edema mukosa telinga tengah. Perlu dicurigai telah terjadi mastoiditis jika sekret masih banyak setelah diberikan antibiotik selama 3 minggu.

Aturan pemberian obat cuci telinga : Bahan. Diberikan H2O22 3% selama 3-5 hari. Efek. Bersama pemberian antibiotik yg adekuat, sekret akan hilang dan perforasi membran timpani akan menutup kembali dalam 7-10 hari. Aturan tindakan miringotomi : Stadium hiperemis (pre supurasi). Bisa dilakukan bila terlihat hiperemis difus.

Stadium supurasi. Dilakukan jika membran timpani masih utuh. Keuntungannya yaitu gejala klinik lebih cepat hilang dan ruptur membran timpani dapat dihindari.

KOMPLIKASI OMA
10

Sebelum adanya antibiotika OMA, dapat menimbukan komplikasi yaitu: 1. abses sub periosteal 2. komplikasi berat sampai meningitis 3. abses otak Untuk diperhatikan, ketiga komplikasi di atas lebih banyak disebabkan oleh otitis media supuratif kronik (OMSK) karena maraknya pemberian antibiotik pada pasien otitis media supuratif akut OMA. Komplikasi lainya dapat berupa: 1. Mastoiditis pada OMA yang tidak diobati 2. Kehilangan pendengaran 3. OMA menjadi OMSK (karena terapi terlambat diberikan, dara virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah atau hygiene yang rendah) Jika dilakukan miringotomi pada pasien, maka komplikasi yang dapat tejadi adalah: 1. Pendarahan (komplikasi terbesar) pada liang telinga bagian luar 2. Dislokasi tulang pendengaran 3. Trauma nervus fascialis

Gambar-Gambar

11

12

13

14

15

DAFTAR PUSTAKA
Efiaty Arsyad Soepardi, Nurbaiti Iskandar, Jenny Bashuruddin, Ratna Dwi Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Hal 66-69 http://d1only.multiply.com/journal/item/15/Otitis_Media http://en.wikipedia.org/wiki/Otitis_media

16

You might also like